Anda di halaman 1dari 89

HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN


DIABETES MELLITUS TYPE 2 DI KELURAHAN
TAMAMAUNG KECAMATAN PANAKKUKANG
KOTA MAKASSAR

SURIJAH MANCA
21606055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR
MAKASSAR
2020

i
ABSTRAK

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN


DIABETES MELITUS TYPE 2 DI KELURAHAN TAMAMAUNG
KECAMATAN PANAKKUKANG KOTA MAKASSAR

SURIJAH MANCA
(dibimbing oleh Muh. Sahlan Zamaa dan Andi Tilka Muftiah Ridjal)
Self-care merupakan kemampuan individu, keluarga dan masyarakat
dalam meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, menjaga kesehatan dan
mengatasi penyakit dan kecacatan dengan atau tanpa dukungan dari penyedia
layanan kesehatan. Data di Kelurahan Tamamaung menemukan bahwa terdapat
98 pasien diabetes mellitus type 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara self care terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2
di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik
dengan rancangan cross sectional study, sampel dalam penelitian ini ditarik
dengan teknik accidental sampling atau pasien diabetes mellitus tipe 2 di
Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota Makassar yang ada saat
penelitian berlangsung dan sampel yang didapatkan sebanyak 98 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara self care
dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p=0,006 < 0,05.
Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara self care dengan
kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2. Disarankan kepada pasien diabetes
mellitus umtuk rutin melakukan diet dengan benar dan mengontrol kadar gula
darah dalam tubuh sehingga penyakitnya tidak mudah kambuh.

Kata Kunci : Self Care, Kualitas Hidup, Diabetes Mellitus Type 2


Daftar Pustaka : 34 (2013-2019)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Hubungan Self Care dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus Tipe 2

di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang kota Makassar” sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Awal dari ucapan terima kasih ini, penulis menyampaikan terima kasih yang

sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ayah Baco

Manca dan Ibu Sitti N. M. yang dengan penuh ketabahan dan kesabaran serta

keikhlasan dalam merawat dan membesarkan Ananda dengan segala jerih

payah,didikan, nasihat dan doanya yang tak henti-hentinya untuk keberhasilan

penulis.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Bapak

Muh. Sahlan Zamaa, Ns. Sp. Kep. Mb selaku pembimbing I dan Ibu Andi Tilka

Muftiah Ridjal, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga

mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Andi Ayumar, SKM, M.Kes

dan Ibu Halmina Ilyas, S.kep, Ns, M.kep selaku Tim Penguji.

Demikian pula ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Ibu A. Indri Damayanti Asaad Lantara SH, M.Adm, SDA, selaku Ketua

Yayasan Pendidikan Makassar

2. Ibu Esse Puji Pawenrusi, SKM, M.Kes, selaku Ketua STIK Makassar, dosen

beserta seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan bimbingan

iii
kepada penulis selama mengikuti pendidikan pada program studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar.

3. Ibu Karmila Syam, SKM selaku Pengelola

4. Responden yang telah berpatisipasi dalam penelitian saya.

5. Bapak Muh. Sahlan Zamaa, Ns. Sp. Kep. Mb sebagai Ketua Program Studi

Ilmu Keperawatan

6. Bapak Aminullah S.kep, Ns sebagai Penasehat Akademik yang selalu

memberikan masukan dan saran kepada saya.

7. Terima kasih kepada kakak tercinta Andi marjani S.kep yang selalu

menemani peneliti dikala suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini

8. Rekan-rekan Mahasiswa seperjuangan Ilmu Keperawatan STIK Makassar

angkatan 2016 dan yang paling penting teman-teman kelas reguler B

9. Teman KKN-PK Tematik Tanggap COVID-19 kelompok IV Kelurahan

Tamamaung Kecamatan Panakkukang, RW.02 yang turut mewarnai

perjalanan hidup penulis.

Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih

banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta

menambah wawasan ilmiah pengetahuan kepada pembaca.

Makassar, 07 Desember 2020

Surijah Manca

iv
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................i

ABSTRAK........................................................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................................iii

DAFTAR ISI....................................................................................................v

DAFTAR TABEL............................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................5
C. Tujuan Penelitian................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..............................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus .......................................8


B. Tinjauan Umum Tentang Self Care Pada Pasien DM Tipe 2 22
C. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup…………………………..29
D. Sintesa Penelitian……………………………………………………35

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian .................................................38


B. Pola Pikir Variabel Penelitian ............................................................39
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif .......................................40
D. Hipotesis Penelitian............................................................................41

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian..............................................................42


B. Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................42
C. Populasi dan Sampel...........................................................................42
D. Pengumpulan Data..............................................................................44
E. Pengolahan Data.................................................................................45
F. Analisa Data.......................................................................................47
G. Penyajian Data....................................................................................48

v
H. Etika Penelitian ..................................................................................48

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian...................................................................................50
B. Pembahasan........................................................................................54

BAB VI PENUTUP
A. Simpulan.............................................................................................59
B. Saran...................................................................................................59

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

1. Klasifikasi Indkes Massa Tubuh (IMT) ….................................................15


2. Sintesa Penelitian........................................................................................35
3. Distribusi Karakteristik Responden …......................................................51
4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penelitian …........................62
5. Hubungan Self Care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 ..................53

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 : Penghitungan Skala Likert

Lampiran 3 : Master Tabel

Lampiran 4 : Dokumentasi Penelitian

Lampiran 5 : Layout Olah Data

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus diartikan sebagai gangguan metabolisme yang

secara genetis dan klinis termasuk dengan manifestasi yaitu berupa

hilangnya toleransi karbohidrat (Armansyah, 2018). Diabetes mellitus

merupakan penyakit metabolik dimana terjadi gangguan kapasitas tubuh

dalam menggunakan glukosa, lemak dan protein akibat dari kekurangan

insulin atau resistensi insulin (Tamara, dkk. 2014).

Menurut Masriadi (2013) diabetes mellitus tipe 2 lebih sering

dijumpai dari diabetes mellitus tipe 1, dan diperkirakan ditemukan

sebanyak 90 hingga 95 persen dari seluruh kasus diabetes mellitus. Hayek

(2014) menyatakan bahwa diabetes mellitus tipe 2 umumnya terjadi pada

orang dewasa (kadang dapat terjadi pada anak dan remaja), dan

disebabkan oleh adanya kekurangan hormone insulin secara relative.

Umumnya terjadi secara perlahan-lahan dan tanpa gejala serta secara

bertahap akan bertambah berat. Diabetes mellitus tipe 2 sering disebut juga

dengan insulin requirement (membutuhkan insulin) yang diakibatkan

karena pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup

sehingga membuat kadar glukosa darah menjadi tinggi yang dimana

disebabkan karena tubuh tidak dapat merespon insulin (Spasic, 2014).

International Diabetes Federation (2015) menyatakan prevalensi

diabetes mellitus terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini terdapat 415 juta

1
orang dewasa berusia 20-79 dengan diabetes di seluruh dunia termasuk 193

juta yang tidak terdiagnosis. Pada akhir tahun 2015 terdapat 5.0 kematian,

dan jika tidak dihentikan pada tahun 2040 akan ada 642 juta orang yang

akan hidup dengan Diabetes Mellitus. Angka kejadian DM di Indonesia

merupakan negara menempati urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah

8,5 juta penderita setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan

Mexico (Nur, 2017).

World Health Organisation (2009) mendefinisikan self-care sebagai

kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan

kesehatan, mencegah penyakit, menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit

dan kecacatan dengan atau tanpa dukungan dari penyedia layanan

kesehatan. Self care merupakan teori keperawatan yang dikembangkan oleh

Dorothea Orem. Orem mengembangkan definisi keperawatan yang

menekankan kebutuhan klien terhadap perawatan diri sendiri. Perawatan diri

sendiri (self care) dibutuhkan oleh setiap individu manusia, baik laki-laki

maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa. Saat self care tidak dapat

terpenuhi maka akan mengakibatkan terjadinya kesakitan ataupun kematian.

(Orem, 1971).

Penderita diabetes mellitus kurang lebih setengahnya tidak dapat

mengontrol kadar glukosanya meskipun tersedia pengobatan yang efektif.

Akibatnya jutaan penderita DM meningkat resikonya terhadap komplikasi

serius yang seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diperlambat. Resiko

komplikasi ini dihubungkan dengan genetik/keturunan, dan meningkat

2
sejalan dengan lamanya hiperglikemia. Berbagai komplikasi kronik ini

menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian DM dan sangat

mengurangi kualitas hidup dari pasien DM. DM seringkali menyebabkan

berbagai masalah kecacatan fisik dan pada akhirnya nanti mempengaruhi

kualitas hidup seseorang. (Losen, 2006)

WHO mendefinisikan kualitas hidup (QoL) sebagai persepsi atau

pandangan seseorang terhadap posisi dalam hidupnya dalam konteks sistem

nilai dan budaya dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan

hidupnya, harapan, standar dan fokusnya. Kualitas hidup merupakan konsep

yang sangat luas, yang mempengaruhi kesehatan fisik seseorang, status

psikologis, tingkat lingkungan yang penting. Dokter maupun perawat

mengevaluasi beratnya penyakit dan derajat kerusakan, tetapi pendapat

mereka tentang kualitas hidup pasien mungkin saja sangat berbeda dengan

pandangan pasien. Faktor sosial dan budaya sangat mempengaruhi

pandangan pribadi pasien tersebut (Asnaniar, 2019).

Keinginan untuk mendapat kualitas hidup yang tinggi

mempengaruhi panjangnya usia seseorang dan faktanya pasien sangat

membutuhkan untuk terus menjalankan hidupnya dengan kualitas hidup

yang memuaskan. Sangatlah penting untuk melihat pengaruh psikososial

sambil menilai kualitas hidupnya. Pentingnya meningkatkan kualitas hidup

pasien DM karena kualitas hidup sangat berkorelasi erat dengan respon

terhadap terapi, perkembangan penyakit dan bahkan kematian akibat DM.

Dalam studi sebelumnya didapat bahwa penerimaan seseorang akan

3
kesehatannya sebagai prediktor indipenden kesakitan dan kematian pasien

mengalami gagal ginjal, dimana 60% dari pasien tersebut adalah pasien

DM. Semakin rendah kualitas hidup seseorang maka semakin tinggi resiko

kesakitan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) menyatakan

angka kejadian Diabetes Mellitus di Indonesia terjadi peningkatan dari 1,1%

di tahun 2007 meningkat menjadi 2,1% di tahun 2013 dari keseluruhan

penduduk sebanyak 250 juta jiwa. Di Indonesia sendiri berdasarkan

penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi DM sebesar 2,5-2,3% pada

penduduk yang usianya lebih dari 15 tahun, bahkan di daerah urban

prevalensi DM sebesar 1,4% dan daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi

tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan Negara maju, sehingga

diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius

(PERKENI, 2015 dalam Hestiana, 2017).

Selain tingkat Dunia dan Indonesia kasus DM juga terjadi di tingkat

kabupaten/kota khususnya Kota Makassar. Berdasarkan data dari Dinas

Kesehatan Kota Makassar, angka kejadian penyakit Diabetes Mellitus pada

tahun 2016 yaitu 5700 kasus, pada tahun 2017 meningkat menjadi 14,067

kasus, pada tahun 2018 menjadi 14.604 kasus, dan semakin meningkat di

tahum 2019 menjadi 21.452 kasus (Nuradhani dkk, 2017).

Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota Makassar

sendiri prevalensi DM juga terus mengalami jumlah kasus yang terus

cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan survey yang

4
dilakukan oleh peneliti dari data rekam medik Puskesmas Tamamaung

ditemukan bahwa sebanyak 3.854 pasien diabetes mellitus tipe 2 pada tahun

2019 dan pada 3 bulan terakhir di tahun 2020 sebanyak 377 pasien

(Puskesmas Tamamaung, 2020).

Hal yang terjadi di atas membuktikan bahwa penyakit DM layak

menjadi perhatian khususnya di Kota Makassar yang kini juga memiliki

prevalensi penyakit DM yang cukup tinggi yang dapat kita lihat dari

paparan sebelumnya. Kecemasan ini apabila tidak ditangani secara baik

maka akan menimbulkan masalah tersendiri yang akan semakin

menyulitkan dalam pengelolaan penyakit DM (Wahyuni, 2018).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakaukan peneliti pada pasien

Diabetes Melitus tipe 2 menunjukkan bahwa self care belum mampu

dilakukan secara adekuat yang dikarenakan beberapa faktor, misalnya

kurangnya pengetahuan, masalah sosial ekonomi, ketidakmampuan dalam

mengikuti diet dan pengobatan, serta kurangnya minat untuk melakukan

latihan fisik.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin melakukan

penelitian menganai hubungan self care dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang

Kota Makassar tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

5
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian

yaitu “hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus

tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan self care dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang

Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hubungan self care terhadap kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang

Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini dilakukan untuk membangun ilmu pengetahuan dan

diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai pentingnya

self care terhadap kualitas hidup .

2. Manfaat Institusi

Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi institusi terkait

terutama bagi tenaga kesehatan di Kelurahan Tamamaung Kecamatan

Panakukang Kota Makassar agar dapat memberikan informasi kepada

pasien mengenai penyakit DM.

6
3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini menjadi pengalaman dan wawasan kepada peneliti

mengenai upaya perawatan diri (self care) pada penderita DM tipe 2.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagai bahan tambahan informasi bagi masyarakat khususnya bagi pasien

DM tipe 2 dalam upaya melakukan perawatan diri secara mandiri (self care)

dengan baik dan teratur.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh

penurunan kadar hormone insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas

sehingga menimbulkan peningkatan kadar gula darah. Diabetes Mellitus

(DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Diabetes mellitus merupakan

kelompok penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia

(Rizki, 2019).

Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak,

dan protein sehingga meningkatkan peningkatan kadar gula darah

(hiperglikemia). Diabetes Mellitus ini sangat mempengaruhi kehidupan

penderita, dan mengancam jiwa jika tidak ditangani secara baik. Diabetes

mellitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul diakibatkan oleh

adanya peningkatan kadar gula darah karena kekurangan insulin baik

absolute maupun relatif (Word Health Organization, 2016 dalam Arviani,

2015).

Hubungan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien DM tipe 2 yaitu usia

pasien dengan kategori lansia memiliki kualitas hidup yang baik

dikarenakan pasien telah mampu beradaptasi dengan penyakitnya, pada

8
jenis kelamin perempuan memiliki kualitas hidup yang rendah dari pada

laki-laki. Hal ini dikarenakan rasa cemas dan berlebih dan rasa kurang puas

terhadap pengobatan, pendidikan semakin tinggi, memiliki rasional yang

tinggi, lama penderita diabetes mellitus seseorang dengan durasi DM tipe 2

<10 tahun memiliki kualitas hidup lebih buruk dari mereka yang telah

mengidap DM tipe 2 >10 tahun (Kusumadewi, 2012).

Self care diabetes yang efektif merupakan bagian penting dalam perawatan

klien penderita diabetes (Inge Ruth, 2014). Peningkatan self care diabetes

akan berdampak terhadap peningkatan status kesehatan dan kualitas hidup

pasien diabetes karena self care diabetes merupakan upaya dasar untuk

mengontrol dan mencegah terjadinya komplikasi yang timbul oleh kondisi

diabetes (Reny chaidir, 2017).

Filosofi tentang teori self care yang dikemukakan oleh Orem

menggambarkan tindakan perawatan diri sendiri secara terus-menerus

dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas hidup, mengatasi

ketidakberdayaan yang dihadapi oleh klien. Ketika klien tidak mampu

melakukan self care secara mandiri, perawat akan membantu klien dalam

pemenuhan self care, akan tetapi tidak seluruh prosedur melainkan dengan

memberikan intruksi dan pengawasan yang berkala hingga klien mampu

melakukan self care secara mandiri (Potter, 2005).

Dapat disumpulkan bahwa diabetes mellitus adalah suatu penyakit

metabolik dengan kumpulan gejala klinis yang disebabkan oleh peningkatan

9
kadar gula darah atau hiperglikemia akibat penurunan sekresi insulin dan

kerja insulin di pankreas.

2. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM

diantaranya (Devi, 2019):

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM

dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak

sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui

urin. Gejala pengeluaran urin ini lenih sering terjadi pada malam hari dan

urin yang dikeluarkan mengandung glukosa.

b. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa

terbawah oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan

cairan.

c. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan

karena glukosa didalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa

dalam darah cukup tinggi.

d. Penyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa

mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi.

10
3. Klasifikasi

Secara garis besar Diabetes Mellitus (DM) diklasifikasikan menjadi :

a. Diabetes tipe 1

Biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β

(beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA) 2013 juga

menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena proses

autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1

rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan

diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di Negara maju maupun di

Negara berkembang (Chasesns, 2013).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang

di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Biasanya

terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali diabetes mellitus tipe 2

didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul

sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh

dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko

seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (Chasesns,

2013).

c. Diabetes mellitus Gestational

Jenis DM ini terjadi intoleransi tingkat glukosa pada masa

kehamilan, penyebabnya hormone yang disekresikan plasenta menghambat

11
kerja insulin. hal ini biasa terjadi pada saat hamil muda dan akan normal

setelah proses persalinan. Penting untuk mengetahui jenis DM, karena dapat

berdampak buruk pada janin jika tidak ditangani segera. Ada sekitar 2%-5%

DM Gestational yang terjadi dari seluruh kehamilan dan khususnya pada

wanita obesitas akan berisiko sekitar 30%-40% menderita DM dikemudian

hari.

d. Diabetes tipe lain

Penyakit Diabetes Mellitus tipe lain dapat berupa DM yang spesifik

fisebabkan defek genetic fungsin insulin, defek genetic kerja insulin

(kerusakan genetic sel beta pankreas dan kerja insulin), penyakit eksokrin

pankreas, endokrinopati karena infeksi, penggunaan obat-obat kimiawi,

sebab imunologis yang jarang dan sindrom genetic yang terkait DM.

4. Patofisiologi

Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya insulin namun tidak mutlak.

Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau

defisiensi insulin resistensi insulin perifer (Devi, 2019). Resistensi insulin

perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga

menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan

biokimia menuju sel-sel (Devi, 2019). Dalam kebanyakan kasus diabetes

12
tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang

memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.

5. Komplikasi DM tipe 2

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi, antara lain lain (Fatimah, 2015):

a. Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus terdapat tiga

macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa

darah jangka pendek, diantaranya:

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai

komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat

(Smeltzer & Bare, 2014 dalam Fatimah, 2015).

2. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa

dalam darah sedangkan insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga

mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,

asidosis dan ketosis (Fatimah, 2015).

3. Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes mellitus yang ditandai dengan

hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl (Price

& Wilson, 2014 dalam Fatimah, 2015).

13
b. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson

(2014) dalam Fatimah (2015) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah

kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar

(makrovaskuler) diantaranya:

1. Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu:

1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai

dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil.

2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap

(>300 mg/24 jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam

kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama

terjadinya gagal ginjal terminal.

3) Kerussakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan

pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok penyakit

yang menyerang semua tipe saraf.

2. Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke

dan risiko jantung coroner.

1) Penyakit jantung coroner

14
Komplikasi penyakit jantung coroner pada pasien DM disebabkan karena

adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai dengan

nyeri dada atau disebut dengan SMI (silent myocardial infarction).

2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM

untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan

menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing

atau vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smaltzer &

Bare, 2014 dalam Fatimah, 2015).

6. Faktor Risiko DM

a. Faktor risiko yang dapat diubah (Aji, 2016):

1. Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku sesorang yang ditunjukkan dalam

aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan

minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu

terjadinya DM tipe 2.

2. Diet yang tidak sehat

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu

makan, sering mengonsumsi makan siap saji (Izza, 2019).

3. Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya

penyakit DM. menurut Fauzi (2018), obesitas dapat membuat sel tidak

sensitif terhadap insulin (resisten insulin). semakin banyak jaringan lemak

15
pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama

bila lemak tubuh terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity).

Perhitungan berat badan ideal dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut

WHO (2014) dalam Askandar (2015), yaitu:

IMT = BB (kg)/TB (m2)

Table 1. klasifikasi indeks massa tubuh (IMT)


Indeks Massa Tubuh (IMT) Klasifikasi Berat
Badan
< 18,5 Kurang
18,5 - 22,9 Normal
23 - 24,9 Kelebihan
≥ 25,0 Obesitas

4. Tekanan darah tinggi

Menurut Nuraini (2015) tekanan darah tinggi merupakan peningkatan

kecepatan denyut jantung, penignkatan merupakan resitensi (tahanan) dari

pembuluh darah tepid an peningkatan volume aliran darah.

b. Faktor risiko yang tidak bisa diubah

1. Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes

tipe 2. DM tipe terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling sering

setelah usia 45 tahun (American Hearth Association, 2015 dalam Fauzy,

2018). Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia

dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh.

16
2. Riwayat keluarga diabetes mellitus

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya,

seseorang menderita DM mempunyao anggota keluarga yang juga terkena

penyakit tersebut (Ehsa, 2018). Fakta menunjukka bahwa mereka yang

memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 4,3 kali lipat

lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika ayah penderita DM. apabila

kedua orang tua menderita DM, maka akan memiliki risiko terkena DM

sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Meidikayanti, 2017).

3. Ras atau latar belakang etis

Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk

asli Amerika, dan Asia (Aji, 2016).

4. Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari

4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2014).

7. Pencegahan DM

Pencegahan DM dapat dilakukan terutama pada pengendalian badan,

olahraga dan mengkonsumsi makanan yang sehat. Untuk pengendalian ini

dilakukan dengan menurunkan berat badan sedikit (5%-7% dari total berat)

disertai dengan 30 menit kegiatan fisik/olahrag 5 hari per minggu disertai

dengan mengonsumsi makanan sehat secukupnya. Untuk itu setiap orang

yang berusia sekitar 45 tahun dianjurkan untuk mengidentifikasi diri

terhadap risiko DM, terutama pada yang memiliki berat badan berlebih

(obesitas) (Putri, 2018). Adapun pencegahan DM yaitu:

17
a. Pencegahan primordial

yaitu pencegahan kepada masyarakat sehat, untuk berperilaku positif

mendukung kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM.

Misalnya berperilaku sehat, tidak merokok, mengonsumsi makanan bergizi

dan seimbang ataupun melakukan diet, membatasi diri pada makanan

tertentu atau kegiatan jasmani yang memadai (Azrimaidaliza, 2011).

b. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang

memiliki factor risiko, yakni mereka yang belum terpapar suatu penyakit

tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.

Hal ini dapat dilakukan melalui promosi kesehatan (penyuluhan) kepada

masyarakat, antara lain mengenai program penurunan berat badan, latihan

jasmani, bahaya merokok sampai pada intervensi farmakologi ) (Putri,

2018).

c. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan

sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi

serta pengendalian risiko penyulit yang lain dengan pengobatan yang

optimal. Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian dari

pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan

penyakit DM. program penyuluhan memegang peran penting untuk

meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan

18
sehingga mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan

sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan

berikutnya ) (Putri, 2018).

d. Pencegahan tersier

Ditujukan pada kelompok penyandang DM yang telah mengalami penyulit

dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan

kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,

sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan

penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya

rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang

optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif

dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di Rumah Sakit

rujukan. Kerja sama yang baik antara para ahli diberbagai disiplin (jantung,

ginjak, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vascular, radiologi, rehabilitasi

medis, gizi, podiatris dan lain-lain) yang sangat diperlukan dalam

menunjang keberhasilan pencegahan tersier (Putri, 2018).

8. Penatalaksaan

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus secara umum bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup penyandang DM. berikut langkah-langkah

penatalaksanaan DM yaitu: ) (Putri, 2018).

a. Edukasi pasien: penting utnuk mempunyai perawatan pribadi, edukasi

mandiri, dan lain-lain.

19
b. Penilaian klinis: setelah menegakkan diagnosis diabetes mellitus, lakukan

terapi komplikasi metabolik akut (lihat selanjutnya) dan terapi hipoglikemik

seumur hidup, pemeriksaan untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12

bulan penglihatan (retinopati dan katarak), system kardiovaskular (denyut

nadi perifer, tanda-tanda gagal jantung, hipertensi), system saraf (neuropati

system saraf otonom dan/atau saraf sensoris perifer) dan kaki (ulkus,

gangrene, dan infeksi). Fungsi ginjal (kreatinin dan albuminuria) harus

diperiksa.

c. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan harus

memungkinkan pasien menjalani hidup normal hal ini membutuhkan

edukasi dan dukungan kepada pasien. Usaha memaksimalkan prognosis

tergantung pada control glukosa darah secara optimal dan menyingkirkan

faktor-faktor risiko kardiovaskular seperti rokok, hipertensi (usaha tekanan

darah <120/80 mmHg), dan hyperlipidemia. Kontrol kadar glukosa yang

optimal dengan sendirinya dapat memperbaiki kadar kolesterol, namun

apabila kadar kolesterol tetap tinggi setelah ini, terapi penurunan lipid

secara agresif dengan statin dapat dilakukan. Hampir semua orang yang

menderita diabetes dan memiliki penyakit vascular seharusnya mendapat

terapi statis.

d. Terapi spesifik diabetes mellitus

1. Sarankan perubahan pola makan, usahakan mencapai berat badan ideal

(karena obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan

pengurangan berat badan dapat mengurangi resistensi pada diabetes tipe 2).

20
Batasi asupan karbohidrat olahan dan perbanyak asupan karbohidrat

kompleks. Kurangi asupan lemak jenuh, hindari konsumsi alcohol yang

berlebih.

2. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet saja

tidak cukup mengontrol metabolisme.

3. Sulfinilurea: glikazid, glibenklamid, tolbutamid dapat meningkatkan

pelepasan insulin dari sel β pankreas (dengan menutup saluran K+,

menyebabkan depolarisasi sel). Dapat menyebabkan kenaikan berat badan

atau hipoglikemia.

4. Biguanid: metformin. Mekanisme kerjanya belum jelas dapat menimbulkan

anoreksia ringan sehingga diindikasikan pada individu yang obesitas.

Mengurangi resistensi insulin dan glukoneo genesis di hati. Efek

sampingnya: gangguan saluran pencernaan dan asidosis laktat, walaupun

jarang.

5. Inhibitor α-glukosidase: gangguan saluran pencernaan karbohidrat,

mengurangi absopsi glukosa di usus. Efek samping: kembung dan diare.

6. Regulator glukosa setelah makan (post-prandial glucose relators [PPGR]).

Repaglinid-menstimulasi pelepasan insulin oleh sel β pankreas.

Hipoglikemia lebih jarang terjadi pada penggunaan obat ini dibandingkan

dengan golongan sulfonylurea karena durasi kerjanya yang pendek. Efek

samping: disfungsi hati.

7. Tiazolidinedion: troglitazon (ditarik dari peredaran), rosgkitazon,

pioglitazone. Obat-obatan tersebut bekerja dengan meningkatkan sensitifitas

21
terhadap insulin, mengaktivasi peroxisome proliferator-activited receptor

(PPAR-y), sehingga menstimulasi transkripsi molekul transporter glukosa

glut-1. Efek samping: hepatotoksisitas.

8. Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien

dengan diabetes tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada

beberapa jenis insulin: rekombinan manusia adalah yang paling sering

digunakan, walaupun beberapa pasien lebih memilih menggunakan insulin

sapi atau babi. Sediaan yang berbeda memiliki onset dan lama kerja yang

bervariasi (pendek, menengah, atau panjang). Sediaan dengan kombinasi

berbeda antara lama kerja pendek dengan menengah/panjang sering

digunakan. Analog insulin adalah insulin yang mengalami modifikasi

kimiawi, misalnya lispro, yang memilki onset yang cepat dan lama kerja

yang lebih singkat, sehingga memungkinkan pemberian langsung sebelum

makan. Obat hipoglikemik oral (misalnya metformin) terkadang diberikan

bersama terapi insulin untuk menderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki

sinsitivitas terhadap insulin. efek samping dari insulin adalah hipoglikemia,

kenaikan berat badan, dan lipohipertrofi pada tempat-tempat injeksi.

B. Tinjauan tentang Self Care Pada Pasien DM Tipe 2

1. Pengertian

Self care merupakan salah satu teori keperewatan yang dikemukakan oleh

Dorothem Orem. Definisi self care menurut Orem adalah tindakan manusia

yang dilakukan oleh seseorang untuk dirinya guna mengantur fungsinya

sebagai seorang manusia (Muhlisin, 2017).

22
Pengertian lain dari self care yang dikemukakan oleh Orem yaitu

suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu

untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kesehatan, dan

kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit (Ariani, 2016).

Jika self care dibentuk dengan efektif, maka hal tersebut akan membantu

integritas struktur dan fungsi manusia dan erat kaitannya dengan

perkembangan manusia (Muhlisin, 2017). Pengobatan DM akan berhasil

jika penatalaksaan DM dilakukan berdasarkan kemampuan pasien mulai

melakukan tindakan secara mandiri yakni aktivitas self-care.

2. Self Care Diabetes Melitus

Self care DM merupakan program yang harus dijalankan sepanjang

kehidupan penderita DM dan menjadi tanggung jawab penuh bagi penderita

DM. self care DM bertujuan mengoptimalkan kontrol metabolik,

mengoptimalkan kualitas hidup, serta mencegah komplikasi akut dan kronis.

Beberapa studi menunjukkan bahwa menjaga glukosa darah tetap normal

dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi karena DM.

Self care DM merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan

oleh penderita DM dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan melakukan

tindakan self care untuk mengontrol glukosa darah, meliputi pengaturan

pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), perawatan kaki, penggunaan obat

diabetes, dan monitoring gula darah.

23
Penyakit diabetes melitus membutuhkan penanganan seumur hidup

dalam pengendalian kadar gula darah. Terapi pada DM memiliki tujuan

utama yaitu untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat DM

dengan cara menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Hal

tersebut dapat dilakukan dengan cara memelihara kualitas hidup yang baik

dan menjaga kadar glukosa darah dalam batas normal tanpa terjadi

hipoglikemia.

a. Terapi nutrisi (manajemen diet)

Penatalaksaan diet pada pasien DM memiliki beberapa tujuan yaitu

mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati normal,

mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas normal atau kurang

lebih 10% dari verat badan ideal, mencegah komplikasi akut dan kronik,

serta meningkatkan kualitas hidup. Penatalaksanaan nutrisi dimulai dari

menilai kondisi pasien atau status gizi pasien dengan cara menghitung

Indeks Masa Tubuh (IMT). Hal ini bertujuan agar pasien mengetahui

apakah penderita mengalami obesitas, normal, atau kurang gizi. IMT normal

orang dewasa adalah antara 18,5-25.

Konsumsi makanan untuk pasien DM harus diperhatikan, misalnya

mengonsumsi makanan berkolestrol harus batasi karena akan hiperkolestrol

yang kan menyebabkan aterosklerosis. Standar komposisi makanan untuk

pasien DM yang dianjurkan adalah karbohidrat 45-65%, protein 10-205,

lemak 20-25%, kolestrol <300 mg/hr, serat 25 g/hr, gara, dan pemanis dapat

digunakan secukupnya.

24
b. Latihan fisik (olahraga)

Penatalaksanaan latihan fisik nertujuan untuk meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin dengan

cara menurunkan kadar glukosa. Manfaat lainnya adalah memperbaiki

sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu

menurunkan kolestrol total dan trigliserida serta meningkatkan kadar HDL-

kolestrol.

Olahraga bagi penderita diabetes yang dianjurkan adalah sesuai

CRIPE (Contious Rythmiccal Intensicy Progressife Endurance), yaitu

dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti sehingga otot-otot

berkontraksi dan relaksasi seraca teratur. Otot yang berkontraksi seraca

teratur ini akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa

ke dalam sel. Latihan CRIPE sebaiknya dilakukan minimal 3 kali dalam

seminggu dan dua hari lainnya melakukan olahraga yang disenangi

penderita diabetes.

c. Monitoring kadar gula darah

Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal dengan

pemantauan kadar gula darah secara mandiri berfungsi sebagai deteksi dini

dan mencegah terjadinya hiperglikemi serta hipoglikemi. Dan dalam jangka

panjang akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Monitoring

ini dianjurkan bagi pasien dengan penyakit DM yang tidak stabil, memiliki

kecenderungan untuk mengalami ketosis berat, hiperglikemia dan

hipoglikemia tanpa gejala ringan.

25
d. Terapi farmokologi/minum obat DM

Kadar gula darah dalam rentang normal atau mendekati normal

adalah tujuan dari terapi farmokologi dengan insulin. Insulin juga

merupakan terapi obat jangka panjang untuk penderita DM tipe 2 karena

bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet,

latihan fisik, dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) ketika tidak dapat

menjaga gula darah dalam rentang normal. Insulin dibutuhkan secara

kontemporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan, dan

beberapa kejadian stres pada penderita DM tipe 2.

OHO saat ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu obat yang

memperbaiki kerja insulin dan obat yang meningkatkan kerja insulin.

Golongan obat yang memperbaiki kerja insulin adalah obat=obatan seperti

metformin, glitazone, dan akarbose. Obat-obatan ini bekerja pada tempat di

mana terdapat insulin yang mengatur glukosa darah seperti pada hati, usus,

otot, dan jaringan lemak. Sementara golongan obat yang meningkatkan

kerja insulin adalah sulfonil, repaglinid, dan insulin yang disuntikkan. Obat-

obatan ini berfungsi untuk meningkatkan pelepasan insulin yang

disuntikkan untuk menambah kadar insulin di sirkulasi darah. Obat-obatan

golongan diatas memiliki mekanisme kerja yang berbeda.

e. Perawatan kaki

Perawatan kaki merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan

penderita DM untuk merawat kaki yang bertujuan mengurangi resiko ulkus

kaki. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perawatan kaki adalah penderita

26
DM harus memeriksa kondisi kaki setiap hari, mencuci kaki dengan bersih

dan mengeringkannya menggunakan lap, memeriksa dan memotong kuku

kaki secara rutin, memilih alas kaki yang nyaman, serta mengecek bagian

sepatu yang akan digunakan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self care

a. Umur

Prevalensi penderita DM meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

DM tipe 2 banyak diderita oleh orang dewasa berusia diatas 40 tahun.

Proses bertambahnya usia juga mempengaruhi homeostasis tubuh, termasuk

perubahan fungsi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin dan

menyebabkan gangguan sekresi hormone atau penggunaan glukosa yang

tidak adekuat pada tingkat sel yang berdampak terhadap peningkatan kadar

glukosa darah. Usia 50 tahun keatas akan terjadi peningkatan 5-10 mg/dl

setiap tahun (Putra, 2017).

b. Jenis kelamin

Pasien DM tipe 2 lebih banyak diderita oleh wanita dewasa. Angka

kejadian DM tipe 2 terus meningkat pada wanita. Hal ini karena produksi

hormone estrogen menyebabkan pengendapan lemak dengan sub kutis

(Andayani, 2010).

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan turut berpengaruh terhadap aktivitas self care diabetes

pada pasien DM tipe 2. Penderita DM tipe 2 dengan tingkat pendidikan

27
yang tinggi dapat lebih terampil utnuk mengatur (manage) dirinya sendiri

untuk melakukan perawatan diri secara mandiri (Vard, 2014).

d. Pekerjaan

Pekerjaan menurut Riskesdes terbagi atas bekerja/tidak bekerja, salah satu

penelitian yang dilakukan di India mendapatkan hasil bahwa variable

pekerjaan signifikan terkait dengan kemampuan kontrol glikemik sebagai

salah satu kegiatan keperawatan diri (p<0,001) (Rachmawati, 2015).

e. Lama menderita DM tipe 2

Lama menderita DM turut mempengaruhi aktivitas self care diabetes

pasien DM. usaha memperbaiki kadar glukosa darah dapat dilakukan

melalui terapi diabetes secara intensif untuk peningkatan kualitas hidup.

Perlu adanya pengetahuan, self efficacy dan dukungan sosial untuk

peningkatan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2. Self efficacy

secara konstan mempengaruhi self care diabetes, pasien yang memiliki self

efficancy tinggi akan menunjukkan perilaku self care yang lebih baik (Sari,

2017).

f. Pengetahuan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2015) dalam Kurnia (2017)

mengemukakan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

berkenaan dengan hal. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

g. Kepemilikan jaminan kesehatan

28
Pelayanan kesehatan mencakup semua pelayanan yang bertumpu pada

diagnosis suatu penyakit dan perlakuan yang harus diberikan, atau system

promosi, perawatan dan restorasi kesehatan. Setiap jenis pelayanan

kesehatan yang diberikan mempengaruhi besarnya dana yang harus

dibayarkan oleh konsumen (Hadiyati, 2017). Penderita DM tipe 2 yang

telah terdaftar sebagai peserta dari BPJS kesehatan, sebagian besar telah

mengakses fasilitas kesehatan.

h. Dukungan keluarga

Menurut Lawrence Green (2011) dalam Darmawan (2018) bahwa perilaku

kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor presposisi seperti

pengetahuan, sikap, dan motivasi, faktor pemungkin seperti sarana atau

fasilitas kesehatan dan faktor penguat seperti dukungan keluarga, teman dan

tenaga kesehatan.

Salah satu sumber dukungan bagi penderita DM tipe 2 yaitu berasal

dari keluarga. Keluarga menurut (Friedman (2010) dalam Sefrina (2016)

adalah kelompok individu yang tinggal bersama dalam suatu rumah tangga

dimana hubungan terjalin dikarenakan adanya kedekatan emosional diantara

masing-masing anggotanya dengan atau tanpa adanya hubungan darah,

pernikahan dan adopsi.

i. Dukungan tenaga kesehatan

Salah satu sumber dukungan bagi penderita DM tipe 2 yaitu berasal dari

tenaga kesehatan. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang tenaga

kesehatan mendefinisikan tenaga kesehatan adalah orang yang

29
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan

dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk

jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

(Hestiana, 2017).

C. Tinjauan Umum tentang Kualitas Hidup

1. Pengertian

Kualitas hidup menurut World Health Organozation Quality of Life

(WHOQOL) Group, didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai

posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai

dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar

yang ditetapkan dan perhatian seseorang (Nimas, 2016).

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu dari posisi

mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana

mereka tinggal dan dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan,

standar dan kekhawatiran (WHO, 2014 dalam Nimas, 2016).

Ferrans dan Powers (dalam Andrian, 2014) mendefinisikan kualitas

hidup sebagai perasaan seseorang terhadap kesejahteraan hidupnya yang

berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan yang berkaitan dengan bidang

kehidupannya yang penting. Definisi ini membahas fakta bahwa nilai-nilai

masyarakat menyebabkan berbagai aspek kehidupan memiliki dampak yang

berbeda terhadap kualitas hidup individu. Selain itu, kepuasan digunakan

untuk mendefinisikan konstruk karena menunjukkan evaluasi berdasarkan

30
perbandingan kondisi kehidupan yang diinginkan dan kondisi kehidupan

yang aktual (Andrian, 2014).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup antara lain (Hardi, 2016) :

a. Gender atau Jenis Kelamin

Wanita memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan

dengan. pasien laki-laki secara bermakna. Tingginya angka kejadian

Diabetes Mellitus pada perempuan dipengaruhi oleh salah satu faktor resiko,

yaitu kegemukan.Perempuan memproduksi hormon estrogen yang

menyebabkan pengendpan lemak meningkat pada jaringan sub kutis, Pada

laki-laki jumlah lemak tubuh < 25% dan pada perempuan jumlah lemak

tubuh < 35%. Keadaan ini menyebabkan kejadian Diabetes Mellitus lebih

banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Hardi, 2016)

b. Usia

Proses penuaan yang disebabkan oleh perubahan anatomis, fisiologis

dan biokimia menyebabkan penurunan insulin dan terjadinya gangguan sel

beta yang menyebabkan produksi insulin berkurang pada usia lanjut.

Penderita DM dengan ulkus diabetikum usia muda akan mempunyai kualitas

hidup yang lebih baik karena biasanya kondisi fisiknya yang lebih baik

dibandingkan yang berusia tua. Usia tua akan memiliki peningkatan risiko

terhadap terjadinya DM dan intoleransi glukosa karena faktor degeneratif

umumnya yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk memetabolisme glukosa

(Wicaksono, 2011 dalam Hardi, 2016). Proses bertambahnya usia dapat

31
mempengaruhi homeostasis tubuh, termasuk perubahan fungsi sel beta

pankreas yang menghasilkan insulin akan menyebabkan gangguan sekresi

hormon atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel yang

berdampak terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Pada usia 50 tahun

keatas akan terjadi peningkatan 5-10 mg/dl setiap tahun (Hardi, 2016)

c. Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting yang perlu dimiliki pasien

Diabetes Mellitus, karena pendidikan merupakan indikator terhadap

pengertian pasien tentang perawatan, penatalaksanaan diri, dan

pengontrolan kadar glukosa. Pendidikan yang baik akan menghasilkan

perilaku positif sehingga lebih terbuka dan obyektif dalam menerima

informasi tentang pentalaksanaan Diabetes Mellitus. Keterbukaan pasien

Diabetes Mellitus terhadap ianformasi kesehatan akan menuntut pasien

untuk aktif menjalankan aktivitas self care, sehungga kadar glukosa darah

dapat terkendali dan status kesehatan pasien tetap stabil (Javanbakht et al.,

2012 dalam Hardi, 2016).

d. Status Kontrol

Motivasi untuk menjalankan kontrol rutin dari dukungan dari

keluarga atau sosial akan meningkatkan kepatuhan psien Diabetes Mellitus

dalam menjalankan aktiivitaas self care. Bila pasien patuh menjalankan

aktivitas self care, maka pengendaian kadar glukosa darah yang menjadi

tujuan utama pentalaksanaan Diabetes Mellitus akan berada dalam batas

32
normal, komplikasi tidak akan terjadi dan keadaan ini akan meningkatkan

kualitas hidup.

e. Lama Menderita DM

Kualitas hidup yang rendah terdapat pada durasi Diabetes Mellitus

yang panjang. Hal ini dikarenakan lama menderita Diabetes Mellitus

memiliki efek negatif diantaranya ada kesehatan umum, kesejahteraan

emosional dan fungsi sosial, hal ini mungkin disebabkan adanya

perkembangan komplikasi. Penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan

efek psikologi seperti depresi, dimana pasien menunjukkan sikap yang

negatif dalam pengendalian diabetes melitus seperti tidak mengikuti

program diet yang telah diprogramkan, kurang aktifitas fisik, merokok dan

kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan (Hardi, 2016).

f.Komplikasi Akibat DM

Komplikasi akut ataupun kronis yang dialami oleh pasien DM akan

merupakan masalah yang serius. Komplikasi tersebut dapat meningkatkan

ketidakmampuan pasien secara fisik, psikologis, dan sosial. Gangguan

fungsi dan perubahan tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien

DM tipe 2 (Yusra, 2010).

33
3. Aspek-aspek kualitas Hidup

Menurut WHO (2014) dalam Hardi (2016) terdapat empat aspek

mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut :

a. Kesehatan fisik, diantaranya Aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada zat

dan alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan

ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

b. Kesejahteraan psikologi, diantaranya image tubuh dan penampilan, perasaan

negative, perasaan positif, harga diri, spiritualitas, agama, keyakinan

pribadi, berfikir, belajar, memori dan konsentrasi.

c. Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas

seksual.

d. Hubungan dengan lingkungan, diantara sumber keuangan kebebasan,

keamanan fisik dan kemanan kesehatan dan perawatan sosial : aksebilitas

dan kulitas, lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan

keterampilan baru, partisipasi dalam peluang untuk kegiatan

rekreasi/olahraga, lingkungan fisik (polusi/ suara/ lalu lintas/ iklim) (Hardi,

2016).

4. Pengukuran Kualitas Hidup

Banyak instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup.

WHO (1997) menjelaskan bahwa pengukuran kualitas hidup dapat

dilakukan dengan menggunakan instrumen Word Health Organization

Quality Of Life-100 (WHOQOL-100) dan Word Health Organization

34
Quality Of Life-BREF (WHOQOL-BREF). Struktur WHOQOL-100

memiliki enam dominan yaitu :

a. Kesehatan fisik

b. Psikologis

c. Tingkat aktivitas

d. Hubungan sosial

e. Lingkungan

f.Spiritualitas/agama/kepercayaan.

WHOQOL-BREF merupakan instrumen untuk mengukur kualitas hidup

yang merupakan versi singkat dari WHOQOL-100. WHOQOL-BREF

terdiri dari empat domain. Struktur dari WHOQOL-BREF merupakan

gabungan dari beberapa domain yang terdapat pada WHOQOL-100.

Domain yang digabungkan adalah domain 1 dan 3, dan juga penggabungan

domain 2 dan 6, sehingga menciptakan empat domain kualitas hidup yaitu :

a. Kesehatan fisik

b. Psikologis

c. Hubungan sosial

d. Lingkungan. (WHO, 1997)

35
D. Sintesa Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel 2 Sintesa
Penelitian Sebelumnya
No Judul penelitian Peneliti Sampel dan Hasil/Temuan
Desain
Penelitian
1 Kassahun 1. 309 pasien Pasien dengan
Diabetes Related et al, 2. Cross- pendidikan
Know, Self Care (2016) sectional study rendah
Behaviours And berkorelasi
Adherence To secara
Medicatios Among bermakna
Diabetic Patients In terhadap
Southwest Ethiopia: perawatan diri
A Cross Sectional (self Care)
Survey yang buruk
(p<0,05).
2 Self Care Behaviors Rawashde 1. 177 pasien Pendidikan
Of Adults With Type h (2017) 2. Cross- tinggi secara
2 Diabetes Mellitus sectional study signifikan
In Greece. mempengaruhi
self care
behaviours
(p<0,001).
3 Influence Of Cosansu et 1. 350 pasien Hasil uji
Psychosocial al, (2014) 2. Cross menemukan
Factors On Self sectional study tingkat
Care Behaviors And pendidikan
Glycemic Control In pasien DM
Turkish Patients tipe 2
With Type2 Diabetes berhubungan
Mellitus dengan
manajemen
3. 79 pasien
4 Hidayah diri pada
Hubungan Perilaku 4. Cross
(2019) diabetes
Self-Management sectional study
mellitus.
Dengan Kadar Gula Hasil
Darah Pada Pasien penelitian
Diabetes Mellitus menunjukkan
Tipe 2 Di Wilayah bahwa tanda
Kerja Puskesmas dan gejala
Pucang Sewu, yang muncul
Surabaya pada kedua
pasien hampir

36
sama, namun
terdapat
5. 38 pasien beberapa
Cross perbedaan
5 Asnaniar sectional study dengan teori
Hubungan Self Care (2019) yaitu pada
Management pengkajian,
Diabetes dengan diagnosa,
Kualitas Hidup intervensi,
Pasien Diabetes implementasi
Mellitus Tipe 2 dan evaluasi.
Hasil
penelitian
menunjukan
ada hubungan
antara self care
dengan
kualitas hidup
pada pasien
diabetes
melitus di
Puskesmas
Antang
Makassar (p=
0.000).

37
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Dasar pemikiran dari variable penelitian yaitu faktor risiko yang

mempengaruhi kejadian diabetes mellitus. Diabetes Mellitus (DM) adalah

suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin. Diabetes mellitus merupakan kelompok

penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia. Faktor

yang mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus yaitu: faktor genetik,

obesitas, usia, tekanan darah, aktifitas fisik, kadar kolesterol, stress, dan

riwayat diabetes gestasional.

Faktor yang diteliti adalah Self care yaitu dengan cara:

1. pengaturan pola makan (diet)

2. Latihan fisik atau berolah raga

3. Perawatan kaki

4. Minum obat,

5. Melakukan pemantauan kadar glukosa darah.

38
Adapun dasar pemikiran variabel penelitian seperti pada gambar. 1 berikut

ini:

Faktor Risiko Self Care


1. Faktor genetik (Keturunan) 1. Pengaturan pola makan (diet)
2. Obesitas (Kegemukan) 2. Latihan fisik (olahraga)
3. Usia 3. Perawatan kaki
4. Tekanan darah 4. Minum obat
5. Aktivitas fisik 5. Pemantauan kadar glukosa darah
6. Kadar kolesterol
7. Stress
8. Riwayat diabetes gestasional

Faktor-faktor yang mempengaruhi self


care diabetes mellitus :
Diabetes Mellitus 1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Tingkat pendapatan
5. Lamanya menderita DM
6. Motivasi
Komplikasi : 7. Dukungan sosial
1. Bersifat akut 8. Aspek emosional
2. Bersifat kronik 9. Keyakinan terhadap efektivitas
penatalaksanaan DM
10. Komunikasi petugas kesehatan

Gambar. 1 Dasar Pemikiran Variabel Penelitian


Sumber: Aji (2016), Andayani (2010), Darmawan (2018), Hadiyati (2017), Hestiana (2017)
Kurnia (2017), Muhlisin (2017), Putra (2017), Rachmawati (2015)
Rizki (2019), Sari (2017), & Vard (2014)

39
B. Pola Pikir Variabel Penelitian

Variable Independen Variabel Dependen

Kualitas Hidup
Self Care Pasien Diabetes
Mellitus tipe 2

Keterangan:
: Variabel Independen yang akan diteliti

: Variabel Dependen

: Garis Penghubung

Gambar 2 Pola Pikir Variabel

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Self Care

Kegiatan self care diabetes dalam penelitian ini yaitu untuk

menanyakan mengenai aktivitas perawatan diri yang dilakukan selama 7

hari terakhir yang berhubungan dengan pengukuran pola makan (diet),

latihan fisik, pemantauan kadar glukosa darah dan minum obat secara

teratur.

40
Kriteria objektif

1 Kurang : Jika total skor jawaban responden 1-28

2 Cukup : Jika total skor jawaban responden 29-57

3 Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 57

2. Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Keadaan yang menggambarkan sejauh mana tingkat dari kualitas

hidup pasien yang menderita diabetes diukur sesuai indikator. Total Skor

jawaban responden tentang kualitas hidup dibagi total butir pertanyaan.

Skor terkecilnya adalah 1, dan skor terbesarnya adalah 5. Skor rata-rata

dikali 5 kemudian skor maximal dibagi 3.

Kriteria objektif

Cukup : jika responden menjawab ≥ 62,5% dari total pertanyaan

Kurang : jika responden menjawab < 62,5% dari total pertanyaan

1. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan self care dengan kualitas hidup

pasien diabetes mellitus tipe 2 di Kelurahan

Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota

Makassar.

41
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik. Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional

study. Dalam penelitian ini peneliti mencari hubungan self care dengan

kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung

Kecamatan Panakukang Kota Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tamamaung Kecamatan

Panakukang Kota Makassar

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 19 November-19 Desember 2020

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

42
1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes mellitus

tipe 2 pada tahun 2019 dengan jumlah pasien sebanyak 5421 orang dan 3

bulan terakhir sebanyak 788 orang. Jadi populasi pada penelitian ini adalah

6.209.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari

populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur (Sabri & Hustono, 2014).

Adapun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 98 orang

dan responden diabetes mellitus tipe 2 yang berada di Kelurahan

Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar dan memenuhi kriteria:

a) Kriteria Inklusi :

1) Responden yang berusia 20 - 79 Tahun.

2) Responden yang didiagnosa diabetes mellitus.

3) Responden yang bersedia diteliti.

4) Responden yang tidak memilki cacat mental.

b) Kriteria Eksklusi :

1) Responden yang tidak mengikuti proses penelitian sampai selesai.

2) Data diri responden tidak lengkap.

3. Teknik accidental Sampling

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

tehnik pegambilan sampel dengan accidental sampling, dimana peneliti mengambil

sampel yang ditemui pada saat penelitian (Nursalam, 2018)

43
D. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung

dari responden, dengan cara memberikan kuesioner kepada responden

dimana kuesioner tersebut diisi oleh peneliti atau perwakilan yang telah

ditunjuk oleh peneliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekan kerja atau

pengurus Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar

dengan cara mengambil surat izin pengambilan data awal dari instansi

kemudian dibawah ke Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota

Makassar untuk diproses.

2. Prosedur Pengumpulan Data

a) Observasi

Observasi merupakan proses untuk memperoleh data dari tangan

pertama dengan orang dan tempat pada saat dilakukan penelitian

(Sugiyono, 2015). Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu

dengan pengamatan langsung saat dilakukan proses pemberian kusioner

pada responden melalui lembar observasi.

b) Dokumen

Dokumen adalah merupakan metode pengumpulan data dengan

cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli

44
tersebut dapat berupa gambar, tabel, atau daftar periksa, dokumenter.

Sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa gambar

untuk dokumentasi, daftar periksa untuk mengambil hasil pengukuran

dari masing-masing responden.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian dan proses

pengambilan penelitian ini menggunakan beberapa lembar observasi untuk

mengetahui inisial, umur, pendidikan, pekerjaan dan lembar kuesioner untuk

menilai self care dan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2. Lembar

observasi adalah panduan bagi peneliti untuk melakukan proses

pengumpulan data terhadap sampel penelitian melalui proses wawancara.

Lembar penilaian penelitian ini terdiri dari dua form kuesioner untuk 2 item

variabel yang ingin diteliti.

E. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya akan dilakukan pengolahan

data, tahapan tersebut dilakukan:

1) Editing

Tahap editing data atau yang disebut juga tahap pemeriksaan

data adalah proses peneliti memeriksa kembali data yang telah

terkumpul untuk mengetahui apakah data yang terkumpul cukup baik

dan dapat diolah dengan baik (Darto, 2014).

2) Coding

45
Coding adalah usaha mangklasifikasi jawaban-jawaban/hasil-

hasil dari wawancara yang ada. Klasifikasi di lakukan dengan jalan

menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka ataupun

huruf kemudian di masukkan dalam lembaran tabel kerja guna

mempermudah membacanya. Hal ini penting untuk di lakukan karena

alat yang di gunakan untuk analisa data dalam komputer yang

memerlukan suatu kode tertentu.

3) Entry Data

Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer. Entry data

dalam penelitian ini di lakukan dengan menggunakan program Software

Statistic T-Test (SPSS Versi 23).

4) Cleaning

Setelah data dimasukkan dalam program komputer, selanjutnya

peneliti melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali data yang sudah

di entry untuk mengetahui kemungkinan adanya data yang masih salah

atau tidak lengkap sebelum di lakukan analisis.

e) Scoring

Pada kegiatan ini penilaian data dengan memberikan skor

(Nursalam, 2014).

f) Tabulating

46
Tabulasi data merupakan proses pengolahan data yang dilakukan

dengan cara memasukkan data ke dalam tabel, atau dapat dikatakan

bahwa tabulasi data adalah penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar

untuk memudahkan dalam pengamatan dan evaluasi. Hasil tabulasi data

ini dapat menjadi gambaran tentang hasil penelitian, karena data-data

yang diperoleh dari lapangan sudah tersusun dan terangkum dalam tabel-

tabel yang mudah dipahami maknanya (Nursalam, 2016).

F. Analisis Data

Setelah memperoleh nilai-nilai dari tiap tabel, selanjutnya data

dianalisa dengan menggunakan computer Software Product and Service

Solution (SPSS) yaitu dengan menggunakan metode uji statistik yaitu

analisis univariat pada variabel tunggal yang dianggap terkait dengan

penelitian dan analisis bivariat untuk melihat distribusi beberapa variabel

yang dianggap terkait dengan menggunakan uji chi-square dengan

kemaknaan 0,05.

Setelah memperoleh nilai skor dari tabel, selanjutnya data dianalisa

dengan menggunakan:

a) Analisis Univariat

Variabel penelitian dideskripsikan dan disajikan dalam tabel

paired t-test. Pada analisa univariat digunakan untuk melihat

hubungan self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe

2.

b) Analisis Bivariat

47
Analisis data bivariat adalah analisis yang dilakukan lebih dari

dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Nursalam,

2016).

Uji statistik dalam penelitian ini yang pertama dilakukan adalah

uji normalitas untuk mengetahui data yang terdistribusi normal atau

tidak. Jika data terdistribusi normal maka harus dilakukan uji chi

square.

G. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini dijelaskan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi disertai dengan narasi.

H. Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2014) etika yang mendasari dilaksanakan

suatu penelitian meliputi:

1) Informent Consent (Surat Persetujuan)

Informent Consent diberikan sebelum melakukan penelitian.

Informent Consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan diteliti dan memenuhi kriteria inklusi. Lembar ini juga dilengkapi

dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Jika subjek bersedia,

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika

responden tidak bersedia, maka peneliti tidak boleh memaksa dan

harus tetap menghormati keputusan responden.

2) Anonimity (Tanpa Nama)

48
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan

nama responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode pengganti

nama responden.

3) Confidentiality (Kerahasiaan)

Peneliti harus merahasiakan keadaan responden, kecuali

diminta oleh institusi yang berkompeten.

4) Justice (Prinsip Keadilan)

Responden harus diperlakukan sama sesuai dengan keadaan

nya, tidak ada diskriminasi (responden, alat-alat, dan lain-lain), models

(health care resources): Setiap orang sama, berdasarkan jasa,

keberadaan peralatan, sesuai kebutuhan.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tamamaung Kecamatan

Panakukang Kota Makassar mulai tanggal 19 November – 01 Desember 2020

dengan total sampel sebanyak 98 pasien yang menderita diabetes melitus tipe

49
2 guna untuk mendapatkan informasi tentang self care terhadap kualitas hidup

pasien dengan ditarik secara Accidental Sampling.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Cross Sectional

Study agar data yang didapatkan dapat diolah secara bersamaan dan

menghubungkan satu variabel dengan variabel yang lain yaitu variabel self

care dihubungkan dengan kualitas hidup pendeirta diabetes mellitus tipe 2

Data yang telah didapatkan diolah menggunakan aplikasi SPSS untuk

melihat distribusi responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, hal

tersebut kemudian disajikan dalam tabel yang disertai narasi untuk

menjelaskan isi tabel dan di narasikan pada pembahasan dari penelitian ini.

Data di analisis terbagi menjadi dua yaitu analisis univariat untuk

menggambarkan karakteristik dan variabel responden dan analisis bivariat

untuk menghubungkan variabel independent dengan variabel dependent, data

yang disajikan dalam bentuk tabel dapat dilihat pada penyajian berikut:

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Umum Responden

Tabel 3
Distribusi Karakteristik Responden Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar
Tahun 2020

50
Variabel n %
Umur (Tahun)
31 – 40 6 6,1
41 – 50 16 16,3
51 – 60 42 42,9
61 – 70 34 34,7
Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah 3 3,1
SD 15 15,3
SMP 30 30,6
SMA 20 20,4
Tamat Perguruan Tinggi 30 30,6
Jenis Kelamin
Laki-Laki 46 46,9
Perempuan 52 53,1
Pekerjaan
PNS / Pensiunan 28 28,6
Pegawai Swasta 5 5,1
Pedagang 17 17,3
Buruh Harian 11 11,2
Tidak Bekerja 2 2,0
Ibu Rumah Tangga 35 35,7
Jumlah 98 100
Sumber: Data Primer

Tabel 3 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik umur responden

tertinggi umur 51-60 tahun dengan persentase sebanyak 42,9%, sedangkan

untuk umur 31-40 terendah dengan persentase sebanyak 6,1%. Distribusi

karakteristik pendidikan terakhir menunjukkan bahwa pendidikan SMP dan

Tamat Perguruan Tinggi tertinggi dengan persentase masing-masing

sebanyak 30,6% sedangkan untuk pendidikan terakhir tidak sekolah terendah

dengan persentase sebesar 3,1%. Distribusi karakteristik jenis kelamin

responden tertinggi jenis kelamin perempuan dengan persentase sebanyak

53,1%, sedangkan jenis kelamin perempuan terendah dengan persentase

sebanyak 46,9%. Distribusi karakteristik pekerjaan responden tertinggi ibu

51
rumah tinggi dengan persentase sebesar 35,7% sedangkan untuk tidak bekerja

terendah dengan persentase sebesar 2,0%

b. Variabel Penelitian

Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Self Care Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan
Panakukang Kota Makassar
Tahun 2020
Self Care N %
Baik 50 51,0
Cukup 48 49,0
Jumlah 98 100
Sumber: Data Primer

Tabel 4 distribusi responden berdasarkan self care pasien diabetes mellitus

tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar

menujukkan bahwa variabel penelitian kategori self care baik tertinggi

dengan persentase sebesar 51,0% dibandingkan kategori self care cukup

terendah dengan persentase sebesar 49,0%.

Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan
Panakukang Kota Makassar
Tahun 2020
Kualitas Hidup N %
Kurang 47 48,0
Cukup 51 52,0
Jumlah 98 100
Sumber: Data Primer

Tabel 4 distribusi responden berdasarkan kualitas hidup pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota

Makassar menujukkan bahwa variabel penelitian kategori kualitas hidup

52
cukup tertinggi dengan persentase sebesar 52,0% dibandingkan variabel

penelitian kategori kurang terendah dengan persentase sebesar 48,0%.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Self Care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe

Tabel 5
Hubungan Self Care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2
Di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar
Tahun 2020
Kualitas Hidup Jumlah X2
Self Care Kurang Cukup (Nilai ρ)

N % n % n %
Baik 25 50,0 25 50,0 50 100 0,006
Cukup 22 45,8 26 54,2 48 100
Jumlah 47 48,0 51 52,0 98 100
Sumber : Data Primer

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 50 pasien dengan Self Care yang baik

sebanyak 25 (50,0%) pasien dengan kualitas hidup yang kurang dan juga

memiliki kualitas hidup yang cukup sebanyak 25 (50,0%), sedangkan dari

48 pasien yang memiliki Self Care yang cukup lebh banyak yang memiliki

kualitas hidup yang cukup sebanyak 26 (54,2%) dibandingkan dengan

kualitas hidup yang kurang sebanyak 22 (45,8%), hasil analisis uji

hubungan dengan uji Chi-Square mendapatkan hasil 0,006 < 0,05 atau ada

hubungan antara Self Care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus

tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar.

53
b. Hubungan Self Care dengan jenis kelamin pasien diabetes mellitus tipe

Tabel 5
Hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar
Tahun 2020
Self Care Jumlah X2
Jenis Kelamin Baik Cukup (Nilai ρ)

N % n % n %
Laki-Laki 26 56,5 20 43,5 46 100 0,004
Perempuan 21 40,4 31 59,6 52 100
Jumlah 47 48,0 51 52,0 98 100
Sumber : Data Primer

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 47 pasien dengan Self Care kurang lebih

banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 (56,5%) dibandingkan

pasien yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 (40,4%), sedangkan

dari 51 pasien dengan Self Care cukup lebih banyak yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 31 (59,6%) sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 20 (43,5%). hasil analisis uji statistik dengan uji Chi-Square

mendapatkan hasil 0,004 < 0,05 atau ada hubungan antara jenis kelamin

dengan Self Care pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung

Kecamatan Panakukang Kota Makassar.

54
B. Pembahasan

Kegiatan self care diabetes dalam penelitian ini yaitu untuk menanyakan

mengenai aktivitas perawatan diri yang dilakukan selama 7 hari terakhir

yang berhubungan dengan pengukuran pola makan (diet), latihan fisik,

pemantauan kadar glukosa darah dan minum obat secara teratur.

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 47 pasien dengan self care kurang lebih

banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 (56,5%) dibandingkan

pasien yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 (40,4%), sedangkan

dari 51 pasien dengan self care cukup lebih banyak yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 31 (59,6%) sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 20 (43,5%). hasil analisis uji statistik dengan uji Chi-Square

mendapatkan hasil 0,004 < 0,05 atau ada hubungan antara jenis kelamin

dengan self care pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung

Kecamatan Panakukang Kota Makassar.

1. Self care Diabetes Melitus tipe di Kelurahan Tamamaung Kecamatan

Panakkukang Kota Makassar

Self care merupakan salah satu teori keperewatan yang dikemukakan oleh

Dorothem Orem. Definisi self care menurut Orem adalah tindakan manusia

yang dilakukan oleh seseorang untuk dirinya guna mengantur fungsinya

sebagai seorang manusia (Muhlisin, 2017).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa self care memiliki hubungan

dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di Kelurahan

Tamamaung Kecamatan Panakukang Kota Makassar, hal ini dapat dilihat

55
pada tabel 5 yang menunjukkan bahwa dari 50 pasien dengan Self Care

yang baik sebanyak 25 (50,0%) pasien dengan kualitas hidup yang kurang

dan juga memiliki kualitas hidup yang cukup sebanyak 25 (50,0%),

sedangkan dari 48 pasien yang memiliki Self Care yang cukup lebih banyak

yang memiliki kualitas hidup yang cukup sebanyak 26 (54,2%)

dibandingkan dengan kualitas hidup yang kurang sebanyak 22 (45,8%),

hasil analisis uji hubungan dengan uji Chi-Square mendapatkan hasil 0,006

< 0,05 atau ada hubungan antara Self Care dengan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakukang

Kota Makassar.

Penelitian yang telah dilaksanakan hasilnya sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Irma, 2019) yang menemukan bahwa ada hubungan antara

perawatan diri (self care) dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus di

Poli Sakit Ruma Sakit Umum Daerah Langsa dengan nilai p=0,006 < 0,05

hal ini dikarenakan beberapa pasien mampu melakukan perawat diri secara

mandiri seperti perawatan kaki, akitivitas fisik, minum obat dan pengecekan

gula darah yang biasanya dilakukan di poli.

2. Distribusi Karakteristik Umur Responden

Tabel 3 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik umur responden

tertinggi umur 51-60 tahun dengan persentase sebanyak 42,9%, sedangkan

untuk umur 31-40 terendah dengan persentase sebanyak 6,1%.

Menurut penelitian yang dilakuka oleh Kusniawati (2011), dikatakan

bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat self care

56
pasien. Dimana hasil dari data demografi rata-rata usia responden adalah 45-

55 tahun (40,7%) lebih banyak memilih kurang baik, hal ini disebabkan

pasien tidak mampu lagi melakukan aktivitasnya, cara untuk mengontrol

pola makan karena karena pola pikir dan penuaian. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh (Soegondo, 2006) yang mengatakan

usia diatas 45 tahun merupakan faktor resiko terhadap peningkatan jumlah

pasien DM, selain faktor riwayat keluarga dan obesitas. Proses penuaan

yang disebabkan oleh perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia

menyebakan penurunan sensitivitas insulin dan terjadinya gangguan sel beta

yang menyebabkan produksi insulin berkurang biasanya terjadi pada usia

lanjut. Proses bertambah usia dapat mempengaruhi homeostatis tubuh,

termasuk perubahan fungsi sel beta pankreass yang menghasilkan insulin

akan menyebabkan gangguan sekresi hormone atau penggunaan glukosa

yang tidak tingginya angka kejadian Diabetes Melitus .

3. Distribusi Karekteristik Pendidikan Responden

Distribusi karakteristik pendidikan terakhir menunjukkan bahwa

pendidikan SMP dan Tamat Perguruan Tinggi tertinggi dengan persentase

masing-masing sebanyak 30,6% sedangkan untuk pendidikan terakhir tidak

sekolah terendah dengan persentase sebesar 3,1%.

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa pasien

yang dominan memiliki self care yang baik cenderung memiliki

pengetahuan dan keterampilan merawat diri secara baik pula, hal ini pasien

tunjukkan dengan melakukan perawatan diri dengan cara mengontrol kadar

57
gula darah untuk mencegah terjadinya komplikasi, perawatan diri yang

dilakukan pasien setiap hari adalah latihan fisik, dan memonitoring kadar

glukosa dalam darah.

Pendidikan merupakan faktor penting yang perlu dimiliki pasien DM,

karena pendidikan marupakan indikator terhadap pengertian pasien tentang

perawatan, penatalaksaan diri, dan pengontrolan kadar. Pendidikan yang

baik akan menghasilkan perilaku positif sehingga lebih terbuka dan

obyektif dalam menerima informasi, khususnya informasi tentang

penatalaksanaan DM. keterbukaan pasien DM terhadap informasi kesehatan

akan menuntun pasien untuk aktif menjalankan aktifitas self care, sehingga

kadar glukosa darah dapat terkendali dan status kesehatan pasien tetap stabil

glukosa (Hussein, 2010).

Peneliti menemukan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor

yang berperan dalam hubungan self care dengan kualitas hidup, beberapa

jurnal mengatakan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki kualitas hidup

yang rendah dibandingkan laki-laki. Karena pasien perempuan merasa tidak

puas terhadap kualitas hidup dibandingkan responden laki-laki yang merasa

cukup puas terhadap kualitas hidup, hal ini karena pasien perempuan lebih

banyak dalam penelitian ini daripada laki-laki dan perempuan lebih tertarik

pada status kesehatan, sehingga memberi pengaruh terhadap pelaksanaan

aktivitas self care yang baik. Kualitas hidup pasien DM berhubungan

dengan komplikasi yang disertasi nyeri dan ternggangunya aktivitas fisik

setiap hari. Keadaan ini dapat dikaitkan dengan neuropati dan komplikasi

58
aetrosklerosis. Hal ini juga didukung oleh jurnal Sarac (2007) dikatakan

bahwa jenis kelamin merupakan salah satu factor yang berperan dalam

hubungan self care dengan kualitas hidup. Beberapa studi menyatakan

bahwa pasien DM perempuan memiliki kualitas hidup rendah dibandingkan

laki-laki. Sama dengan hasil penelitian ini, menunjukkan responden

perempuan memiliki kualitas hidup lebih rendah dibangdingkan dengan

responden laki-laki. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Inge Ruth (2012) dimana 49 responden dari 85 responden

berjenis kelamin perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Kusniawati

(2011) juga memiliki hasil penelitian yang sama yaitu dari 100 orang

responden 61 responden diantaranya berjenis kelamin perempuan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes mellitus sering terjadi pada

perempuan dibandingkan laki-laki.

Dari hasil pengamatan peneliti juga menemukan adanya hubungan antara

self care dengan kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang

harus dilakukan oleh penderita DM tipe 2, tujuan melakukan self care DM

yaitu mengoptimalkan kontrol metabolic, mengoptimalkan kualitas hidup,

serta mencegah komplikasi akut dan kronis yang menunjukkan bahwa

menjaga glukosa darah tetap normal dapat meminimalkan komplikasi yang

terjadi karena diabetes mellitus tipe 2.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode

(2019) yang menemukan ada hubungan antara self care management

diabetes mellitus dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di

59
Puskesmas Antang Kota Makassar dengan nilai p=0,006 < 0,05 hal ini

karena dilakukan pencegahan dengan menggunakan prinsip dasar

manajemen pengendalian diabetes mellitus yang meliputi modifikasi gaya

hidup dengan mengubah gaya hidup yang tidak sehat menjadi sehat berupa

pengaturan makanan (diet), latihan jasmani atau latihan fisik, serta

kepatuhan konsumsi obat antidiabetic.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh (Jeanny, 2015) dimana beliau mengatakan bahwa tidak ada hubungan

antara self care dengan kualitas hidup responden setelah dipengaruhi oleh

jenis kelamin dan depresi. Setiap peningkatan satu satuan self care dapat

meningkatkan kualitas hidup sebesar 6.1% setelah dikontrol oleh jenis

kelamin dan depresi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa self care

tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup dimana penatalaksanaan DM yang

efektif membutuhkan perubahan perilaku self care termasuk perubahan gaya

hidup.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik ditemukan

bahwa ada hubungan antara self care dengan kualitas hidup pada penderita

Diabetes Melitus Tipe 2. Artinya bahwa kualitas hidup akan semakin baik

apabila dilakukan self care dengan baik pula dan begitupun sebaliknya pasien

yang mempunyai self care kurang memiliki kualitas hidup yang kurang.

Asumsi peneliti, dengan adanya kemampuan self care management diabetes

pada penderita DM, maka akan meningkatkan mekanisme koping mereka

60
terhadap penyakit dan meningkatkan keyakinan akan peningkatan

kesehatannya sehingga akan berimplikasi pada peningkatan kualitas hidup.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini ditulis sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti

selanjutnya, adapun keterbatasan penelitian yang dimaksud yaitu:

1. Peneliti mengalami kesulitan untuk melakukan wawancara pada pasien

karena mengingat kondisi saat ini sedang mewabahnya penyakit Virus

Corona.

2. Peneliti mengalami kesulitan melakukan wawancara karena pasien yang tidak

mau menerima kehadiran peneliti dengan suatu alasan tertentu.

3. Mengingat waktu saat melakukan penelitian pada kondisi musim hujan yang

menyebabkan pasien tidak bisa menerima untuk di wawancara.

61
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini bahwa adanya hubungan self care dengan

kualitas hidup pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kelurahan Tamamaung

Kecamatan Panakukang Kota Makassar.

B. Saran

1. Peneliti menyarankan kepada pihak Puskesmas Tamamaung untuk

meningkatkan mutu pelayanan tenaga keperawatan dalam meningkatka

kualitas hidup pada pasien diabetes mellitus.

2. Peneliti menyarankan kepada pihak pemerintah kelurahan Tamamaung

setempat untuk selalu memberikan dukungan secara moril kepada penderita

DM tipe 2 agar selalu bersemangat dan terus melakukan self care agar

kualitas hidupnya juga dapat meningkat

62
3. Peneliti menyarankan kepada pasien DM Tipe 2 untuk selalu melakukan

aktivitas fisik setiap minggu mengingat akan pentingnya self care ini demi

mencegah terjadinya komplikasi akibat penyakit Diabetes Mellitus.

63
DAFTAR PUSTAKA

Aji. 2016. Hubungan Perilaku Nongkrong, Pola Konsumsi Fast Food, Dan Indeks
Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Siswa Kelas Xi Sma Pangudi
Luhur Dan Sman 8 Yogyakarta. Diperoleh dari:
https://repository.usd.ac.id/7269/2/121434026_full.pdf. Diakses 18 Maret
2020.

Armansyah. 2018. Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Tipe


2 Dengan Ketidakpatuhan terhadap Pengobatan di Wilayah Kerja UPT.
Kesmas Sukawati. Diperoleh dari: http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/736/2/BAB%20I.pdf. Diakses 16 Maret 2020.

Askandar. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Fakultas Kedokteran.
Diperoleh dari: books.google.co.id › books. Diakses 18 Maret 2020.

Asnaniar. 2019. Hubungan Self Care Management Diabetes dengan Kualitas


Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Diperoleh dari: http://forikes-
ejournal.com/index.php/SF/article/view/sf10410. Diakses 28 Maret 2020.

Arviani. 2015. Gambaran Asupan Makan Pasien dengan Kadar Glukosa darah
Pada pasien Diabetes mellitus tipe II RSUD Dr. Moewardi. Diperoleh dari:
http://eprints.ums.ac.id/38292/4/BAB%20I.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Darmawan, 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku kunjungan


Masyarakat Terhadap Pemanfaatan pelayanan Posyandu di Desa
Pemecutan Kelod kecamatan Denpasar Barat. Diperoleh dari:
https://media.neliti.com/media/publications/76442-ID-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-perilaku.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Ehsa. 2018. Gambaran Umum Tentang Diabetes Mellitus. Diperoleh dari:


http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2775/6.%20BAB
%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y. Diakses 18 Maret 2020.

Fatimah, 2015, Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty, Lampung University.


Diperoleh dari:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/
615/619. Diakses 18 Maret 2020.

Fauzy. 2018. Gambaran Umum Diabetes Melitus (Dm). Diperoleh dari:


http://repository.unimus.ac.id/2732/4/BAB%20II.pdf. Diakses 18 Maret
2020.

a
Hardi. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien DM.
Diperoleh dari: http://eprints.umpo.ac.id/4621/3/BAB%202.pdf. Diakses
10 April 2020.

Hestiana. 2017.Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam


Pengelolaan Diet Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Kota Semarang. Jurnal of Health Education. JHE 2 (2).

Hidayah. 2019. Hubungan Perilaku Self-Management Dengan Kadar Gula Darah


Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pucang Sewu, Surabaya. Diperoleh dari:
https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/download/14045/8208.

Izza. 2019. Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 Yang Menjalani Terapi
Diet Ditinjau Dari Theory of Planned Behavior. Diperoleh dari:
http://repository.unair.ac.id/84169/4/TKP.11-19%20Izz%20k.pdf. Diakses
18 Maret 2020.

Masriadi. 2013. Epidemiologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Meidikayanti. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup


Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Pademawu. Diperoleh dari:
https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/4914/3892. Diakses 18
Maret 2020.

Muhlisin. 2017. Teori Self Care Dari Orem Dan Pendekatan Dalam Praktek
Keperawatan. Diperoleh dari:
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/viewFile/3800/2460.
Diakses 18 Maret 2020.

Nimas. 2016. Kualitas Hidup (Quality of Life). Diperoleh dari:


http://digilib.uinsby.ac.id/13318/3/Bab%202.pdf. Diakses 10 April 2020.

Nur. 2017. Hubungan Gangguan Kognitif dengan Manajemen Diri pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kuranji Padang. Diperoleh dari:
http://scholar.unand.ac.id/29785/2/BAB%20I.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Nuradhani, Arman, & Sudirman. 2017. Pengaruh Diabetes Self Management


Education (Dsme) Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Type II di
Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 11 Nomor 4 Tahun 2017. eISSN : 2302-2531.

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan dan Teori Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

b
________ .2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

________, 2018, Metode dan Teknik Sampling. Konsep dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.

Putra. 2017. Hubungan Antara Kadar Glukosa Darah Dengan Kadar Α-Amilase
Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Obesitas. Diperoleh dari:
http://repository.unimus.ac.id/1113/3/BAB%20II.pdf. Diakses 18 Maret
2020.

Pawenrusi, EP, dkk, 2017. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Edisi 17. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar

Putri. 2018. Konsep Diabetes Meilitus, Diperoleh dari: http://repository.poltekkes-


denpasar.ac.id/1261/3/3.%20BAB%20II.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Rachmawati. 2015. Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Diperoleh dari:
http://eprints.undip.ac.id/51779/1/Skripsi_Nita_Rachmawati_PDF.pdf.
Diakses 18 Maret 2020.

Reny, 2017. Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Mellitus. Journal Endurance Vol. 2 No. 2 Hal. 132-144

Sabri, & Hastono. 2014. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT. Raja grafindo.

Sari. 2017. Nursing Agency Untuk Meningkatkan Kepatuhan,Self-Care Agency


(SCA) dan Aktivitas Perawatan Diri pada Penderita Diabetes Mellitus
(DM). Diperoleh dari: https://media.neliti.com/media/publications/231989-
nursing-agency-untuk-meningkatkan-kepatu-93112acf.pdf. Diakses 18
Maret 2020.

Sefrina. 2016. Hubungan Dukungan Keluarga dan Keberfungsian Sosial Pada


Pasien Skizofrenia Rawat Jalan. Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas
Muhammadiyah Malang. ISSN: 2301-8267. Vol. 04, No.02.

Sugiyono .2015. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Tamara E, Bayhakki, Nauli FA. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dan


Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau. JOM PSIK;2014.1(2):1-7.

Wahyuni. 2018. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pada


Penderita Diabetes Mellitus Tipe II RS Bhayangkara Andi Mappa Oudang

c
Makassar. Diperoleh dari:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8208/JURNAL
%20RAGIL%20WAHYUNI.pdf. Diakses 18 Maret 2020.

Widyananda. 2019. Determinan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2


Di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Diperoleh dari:
https://mail.google.com/mail/u/0/?tab=km1#inbox?projector=1. Diakses
18 Maret 2020.

Wirnasari, 2019. Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Jurnal Keperawatan
STIKES Santa Elisabeth Medan

d
PERMOHONAN UNTUK MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)

Kepada Yth,

Bapak/Ibu calon responden

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Progam Studi

Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar.

Nama : SURIJAH MANCA

NPM : 21606055

Alamat : Jl. Sukaria 7 A, Panakukkang MAkassar

Akan mengadakan penelitian dengan JUDUL “HUBUNGAN SELF

CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS

TYPE 2 DI KELURAHAN TAMAMAUNG KECAMATAN

PANAKUKANG KOTA MAKASSAR”.

Penelitian ini tidak merugikan Bapak/Ibu sebagai responden, kerahasiaan

semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian. Jika Bapak/Ibu telah menjadi responden dan terjadi hal-

hal yang merugikan, maka diperbolehkan mengundurkan diri untuk tidak

berpartisipasi dalam penelitian ini.

Apabila Bapak/Ibu menyetujui, maka saya mohon untuk menandatangani

lembar persetujuan atas kesediaannya saya ucapkan terima kasih.

Makassar,...................
Peneliti

e
(SURIJAH MANCA)
LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Setelah mendapatkan penjelasan tentang prosedur penelitian ini, maka

saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar atas

nama : SURIJAH MANCA, NIM 21606055, dengan judul : “HUBUNGAN

SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES

MELLITUS TYPE 2 DI KELURAHAN TAMAMAUNG KECAMATAN

PANAKUKANG KOTA MAKASSAR”. Saya telah memahami maksud dan

tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui “Hubungan Self Care Dengan

Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Type 2 Di Kelurahan Tamamaung

Kecamatan Panakukang Kota Makassar”, dan sebagai syarat dalam rangka

penyelesaian tugas akhir dari peneliti. Partisipasi saya dalam penelitian ini tidak

menimbulkan kerugian bagi saya sehingga jawaban yang saya berikan adalah

yang sebenarnya dan dijaga kerahasiaannya, oleh karena itu saya bersedia menjadi

responden pada penelitian ini.

Makasar,.........................2020

Responden

f
(……………………………………)

LEMBAR KUESIONER

Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien


Diabetes Mellitus Type 2 di Kelurahan Tamamaung Kecamatan
Panakkukang Kota Makassar

A. IDENTITAS RESPONDEN

No. Responden :......................................................................

1. Inisial :......................................................................

2. Umur : .....................................................................

3. Jenis Kelamin : .....................................................................

4. Pendidikan : .....................................................................

5. Pekerjaan : .....................................................................

g
LEMBAR KUESIONER
SUMMARY DIABETES SELF-CARE ACTIVITIES (SDSCA)

Pertanyaan di bawah ini menanyakan mengenai aktivitas perawatan diri yang anda
lakukan selama 7 hari terakhir ini untuk penyakit diabetes. Berilah tanda (√)
sesuai dengan jumlah hari yang anda lakukan.
Jumlah Hari
No Pertanyaan
0 1 2 3 4 5 6 7
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu mengikuti perencanaan
1
makan (diet) sesuai dengan yang
dianjurkan
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu membatasi jumlah kalori
2
yang di makan sesuai dengan anjuran
untuk mengontrol diabetes
Dalam satu minggu terakhir ini berapa

3 hari Bapak/Ibu mengatur pemasukan


makanan yang mengandung karbohidrat
Dalam satu mingu terakhir ini berapa hari
4 Bapak/Ibu mengkonsumsi sayuran

Dalam satu minggu terakhir ini berapa


hari Bapak/Ibu makan makanan yang

5 mengandung tinggi lemak (seperti daging,


makaan yang mengandung minyak atau
mentega dan lain-lain)
6 Dalam satu minggu terakhir ini berapa

h
hari Bapak/Ibu makan-makanan selingan
yang banyak mengandung gula (seperti
kue, biskuit, selai dan lain-lain)

Dalam satu minggu terakhir ini berapa


7 hari Bapak/Ibu melakukan latihan fisik
sedikitnya dalam waktu 20-30 menit
Dalam satu minggu terakhir ini berapa

8 hariBapak/Ibu melakukan latihan ringan


seperti jalan kaki di sekitar rumah
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu memeriksa gula darah
9
dipelayanan kesehatan maupun secara
mandiridi rumah.
Dalam satu minggu terakhir ini berapa

10 hari Bapak/Ibu minum obat sesuai dengan


petunjuk dokter
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
11
hari Bapak/Ibu memeriksa kaki
Dalam satu minggu terakhir ini berapa
12
hari Bapak/Ibu membersihkan kaki
13 Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu mengeringkan sela-sela
jari kaki setelah dicuci
14 Dalam satu minggu terakhir ini berapa
hari Bapak/Ibu memeriksa bagian dalam
sandal/s epatu yang akan digunakan

Sumber : Tobbey & Glasgow (2000) dalam Pranata (2016)

i
LEMBAR KUESIONER
KUALITAS HIDUP

Petunjuk pengisian : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan cara memberi tanda

centang (√) pada kolom yang sudah disediakan.

Domain Kepuasan (Domain Satifcation)


Sangat Biasa-
Tidak Sangat
No. Pertanyaan Tidak Biasa
Puas Puas
Puas Saja
1. Seberapa puas anda dengan jumlah
waktu yang dibutuhkan untuk
mengelola diabetes anda?

2. Seberapa puas anda dengan jumlah


waktu yang anda habiskan untuk
mendapatkan pemeriksaan?
3. Seberapa puas anda dengan waktu
yang diperlukan untuk menentukan
kadar glukosa anda?
4. Seberapa puas anda dengan
perawatan anda saat ini?
5. Seberapa puaskah anda dengan
pengetahuan anda tentang diabetes?
6. Seberapa puaskah anda dengan
kehidupan secara umum?
Tidak Terkadan Sangat
No. Pertanyaan Sering
Pernah g Sering
1. Seberapa sering anda merasakan
sakit yang terkait dengan perawatan
diabetes anda?
2. Seberapa sering anda merasa sakit
secara fisik?
3. Seberapa sering diabetes anda
mengganggu kehidupan keluarga

j
anda?
4. Seberapa sering anda menemukan
diabetes anda membatasi hubungan
sosial dan pertemanan anda?

No. Pertanyaan Tidak Terkadan Sering Selalu


Pernah g
1. Seberapa sering anda khawatir
tentang apakah anda akan pingsan?
2. Seberapa sering anda khawatir bahwa
tubuh anda terlihat berbeda karena
anda menderita diabetes?
3. Seberapa sering kekhawatiran anda
bahwa anda akan mendapatkan
komplikasi dari diabetes anda?

Sumber: Widyananda (2019)

k
PERHITUNGAN SKALA LIKERT

Kriteria objektif kualitas hidup

Penentuan skoring ilmiah dengan menggunakan skala likert

Jumlah pertanyaan = 13

Setiap jawaban pertanyaan bernilai = 4, 3, 2, 1

Skor tertinggi = 13 x 4 = 52 = 100%

Skor terendah = 13 x 1 = 13 = 7/28 x 100 = 25%

Rumus interval (I) = range (R) / kategori (K)

Range (R) = (skor tertinggi – skor terendah) = 100% - 25% -= 75%

Kategori (K) = 2, yaitu banyaknya kategori pada kriteria obkejtif suatu variabel,
kategori yaitu positif dan negatif

Interval (I) = 75/2 = 37,5%

Kriteria penilaian = 100 – 37,5% = 62,5%, sehingga:

Kriteria Cukup jika skor > 62,5%

Kriteria Kurang jika skor < 62,5%

l
MASTER TABEL PENELITIAN
HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITA
DIABETES MELITUS TYPE 2 DI KELURAHAN TAMAMAUNG KECAMA
Self Care
Pendidikan Pekerjaa
No Nama Umur Coding Coding Jenis Coding Pertanyaan
Terakhir n
Kelamin Coding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 37 3 SMP 3 Laki-Laki 1 Pedagang 3 4 1 2 2 1 2 4 6 4 3 5 6 4
2 43 4 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 2 5 3 7 3 4 3 2 3 4 4 2 5
3 66 6 D3 5 Laki-Laki 1 PNS 1 6 3 7 2 4 7 6 5 5 6 2 5 7
4 55 5 SMA 4 Perempuan 2 Pensiunan 1 3 2 6 4 5 6 5 3 7 3 7 7 6
5 52 5 S1 5 Laki-Laki 1 PNS 1 4 1 2 4 5 4 2 1 3 4 3 3 1
6 60 5 SMP 3 Laki-Laki 1 Buruh Harian 4 7 5 3 1 6 5 7 4 4 7 4 5 4
7 53 5 SD 2 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 4 6 1 5 2 3 3 6 4 3 5 4 3
8 48 4 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 1 2 7 4 7 4 5 3 5 6 6 3 7
9 54 5 SMP 3 Laki-Laki 1 Pedagang 3 6 7 3 2 5 7 6 2 3 4 4 4 6
10 62 6 D3 5 Perempuan 2 PNS 1 3 5 6 4 3 6 4 4 2 4 1 6 3
11 51 5 SD 2 Laki-Laki 1 Buruh Harian 4 4 4 5 6 2 3 5 1 1 3 2 3 2
12 47 4 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 7 1 4 3 4 1 2 6 3 7 4 7 4
13 59 5 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 6 4 3 5 6 4 4 7 5 4 5 4 7
14 66 6 S1 5 Perempuan 2 PNS 1 2 3 4 4 2 5 6 5 7 5 1 2 3
15 49 4 SMA 4 Laki-Laki 1 Pegawai Swasta 2 5 5 6 2 5 7 5 3 3 3 3 5 6
16 32 3 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 3 7 3 7 7 6 4 6 2 6 6 4 1
17 58 5 S1 5 Perempuan 2 PNS 1 1 3 4 3 3 1 5 4 1 4 1 4 4
18 48 4 SD 2 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 4 4 7 4 5 4 4 2 6 1 4 2 3
19 52 5 SMP 3 Laki-Laki 1 Pedagang 3 6 4 3 5 4 3 6 7 3 2 5 5 7
20 66 6 SMA 4 Laki-Laki 1 Buruh Harian 4 3 5 6 6 3 7 1 1 2 3 1 4 4
21 42 4 S1 5 Laki-Laki 1 PNS 1 2 3 4 4 4 6 5 3 2 6 2 4 6
22 55 5 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 4 2 4 1 6 3 4 4 2 7 7 3 2
23 57 5 S1 5 Laki-Laki 1 PNS 1 1 1 3 2 3 2 3 5 5 2 1 7 3
24 48 4 S1 5 Perempuan 2 PNS 1 6 3 7 4 7 4 6 4 7 6 3 2 5
25 44 4 SMP 3 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 7 5 4 5 4 7 7 5 3 1 5 6 4
26 48 4 SD 2 Laki-Laki 1 Buruh Harian 4 5 7 5 1 2 3 4 3 2 3 1 5 6
27 52 5 TIDAK SEKOLAH 1 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 3 3 3 3 5 6 4 5 5 2 6 1 3
28 49 4 SD 2 Laki-Laki 1 Buruh Harian 4 6 2 6 6 4 1 3 6 3 7 2 4 7
29 41 4 SMP 3 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 4 1 4 1 4 4 6 3 2 6 4 5 6
30 58 5 S1 5 Perempuan 2 PNS 1 2 6 1 4 2 3 4 4 1 2 4 5 4
31 40 3 SMP 3 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 7 3 2 5 5 7 4 7 5 3 1 6 5
32 52 5 D3 5 Perempuan 2 PNS 1 1 2 3 1 4 4 3 4 6 1 5 2 3
33 58 5 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 3 2 6 2 4 6 6 1 2 7 4 7 4
34 40 3 TIDAK SEKOLAH 1 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 4 2 7 7 3 2 4 6 7 3 2 5 7
35 54 5 D3 5 Laki-Laki 1 Pedagang 3 5 5 2 1 7 3 1 3 5 6 4 3 6
36 59 5 SMA 4 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 4 7 6 3 2 5 5 4 4 5 6 2 3
37 61 6 SMP 3 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 5 3 1 5 6 4 2 7 1 4 3 4 1
38 63 6 D3 5 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 3 2 3 1 5 6 6 6 4 3 5 6 4
39 64 6 SMP 3 Laki-Laki 1 Buruh Harian 4 5 5 2 6 1 3 3 2 3 4 4 2 5
40 66 6 D3 5 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 2 2 6 4 3 4 5 5 5 6 2 5 7
41 66 6 SMA 4 Perempuan 2 Pedagang 3 4 6 7 3 2 5 4 3 7 3 7 7 6
42 43 4 SMP 3 Laki-Laki 1 Buruh Harian 4 5 1 4 5 5 2 1 1 3 4 3 3 1
43 62 6 SD 2 Perempuan 2 Ibu Rumah Tangga 6 3 2 3 7 3 7 3 4 4 7 4 5 4

a
b
DOKUMENTASI PENELITIAN

a
LAYOUT OLAH DATA PENELITIAN

Umur Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 31 - 40 Tahun 6 6.1 6.1 6.1

41 - 50 Tahun 16 16.3 16.3 22.4

51 - 60 Tahun 42 42.9 42.9 65.3

61 - 70 Tahun 34 34.7 34.7 100.0

Total 98 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 3 3.1 3.1 3.1

SD 15 15.3 15.3 18.4

SMP 30 30.6 30.6 49.0

SMA 20 20.4 20.4 69.4

Tamat Perguruan Tinggi 30 30.6 30.6 100.0

Total 98 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 46 46.9 46.9 46.9

Perempuan 52 53.1 53.1 100.0

Total 98 100.0 100.0

b
Pekerjaan Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PNS/Pensiunan 28 28.6 28.6 28.6

Pegawai Swasta 5 5.1 5.1 33.7

Pedagang 17 17.3 17.3 51.0

Buruh Harian 11 11.2 11.2 62.2

Tidak Bekerja 2 2.0 2.0 64.3

Ibu Rumah Tangga 35 35.7 35.7 100.0

Total 98 100.0 100.0

Self Care

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 50 51.0 51.0 51.0

Cukup 48 49.0 49.0 100.0

Total 98 100.0 100.0

Kualitas Hidup

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 47 48.0 48.0 48.0

Cukup 51 52.0 52.0 100.0

Total 98 100.0 100.0

c
Self Care * Kualitas Hidup Crosstabulation

Kualitas Hidup

Kurang Cukup Total

Self Care Baik Count 25 25 50

% within Self Care 50.0% 50.0% 100.0%

Cukup Count 22 26 48

% within Self Care 45.8% 54.2% 100.0%

Total Count 47 51 98

% within Self Care 48.0% 52.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .170a 1 .006

Continuity Correction b
.044 1 .000

Likelihood Ratio .170 1 .001

Fisher's Exact Test .692 .417

Linear-by-Linear Association .169 1 .681

N of Valid Cases b
98

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23,02.

b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai