Anda di halaman 1dari 24

Aktualisasi Alquran dan Hadits untuk

Mewujudkan Masyarakat yang Berkeadilan

Makalah

(Tema: Y)

Ditujukan untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti

“INTERMEDIATE TRAINING (LK II) TINGKAT NASIONAL CABANG


BANDUNG”

Oleh:

Lailatus Syarifah

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

KOMISARIAT PERSIAPAN SAINTEK WALISONGO

CABANG SEMARANG

2018

1
Kata Pengantar
Puji beserta syukur kita panjatkan kepada Allah Swt. yang telah
melimpahkan segala karunianya yang sangat luas melebihi alam semesta raya
beserta seisinya. Tak ada yang mampu diucap selain dengan terus-menerus
bertasbih, bertahmid kepada-Nya. Berkat rahmat Allah Swt., penulis mampu
menyelesaikan penulisan makalah untuk memenuhi persyaratan intermediate
training (LK II) tingkat nasional yang akan dilaksanakan oleh Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandung.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda alam,


bapak suri tauladan serta sang revolusioner sejati yang telah membawa cahaya
terang pada tatanan dunia yang beberapa abad lalu diselimuti dengan gelapnya
krisis moral yang telah menjangkit bagian terkecil pojok dunia ini, yakni Nabi
Muhammad Saw., kepada keluarganya, sahabatnya, dan tak lupa pula kepada kita
selaku umatnya yang senantiasa taat pada ajarannya, semoga di hari akhir nanti
kita mendapat syfaat dari beliau. Amiin.

Akhirnya dengan kerja keras dan tetap bertawakkal kepada Allah Swt.
makalah yang berjudul “Aktualisasi Ajaran Alquran dan Hadits sebagai Tolak
Ukur untuk Mewujudkan Masyarakat yang Berkeadilan” dapat selesai tepat
waktu.

Saya sadar dalam makalah ini tentu sedikit banyaknya terdapat kesalahan
baik dari segi teknis maupun subtansinya. Namun harapannya, dengan tetap
mengharap ridha Allah semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan
diskusi lebih lanjut.

Semarang, 18 Juli 2018

Penulis

Ttd.

Lailatus Syarifah

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 7
A. Pengertian Gerakan Sosial ........................................................................ 7
B. Tipologi Gerakan Sosial ............................................................................ 8
C. Gerakan Feminisme ................................................................................... 9
D. Kesalahpahaman Barat Terhadap Konsep Kesetaraan ....................... 11
E. Konsep Keadilan dalam Perspektif al-Quran dan Hadits. .................. 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19
A. Kesimpulan ................................................................................................... 19
B. Rekomendasi............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan sosial (social movement) era sekarang semakin
diyakini sebagai alat penting untuk mewujudkan perubahan dalam
masyarakat. Terutama ketika terjadi permasalahan yang kompleks
yang memang benar-benar membutuhkan sebuah revolusi. Sehingga
gerakan sosial pun menjadi hal yang dipandang perlu untuk
menyelesaikannya. Gerakan sosial sebenarnya sudah cukup lama telah
menjadi diskursus tersendiri pada level akademik. Di berbagai
universitas di negara maju, gerakan sosial bahkan sudah menjadi
program studi atau jurusan tersendiri.1
Ini menandakan bahwa gerakan sosial baik pada teori maupun
praktiknya telah berkembang pesat. Begitupula pola yang berkembang.
Banyak sekali ahli yang menyumbangkan pemikirannya untuk bidang
ini. Misalnya saja Macionis, Spencer, Locher, Klandermans, Greene
dan lain sebagainya. Dengan banyaknya referensi dari para ahli, maka
akan semakin mendalam pembahasan dalam studi gerakan sosial.2
Feminisme merupakan salah satu gerakan sosial baru yang
sudah lama menjadi perbincangan hangat di Barat. Ketidakadilan
perlakuan antara laki-laki dan perempuan terus menjadi diskusi rutinan
para feminis Barat. Hingga munculah sebuah paradigma baru berkaitan
dengan penuntutan kesetaraan laki-laki dan perempuan di Barat yang
dipelopori oleh beberapa feminis pada akhir abad ke-18. Feminisme
merupakan sebuah gerakan yang menuntut emansipasi atau kesamaan
dan keadilan hak dengan laki-laki. Istilah ini mulai digunakan pada
tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan

1
Oman Sukmana, Konsep dan Teori Gerakan Sosial, (Malang: Instrans Publishing,
2016), hal. ix.
2
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2015), hal. 212.

4
serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Waktu itu
munculah sebuah nama seorang feminis (tokoh dari gerakan
feminisme) yang menyuarakan kritikan keras terhadap Revolusi
Prancis yang dianggap lebih berpihak kepada laki-laki daripada
perempuan.
Pada awalnya gerakan feminis ini diarahkan kepada tujuan
politis Gerakan Perempuan, yakni agar dihapuskannya marginalisasi
dan subordinasi terhadap perempuan dalam wilayah kultural maupun
sosial.
Kaum feminis menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan
antara laki-laki dan perempuan adalah bersifat alamiah dan tidak bisa
dihapuskan.3 Mereka tidak setuju apabila posisi perempuan selalu
dinomorduakan dan selalu dianggap makhluk lemah. Dominasi laki-
laki dalam berbagai bidang mengakibatkan perempuan menjadi
makhluk nomor dua yang hanya berposisi sebagai objek, dan tidak bisa
mengembangkan potensi dalam diri mereka.
Sehingga berdasar alasan tersebut, para aktivis feminisme
menuntut berbagai macam hak. Seperti hak dalam bidang pendidikan,
ekonomi, sosial dan politik. Namun, tampaknya orang Barat salah
paham dalam menyikapi tuntutan kesetaraan jender (gender equality)
yang mereka lakukan.
Alasannya yang mereka tuntut adalah kesamaan dalam hal
apapun, tidak ada yang namanya pembagian peran antara perempuan
dan laki-laki. Selain itu, istilah yang digunakan adalah “kesetaraan”,
yang mempunyai kata dasar “setara” yang artinya sejajar, sama
tingkatnya, sepadan, dan seimbang (KBBI). Padahal dalam kehidupan
sehari-hari, ada kodrat alamiah yang tidak bisa dipertukarkan antara

3
Stevi Jackson dan Jackie Jones, Pengantar Teori-Teori Feminis Kontemporer,
(Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2009), hal. 1.

5
laki-laki dan perempuan.4 Oleh karena itu, terdapat kesalahpahaman di
sini yang perlu dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gerakan sosial?
2. Apa saja tipologi gerakan sosial?
3. Bagaimana konsep gerakan feminisme?
4. Bagaimana kesalahpahaman paradigma Barat tentang konsep
kesetaraan?
5. Bagaimana konsep keadilan menurut perspektif al-Quran dan
hadits?

4
Alfian Rohmansyah, Pengantar Gender dan Feminisme: Pemahaman Awal Kritik
Sastra Feminisme, (Yogyakarta: Garudhawaca, 2016), hal. 7-8.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gerakan Sosial


Gerakan sosial (bahasa Inggris: social movement) adalah aktivitas
sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan
kelompok informal yang berbentuk organisasi, berjumlah besar atau
individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau
politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah
perubahan sosial.
Menurut pendapat Macionis, social movement adalah aktivitas yang
diorganisir yang tujuannya adalah untuk mendorong atau menghambat
suatu perubahan sosial (encourages or discourages social change).
Gerakan sosial merupakan tipe paling penting dari perilaku kolektif
(collective behavior). Gerakan sosial bukan hanya sekedar gerakan biasa,
namun di dalamnya berisi pertentangan-pertentangan antara pihak
penentang dan pihak elite.5 Tindakan mereka yang menentang status quo,
wewenang, dan kebijakan pihak elite pun kadang sering dicekal, sehingga
sebagian gerakan sosial ini ada yang bertahan dalam waktu lama atau
bahkan tidak bertahan sama sekali.6
Namun kiranya, perlu dicatat bahwa gerakan sosial berbeda dengan
“gerakan politik” meskipun pada ranah yang berlainan keduanya memiliki
benang merah yang begitu erat dan tak terpisahkan. Gerakan sosial
umumnya lahir atas inisiatif beberapa individu atau kolektif dalam
masyarakat, misalnya kaum intelektual, cendekiawan, kelompok atau
organisasi yang memiliki kesadaran dan kepekaan tinggi terhadap
masyarakat dan lingkungannya. Jadi, gerakan ini bersifat independen dan
tidak bergantung pada pihak manapun, termasuk pemerintah.

5
Oman Sukmana, Konsep dan Teori Gerakan Sosial, (Malang: Instrans Publishing,
2016), hal. 4.
6
Ibid, hal. 5.

7
Namun, ada kalanya pula ketika elit pemerintahan berbalik arah dan
menggandeng masyarakat untuk melakukan perubahan, dapat
dikategorikan sebagai bentuk gerakan sosial mengingat keterlibatan sipil
di dalamnya.
Tetapi yang perlu diingat, ketika ada sekelompok masyarakat yang
mengatasnamakan partai tertentu di jalanan tidaklah dapat disebut sebagai
gerakan sosial mengingat ter-integrasi mereka dalam sistem politik secara
tak langsung.
B. Tipologi Gerakan Sosial
Menurut Spencer, berdasarkan tujuannya gerakan sosial dibagi
menjadi tujuh, yaitu:
a. Revolutionary Movement (Gerakan Revolusi), merupakan
tipe gerakan sosial yang dramatis, yang berusaha
menggulingkan otoritas atau dalam hal ini pemerintah yang
sudah berkuasa, apabila diperlukan bisa juga dengan
kekerasan, misalnya gerakan bersenjata.
b. Reform Movement (Gerakan Reformasi), ditujukan untuk
mengoreksi atau memperbaiki persoalan-persoalan yang
muncul, misalnya gerakan pemenuhan hak-hak sipil.
c. Reactionary Movement (Gerakan Reaksi), suatu gerakan
yang menginginkan agar kehidupan dikembalikan kepada
tatanan masa lalu, karena tatanan yang sekarang dianggap
tidak lebih baik bahkan cenderung memburuk.
d. Conservative Movement (Gerakan Konservatif), yaitu suatu
gerakan yang sederhana yang ditujukan untuk menjaga
nilai-nilai yang sudah berkembang. Misalnya saja gerakan
penentangan penyebarluasan makanan transgenik yang
dinilai dapat membahayakan kesehatan masyarakat di
dunia, karena dikhawatirkan akan menimbulkan
munculnya gen virus baru yang belum ada penangkalnya.

8
e. Utopian Movement (Gerakan Utopia), merupakan suatu
gerakan yang bertujuan jangka panjang, gerakan yang
menginginkan suatu tipe masyarakat yang berbeda dari tipe
yang sekarang. Misalnya saja ingin membangun suatu
komunitas yang di dalamnya berisi orang-orang yang
menjunjung tinggi kesamaan dan toleransi.
f. Religious Movement (Gerakan Religius), merupakan suatu
gerakan yang mempunyai tujuan mistis. Misalnya saja
gerakan revolusi yang dilakukan oleh gereja.
g. Ethnic or nationalistic Movement (Gerakan
Etnis/Nasionalis), tipe gerakan ini sangat penting dalam
membuat perubahan di seluruh dunia.7 Misalnya saja
adanya gerakan daerah yang ingin melepaskan diri dari
Indonesia, seperti GAM, Gerakan Papua Merdeka, dan
kasus Timor Leste.

C. Gerakan Feminisme
Feminisme merupakan salah satu gerakan sosial yang
menginginkan adanya perubahan secara besar-besaran, terutama dalam
berbagai macam hal yang dianggap menyimpang oleh sebagian kaum
feminis.
Istilah feminisme berasal dari bahasa latin (femina=woman), yang
berarti memiliki sifat-sifat wanita. Kata feminisme digunakan untuk
menunjuk suatu teori persamaan kelamin (sexual equality) antara laki-
laki dan perempuan serta untuk menunjuk pergerakan bagi hak-hak
perempuan, istilah ini digunakan sebagai pengganti dari womanism
yang lahir pada tahun 1980-an. Istilah feminisme pertama kali
dipergunakan pada tahun 1985 dan sejak saat itu makin luas
penggunaannya.

7
Ibid, hal. 18.

9
Menurut Maggie Humm, feminisme adalah sebuah ideologi
pembebasan perempuan, karena perempuan mengalami ketidakadilan
disebabkan jenis kelamin yang dimilikinya. Konteks ini kemudian
berkembang seiring perkembangan zaman, salah satunya mencakup
perihal keyakinan dalam kesetaraan sosial, ekonomi, dan politik dari
jenis kelamin. Yang paling mendominasi dalam sistem struktural salah
satunya adalah kentalnya budaya patriarkhi dalam ranah domestik
telah membuka mata para perempuan untuk memperjuangkan hak-
haknya. Dimana perempuan hanya dijadikan sebagai kanca wingking
(teman belakang, Jawa) dan bukan dijadikan sebagai partner yang
berada di samping. Begitu pula dalam ranah dunia kerja misalnya,
posisi perempuan dalam pasar tenaga kerja dibayar lebih rendah
daripada laki-laki, perempuan cenderung dipusatkan pada pekerjaan
yang lebih terbatas dan lebih sering dipekerjakan paruh waktu. Selain
itu, perempuan umumnya lebih terlibat dalam urusan domestik yang
cenderung tidak dibayar.8 Bahkan menurut J. Kelly, umumnya ahli
sejarah mengabaikan peran perempuan di situ, umumnya mereka
hanya membahas mobilitas laki-laki saja.9
Tetapi jika ditelisik lebih mendalam, feminisme dapat dikatakan
sebagai bentuk perubahan sosial dan bentuk perlawanan sosial, atau
bahkan feminisme merupakan gabungan dari kedua bentuk tersebut.
Jika dianalisis, konsep feminisme sesungguhnya berkaitan dengan
proses perubahan sosial perempuan, dengan kata lain feminisme
merupakan sebuah gerakan yang memiliki tujuan untuk mendapatkan
kesetaraan dan kedudukan hak yang sama dengan laki-laki.
Feminisme bukan sekedar bentuk perlawanan atau merasa
superioritas terhadap laki-laki, melainkan bentuk perlawanan pada
tatanan sosial yang menganggap bahwa laki-laki memiliki derajat yang
lebih tinggi. Feminisme hadir untuk mendobrak sistem sosial yang di
8
Ibid, hal. 26.
9
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2015), hal. 73.

10
mana laki-laki memiliki kekuasaan penuh atau mendominasi terhadap
perempuan. Sistem dominasi laki-laki atas perempuan biasa dikenal
sebagai bentuk “Patriarki.” Intinya ialah gerakan feminisme bertujuan
untuk membuat perubahan akan ketidakadilan sistem sosial, bahwa
laki-laki dan perempuan sejatinya memiliki hak yang sama, maka dari
itu sesungguhnya goals dari gerakan feminisme adalah equality atauk
kesetaraan.10
D. Kesalahpahaman Barat Terhadap Konsep Kesetaraan
Konsep feminisme mulai muncul di Barat pada sekitar abad ke-
18, dengan ditandai munculnya Mary Wollstonecraft melalui
tulisannya yang berjudul A Vindication of The Rights of Woman, yang
dianggap sebagai salah satu karya tulis feminis awal yang berisi kritik
terhadap Revolusi Prancis yang hanya berlaku untuk laki-laki namun
tidak untuk perempuan. Kemudian setelah itu banyak bermunculan
feminis-feminis lain yang bersuara untuk memperjuangkan kesetaraan
jender. Tetapi setelah ditelisik lebih dalam, sebenarnya yang mereka
tuntut adalah keadilan perlakuan atau pemberian hak yang sama antara
laki-laki dan perempuan. Namun, dalil yang mereka gunakan
umumnya ditujukan untuk menolak agama, yang menurut mereka
lebih berpihak kepada laki-laki. Hal ini wajar saja terjadi, karena
paradigma berpikir orang Barat yang memang telah terdoktrin untuk
menjadi liberal dan tidak percaya akan kebenaran agama.
Namun, karena cara berpikir mereka yang liberal tadi
menyebabkan kesewenang-wenangan mereka untuk menyebut istilah-
istilah yang mereka gunakan tanpa memperhatikan makna, baik secara
kontekstual maupun literal.11
Istilah “keadilan” dan “kesetaraan” selalu dipakai oleh para
feminis secara bersama dalam satu tujuan, yaitu menghilangkan

10
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), hal.78, 97, 114.
11
Muchtar Lintang, Kuliah Islam tentang Ethika dan Keadilan Sosial, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1976), hal. 75.

11
ketimpangan jender. Akan tetapi, sebenarnya istilah “adil” dan “setara”
adalah dua kata yang berbeda yang tidak mempunyai koherensi makna.
Sehingga akan menjadi rancu jika para feminis secara bersamaan
memakai dua kata itu untuk menyerang dan menyatakan
ketidaksetujuannya pada konsepsi keagamaan mengenai jender.
Keadilan menurut Ali bin Abi Thalib adalah menempatkan
sesuatu pada tempatnya secara proporsional. Sedangkan kesetaraan
adalah membuatnya sama secara absolut tanpa melihat porsi
subjeknya. Padahal dapat kita lihat bahwa laki-laki secara fisik-
biologis (seks) berbeda dengan perempuan. Dan perbedaan seks-
biologis itu secara alamiah ikut mempengaruhi sifat-sifat
seksualitasnya, sehingga muncullah istilah maskulin untuk laki-laki
dan feminim untuk perempuan. Maka konsekuensi dari perbedaan seks
antara keduanya juga akan berimplikasi pada peran kerja dan
fungsionalitas yang saling berbeda pula.
Memang ketika kita melihat adanya perbedaan itu dapat
disimpulkan ada ketidaksetaraan di dalamnya. Namun, disitulah letak
keadilan jender. Dapat kita analogikan dengan dua botol yang tidak
sama tingginya, yang kemudian diisi dengan air sampai penuh, maka
volumenya memang tidak sama tetapi tetap sama-sama penuh, itulah
keadilan, meletakkan sesuatu pada porsinya masing-masing. Lain
halnya dengan kesetaraan, ketika kita bersikeras ingin menyamakan
volume antara keduanya, maka hal tersebut adalah sebuah kesia-siaan.
Dari pernyataan tersebut, dapat kita lihat bahwa ada
kesalahpahaman Barat terhadap konsep kesetaraan dan keadilan.
Penggunaan istilah kesetaraan jender rupanya bukan istilah yang tepat
untuk mengungkapkan gagasan mereka terhadap ketimpangan jender.
Sehingga konsep tersebut perlu diluruskan, bahwa yang benar adalah
istilah “keadilan jender”. Lalu, mengapa bisa terjadi kesalahan dalam
pandangan Barat tentang konsep jender yang mereka maksudkan? Hal
tersebut terjadi karena yang menjadi tolak ukur kebenaran mereka

12
adalah akal. Sedangkan akal hanya bisa menilai yang terlihat dan
bersifat empiris saja, tidak bisa melihat suatu permasalahan lebih
mendetail. Padahal dalam kehidupan ini yang menjadi tolak ukur
kebenaran adalah wahyu, yang berupa Alquran dan hadits karena
sebagai hudan wa rahmatan lil „alamiin.
E. Konsep Keadilan dalam Perspektif al-Quran dan Hadits
Tuduhan paradigma Barat menyebutkan bahwa agamalah
pencetus adanya budaya patriarkhi yang menyebabkan perempuan
dijadikan bawahan laki-laki. Sehingga mereka berkesimpulan bahwa
agama telah memperlakukan perempuan secara tidak adil. Hal ini
tentulah bertentangan dengan ajaran agama yang dibawa oleh para
Nabi, yang sejatinya berperan untuk menciptakan keadilan dan
menjaga perdamaian dunia.
Namun, para aktivis Barat ini memperumit gambaran itu lebih
lanjut dengan memberikan interpretasi apologis bagi ayat-ayat Alquran
yang tampaknya menetapkan diskriminasi tak terhindarkan terhadap
perempuan. Lagi-lagi orang Barat salah dalam memahami paradigma
berpikir orang Islam yang berlandaskan Alquran dan hadits. Hal ini
terjadi karena mereka tidak mengkaji Alquran secara mendalam,
namun hanya dilihat kulit luarnya saja. Sehingga pemahaman mereka
pun keliru. Karena jika kita mengkaji ayat-ayat Alquran sendiri-sendiri
dan terpisah dari konteks historis dan sosialnya, kita menemukan ada
kontradiksi dan terkadang menemukan pesan ganda di dalamnya.12
Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam tentang masalah ini.
Salah satu tema utama dan sekaligus menjadi prinsip pokok
dalam ajaran agama Islam adalah persamaan antara manusia tanpa
mendiskriminasikan perbedaan jenis kelamin, negara, bangsa, suku
dan keturunan: semuanya berada dalam posisi sejajar. Perbedaan yang
menggarisbawahi dan kemudian dapat meninggikan dan merendahkan

12
Mai Yamani, Feminisme dan Islam, (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2000), hal.
110.

13
kualitas seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketaqwaan kepada
Allah. Seperti firman Allah Swt. dalam surat al-Hujurat ayat 13:

‫وًب َوقَ بَائِ َل لِتَ َع َارفُوا ۚ إِ َّن‬ ِ


‫َّاس إِ ََّّن َخلَ ْقنَا ُك ْم م ْن ذَ َك ٍر َوأُنْ ثَ ٰى َو َج َعلْنَا ُك ْم ُشعُ ا‬
ُ ‫ََي أَيُّ َها الن‬
ِ ِ‫اَّللَ َعل‬ َِّ ‫أَ ْكرم ُكم ِع ْن َد‬
ٌ َّ ‫اَّلل أَتْ َقا ُك ْم ۚ إِ َّن‬
ٌ‫يم َخبي‬ ْ ََ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dari ayat di atas dipahami bahwa Islam menunjunjung tinggi
keadilan, kesejajaran, dan menolak segala diskriminasi atas jenis
kelamin. Islam menempatkan perempuan sama dengan laki-laki, yang
diukur menurut Allah hanyalah tingkat kualitas taqwa. Islam
memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama, tanpa ada
perbedaan. Namun yang perlu digarisbawahi adalah kodrat antara
perempuan dan laki-laki yang tidak mungkin dipertukarkan.
Pandangan Islam memandang keadilan antara laki-laki dan wanita,
bukan kesetaraan. Konsep kesetaraan bertolak belakang dengan prinsip
keadilan. Karena adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya,
memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Sementara
kesamaan adalah menyetarakan antara dua hal tanpa adanya
perbedaan.
Selain itu Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Syaibah dari Hasan ra.:

‫لعن من الرجال املتشبه ًبلنساء ولعن من النساء املتشبهة املرتجلة‬

“Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita demikian pula


wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki”.

14
Dari hadits tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan
antara perempuan dan laki-laki dalam masalah hukum menyerupai.
Namun, untuk menetapkan hukum tersebut ada indikator tertentu yang
membolehkannya dan tentu hal itu berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Dan inilah yang dinamakan adil, yaitu menetapkan hukum
sesuai dengan porsi masing-masing. Bahkan dalam suatu hadits, Nabi
sangat menghormati dan memuliakan perempuan, terutama Ibu.
Karena dari rahimnya lah lahir seorang yang hebat, seorang pemimpin
umat Islam bahkan umat seluruh alam. Oleh karena itu, tidak
sepatutnya orang Barat meng-judge agama, terutama Islam sebagai
pencetus adanya diskriminasi pada perempuan.
Paham kesetaraan jender yang mendasarkan pada ideologi
liberalisme Barat pada dasarnya berpijak pada prinsip kebebasan
mutlak dan tak terkendali dalam pemikiran, agama, keyakinan,
keilmuan, bicara, pers, dan politik. Sehingga pada gilirannya akan
membawa dampak yang mengikis habis peran agama dalam kehidupan
pribadi dan sosial. Sebab dampak terbesar dari liberalisme adalah
penghapusan hak Tuhan dan semua bentuk kekuasaan yang berasal
dari Tuhan, selain itu juga menjauhkan agama dari kehidupan publik
dan memindahkannya ke ruang privat dalam keyakinan seseorang.
Kitab suci al-Qur‟an banyak menyebutkan masalah keadilan itu
dalam berbagai konteks. Selain perkataan “adil” („adl), untuk makna
keadilan, al-Qur‟an juga menggunakan istilah “qisth” dan “wasth”.
Para ahli tafsir juga ada yang memasukkan sebagian pengertian dari
kata “mizan” ke dalam pengertian “‟adl”. Tetapi semua pengertian itu
bertemu dalam suatu ide umum sekitar “sikap tengah yang
berkesinambungan dan jujur.”

15
Salah satu firman Ilahi tentang keadilan adalah pada surat an-
Nahl ayat 90:

‫ش ِاء َوال ُْم ْن َك ِر َوالْبَ غْ ِي ۚ يَِعظُ ُك ْم‬


َ ‫ان َوإِيتَ ِاء ِذي الْ ُق ْرَ َٰب َويَ ْن َه ٰى َع ِن الْ َف ْح‬
ِ ‫اْلحس‬ ِ ِ َّ ‫إِ َّن‬
َ ْ ِْ ‫اَّللَ ََي ُْم ُر ًبل َْع ْدل َو‬
‫ل ََعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُرو َن‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Salah satu makna “adil” adalah “tengah” atau “pertengahan”,
yaitu makna etimologisnya dalam bahasa Arab. Dalam makna ini pula
“‟adl” itu sinonim dengan kata “wasth” yang darinya terambil kata
pelaku “wasith” (dalam bahasa Indonesia menjadi “wasit”) yang
artinya adalah “penengah” atau “orang yang berdiri di tengah” yang
menunjukkan sikap keadilan di dalamnya. Selain itu, kata “adil” juga
sinonim dengan kata “inshaf” (berasal dari kata “nishf” yang artinya
“setengah”), dan orang yang adil disebut “munshif”. Dari “inshaf”
itulah terbentuk kata “insaf” dalam bahasa Indonesia yang berarti
“sadar”, karena memang orang yang adil, yang sanggup berdiri di
tengah tanpa condong ke pihak manapun, adalah orang yang
menyadari persoalan secara menyeluruh, sehingga keputusan yang
diambilnya itu menjadi tepat dan benar.
Dari pendekatan kebahasaan tadi sudah cukup jelas apa yang
dimaksud dengan “adil” dan “keadilan” dalam ajaran agama Islam.
Tentu saja makna keadilan yang sebenarnya lebih luas dan rumit
daripada makna secara bahasa. Menurut Murtadla al-Muthahhari,
terdapat empat pengertian pokok tentang adil dan keadilan:
Pertama, keadilan mengandung arti perimbangan atau keadaan
seimbang (mawzun, balanced), tidak pincang. Maksudnya adalah
bahwa setiap bagian harus berada dalam ukuran dan hubungan yang
tepat. Ini berarti keadilan tidak menuntut persamaan, karena yang

16
terpenting adalah ketepatan antara masing-masing bagian tersebut,
sehingga tercapai tujuan dengan baik. Kedua, keadilan mengandung
makna persamaan (musawah, egalite) dan tiada diskriminasi dalam
bentuk apapun. Jadi, perlakuan yang diberikan kepada masing-masing
bagian adalah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Ketiga,
keadilan tidak akan tercapai dengan utuh apabila kita tidak
memperhatikan maknanya sebagai pemberian hak-hak kepada orang
yang mempunyai hak tersebut. Maka, kita disebut zalim apabila
melakukan perampasan hak terhadap orang yang berhak. Kemudian
yang keempat adalah Keadilan Tuhan, berupa kemurahannya dalam
melimpahkan rahmat kepada hamba-Nya sesuai dengan kadar yang
mampu dipikul oleh hamba-Nya.13
Kemudian untuk mewujudkannya dalam zaman modern ini,
dibutuhkan adanya pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasar keadilan
yang relevan dengan kondisi sekarang. Dengan memahaminya, akan
mempermudah kita dalam menemukan konsep dan kaidah-kaidahnya,
serta menemukan solusi dari suatu permasalahan.14 Kegagalan dalam
memahaminya akan berakibat pada kegagalan melaksanakan keadilan
itu sendiri. Apalagi di era modern ini, sering terjadi percekcokan antara
kapitalisme Barat dengan sosialisme Timur. Oleh karena itu, sebagai
umat Muslim kita ditakdirkan sebagai umat penengah, penegak
keadilan di antara keduanya. Seperti firman Allah dalam al-Baqarah
ayat 143:

ۗ ‫ول َعلَْي ُك ْم َش ِهي ادا‬


ُ ‫الر ُس‬ ِ ‫ك َج َعلْنَا ُك ْم أ َُّمةا َو َسطاا لِتَ ُكونُوا ُش َه َداءَ َعلَى الن‬
َّ ‫َّاس َويَ ُكو َن‬ َ ِ‫َوَك َٰذل‬

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),


umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas

13
Nurcholish Majid, Islam dan Doktrin Peradaban, (Jakarta: PARAMADINA, 2005),
hal. 506-514.
14
Sayyid Qutb, Keadilan Sosial dalam Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1984), hal. 24.

17
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu.”
Maka sebagai umat penengah, kaum Muslim juga diharapkan
menjadi umat yang senantiasa menjaga keadilan, sesuai dengan apa
yang telah digariskan oleh agama Islam, yaitu sebagai agama yang
rahmatan lil „alamin.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gerakan sosial (bahasa Inggris: social movement) adalah aktivitas
sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan
kelompok informal yang berbentuk organisasi, berjumlah besar atau
individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau
politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah
perubahan sosial.
Menurut Spencer, ada tujuh macam gerakan sosial berdasarkan
tujuannya, yaitu gerakan revolusi, gerakan reformasi, gerakan reaksi,
gerakan konservatif, gerakan utopia, gerakan religius, dan gerakan
etnis/nasionalis.
Salah satu contoh gerakan sosial adalah gerakan feminisme. Gerakan
ini termasuk gerakan revolusi karena dia ingin mengubah pandangan
masyarakat terhadap perempuan. Maggie Humm mengatakan bahwa
feminisme adalah sebuah ideologi pembebasan perempuan, karena
perempuan mengalami ketidakadilan disebabkan jenis kelamin yang
dimilikinya. Konteks ini kemudian berkembang seiring perkembangan
zaman, salah satunya mencakup perihal keyakinan dalam kesetaraan
sosial, ekonomi, dan politik dari jenis kelamin. Sehingga tujuan
sebenarnya dari gerakan ini adalah gender equality.
Namun, terdapat kesalahpahaman paradigma Barat terhadap konsep
kesetaraan jender ini. Umumnya mereka menggunakan istilah “keadilan”
dan “kesetaraan” secara bersamaan, padahal tidak ada koherensi makna
antara keduanya. Karena keadilan menurut Ali bin Abi Thalib adalah
menempatkan sesuatu pada tempatnya secara proporsional. Sedangkan
kesetaraan adalah membuatnya sama secara absolut tanpa melihat porsi
subjeknya.
Jadi, ada kesalahpahaman Barat terhadap konsep kesetaraan dan
keadilan. Penggunaan istilah kesetaraan jender rupanya bukan istilah yang

19
tepat untuk mengungkapkan gagasan mereka terhadap ketimpangan
jender. Sehingga konsep tersebut perlu diluruskan, bahwa yang benar
adalah istilah “keadilan jender”. Kesalahpahaman tersebut terjadi karena
yang menjadi tolak ukur kebenaran mereka adalah akal. Sedangkan akal
hanya bisa menilai yang terlihat dan bersifat empiris saja, padahal sumber
kebenaran adalah wahyu, yang berupa Alquran dan hadits.
Dan lebih jelasnya lagi, Allah Swt. telah berfirman dalam surat al-
Hujurat ayat 13 yang berisi tentang kesamaan antara laki-laki dan
perempuan. Begitupula hadits Nabi Muhammad yang begitu menghormati
dan memuliakan perempuan, terutama Ibu. Karena dari seorang Ibu-lah
lahir pemimpin-pemimpin umat dan bangsa yang cerdas dan bijaksana,
seperti para Nabi dan utusan-Nya.
Dalam kitab suci al-Qur‟an telah banyak disebutkan perintah untuk
berbuat adil dan menegakkan keadilan. Keadilan artinya adalah
memberikan hak kepada yang berhak. Selain itu, dalam memberikan hak
juga harus sesuai dengan porsi masing-masing agar tidak terjadi
ketimpangan di dalamnya. Sebagai kaum Muslim, kita ditakdirkan untuk
menjadi penengah antara dua kubu yang bertolak belakang, tidak boleh
condong kepada salah satu pihak. Oleh sebab itu, penting bagi kaum
Muslim memahami makna keadilan, baik secara tekstual maupun
kontekstual. Dengan demikian, akan tercipta masyarakat yang berkeadilan
yang berlandaskan al-Qur‟an dan hadits.
B. Rekomendasi
Suatu hari, Imam Ali sedang menjahit sepatunya. Setelah selesai,
sambil menunjuk ke arah sepatu itu, beliau bertanya kepada Ibnu Abbas,
“Berapa harga sepasang sepatu ini?” Ibnu Abbas menjawab, “Harga sepatu
yang sudah kumal seperti ini tidak lebih dari setengah Dirham”. Imam Ali
as mengatakan, “Demi Allah, sepatu ini jauh lebih berharga bagiku
dibanding jabatan khilafah, kecuali jika dengan khilafah ini aku dapat
menegakkan keadilan dan menumpas kebatilan”. Begitu pentingnya
keadilan bagi beliau.

20
Setiap orang harus selalu menjujung tinggi keadilan serta
menegakkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena itu tugas utama
pokok manusia adalah menegakkan keadilan. Adil terhadap diri, keluarga
dan masyarakatnya. Untuk berlaku adil, bisa dimulai dari diri sendiri,
misalnya tidak membiarkan waktu terbuang sia-sia. Janganlah kalian
berlaku tidak adil terhadap orang lain. Karena dengan berlaku adil akan
mencapai ketentraman dan kemakmuran antar sesama manusia.

21
DAFTAR PUSTAKA
Burke, Peter. 2015. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jackson, Stevie dan Jackie Jones.2009. Pengantar Teori-Teori Feminis
Kontemporer. Yogylibeakarta: Percetakan Jalasutra.
Lintang, Muchtar. 1976. Kuliah Islam tentang Ethika dan Keadilan Sosial.
Jakarta: Bulan Bintang.
Majid, Nurcholish. 2005. Islam dan Doktrin Peradaban. Jakarta: Paramadina.
Sukmana, Oman. 2016. Konsep dan Teori Gerakan Sosial. Malang: Instrans
Publishing.
Qutb, Sayyid. 1984. Keadilan Sosial dalam Islam. Bandung: Penerbit Pustaka
Rohmansyah, Alfian. 2016. Pengantar Gender dan Feminisme: Pemahaman
Awal Kritik Sastra Feminisme. Yogyakarta: Garudhawaca.
Yamani, Mai. 2000. Feminisme dan Islam. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

22
FORMULIR PENDAFTARAN
INTERMEDIATE TRAINING (LK II) TINGKAT NASIONAL
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG BANDUNG

“ Dengan mengucapkan BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIM


Bahwa apa yang saya isi dalam formulir di bawah ini adalah BENAR adanya.”
A. INFORMASI DIRI
Nama Lengkap : Lailatus Syarifah
Panggilan : Ifah Jenis Kelamin : L P√
Kota Kelahiran : Batang Tanggal Lahir : 15 Agustus 1999
Status :  Nikah / √ Belum Nikah
Alamat Asal : Dk. Kemiri Selatan, Ds. Kemiri Barat, Kec. Subah, Kab. Batang, RT 04 RW 02

Alamat Domisili : Jalan Tanjungsari Barat 1, Kel. Tambakaji, Kec. Ngaliyan, Kota Semarang,
RT 07 RW 05
No HP : 082326297813 Id‟Line : -
Whatsapp : 082326297813 E-mail : khusnisyarifah@gmail.com
B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
JENJANG PENDIDIKAN SEBELUMNYA
Tingkatan Pendidikan Nama Sekolah Tahun Lulus
SD / MIN / Sederajat* SD N Kemiri 01 2011
SMP / MTS / Sederajat* MTs Darussalam Subah 2014
SMA / MAN / Sederajat* MA Darussalam Subah 2017
PENDIDIKAN SEKARANG
Perguruan Tinggi : UIN Walisongo Semarang
Fakultas / Jurusan : Fakultas Sains dan Teknologi/ Pendidikan Matematika
Angkatan / Tahun Masuk : 2017
C. PENGALAMAN ORGANISASI
NAMA ORGANISASI & JABATAN YANG PERNAH SAYA IKUTI
SMA/MAN Sekarang (Di Kampus) Lainnya (Sosial
Kemasyarakatan, dsb)
a. IPNU/IPPNU (Bendahara) a. HMI Komisariat Persiapan a. IRMADA (Anggota)
Saintek (Ketua Bidang
Pemberdayaan Perempuan)
b. PMR Wira (Anggota) b. b.
c. c. c.
d. d. d.

23
D. INFORMASI MINAT / BAKAT
Hobby : Membaca buku, muraja‟ah hafalan, membuat puisi.
Keahlian, Skill, atau Bakat yang saya miliki dalam bidang:
a. Seni :- b. Olahraga : -
c. Agama : Tahfidz al-Qur‟an d. Lainnya : -
Kemampuan Bahasa Asing :
a. Inggris  Tidak Bisa  Kurang √ Cukup  Bagus
b. Arab  Tidak Bisa  Kurang √ Cukup  Bagus
c. Bahasa Asing Lainnya: -  Kurang  Cukup  Bagus
E. JENJANG PERKADERAN DI HMI
Formal
LK 1 Komisariat Dakwah-Syariah Walisongo Cab. Tahun : 2017
Semarang
Tahun :
Tahun :
Non Formal
LKK Cabang Sumenep Tahun : 2018
Tahun :
Tahun :
TANDA TANGAN
Semarang, 18 Juli 2018
FOTO
3X4

( Lailatus Syarifah )
NAMA DAN TANDA TANGAN .

24

Anda mungkin juga menyukai