Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Tinjauan Yuridis Fungsi Kode Etik Advokat dalam


Menjalankan Profesi Advokat Sebagai Officium Nobile

Dosen: (Nama Lengkap Dosen)

Disusun oleh :
(Nama-Kelas)
(NIM)
 

Universitas Tarumanegara

Fakultas Hukum
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat

dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

"Tinjauan Yuridis Fungsi Kode Etik Advokat dalam Menjalankan Profesi

Advokat Sebagai Officium Nobile.” Semoga makalah ini bermanfaat untuk

memberikan kontribusi kepada yang membaca sebagai bekal melakukan

pemahaman atau pedoman bagaimana Fungsi Kode Etik Advokat dalam

Menjalankan Profesi Advokat Sebagai Officium Nobile.

Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat dan dapat

diselesaikan semata karena penulis menerima banyak bantuan dan dukungan.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

(Bapak/Ibu {Nama Dosen}) Selaku dosen pembimbing mata kuliah PLKH-3

mengenai Legal Preneurship.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karenanya, saran dan

kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukan.

Gilbert Winata
Daftar Isi
 

Abstrak…………………………………….…………………………………3

Latar Belakang…………………………………….…………………………4

Pokok/Rumusan…………………..…………………………………………7

Tujuan Penelitian ……………………………………………………………10

Manfaat Penelitian …………………………………………………………..11

Aspek/Analisa…………………………………….…………………………11

Peran…………………………………….……………………………………17

Daftar Pusaka…………………………………….………………………….20
ABSTRAK
Undang-Undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat menegaskan tentang status Advokat
sebagai salah satu penegak hukum yang mempunyai peran dan fungsi yang sejajar dengan
Kepolisian, Kejaksaan dan Kekuasaan Kehakiman sebagai aparat penegak hukum, namun ada
kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang tersebut kepada advokat, yaitu kemandirian
advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya. Kemandirian advokat bertujuan untuk
mendukung penyelenggaraan sistem peradilan yang bebas dari intervensi kekuasaan maupun
politik dalam hal penegakan hukum, dan dengan kemandirian itu pula maka Profesi Advokat
dikatakan sebagai profesi yang sangat mulia (officium nobile). Sebagai Profesi yang mulia
tentu saja advokat terikat dengan nilai-nilai etik yang menjadi rambu-rambu dalam
pelaksanaan tugas dan kewenangannya, yang mana nilai-nilai tersebut dipastikan menjadi
Kode Etik Profesi. Nilai-nilai etik tersebut muncul sebagai sintesis atas kecerdasan dasar
yang dimiliki oleh setiap manusia. Untuk menjadi advokat profesional dan handal dibutuhkan
kecerdasan dalam mengolah dan menangani perkara yang dihadapi oleh kliennya. Advokat
dituntut untuk ahli dan cerdas dalam segala hal, bukan cuma cerdas secara intelektual namun
juga cerdas secara spiritual dan matang dalam kecerdasan emosional. Oleh sebab itu perlu
dibentuk model pendidikan profesi advokat yang memadu padankan antara kecerdasan
intelektual dengan kecerdasan spiritual dan emosional, agar tujuan akhir dari pendidikan
profesi advokat untuk membentuk advokat-advokat yang handal dalam memahami
permasalahan hukum dan beretika.

 PENDAHULUAN

Dalam ranah hukum Indonesia terdapat empat pilar yang menjadi penyangga utama yang
sama fungsinya yaitu untuk menjaga penegakan hukum di Indonesia. Diantara keempat pilar
tersebut tidak ada satu yang lebih tinggi dari yang lainnya, jika salah satu patah maka
dipastikan hukum tak akan bisa berdiri tegak. Empat pilar tersebut adalah terdiri dari unsur
Penyidik (Kepolisian), Penuntut (Kejaksaan), Hakim (Pengadilan) dan Advokat (Penasihat
Hukum). Mereka inilah yang disebut Catur Wangsa.l Kebanyakan dari semua permasalahan
hukum akan bermuara di Pengadilan, maka Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari segala
campur tangan dan pengaruh dari luar memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri dan
bertanggung jawab untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki
kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran,
keadilan dan hak asasi manusia. Profesi advokat yang bebas dan mandiri serta bertanggung
jawab dalam menegakkan hukum perlu dijamin dan dilindungi oleh undang undang. Sesuai
dengan tugasnya, fungsi advokat sangat kompleks. Dan kompleksitas itu perlu diketahui oleh
semua advokat guna memahami kedudukan dan fungsinya dalam tiap tahap pembelaan
terhadap klien yang memerlukan pendampingan jasa hukum dari advokat tersebut. Untuk
menjalankan profesi yang sangat mulia itu, advokat dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kecerdasan, bukan hanya kecerdasan di bidang intelektual namun juga kecerdasan emosional
serta spiritual. Kombinasi kecerdasan intelektual dan emosional serta spiritual ini diperlukan
untuk profesionalisme dan etos kerja seorang advokat dalam menangani perkara-perkara yang
bervariasi dan memerlukan komitmen tinggi untuk penyelesaiannya.1  Advokat merupakan
1
Ari Yusuf Amr, Strategi Jasa Advokat, Navila Idea, Yogyakarta, 2008, hlm. 18-19.
suatu bentuk profesi terhormat (officium nobile). Dalam menjalankan profesi, seorang
advokat harus memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian
advokat yang berpegang teguh kepada kejujuran, kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan,
guna mencegah lahirnya sikapsikap tidak terpuji dan berperilaku kurang terhormat. Bidang
pekerjaan advokat adalah memberikan jasa hukum atau bantuan hukum bagi masyarakat yang
membutuhkannya. Advokat adalah salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan
bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah
hukum baik perdata, pidana maupun administrasi negara.2 Dalam sumpahnya, advokat
bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat kepalsuan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan.3 Tentu saja pemberian bantuan hukum oleh advokat dalam kerangka yang lebih
besar ditujukan untuk memenuhi tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, kepastian,
keteraturan, dan penyeimbang berbagai kepentingan.4 Hasil seorang ahli hukum sebagai
pemberi jasa dalam menjalankan usaha, khususnya dalam memberikan jasa hukum kepada
klien, tentu saja dikompensasikan dengan jasanya. Ini karena aturannya adalah bahwa orang
yang memberikan layanan dengan nama apa pun harus diberi imbalan dalam bentuk biaya
untuk layanan mereka. Hal ini diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat, yang menyatakan bahwa Advokat berhak atas imbalan jasa hukum
yang diberikan kepada kliennya. Biaya jasa hukum di atas akan ditentukan secara adil
berdasarkan kesepakatan bersama. Advokat memiliki hak, kewajiban, dan tugas sesuai
dengan Kode Etik Indonesia Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat dalam menjalankan tugasnya, dan Advokat tidak boleh melanggar hukum yang
berlaku. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Advokat
adalah orang yang mengkhususkan diri dalam memberikan jasa hukum baik yudisial maupun
non-yudisial yang memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan undang-undang ini”.
Jasa hukum adalah jasa Advokat dalam bentuk nasihat hukum, bantuan hukum, pelaksanaan
keagenan, pendampingan, pembelaan, dan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum
klien. Melalui Advokat tahun 2003, klien adalah lembaga alami, hukum atau lainnya yang
menerima layanan hukum dari Advokat, dan masalah muncul ketika klien yang dicurigai
melakukan pencucian uang membayar layanan hukum Advokat.5
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2010 UU No. 8
menyatakan: Dia tahu atau cukup ragu. Berdasarkan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (1 miliar rupiah). Berkaitan dengan latar belakang
masalah di atas, artikel ini membahas pertanyaan apakah biaya yang diterima Advokat dari
klien yang diduga melakukan pencucian uang itu sah menurut hukum. Apa implikasi
ketentuan hukum bagi penuntutan pidana terhadap advokat yang menerima fee dari klien
yang diduga melakukan pencucian uang? Masalah-masalah yang disebutkan dalam bagian ini
dijelaskan dengan menggunakan metode penyelidikan hukum normatif. Pendekatan yang
digunakan penulis adalah pendekatan hukum untuk menyelidiki berbagai peraturan hukum
yang menjadi fokus penelitian ini. Tujuan penyidikan adalah untuk mengetahui apakah biaya
yang diterima Advokat dari klien yang diduga melakukan pencucian uang adalah sah menurut
hukum dan apakah hal ini mempengaruhi kriminalisasi Advokat yang menerima biaya dari
Advokat. Seorang klien yang diduga melakukan pencucian uang. Advokat sebagai salah satu
aparat penegak hukum memiliki hak untuk menjalankan profesinya, salah satunya
adalah pembelaan diri, sesuai dengan Pasal 1 Ayat 6 UU No. 18 Tahun 2003. Itu adalah hak.
2
Rismawan Hadi, Peranan Advokat dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Mitra Ilmu Surabaya, 2011, halaman 59
3
lbid, halaman 60
4
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta" 2002, hlm 1
5
Jujun S. Sriasumantri, Filsctfat llmu ; Sebuah Pengantar Poltuier, Pustaka Sinar Harapan, Jakafia, 2013, hlm. 39- 40 
Adalah hak dan kesempatan seorang advokat untuk mengemukakan alasan dan kontra
argumentasi yang merugikan advokat dalam menjalankan profesinya atau dalam
hubungannya dengan organisasi profesi. " Ketentuan Pasal 1 (6) Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 membela diri oleh seorang Advokat yang mengajukan kepadanya suatu kontra
argumen / kontra argumen / tuduhan yang dibuat oleh pihak lain dalam menjalankan tugas
profesionalnya sebagai Advokat. bahwa Anda memiliki hak. Hubungan dengan profesional
hukum justru merugikan organisasi profesi. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan bahwa “Advokat berstatus sebagai lembaga
penegak hukum yang secara bebas dan mandiri dijamin oleh hukum dan undang-undang”.6
Ketentuan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tersebut
di atas menegaskan bahwa kedudukan hukum profesi hukum juga termasuk dalam penegakan
hukum dalam pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia.7 Sebagai aparat penegak hukum,
Advokat juga dapat menghadapi sanksi karena melakukan perbuatan melawan hukum atau
perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penindakan secara hukum terhadap advokat sebagai profesi penegak hukum tersebut dapat
dilihat dalam Pasal 6 UU No. 18 Tahun 2003 tentang advokat yang menyebutkan: "Advokat
dapat dikenai tindakan” dengan alasan: 
1. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya 
2. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya 
3. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan
sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan atau pengadilan. 
4. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan
martabat profesinya. 
5. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan
tercela 
6. Melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat. Selanjutnya ketentuan
Pasal 7 UU No.18 Tahun 2003 mengatur tentang jenis tindakan yang dapat dikenai terhadap
advokat apabila melakukan perbuatan sebagaimana termuat dalam Pasal 6 di atas yaitu
teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari profesinya selama 3-12 bulan
dan pemberhentian tetap dari profesinya.

 Latar Belakang Makalah

Advokat adalah salah satu profesi hukum yang mempunyai tugas memberikan bantuan
hukum, pelayanan hukum ataupun jasa hukum, baik didalam maupun di luar pengadilan.
8
Dalam ensiklopedia Amerika disebutkan bahwa: “Advocate, a person who pleads for a client
in court as opposed to an attorney who acts as the client’s agent by furnishing the advocate
with information as to the facts of the case. 9The distinction between the two is not observed
in the United State where the same person generally performs both function.” Advokat adalah
seorang yang membela klien di pengadilan dalam menghadapi tuntutan Jaksa, sebagai

6
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 2008, halaman 54
7
Jimly Asshiddiqie, Peranan Advokat Dalam Penegakan Hukum, Yayasan Lentera, Jakarta, halaman 63
8
Rosdalina, 2015, Peran Advokat Terhadap Penegakan Hukum di Pengadilan Agama, Jurnal Politik Profetik, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2015,
hlm.112.
9
Agus Raharjo, Angkasa, dan Hibnu Nugroho, 2014, Pengawasan Kinerja Advokat Dalam Pemberian Bantuan dan Pelayanan Jasa Hukum,
Jurnal Dinamika Hukum, Vol.14, No.2, Mei 2014, hlm.262. 
seorang wakil dari klien yang diberi kuasa untuk menyusun pembelaan dengan keterangan-
keterangan mengenai kejadian yang sebenarnya dari suatu kasus. Akar kata advokat, apabila
didasarkan pada Kamus Latin-Indonesia, dapat ditelusuri dari bahasa Latin, yaitu advocatus,
yang berarti antara lain yang membantu seseorang dalam perkara, saksi yang meringankan.
Seorang asisten, penasihat, atau pembicara untuk kasus-kasus.10 Sedangkan menurut English
Language Dictionary,11 advokat didefinisikan sebagai berikut: ”An advocate is a lawyer who
speaks in favour of someone or defends the in a court of law.”12 Artinya, advokat adalah
seorang Advokat yang berbicara atas nama seseorang atau membela mereka di pengadilan.
Definisi atau pengertian advokat tersebut menunjukkan bahwa cakupan pekerjaan advokat
dapat meliputi pekerjaan yang berhubungan dengan pengadilan dan pekerjaan di luar
pengadilan. Terakhir, pengertian advokat menurut Undang Undang Nomor 18 tahun 2003
tentang Advokat, dalam Pasal 1 angka berbunyi “Advokat adalah orang yang berprofesi
memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.” Yang dapat menjatuhkan sanksi
sebagaimana termuat dalam Pasal 7 tersebut diatas adalah Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat, dan sebelum dijatuhi sanksi, advokat yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
melakukan pembelaan diri dengan mengajukan bantahan dan sanggahan di sidang kode etik
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tersebut.13 Oleh karena itu kondisi advokat sebagai
pembela dari klien yang diduga melakukan tindak pidana merupakan dilema bagi proses
hukum yang sedang berlangsung, seolah-olah advokat yang membela klien tersebut bertindak
mencari celah hukum yang dapat dimanfaatkan agar klien yang dibela advokat tersebut
terhindar dari tuntutan maupun sanksi hukum yang sedang dan akan dijalani oleh klien
tersebut. Selain itu kondisi advokat dalam penegakan hukum adalah berupaya menegakkan
proses hukum yang sedang berlangsung terhadap klien yang dibelanya namun seolah-olah
berupaya untuk menghindarkan klien yang dibelanya dari sanksi hukum dengan cara
berupaya untuk memperlambat proses hukum yang sedang dijalani oleh klien tersebut.
Dampak negatif dari kondisi advokat dalam melakukan pembelaan terhadap klien tersebut
adalah bahwa proses penegakan hukum menjadi berlangsung cukup panjang dan
menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi para penyidik KPK dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi tersebut.14 Penerapan
hak imunitas memiliki keterkaitan yang erat dengan profesionalitas advokat. Penerapan hak
imunitas ini dihadapkan dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi. 15
Dengan kata lain penerapan hak imunitas terbatas dan tidak bisa digunakan dengan
sewenang-wenang tersebut tetapi harus berdasarkan pada undang-undang dan kode etik
profesi. 16 Keberlakuan hak imunitas ini adalah terbatas, maksudnya hak ini akan tidak
berlaku apabila terjadi suatu pelanggaran hukum yang sanksinya akan dihadapkan kepada
advokat itu sendiri. Sanksi yang didapatkan oleh advokat dapat berasal dari peradilan umum
dan/atau peraturan Profesi Advokat. Untuk hal ini Organisasi Advokat sangat dibutuhkan
10
Henry Campbel Black, 1990, Black’s Law Dictionary, St. Paul, MN: West Publishing Co., hlm.55.
11
K. Prent C.M., J. Adisubrata, & W.J.S. Perwadarminta, 1969, Kamus Latin-Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, hlm.2 .
12
Supriadi, 2006, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm.68. 
13
Wawan Tunggul Alam, Memahami Profesi Hukum, Jakarta: Milenia Populer, 2004, hlm.109.
14
Mulyadi dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 2013, halaman 29
15
A. Sukris Sarmadi, Advokat, Litigasi dan Non-Litigasi Pengadilan Menjadi Advokat Indonesia Kini, Mandar Maju, Bandung, 2009, halaman 36
16
Lewis Mulford Adams, C. Ralph Taylor, 1958, The New American Encyclopedia I, New York: Books, Inc. hlm.13. 
dalam penerapan hak imunitas advokat tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengawasi dan
memberi perlindungan kinerja profesi advokat dalam menggunakan hak imunitas pada saat
menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum dan bertujuan untuk mencerminkan profesi
terhormat (officium nobile).
Dalam menjalankan profesi, seorang advokat harus memiliki kebebasan yang didasarkan
kepada kehormatan dan kepribadian advokat yang berpegang teguh kepada kejujuran,
kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan, guna mencegah lahirnya sikapsikap tidak terpuji
dan berperilaku kurang terhormat.1 Bidang pekerjaan advokat adalah memberikan jasa
hukum atau bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkannya. Advokat adalah salah
satu penegak hukum yang bertugas memberikan bantuan hukum atau jasa hukum kepada
masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum baik perdata, pidana maupun
administrasi negara. Dalam sumpahnya, advokat bersumpah tidak akan berbuat palsu atau
membuat kepalsuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tentu saja pemberian bantuan
hukum oleh advokat dalam kerangka yang lebih besar ditujukan untuk memenuhi tujuan
hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, kepastian, keteraturan, dan penyeimbang berbagai
kepentingan. Hasil seorang ahli hukum sebagai pemberi jasa dalam menjalankan usaha,
khususnya dalam memberikan jasa hukum kepada klien, tentu saja dikompensasikan dengan
jasanya. Ini karena aturannya adalah bahwa orang yang memberikan layanan dengan nama
apa pun harus diberi imbalan dalam bentuk biaya untuk layanan mereka. Hal ini diatur dalam
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menyatakan bahwa
Advokat berhak atas imbalan jasa hukum yang diberikan kepada kliennya. Biaya jasa hukum
di atas akan ditentukan secara adil berdasarkan kesepakatan bersama. Advokat memiliki hak,
kewajiban, dan tugas sesuai dengan Kode Etik Indonesia Tahun 2003 dan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam menjalankan tugasnya, dan Advokat tidak
boleh melanggar hukum yang berlaku. 1 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 menyatakan bahwa “Advokat adalah orang yang mengkhususkan diri dalam
memberikan jasa hukum baik yudisial maupun non-yudisial yang memenuhi persyaratan
yang diatur dalam ketentuan undang-undang ini”. Jasa hukum adalah jasa Advokat dalam
bentuk nasihat hukum, bantuan hukum, pelaksanaan keagenan, pendampingan, pembelaan,
dan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum klien. Melalui Advokat tahun 2003,
klien adalah lembaga alami, hukum atau lainnya yang menerima layanan hukum dari
Advokat, dan masalah muncul ketika klien yang dicurigai melakukan pencucian uang
membayar layanan hukum Advokat. 1) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang Tahun 2010 UU No. 8 menyatakan: Dia tahu atau cukup ragu. Berdasarkan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (1 miliar rupiah).
Berkaitan dengan latar belakang masalah di atas, artikel ini membahas pertanyaan apakah
biaya yang diterima Advokat dari klien yang diduga melakukan pencucian uang itu sah
menurut hukum. Apa implikasi ketentuan hukum bagi penuntutan pidana terhadap advokat
yang menerima fee dari klien yang diduga melakukan pencucian uang? Masalah-masalah
yang disebutkan dalam artikel ini dijelaskan dengan menggunakan metode penyelidikan
hukum normatif. Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan hukum untuk
menyelidiki berbagai peraturan hukum yang menjadi fokus penelitian ini. Tujuan penyidikan
adalah untuk mengetahui apakah biaya yang diterima Advokat dari klien yang diduga
melakukan pencucian uang adalah sah menurut hukum dan apakah hal ini mempengaruhi
kriminalisasi Advokat yang menerima biaya dari Advokat. Seorang klien yang diduga
melakukan pencucian uang. Advokat sebagai salah satu aparat penegak hukum memiliki hak
untuk menjalankan profesinya, salah satunya adalah pembelaan diri, sesuai dengan Pasal 1
Ayat 6 UU No. 18 Tahun 2003. Itu adalah hak. Adalah hak dan kesempatan seorang advokat
untuk mengemukakan alasan dan kontra argumentasi yang merugikan advokat dalam
menjalankan profesinya atau dalam hubungannya dengan organisasi profesi. " Ketentuan
Pasal 1 (6) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 membela diri oleh seorang Advokat yang
mengajukan kepadanya suatu kontra argumen / kontra argumen / tuduhan yang dibuat oleh
pihak lain dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai Advokat. bahwa Anda memiliki
hak. Hubungan dengan profesional hukum justru merugikan organisasi profesi. Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan bahwa “Advokat
berstatus sebagai lembaga penegak hukum yang secara bebas dan mandiri dijamin oleh
hukum dan undang-undang”. Ketentuan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat tersebut di atas menegaskan bahwa kedudukan hukum profesi hukum
juga termasuk dalam penegakan hukum dalam pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia.
Sebagai aparat penegak hukum, Advokat juga dapat menghadapi sanksi karena melakukan
perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.Profesi hukum disebut sebagai profesi yang mulia, mulia dan
terhormat (officium nobile). Luhur mengandung makna bahwa pekerjaan advokat dilakukan
dengan niat yang nyata untuk membantu klien menemukan jalan untuk mencapai keadilan
dan kebenaran. Aristokrat berarti bahwa seorang Advokat bukanlah orang biasa seperti orang
lain, tetapi bekerja dengan lebih banyak pengetahuan dan hati nurani daripada orang lain.
Niat bergengsi adalah bahwa Advokat tidak bekerja dengan upah standar, tetapi standar
profesional dalam pekerjaan mereka. Advokat mempunyai hak dan kewajiban dalam
menjalankan profesinya. Hak dan kewajiban advokat diatur dan diikat oleh Kode Etik bagi
advokat Indonesia dan profesi lainnya. Dalam kode etik terdapat sistem norma, nilai, dan
aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa
yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional dalam hal ini adalah advokat. Dalam
menjalankan profesi sebagai advokat yang berpegang pada kode etik advokat, tentunya perlu
adanya pengawasan dan pelaksanaan tugas tersebut yaitu dewan kehormatan yang dibentuk
dan dimiliki oleh setiap organisasi advokat yang diakui oleh undang undang. Dengan
demikian kode etik advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan
profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban pada setiap advokat
untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien,
pengadilan, negara, atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri. Pengaturan
mengenai kode etik advokat di peraturan perundangundangan disebutkan secara parsial pada
Pasal 26 ayat 2 UndangUndang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang menyatakan:
“Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.” Kemudian dalam Pasal 33 UndangUndang No. 18
Tahun 2003 tentang Advokat diatur kode etik sebagai berikut: “Kode etik dan ketentuan
dewan kehormatan profesi advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia
(Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI),
Himpunan Advokat dan Advokat Indonesia (HAPI), Serikat Advokat Indonesia (SPI),
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKPM),
pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis
menurut undang-undang ini sampai ada ketentuan baru yang dibuat advokat.” Merujuk pada
Pasal 26 ayat 2 dan Pasal 33 UndangUndang No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat maka
ditentukanlah Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) di Jakarta yang disahkan pada tanggal 23
Mei 2002. Namun demikian baik UndangUndang Advokat maupun KEAI merupakan hukum
positif (ius constitutum) yang mengatur perilaku advokat sebagaimana seharusnya (das
sollen), perbedaannya adalah bahwa KEAI memuat tata cara atau aturan yang berkaitan
dengan akhlak dan moral advokat secara rinci dalam melaksanakan tugasnya seharihari
sedangkan Undang Undang Advokat berisikan halhal yang umum dan lebih luas mengenai
kehidupan advokat.17 Seiring dengan meningkatnya tuntutan umum akan layanan hukum
(akses terhadap peradilan), demikian pula persaingan bisnis bagi firma hukum Indonesia.
Bahkan jika sebuah firma hukum memberikan layanan hukum kepada kliennya, itu harus
diajarkan sesuai dengan hukum Advokat dan norma-norma profesional. Persaingan yang
semakin ketat telah mendorong firma hukum untuk memikirkan kembali pengembangan
strategi pemasaran, termasuk melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Karena dunia maya tidak mengenal batas spasial dan temporal, penggunaan teknologi seperti
internet diharapkan berdampak signifikan bagi Advokat Indonesia untuk menarik klien.
Banyak firma hukum besar di Indonesia telah membuat situs web yang menyertakan profil
kantor dan Advokat mereka, dan studi kasus serta penghargaan yang diterima diposting di
situs web semata-mata untuk mengesankan klien. Tidak sedikit juga advokat yang mempunya
blog dan sosial media pribadi yang digunakan untuk berbagi informasi dan konsultasi dengan
masyarakat umum yang mana bisa dibilang ini metode beriklan model baru. Hal ini jelas
berpotensi menjadi suatu pelanggaran kode etik, sangat disayangkan profesi yang tergolong
terhormat (officium nobile) seperti advokat merendahkan martabatnya profesinya sendiri
dengan cara beriklan untuk mendapatkan klien. Adapun pasal di dalam kode etik advokat
secara tegas telah melarang advokat untuk beriklan sebagaimana disebutkan berikut 18
1) Pasal 8 huruf b kode etik advokat Indonesia menyatakan: “Pemasangan iklan sematamata
untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan
ukuran dan/atau bentuk yang berlebihlebihan.”
2) Pasal 8 huruf f kode etik advokat Indonesia menyatakan: “Advokat tidak dibenarkan
melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian
masyarakat mengenai tindakantindakannya sebagai advokat mengenai perkara yang sedang
atau telah ditanganinya, kecuali apabila keteranganketerangan yang ia berikan itu bertujuan
untuk menegakkan prinsipprinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap advokat.”
Dengan adanya UndangUndang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan Kode Etik
Advokat Indonesia menjadi jelas dasar hukum yang digunakan terkait larangan advokat untuk
beriklan. Meskipun tidak berbentuk peraturan perundangundangan, namun pengaturan yang
terdapat dalam kode etik memiliki daya laku seperti UndangUndang. Legitimasi ini telah
meningkatkan kelangsungan Kode Etik Advokat dan hukum Indonesia. Selama ini, dalam
kasus advokat periklanan, jumlah pelanggaran Kode Etik yang ditangani oleh Majelis
Kehormatan suatu organisasi hukum sangat kecil. Beberapa bentuk telah dicatat dalam
literatur, termasuk organ internal hewan liar. Dalam masyarakat kita, tidak jelas apakah ada
bentuk lain, karena tidak ada catatan seperti itu dalam literatur, tetapi tampaknya mirip
dengan apa yang dijelaskan di Barat. Bahkan mengenai bentuk-bentuk keadilan hari ini, kami
telah mencatat beberapa bentuk dalam sejarah kami seperti yang dijelaskan oleh kata «wali»
dan gambar pohon beringin. Artinya proses peradilan sengketa bersifat partisipatif dan
17
http://www.scribd.com/doc/73639020/an-Advokat-Dalam-Menerima-Honorarium-Dari-KlienTerdakwa-Tindak-Pidana-Korupsi
18
http://ksmfhumts.wordpress.com/2010/05/31/peranan-advokat-dalam-penegakan-hukum-2/
disengaja tanpa membedakan antara sengketa privat dan sengketa publik. Profesi advokat
secara konseptual merupakan kegiatan yang didasarkan pada keahlian hukum untuk melayani
masyarakat secara mandiri dalam Kode Etik Masyarakat. Ketentuan ini juga diatur dalam UU
Kejaksaan. Keberhasilannya tidak diukur dengan jumlah imbalan yang diterimanya, tetapi
oleh dukungan sewenang-wenang dari mereka yang mencari keadilan. Namun pada
kenyataannya, kini jelas bahwa selain persepsi positif para advokat dengan sejarah dan
kedudukannya yang mulia, statusnya sebagai pejuang hukum, dan lain-lain, kini banyak
terjadi persepsi negatif.

Permasalahan

 Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik didalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang, dan untuk menjadi
advokat dibutuhkan kapasitas tertentu, setidak tidaknya memiliki tiga keahlian yang memadai
yaitu: pertama memiliki pengetahuan yang memadai (skill and knowledge); kedua memiliki
kestabilan dan kematangan emosi (emotional maturity); ketiga harus mempunyai komitmen
moral atas profesi yang kuat dan stamina prima (endurance).  Advokat Sebagai Salah Satu
Profesi Penegak Hukum Di Indonesia Pasal 24 Ayat UUD 1945 menyatakan bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan
kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, badan-badan lain yang
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya
kekuasaan kehakiman yang merdeka. Kedudukan tersebut memerlukan suatu organisasi yang
merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat
UU Advokat, yaitu «Organisasi Advokat merupakan 46 H. Tanjung, Istilah Advokat,
Advokat, Penasihat Hukum dan Konsultan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005,
halaman 75 47Frans Hendra Winata, Advokat Indonesia, Citra Idealisme dan Keprihatinan,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2006, halaman 75 Universitas Sumatera Utara 46 satu-
satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas
profesi Advokat». Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata
negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum
lainnya. Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat
dapat berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi.
19
Dalam perjalanannya Kode Etik profesi Advokat dirasa masih berfungsi kurang optimal
dalam menjaga dan menegakkan martabat profesi Advokat di Indonesia, oleh sebab itu Peradi
sebagai salah satu organisasi advokat mempunyai peran dan fungsi penting untuk
menegakkan Kode Etik tersebut. Namun hal ini dirasa masih memiliki kendala dan gangguan
untuk tetap mempertahankan keberadaannya. Satu-satunya negara di dunia yang memiliki
lembaga advokat lebih dari satu adalah Indonesia. Di Indonesia saat ini telah berkembang
lembaga atau organisasi advokat seperti IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM,
APSI.20 Dari delapan organisasi advokat ini disepakati untuk membentuk satu wadah
organisasi advokat yaitu PERADI, selain ketujuh organisasi advokat tersebut yang
membentuk PERADI, ada juga organisasi advokat KAI yang terbentuk dari para advokat
yang memiliki penafsiran yang berbeda dengan PERADI mengenai Undang-Undang Nomor

19
Daniel S. Lev, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, Pusat Studi dan Hukum Indonesia, Jakarta, 2001, halaman 74
20
Supriadi, dalam Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2008, hal 84 - 87 
18 tahun 2003.21 Jadi dalam kenyataannya di Indonesia belum ada satu wadah tunggal
organisasi advokat. Tidak adanya organisasi advokat sebagai wadah tunggal juga dapat
mempengaruhi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 dan Kode Etik Advokat
Indonesia, misalnya Advokat yang dijatuhi sanksi oleh satu 2 organisasi Advokat dapat
pindah ke organisasi lain untuk menghindari sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya.1
Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan bantuan hukum
atau jasa hukum kepada masyarakat yang menghadapi masalah hukum. Advokat mempunyai
tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang luhur, baik terhadap diri sendiri, klein,
pengadilan, dan Tuhan, serta demi tegaknya keadilan dan kebenaran. Advokat seharusnya
dapat berbuat secara konkret dalam menentukan arah perkembangan hukum nasional yang
disebut sebagai politik hukum, yang meliputi dua hal. Pertama adalah pembangunan hukum
yang berintikan pembuatan dan pembaruan materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan
kebutuhan; kedua adalah pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan
fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.22 Dalam sumpahnya, Advokat
bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat kepalsuan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Advokat juga tidak akan dengan sengaja atau menganjurkan suatu gugatan atau
tuntutan yang palsu dan tidak mempunyai dasar hukum, apalagi memberi bantuan untuk itu.
Advokat akan mencurahkan semua pengetahuan dan kebijaksanaan terbaik dalam tugas
dengan penuh kesetiaan kepada klien, pengadilan, dan Tuhan.23 Pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat oleh advokat, akan diberi tindakan
seperti yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat yaitu berupa: 
a. Teguran lisan; 
b. Teguran tertulis; 
c. Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 sampai dengan 12 bulan; 
d. Pemberhentian tetap dari profesinya. Selain sanksi yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, ada juga sanksi dalam Kode Etik
Advokat Indonesia yang dapat diberikan apabila advokat melakukan pelanggaran terhadap
Kode Etik Advokat Indonesia, sanksi tersebut terdapat dalam Pasal 16 Kode Etik Advokat
Indonesia yang berbunyi : 
a. Peringatan biasa 
b. Peringatan keras 
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu 
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi Pada saat menjalankan tugasnya seorang
Advokat memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban seorang Advokat adalah
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat. Hubungan antara Advokat dan kliennya dipandang dari Advokat 4 sebagai
officer of the court, yang mempunyai dua konsekuensi yuridis, sebagai berikut : 
1. Pengadilan akan memantau bahkan memaksakan agar advokat selalu tunduk pada
ketentuan Undang – Undang atau berperilaku yang patut dan pantas terhadap kliennya. 
2. Karena Advokat harus membela kliennya semaksimal mungkin, maka Advokat harus hati-
hati dan tunduk sepenuhnya kepada aturan hukum yang berlaku.

Pasal 24 Ayat (I) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
21
Binoto Nadapdap, Menjajaki Seluk Beluk Honorarium Advokat, edisi pertama, Jala Permata, Jakarta, 2008, halaman 55.
22
Moh. Mahfud. MD. Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, 2001, hal 8-9. 
23
 Winarta, Frans Hendra, S.H. Advokat Indonesia Citra, Idealisme dan Keprihatinan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka.24
Salah satunya adalah profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab,
sebagaimana selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.5 Ketentuan
Pasal 5 Ayat UU Advokat memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang
mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan
keadilan. Dijalankan tidaknya kode etik tersebut bergantung sepenuhnya kepada advokat dan
Organisasi Advokat. Untuk itu perlu dibangun suatu sistem agar kode etik yang dibuat dapat
ditegakkan. Pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang
Advokat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Kode Etik Profesi Advokat baik pusat maupun
daerah hal ini terdapat dalam pasal 26 dan 27 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang
Advokat. Sistem dan mekanisme penegakan kode etik juga harus dilembagakan melalui
pembentukan Dewan Kehormatan yang credible diikuti dengan mekanisme pengawasan yang
tegas dan efektif. Selain itu, untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai
penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. UU Advokat
telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan
pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi Advokat. Ketentuan
Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan
alasan:
1. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya. 
2. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya. 
3. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan
sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan. 
4. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan
martabat profesinya. 
5. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang undangan dan atau perbuatan
tercela. 
6. Melanggar sumpah atau janji Advokat dan atau kode etik profesi Advokat.

Pembahasan atas pelanggarab

Tinjauan Filsafat IImu Terhadap Profesi Advokat

Definisi Advokat Pasal I ayat (I) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang advokat
memberikan definisi tentang advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik
didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang.
Banyak terminologi yang berkaitan dengan istilah advokat, ada yang menyebutnya sebagai
Advokat, kuasa hukum, penasihat hukum bahkan pokrol. Istilah bahasa Inggris menyebut
orang yang memberikan jasa hukum tersebut adalah lawyer.25 Lawyer diartikan atau
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai Advokat atau advokat, bisa juga disebut
sebagai adjuster atau pembela, penasihat hukum. Dari sekian banyak istilah tersebut yang
paling sering dipergunakan adalah advokat, Advokat, dan penasihat hukum.
Di negeri Belanda seorang lawyer yang telah resmi menjalankan profesinya mendapat gelar
meester in de rechten. Dalam Islam pada jurnal Ulumul Quran Nomor 2 Vol.IV Tahun 1993
24
Frans Hendra Winata, Advokat Indonesia, Citra Idealisme dan Keprihatinan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2006, halaman 75
25
 Suhrawardi K. Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hal 8.
mengemukakan bahwa Profesionalisme biasanya dipahami sebagai suatu kualitas, yang wajib
dipunyai setiap eksekutif yang baik. Didalamnya terkandung beberapa ciri yaitu: kesatu
mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang, serta kemahiran dalam mempergunakan
peralatan tertentu yang dipergunakan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan
bidang tadr, kedua mempunyai ilmu dan pengalaman sefia kecerdasan dalam menganalisa
suatu masalah, dan peka terhadap Gress Selly situasi maupun kondisi, cepat dan tepat serta
cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan. Ketiga punya sikap orientasi
ke hari depan, sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang
terbentang dihadapannya, keempat punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan dan
kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun
cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.26 Advokat dalam
menjalankan profesinya menggunakan nalar. Kemampuan menalar ini menyebabkan advokat
mampu memecahkan permasalahan-permasalahan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara
bersungguh-sungguh, binatang juga mempunyai namun terbatas hanya untuk kelangsungan
hidupnya . Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kebutuhan
hidup. Dengan demikian kebanggaan menjadi kekuatan didalam diri, sekaligus filter. Jika
diibaratkan sebagai daun, seorang advokat akan terus tumbuh bersama keyakinan dan
kebanggaan itu. Daun adalah institusi tempat bernaung, yaitu kantor Advokat atau law firm,
baik dalam posisi sebagai pendiri maupun sebagai advokat yang bergabung ke kantor lain.
Dalam konteks inilah perlunya manajemen pribadi dan manajemen kelembagaan agar tugas-
tugas advokat dijalankan secara profesional.

Hal-Hal Yang Menjadi Kode Etik Bagi Advokat Dalam Menjalankan Profesi.
Dalam Peraturan Kode Etik Advokat yang telah disepakati bersama diantara organisasi
advokat tersebut diatur beberapa hal yang berkaitan dengan kewajiban advokat. Yang
pertama yaitu berkaitan dengan kepribadian advokat. Advokat Indonesia adalah warga negara
Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam
mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan
yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatan. Advokat dapat menolak untuk
memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau
bantuan dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan
dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama,
kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
Bahwa Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh
imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan,
memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi
advokat sebagai profesi terhormat , bersikap sopanterhadap semua pihak namun wajib
mempertahankan hak dan martabat advokat. Seorang advokat yang kemudian diangkat untuk
menduduki suatu jabatan negara tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai advokat dan tidak
diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun oleh kantor manapun
dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.

Jenis-Jenis Sanksi Bagi Advokat Yang Terbukti Melanggar Kode Etik 

26
Yosep Parera, Advokat Profesi Luhur, Mulia, & Terhormat,
Berdasarkan Kode Etik Advokat Indonesia pasal 16, terhadap pelanggaran Kode Etik,
Advokat dapat diberikan keputusan berupa : 
a. Peringatan biasa. 
b. Peringatan keras. 
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
 d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. 

Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa: 


a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat. 
b. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali
melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak
mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau bilamana setelah mendapat
sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan pelanggaran kode etik. 
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik
dengan maksud dan tujuan merusak citra serta matabat kehormatan profesi Advokat yang
wajib dijunjunh tinggi sebagai profsi mulia dan terhormat. 

Pemberian sanksi pemberhentian sementara waktu tertentu harus diikuti larangan untuk
menjalankan profesi advokat di luar maupun di muka pengadilan. Terhadap mereka yang
dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan atau pemecatan dari
keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan
dicatat dalam daftar Advokat. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bertujuan
mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang tertib, adil dan makmur. Oleh karena
itu setiap orang tanpa dibeda-bedakan dalam keyakinannya , agamanya, sukunya, bangsanya,
golongan dan kedudukannya, diwajibkan untuk tunduk dan menjunjung tinggi hukum dan
konstitusi demi tegaknya keadilan dan kebenaran. Advokat sebagai profesi penegak hukum
yang bebas dan mandiri dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab untuk menegakkan
hukum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, mempelopori pembaharuan, pembangunan
dan pembentukan hukum demi terselenggaranya supremasi hukum. Dari uraian di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa sejak awal lahirnya profesi Advokat, termasuk profesi yang
terhormat , prestisius, mulia, bernilai keluhuran dan bermartabat tinggi. Lahirnya Undang-
Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 April
2003, sebagaimana ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 49 tersebut semakin mempertegas posisi penting Advokat sebagai salah satu
penegakkan hukum yang memberikan layanan hukum melalui melalui jasa-jasa hukum yang
diberikannya. Landasan filosofis lahirnya Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003
adalah Pertama, mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, tertib dan
berkeadilan. Kedua, kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan
pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung
jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur,adil, dan memiliki kepastian hukum
bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi
manusia; Ketiga, Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam
menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang demi
terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum. Poerwadarminta dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etik sendiri berasal dari kata etika yang
artinya adalah : Ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak . Menurut Verkuyl, perkataan
etika berasal dari perkataan «ethos» sehingga muncul kata-kata ethika. Sehingga etika dapat
diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat
kebaikan. Dalam istilah Latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos sehingga dari
perkataan tersebut lahirlah moralitas atau sering diistilahkan dengan perkataan moral. Dalam
Ensiklopedi pendidikan dijelaskan bahwa, etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan,
tentang baik dan buruk, kecuali etika mempelajari nilai nilai, ia juga merupakan pengetahuan
tentang nilai-nilai itu sendiri.

Kewajiban Advokat
 Selain advokat memiliki hak, baik dalam profesinya maupun secara hak selaku pribadi,
seorang advokat memiliki tanggung jawab profesinya yang merupakan kewajibannya.
Berdasarkan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) dan Undang-Undang Advokat, dalam
melakukan pekerjaannya advokat mempunyai kewajiban baik terhadap sesama advokat,
masyarakat, maupun klein. Pekerjaan Tugas Advokat menurut Kode Etik Indonesia (KEAI)
antara lain: Menjaga rasa solidaritas antar rekan kerja (Pasal 3 (d)). Bantuan hukum kepada
rekan kerja yang diduga sedang menjalani proses pidana atau dituntut. Atas permintaan
sendiri atau berdasarkan penunjukan organisasi profesi (Pasal 3 (e)). Bersikap sopan kepada
semua rekan kerja dan menjaga martabat Advokat (Pasal 3 (h)). Kemampuan klien harus
diperhitungkan saat menetapkan harga (Pasal 4 huruf d). Menjaga kerahasiaan bisnis tentang
hal-hal yang diungkapkan oleh pelanggan secara rahasia dan merahasiakannya setelah
berakhirnya hubungan bisnis dengan pelanggan (Pasal 4 lit.h). Surat-surat dan keterangan-
keterangan pada saat persidangan sedang ditangani oleh seorang Advokat baru sehubungan
dengan hak penahanan (Pasal 5 (f)). Adanya kewajiban memberikan bantuan hukum secara
cuma-cuma kepada mereka yang tidak mampu (Pasal 7 (h)). Advokat melakukan diskriminasi
terhadap klien atas dasar gender, agama, politik, ras atau sosial dan budaya dalam
pelaksanaan tugas profesional mereka (Pasal 7 (i))27 Pemberitahuan Putusan Pengadilan
tentang Kasus-kasus yang Menghadapi Klien Dilarang melakukan itu. Latar Belakang (Pasal
18 Ayat 1 UU Kejaksaan). Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi klien yang
tidak mampu (Pasal 22); Menggunakan attribut khusus dalam sidang pengadilan perkara
pidana sesuai denan peraturan perundang-undangan (Pasal 25).28 Dalam menjalankan tugas
profesinya, advokat dilarang membeda-bedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis
kelamin, agama, politik, ras, atau latar belakang sosial, dan budaya (Pasal 18 ayat (1)
Undang-Undang Advokat). Oleh karena itu, Advokat tentu berkewajiban untuk tidak
menolak klien. Namun, di eda modern sekarang ini, berbagai kelompok, termasuk Advokat
itu sendiri, bebas memilih klien mereka dan berdasarkan analisis internal dari layanan hukum
yang diberikan, yang bekerja di bidang pertahanan menurut pertimbangan internal ini.29

27
V.Harlen Sinaga,2011, Dasar-Dasar PROFESI ADVOKAT, Jakarta: Erlangga, hlm.85. 
28
Sukris Sarmadi, 2009, ADVOKAT Litigasi & Non Litigasi Pengadilan, Bandung: CV. Mandar Maju, hlm.73-76.
29
Marudut Tampubolon, 2014, MEMBEDAH PROFESI ADVOKAT, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.34-35.

Anda mungkin juga menyukai