Disusun Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-
mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktek pendidikan
sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai
informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari
seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Seakan-akan pendidikan bertujuan
untuk menguasai mata pelajaran. Bagaimana keterkaitan materi ajar dengan kehidupan
sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan
problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pendidikan seakan terlepas dari
kehidupan keseharian, seakan-akan pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak
terkait dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu siswa tidak mengetahui manfaat
apa yang dipelajari dan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menggunakan apa
yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi.
Pendidikan perlu dikembalikan kepada prinsip dasarnya yaitu sebagai upaya untuk
memanusiakan manusia (humanisme) dan juga harus dapat mengembangkan potensi
dasar peserta didik agar berani menghadapi problema yang dihadapi tanpa rasa
tertekan, mau, mampu dan senang meningkatkan fitrahnya sebagai khalifah di muka
bumi. Pendidikan juga diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk memelihara
diri sendiri dengan meningkatkan hubungan dengan Tuhan YME, masyarakat, dan
lingkungannya. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan yang dengan sengaja dirancang
untuk membekali peserta didik dengan kecakapan hidup dan kehidupan yang integratif
dan spesifik guna mengatasi dan memecahkan problema kehidupan.
Pengembangan kecakapan hidup itu mengedepankan aspek-aspek berikut: (1)
kemampuan yang relevan untuk dikuasai peserta didik, (2) materi pembelajaran sesuai
dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3) kegiatan pembelajaran dan kegiatan
peserta didik untuk mencapai kompetensi, (4) fasilitas, alat dan sumber belajar yang
memadai, dan (5) kemampuan-kemampuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan
peserta didik. Kecakapan hidup akan memiliki makna yang luas apabila kegiatan
pembelajaran yang dirancang memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam
membantu memecahkan problematika kehidupannya, serta mengatasi problematika
hidup dan kehidupan yang dihadapi secara proaktif dan reaktif guna menemukan solusi
dari permasalahannya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Agar dapat memberikan wawasan yang luas bagi pembaca.
2. Agar lebih mendalami teori-teori Pendidikan Kecakapan Hidup.
3. Agar dapat memahami penekanan Pendidikan Kecakapan Hidup di tiap Jenjangnya.
4. Agar dapat di praktikan pada kehidupan Sehari-hari.
1
BAB II
LANDASAN TEORI
Kecakapan hidup secara berkelanjutan harus dimiliki oleh peserta didik sejak
TK hingga sekolah menengah, dan bahkan perguruan tinggi sekalipun. Akan tetapi
dalam praktik pengembangannya, penekanan pendidikan kecakapan hidup tetap
mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik sesuai dengan jenis dan
jenjang pendidikan. Kecakapan hidup pada TK dan sekolah dasar (SD) berbeda
dengan sekolah menengah pertama (SMP), demikian pula kecakapan hidup pada
sekolah menengah pertama berbeda dengan sekolah menengah atas (SMA),
bergantung kepada tingkat perkembagan psikologis dan fisiologis peserta didik.
Gambar berikut ini merupakan contoh dominasi pendidikan kecakapan hidup pada
jenis/jenjang pendidikan TK/SD/ SMP, SMA, dan SMK.
5
Kecakapan Hidup
Substansi Matpel
| | | | | |
TK SD SMP SMA S1 S2 dst ...
Gambar di atas menunujukkan penekanan porsi pembelajaran antara kecakapan hidup dan
substansi mata pelajaran yang ada di masing-masing jenjang pendidikan. Pada jenjang
TK/SD/SMP, porsi kecakapan hidup sangat besar dan porsi substansi mata pelajaran masih
kecil. Sedangkan pada jenjang SMA, porsi kecakapan hidup makin berkurang dan substansi
mata pelajaran semakin bertambah. Begitu pula pada jenjang S1 dan S2, porsi kecakapan
hidup semakin berkurang karena porsi akademik semakin besar.
Prinsip pembelajaran kecapakan hidup lebih kepada pembelajaran kontekstual, yaitu adanya
keterkaitan antara kehidupan nyata dengan lingkungan dan pengalaman peserta didik. Lebih
lanjut hubungan antara mata pelajaran, kecakapan hidup, dan kehidupan nyata dapat
digambarkan sebagai berikut.
Pendidikan kecakapan hidup bukan sebagai mata pelajaran melainkan bagian dari materi
pendidikan yang terintegrasi dalam mata pelajaran. Perangkat pembelajaran untuk semua jenis
baik mata pelajaran maupun jenjang pendidikan yang mengintegrasikan kecakapan hidup,
dirancang/disusun secara kontekstual, sebagaimana digambarkan dalam ilustrasi berikut :
6
3. Pengimplementasian Pendidikan Kecakapan Hidup
Seperti halnya pengimplementasian pembelajaran berbasis lainnya, pembelajaran
berbasis kecapakan hidup ini diimplementasikan melalui model; Kesatu, dengan
mengintegrasikan pada setiap mata pelajaran. Pengimplementasian secara integratif
pendidikan kecakapan hidup melekat dan terpadu dalam program-program kurikuler,
kurikulum yang ada, dan atau mata pelajaran yang ada. Berbagai program kurikuler dan
mata pelajaran yang ada seharusnya bermuatan atau berisi kecakapan hidup sehingga secara
struktur tidak berdiri sendiri. Pendidikan kecapan hidup sudah menjadi kebijakan seiring
dengan berlakunya standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi acuan
daerah/sekolah dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )
pada masing-masing tingkat jenjang pendidikan. Oleh sebab itu pengintegrasian pendidikan
kecakapan hidup ke dalam mata pelajaran harus mengacu kepada standar-standar yang telah
ditetapkan oleh pemerintah terutama yang menyangkut standar isi danstandar kompetensi
yang yang menjadi acuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengimplementasian pendidikan
kecapakan hidup secara terintegrati ini yaitu : Prinsif pelakasanaan pengembagan dan
penekanan program . Prinsif pengembangan kecakapan hidup dalam aktivitas pembelajaran
banyak direkomendasikan oleh beberapa ahli. Pentingnya memasukan empat pilar
pendidikan supaya lebih efektif dan berhasil dengan memasukkan kemampuan bagaimana
seseorang belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar menjadi diri sendiri dan belajar untuk
hidup bersama. Untuk mencapai upaya tersebut maka sistem activitas belajar harus dirubah
dari TCL (teacher centered learning) ke aktifitas SCL (Student Centre Learning). Siswa
harus lebih aktif dalam belajar melalui diskusi kelompok, pemecahan masalah, analisa,
perbandingan dengan fakta lapangan, disamping itu perlu juga diperhatikan prinsip sebagai
berikut ; pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup tidak mengubah system pendidikan yang
berlaku , tidak mengubah kurikulum yang berlaku, belajar kontekstual dengan menggunakan
potensi lingkungan sekitar sebagai wahana pendidikan dan mengarah kepada tercapainya
hidup sehat dan berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan serta memliki akses
untuk memenuhi standar hidup secara layak.
Pengimplementasian pendidikan kecakapan hidup pada tiap tingkatan satuan
pendidikan terdapat perbedaan penekanan hal ini berhubungan dengan tingkat
perkembangan psikologis dan fisiologis tiap jenjang pendidikan. Pada Jenjang TK/SD/SMP
lebih menekankan kepada kecakapan hidup umum (generic skill ), yaitu mencakup aspek
kecakapan personal ( personal skill) dan kecakapan sosial ( social skill ) dua kecakapan ini
merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung pada jenjang ini. Kedua kecakapan
ini penekanannya kepada pembentukan akhlak sebagai dasar pembentukan nilai-nilai dasar
kebajikan ( basic goodness ), seperti ; kejujuran, kebajikan, kepatuhan, keadilan, etos kerja,
kepahlawanan, menjaga kebersihan , serta kemampuan bersosialisasi. Untuk jenjang SMA
lebih ditekankan pada kecapan akademik ( akademik skill ), yaitu kemampuan berpikir yang
lebih diarahkan kepada kemampuan bersikap ilmiah, kritis, objekti dan transparan sehingga
mempunyai kecakapan dalam hal ; menidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan suatu
fenomena tertentu merumuskan hipotesis dan melaksanakan penelitian .
Kemampuan ini perlu dimiliki pada jenjang SMA karena mereka diproyeksikan untuk
melanjutklan ke Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk jenjang SMK penekan kecakapan
hidup ditekankan kepada kecakapan kejuruan (vokasional skill ) karena mereka dipersiapkan
untuk terjun langsung dilapangan yang sesuai dengan spesifikasi keahlian yang
diajarkannya. Dari penekanan program ini terlihat bahwa untuk jenjang SD, SMP dan SMA
lebih condong kepada penekanan kecapan yang sifatnya soft skill yang meningkat kadarnya
sesuai dengan peningkatan jenjang pendidikan , tapi bukan berarti untuk tingkatan ini tidak
layak untuk menekuni bidang kejuruan ( vocasional ) dan yang perlu diperhatikan
mengintegrasikan aspek kecakapan hidup dalam topik materi tidak boleh dipaksakan.
Artinya jika suatu topik pelajaran hanya dapat mengembangkan satu aspek kecakapan hidup
maka hanya satu aspek tersebut yang dikembangkan dan tidak perlu dipaksakan
mengkaitkan aspek yang lainnya, namun jika ada topik pelajaran yang dapat menumbuhkan
beberapa aspek kecakapan hidup maka pengembangan aspek kecakapan hidup perlu
7
dioptimalkan pada topik tersebut seperti yang tersaji dalam tabel pilihan kecakapan hidup di
atas. Artinya peran guru dalam mengembangkan kecakapan hidup memiliki porsi yang
sangat besar dalam menentukan keberhasilannya terutama kreativitas dalam melakukan
reorientasi pembelajaran. Model ini memerlukan kesiapan dan kemampuan tinggi dari
sekolah, kepala sekolah, dan guru mata pelajaran. Kepala sekolah dan guru harus pandai dan
cekatan menyiasati dan menjabarkan kurikulum, mengelola pembelajaran, dan
mengembangkan penilaian. Ini berarti, mereka harus kreatif, penuh inisiatif, dan kaya
gagasan.
Keuntungannya, model ini relatif murah, tidak membutuhkan ongkos mahal, dan
tidak menambah beban sekolah terutama kepala sekolah, guru, dan peserta didik. Kedua,
melalui kegiatan ekstrakurikuler. Out put pendididkan akan lebih berhasil apabila selama
proses pembelajaran siswa dilibatkan langsung secara nyata dengan permasalahan yang
terjadi dilingkungannya, begitu juga dengan tujuan pencapaian pendidikan kecakapan hidup
perlu ada action langsung siswa terhadapat lingkungan nyata di lapangan. Untuk memenuhi
harapan tersebut kegiatan ekstrakurikuler merupakan wadah yang tepat.Selain dapat
menutupi kekurangan dari pelaksanaan kurikuler yang banyak disorot lebih menitik beratkan
kepada unsur kognetif juga siswa dapat langsung mengimplementasikan teori-teori dan
prinsif tentang kecakapan hidup dalam kehidupan nyata. Dalam forum ini juga siswa dapat
menanyakan apa saja tentang materi yang sedang dibahas , sementara guru, instruktur dapat
memberikan materi secara utuh tanpa harus mengintegrasikan pada pelajaran tertentu.
Kegiatan ektrakurikuler yang berpotensi bisa dimasukan dalam pendidikan kecakapn hidup
antara lain : OSIS. Pramuka,kesenian, PMR, KIR dan pencinta alam. Ketiga Sistem dikrit.
Melalui model ini pelaksanaannya dapat berupa pengembangan program kecakapan hidup
yang dikemas dan disajikan secara khusus kepada peserta didik. Penyajiannya dilakukan
dengan menintegrasikan paket-paket diklat pravocasional dan program kecakapan
vocasional bagi siswa SD,SMP, SMA baik dilaksanakan dilingkunan sekolah, BLK maupun
di SMK yang telah dikembangkan menjadi comunity collage. Model ini membutuhkan
persiapan yang matang, ongkos yang relatif besar, dan kesiapan sekolah yang baik. Selain
itu, model ini memerlukan perencanaan yang baik agar tidak salah penerapan. Meskipun
demikian, model ini dapat digunakan membentuk kecakapan hidup peserta didik secara
komprehensif dan leluasa.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan kecakapan hidup pada jenjang TK/SD/SMP lebih menekankan
kepada kecakapan hidup umum (generic life skill), yaitu mencakup aspek
kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social skill). Hal ini
memberikan gambaran bahwa untuk jenjang yang lebih rendah lebih berorientasi
pada kecakapan hidup yang bersifat dasar/umum sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Pengimplementasian pendidikan kecakapan hidup pada tiap
tingkatan satuan pendidikan terdapat perbedaan penekanan hal ini berhubungan
dengan tingkat perkembangan psikologis dan fisiologis tiap jenjang Pendidikan.
B. PENUTUP
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan ridha
dan magfirah-Nya yang telah memberikan kesehatan, kemampuan , dan kekuatan
secara ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan , karena
itu dengan segala kerendahan hati, penulis dengan lapang hati menerima kritikan
dan saran yang konstruktif dari para pembaca untuk menyempurnaan dan
perbaikan makalah ini kearah yang lebih baik, sehingga makalah ini dapat
memberikan konstribusi yang positif kesadaran akan penting nya Penekanan pada
Pendidikan Kecakapan Hidup pada tiap Jenjangnya. Semoga makalah ini
memberikan manfaat untuk kita semua. Amin Ya Robbal’Alamin
9
DAFTAR PUSTAKA
http://aw-nashruddin.blogspot.com/2012/01/pendidikan-berorientasi-kecakapan-hidup.html
https://www.academia.edu/download/35383158/5-syarifatul-marwiyah-konsep-pendidikan-
berbasis-kecakapan-hidup.pdf
Noor, Agus Hasbi. "Pendidikan kecakapan hidup (life skill) di pondok pesantren dalam
meningkatkan kemandirian santri." EMPOWERMENT: Jurnal Ilmiah Program Studi
Pendidikan Luar Sekolah 4.1 (2015): 1-31.
Kurikulum, P., Depdiknas, B., & No, J. G. S. R. (2006). Pengembangan Model Pendidikan
Kecakapan Hidup. Jakarta Pusat.
10