KONSEP OKSIGENASI
DOSEN : Wardatul Washilah S,kep.,Ns.,M,kep
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kepada allah SWT . Yang
telah memberikan rahmat dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul konsep OKSIGENASI ini dengan baik dan selesai tepat
waktu.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis
KATA PENGANTAR…………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………...…………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
a. Ventilasi
b. Perfusi
c. Difusi
d. Pertukaran Pernafasan
e. Proses Transportasi Oksigen
f. Sirkulasi
g . Proses respirasi seluler
2. Menjelaskan Faktor yang mempengaruhi Oksigenasi
BAB II
PENDAHULUAN
Tes yang memverifikasi bahwa ada perfusi yang mencukupi adalah bagian
dari proses penilaian pasien yang dilakukan oleh personel medis atau
darurat. Metode yang paling umum termasuk warna kulitt
tubuh,suhu,kondisi (kering/lembut/keras/bengkak/cekung/dll), dan
pengisian kapiler.
A. Pengertian Difusi
Dilansir Britannica Encyclopedia, difusi adalah proses yang dihasilkan dari gerakan
molekul dimana alirannya berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah
berkonsentrasi rendah.
Dalam definisi tersebut, perbedaan konsentrasi pada dua larutan dikenal juga
dengan sebutan gradien konsentrasi. Meski tidak ada perbedaan konsentrasi,
perpindahan molekul tetap dapat terjadi untuk mencapai kesetimbangan.
Proses difusi juga berlaku dalam tubuh manusia. Menurut Modul Biologi Kelas XI
yang disusun oleh Saifullah (2020), difusi adalah proses perpindahan partikel suatu
zat dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah untuk
mencapai keseimbangan.
Contoh difusi dalam tubuh manusia yaitu ketika kita menarik napas maka alveolus
mengembang dan oksigen masuk ke paru-paru. Lalu, ketika menghembuskan
napas, alveolus mengempis dan karbon dioksida keluar dari tubuh. Nah, proses ini
terjadi disebabkan molekul bergerak dari konsentrasi tinggi ke rendah.
B. Proses Difusi
Proses difusi dapat terjadi di zat padat, zat cair, atau zat gas. Dalam hal ini,
prosesnya tidak memerlukan energi karena itulah proses difusi disebut juga sebagai
sistem transpor pasif.
Proses difusi adalah kondisi dimana terjadinya pergerakan partikel zat dengan
gerakan acak yang berdifusi dari bagian berkonsentrasi tinggi menuju ke bagian
yang lebih rendah melalui membran sel.
Sebuah partikel dapat melewati membran tersebut jika ukuran partikel sangat kecil
dan dapat larut dalam air maupun lemak.
Jika molekul berukuran besar, maka proses difusi akan lebih lambat untuk melewati
membran daripada molekul yang ukurannya lebih kecil.
2. Suhu
Gerakan molekul akan lebih cepat ketika terjadi kenaikan suhu. Hal ini tentunya
berdampak pada laju difusi yang juga semakin cepat.
3. Konsentrasi zat
Laju difusi juga didasarkan pada besar gradien konsentrasi yang ada pada dua zat.
4. Wujud materi
Proses difusi pada zat padat biasanya akan lebih lambat dibandingkan dengan zat
cair dan zat gas. Contohnya proses difusi O2 pada hewan bersel satu. Difusi dapat
terjadi karena konsentrasi O2 di udara lebih tinggi daripada konsentrasi O2 di
dalam sel.
Baca juga:
D. Jenis-jenis Difusi
Difusi memiliki dua macam jenis yaitu difusi sederhana dan difusi
terbantu. Dikutip dari Modul Biologi yang disusun Saefullah (2020), berikut
penjelasannya
1. Difusi Sederhana
Pada jenis ini, difusi adalah perpindahan zat padat, cair, atau gas baik itu melewati
atau tidak melewati membran dari bagian berkonsentrasi tinggi (hipertonis) ke
bagian berkonsentrasi rendah (hipotonis). Akibat perpindahan ini, konsentrasi zat
menjadi sama (isotonis).
2. Difusi Terbantu
Jenis difusi ini memerlukan bantuan protein spesifik berupa saluran protein dan
protein transpor. Contohnya pada bakteri Escherichia coli yang akan menurun
metabolismenya jika dipindahkan ke dalam medium laktosa karena tidak dapat
melalui membran sel.
Namun, dengan bantuan enzim permease, laktosa dapat melewati membran sel.
Enzim permease adalah protein membran sel yang membuka jalan untuk ion dan
molekul polar tidak bermuatan untuk dapat melewati dua lapisan lipid hidrofobik
dari membran sel.
Pusat inspirasi secara otomatis membangkitkan impuls dalam irama ritmis. Impuls
ini berjalan sepanjang saraf menuju otot respirasi untuk merangsang kontraksinya.
Hasilnya adalah inhalasi. Saat paru-paru terinflasi, baroreseptor di jaringan paru
mendeteksi peregangan ini dan membangkitkan impuls sensorik menuju medula;
impuls ini mulai mendepresi pusat inspirasi. Ini disebut refleks inflasi Hering-Bauer,
yang membantu mencegah paru berlebihan.
Dua pusat pernafasan di pons yang bekerja dengan pusat inspirasi yang
menghasilkan irama pernafasan normal. Pusat apneustik memperlama inhalasi , dan
kemudian diinterupsi oleh impuls dari pusat pneumotaksis, yang merupakan salah
satu yang mempengaruhi ekhalasi. Pada pernafasan normal, inhalasi berlangsung
satu sampai dua detik, diikuti oleh ekhalasi yang sedikit lebih lama (dua sampai tiga
detik), yang menghasilkan kisaran normal frekuensi pernafasan antara 12-sampai 20
kali permenit.
Apa yang baru saja digambarkan merupakan pernafasan normal, tetapi variasinya
mungkin terjadi dan cukup sering. Kondisi emosi biasanya mempengaruhi respirasi;
ketakutan yang tiba-tiba bisa menyebabkan terengah-engah dan teriakan , dan
kemarahan biasanya mempercepat pernafasan. Pada situasi ini impuls dari
hipotalamus memodifikasi keluaran dari medula. Korteks serebral mampu mengubah
kecepatan atau irama pernafasan kita secara volunter untuk berbicara, bernyanyi ,
bernapas lebih cepat atau lambat, bahkan untuk berhenti bernapas sekitar satu menit
sampai dua menit. Namun, perubahan tersebut tidak bisa terus menerus, dan medula,
pada akhirnya akan mengambil kendali.
Apa yang baru saja digambarkan merupakan pernafasan normal, tetapi variasinya
mungkin terjadi dan cukup sering. Kondisi emosi biasanya mempengaruhi respirasi;
ketakutan yang tiba-tiba bisa menyebabkan terengah-engah dan teriakan , dan
kemarahan biasanya mempercepat pernafasan.
Pada situasi ini impuls dari hipotalamus memodifikasi keluaran dari medula. Korteks
serebral mampu mengubah kecepatan atau irama pernafasan kita secara volunter
untuk berbicara, bernyanyi , bernapas lebih cepat atau lambat, bahkan untuk berhenti
bernapas sekitar satu menit sampai dua menit. Namun, perubahan tersebut tidak bisa
terus menerus, dan medula, pada akhirnya akan mengambil kendali.
Batuk dan bersin merupak refleks untuk mengeluarkan iritan dan jalan napas; medula
berisi pusat bagi kedua refleks ini. Bersin dirangsang oleh bahan yang mengiritasi
mukosa hidung , dan batuk dirangsang oleh iritasi pada mukosa faring, laring atau
trakea.
Kerja refleks pada hakikatnya sama untuk keduanya: suatu inhalasi diikuti ekhalasi
yang dimulai dengan penutuapan glotis untuk meningkatkan tekanan. Kemudian
glotis terbuka tiba-tiba dan ekhalasi terjadi eksplosif. Batuk akan langsung
dikeluarkan lewat mulut, sementara bersin dikeluarkan lewat hidung.
Refleks ekspirasi yang lain adalah menguap. Kebanyakan kita menguap ketika lelah,
tetapi stimulus untuk dan tujuan menguap tidak diketahui dengan pasti. Ada
beberapa kemungkinan, seperti kekurangan oksigen atau akumulasi karbon dioksida,
tetapi yang benar-benar pasti belum diketahui. Demikian juga, kita tidak tahu kenapa
menguap itu menular, tetapi dengan melihat seseorang menguap hampir dipastiakan
membuat diri kita juga menguap.
Kita mengalami suatu ruang dalam kaitannya dengan dari mana asal
kita bergerak dan akan kemana arah kita mengantisipasi tujuan kita.Sirkulasi
menjadi suatu wadah untuk memfasilitasi hal tesebut, dimana kita bergerak dari
suatu tempat ke sebuah tempat lain yang berbeda,sehingga fungsi dari sirkulasi
adalah untuk menghubungkan ruangan yang satu dengan ruangan lainnya.Kita
dapat juga menggunakan ruangan-ruangan yang ada sebagai sirkulasi atau membuat
suatu ruangan khusus sebagai sarana sirkulasi tersebut.
a. Pola sirkulasi direct adalah pola sirkulasi yang mengarah langsung dan hanya
memberi satu pilihan ke tujuan ahir. Akses visual yang diterima oleh pengunjung
adalah tujuan akhir ke ruang yang dituju.
b. Pola sirkulasi curvelinear adalah garis linear yang berliki-liku halus dan memberi
satu pilihan ke tujuan akhir. Pada pola sirkulasi ini akses visual ke tujuan akhir
kurang jelas dan memberi kesan mengalir
c. Pola sirkulasi erractic adalah pola sirkulasi yang terpatah-patah. Akses visual ke
tujuan akhir kurang jelas dan memiliki potensi untuk memberi kejutan-kejutan
ruang.
d. Pola sirkulasi interrupted adalah keadaan ruang sirkulasi yang terputusputus pada
bagian tertentu dan akses visual ke tujuan akhir kurang jelas.
e. Pola sirkulasi looping adalah pandangan ke arah tujuan akhir disamarkan dan
memberi kesan mengalir apa adanya
f. Pola sirkulasi distraction adalah bentuk sirkulasi dimana pandangan ke arah yang
dituju dikacaukan oleh obyek-obyek lain. Fokus visual mengalir bersama dengan
waktu tempuh
g. Pola sirkulasi obscure adalah pola sirkulasi dimana lalu lintas sirkulasi yang
disembunyikan dari jangkauan umum
Proses perombakan yang terjadi pada respirasi sel tersebut belum diketahui tingkat
kestabilannya. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
keseimbangan pada setiap tahapannya.
Respirasi Luar merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara
Respirasi Dalam merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel
tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan
dengan dua cara pernapasan, yaitu :
Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut Tulang rusuk terangkat ke
atas Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi/pernapsan perut
Otot difragma pada perut mengalami kontraksi Diafragma datar Volume rongga
dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada mengecil
sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi
berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus
selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan
disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapai 100 mmHg
dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40
milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh
kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc
karbondioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju
paruparu dengan bantuan darah.
1) Faktor fisiologis
2) Faktor perkembangan
Bayi dan todler berisiko mengalami infeksi saluran napas atas sebagai hasil
pemaparan yang sering pada anak-anak lain dan pemaparan dari asap rokok yang
diisap dari orang lain. Selain itu selama proses pertumbuhan gigi, beberapa beberapa
bayi berkembang kongesti nasal, yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan
memungkinkan potensi terjadinya infeksi saluran pernapasan.
Infeksi saluran pernafasan atas biasanya tidak berbahaya dan bayi atau todler
sembuh dengan kesulitan yang sedikit. Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada
infeksi pernapasan dan faktorfaktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan
merokok.
Individu usia dewasa pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak faktor
resiko kardiopulmonar, seperti: diet yang tidak sehat,kurang latihan fisik, obat-obatan,
dan merokok. Dengan mengurangi faktorfaktor yang dapat dimodifikasi ini, akan
menurunkan resiko menderita penyakit jantung dan pulmonar. Sistem pernafasan dan
sistem jantung pada lansia mengalami perubahan sepanjang proses penuaan.
Pada sistem arterial terjadi plak aterosklerosis sehingga tekanan darah sistemik
meningkat. Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan
dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Ventilasi dan transfer gas
menurun seiring peningkatan usia.
3) Faktor perilaku
Perilaku atau gaya hidup, baik secara langsung atau tak langsung akan
mempengaruhi kebutuhan oksigen. Faktor perilaku yang mempengaruhi kebutuhan
oksigen antara lain : nutrisi, latihan fisik,merokok, penyalahgunaan substansi dan stres.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih tinggi di
daerah berkabut, di daerah perkotaan lebih tinggi dari pada pedesaan. Tempat kerja
dapat meningkatkan resiko yaitu polusi udara lingkungan kerja. Stresor yang terus
menerus akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
•Suctioning
•Humidifikasi
•Postural Drianage
•Terapi oksigen
•Kolaborai pemberian obat bronchodilator
Tindakan keperawatan diatas harus dilakukan evaluasi sejauh mana kemajuan yang
ditunjukan oleh pasien setelah diberikan intervensi keperawatan diatas yang
disesuaikan dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA