Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

RIBA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. AKHMAD RAKMA BOMA (165502686)


2. GALUH FATMA NURAINI (165502733)
3. HIKMAT YASIN (165502735)
4. NUR ‘AENI (165502767)

Dosen Pengampu

Eka Safitri, S.Pd.I, M.Pd.I


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul......................................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................................ii

Kata Pengantar ...................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................2

A. Pengertian Riba.....................................................................................................2
B. Pengertian Riba Menurut Ulama..........................................................................3
C. Jenis Riba..............................................................................................................4
D. Hukum Riba dalam Al Quran dan Hadits.............................................................6
E. Konsep Bunga Bank...........................................................................................10
F. Keputusan MUI tentang Bunga Bank.................................................................11
G. Bermuamalah dengan Bank Konvensional.........................................................12
H. Dasar Landasan Keputusan MUI........................................................................13
I. Hikmah Diharamkan Riba..................................................................................13
J. Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam..................................................14
K. Manfaat Ekonomi tanpa Riba.............................................................................15
L. Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional.............................15

BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................18

A. Kesimpulan.........................................................................................................18
B. Daftar Pustaka.....................................................................................................19

BAB 4 Tanya Jawab........................................................................................................20

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang karena anugerah dariNya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Riba” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad saw, yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan
menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
Pendidikan Agama dengan judul “Riba”. Di samping itu, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini
berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.

Kebumen, 09 Desember 2016

Tim Penyusun

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Riba merupakan praktek ekonomi yang sudah dijalankan sama tuanya dengan peradaban
umat manusia. Sejak manusia hidup di bumi praktek-praktek riba sudah ada sesuai dengan
perkembangan masyarakatdalam hal ekonomi pada masa tersebut.
Islam sebagai agama sempurna,dan agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam juga
memberikan rambu-rambu dan regulasi berkaitan dengan praktek riba tersebut. Dalam Al-Qur’an
dan Hadist disebutkan secara jelas mengenai pengharaman dan manfaat di haramkannya riba.
Seiring dengan berkembangnya kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta
berkembangnya ekonomi secara nasional dan internasional, praktek riba juga mengikuti
perkembangannya. Saat ini banyak sekali praktek riba yang dilakukan oleh lembaga maupun
perorangan. Termasuk yang dilakukan oleh lembaga diantaranya perbankan asuransi,
perdagangan, pengadaian dan banyak lagi lainnya. Maka dengan dibuatnya makalah ini akan
membantu untuk menjawab tentang bagaimana hokum riba yang di mana masih dalam ambang
yang belum terang.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Riba”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka
dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Riba
2. Pengertian Riba Menurut Ulama
3. Jenis Riba
4. Hukum Riba dalam Al Quran dan Hadits
5. Konsep Bunga Bank
6. Dasar Keputusan MUI tentang Bunga Bank
7. Hikmah Diharamkan Riba
8. Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
9. Manfaat Ekonomi tanpa Riba
10. Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RIBA
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar. (Zainuddin Ali,2008: 37). Menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta dari harga pokok atau modal secara
batil (Zainuddin Ali, 2008: 88). Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih.
Al-riba atau ar-rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.

Adapun pengertian tambahan dalam konteks riba adalah tambahanuang atas modal yang
diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara ‘ , apakah tambahan itu berjumlah
sedikit atau banyak seperti yang disyaratkan oleh Al-Quran . riba sering diterjemahkan
orang dalam bahasa inggris sebagai “usury’’ artinya “the act of lending money at an
exorbitant or illegal rate of interest” sementara para ulama fikih mendefinisikan riba dengan
“kelebihan harta dalam suatu muammalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya”.

Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat
transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang
jatuh tempo (Muhammad, 2000:147)

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang
merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual
beli , maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mu’ammalat
dalam Islam. Mengenai hal ini Allah mengingatkan dalam AL-Quran Surat An-Nisa’: 29

2
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.

B. PENGERTIAN RIBA MENURUT PARA ULAMA


1. Badr Ad-Din Al-Ayni pengarang Umadatul Qori’ syarah Shahih Al-Bukhari. Prinsip utama
dalam riba adalah penambahan. Menurut syari’ah riba berarti penambahan atas harta pokok
tanpa adanya transaski biaya riil. (Zainuddin Ali,2008: 89)

2. Imam Zarkasi dari mazab Hanafi Riba adalah tambahan yang disaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syari’ah atas penambahan
tersebut).

3. Raghib Al-Asfahani Riba adalah penambahan atas harta pokok.

4. Imam An-Nawawi dari Madzab Syafi’i (Zainuddin Ali, 2008: 90). Berdasarkan penjelasan
Imam Nawawi diatas,dapat dipahami bahwa salah satu bentuk riba yang dilarang oleh Al-
Quran dan As-Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam
dunia perbankan, hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.

5. Qatadah Riba, Jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga
waktu tertentu. Apabila telah dating saat membayar dan si pembeli tidak mampu membayar,
makan ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.

6. Zaid Bin Aslam yang dimaksud dengan Riba Jahiliyah yang beramplikasi pelipatgandaan
sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh
tempo ia berkata “bayar sekarang atau tambah”.

3
7. Mujtahid, mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan (tidak
mampu membayar) sinpembeli memberikan “tambahan” atas tambahan waktu.
8. Ja’afar As-Shodiq dari kalangan Madzab Syi’ah Ja’far As-Shodiq berkata ketika ditanya
mengapa Allah SWT mengaharamkan riba supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan
karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman maka seseorang tadi
tidak berbuat ma’ruf lagi atas transaksi pinjam meminjam dan seterusnya. Padahal Qord
bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.

9. Imam Ahmad Bin Hambal. Pendiri madzab Hambali Imam Ahmad Bin Hambal ketika
ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu adalah sesorang memiliki utang
maka dikatakn kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu
melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas penambahan waktu
yang diberikan.

C. JENIS JENIS RIBA


Secara garis besar dikelompokan menjadi dua . masing-masing adalah riba utang-piutang
dan riba jual-beli. Kelompok yang pertama terbagi lagi menjadi riba jahiliyah dan riba
qardh. Sedangkan kelompok kedua riba jual beli terbagi menjadi riba Fadhl dan riba
Nasi’ah.

1. Riba Qardh
Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertetu yang disaratkan terhadap yang
berhutang (Muqtaridh).
Contoh : Vina memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp 500.000 dan wajib
mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan uang ini tidak jelas
untuk apa.
2. Riba Jahiliyah
Adalah utang dibayar lebih dari pokoknya,karena si peminjam tidak mampu membayar
hutangnya tepat waktu yang ditentukan.

4
Contoh : Misalnya menukarkan emas bagus / baru dengan emas lama yang sama beratnya,
akan tetapi emas yang bagus baru dapat diterima setelah satu bulan dari waktu transaksi
dilaksanakan.

Misal lain: Bila A menukarkan uang kertas pecahan Rp 100.000,- dengan pecahan Rp.
1.000,- kepada B, akan tetapi B pada waktu akad penukaran hanya membawa 50 lembar
uang pecahan Rp. 1.000,- , maka sisanya baru dapat ia serahkan setelah satu jam dari saat
terjadinya akad penukaran, perbuatan mereka berdua ini disebut riba nasi’ah.

3. Riba Fadhl
Adalah pertukaran dengan barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan yaitu termasuk jenis barang ribawi. Riba Fadhl
tmbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya
(mitslan bi mistlin), sama kuantitasnya ( sawa-an bi sawa in) dan sama waktu
penyerahannya (yadan bin yadin).
Pertukaran jenis ini mengandung gharar , yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah pihak akan
masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidak jelasan ini akan menimbulkan tindak
zalim terhadap salah satu pihak , kedua pihak, dan pihak-pihak lain.
Dasar hukum riba fadhl adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari Muslim
: “Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir (padi lading) dengan syair, tamar (kurma) dengan kurma, garam dengan garam,
kecuali sama jenis dan kadarnya dan sama sama tunai. Barang siapa yang menambah atau
meminta tambah, maka sesungguhnya dia telah melakukan riba. (H.R. Bukhori dan
Ahmad)
Barang ribawi (yang terkena hukum riba)
1. Emas
2. Perak
3. Burr (Suatu jenis Gandum)
4. Sya’ir atau suatu jenis gandum
5. Kurma
6. Garam

5
Contoh: 2 kg gandum yang bagus ditukar dengan 3 kg gandum yang sudah berkutu.

6
4. Riba Nasi’ah

Menurut Satria Efendi Riba Nasi’ah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang
disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam
tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si
peminjam. Riba Nasi’ah ini terjadi dalam hutang piutang (Satria Efendi, 1988 : 147).

Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1 bulan jika
pengembalian lebih satu bulan maka ditambah Rp 1.000

Dalam kitam Fathul Mu’in, Riba dibagi 3 yaitu :

A. Riba Fadhal, yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar dua barang yang
sama jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah Riba Qordh yaitu jika dalam utang
kembali pada pihak pemberi utang.
B. Riba Yadh, yaitu jika salah satu dari penjual dan pembeli berpisah dari akad sebelum
serah terima
C. Riba Nasa’, yaitu mensaratkan pada penundaan penyerahan dua barang ma’qud
‘alaih dalam penukarannya (Jual Beli).

D. HUKUM RIBA
1. Hukum Riba dalam Al-Quran

Hukum riba dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yakni dilarang dan termasuk dari
salah satu perbuatan yang diharamkan. Namun proses pelarangan riba dalam Al-Quran tidak
diturunkan oleh Allah swt. sekaligus melainkan diturunkan dalam 4 fase, yakni (Syafi’i
Antonio, 2007 2-4).

A. Fase pertama Al-Quran Surat Ar-Rum : 39

7
39 (“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat
demikian”) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

B. Fase kedua Al-Quran Surat An-Nisa’ : 160-161

160. “Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dank arena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.

161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
dari padanya, dank arena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami
telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”)
C. Fase ketiga Al-Quran Surat Al-Imran : 130.

130. (“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”). Yang
dimaksud di sini ialah Riba Nasi’ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu
selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda.
D. Fase keempat Al-Quran Surat Al-Baqarah : 275-280

8
275. “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit jiwa (gila). Keadaan
mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
276. “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”.

9
277. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal soleh, mendirikan sholat
dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula mereka bersedih hati) ” .
278. “Hai orang-orang yang beriman , bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba
(yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman.”
279. “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rosulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula dianiaya).”
280. “Dan jika (orang yang berhutang ini) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.”

2. Hukum Riba dalam Al-Hadits.

Hakim meriwayatkan adri Ibnu Mas’ud bahwasanya Nabi saw. telah bersabda “Riba itu
mempunyai 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya), sama dengan orang yang berzina
dengan ibunya.” HR. Mutafakum ‘Alaihi

3. Hukum Memakan Riba, Penulis Administrasi Riba dan Saksi Riba


Dari Jabir RA. Ia berkata “Rosululloh saw. mengutuk orang yang memakan riba, orang
yang memberikan makan dari hasil riba, penulis dan saksinya, Rosululloh saw. bersabda
Mereka itu sama.” (HR. Muslim/Bulughul Maram : 853)

Bukhari juga meriwayatkan hadist semisal dari hadist Abu Juhaifah (HR Bukhari/
Bulughul maram 854)

“Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Bahwa Nabi Saw bersabda : “Riba itu ada 73 bab. Yang
paling ringan ialah seperti seorang lelaki menikahi ibunya dan riba yang paling berat ialah
mencemarkan kehormatan seorang muslim”. (HR. Ibnu Majah dengan singkat, Hakim
dengan cukup sempurna dan telah disahihkan . Bulughul maram 855).

“Tidak boleh ada dua akad dalam suatu akad jual beli. Sesungguhnya Rasulullah melaknat
pemakan riba,yang member makan orang lain dengan riba,dua saksinya , dan pecatatnya”.

10
(HR. Ibnu Hibban no. 1053, Al-Bazzar dalam Musnadnya no. 2016 dan Al-Marwazi dalam
As-Sunnah (159-161) dengan sanad hasan)

Kandungan Hadist diatas:

1. Melakukan riba dan membantu riba termasuk dosa besar


2. Pembantu riba ,yaitu penulis,saksi dan pemberi riba sama dosanya
3. Menganiaya kehormatan muslim mulia termasuk macam riba paling berat
4. Zina dengan muhrim termasuk dosa paling buruk ,paling besar dan paling menjijikan.

Hakikat larangan tersebut tegas ,mutlak , dan tidak mengandung perdebatan. Tidak ada
ruang bahwa riba hanya mengacu sekedar pinjaman dan bukan bunga,karena Nabi melarang
mengambil,meskipun kecil, pemebrian jasa atau kebaikan sebagai syarat pinjaman , sebagai
tambahan dari uang pokok.

E. KONSEP BUNGA BANK

Pengertian Bunga

Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest. Secara istilah sebagaimana
diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa interest is a charger for afinacial loan,
usually a presentage of the amount of loaned.bunga adalah tanggungan pada pinjaman
uang,yang biasanya dinyatakan dengan prosentase dari uang yang dipinjamkan . Pendapat
lain menyatakan interest itu sejumlah uang yang dibayar atau dikalkulasikan untuk
penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau
prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.

Berbeda dengan bunga (interest) dalam bahasa inggris riba lebih dikenal dengan “usury”
yang artinya “ the act of lending money at exorbitant or illegal rute of interest” tapi bila
disimpulkan dari sejarah masyarakat barat, terlihat jelas bahwa “interest” dan “usury” yang
dikenal saat ini pada hakikatnya sama. Keduanya berarti tambahan uang , umumnya dalam
presentase , istilah “usury” muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada zaman itu
sehingga pengusaha harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar.
(Muhammad , 2000: 146-147).

11
Bunga Bank dan Riba

Kemudharatan sistem bunga sehingga dikategorikan sebagai riba, antara lain adalah
(Muhammad,2000:146-147) :

1. Mengakumulasi dana untuk keuntungan sendiri


2. Bunga adalah konsep biaya yang digeserkan kepada penanggung berikutnya
3. Menyalurkan harta hanya kepada mereka yang mampu
4. Penanggung terakhir adalah masyarakat
5. Memandulkan kebijakan stabilitas ekonomi dan investasi
6. Terjadinya kesenjangan yang tidak aka nada habisnya.
Dalam uaraian diatas dapat dikatakan bahwa bunga sama halnya dengan riba nasi’ah
yang dalam al-Quran dan hadis telah dijelaskan .

F. Keputusan MUI Tentang Bunga Bank


Keputusan ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tanggal 16 Desember 2003 tentang
bunga (interest) terdiri atas empat bagian :
1. Pengertian bunga bank
2. Hukum bunga bank
3. Hukum ber mu’amalah dengan bank konvensional
4. Dasar-dasar penetapan fatwa.

Pengertian Bunga Bank


Bunga Bank adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang
diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok
tersebut, berdasarkan lamanya peminjaman (durasi) , dan diperhitungkan secara pasti diawal
secara prosentase.
Selanjutnya dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa riba adalah tambahan tanpa
imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan
sebelumnya. Ini adalah riba nasi’ah.

12
Hukum Bunga Bank
Dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai
bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi di zaman Nabi
Muhammad Saw , yakni riba nasi’ah.
Dengan demikian , praktek pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba,dan
haram hukumnya. Terdapat informasi sebagai lanjutan dari keputusan tersebut, yaitu bahwa
praktek pembungaan uang banyak dilakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Koperasi,
dan Lembaga Keuangan lainnya, termasuk juga dilakukan oleh orang orang tertentu secara
perorangan.

G. Bermuamalah Dengan Bank Konvensional


Ketiga, hukum ber mu’amalah dengan menggunakan bank konvensional. Dalam keputusan
tersebut masih ditetapkan dua hukum mengenai bermu’amalah dengan bank konvensional
yakni:
1. Bagi penduduk yang tinggal di daerah yang sudah terbentuk Lembaga Keuangan Syari’ah
; dan
2. Bagi penduduk yang tinggal didaerah yang belum terbentuk Lembaga Keuangan Syari’ah

Umat islam yang tinggal di suatu daerah yang sudah terbentuk Lembaga Keuangan
Syari’ah , tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang didasarkan pada perhitungan
bunga.
Dengan kata lain ,umat islam yang tinggal disuatu daerah yang sudah terbentuk Lembaga
Keuangan Syari’ah diharamkan melakukan transaksi dengan bank konvensional ; dan juga
diharamkan melakukan transaksi dengan orang lain dengan menggunakan perhitungan
bunga seperti yang dilakukan di bank bank konvensional.

Umat islam yang tinggal disuatu daerah yang belum terbentuk Lembaga Keuangan
Syari’ah diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di Lembaga keuangan konvensional
dengan alasan kepaksaan (al dharurat aw al hajat).

13
H. Dasar Landasan Keputusan MUI
Dengan demikian, keputusan fatwa MUI tentang keharaman bunga bank didasarkan pada
tiga argument pertama ,argument yang dikemukakan oleh para pakar fikih secara perorangan
; kedua pendapat ulama secara kolektif yang ditetapkan melalui institusi Islam
internasional ; dan ketiga , pendapat ulama Indonesia secara kolektif yang diputuskan dalam
berbagai lembaga fatwa ; DSN-MUI , Majlis Tarjih Muhammadiyah, dan Bahtdul masa’il
NU.

I. Hikmah Diharamkannya Riba


Islam dengan tegas pasti mengharamkan riba . hal ini untuk menjaga kemaslahatan hidup
manusia dari kerusakan moral (akhlak) , social dan ekonominya. Yusuf Qrdhawi dalam
Abdul Rahman Ghazali dkk menyebutkan tentang hikmah diharamkannya riba,diantaranya
adalah :

1. Riba mengambil harta orang lain tanpa hak


2. Riba dapat melemahkan kreatifitas manusia untuk berusaha atau bekerja, sehingga
manusia melalaikan perdagangannya. Hal ini memutuskan kreatifitas hidup manusia di
dunia. Hidupnya bergantung pada riba yang di perolehnya tanpa usaha , sehingga akan
merusak tatanan ekonomi.
3. Riba menghilangklan nilai kebaikan dan keadilan dalam utang piutang. Keharaman riba
membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat . Hal ini mengandung pesan
moral yang sangat tinggi.
4. Biasanya orang memberi utang adalah orang yang kaya dan orang yang berutang adalah
orang miskin. Mengambil kelebihan utang dari orang miskin sangat bertentangan dengan
sifat rahmah Allah SWT. Hal ini akan merusak sendi sendi kehidupan social (Abdul
Rahman Ghazali (dkk),2015:222).
Adapun Sayyid Sabiq berpendapat, diharamkannya riba karena didalamnya terdapat empat
unsur yang merusak yakni:
a) Menimbulkan permusuhan dan menghilangkan semangat tolong menolong . semua
agama terutma Islam sangat menyeru tolong menolong dan membenci orang yang

14
mengutmakan kepentingan sendiri dan egois serta orang yang mengekploitasi kerja
orang lain.
b) Riba akan melahirkan mental pemboros yang tidak mau bekerja ,menimbulkan
penimbunan harta tanpa usaha tak ubahnya seperti benalu (pohon parasit) yang
menempel dipohon lain. Islam menghargai kerja keras dan menghormati orang lain
yang suka bekerja dan menjadikan kerja sebagai sarana mata pencharian,menuntun
orang pada keahlian dan akan mengangkat semangat seseorang.
c) Riba sebagai salah satu cara menjajah
d) Islam menghimbau agar manusia memberikan pinjaman kepada yang memerlukan
dengan baik untuk mendapat pahala bukanmengekploitasi orang lemah (Sayid
Sabiq,2006:868).

Dampak negatif yang diakibatkan dari riba sebagaimana tersebut diatas sangat berbahaya
bagi manusia secara individu ,keluarga,masyarakat dan bangsa. Jika praktek riba ini tumbuh
subur di masyarakat ,maka terjadi sistem kapitalis dimana terjadi pemerasan dan
penganiayaan terhadap kaum lemah . orang kaya semakin kaya orang miskin semakin
miskin.

J. Cara Menghindari Riba Dalam Ekonomi Islam


Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya
perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil
bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari
unsur riba:
1. Wadiah atau titipan uang,barang dan surat berharga atau deposito.
2. Mudarabah adalah kerja sama anatara pemilik modal dengan pelaksanaan atas dasar
perjanjian profit dan loss sharing.
3. Syirkah (perseroan) adalah dimana pihak bank dan pihak pengusaha sama sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (join ventura).
4. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur.

15
5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa
bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan
penghargaan.
6. Menerapkan prinsip bagi hasil ,hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya,
maka yang dibagi adalah keuntungan yang didapat kemudian dibagi sesuai nisbah yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya adalah 60%:40% , maka
bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapatkan oleh pihak bank.

K. Manfaat Berekonomi Tanpa Riba


Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapannya memiliki manfaat yang
sangat besar bagi umat islam.
1. Umat islam bias menjalankan agamanya dalam bidang ekonomi yang pada gilirannya
menggiringnya kepada pengalaman islam secara utuh.
2. Menerapkan dan mengamalkan sistem ekonomi syariah mendapat dua keuntungan yaitu
duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa uang, keuntungan akhirat berupa
pahala ibadah melalui pengamalan syariah islam dan terhindar dari dosa riba.
3. Memajukan ekonomi islam lewat lemabag keuangan syariah,berarti umat islam
beruapaya mengentaskan kemiskinan.

L. Perbedaan antara Bank Syari’ah Dan Bank Konvensional


Dalam beberapa hal bank syariah dan bank konvensional memiliki persamaan,terutama
dalam sisi terutama dalam sisi teknis penerimaan uang , mekanisme transfer , teknologi
komputer yang digunakan,syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan ,proposal,laporan
keuangan dan sebagainy . Akan tetapi , terdapatnya perbedaan mendasar diantara keduanya.
Perbedaan ini menyangkut aspek legal , struktur organisasi , usaha yang dibiayai dan
lingkungan kerja (Muhammad Syafi’I Antonio ,2011:29).

1. Akad dan Aspek Legalitas


Dalam bank syariah ,akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi
karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar

16
kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum positif belaka ,tapi tidak demikian
bila perjanjian tersebut mempunyai pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.
Setiap akad dalam perbankan syariah ,baik dalam hal barang ,pelaku,transaksi, maupun
ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad,seperti hal-hal berikut: pertama, rukun
seperti (1) penjual (2) pembeli (3) barang (4) harga (5) ijab qabul. Kedua ,syarat yakni (1)
barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi
batal demi hukum syariah (2) Harga barang dan jasa harus jelas (3) Tempat penyerahan
(delivery) harus jelas karena akan berdampak pada baiaya transportasi . (4) Barang yang di
transaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan . Tidak boleh menjual sesuatu yg belum
dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.

2. Lembaga Penyelesaian sengketa


Berbeda dengan perbankan konvensional , jika pada perbankan syariah terdapat
perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya ,kedua belah pihak tidak
menyelesaikan di peradilan negri,tetapi penyelesainnya sesuai tata cara dan hukum materi
syari’ah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di
Indonesia dikenal dengan Badan Arbritase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang
didirikan bersama oleh kejaksaan agung Republik Indonesia dan MUI.

3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional ,misalnya
dalam hal komisaris dan direksi,tetapi unsur yang sangat membedakan antara bank syariah
dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas syariah yang bertgas
mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syari’ah.

4. Bisnis dan Usaha yang dibiayai


Dalam bank syariah,bisnis dan usaha yang dilksankan tidak terlepas dari saringan
syariah. Karena itu,bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di
dalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam bank syariah suatu pembiayaan tidak akan
disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok,diantaranya sebagai berikut: (1) apakah
obyek pembiayaan halal atau haram (2) apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk

17
masyarakat. (3) apakah proyek berkaitan perbuatan mesum/asusila. (4) apakah proyek
berdasarkan perjudian (5) apakah usaha itu berkaitan dengan industry senjata yang ilega;
atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuhan missal (6) apakah proyek dapat
merugikan syiar islam , baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Lingkungan kerja dan Corporate Culture


Sebuah bank syariah selayaknya mempunyai lingkungan kerja yang sejalan dengan
syari’ah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah,sidiq,harus melandasi setiap karyawan
sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu karyawan bank
syariah harus skillfull,professional dan mampu melaksanakan tugas secara team work
dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi.

6. Skema Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

No. BANK ISLAM BANK KONVENSIONAL

1. Melakukan investasi yang Investasi yang halal dan


halal saja haram

2. Berdasarkan prinsip bagi Memakai perangkat bunga


hasil, jual beli atau sewa

3. Profit dan falah oriented Profit oriented

4. Hubungan dengan nasabah Hubungan dengan nasabah


dalam bentuk kemitraan dalam bentuk debitor-debitor

5. Penghimpunan dan Tidak terdapat dewan sejenis


penyaluran dana harus
sesuai dengan fatwa

18
Dewan Pengawas Syari’ah
(DPS)

19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ditinjau dari materi yang telah kelompok kami susun, dapat disimpulkan bahwa “Riba”
berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan
persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba
secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-macam riba
yaitu: Riba Yad,Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional. Faktor-faktor yang
melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia kepada harta benda,
serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan,
imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba.

1. Macam-macam riba ada 4, yaitu :


4. Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).
5. Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang mempiutangi).
6. Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima).
7. Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu
pembayaran, dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau
harga yang dinaikan karena pembayaran tertunda.
2. Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di
antaranya pada:
a) QS. ar-Rum (30) : 39, QS.
b) an-Nisa' (4) : 160-161, QS.
c) Ali Imran (3) : 130, dan
d) Qs. Al-Baqarah (2) : 275-280.
3. Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan pertumbunhan ekonomi dan
membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual.
4. Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi ekonomi)
seperti resesi, depresi, inflasi dan pengangguran.

20
Daftar Pustaka
Ali, Zainuddin.,2008, Hukum perbankan Syari’ah, Jakarta, Sinar Grafika.
Dzulkifli , Sunarto., 2007, Perbankan syariah, Jakarta ; Zikrul Hakim.
Effendi , Satria., 1988, Riba Dalam Pandangan Fiqih, Kajian Islam Tentang Berbagai
masalah Kontemporer, Jakarta, Syahid Indah.
Ghazali, Abdul Rahman., 2015, Fiqih Muamalah,Jakarta,Prenadamedia.
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, 2000, Jogjakarta : UII Insani
press.
Safi’i, Muhammad Antonio., 2011, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema
Insani Press.
Sabiq , Sayid., 2006, Fiqih Al-sunnah, Beirut, Darul Fikri.
Sunarto Dzulkifli,Perbankan syariah,2007, Jakarta ; Zikrul Hakim,hal. 2-4.
http://islam-full.blogspot.co.id/2010/12/haramkah-jual-beli-emas.html
https://konsultasi.wordpress.com/2014/10/08/riba-pengertian-jenis-dan-contohnya/
https://almanhaj.or.id/4045-riba-nasi-ah-riba-fadhl-jual-beli-emas-lama-dengan-emas-
baru.html
http://www.kuliah.info/2015/05/pengertian-dan-perbedaan-bank.html
http://islamiwiki.blogspot.co.id/2013/11/pengertian-riba-hukum-dan-
bahayanya.html#.WET7PdJ97IU
http://pengusahamuslim.com/1834-tahukah-anda-apa-itu-riba-jahiliyah.html
http://trysutriani.blogspot.co.id/2014/12/makalah-riba-dalam-ekonomi-islam.html

21
BAB 4

Tanya Jawab

1. Bagaimana cara menghindari riba? (Anwar)


Jawab :
a. Harus melakukan akad terlebih dahulu sebelum melakukan pinjam meminjam
b. Paham hukum riba dan mengerti terlebih dahulu bahaya riba

2. Apakah makelar tanah termasuk riba atau tidak? (Trubus Triono)


Jawab :
Jika Komisi untuk makelar dibebankan pada harga yang mesti dibayar pembeli tanpa
sepengetahuan pemilik maka tidak diperbolehkan. Jika komisi bagi makelar dibebankan
pada pembeli dengan sepengetahuan si pemilik maka dibolehkan

3. Apa yang dimaksud dengan mencemarkan seorang muslim pada hadits “Dari Abdullah
bin Mas’ud ra. Bahwa Nabi Saw bersabda : “Riba itu ada 73 bab. Yang paling ringan
ialah seperti seorang lelaki menikahi ibunya dan riba yang paling berat ialah
mencemarkan kehormatan seorang muslim”. (HR. Ibnu Majah dengan singkat, Hakim
dengan cukup sempurna dan telah disahihkan . Bulughul maram 855). (Mulyanto)
Jawab :
Mencemarkan kehormatan seorang muslim disini diartikan bahwa setiap muslim
diharamkan untuk mencemarkan kehormatan seorang muslim lainnya, dikarenakan dapat
menimbulkan fitnah. Misal : Gossip atau menggunjing orang lain, mencemarkan nama
baik di sosial media dan kegiatan fitnah yang lain.

4. Mengapa pemberi riba dan yang melakukan riba dosanya sama? (Rian Syaiful Rohman)
Jawab :
Karena hakikat larangan tersebut tegas, mutlak dan tidak mengandung perdebatan. Tidak
ada ruang bahwa riba hanya mengacu sekedar pinjaman dan bukan bunga, karena Nabi
melarang mengambil, meskipun kecil pemberian jasa atau kebaikan sebagai syarat
pinjaman, sebagai tambahan dari uang pokok.

22

Anda mungkin juga menyukai