Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH PEMBELAJARAN KITAB TA’LIM MUTA’ALLIM

TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER MAHASANTRI PONDOK


PESANTREN FADHLUL FADHLAN MIJEN SEMARANG

PROPOSAL TESIS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester


Mata Kuliah: Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Dr. Nur Khoiri, M.Ag.

Oleh:

Maria Qibthiya
NIM: 1800018032

PROGRAM MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019

DAFTAR ISI
1
HALAMAN JUDUL .........................................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2

A. LatarBelakang................................................................................................... 3
B. RumusanMasalah.............................................................................................. 10
C. Tujuan dan ManfaatPenelitian.......................................................................... 11
D. Kajian Pustaka..................................................................................................11
E. Kajian Teori...................................................................................................... 13
1. Pesantren.................................................................................................... 13
a. Pengertian Pesantren.............................................................................13
b. Jenis Penelitian......................................................................................14
c. Tujuan Pendidikan Pesantren................................................................15
d. Unsur-unsur Pesantren..........................................................................17
e. Sistem Pembelajaran Pesantren............................................................18
2. Kitab Kuning............................................................................................. 19
a. Pengertian Kitab Kuning.......................................................................19
b. Ciri-ciri Kitab Kuning...........................................................................20
c. Sudut Pandang Kitab Kuning................................................................21
d. Tujuan Pembelajaran Kitab Kuning......................................................23
e. Pentingnya Pembelajaran Kitab Kuning...............................................23
3. Karakter....................................................................................................24
a. Pengertian Karakter..............................................................................24
b. Komponen Karakter..............................................................................24
c. Nilai-nilai Karakter yang Harus ditanamkan........................................25
F. Rumusan Hipotesis........................................................................................... 26
G. Metodologi Penelitian....................................................................................... 26
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................................26
2. Teknik Sampling........................................................................................28
3. Metode Pengumpulan Data.......................................................................29
4. Teknik Analisis Data.................................................................................30
H. Kepustakaan......................................................................................................31

2
I. Lampiran-lampiran...........................................................................................35
a. Wawancara..............................................................................................36
b. Angket.....................................................................................................37

A. Latar Belakang

3
Bahasa adalah salah satu hal yang menjadikan manusia menjadi manusia.Secara
umum, bahasa mendapatkan perhatian dari setiap orang baik dari segi bentuk maupun
dalam penyempurnaan karakteristik sejak dini.1Banyak sekali bahasa di dunia ini, karena
setiap negara mempunyai bahasa masing-masing, salah satunya adalah bahasa
Arab.Bahasa Arab adalah lafadz yang digunakan oleh bangsa Arab untuk
mengungkapkan maksud dan tujuannya.2 Bahasa Arab juga bahasa yang digunakan
dalam agama Islam, bahasa Al-Qur’an dan Hadits yang keduanya merupakan sumber
ajaran agama Islam, serta juga digunakan dalam ibadah orang muslim.3 Kita mengetahui
bahwa bahasa Arab sangat penting dalam kehidupan manusia, tetapi kita tidak pernah
menggunakannya setiap hari walau sedikit, dan ketika ingin memahami bahasa Arab
maka kita wajib menyukainya dengan mempelajarinya, sebagaimana kita memahami
makna-makna Al-Qur’an dan hadits, karena Allah telah menurunkan Al-Qur’an dengan
berbahasa Arab, seperti firman Allah dalam surat Yusuf ayat 4: ‫إنّا أنزلنا قراءنا عربيّا لعلّكم‬
‫تعقلون‬.4
Seperti yang telah kita ketahui bahwa bahasa Arab mempunyai 4 Maharah, yaitu
Maharah Istima’, Maharah Qiro’ah, Maharah Kalam dan Maharah Kitabah, dan 4
maharah tersebut harus dikuasai oleh peserta didik yang belajar bahasa Arab.Dan agar
tujuan kemampuan berbahasa dapat tercapai secara maksimal, maka selain 4 maharah
tersebut seorang peserta didik juga harus memahami dan menguasai qowaid bahasa Arab,
yaitu nahwu dan shorof.Qowaid atau yang sering dikenal dengan tata bahasa merupakan
salah satu unsur terpenting dalam memahami teks-teks bacaan yang berbahasa
arab.Diperlukan pemahaman yang mendalam untuk memahami teks berbahasa arab.
Kesalahan dalam membaca karena kurangnya pengetahuan tentang qowaid bisa
menyebabkan pemahaman yang berlawanan dari bacaan sehingga menyebabkan
timbulnya pemahaman yang berbeda dari bacaan. Oleh karena itu, penguasaan qowaid
menjadi unsur penting dalam pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa arab, sehingga
gramatika bahasa Arab (nahwu dan shorof) sangat penting untuk diajarkan kepada

1
, ١٩٨٩ ,‫ مكتبة الفالح‬:‫ (الكويت‬,‫ تدريس فنون اللغة العربية‬,‫(أحمد مدكور‬٣٨ .‫ص‬
2
7 .‫ ص‬,)1979 ,‫ المكتبة العصرية‬:‫ (البيروت‬,‫ جامع ال ّدروس‬,‫مصطفى الغاليني‬
3
Muhamad Sirhaan, fiqhullughoh (Ilmu Bahasa Arab), (Semarang : IKIP Press, 2010), hlm.44
4
‫ منار قدس‬. ‫ القراءن الكريم‬.٢ : ‫سورة يةسف‬

4
peserta didik, karena dengan gramatika yang benar pelajar akan mampu membuat kalimat
dengan benar pula, baik lisan maupun tulisan.5
Seringkali para pelajar banyak menemukan kesulitan dalam mempelajari qowaid
bahasa Arab.Hal ini dikarenakan gramatika bahasa Arab lebih luas dari pada bahasa
lainya.Kebanyakan guru atau pendidik mengharuskan peserta didik untuk menghafalkan
setiap materi atau qawaid yang diajarkan secara langsung tanpa melakukan praktek
penggunaan qawaid tersebut. Hal itu menyebabkan kurangnya pemahaman bahkan salah
pemahaman terhadap qawaid yang diajarkan. Dikarenakan peserta didik tidak mengetahui
secara langsung bagaimana penerapan materi pada keadaan fakta yang sebenarnya
sehingga peserta didik tidak mendapatkan pengalaman belajar yang sesuai dengan materi.
Tidak jarang guru mengalami kesulitan memilih metode yang tepat dalam
pembelajaran, karena kurangnya daya dukung metode akan mengurangi efektifitas dan
efisiensi pembelajaran. Oleh karena itu, metode berperan sangat penting dalam proses
pembelajaran. Bahkan pepatah arab mengatakan bahwa “Metode lebih penting dari
materi”.6
Dalam suatu pembelajaran, metode pembelajaran memang sangatlah penting,
namun tidak kalah penting juga harus diimbangi dengan adanya pendidikan karakter
untuk membentuk suatu karakter yang baik.Kita sebagai manusia diciptakan di Dunia ini
diberi amanah oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah (pemimpin) di bumi. Manusia
yang diberi amanah untuk mengelola fungsi di bumi ini harus berusaha semaksimal
mungkin untuk dapat menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya dengan cara menggali
dan mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya, dan selain itu manusia
juga diperintahkan untuk tetap beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Ketaqwaan yang dimiliki manusia, akan melahirkan karakter-karakter yang baik.
Karakter merupakan hal yang sangat penting dan harus mendapatkan perhatian yang
lebih karena karakter menjadi pondasi dalam kehidupan manusia, karena seseorang
menilai kita bukan hanya dari penampilannya saja, tetapi lebih kepada karaker
kita.Karakter adalah sebuah sifat yang menjadi tolak ukur dalam kepribadian setiap
orang, dan sebuah karakter mencerminkan tingkat keilmuan seseorang.Adapun salah satu

5
Samsuri, Analisa Bahasa. (Jakarta : Erlangga, 1999), hlm. 44
6
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Qur’an), (Jakarta: PT Hidakarya Agung), hlm.
2

5
faktor yang mempengaruhi pembentukan sebuah karakter adalah
lingkungan.Lingkungansangat mempengaruhidan sangat menentukan pembentukan
karakter setiap orang, oleh karena itu, pembentukan karakter harus dilakukan mulai sejak
dini. Pembentukan karakter yang dilakukan sejak dini akan lebih mudah dalam proses
pembentukan karakter tersebut karena belum terpengaruh atau tercampuri oleh sesuatu
apapun, tetapi beda halnya dengan pembentukan karakter yang dilakukan menjelang
dewasa, hal itu akan sulit dilakukan karena sudah terpengaruhi atau tercampuri dengan
hal-hal lainnya.
Adapun salah satu tempat yang cocok untuk pembentukan karakter yaitu Pondok
Pesantren, Sebagaimana diungkapkan oleh HM. Arifin bahwa pendidikan pesantren salaf
sengaja dibentuk untuk mempersiapkan para santri menjadi orang alim dalam ilmu agama
yang diajarkan oleh kyai serta mengamalkannya dalam masyarakat.7
Pondok Pesantren adalah pendidikan yang paling tua warisanpara ulama dan para
wali zaman dahulu di Indonesia, keberadaannya pun masih tetap esksis hingga saat ini,
bahkan semakin dikembangkan mengingat kemajuan peradaban manusia yang semakin
maju.Kata pondok berasal dari bahasa Arab yaitu Funduq yang artinya hotel atau asrama.
Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe- dan akhiran
–anyang artinya tempat bagi para santri untuk menuntut ilmu.Orang yang menuntut ilmu
di Pesantren disebut dengan santri.KH. Daud Hendi Ismail mengatakan bahwa santri jika
ditulis dalam bahasa Arab terdiri dari lima huruf (‫ )سنتري‬yang artinya Sin (‫ )س‬adalah
kepanjangan dari ‫ سافق الخير‬yang artinya pelopor kebaikan; Nun (‫ )ن‬adalah kepanjangan
dari ‫ناس@@ب العلم@@اء‬yang artinya penerus ulama; Ta’ (‫ )ت‬adalah kepanjangan dari ‫ت@@ارك‬
‫المعاصى‬yang artinya orang yang meninggalkan kemaksiatan; Ra’ (‫ )ر‬adalah kepanjangan
‫رض@@ى هللا‬yang artinya ridho Allah; Ya’ (‫ )ي‬adalah kepanjangan dari ‫اليقين‬yang artinya
memiliki keyakinan.8
Pesantren adalah tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai daerah
dipenjuru dunia untuk mencari ilmu dengan kehidupan, budaya dan karakter yang
bermacam-macam.Oleh karena itu kita belajar hidup bersama-sama mereka dan
mengamalkan ilmu yang telah kita dapatkan dari kyai dan ustadz setiap harinya sehingga
kita menjadi orang yang alim dan bermanfaat bagi masyarakat.
7
HM. Arifin, Med, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 248
8
https://minanews.net/peran-pondok-pesantren-dalam-pembentukan-karakter

6
Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan sebagai wujud proses wajar
perkembangan Sistem Pendidikan Nasional.Menurut Nurcholis Madjid, secara historis
Pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna
keaslian (indigenous) Indonesia.Karena, sebelum datangnya Islam ke Indonesia pun
lembaga serupa pesantren ini sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan,
melestarikan dan mengislamkannya.Jadi Pesantren merupakan hasil penyerapan
akulturasi kebudayaan Hindu, Budha dan kebudayaan Islam kemudian menjelma menjadi
suatu lembaga yang kita kenal sebagai Pesantren sekarang ini. 9 Pendapat lain mengatakan
bahwaPesantren ialah sebuah kehidupan yang unik, dimana pesantren merupakan sebuah
kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam
kompleks tersebut terdapat beberapa bangunan yaitu rumah kediaman pengasuh (kyai),
sebuah masjid, tempat pengajaran (madrasah), dan asrama tempat tinggal para
santri.Pesantren juga memiliki ciri tersendiri.10
Asal-usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh walisongo abad
ke 15-16 di Jawa.Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik dan
berkembang di Jawa selama berabad-abad,disebabkan karena walisongo adalah tokoh-
tokoh penyebar Islam yang telah berhasil mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan
spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.11
Peran dan fungsi pondok pesantren dalam perkembangannya, tidak hanya sebagai
lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama,Mastuhu
dalam disertasinya yang berjudul “Dinamika system pendidikan Pesantren”
mengungkapkan Pesantren mempunyai empat ciri khusus yang menonjol,mulai dari
hanya memberikan pelajaran agama versi kitab-kitab Islam klasik berbahasa Arab,
mempunyai teknik pengajaran yang unik yang dikenal dengan metode sorogan dan
bandongan atau wetonan, mengedepankan hafalan, serta menggunakan system halaqoh.12

9
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 3
10
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2001),
hlm. 3.
11
Ismail, dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 3-4
12
Amin Haedar, Masa depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global,
(Jakarta: IRD PRESS, 2004), hlm. 15-16

7
Selain memilki empat ciri khusus diatas, pesantren juga memiliki ciri khusus
lainnya yaitu sangat mengedepankan pendidikan karakter.Hal-hal yang berkaitan dengan
akhlaq, sikap, perilaku, etika, nilai-nilai itu dibangun sangat baik di Pondok Pesantren.
Karakter adalah watak, sifat, akhlak, ataupun kepribadian yang membedakan
seorang idnividu dengan individu yang lainnya.Atau karakter dapat dikatakan juga
sebagai keadaan yang sebenarnya dari dalam diri seoranng individu, yang membedakan
antara dirinya dengan individu yang lainnya. Adapun yang dimaksud dengan pendidikan
karakter adalah suatu sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter kepada seorang
individu, meliputi: ilmu pengetahuan, kesadaran, kemauan dan tindakan untuk mendapat
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri,
orang lain, lingkungannya maupun bangsa dan negaranya.13
Beberapa pendapat yang mengemukakan tentang definisi karakter yaitu menurut
Sigmund Freud, Karakter merupakan kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu
system yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku.
Menurut Drs. Hanna Bastaman mengungkapkan bahwa karakter merupakan
aktualisasi potensi dari alam dan internalisasi nilai-nilai moral dari luar menjadi bagian
kepribadiannya.
Menurut H. Soemarno Soedarsono bahwa karakter merupakan nilai-nilai yang
terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan
pengaruh lingkungan dan dipadukan dalam nilai-nilai dari dalam diri manusia menjadi
semacam nilai intrinsik yang mewujud dalam system daya juang melandasi pemikiran,
sikap, dan perilaku kita. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Quraish Shihab bahwa karakter
adalah himpunan pengalaman, pendidikan dan lain-lain yang menumbuhkan kemampuan
dalam diri kita, sebagai alat ukur sisi paling dalam hati manusia yang mewujudkan baik
pemikiran, sikap, dan perilaku termasuk akhlak mulia dan budi pekerti.
Pengertian karakter dalam agama Islam lebih dikenal dengan istilah akhlak.
Seperti yang dikatakan Imam Al-Ghazali bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam/
menghujam di dalam jiwa dan dengan sifat itu seseorang akan secara spontan dapat
dengan mudah memancarkan sikap, tindakan, dan perbuatan.

13
www.pengertianku.net

8
Pengertian karakter menurut Webster New Word Dictionary adalah distinctive
trait (sikap yang jelas), distinctive quality (kualitas yang tinggi), moral strength
(kekuatan moral), the pattern of behavior found in an individual or group (pola perilaku
yang ditemukan dalam individu maupun kelompok).
Kamus Besar Bahasa Indonesia belum memasukkan kata karakter, yang ada
adalah kata “watak” yang diartikan sebagai sifat bathin manusia yang memengaruhi
segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti dan tabiat.14
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter adalah nilai-nilai moral yang
terpatri dalam diri manusia yang mana tentu tidak datang dengan sendirinya, melainkan
harus kita bentuk, kita tumbuh kembangkan, dan kita bangun secara sadar dan sengaja.
Namun pada zaman modern seperti sekarang ini pendidikan karakter kurang
menjadi perhatian dalam kehidupanmasyarakat, akibatnya karakter masyarakat terutama
para pelajar atau peserta didik menjadi semakin merosot.Seperti halnya yang kita ketahui
bahwa banyak kejadian-kejadian yang menentang ketentukan karakter, misalnya
pembantahan atau ketidak sopanan siswa terhadap guru, bahkan siswa berani melawan
gurunya sendiri, banyak terjadi pula pembantaian dan pembullyan, serta seorang anak
berani melawan orangtua kandung mereka sendiri. Kejadian semua itu tidak lain karena
kurangnya perhatian dan penekanan dalam hal pendidikan karakter.
Pembentukan karakter menentukan keberhasilan seseorang bahkan keberhasilan
sebuah negara.Keberhasilan dan kebaikan mutu suatu negara dapat dilihat dari seberapa
jauh karakter itu diperhatikan dan ditanamkan.Apabila karakter bangsa negara baik maka
baik pula negara tersebut, tetapi jika karakter suatu bangsa negara itu buruk maka buruk
pulalah negara tersebut. Suatu negara yang dipimpin oleh pemimpin yang baik, maka
negara tersebut akan dikelola menjadi negara yang adil dan makmur, namun apabila
suatu negara dipimpin oleh pemimpin yang buruk, maka akan menjadi negara yang
buruk. Menurut para founding father (bapak pendiri bangsa) setidaknya ada tiga
tantangan yang harus dihadapi, pertama, mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat,
kedua, membangun bangsa, ketiga, pembangunan karakter bangsa (nation and character
building).15Dengan demikian jika suatu pemimpin negara dapat melaksanakan dan
14
Susilo Bambang Yudhoyono, Membangun Kembali Jati Diri Bangsa, (Yogyakarta: Yayasan Jati Diri
Bangsa, 2007), hlm. 16
15
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), hlm. 1

9
menghadapi tantangan-tantangan tersebut, maka pemimpin negara tersebut dapat
berhasil.
Pondok Pesantren tempat yang sangat cocok dalam pembentukan dan penanaman
karakter, karena di sebuah Pondok Pesantren sangat ditekankan dalam hal karakter
(akhlak), di dalam Pondok Pesantren terdapat pembelajaran khusus mengenai karakter
yang mana pembelajaran tersebut berpedoman pada sebuah kitab kuning yang berjudul
kitab “Ta’lim Muta’allim”, dalam kitab tersebut mengandung banyak nilai-nilai, tata cara
dan berbagai adab, lebih-lebih adab santri/siswa dalam mencari ilmu.
Kitab kuning merupakan karya ulama-ulama yang terdahulu dan dibukukan tanpa
ada harokat dan artinya, sering juga dikatakan sebagai kitab gundul atau kitab kosongan.
Martin menyebutkan kitab kuning merupakan kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-
abad yang lalu.16
Kitab kuning mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan dunia
pesantren.Kitab kuning sebagai kitab keagamaan yang ditulis dalam bahasa Arab
merupakan pelajaran pokok pada Pesantren dan Madrasah untuk mengembangkan ajaran
agama Islam, karena kitab kuning pada umunya dipahami sebagai kitab keagamaan
berbahasa arab, menggunakan aksara Arab yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir
Muslim di masa lampau khususnya yang berasal dari Timur Tengah, 17 untuk menambah
dan memperdalam pemikiran bagi generasi yang akan datang.
Kitab kuning keseluruhannya ditulis menggunakan tulisan Arab, walaupun tidak
semuanya menggunakan bahasa Arab, dan tidak dilengkapi dengan harokat-
harokat.Karena kitab kuning ditulis tanpa harokat, maka disebut dengan “kitab gundul”.18
Pondok Pesantren Fadhul Fadhlan yang diasuh oleh Dr KH. Fadlolan Musyaffa’
Lc. MA, merupakan pondok pesantren modern berbasis salaf. Pondok Pesantren ini
menerapkan billingual (bahasa Inggris dan bahasa Arab) dalam sehari-hari dan juga
mengkaji kitab kuning.Dalam keseharian Pondok Pesantren terdapat kegiatan
muhadatsah (bahasa Arab) dan conversation (bahasa Inggris).

16
Martin Van Bruinessen, Kitab kuning;Pesantren, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 17
17
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2002), hlm. 111
18
Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas
Global, hlm. 149

10
DalamPondok Pesantren Fadlul Fadhlan terdapat kegiatan mengaji kitab kuning,
yaitu kitab Mauidhotul Mu’minin (tasawuf), kitab Al Yaqutun Nafiis (Fiqh), kitab Tafsir
Jalalain (Tafsir) dan tak ketinggalan pula mengaji kitab Ta’lim Muta’allim (adab) karena
dalam kitab Ta’lim Muta’allim tersebut mengandung penjelasan tentang tata cara
menuntut ilmu, adab penuntut ilmu, dan hal-hal yang berkaitan dengan adab menuntut
ilmu, pengajian tersebut langsung dipimpin oleh kyai Fadlolan. Disetiap pengajian kitab
tersebut, beliau selalu bercerita tentang pengalaman beliau, ulama- ulama dan selalu
berpesan kepada santri-santrinya untuk selalu menjaga akhlak dan kesopanan kapanpun
dan dimanapun mereka berada, karena beliau memang sangat menekankan akhlak.Selain
mengaji kitab Ta’lim Muta’allim tersebut santri juga dapat menerapkan akhlak dan adab-
adab tersebut langsung dalam keseharian, sehingga menjadi kebiasaan dan tertanam
dalam diri para santri.
Selain belajar bahasa (inggris dan arab) dan mengkaji kitab kuning, Pondok
Pesantren ini juga menerapkan 3 manajemen yaitu Manajemen Waktu, Manajemen
Prioritas dan Manajemen Taqorrub ila Allah.
Dan yang paling penting bagi santri yaitu barokah dari Kyai dengan selalu
mengutamakan Akhlak, karena beliau menekankan bahwa akhlak lebih penting dari ilmu.
Dari pemaparan diatas, peneliti memilih Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan
sebagai tempat penelitian, karena tertarik untuk meneliti “Pengaruh Pembelajaran Kitab
Ta’lim Muta’allim terhadap Pembentukan Karakter Mahasantri Pondok Pesantren
Fadhlul Fadhlan”.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka sebaiknya peneliti membatasi masalah yaitu
Adakah Pengaruh Pembelajaran Kitab Ta’lim Muta’allim terhadap Pembentukan
KarakterMahasantri Pondok Pesantren Fadhul Fadhlan MijenSemarang ?

C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian


1. Tujuan Penelitian

11
Adapun tujuan-tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui Pengaruh
Pembelajaran Kitab Ta’lim Muta’allim terhadap Pembentukan
KarakterMahasantri Pondok Pesantren Fadhul Fadhlan Mijen Semarang.
2. Manfa’at Penelitian
Adapun manfa’at dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teori
Penelitian ini akan memberikan banyak penjelasan teori, dan khususnya teori
tentang pembentukan karakter dengan pembelajaran menggunakankitab
Ta’lim Muta’allim di Pondok Pesantren Fadhul Fadhlan Mijen Semarang.
2. Penelitian
a. Untuk Pondok Pesantren Fadhul Fadhlan Mijen Semarang.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan
pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim umumnya, dan dapat meningkatkan
kualitas pembentukan karakter khususnya.
b. Untuk Peneliti
Dengan adanya penelitian ini, menjadi penjelasan dan ilmu baru
khususnya dalam lingkup penyelesaian penelitian.

D. Kajian Pustaka
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan penekitian oleh peneliti, sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Amin (2012) dengan judul penelitian “Penerapan
Kebijakan Pendidikan Karakter dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di SD
Babarsari Depok Sleman Yogyakarta”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kegiatan yang dilakukan di sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yaitu
(1) pada awal dan akhir kegiatan belajar mengajar selalu berdoa. (2) adanya pretes
atau tanya jawab yang diberikan diawal pertemuandan pemberian tugas diakhir
pelajaran. (3) menumbuhkan sikap disiplin di dalam kelas. (4) setiap seminggu sekali
siswa belajar di laboratorium untuk mata pelajaran bahasa, IPA dan computer. (5)
pada hari senin dan selasa menggunakan bahasa Indonesia. (6) memberikan jam
tambahan pelajaran bagi siswa kelas VI dalam menghadapi UASBN. Di bidang non

12
akademik, penerapan pendidikan karakter diterapkan pada: (1) kegiatan pramuka
yang diadakan setiap 2 minggu sekali. (2) kerja bakti dan gerakan penghijauan di
lingkungan sekolah setiap sebulan sekali. (3) kebersihan kelas menjadi tanggung
jawab siswa. Factor pendukung penerapan pendidikan karakter: (1) kepala sekolah
sudah faham akan konsep pendidikan karakter. (2) sarana dan prasarana yang
menunjang dalama kegiatan belajar mengajar. Factor penghambat penerapan: (1)
tidak adanya pedoman yang pasti dari pemerintah atau dinas dalam penerapan
pendidikan karakter. (2) factor lingkungan siswa. (3) perkembangan teknologi yang
disalahgunakan siswa (game online) (4) kebijakan pemerintah yang meniadakan ujian
tes saat masuk sekolah dasar.19
2. Penelitian yang dilakukan oleh Mizan Ibnu Khajar (2012) dengan judul penelitian
“Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X Program
Keahlian Teknik Elektronika SMKN 1 Magelang tahun Ajaran 2011/2012”.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dan signifikan rendah
antara pengaruh lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa dengan nilai
relasi antar anggota keluarga mempunyai pengaruh yang paling tinggi. Hal ini
ditunjukkan dengan koefiensi R= 0,369, koefisien determinan (r2) sebesar 0,136 atau
sebesar 13,6%. Rhitung lebih besar dari rtabel (1,368>0,19) dan ditunjukkan dengan
persamaan Y= 78, 217+0,000X.20
3. Dharma Kusuma, dkk, menjelaskan bahwa urgensi pendidikan karakter yang ada
dalam bukunya, yaitu melihat fenomna atau kejadian yang menunjukkan karakter
yang tidak baik, maka pendidikan karakter yang dianggap sebagai solusi. Tergantung
pengimplementasiannya dalam sekolah, masyarakat maupun keluarga.21

E. Kajian Teori
1. Pesantren

19
Amin, “Penerapan Kebijakan Pendidikan Karakter dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di SD
Babarsari Depok Sleman Yogyakarta”2012.
20
Mizan Ibnu Khajar, “Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X Program
Keahlian Teknik Elektronika SMKN 1 Magelang tahun Ajaran 2011/2012”
21
Dharma Kusuma, dkk, Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Prakek di Sekolah (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 19), hlm. 5

13
a. Pengertian Pesantren
Banyak pendapat yang menjelaskan tentang pesantren, antara lain pesantren ialah
sebuah kehidupan yang unik, dimana pesantren merupakan sebuah kompleks dengan
lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks tersebut
terdapat beberapa bangunan yaitu rumah kediaman pengasuh (kyai), sebuah masjid,
tempat pengajaran (madrasah), dan asrama tempat tinggal para santri.Pesantren juga
memiliki ciri tersendiri.22
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA dalam bukunya, pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam yang reaksional terhadap penjajah dan sistem pendidikan
di pesantren baik metode, sarana, dan fasilitas masih tradisional. 23 Zamakhsyari
Dhofier berpendapat perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe
dan akhiran an yang berarti tempat tinggal santri.24 M. Arifin mendefinisikan
pesantren sebagai sebuah pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh
masyarakat.25 Ensiklopedi Islam memberikan gambaran yang berbeda, yakni bahwa
pesantren itu berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji atau dari bahasa
India “Shastri” dan kata “Shastra” yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama,
atau ilmu tentang pengetahuan.26
Menurut Ridlwan Nasir Pondok Pesantren adalah nama salah satu lembaga Islam
baik yang ada di Jawa maupun di luar Jawa. Pondok Pesantren adalah lembaga
keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam.27Pesantren adalah lembaga pendidikan kuno/
tradisional dalam pendidikan Islam, banyak peneliti yang membahas tentang
permasalahan-permasalahan di pesantren sehingga menjadi rujukan keberhasilan
dalam penelitian.28 Pendapat lain mengatakan bahwa pesantren adalah system
22
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2001),
hlm. 3.
23
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 22
24
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai, (Jakarta: LP3ES, 1984),
hlm. 18.
25
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 240.
26
Ahmad Muthohar, AR, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 11.
27
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah arus Perubahan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 80
28
Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), (Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam), hlm. 91

14
pendidikan Islam yang murni, dan pesantren muncul berdasarkan gambaran
kehidupan tasawuf pada zaman dahulu di bagian daerah Islam, seperti Timur Tengah
dan Afrika Selatan.29
Pendapat lain mengatakan bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan system
asrama (komplek) dimana santri-santri belajar dan menerima pendidikan agama
melalui system pengajian atau madrasah yang berada dibawah kekuasaan dari
leadership seorang atau beberapa kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik
serta independen dalam segala hal.
Dari pengertian Pesantren diatas, lembaga Research Islam mendefinisikan
pesantren merupakan suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima
pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat
tinggalnya.30Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa pesantren adalah tempat
santri belajar ilmu-ilmu agama bersama kyai dan ustadz serta tempat santri
berkumpul bersama teman-teman dari berbagai daerah dengan menjadikan pesantren
sebagai tempat tinggalnya.
b. Jenis Pesantren
Pesantren atau pondok, surau, dayah adalah nama salah satu lembaga Islam baik
yang ada di Jawa maupun di luar Jawa. Menurut Ridlwan Nasir jenis Pondok
Pesantren diklasifikan menjadi lima, yaitu:
1. Pondok Pesantren salaf/ klasik
Yaitu pesantren yang didalamnya terdapat system pembelajaran salaf
(wethonan/ sorogan), system tradisional (madrasah) yang berbasis salaf.
2. Pondok Pesantren semi berkembang
Yaitu pesantren yang didalamya terdapat system pembelajaran salaf
(wethonan/ sorogan), system tradisional (madrasah) dengan presentase
90% ilmu agama dan 10% ilmu umum.
3. Pondok Pesantren berkembang

29
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PEDOMAN ILMU JAYA,
2009), hlm. 93
30
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,
(Jakarta:Penerbit Erlangga, 2002), hlm. 2

15
Yaitu pesantren yang hampir sama dengan pesantresn semi berkembang,
namun, dengan presentase 70% ilmu agama dan 30% ilmu umum.
4. Pondok Pesantren kholaf
Yaitu pesantren yang hampir sama dengan pesantren berkembang, namun,
system lembaga pendidikannya sempurna, diantaranya sekolah dengan
meenerapkan system sekolah umum dengan ditambah ilmu agama
(penerapan membaca kitab kuning), universitas (universitas Islam atau
universitas umum), organisasi khusus (bahasa Arab dan Inggris).
5. Pondok Pesantren ideal
Seperti halnya pesantren modern, hanya saja lembaga pendidikannya
lengkap, kejurusan sesuai dengan kemampuan, seperti ilmu pertanian,
ilmu teknik, ilmu pertanian dan ilmu arsitektur.31
Secara Umum pesantren dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pesantren salaf, yaitu pesantren yang mendorong pembelajaran dengan
menggunakan kitab kuning dan tidak terdapat ilmu umum
b. Pesantren modern, yaitu pesantren yang menggunakan metode klasik,
terdapat ilmu agama dan ilmu umum serta pelatihan ketrampilan.32
c. Tujuan Pendidikan Pesantren
Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari factor-faktor
pendidikan.Adapun tujuan merupakan kunci keberhasilan pendidikan, selain factor-
faktor lain yang terkait seperti pendidik, peserta didik, alat pendidikan,
danlingkungan pendidikan.Keempat faktor tersebut tidak ada artinya tanpa suatu
tujuan. Oleh karena itu, tujuan sangat penting dalam proses pendidikan, sehingga
materi, metode, dan alat pengajaran selalu disesuaikan dengan tujuan.33
Telah ditetapkan tujuan-tujuan dari pesantren dalam Musyawarah/ Lokakarya
Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta yang berlangsung pada
tanggal 2-6 Mei 1978 sebagai berikut:

31
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah arus Perubahan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 87-88
32
Khozin, Jejak jejak Pendidikan Islam di Indonesia: Rekontruksi Sejarah untuk Aksi, (Malang: UMM
Press, 2006), hlm. 101
33
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi…………hlm. 3

16
Tujuan umum pesantren adalah membina masyarakat agar berkepribadian Muslim
sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada
semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi
agama, masyarakat dan negara.
Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut:
1. Mendidik santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang Muslim yang
bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan,
ketrampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
2. Mendidik santri untuk menjadikan manusia Muslim selaku kader-kader
ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta
dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.
3. Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia yang
dapat membangun dirinya dan bertanggungjawab kepada pembangunan
bangsa dan negara.
4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan
regional(pedesaan/ masyarakat lingkungannya).
5. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sector pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
6. Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan social
masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat
bangsa.34
Secara umum, tujuan dari pesantren adalah mendidik santri untuk menjadi
manusia yang berakhlak mulia, memahami agama Islam, sholih, alim, dapat
bermanfa’at bagi manusia dan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Zamakhsyari Dhofier mengungkapkan bahwa tujuan pesantren tidak hanya untuk
memperkaya pikiran murid-murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk
meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat dan mengajarkan sikap dan
tingkah laku yang bermoral.35

34
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi…………hlm. 6-7
35
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai, (Jakarta: LP3ES, 1984),
hlm. 21

17
Manfred Ziemek juga merumuskan bahwa tujuan pesantren adalah membentuk
kepribadian santri, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan ilmu
pengetahuan.36
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
pesantren bukan hanya santri belajar ilmu agama saja, akantetapi pesantren juga
mendidik dan membentuk karakter santri-santri agar supaya menjadi orang yang
berakhlak karimah (akhlak terpuji) dan juga dapat bermanfaat bagi masyarakat.
d. Unsur-unsur Pesantren
Pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai unsur-unsuryaitu: 1). Kyai
yang mendidik dan mengajar, 2). Santri yang belajar, 3). Masjid. Para pengamat
mencatat bahwa ada lima unsure pesantren yaitu: kyai, santri, masjid, pondok
(asrama), dan pengajian. Ada yang tidak menyebut unsur pengajian, tetapi
menggantinya dengan unsur ruang belajar, aula, atau bangunan-bangunan lain.37
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan ada lima unsure pokok pesantren yaitu kyai,
santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab klasik.38Unsur-unsur pesantren
berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.Adapun unsur-unsur didalam pesantren
yaitu ustadz (guru) yang mengajar, santri yang belajar, masjid, dan tempat tinggal
santri.39
Mastuhu mengelompokkan unsure sistem pendidikan pesantren terdiri dari
dua.Pertama, unsure organik, yaitu pelaku pendidikan seperti pimpinan, guru, murid,
dan pengurus.Kedua, unsure an-organik, yaitu tujuan, filsafat dan tata nilai,
kurikulum dan sumber belajar, proses kegiatan belajar mengajar, dll. Adapun para
peneliti lain mengelompokkan unsur-unsur pesantren menjadi tiga, yakni pertama,
pelaku, meliputi kyai, ustadz, santri dan pengurus. Kedua, sarana perangkat keras,
meliputi masjid, rumah kyai, asrama guru dan santri, sarana dan prasarana
lainnya.Ketiga, sarana perangkat lunak, meliputi tujuan, kurikulum, kitab, penilaian,
tata tertib, cara pengajaran, ketrampilan dan alat-alat pendidikan lainnya.

36
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 42.
37
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi…………hlm. 19-20
38
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 22
39
Umiarso dan Nur Zazin, Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan Menjawab Problematika
Kontenporer Manajemen Mutu Pesantren, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), hlm. 22

18
e. Sistem Pembelajaran Pesantren
Pesantren adalah system pendidikan yang melakukan kegiatan sepanjang
hari.Santri tinggal di asrama dalam satu kawasan bersama para guru, kyai, dan para
senior mereka. Oleh karena itu, hubungan antara santri, guru dan kyai dalam proses
pendidikan berjalan intensif.
Banyak keuntungan-keuntungan dari system pembelajaran ini, antara lain:
1. Pengasuh mampu melakukan pemantauan secara leluasa
2. Adanya proses pembelajaran dengan frekunsi yang tinggi dapat
memperkokoh pengetahuan yang diterimanya
3. Adanya proses pembiasaan akibat interaksinya setiap saat baik sesama
santri, santri dengan ustadz maupun santri dengan kyai.
Selain itu, keuntungan dari system pembelajaran pesantren adalah adanya
integritas antara proses pembelajaran dengan kehidupan keseharian.
Dalam system pendidikan ini fungsi keteladanan menjadi sangat
dominan.Apalagi jika dikaitkan dengan agama.Nabi Muhammad SAW
menjadi teladan bagi umat, sementara para kyai adalah pewaris Nabi. Oleh
karena itu, para kyai menjadi teladan bagi umat islam, terlebih di pesantren
kyai menjadi teladan bagi para santri-santrinya.40Dan salah satu dari system
pesantren adalah harus bisa menjadi tauladan yang baik. Seperti halnya
Rasulullah SAW yang menjadi tauladan bagi umatnya, begitu juga dengan
kyai juga harus menjadi tauladan bagi para santri-santrinya karena kyai
menjadi panutan bagi para santri di hari kiamat, dan tidak ketinggalan pula
kita juga harus bisa menjadi tauladan yang baik untuk manusia yang lainnya,
mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran agar supaya kehidupan kita
menjadi kehidupan yang aman, selamat dan damai.

2. Kitab Kuning
a. Pengertian Kitab Kuning
Kitab klasik yang lebih dikenal dengan nama kitab kuning ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mengembangkan ilmu agama Islam. Hal ini

40
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi…………hlm. 64-65

19
menunjukkan bahwa kitab kuning sangatlah penting untuk dipelajari.Ilmuwan-
ilmuwan Islam menuliskannya dalam sebuah kitab yang berwarna unik, yaitu
kekuning-kuningan yang dipelajari di Madrasah dan Pondok Pesantren. Kitab tersebut
berisi ilmu-ilmu keislaman, khususnya ilmu Fiqih, yang ditulis dan dicetak dengan
huruf Arab dalam bahasa Arab atau bahasa Melayu, Jawa, Sunda dan sebagainya.
Kitab tersebut disebut “kitab kuning” karena pada umumnya dicetak di atas kertas
berwarna kuning yang berkualitas rendah.Kadang-kadang lembaran-lembarannya
lepas tak terjilid sehingga bagian-bagian yang perlu mudah diambil. Biasanya
terkadang ketika belajar, para santri hanya membawa lembaran-lembaran yang akan
dipelajari dan tidak membawa kitab secara utuh.41
Kitab kuning sering disebut dengan istilah kitab Klasik (al kutub Al-qadimah),
kitab-kitab tersebut merujuk pada karya-karya tradisional ulama klasik dengan gaya
bahasa Arab yang berbeda dengan buku modern.42Ada juga yang mengartikan bahwa
dinamakan kitab kuning karena ditulis diatas kertas berwarna kuning. Jadi, kalau
sebuah kitab yang ditulis dengan kertas putih, maka akan disebut kitab putih bukan
kitab kuning.43
Masdar F. Mas’udi dalam makalahnya “Pandangan Hidup Ulama Indonesia dalam
Literatur Kitab Kuning”, pada seminar Nasional tentang Pandangan Hidup Ulama
Indonesia mengatakan bahwa selama ini berkembang tiga terminologi mengenai kitab
kuning, yaitu:
Pertama, kitab kuning adalah kitab yang ditulis oleh ulama klasik Islam secara
berkelanjutan dijadikan referensi yang dipedomani oleh para Ulama Indonesia, seperti
Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al- Khazin, Shahih Bukhori, Shahih Muslim, dan sebagainya.
Kedua, kitab kuning adalah kitab yang ditulis oleh Ulama Indonesia sebagai karya
tulis yang independen, seperti Imam Nawawi dalam kitabnya Mirah Labid dan Tafsir
al- Munir.
Ketiga, kitab kuning adalah kitab yang ditulis oleh ulama Indonesia sebagai
komentar atau terjemahan atas kitab karya ulama asing, kitab-kitab Kyai Ihsan
Jampes, yaitu Siraj al- Thalibin dan Manahij al- Imdad, yang masing-masing
41
Hamsah.blogspot.com/2011/08/proposal-penelitian.html?m=1
42
Endang Turmudi, Perselingkuhan kyai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: Lkis, 2004), hlm. 36
43
Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang:
UIN Maliki Press, 2011), hlm. 62

20
merupakan komentar atas Minhaj al- ‘Abidin dan Irsyad al- ‘Ibad karya Al-
Ghazali.44
b. Ciri-ciri Kitab Kuning
Kitab kuning mempunyai format tersendiri yang khas dengan warna kertas
kekuning-kuningan.Melihat dari warna kitab yang unik maka kitab ini dikenal dengan
kitab kuning. Namun akhir-akhir ini ciri-ciri tersebut telah mengalami perubahan,
kitab kuning cetakan baru sudah banyak menggunakan kertas putih yang umum
dipakai di dunia percetakan, juga sudah tidak gundul lagi karena telah diberi syakl
untuk memudahkan santri membacanya dan sebagian kitab sudah dijilid.
Ada tiga ciri umum dari kitab kuning.Pertama, penyajian setiap materi dalam satu
pokok pembahasan selalu diawali dengan mengemukakan definisi-definisi yang
tajam, yang memberi batasan pengertian secara jelas untuk menghindari salah
pengertian terhadap masalah yang sedang dibahas.Kedua, setiap unsur materi bahasan
diuraikan dengan segala syarat-syarat yang berkaitan denganobjek bahasan yang
bersangkutan.Ketiga, pada tingkat syarah (ulasan atau komentar) dijelaskan pula
argumentasi penulisnya, lengkap dengan penunjukkan sumber hukumnya.45

c. Sudut Pandang Kitab Kuning


Untuk mengetahui kitab kuning, ada beberapa sudut pandang yang penting
untuk diketahui, yaitu:
1. Kandungan Maknanya
Dilihat dari kandungan maknanya, kitab kuning dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu:
a) Kitab kuning yang berbentuk penawaran atau penyajian ilmu secara
polos (naratif), seperti sejarah, hadits dan tafsir.
b) Kitab kuning yang menyajikan materi yang berbentuk kaidah-kaidah
keilmuan seperti nahwu, ushul fiqh, dan mustalah al- hadits (istilah-
istilah yang berkenaan dengan hadits)

44
Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang:
UIN Maliki Press, 2011), hlm. 61
45
Hamsah.blogspot.com/2011/08/proposal-penelitian.html?m=1

21
2. Kadar Penyajiannya
Dilihat dari kadar penyajiannya, kitab kuning dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a) Mukhtasar, kitab yang tersusun secara ringkas dan menyajikan pokok-
pokok masalah, baik yang muncul dalam bentuk nadzam atau
syi’ir(puisi) maupun bentuk nasr (prosa).
b) Syarah, kitab kuning yang memberikan uraian panjang lebar,
menyajikan argumentasi ilmiah secara komparatif, dan banyak
mengutip ulasan ulama dengan argumentasi masing-masing.
c) Kitab kuning yang menyajikan materinya tidak terlalu ringkas tetapi
juga tidak terlalu panjang mutawassitah).
3. Kreativitas Penulisan
Dilihat dari kreativitas penulisannya, kitab kuning dibagi menjadi tujuh
macam, yaitu:
a. Kitab kuning yang menampilkan gagasan-gagasan baru, seperti Kitab al
Risalah (kitab ushul fiqh) karya Imam Syafi’I, al- ‘Arud wa al- Qawafi
(kaidah-kaidah penyusunan syair) karya Imam Khalil bin Ahmad al-
Farahidi, atau teori-teori ilmu kalam yang di munculkan Wasil bin Ata,
Abu Hasan al- Asy’ari dan lain-lain.
b. Kitab kuning yang muncul sebagai penyempurnaan terhadap karya yang
telah ada, sebagai Kitab Nahwu (tata bahasa arab) karya as-Sibawaih yang
menyempurnakan karya Abul ASwad ad- Duwali.
c. Kitab kuning yang berisi komentar (syarah) terhadap kitab yang telah ada,
seperti Kitab Haditskarya Ibnu Hajar al- Asqalani yang memberikan
komentar terhadap kitab Shahih al- Bukhori.
d. Kitab kuning yang meringkas karya yang panjang lebar, seperti Alfiah Ibn
Malik (buku tentang nahwu yang disusun dalam bentuk syair sebanyak
1000 bait) karya Ibnu Aqil dan Lubb al-Usul (buku tentang usul fiqh)
karya Zakaria al-Alansari sebagai ringkasan dari Jam’al Jawanim
karangan as-Subki.

22
e. Kitab kuning yang berupa kutipan dari berbagai kitab lain, seperti,
‘UlumAl- Qur’an (buku tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an) karya al- Aufi.
f. Kitab kuning yang memperbaharui sistematika kitab-kitab yang telah ada,
seperti kitab Ihya’ Ulum al- Din karya Imam Ghazali.
g. Kitab kuning yang berisi kritik dan koreksi terhadap kitab-kitab yang telah
ada, seperti kitab Mi’yar al- ‘Ilm (sebuah buku yang meluruskan kaidah-
kaidah logika) karya al- Ghazali.
4. Penampilan Uraian
Adapun dilihat dari penampilan uraiannya, kitab kuning memiliki lima
dasar, yaitu:
a. Mengulas pembagian sesuatu yang umum menjadi khusus, sesuatu yang
ringkas menjadi terperinci, dan seterusnya.
b. Menyajikan redaksi yang teratur dengan menampilkan beberapa
pernyataan dan kemudian menyusun kesimpulan.
c. Membuat ulasan tertentu ketika mengulangi uraian yang dianggap perlu,
sehingga penampilan materinya tidak semprawut dan pola pikirnya dapat
lurus.
d. Memberikan batasan-batasan jelas ketika penulisnya menurunkan sebuah
definisi.
e. Menampilkan beberapa ulasan dan argumentasi terhadap pernyataan yang
dianggap perlu.
d. Tujuan Pembelajaran Kitab Kuning
Pembelajaran kitab kuning adalah pembelajaran yang menggunakan kitab kuning
dan membahas tentang ilmu-ilmu agama. Dan tujuan dari pembelajaran kitab kuning
ini adalah memberikan kemudahan dan mendorong santri dalam mempraktekkan dan
menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti adanya
kedamaian, keharmonisan, keseimbangan hubungan manusia kepada Allah SWT dan
hubungan manusia dengan manusia yang lain serta lingkungannya.46
Tujuan pembelajaran kitab kuning di pesantren adalah mempelajari isi-isi
kandungan kitab dan mempelajari bahasa Arab. Maka dari itu, para santri boyong

46
Peraturan Kementrian Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008, hlm. 67

23
(keluar) dari pesantren pasti akan dapat memahami bahasa Arab, sehingga mereka
dapat memahami isi-isi kandungan kitab serta menerapkan bahasa Arab.
e. Pentingnya Pembelajaran Kitab Kuning
Kitab kuning adalah perkara yang sangat penting yang menjadi ciri kekhususan
bagi pesantren. Beberapa unsur yang harus ada di pesantren antara lain ustadz, santri,
masjid dan pondok. Hal ini dapat membuktikan bahwa kitab kuning juga menjadi
bagian dari unsur pesantren karena kitab kuning mengandung nasehat, gudang ilmu
dan teori kehidupan dan kitab kuning menjadi alat untuk memperluas ilmu.47
Oleh karena itu kitab kuning adalah kegiatan yang dapat meningkatkan
kemampuan membaca, menulis, menerjemahkan, dan menerapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam materi pelajaran (ibadah, tasawuf dan karakteristik). Pada awalnya
pembelajaran kitab kuning hanya terdapat di pesantren saja, akan tetapi sekarang
sudah banyak lembaga pendidikan umum, terutama madrasah tsanawiyyah yang
memasukkan pembelajaran kitab kuning sebagai pembelajaran tambahan dalam
metode pembelajaran.

3. Karakter
a. Pengertian Karakter
Menurut Masnur Muslich menyatakan bahwa karakter merupakan nilai-
nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.48
Muchlas Sanani berpendapat bahwa karakter dapat dimaknai sebagai nilai
dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh
hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain,

47
Hj. Binti Maunah, Tradisi Intelektual Santri, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 38
48
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), hlm. 84

24
serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 49
Pendapat senada juga disampaikan oleh Agus Wibowo, bahwa karakter adalah
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.50
Menurut Maksudin yang dimaksud karakter adalah ciri khas setiap
individu berkenaan dengan jati dirinya (daya qalbu), yang merupakan saripati
kualitas batiniyah/rohaniyah, cara berfikir, cara berperilaku (sikap dan perbuatan
lahiriyah) hidup seseorang dan bekerja sama baik dalam keluarga, amsyarakat
bangsa maupun negara.51
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri khas
setiap individu tersebut berguna untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
b. Komponen-komponen Karakter
Ada tiga komponen karakter yang baik yang dikemukakan oleh Lickona,
sebagai berikut:
a. Pengetahuan Moral
Pengetahuan moral merupakan hal yang penting untuk diajarkan. Keenam
aspek berikut ini merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan
karakter yang diinginkan, yaitu:
- Kesadaran Moral
- Pengetahuan Nilai Moral
- Penentuan Perspektif
- Pemikiran Moral
- Pengambilan Keputusan
- Pengetahuan Pribadi
b. Perasaan Moral
Sifat emosional karakter telah diabaikan dalam pembahasan pendidikan
moral, namun disisi ini sangat penting. Terdapat enam aspek yang merupakan
49
Muchlas Sanani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 43
50
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 33
51
Maksudin, Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 3

25
aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseoranh untuk menjadi
manusia berkarakter, yaitu:
- Hati Nurani
- Harga Diri
- Empati
- Mencintai Hal yang Baik
- Kendali Diri
- Kerendahan Hati
c. Tindakan Moral
Tindakan moral merupakan hasil dari dua bagian karakter lainnya.
Tindakan moral terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
- Kompetensi
- Keinginan
- Kebiasaan52
c.Nilai-nilai Karakter yang Harus Ditanamkan
Menurut Ratna Megawangi berpendapat bahwa terdapat 9 pilar karakter yang
berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran atau amanah
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong atau kerjasama
6. Percaya diri dan pekerja keras
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleransi, kedamaian dan kesatuan53

F. Rumusan Hipotesis

52
Lickona, Thomas, Mendidik untuk Membentuk Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 85
53
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Sekolah, (Yogyakarta: Diva
Press, 2011), hlm. 51

26
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan.54Dalam penelitian ini terdapat satu variable independen yaitu Pembelajaran
Kitab Ta’lim Muta’allim, dan satu variabel dependen Pembentukan Karakter.Hipotesis
dalam penelitian ini merupakan hipotesis deskriptif. Berikut merupakan rincian hipotesis
dalam penelitian ini, yaitu “Terdapat pengaruh antara Pembelajaran Ktab Ta’lim
Muta’allim terhadap Pembentukan Karakter”

G. Metode Penelitian
1. Jenis dan PendekatanPenelitian
a. Jenis Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jenis penelitian yang dilakukan ini
adalah penelitian Ex Post Facto.Ex Post Facto adalah sesudah fakta, yaitu
penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi. Penelitian ex post
facto bertujuan menemukan penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku,
gejala atau fenomena yang menyebabkan perubahan pada variabel bebas secara
keseluruhan sudah terjadi.Penelitian ex-post facto merupakan penelitian dimana
variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti mulai dengan pengamatan
variabel-variabel terikat dalam suatu penelitian .
Nama ex post facto sendiri dalam bahasa latin artinya “dari sesudah fakta”.
Hal ini menunjukkan bahwa penelitian itu dilakukan sesudah perbedaan-
perbedaan dalam variabel bebas itu terjadi karena perkembangan kejadian itu
secara alami.55
Ciri utama dalam penelitian ex post facto adalah tidak adanya perlakuan yang
diberikan oleh peneliti atau dengan kata lain perlakuannya sudah dilakukan tanpa
ada kontrol dari peneliti. Sifat penelitian ex post facto yaitu tidak ada kontrol
terhadap variabel.Penelitian ini juga sering dikatakan “ After the fact “ atau
sesudah fakta dan ada pula yang mengatakan sebagai “ retrospective study” atau
studi penelusuran kembali. Dan adapun tujuan penelitian ex post facto adalah
melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data-
54
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2016), hlm. 96
55
Alimuddin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian, (Depok : UI-Press, 1993 ). h. 124

27
data setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung.Metode
penelitian ex post facto disebut juga dengan istilah metode causal Comparative
atau metode yang mengamati penyebab atau akibat dari suatu perbedaan yang
sudah terlebih dahulu muncul diantara dua atau beberapa kelompok individu.56
Jadi, penelitian Ex Post Facto adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu hal yang sudah terjadi tanpa
adanya perlakuan dari peneliti.
b. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
kuantitatif.Menurut Prof. Dr. Sugiyono yang dimaksud dengan penelitian
kuantktatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat potivisme, yang
digunakan untuk populasi atau sampel tertentu, dimana teknik ini pengambilan
sampel pada umumnya dilakukan secara random.Pengumpulan data dalam
pendekatan ini menggunakan instrument penelitian, sementara analisis data
bersifat kuantitatif atau statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.57
Data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang berhubungan
dengan angka-angka yang dapat memberikan gambaran mengenai keadaan,
peristiwa atau gejala tertentu.58
2. Teknik Sampling
Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive
Sampling.Purposive sampling yaitu sampel yang diambil dengan tujuan dan
pertimbangan tertentu.Purposive sampling menurut Sugiyono adalah teknik untuk
menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan
agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih resprentatif.59

56
Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi danPengembangannya, (Jakarta;
Bumi Aksara, 2012). h.165.
57
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006),
hlm. 14
58
Anas Sudijono, Pengantar dalam Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 2-3
59
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006),
hlm. 20

28
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian teknik purposive sampling adalah
teknik mengambil sampel yang dilakukan secara sengaja dan telah sesuai dengan
semua persyaratan sampel yang akan diperlukan.
a. Populasi
Menurut Sudjana, populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin,
hasil menghitung ataupun pegukuran kuantitatif atau kualitatif mengenai
karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas
yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Jadi, yang dimaksud dengan populasi
adalah jumlah keseluruhan dari subjek yang akan diteliti dalam penelitian.60
Sedangkan menurut Prof. Sugiyono populasi adalah wilayah generasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
teretntu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.61
Jadi, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah sejumlah kelompok yang
dipelajari sifat-sifatnya untuk diteliti dalam penelitian.Adapun populasi dalam
penelitian ini ada seluruh Mahasantri Pondok Pesantren Fadhlul FadhlanMijen
Semarang.

b. Sampel
Menurut Nanang Martono sampel adalah bagiann dari populasi yang
memiliki ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Sampel juga dapat
didefinisikan sebagai anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan
prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi.Dalam
penelitian kuantitatif sampel merupakan sebuah isu yang sangat krusial yang
dapat menentukan keabsahan hasil penelitian.62
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sebanyak 20 mahasantri
pondok, yang mana 10 mahasantri merupakan alumni Pondok Pesantren atau

60
Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Penerbit Tarsito, 1996), hlm. 6
61
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Metodh), (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 119
62
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif (Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder), (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2010), hlm. 66

29
Madrasah Aliyah dan 10 mahasantri merupakan non alumni Pondok Pesantren
(sekolah umum).
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulann data adalah metode utama dalam penelitian, karena tujuan
utama dalam penelitian itu adalaha memperoleh data-data. 63 Adapun metode-metode
yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu:
a. Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan juga.64Peneliti
melakukan wawancara dengan kyai, sebagian pengurus dan sebagian santri
untuk memperoleh data-data tentang pengaruh pembelajaran kitab Ta’lim
Muta’allim terhadap Pembentukan Karakter Mahasantri Pondok Pesantren
Fadhlul Fadhlan Mijen Semarang.
b. Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien
apabila peneliti mengetahui dengan pasti variable yang akan diukur dan
mengetahui apa yang bisa diharapkan dari responden.65Angket yang
digunakan adalah kuesioner tertutup menggunakan Skala Likert.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah keterangan kejadian pada masa lalu. Dokumentasi itu
penyempurna penggunaan metode observasi dan wawancara dalam sebuah
penelitian.66
4. Teknik Analisis Data
1. Data yang diperoleh dari angket tanggapan peserta didik disusun dengan skala
likkert yang dibagi dengan 5 skala, yaitu:
Table 1 Pedoman Penyekoran Angket Tanggapan Peserta Didik
63
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm. 308
64
Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta: RenikaCipta, 2000), hlm. 165
65
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006),
hlm. 199
66
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, hlm. 329

30
Kategori Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

Kemudian mencari skor rata-rata total dari data yang diperoleh


2. Mengkonversikan skor rata-rata yang diperoleh menjadi nilai kualitatif sesuai
kriteria penilaian dalam tabel 767
Tabel 2Kriteria kepraktisan tanggapan peserta didik
Interval Kategori
X ˃4,4 Sangat baik
3,8 ˂ X ≤4,4 Baik
3,2 ˂ X ≤3,8 Cukup
2,6 ˂ X ≤3,2 Kurang
X ≤2,6 Sangat kurang
Keterangan : X = rata-rata skor aktual peserta didik.

Pembelajaran Kitab Ta’lim Muta’allim dikatakan berpengaruh apabila


tanggapan peserta didik berada dalam kategori baik dan sangat baik. Oleh karena
itu, minimal skor rata-rata angket tanggapan peserta didik yang harus dicapai
adalah 3,8. Apabila rata-rata skor yang diperoleh kurang dari 3,8 maka
pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim tidak berpengaruh.

H. Kepustakaan

I. ٢٦٧.‫ ص‬,)١٩٦٠ ,‫ (دار إحياء الكتب العربية‬,‫ روح التربية والتعليم‬,‫محمد عطية األبرشي‬
١٩٨٩ ,‫ مكتبة الفالح‬:‫ (الكويت‬,‫ تدريس فنون اللغة العربية‬,‫مد مدكور‬
J. 7.‫ ص‬,)1979 ,‫ المكتبة العصرية‬:‫ (البيروت‬,‫ جامع ال ّدروس‬,‫مصطفى الغاليني‬
67
Rina Yuliana. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan PMRI Pada Materi Bangun
Ruang Sisi Lengkung Untuk SMP Kelas IX. Vol 6. No 1. Tahun 2017.

31
K. ‫ منار قدس‬. ‫ القراءن الكريم‬.٢ : ‫سورة يةسف‬
Adi, Yuniarso Kwartono, dkk, Mengasuh Santriwati, (Semarang: Pusat Studi Asia
Lembaga Penelitian Kebudayaan Asia Universitas Toyo Jepang, 2006).
Al-‘Aridl, Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1994).
Al- Syaibany, Oemar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj.
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
Amin Haedar, Masa depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD PRESS, 2004).
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002).
Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991).
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium
Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002.
Bambang, Susilo Yudhoyono, Membangun Kembali Jati Diri Bangsa,
(Yogyakarta: Yayasan Jati Diri Bangsa, 2007).
Barizi, Ahmad, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan
Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011).
Bruinessen, Martin Van, Kitab kuning;Pesantren, (Bandung: Mizan, 1995).
Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007).
Dep. Agama RI, Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyyah, (Jakarta: 2003).
Dhofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES, 1984).
Fathoni, Muhammad Kholid, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional
(Paradigma Baru), (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan
Agama Islam).
Haedar, Amin, Masa depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD PRESS, 2004).
Hamsah.blogspot.com/2011/08/proposal-penelitian.html?m=1.

32
Hasan, M. Ali dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta:
PEDOMAN ILMU JAYA, 2009).
Ismail, dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002).
Khozin, Jejak jejak Pendidikan Islam di Indonesia: Rekontruksi Sejarah untuk
Aksi, (Malang: UMM Press, 2006).
Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 1997).
Maksudin, Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013).
Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta: RenikaCipta, 2000).
Martono,Nanang, Metode Penelitian Kuantitatif (Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010).
Maunah, Binti, Tradisi Intelektual Santri, (Yogyakarta: TERAS, 2009).
Ma’mur, Jamal Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter
Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press, 2011).
Muslich,Masnur,Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).
Muthohar, Ahmad, AR, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2002).
Nasir,Ridlwan,Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di
Tengah arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Peraturan Kementrian Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008.
Qomar,Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, (Jakarta:Penerbit Erlangga, 2002).
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008).
Samsuri, Analisa Bahasa. (Jakarta : Erlangga, 1999).
Sirhaan, Muhamad, fiqhullughoh (Ilmu Bahasa Arab), (Semarang : IKIP Press,
2010).
Sudijono,Anas,Pengantar dalam Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2005).

33
Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Penerbit Tarsito, 1996).
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Metodh), (Bandung: Alfabeta,
2012).
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2016).
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, kuantitatif, kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2006).
Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi
danPengembangannya, (Jakarta; Bumi Aksara, 2012).
Thomas,Lickona, Mendidik untuk Membentuk Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara,
2012).
Thoriqussu’ud, Muhammad, Jurnal Ilmu Tarbiyah “At- Tajdid”, Vol. 1, 2012.
Turmudi, Endang, Perselingkuhan kyai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: Lkis,
2004).
Tuwu, Alimuddin, Pengantar Metode Penelitian, (Depok : UI-Press, 1993 )
Umiarso dan Nur Zazin, Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan Menjawab
Problematika Kontenporer Manajemen Mutu Pesantren, (Semarang: RaSAIL Media
Group, 2011)
Yuliana, Rina,Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan
PMRI Pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Untuk SMP Kelas IX. Vol 6. No 1.
Tahun 2017.
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta:
LKis Yogyakarta, 2001)
Wibowo,Agus,Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)
Yuliana, Rina,Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan
PMRI Pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Untuk SMP Kelas IX. Vol 6. No 1.
Tahun 2017.
Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Qur’an), (Jakarta:
PTHidakarya Agung).
Ziemek, Manfred, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986).
https://minanews.net/peran-pondok-pesantren-dalam-pembentukan-karakter.

34
www.pengertianku.net.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Wawancara Penelitian

Pengaruh Pembelajaran Kitab Ta’lim Muta’allim terhadap Pembentukan Karakter Mahasantri


Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Mijen Semarang

A. Pengantar
Wawancara ini di lakukan untuk mendapat informasi sehubungan dengan
penelitian tentang Pembelajaran Kitab Ta’lim Muta’allim di Pondok Pesantren Fadhlul
Fadhlan Mijen Semarang. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara bersama
KH.Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi Lc, MA selaku pengasuh Pondok Pesantren Fadhlul
Fadhlan Mijen Semarang untuk medapatkan informasi tentang Pembelajaran Kitab
Ta’lim Muta’allim di Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Mijen Semarang.
Atas perhatiannya, peneliti ucapkan banyak terimakasih

B. Pedoman wawancara
1. Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu
2. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan wawancara

35
3. Peneliti menanyakan dan menulis identitas narasumber
4. Peneliti mulai melakukan wawancara

C. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan adalah sebagai berikut:


1. Mengapa Ma’had menggunakan kitab Ta’lim Muta’allim ?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim ?
3. Menurut Bapak apakah pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim ini dapat membentuk
karakter ?
4. Apa saja yang dapat dipelajari saat pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim selain
karakter ?
5. Apakah pembelajaran kitab ini dapat membantu membentuk karakter santri ?
6. Apakah pembelajaran kitab ini dapat membantu mempercepat pemahaman santri
tentang karakter ?
7. Bagaimana minat santri selama pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim ?
8. Apa kelebihan dari pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim ?
9. Apa kekurangan dari pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim ?
10. Hambatan apa saja yang dialami dalam pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allimini ?

36
Angket Penelitian

Pembelajaran Kitab Ta’lim Muta’allim terhadap Pembentukan Karakter Mahasantri Pondok


Pesantren Fadhlul Fadhlan Mijen Semarang

Nama :

NIM :

Jurusan :

A. Pengantar
Angket ini diberikan kepada Mahasantri dan pegurus Pondok Pesantren Fadhlul
Fadhlan Mijen Semarang untuk mendapatkan informasi yang behubungan dengan
penelitian tentang Pembelajaran Kitab Ta’lim Muta’allim terhadap Pembentukan
Karakter Mahasantri Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Mijen Semarang.
Oleh karena itu, peneliti mohon bantuan kepada santri dan pengurus untuk
menjawab pernyataan-pernyataan dalam angket ini dengan sebaik-baiknya, yaitu
menjawab dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya. Jawaban

37
anda akan dijaga kerahasiaannya. Angket ini bukannlah tes sehingga tidak mempengaruhi
nilai di Kampus, karena hasil angket ini hanya untuk kepentingan penelitian.
Atas perhatian dan bantuannya, peneliti ucapkan terima kasih.
B. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah petunjuk pengisian dengan cermat sebelum mengisi angket
2. Isilah identitas (Nama, NIM dan Jurusan)
3. Angket ini terdiri dari 20 pernyataan
4. Usahakan jangan sampai ada nomor yang terlewatkan
5. Pilihlah satu jawaban dari jawaban yang tersedia
6. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda pilih sesuai dengan keadaan diri
anda

C. Keterangan
SS : bila anda sangat setuju dengan pernyataan karena sangat sesuai dengan keadaan
anda sebenarnya.
S : bila anda setuju dengan pernyataan karena sangat sesuai dengan keadaan anda
sebenarnya.
TS : bila anda tidak setuju dengan pernyataan karena sangat sesuai dengan keadaan
anda sebenarnya.
STS : bila anda sangat tidak setuju dengan pernyataan karena sesuai dengan keadaan
anda sebenarnya.

No Pernyataan SS S Ragu- TS STS


ragu
1 Saya sangat
menyukai
pembelajaran
karakter
2 Pembelajaran
karakter adalah
mudah
3 Pelajaran karakter
38
adalah pelajaran
yang sangat
membosankan
4 Saat pembelajaran
karakter saya
berusaha
memperhatikan
dan memahaminya
5 Saya lebih
menyukai
pelajaran pelajaran
lain daripada
karakter
6 Saya lebih suka
belajar karakter
dengan metode
pengamatan dari
pada
menggunakan
kitab
7 Pembelajaran
kitabadalah salah
satu metode yang
dapat digunakan
untuk
pembentukan
karakter
8 Dengan
pembelajaran kitab
saya dapat
mengingat dan
menerapkan
karakter yang
sudah diajarkan
9 Saya sangat
antusias saat
pembelajaran kitab
10 Pembelajaran kitab
adalah metode
yang sangat
membosankan

39

Anda mungkin juga menyukai