Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BATUK DARAH


HIPERVENTILASI DAN HIPOVENTILASI

Disusun Oleh :

1) Jihan Ainaya Baradi (P17210211062)


2) Annisa Patricia H (P17210213071)
3) Aradea Solly Surya K (P17210213074)
4) Ba’nita Reva Nandira N (P17210213075)
5) Mery Ajizah (P17210213093)

POLITEKKES KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
DIII KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-ide dan usaha dalam mencari materi sehingga makalah ini
bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Malang,27-2-2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………i

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..ii

1.2 Latar Belakang……………………………………………………………..


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………
1.3 Tujuan…………………………………………………………………….
1.4 Manfaat……………………………………………………………………

BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………

2.1
2.2
2.3

BAB III KASUS……………………………………………………………

3.1

BAB IV PENUTUP………………………………………………………..

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………….
4.2 Saran……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernapasan yang sehat biasanya merupakan keseimbangan antara menghirup


oksigen dan karbon dioksida.
Hiperventilasi adalah kondisi saat Anda mungkin akan lebih banyak mengeluarkan
karbon dioksida daripada menghirupnya. Karbon dioksida dalam tubuh pun
berkurang.
Level rendah tersebut memicu penyempitan pembuluh darah yang memasok darah
ke otak. Ketika hal itu terjadi, maka Anda akan merasa ‘melayang’ dan kesemutan
pada jari. Bahkan kasus hiperventilasi yang parah dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran alias pingsan.

Hipoventilasi didefinisikan sebagai gangguan ketika seseorang bernapas terlalu


pendek atau terlalu lambat sehingga pemenuhan oksigen yang dibutuhkan oleh
tubuh terjadi sangat lambat. Gangguan ini dapat muncul bersamaan dengan
penyakit pada sistem saluran pernapasan yang menyebabkan seseorang
memperoleh oksigen yang terlalu sedikit dan juga disertai kondisi heperkapnia atau
peningkatan kadar karbon dioksida dalam sistem pernapasan.
Gangguan hipoventilasi dapat bersifat akut maupun kronis bergantung kondisi atau
gangguan apa yang menyebabkannya. Kondisi hipoventilasi dapat dialami siapa saja
yang memiliki faktor risiko. Gangguan ini dapat terjadi pada individu usia muda
maupun usia lanjut.
Rentang umur paling umum untuk mengalami hipoventilasi adalah sekitar 20-50
tahun. Individu laki-laki lebih mungkin mengalami hipoventilasi karena gangguan
yang menyebabkan hipoventilasi lebih banyak ditemukan pada laki-laki.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam


makalah ini adalah sebagai berikut : apa saja yang dimaksud tentang hiperventilasi
dan hiporventilasi

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui/menjelaskan apa itu hiperventilasi dan hiporventilasi

1.4 Manfaat

Pernafasan yang sehat merupakan kesimbangan tubuh yang menhirup oksigen dan
karbon dioksida
TINJAUAN TEORI

2.1.1 Mekanisme Batuk darah


1.  Batuk Darah(Hemoptisis)
Batuk darah (hemoptisis)adalah darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal
dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk
darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas , sehingga
penutupan luka dengan cepat terjadi . (Hood Alsagaff, 1995, hal 301)
2. Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan
trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada
batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru
disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding
kapitas.(Hood Al sagaff dkk:1995;85-86).
2.1.2 Patofisiologi Hemoptisis
Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi. Volume
darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal
hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan. Batuk darah atau
hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah
laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah
lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus
dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan
berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah
massif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di
paru dan dapat mengganggun kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak
ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.
Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi pulmoner atau sirkulasi
bronkial. Hempotisis masif sumber perdarahan umumnya berasal dari sirkulasi
bronkial ( 95 % ). Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan duktus alveol, sistem
sirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding pembuluh darah yang tipis. Sirkulasi
bronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan jaringan
penunjang paru, esofagus, mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri pulmoner.
Sirkulasi bronkial ini terdiri dari arteri bronkialis dan vena bronkialis. Asal anatomis
perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu:
1.      bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa,
2.      TB paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti
“aneurisma Rassmussen”). atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner
atauproses erosif pada arteri bronkialis,
3.      Infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran & proliferasi arteri
bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik,
4.      Kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah
berdarah.
Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :
1.       Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus
2.       Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis,
emfisema bulosa
3.       Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis
4.       Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated
intravascular coagulation (DIC)
5.      Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid
6.      Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena,
aneurisma aorta
7.      Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak
8.       Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,
limfangiografi
9.      Kelainan sistemik : sindrom good pasture, idiopathic
pulmonary hemosiderosis, systemic lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis
wagener, purpura henoch schoenlein, sindrom chrug-strauss)
10.   Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
11.   Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing,
hemoptisis kriptogenik, amiloidosis (Rasmin, 2010).

2.2.1 Definisi Hipoventilasi


Hipoventilasi adalah gangguan pernapasan yang ditandai dengan laju napas
berlangsung terlalu lambat dan dangkal sehingga oksigen tidak terhirup dengan cukup
dan karbon dioksida menumpuk di dalam tubuh.
Kondisi ini dapat menyebabkan penumpukan karbon dioksida dan kekurangan
oksigen pada darah karena pertukaran udara yang tidak efektif pada paru-paru.
Penumpukan kadar karbon dioksida dalam darah disebut sebagai hiperkapnia.Kondisi
ini dapat menyebabkan kadar asam darah meningkat sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan, bahkan berisiko memicu gagal napas. Maka dari itu,
hipoventilasi harus segera ditangani untuk mencegah berbagai komplikasinya yang
bisa mengancam jiwa.
2.2.2 Mekanisme
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat. Apabila ventilasi
alveolar menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Atelektasis akan menghasilkan
hipoventilasi. Atelektasis merupakan kolaps alveoli yang mencegah pertukaran
oksigen dan karbon dioksida dalam pernapasan. Karena alveoli kolaps, maka paru
yang diventilasi lebih sedikit dan menyebabkan hipoventilasi.
Pada klien yang menderita penyakit obstruksi paru, pemberian oksigen yang
berlebihan dapat mengakibatkan hipoventilasi. Klien ini beradaptasi terhadap kadar
karbon dioksida yang tinggi dan kemoreseptor yang peka pada karbondioksida pada
hakikatnya tidak berfungsi. Klien ini terstimulus untuk bernapas jika PaO2 menurun.
Apabila jumlah oksigen yang diberikan berlebihan, maka kebutuhan oksigen dipenuhi
dan stimulus untuk bernapas negative. Konsentrasi oksigen yang tinggi (misalnya
lebih besar dari 24% sampai 28%[1 sampai 3 liter]) mencegah penurunan PaO2 dan
menghilangkan stimulus untuk bernapas, sehingga terjadi hipoventilasi. Retensi CO2
yang berlebihan menyebabkan henti napas.

Penyebab Terjadinya Hipoventilasi


Hypoventilasi sering terjadi  karena gangguan pada :
    jalan atas    :  obstruksi, aliran udara terhambat
    rongga thorax  :  gangguan gerak karena nyeri operasi, farktur costae,pleister lebar
jaringan ketal. pneumothorax dan pleural effusion
    jaringan paru   :  atelektasis
    otot nafas    : paralyse diaphragma / otot nafas lain karena obat pelumpuh otit
myasthenia gravis
    syaraf nafas    : kerusakan N-phrenicus, polio, anestesi spinal
    pusat nafas   : depresi sentral nafas karena obat anestesi, narkotik, sedatif, trauma
alkohol
    Dengan pemberian O2, hipoksia berkurang (p02 naik) tetapi pCO2 tetap atau naik.
Pada hipoventilasi ringan. pemberian O2 bermanfaat. Sedangkan pada hipoventilasi
berat jusrtu mengakibatkan paradoxical apnea, sehingga penderita jadi apnea setelah
diberi oksigen

Tanda dan Gejala Hipoventilasi


•    Pusing
•    Nyeri kepala (dapat dirasakan di daerah oksipital hanya saat terjaga)
•    Letargi
•    Disorientasi
•    Penurunan kemampuan mengikuti instruksi
•    Disritmia jantung
•    Ketidakseimbangan elektrolit
•    Konvulsi
•    Koma
•    Henti Jantung

Terapi Hipoventilasi
Terapi yang benar pada hipoventilasi adalah :
1. Membebaskan jalan nafas
2. Memberikan oksigen
3. Menyiapkan nafas buatan
4. 4 Terapi causal penyebabnya
Terapi untuk menangani hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang
mendasari gangguan tersebut, kemudian tingkatkan oksigenasi jaringan, perbaiki
fungsi ventilasi, dan upayakan keseimbangan asam-basa.Apabila tidak ditangani,
maka kondisi klien akan menurun dengan cepat. Akibatnya, dapat terjadi
kebingungan, tidak sabar dan kematian.

2.2.3 Patofisiologi
Hipoventilasi adalah kurangnya ventilasi dibandingkan dengan kebutuhan
metabolik, sehingga terjadi peningkatan PCO2 dan asidosis respiratorik. Hipoventilasi
merupakan penyebab hiperkapnia yang paling sering. Selain meningkatnya PaCO2
juga terdapat asidosis respirasi yasng sebanding dengan kemampuan bufer jaringan
dan ginjal. Menurunnya VA, pertama dapat disebabkan oleh karena menurunnya
faktor minute ventilation (VE) yang sering disebut sebagai hipoventilasi global atau
kedua, karena meningkatnya dead space (VD). Penyebab hipoventilasi global adalah
overdosis obat yang menekan pusat pernafasan.
Dead space (VD). Terjadi apabila daerah paru mengalami ventilasi dengan baik, tetapi
perfusinya kurang, atau pada daerah yang perfusinya baik tetapi mendapat ventilasi
dengan gas yang mengandung banyak CO2 Dead space kurang mampu untuk
eliminasi CO2. Dead space yang meningkat akan menyebabkan hiperkapnia.
Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih kecil dari CO2
yang dihasilkan oleh jaringan sehingga terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah
(hiperkapnia). Hiperkapnia menyebabkan peningkatan produksi asam karbonat dan
menyebabkan peningkatan pembentukan H+ yang akan menimbulkan keadaan asam
yang disebut asidosis respiratorik.
 Hipoventilasi akan menyebabkan PAO2 dan PaO2 menurun. Bila pertukaran gas
intrapulmonal tidak terganggu, penurunan PaO2 sesuai dengan menurunnya PAO2.

2.3.1 Definisi Hiperventilasi


Sindrom hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan ventilasi berlebihan yang
menyebabkan perubahan hemodinamika dan kimia sehingga menimbulkan berbagai
gejala. Gejala sindrom hiperventilasi dan gangguan panik saling tumpang tindih.
Gejala hiperventilasi ditemukan pada 50% pasien dengan gangguan panik dan 60%
pasien agorafobia.
2.3.2 Mekanisme
Menurut Newton E (2005), sindrom hiperventilasi dapat terjadi secara akut maupun
kronis. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya hiperventilasi belum jelas
diketahui. Saat ini diketahui bahwa stresor tertentu dapat menyebabkan hiperventilasi.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan sindrom ini antara lain distres emosional,
natrium laktat, kafein, isoproterenol, kolesistokinin dan karbondioksida. Secara
psikologis penyebab sindrom ini adalah perubahan pernapasan, yang dinamakan
dengan “sindrom pernapasan nervous” yang biasanya disebabkan oleh faktor
emosional/stress psikis. Terdapat 2 jenis pernapasan yang dapat ditemukan, yaitu : a).
Pernapasan yang tidak teratur yang dianggap sebagai pengutaraan rasa takut yang
khas; b). Pernapasan yang dangkal diselingi dengan penarikan napas dalam, sebagai
pengutaraan situasi pribadi yang bersifat keletihan dan pasrah, yaitu pertanda tujuan
tidak dapat dicapai.

2.3.3 Patofisiologi
Pada pasien hiperventilasi mereka bernapas terutama dengan dada dan hampir tidak
menggunakan diafragma. Seseorang yang bernapas dengan torakal mempunyai PCO2
di bawah 40 mmHg. Pada sindrom hiperventilasi, ventilasi yang bertambah tidak
sebanding dengan pertukaran gas, ventilasi yang bertambah disebabkan oleh frekuensi
pernapasan yang tinggi. Pada analisis gas darah arteri terdapat alkalosis respirasi
dengan berkurangnya PCO2.
Dengan turunnya PCO2 terjadi perubahan-perubahan sekunder sebagai berikut :
Alkalosis respirasi dengan penurunan kalsium ion serum; fosfat organik, dan ion
magnesium.
Hiperekstiabilitas saraf dan otot dengan gejala-gejal tetani (parestesia, fenomen
Chvostek dan Trousseau, spasme karpopedal, kejang tangan kaki, tangan obstetrik),
disebabkan akibat pergeseran ion-ion, yaitu berkurangnya ion kalsium dan
magnesium.
Perubahan perdarahan regional. Pada hiperventilasi akut menyebabkan peredaran
darah di otak berkurang yang dapat menyebabkan pre-kolaps atau bahkan jatuh
pingsan. Juga peredaran darah di kulit berkurang sehingga suhu kulit menurun, dan
timbul akrosianosis.
Aktivitas simpatik, hiperventilasi merangsang simtem simpatik, hingga terjadi
kenaikan nadi dan terjadi perubahan EKG.
Adapun gejala klinik terjadinya sindrom hiperventilasi diantaranya yaitu :
Parestesia, gejala yang sangat khas yaitu keluhan seperti kesemutan pada tangan dan
kaki terutama pada jari-jarinya. Yang paling khas adalah jari-jari tangan pada pasien
akan menguncup dan lentik. Sering juga pasien mengeluhkan gatal, menggelitik di
sekitar mulut, terutama pada bibir dan lidah.
Gejala-gejala sentral, sering kali terjadi gangguan-gangguan penglihatan, perasaan
seperti melayang dan penglihatan kabur yang dikenal dengan blurry eyes. Pasien juga
sering mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing.
Keluhan pernapasan, biasanya pasien mengeluhkan sesak napas walaupun tanda
hiperventilasinya tidak jelas. Tidak jarang ada takipnea, tetapi sering ditutupi dengan
berulang-ulang menarik napas panjang, menguap dan mendengus, kadang-kadang
dengan batuk kering terpotong-potong.
Keluhan jantung, hiperventilasi tidak jarang disertai dengan keluhan yang menyerupai
angina pektoris.
Keluhan umum, seringkali pasien mengeluh tentang tangan dingin, hampir selalu
merasa lelah, lemas, megantuk dan sangat sensitif terhadap cuaca.
Adapun gejala-gejala yang biasanya muncul saat terjadi serangan akut yaitu pasien
merasa takut dan gelisah dengan pernapasan cepat tak teratur. Jari tangan, kaki dan
tungkai terasa seperti mati. Jantung berdebar-debar, dispnea dan rasa tertekan di dada
yang membuat pernapasan menjadi lebih cepat dan dalam, agar tidak tercekik. Bibir
tidak terasa, mulut sulit digerakkan, muka terasa tegang. Pasien sering mengeluhkan
pusing, menekan di kepala dan epigastrum, sendawa, mual, mulut kering, dan tak
bertenaga.
Penyebab paling sering untuk hiperventilasi ialah emosi rasa takut dan kegelisahan.
Freud menyebutkan bahwa gejala-gejala neurosis juga dengan gangguan pernapasan,
yang dinamakan dyspnea nerveus. Menurut Hoff, dkk. Pasien dengan sindrom
hiperventilasi tidak memecahkan konflik psikis, melainkan hanya dapat menarik
napas dalam-dalam. Pernapasan yang cepat menjadi jawaban atas rasa sakit,
kemarahan atau takut, yang menurut Hoff menjadi faktor terpenting sebagai faktor
timbulnya sindrom ini. Pada perkembangan penyakit yang lebih lanjut keluhan
pernapasan akan timbul dalam setiap situasi yang tidak enak. Walaupun 95% pasien-
pasien yang menderita sindrom ini bersifat psikis (Schettler) namun pada tiap-tiap
hiperventilasi harus dicari kemungkinan penyakit organik lain.
Adapun beberapa penanganan yang bisa dilakukan baik itu penanganan awal maupun
penanganan yang lebih advance.
Pasien bisa melakukan pernapasan dengan kantong plastik bila didapatkan tanda
alkalosis agar PCO2 dalam darah naik.
Suntikan 10 cc larutan kalsium glukonas 10% intravena mempunyai efek placebo.
Pasien akan merasa lebih baik, tetapi kadar ion kalsium tidak akan naik.
Belajar bernapas torako-abdominai dengan menggerakkan diafragma saat bernapas.
Psikoterapi, membantu menyelesaikan masalah-masalah emosional pada pasien,
termasuk melakukan terapi perilaku (Cognitive Behavioral Therapy).
Hiperventilasi sering merupakan bagian dari serangan panik maka pemberian obat
yang tepat yaitu benzodiazepine atau golongan SSRI dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
https://askep.blogspot.com/
https://patofisiologi7.blogspot.com/
https://www.sehatq.com/artikel/hipoventilasi-dapat-berakibat-fatal-kenali-gejala-dan-
cara-mengatasinya
https://borupangggoaran.blogspot.com/2013/06/hipoventilasi-d-i-s-u-s-u-n-oleh-psik-
1.html
https://tbmjanarduta.fkunud.com/sindrom-hiperventilasi/
Newton E. Hyperventilation syndrome. Emedicine [serial online] last updated April
15 2005 (Cited 2005 Jun 22).
Cowley DS, Roy-Byrne PP. Hyperventilation and panic disorder. Am J Med.
1987;83: 929-37.
Lum LC. Hyperventilation syndromes in medicine and psychiatry: A review. J Royal
Soc med. 1987;80:229-31.
Sukatman D, Budihalim S. Aspek psikomatik gangguan pernapsan. In:Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid III, edisi ketiga, edior : Suyono S dkk, Jakarta:BP FKUI;
2001.p.730-7.
Mudjaddid E., Rudi Putranto, Hamzal Shatri. Sindrom Hiperventilasi. Scan by dr.
Suvianto H.L.2009;222:930-31.

Anda mungkin juga menyukai