Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP

(Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan


Berbasis Masyarakat)

MAKALAH

DOSEN PEMAMPU :
DR. H. M. SYADELI HANAFI, M.PD

Disusun Oleh :

HJ. MAESUN, S,Pd NIM : 7772200008


NOVAN BADRUSALAM, S.Pd NIM : 7772200054

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN


PASCASARJA
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya ucapkan kehadirat Allah SWT. Karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnya, saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik, tepat pada waktunya. Makalah ini disajikan dengan pola dan bahasa
yang sistematis dan sederhana sehingga mudah dipahami oleh para pembaca.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
dan berperan aktif dalam menyelesaikan tugas makalah ini, yang berjudul tentang
“PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP” khususnya bapak Dr. H. M. Syadeli
Hanafi, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Oriantasi baru dalam psikologi
pendidikann dan pembelajaran. Sehubungan dengan makalah ini, kepada para
pembaca saya tak lupa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
bilamana dalam makalah ini terdapat kesalahan dan kekeliruan demi perbaikan
cetak ulang dimasa datang.
Karena bagaimanapun juga manusia itu tempat kesalahan dan kelalaian
sebagai mana tiada gading yang tak retak, sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Akhirnya kepada Allah saya bertawakal dan berserah diri.

Serang, 15 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................1
C. Tujuan Penelitian .........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Lahirnya Pendidikan Kecakapan Hidup ............................6


B. Pentingnya Pendidikan Kecakapan Hidup ................................................10
C. Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Sistem Nasional .............................15

BAB III PENUTUP

A. Simpulan .....................................................................................................5
B. Saran ............................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecakapan hidup merupakan orientasi pendidikan yang mensinergikan mata
pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, dimanapun ia
berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.Kecakapan hidup (Life Skill)
yaitu kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan,
kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk
mengatasinya.
Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan vokasional atau
keterampilan untuk bekerja. Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga
atau orang yang sudah pensiun, tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti halnya
orang yang bekerja, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang harus
dipecahkan. Orang yang sedang menempuh pendidikan pun memerlukan
kecakapan hidup , karena mereka tentu juga memiliki permasalahannya sendiri.
Bukankah dalam hidup ini, di manapun dan kapanpun, orang selalu menemui
masalah yang memerlukan pemecahan?
Dengan bekal kecakapan hidup yang baik, diharapkan para lulusan akan
mampu memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau
menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya.
Untuk mewujudkan hal ini, perlu diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas
yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional semata, tetapi
juga memberikan bekal learning how to learn sekaligus learning how to unlearn,
tidak hanya belajar teori, tetapi juga mempraktekkannya untuk memecahkan
problema kehidupan sehari-hari (Bently, 2000). Pendidikan yang mengitegrasikan
empat pilar pendidikan yang diajukan oleh UNESCO, yaitu learning to know,
learning to do, learning to be, and learning to live together.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka kelompok kami
menyusun makalah dengan judul“LATAR BELAKANG LAHIRNYA
PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DAN PENTINGNYA PENDIDIKAN
KECAKAPAN HIDUP DALAM SISTEM NASIONAL (UUD 1945)” sebagai
sebuah atensi dalam membumikan Pembelajaran Pendidikan kecakapan hidup di
Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-lembaga pendidikan itu
sendiri.
B. Identifikasi Masalah
Dari rumusan masalah di atas maka penulis dapat merumuskan rumusan
masalah menjadi?
1. Bagaimana Latar Belakang Lahirnya Pendidikan Kecakapan Hidup?
2. Apa Saja Pentingnya Pendidikan Kecakapan Hidup?
3. Bagaimana Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Sistem Nasional?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Latar Belakang Lahirnya Pendidikan
Kecakapan Hidup.
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Pentingnya Pendidikan Kecakapan Hidup.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Sistem
Nasional.
BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG LAHIRNYA PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP


Sebelum di paparkan mengenai latar belakang lahirnya pendidikan kecakapan
hidup, maka akan di jelaskan terlebih dahulu tentang pengertian dari pendidikan,
kecakapan hidup, dan pendidikan kecakapan hidup.
1. PENDIDIKAN
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk
mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh
rakyat sesuai dengan kemampuan masyarakat, maka pendidikan adalah
tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Tanggung jawab tersebut didasari kesadaran bahwa tinggi rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh pada kebudayaan suatu daerah,
karena bagaimanapun juga, kebudayaan tidak hanya berpangkal dari naluri
semata-mata tapi terutama dilahirkan dari proses belajar dalam arti yang sangat
luas.
Bratanata dkk. mengartikan pendidikan sebagai usaha yang sengaja
diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung untuk membantu
anak dalam perkembangannya untuk mencapai kedewasaannya (Ahmadi dan
Uhbiyati 2007 :69).
John Dewey mendefinisikan “pendidikan sebagai proses pembentukan
kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional kearah
alam dan sesama manusia”. Berikutnya menurut Brown (dalam Ahmadi, 2004
:74) bahwa pendidikan adalah proses pengendalian secara sadar dimana
perubahan-perubahan didalam tingkah laku dihasilkan didalam diri orang itu
melalui didalam kelompok.
Ahmadi dan Uhbiyati (2007 :70) mengemukakan bahwa pendidikan pada
hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta
penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga
timbul interaksi dari keduanya agar anak mencapai kedewasaan yang
dicitacitakan dan berlangsung terus menerus.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas mak dapat penulis simpulkan
bahwa pendidikan merupakan sarana untuk membantu seorang anak untuk dapat
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik itu secara
langsung maupun tidak langsung agar mampu bermanfaat bagi kehidupannya
dimasyarakat.

2. KECAKAPAN HIDUP
Sebagaimana dijelaskan dalam Kurikulum 2004, kecakapan hidup adalah
"Kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu memecahkan permasalahan
hidup secara wajar dan menjalani kehidupan secara bermartabat tanpa merasa
tertekan, kemudian secara proaktif mencari serta menemukan solusi, sehingga
akhirnya mampu mengatasinya".
Berdasarkan pengertian di atas, kecakapan hidup (life skills) merupakan
kecakapan untuk memecahkan masalah secara inovatif dengan menggunakan
fakta, konsep, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. Pemecahan masalah
tersebut dapat berupa proses maupun produk yang bermanfaat untuk
mempertahankan, meningkatkan, atau memperbaharui hidup dan kehidupan
siswa.
Kecakapan hidup tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai
pengalaman belajar siswa. Dari berbagai pengalaman mempelajari berbagai
mata pelajaran, diharapkan siswa memperoleh hasil sampingan yang positif
berupa upaya memanfaatkan pengetahuan, konsep, prinsip dan prosedur untuk
memecahkan masalah baru dalam bentuk kecakapan hidup.
Di samping itu, kecakapan hidup tersebut hendaknya diupayakan
pencapaiannya dengan mengintegrasikannya pada topik dan pengalaman belajar
yang relevan (Depdiknas, 2003). Kecakapan hidup memiliki arti yang luas,
karena dalam menjalani hidup dan kehidupan, seseorang memerlukan suatu
keterampilan untuk dapat mempertahankan hidupnya. Hal demikian secara
sengaja maupun tidak, telah ada sejak manusia ada. Karena semua manusia pasti
menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan.
Seorang ibu misalnya, telah mendidik anaknya sejak kecil untuk mencuci
tangan sebelum makan, untuk berhati-hati dengan melihat ke kiri dan ke kanan
apabila akan menyeberangi jalan, dan sebagainya. Dengan kata lain hal tersebut
dilakukan agar anak dapat mempertahankan hidupnya.
Selain itu adapun pengertian kecakapan hidup menurut para ahli,
diantaranya sebagai berikut:
a. Brolin
Brolin mengatakan bahwa Life skills atau kecakapan hidup adalah sebagai
kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar
menjadi independen dalam kehidupan. Pendapat lain mengatakan bahwa life
skill merupakan kecakapan yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat
bahagia dalam kehidupan.
b. Malik Fajar
Malik Fajar mengatakan bahwa life skills adalah kecakapan yang
dibutuhkan untuk bekerja selain kecakapan dalam bidang akademik.
c. Slamet PH
Slamet PH mendefinisikan life skills adalah kemampuan, kesanggupan
dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan
dengan nikmat dan bahagia. Kecakapan tersebut mencakup segala aspek sikap
perilaku manusia sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya.
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa Kecakapan Hidup
(life skills) diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan
berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa
tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

3. PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP


Secara definisi umum, pendidikan life skill adalah pendidikan yang
memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta
didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi
perkembangan kehidupan peserta didik. Dengan demikian pendidikan life skill
harus dapat merefleksikan kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar
peserta didik memperoleh kecakapan hidup tersebut, sehingga peserta didik siap
untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.
Pembelajaran kecakapan hidup ( life skill ) ini tidak dikemas dalam bentuk
mata pelajaran baru, tetapi diimplementasikan dalam pembelajaran. Pengenalan
kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk mengganti kurikulum,
akan tetapi untuk melakukan reorientasi terhadap kurikulum yang ada sekarang
agar benar-benar dapat merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata. Yang
diperlukan adalah reorientasi pendidikan dari subject matter oriented menjadi
life skill oriented.
Pendidikan life skill adalah pendidikan yang memberikan bekal dasar dan
latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai
kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi perkembangan kehidupan peserta
didik.
Dengan demikian pendidikan life skill harus dapat merefleksikan
kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar peserta didik memperoleh
kecakapan hidup tersebut, sehingga peserta didik siap untuk hidup di tengah-
tengah masyarakat.

4. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP


Pendidikan kecakapan hidup (life skills) sebagai salah satu satuan program
dari pendidikan nonformal memiliki peran yang urgen dalam rangka membekali
warga belajar agar dapat hidup secara mandiri. Ditjen PLS Depdiknas dalam
Pedoman Program Life Skills (2007 : 2) menggambarkan bahwa program
pendidikan kecakapan hidup ini secara khusus bertujuan untuk memberikan
pelayanan kepada peserta didik agar :
a. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam
memasuki dunia kerja baik bekerja secara mandiri (wirausaha) dan/atau
bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang
semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan
karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.
c. Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk
dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya.
d. Memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam
rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.
Program pendidikan kecakapan hidup sebagai salah satu bagian dari
pembangunan berkelanjutan (sebagai strategi) menghendaki pengelolaan semua
kekayaan yang berupa Sumber Daya Alam (SDA), tenaga, manusia, keuangan
dan fisik digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dalam
jangka panjang. Sehingga peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
dapat terlihat dari kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara
tertentu.
Kesiapan yang dimaksud adalah merupakan kecenderungan potensial
untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya respon, dan hal inilah yang menjadi salah
satu tolak ukur melihat perubahan sikap yang terjadi pada individu tersebut.
Potensi kecakapan untuk menempuh perjalanan hidup bagi seseorang
merupakan bawaan yang telah melekat pada dirinya sejak dia tercipta. Tugas
orang tua dan masyarakat adalah mengembangkan potensi itu melalui
pendidikan informal di dalam keluarga dan di dalam masyarakat yang dilakukan
dengan ikhlas sebagai ungkapan terima kasih kepada Sang Pencipta.
Dalam bahasa yang religius kegiatan ini merupakan wujud dari rasa syukur
karena telah dikaruniai keturunan yang diharapkan akan dapat meneruskan
kehidupan dan generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Negara dan
bangsa sebagai kesatuan keluarga dan masyarakat mewujudkan rasa syukur itu
dengan menciptakan suatu sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik
negara dan bangsanya.
Oleh karena itu negara dan bangsa menciptakan sekolah sebagai tempat
untuk mengembangkan potensi kecakapan untuk hidup (life skills) anak-anak
bangsanya dengan cara yang lebih sistematis dan terarah melalui pendidikan
formal. Dan tugas sekolah sebagai subsistem pendidikan adalah melaksanakan
pendidikan formal untuk mengembangkan potensi kecakapan untuk hidup,
sejajar bersama-sama dengan bangsa-bangsa lain.
Dalam hampir semua kegiatan untuk menjalani kehidupan, persoalan
sehari-hari yang dihadapi oleh seseorang pada urnumnya berkisar pada empat
persoalan besar yang sangat mendasar sebagai persoalan utama. Keempat
persoalan besar itu adalah sebagai berikut:
a. Persoalan yang berkaitan dengan dirinya sendiri,
b. Persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya bersama-sama dengan
orang lain.
c. Persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya di suatu lingkungan alam
tertentu
d. Persoalan yang berkaitan dengan pekerjaannya, baik yang berkaitan
dengan pekerjaan utama yang ditekuni sebagai mata pencaharian maupun
pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi.
Agar dapat menghadapi keempat persoalan utama tersebut dengan sebaik-
baiknya, diperlukan adanya suatu kecakapan khusus yang minimal harus dapat
dikuasai oleh seseorang. Untuk mempersiapkan hal itu secara dini, pada
dasarnya perlu diupayakan dengan baik, sekurang-kurangnya empat jenis
pendidikan kecakapan untuk hidup yang (Life Skills Education) yang harus
dibekalkan kepada para siswa.
Keempat jenis pendidikan kecakapan yang perlu diberikan untuk
mempersiapkan anak didik agar dapat memiliki kemampuan untuk menjalani
kehidupan atau kemampuan untuk menempuh perjalanan hidup itu, baik melalui
pendidikan informal di dalam keluarga dan masyarakat, maupun melalui
pendidikan formal di sekolah hendaknya mencakup: ‘personal skills education’,
‘social skills education’, ‘environmental skills education’, dan ‘vocational atau
occupational skills education’.
a. Personal Skills Education adalah pendidikan kecakapan yang perlu
diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan
berdialog secara baik dengan diri sendiri untuk mengaktualisasikan jati-
dirinya sebagai manusia yang menjadi khalifah atau wakil Sang Pencipta
di planet bumi ini.
b. Social Skills Education adalah pendidikan kecakapan yang perlu
diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan
berdialog untuk bergaul secara baik dengan sesama manusia.
c. Environmental Skills Education adalah pendidikan kecakapan yang perlu
diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan
berdialog secara baik dengan lingkungan alam sekitamya, untuk
menikmati keindahannya dan menjaganya dari kerusakan-kerusakan
karena ulahnya sendiri atau oleh manusia lainnya, serta kemampuan untuk
menjaga diri dari pengaruh-pengaruhnya.
d. Vocational atau Occupational Skills Education adalah pendidikan
kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat
mengembangkan kemampuan untuk menguasai dan menyenangi jenis
pekerjaan tertentu.
Jenis pekerjaan tertentu ini bukan hanya merupakan pekerjaan utama yang
akan ditekum sebagai mata pencaharian,yaitu menjadi bekal untuk bekerja
mencari nafkah yang halal yang merupakan salah satu kewajiban dalam
menempuh perjalanan hidupnya di kelak kemudian hari. Jenis pekerjaan tertentu
dapat juga merupakan pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi.

B. PENTINGNYA PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP


Sebagian masyarakat bahkan orang tua beranggapan bahwa memiliki anak
yang pandai sudah cukup. Disamping itu, seorang anak yang telah menjadi sarjana
atau lulusan sebuah perguruan tinggi dengan gelar akademis tertentu belum mampu
menjamin masa depan kehidupan anak yang lebih menjanjikan. Pemikiran seperti
itu tentu dalam suatu waktu akan menemukan titik relevansinya. Namun, pada
situasi dan kondisi tertentu mungkin janji-janji yang mencerahkan atas gelar
akademis tersebut menjadi kurang relevan, bahkan masyarakat luas tidak lagi
dipercayainya. Seiring dengan semakin banyaknya pengangguran yang disebabkan
karena factor pendidikan, dan maraknya kasus korupsi yang tidak terlepas dari para
birokrat yang memiliki banyak gelar, sarjana, master, doctor bahkan professor.
Peran dan fungsi pendidikan dalam konteks ini tentu akan mendapat gugatan dari
banyak kalangan, misalnya mengapa praktek korupsi justru dilakukan oleh orang-
orang pandai dan pintar. Kenyataan ini memang sungguh sangat menyedihkan,
bahkan bangsa ini sering dikonotasikan sebagai bangsa yang sangat kreatif dalam
hal korupsi, dari lapisan yang paling bawah sampai paling atas.
Pada dasarnya, pendidikan diselenggarakan bukan semata-mata membekali
peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan, namun pendidikan juga harus
berorientasi pada pemberian bekal bagi peserta didik agar dapat menjalani
kehidupannya dengan baik, terutama dalam situasi dan kondisi di era globalisasi.
Dijelaskan dengan tegas dalam UU sisdiknas no. 20 tahu 2003 bahwa tujuan
pendidikan selain bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, juga bertujuan agar peserta didik menjadi manusia yang
cakap, kreatif dan mandiri. Kecakapan, kreatifitas dan kemandirian merupakan tiga
point yang sangat penting untuk dimiliki setiap peserta didik agar ia dapat cakap
dalam menghadapi realitas hidupnya, kreatif dalam memberikan solusi atas
persoalan yang ada.
E. Mulyasa menegaskan bahwa tantangan kehidupan di masa yang akan
datang menuntut manusia untuk hidup secara mandiri sehingga peserta didik harus
di bekali dengan kecakapan (life skill) melaui muatan, proses pembelajaran dan
aktifitas lain sekolah. Pada hakekatnya pendidikan yang berorientasi kecakapan
hidup adalah pendidikan untuk membentuk watak dan etos. Selain itu pendidikan
yang seperti ini bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga
dapat digunakan untuk memecahkan problem yang sedang dihadapinya.
Tuntutan life skill pada dasarnya mencakup beberapa aspek diantaranya
keterampilan peserta didik, profesionalitas, dan kecakapan dalam melakukan
transformasi menuju perubahan social. Sebagaimana dijelaskan diatas,kecakaapn
hidup disini bukan semata cakap dalam berpikir dan akademis, namun cakap dalam
keterampilan dan social.
Tidak semua siswa bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kebanyakan dari mereka hanya menamatkan pendidikan formal sampai ke jenjang
SMP (Wajar 9 tahun), terutama di daerah pedesaan. Pola pikir masyarakat di
pedesaan masih belum terbuka. Hal ini diakibatkan oleh faktor ekonomi yang masih
rendah. Kebutuhan biaya hidup sehari-hari dalam kondisi tersebut, lebih penting
dibandingkan dengan biaya untuk melanjutkan pendidikan.
Oleh karena itu, melihat dari kasus di atas. Tentunya sistem pendidikan harus
bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada di lapangan. Penyesuaian
dilakukan dengan menganilisis karakteristik dan potensi dari setiap daerah. Untuk
melakukan analisa bisa dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) setempat.
Pasalnya, pemda setempat dipastikan lebih mengetahui karakteristik dan potensi
dari daerah yang dikelolanya.
Setelah diketahui karakteristik dan potensi dari setiap daerah. Salah satu
sistem pendidikan yang bisa diterapkan untuk mengantisipasi kasus di atas adalah
melalui pendidikan kecakapan hidup. Pendidikan ini harus benar-benar didukung
oleh pemerintah dengan cara memfasilitasi semua kebutuhan yang diperlukan. Baik
sarana dan prasarana maupun tim ahli yang menjalankan sistem pendidikan tersebut
(pendidik). Dalam menjalankan sistem pendidikan kecakapan hidup, tentunya
berbeda dengan sistem pendidikan biasanya. Karena, proses pendidikan dilakukan
berdasarkan dengan potensi yang ada dari setiap masing-masing daerah.
Mengutip dari Tim Broad-Based Education (2002), mendefenisikan
kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani
menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan,
kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga
akhirnya mampu mengatasinya. Dengan adanya pendidikan kecakapan hidup ini,
terdapat beberapa keuntungan terutama bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, diantaranya: menggali potensi
daerah, menciptakan lapangan kerja dan memajukan daerah sendiri.
Menggali potensi daerah, dilakukan berdasarkan bekal yang didapat dari
pendidikan kecakapan hidup. Dengan adanya bekal yang matang, maka akan
tercipta lapangan pekerjaan. Sehingga mereka tak perlu lagi merantau ke kota untuk
mengadu nasib. Dan apabila hal ini terjadi, pendapatan pemerintah pun akan
meningkat serta bisa memajukan daerah sendiri dalam sektor ekonomi. Melihat
pentingnya memiliki kecakapan hidup yang dapat digunakan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, harus menjadi perhatian serius dari pemerintah.
Baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Apalagi pada tahun 2010
sampai 2035, Indonesia dianugerahi bonus demografi.
Bonus demografi merupakan keadaan ketika jumlah usia produktif (15-64
tahun), jauh lebih besar dibandingkan dengan usia muda (di bawah 15 tahun) dan
lansia (65 tahun ke atas). Jika bonus ini tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh
pemerintah, melalui pendidikan kecakapan hidup. Dapat diduga pada masa ini akan
terjadi banyak pengangguran. Karena, banyak usia produktif yang tidak produktif
akibat tidak memiliki kecakapan hidup.

C. PENTINGNYA PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (DALAM SISTEM


NASIONAL UUD 1945)
Pentingnya Pendidikan kecakapan hidup dalam sistem nasional UUD 1945
antara lain sebagai berikut:
1. Pendidikan kecakapan hidup dalam rumusan UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada pasal 3 tentang fungsi dan tujuan menyatakan :"Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab".
Meskipun rumusan tersebut tidak secara jelas menyatakan kecakapan
hidup tetapi kalau fungsi dan tujuan tersebut direalisasikan oleh sistem
pendidikan nasional, tentu hasilnya adalah lulusan yang memiliki kecakapan
hidup.Pasal 26 ayat 3 dari undang-undang tersebut yang secara jelas menyatakan
pendidikan kecakapan hidup justru merupakan rincian dari pendidikan non
formal yang selengkapnya berbunyi :
"Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan
anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik".
Selanjutnya, pengertian pendidikan kecakapan hidup dapat dijumpai pada
penjelasan pasal 26 ayat 3 sebagai berikut :"Pendidikan kecakapan hidup (life
skills) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan
sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha
mandiri".
2. Pendidikan Kecakapan Hidup dalam rumusan Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan
Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
memuat diktum pendidika kecakapan hidup sebagai berikut :
a. Pasal 6 ayat 3 menyatakan : "Satuan pendidikan non formal dalam bentuk
kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi
yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan".
b. Pasal 13 ayat 1 sampai dengan ayat 4 mengatur pendidikan kecakapan hidup
sebagai berikut :
1) Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat,
SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan
hidup.
2) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan
kecakapan vokasional.
3) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 dan 2
dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan
dan teknologi, pendidikan estetika, pendidikan jasmani olahraga dan
kesehatan.
4) Pendidikan kecakapan hidup dimaksud pada ayat 1, 2 dan 3 dapat
diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan non formal yang sudah
memperoleh akreditasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan kecakapan hidup (life skills) sebagai salah satu satuan program
dari pendidikan nonformal memiliki peran yang urgen dalam rangka membekali
warga belajar agar dapat hidup secara mandiri. Potensi kecakapan untuk
menempuh perjalanan hidup bagi seseorang merupakan bawaan yang telah melekat
pada dirinya sejak dia tercipta. Tugas orang tua dan masyarakat adalah
mengembangkan potensi itu melalui pendidikan informal di dalam keluarga dan di
dalam masyarakat yang dilakukan dengan ikhlas sebagai ungkapan terima kasih
kepada Sang Pencipta.
Dalam bahasa yang religius kegiatan ini merupakan wujud dari rasa syukur
karena telah dikaruniai keturunan yang diharapkan akan dapat meneruskan
kehidupan dan generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Negara dan bangsa
sebagai kesatuan keluarga dan masyarakat mewujudkan rasa syukur itu dengan
menciptakan suatu sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik negara dan
bangsanya.
Oleh karena itu negara dan bangsa menciptakan sekolah sebagai tempat untuk
mengembangkan potensi kecakapan untuk hidup (life skills) anak-anak bangsanya
dengan cara yang lebih sistematis dan terarah melalui pendidikan formal. Dan tugas
sekolah sebagai subsistem pendidikan adalah melaksanakan pendidikan formal
untuk mengembangkan potensi kecakapan untuk hidup, sejajar bersama-sama
dengan bangsa-bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009
Muhaimin, dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2008
Rembangy, Musthofa, Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan
Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Yogyakarta : Teras, 2008

Anda mungkin juga menyukai