Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


1. Definisi Kebutuhan Dasar Manusia
Menurut Wahit, Lilis, & Joko 2015 mengatakan bahwa manusia mengalami perkembangan
yang dimulai dari proses tumbuh kembang dalam rentang kehidupan (life span). Dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, individu memulainya dengan bergantung pada orang lain dan belajar untuk
mandiri melalui sebuah proses yang disebut pendewasaan. Proses tersebut dipengaruhi oleh pola asuh,
lingkungan sekitar, dan status kesehatan individu. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu
dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori yaitu:
a. Terlambat dalam melakukan aktifitas,
b. Belum mampu melakukan aktifitas, dan
c. Tidak dapat melakukan aktifitas

Virginia Henderson dalam Potter dan Perry (1997) dalam buku “Ilmu Keperawatan Dasar”
2015, membagi kebutuhan dasar manusia membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen
sebagai berikut.
a. Bernafas secara normal.
b. Makan dan minum yang cukup
c. Eliminasi (buang air besar dan kecil).
d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.
e. Tidur dan istirahat.
f. Memilih pakaian yang tepat.
g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan menyesuaikan pakaian
yang digunakan dan memodifikasi lingkungan.
h. Menjaga kebersihan diri dan penampilan.
i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain.
j. berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, kekhwatiran,
dan opini.
k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup.
m. Bermain atau berpartisipasindalam berbagai bentuk rekreasi.
n. Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan
yang normal,kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.

2. Kebutuhan Oksigenasi
a. Pengertian Oksigenasi
Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat diperlukan dalam
proses metabolism tubuh. Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigem akan
mengalami hipoksia dan bisa mengalami kematian (Andin & Yuni, 2017).
Proses pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilaakukan dengan cara pemberian oksigen
melalui saluran pernafasan, memulihkan dan memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara
normal serta membebaskan saluran pernafasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen.
Adina mengatakan bahwa Oksigenasi merupakan proses penambah O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Akibat oksigenisasi terbentuklah karbondioksida, energi, dan air. Walaupun begitu,
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh, akan memberikan dampak yang cukup
bermakna terhadap aktivitas sel.

b. Fisiologi Sistem Pernafasan


Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk
kelangsungan metanolisme sel – sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen
di ambil dari atmosfir, ditransfor masuk ke paru – paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan
karbon dioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusikan untuk masuk ke kapiler darah untuk
di manfaatkan oleh sel sel dalam proses metabolisme.
Proses oksigenasi dibumai dari pengambilan oksigen dari atmosfir, kemudian oksigen masuk
melalui organ pernafasan bagian atas seperti, hidung atau mulit, faring laring, dan selanjutnya masuk
ke organ pernafasan bagian bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier
(segmental), terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli. Pernafasan (respiratori) adalah
peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta
mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi). Proses
pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan
transfortasi oksigen.
1) Ventilasi
Ventilasi adalah proses untuk menggerakan gas ke dalam dan keluar paru-paru. Ventilasi
membutuhkan koordinasi otot paru thoraks yang elastic dan persyarafan yang utuh. Otot pernafasan
inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla
spinalis pada vertebra servikal keempat.
2) Difusi gas
Difusi gas adalah bergeraknya gas O2 dan CO2atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi
ke arah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli ,O2 melintasi membrane alveoli-kapiler dari alveoli
ke darah karena adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli dan tekanan pada kapiler yang
lebih rendah.
3) Transfortasi oksigen
Transfortasi oksigen adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru
dengan bantuan aliran darah. Transportasi oksigen di pengaruhi oleh beberapa factor , yaitu curah
jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan
darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb.

c. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen


Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, dalam waktu tertentu membutuhkan oksigen dalam
jumlah banyak karena suatu sebab. Faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam
tubuh antara lain lingkungan, latihan fisik, emosi, gaya hidup, dan status kesehatan.
1) Lingkungan Saat berada dilingkungan yang panas, tubuh akan merespon dan mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer, akibatnya darah banyak mengalir ke kulit.keadaan
tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui pori – pori kulit. Respon tersebut
mengakibatkan curah jantung meningat dan kebutuhan oksigen juga menningkat. Sebaliknya pada
lingkungan dingin, pembuluh darag mengalami kontraksi dan terjadi penurunan tekanan darah
sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen juga menurun. Selain itu, tempat yang
tinggi juga mempengaruhi kebutuhan oksigen. Semakin tinggi tempat, maka semakin sedikit
kandunngan oksigennya. Sehingga, jika seseorang berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada
ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka tekanan alveoli berkurang. Hal tersebut
mengindikasikan kandungan oksigen dalam paru – paru sedikit, sehingga rawan kekurangan oksigen.
2) Latihan Fisik Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung dan
respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakain tinggi.
3) Emosi Emosi merupakan gejolak dalam jiwa yang biasanya diluapkan melalui bentuk perbuatan
yang tidak terkendali. Saat seseorang mengalami emosi, misalnya timbul rasa takut, cemas dan marah,
akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
4) Gaya Hidup Gaya hidup mempengaruhi status oksigenasi, misalnya pada seseorang perokok daoat
memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam
rokok dapat menyebabkan vasokontraksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner.
Akibatnya, suplai darah kejaringan menurun.
5) Status Kesehatan Pada orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit pernafasan,
dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen manunisa. Sebaliknya, pada orang
sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan berfungsi dengan baik dengingga dapat memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat.
d. Tipe Kekurangan Oksigen dalam Tubuh
Menurut Bararah & Jauhar (2013), terdapat beberapa komplikasi dari pola napas tidak efektif antara
lain :
1) Hipoksemia Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri
(PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%).
Neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%, sedangkan dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg
atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau
berada pada tempat yang kurang oksigen. Keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi
dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah,
dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di antaranya sesak napas, frekuensi napas cepat,
nadi cepat dan dangkal serta sianosis.
2) Hipoksia Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya pemenuhan
kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan
oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan.
Penyebab lain hipoksia antara lain :
a) Menuruunya hemoglobin
b) Berkurangnya konsentrasi oksigen.
c) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen
d) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah seperti pada pneumonia
e) Menurunya perfusi jaringan seperti pada syok
f) Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan,
menurunnya kemampuan konsentrasi. nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak
napas, serta jari tabuh (clubbing fugur).

3) Gagal napas Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan karena
pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas
karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan karbondioksida dan
penurunan oksigen dalam darah secara signifikan. Gagal napas disebabkan oleh gangguan sistem saraf
pusat yang mengontrol pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat, gangguan
metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

e. Perubahan Fungsi Nafas


1) Hiperventilasi,
merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi
karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolism seluler. Hiperventilasi dapat
disebabkan oleh ansietas, infeksi obat-obatan, ketidakseimbangan asam-basa, dan hipoksia yang
dikaitkan dengan embolus paru atau syok.
2) Hipoventilasi,
terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
mengeliminasi karbondioksida secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka PaCO2 akan
meningkat dan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
3. Konsep Pola Nafas Tidak Efektif

a. Pengertian pola nafas tidak efektif


Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi atau pertukaran udara inspirasi dan atau ekspirasi tidak
adekuat (Santoso, 2006). Pola napas tidak efektif suatu keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016).
b. Etiologi pola nafas tidak efektif
Menurut buku Standar Diagnosos Keperawatan Indonesia (SDKIP) tahun 2017, penyebab pola nafas
tidak efektif antara lain sebagai berikut :
1) Depresi pusat pernafasan
2) Hambatan upaya nafas (misalnya, nyeri saat bernafas, kellemahan otot pernafasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas dinding dada
5) Gangguan neuromuskular
6) Gangguan neurologis (misalnya, elektroensefalogram (EEG) positif, cedera kepala, gangguan
kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan

c. Manifestasi klinis pola nafas tidak efektif


Menurut PPNI (2016), data minor untuk masalah pola napas tidak efektif yaitu : pernapasan
pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior–posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun dan
ekskursi dada berubah. Sedangkan , data mayor untuk masalah pola nafas tidak efektif antara lain ;
1) Penggunaan otot bantu pernapasan
2) Fase ekspirasi yang memanjang
3) Pola napas abnormal Menurut Tarwoto dan Wartonah 2010,

Manifestasi klinis pola nafas tidak efektif antara lain :


1) Dispnea, yaitu kesulitan bernafasan, misalnya pada pasien dengan asma,
2) Apnea, yaitu tidak bernafas, berhenti bernafas.
3) Takipnea. Yaitu pernafasan lebih depat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernafasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan frekuensi kurang
dari 16 x/menit.
5) Kussmaul, yaitu pernafasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama, sehingga
pernafasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada penyakit diabetes militus dan uremia.
6) Cheyne-stoke, merupakan pernafasan cepat dan dalamkemudian berangsur-angsur dangkal
dan diikuti priode apnea yang berlubang secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,
penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
7) Biot, adalah pernafasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan priode yang tidak
teratur, misalnya pada penyakit meningitis.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Data Pengkajian


merupakan langkah pertama dari proses keperawatan. Kegiatan yang dilakukan saat
pengkajian adalah mengumpulkan data, memvalidasi data, pengorganisasian data dan
mencatat data yang diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk perumusan Diagnosis
keperawatan dan mengembangkan rencana keperawatan sesuai kebutuhan pasien serta
melakukan implementasi keperawatan (Dinarti, dkk. 2009)
Informasi yang didapat dari pasien di rumah sakit dikategorikan menjadi data subjektif
dan data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan melalui wawancara dimana
wawancara itu sendiri bisa melalui 2 cara, pertama autoanamnesa, yaitu wawancara dengan
pasien langsung. Kedua, alloanamnese yaitu wawancara dengan keluarga/orang terdekat. Data
yang didapatkan berupa: identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, keluhan pasien, pola
koping, aktivitas sehari-hari pasien, serta masalah psikososial pasien. Data objektif
merupakan data yang diperoleh melalui hasil observasi atau pemeriksaan.Dapat dilihat,
dirasa, didengar atau dicium.Disebut juga sebagai tanda atau gejala (Deswani, 2009).
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan pola nafas tidak efektif meliputi:
a. Identitas pasien
Mulai dari nama klien, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, no MR dan Diagnosis medis. Pada pasien kanker paru dengan
gangguan pola nafas tidak efektif biasanya terjadi pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki
dengan usia lebih dari 40 tahun atau bisa dikategorikan dewasa.
b.Keluhan utama
Keluhan utama akan membantu dalam mengkaji keluhan pasien tentang kondisi saat
ini untuk menentukan prioritas masalah dan intervensi keperawatan. Keluhan utama yang
biasa muncul pada pasien kanker paru dengan gangguan pola nafas tidak efektif adalah sesak
napas dan nyeri dada.
c.Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang di mulai dengan perawat menanyakan tentang
perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga pasien meminta pertolongan dan
dilakukannya pengkajian saat itu. Misalnya, sejak kapan keluhan di rasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama
kali keluhan timbul, apa yang dilakukan ketika keluhan terjadi, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum
meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut dan sebagainya. Setiap keluhan
utama harus ditanyakan kepada pasien sedetail-detailnya, dan semuanya diterangkan pada
riwayat penyakit sekarang. Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap
gejala adalah lama timbulnya (durasi), lokasi penjalarannya, sifat keluhan, berat ringannya,
mulai timbulnya, serta faktor-faktor yang memperingan atau memperberat, dan gejala yang
menyertainya.
d.Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu pada pasien kanker paru dengan gangguan pola nafas tidak
efektif adalah pasien memiliki riwayat penyakit Tuberkulosis.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah pola nafas meliputi empat teknik , yaitu inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi.
1) Inspeksi
a) Kondisi kulit dan membran mukosa
b) Bagian dada (misalnya kontur rongga interkosta, diameter antero posterior, struktur toraks,
dan pergerakan dinding dada)
c) Pola napas, meliputi:
(1) Tipe jalan napas, meliputi napas spontan melalui hidung/ mulut atau menggunakan
selang
(2) Frekuensi dan kedalaman pernapasan, pernapasan cuping hidung
(3) Sifat pernapasan, yaitu pernapasan torakal, abdominal, atau kombinasi keduanya
(4) Irama pernapasan, meliputi durasi inspirasi dan ekspirasi
(5) Ekspansi dada secara umum
(6) Adanya sianosis, deformitas, atau jaringan parut pada dada
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus menurun.selain itu, palpasi
dilakukan untuk mengetahui suhu kulit, pengembangan dada, abnormalitas massa dan
kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi serta pengisian kapiler.
3) Perkusi
Perkusi bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk
mengkaji keberadaan abnormalitas cairan atau udara di dalam paru-paru. Suara perkusi
normal adalah suara perkusi sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”. Suara perkusi yang redup
terdapat pada penderita infiltrate, konsolidasi, dan efusi pleura. Suara perkusi yang pekak atau
kempis (suara seperti ketika kita memperkusi paha) terdengar apabila perkusi dilakuan di atas
daerah yang mengalami atelectasis, atau dapat juga terdengar pada rongga pleura yang terisi
oleh nanah, tumor pada permukaan paru, atau fibrosis paru dengan penebalan pleura.
Hipersonan atau bunyi drum dapat ditemukan pada penyakit tertentu, misalnya pneumonia
dan emfisema.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di dalam tubuh.
Bagian yang diperhatikan adalah nada, intensitas, 17 durasi, dan kualitas bunyi. Auskultasi
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat suara napas yang tidak normal. Suara napas
dasar adalah suara napas pada orang dengan paru yang sehat. Suara napas ini dibagi menjadi
tiga macam, yaitu bunyi napas vesikular, bronkial, dan bronkovesikular. Bunyi napas
vesikular bernada rendah, terdengar di sebagian besar area paru, serta suara pada saat inspirasi
lebih keras dan lebih panjang daripada saat ekspirasi. Bunyi napas bronkial hanya terdengar
di daerah trakea, bernada tinggi, serta keras dan panjang pada saat ekspirasi. Bunyi napas
bronkovesikular terdengar pada area utama bronkus dan area paru bagian kanan atas
posterior, bernada sedang, serta bunyi pada saat ekspirasi dan inspirasi seimbang. Suara napas
tambahan adalah suara yang terdengar pada dinding toraks yang disebabkan oleh kelainan
dalam paru, termasuk bronkus, alveoli dan pleura. Contoh suara napas tambahan adalah rales
dan ronkhi. Bunyi rales bernada pendek, kasar, dan terputus-putus karena jeratan udara secret
selama fase inhalasi, ekhalasi, atau batuk. Suara ronkhi adalah suara yang berasal dari brokhi
yang disebabkan oleh penyempitan lumen bronkus. Suara mengi (wheezing) merupakan
ronkhi kering yang tinggi, dengan nada yang terputusputus.

f. Pemeriksaan Diagnostik
Macam macam pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami masalah oksigenasi, yaitu:
1) Penilaian ventilasi dan oksigenasi, contohnya uji fungsi paru, pemeriksaan gas
darah arteri, oksimetri, dan pemeriksaan darah lengkap.
2) Tes struktur sistem pernapasan, contohnya rontgen dada, bronkoskopi, dan scan
paru. Rontgen dada dilakukan untuk melihat lesi paru pada penyakit tuberculosis, mendeteksi
keberadaan tumor atau benda asing, pembengkakan paru, penyakit jantung, dan untuk
melihat struktur yang tidak normal.

2. Diagnosa Keperawatan
Di dalam buku “Diagnosis Keperawatan” 2015 menjelaskan bahwa, diagnosa
keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Perumusan diagnose
keperawatan biasanya terdiri dari respon manusia (masalah/problem) atau disingkat “P”,
faktor yang berhubungan (etiologi) atau disingkat “E”, dan tanda dan gejala (symptom) atau
yang disingkat “S” (Setiadi, 2012). Menurut Amin & Hardhi 2016, diagnosa yang muncul
pada pasien Kanker Paru antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pola nafas tidak efektif
c. Nyeri akut
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut buku “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)” 2018, Intervensi pada
pasien Kanker Paru sebagai berikut :.
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluraan
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
2) Penyebab
a) Fisiologis
(1) Spasme jalan nafas
(2) Hipersekresi jalan nafas
(3) Disfungsi neuromuskuler
(4) Benda asing dalam jalan nafas
(5) Adanya jalan nafas buatan
(6) Sekresi yang tertahan
(7) Hiperplasia dinding jalan nafas
(8) Proses infeksi
(9) Respon alergi
(10) Efek agen farmakologi (misalnya anastesi)
b) Situasional
(1) Merokok aktif
(2) Merokok pasif
(3) Terpajan polutan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Batuk tidak efektif
(2) Tidak mampu batuk
(3) Sputum berlebih
(4) Mengi, wheezing dan/atau ronchi kering
(5) Mekonium dijalan nafas (pada neonatus)
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Dispnea
(2) Sulit bicara
(3) Ortopnea
b) Objektif
(1) Gelisah
(2) Sianosis
(3) Bunyi nafas menurun
(4) Frekuensi nafas berubah
(5) Pola nafas berubah

A. intervensi masalah keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

Bersihan jalan nafas tidak


efektif
b.Gangguan pola nafas tidak efektif
1) Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang
adekuat
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskuler
f) Gangguan neurologis
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma
m) Cedera pada medulla spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif Dispnea
b) Objektif
(1) Penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Fase ekspirasi memanjang
(3) Pola napas abnormal
4) Gejala dan tanda minor
a) Sebjektif Ortopnea
b) Objektif
(1) Pernapasan pursed-lip 23
(2) Pernapasan cuping hidung
(3) Diameter toraks anterior-posterior meningkat
(4) Ventilasi semenit menurun
(5) Tekanan ekspirasi menurun
(6) Tekanan inspirasi menurun
(7) Ekskursi dada berubah

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


c. Nyeri akut
1) Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsun kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (misalnya tebakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbaar, terpotong, mengangkat
benda berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif Mengeluh nyeri
b) Objektif
(1) Tampak meringis 25
(2) Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola nafas berubah
(3) Nafsu makan bertambah
(4) Proses berfikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) Diaforesis
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Kozier & Snyder (2010), implementasi keperawatan merupakan sebuah
fase dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi. Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi dimulai dari
pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai 28
intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respon klien terhadap
tindakan yang telah dilakukan (Debora, 2013).
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany (2013), evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assessment,
planing). Komponen SOAP yaitu S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien
yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data yang
berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara langsung dan dirasakan
setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment) adalah kesimpulan dari data
subyektif dan obyektif (biasaya ditulis dala bentuk masalah keperawatan). P (planning )
adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau
ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai