Manajemen Keuangan
“Analisis Indeks dan Common Size, EVA dan MVA”
Oleh :
KELOMPOK 2
Kinerja keuangan menjadi salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai
kondisi yang dimiliki perusahaan (Nainggolan, 2004). Ketika melihat suatu laporan keuangan,
terdapat isu utama mengenai kinerja keuangan yaitu apakah suatu aktiva dan pasiva perusahaan
telah dikelola secara benar. Bagi manajemen, suatu hal yang penting untuk memahami
bagaimana perubahan posisi keuangan perusahaan pada periode tertentu untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan apa yang dimiliki perusahaan dan menentukan langkah perbaikan.
Dalam hal demikian, analisis indeks dan common size menjadi wadah manajemen dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Analisis-analisis tersebut menggambarkan kinerja
keuangan yang bersumber dari laporan keuangan dalam satu periode maupun lebih.
Dalam praktiknya meskipun analisis rasio keuangan yang digunakan memiliki fungsi dan
kegunaan yang cukup banyak bagi perusahaan dalam mengambil keputusan, bukan berarti
rasio keuangan yang dibuat sudah menjamin 100% kondisi dan posisi keuangan yang
sesungguhnya (Kasmir, 2010:103). Penggunaan analisis rasio keuangan memiliki kelemahan
utama yaitu tidak memperhatikan risiko yang dihadapi perusahaan dengan mengabaikan
adanya biaya modal. Untuk mengatasi kelemahan dari analisis rasio keuangan, maka
dikembangkan konsep pengukuran kinerja keuangan berdasarkan nilai tambah (Value added)
yaitu Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) untuk mengetahui
apakah suatu perusahaan telah berhasil menciptakan nilai atau tidak.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa analisis indeks dan common size serta
Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) merupakan hal yang penting
dalam pengukuran kinerja keuangan dan nilai perusahaan. Maka dari itu kami akan membahas
materi mengenai :
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
PT. PRADNYANA
LAPORAN RUGI-LABA PERBANDINGAN DENGAN
DENGAN PERSENTASE KECENDERUNGAN
31 DESEMBER 2008-2012
Desember 31 (Rp. 000.000) % Kecenderungan th dasar 2008 = 100%
POS-POS
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012
Penjualan neto 524 474,5 350 449 547,5 100 91 67 86 104
Harga pokok penjualan 406 375,5 283 319 368 100 92 70 79 91
Laba kotor 118 99 67 130 179,5 100 84 57 110 152
Biaya penjualan 59,5 52 20 63,5 100,5 100 87 34 107 169
Biaya administrasi 30 20 11 34 53,5 100 67 37 113 178
Biaya operasi 89,5 72 31 97,5 154 100 80 35 109 172
Laba operasi 28,5 27 36 32,5 25,5 100 95 126 114 89
Biaya lain-lain (bunga) 1,5 2 2,5 5,5 7,5 100 133 167 367 500
Laba bersih sebelum pajak 27 25 33,5 27 18 100 93 124 100 67
Pajak 8 8 10 8 5 100 93 124 100 67
Laba bersih setelah pajak 9 18 23 19 13 100 93 124 100 67
Interpretasi:
1. Aspek Likuiditas
Aktiva lancar dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mengalami
kenaikan masing-masing 3%, 22%, dan 72%. Kenaikan utang lancar pada
periode yang sama adalah 28%, 105%, 146%, dan 225%. Dari kenaikan
persentase kecenderungan dapat kita lihat bahwa kenaikan utang lancar jauh
lebih besar daripada kenaikan aktiva lancar. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa trend likuiditas cenderung menurun.
2. Aspek Solvabilitas
Jumlah utang dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 naik masing-
masing 26%, 98%, 136%, dan 210%. Sementara penurunan modal sendiri
pada periode yang sama masing-masing 4%, 23%, 24%, dan 34%. Hal ini
menunjukkan bahwa ada kecenderungan perubahan semakin besar
dibelanjai dana pinjaman. Dari angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa
trend solvabilitas perusahaan cenderung menurun.
3. Aspek Rentabilitas
Trend laba dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Laba operasi tahun
2009 turun 5%, tahun 2010 naik 26%, tahun 2011 naik 14%, dan tahun 2012
turun 11%. Sementara jumlah aktiva dari tahun 2008 sampai dengan tahun
2012 naik masing-masing 5%, 13%, 23%, dan 38%. Dari trend angka
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan rentabilitas perusahaan
semakin menurun.
4. Aspek Aktivitas Usaha
3
Trend penjualan neto dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 turun
masing-masing 9%, 33%, 14%, dan tahun 2012 naik 4%. Kalau
dibandingkan dengan trend piutang dagang yang naik dari tahun 2009
sampai dengan tahun 2012 masing-masing 4%, 35%, 71%, dan 98%, maka
dapat disimpulkan bagian penagihan bekerja kurang efektif.
B. Analisis Common Size
Analisis common size merupakan analisis vertikal dimana merubah angka angka
yang ada dalam laporan keuangan yaitu neraca dan laporan laba rugi menjadi
persentase berdasarkan dasar tertentu. Untuk angka-angka dalam neraca,
common base-nya adalah total aktiva/total pasiva. Dengan kata lain, total
aktiva/pasiva dipergunakan sebagai 100%. Sementara itu, untuk angka dalam
laporan laba rugi, penjualan bersih (neto) dipergunakan sebagai 100%. Analisis
ini sangat bermanfaat dalam memahami struktur laporan keuangan. Untuk
neraca, dapat diperoleh informasi mengenai komposisi investasi (aktiva) dan
struktur modal (pasiva) perusahaan. Apabila neraca dalam persentase per
komponen disusun secara komparatif (misalnya dua tahun berturut-turut), dapat
memberikan informasi mengenai perubahan komposisi, baik komposisi
investasi maupun struktur modal. Sementara untuk laporan laba rugi, dapat
menggambarkan distribusi/alokasi setiap Rp 1,00 penjualan kepada masing
masing elemen biaya dan laba. Apabila disusun secara komparatif, dapat
menggambarkan perubahan distribusi tersebut.
Contoh:
4
PT IMASINDO
NERACA PERBANDINGAN COMMON SIZE
31 DESEMBER 2011 DAN 2012
2011 2012 %SUB TOTAL %TOTAL
(Rp.000.000) (Rp.000.00) 2011 2012 2011 2012
AKTIVA
Kas 3 5 1 1 1 1
Piutang dagang 130 164 36 38 23 26
Persediaan 210 235 58 55 37 38
Persekot biaya 20 25 5 6 3 4
Jumlah aktiva lancar 363 429 100 100
Tanah 15 15 7 8 3 2
Bangunan 147 109 72 57 26 18
Aktiva tetap lainnya 63 90 31 47 11 15
Cad. Peny. Ak. Tetap -22 -24 -10 -12 -4 -4
Jumlah aktiva tetap 203 190 100 100
Jumlah Aktiva 566 619 100 100
Hutang & Modal
Hutang dagang 167 210 59 62 30 34
Hutang wesel 35 70 12 20 6 11
Hutang gaji 81 60 29 18 14 10
Jumlah Hutang Lancar 283 340 100 100
Hutang jangka panjang 10 10 3 4 2 2
Modal saham -50 50 18 18 9 8
Laba ditahan 223 219 79 78 39 35
Jumlah Modal 283 279 100 100
Jumlah Ht. dan Modal 566 619 100 100
PT. IMASINDO
LAPORAN RUGI LABA PERBANDINGAN COMMON SIZE
31 DESEMBER 2011 DAN 2012
2011 2012 Persentase Per
Laba Rugi
(Rp.000.000) (Rp.000.000) Komponen
Penjualan 700 898 100 1
Harga pokok 566 638 81 0,71
Laba kotor 134 260 0,19 0,29
Biaya operasi:
Biaya penjualan 40 127 0,06 0,14
Biaya administrasi 22 68 0,03 0,08
Laba operasi 72 65 0,1 0,07
Biaya lain-lain 5 11 0,01 0,01
Laba bersih sebelum pajak 67 54 0,1 0,06
Pajak 20 16 3 2
Laba bersih setelah pajak 47 38 7 4
Interpretasi:
1. Aspek Likuiditas
Kondisi likuiditas PT IMASINDO dapat dilihat dari distribusi pos-pos aktiva
lancar terhadap jumlah aktiva lancar, yang menunjukkan bahwa likuiditas
perusahaan mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dari persentase persediaan
yang menurun dari 58% pada tahun 2011 menjadi 55% pada tahun 2012.
5
Sebagaimana diketahui bahwa semakin dominan pos-pos aktiva lancar yang
tingkat likuiditasnya rendah seperti persediaan, menunjukkan bahwa likuiditas
perusahaan kurang baik.
2. Aspek Solvabilitas
Persentase modal sendiri dari hutang memperlihatkan bahwa modal sendiri PT
IMASINDO pada tahun 2011 sebesar 48% yang terdiri dari modal saham 9%
dan laba ditahan 39%. Jumlah utang sebesar 52%. Kalau dibandingkan dengan
tahun 2012, maka terlihat jumiah modal sendiri berkurang menjadi 43% dan
jumlah utang bertambah meniadi 57%. Peranan utang lebih besar daripada
modal sendiri. Hal in menunjukkan bahwa perusahaan semakin besar
menggunakan dana pinjaman. Dengan kata lain tingkat solvabilitas perusahaan
semakin menurun. Semakin besar peranan dana pinjaman berarti margin of
safety bagi para kreditur semakin menurun.
3. Tingkat Efisiensi
Tingkat efisiensi biaya, umumnya dikaitkan antara biaya dengan pendapatan.
Berdasarkan angka-angka persentase di laporan rugi laba. Persentase harga
pokok penjualan tahun 2011 sebesar 81%, artinya bahwa dari jumlah
pendapatan diserap untuk biaya produksi sebesar 81% dan sisanya sebagai laba
kotor 19%. Kalau dibandingkan dengan tahun 2012, harga pokok penjualan
hanya menyerap 71% dari penjualan. Hal ini dapat disimpulkan adanya
peningkatan efisiensi dalam biaya produksi. Sebagai akibatnya, laba kotor
mengalami peningkatan dari 19% menjadi 29% dari penjualan. Jika dilihat
biaya operasi, Nampak ada peningkatan biaya yang cukup besar yaitu dari 9%
tahun 2011 menjadi 22% tahun 2012. Dengan demikian di bagian kantor
nampaknya bekerja kurang efisien.
4. Rentabilitas
Rentabilitas PT IMASINDO memperlihatkan bahwa persentase laba bersih
sesudah pajak menurun, hal ini terlihat pada tahun 2011 sebesar 6% dari
penjualan, sedangkan pada tahun 2012 turun menjadi 4% dari penjualan. Hal
ini disebabkan karena terjadinya kenaikan biaya operasi yang cukup besar.
Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan rentabilitas perusahaan
semakin menurun.
6
2. Analisis EVA dan MVA
EVA dan MVA merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu
investasi. Metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)
berusaha mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan dengan memperhatikan
biaya modal yang meningkat, karena biaya modal menggambarkan suatu resiko bagi
perusahaan. Untuk memperbaiki adanya kelemahan pada analisis rasio kemudian
muncullah pendekatan baru yang dsebut EVA (economic value added)
A. Economic Value Added (EVA)
Economic Value Added (EVA) adalah ukuran nilai tambah ekonomis yang
dihasilkan perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen.
EVA dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
EVA = Laba Bersih Operasi Setelah Pajak (NOPAT) – Biaya Modal Setelah
Pajak Yang Diperlukan Untuk Mmendukung Operasi
= EBIT(1-Pajak Perusahaan) – (biaya operasi)(Biaya modal setelah pajak)
EVA mampu menghitung laba ekonomi yang sebenarnya atau true economic
profit suatu perusahaan pada tahun tertentu. EVA menjadi relevan untuk
mengukur kinerja berdasarkan nilai ekonomis yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan.
Contoh perhitungan EVA adalah sebagai berikut :
PT WISTAWAN
ECONOMIC VALUE ADDED (EVA)
( Rp 000.000)
2011 2012
Perhitungan EVA
7
EVA = NOPAT – Biaya Modal (28,20) 0,70
EVA tahun 2012 positif yaitu Rp 0,70 juta sedangkan tahun 2011 negatif Rp
28,20 juta. NOPAT mengalami penurunan namun EVA mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan karena penurunan NOPAT 8% lebih kecil dari
pada tingkat penurunan rupiah biaya modal 26% sehingga penurunan biaya
modal tersebut akan mengakibatkan EVA meningkat.
B. Market Value Added (MVA)
MVA digunakan untuk mengukur seluruh pengaruh kinerja manajerial sejak
perusahaan berdiri hingga sekarang. Secara sederhana MVA adalah perbedaan
antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan uang) dan modal
keseluruhan yang diinvestasikan dengan perusahaan.
MVA diperoleh melalui selisih antara nilai pasar ekuitas dengan modal ekuitas
yang disetor pemegang saham. Nilai pasar ekuitas diperoleh dengan mengalikan
jumlah saham beredar dengan harga saham, sedangkan modal ekuitas yang
disetor pemegang saham sama dengan total ekuitas perusahaan atau nilai buku
ekuitas.
Formula MVA dapat dinyatakan sebagai berikut :
MVA = Nilai Pasar Ekuity – Modal Ekuitas yang Disetor Pemegang Saham
= (Jumlah Saham Beredar)(Harga Saham) – Total Nilai Ekuitas
Contoh :
1. PT Wisatawan memiliki market value of ekuity Rp 150 juta dan nilai modal
yang disetor adalah Rp 10 juta.
Maka MVA PT Wisatawan adalah :
Rp 150 juta – Rp 10 juta = Rp 140 juta
2. PT WISTAWAN
MARKET VALUE ADDED (MVA)
( Rp 000.000)
2011 2012
Perhitungan MVA
8
Market value of Equity 1.150 1.300
Berdasarkan perhitungan MVA dan EVA PT Wistawan tahun 2011 dan 2012,
terjadi kombinasi antara peningkatan harga saham dari Rp 23 juta ke Rp 26 juta,
dan kenaikan nilai buku modal dari Rp 1.150 menjadi Rp 1.300, sehingga
menyebabkan peningkatan MVA, sehingga terjadi peningkatan kemakmuran
pemegang saham sebesar Rp 206 juta ( Rp 460 – Rp 254)
Hal tersebut menunjukan bahwa dampak tindakan manajerial sejak perusahaan
berdiri meningkat pada tahun 2011 dan 2012.
Ada hubungan antara MVA dan EVA namun sifatnya tidak selalu
searah. Jika perusahaan memiliki EVA negatif, maka MVA mungkin saja akan
bernilai negatif atau sebaliknya jika perusahaan memiliki EVA positif, maka
MVA akan bernilai positif. Harga saham sebagai salah satu komponen MVA
akan lebih banyak ditentukan oleh kinerja masa depan dan bukan kinerja masa
lalunya. Sehingga perusahaan dengan EVA negatif dapat saja memiliki MVA
positif jika investor memiliki harapan akan perubahan yang lebih baik pada
perusahaan di masa depan.
9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Analisis indeks dan common size merupakan analisis laporan keuangan yang bertujuan
untuk memperhatikan perkembangan dan komposisi pos-pos pada laporan keuangan.
Analisis indeks adalah salah satu metode analisis laporan keuangan yang bersifat
horizontal untuk mengetahui kecenderungan atau tendensi keadaan keuangan suatu
perusahaan apakah naik, turun atau tetap untuk membandingkan perkembangan dari
waktu ke waktu. Sementara itu, analisis common size merupakan analisis vertikal
dimana bermanfaat dalam memahami struktur laporan keuangan terutama komposisi
investasi (aktiva) dan struktur modal (pasiva) perusahaan pada neraca, dan
distribusi/alokasi setiap Rp 1,00 penjualan kepada masing masing elemen biaya dan
laba pada laporan laba rugi.
2. EVA dan MVA merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu
investasi. Economic Value Added (EVA) adalah ukuran nilai tambah ekonomis yang
dihasilkan perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. MVA
adalah perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan uang) dan modal
keseluruhan yang diinvestasikan dengan perusahaan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Puspitasari, Evita. 2010. Ruang Lingkup Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Wiagustini, Ni Luh Putu. 2014. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Denpasar: Udayana
Press.
2014. Analisis Common-Size (Persentase Per-Komponen). Diakses pada tanggal 22 September
2021, dari http://tugas-alk.blogspot.com/2014/04/analisis-common-size-persentase-
per.html
Choi. 2016. Analisis Indeks Dan Common Size. Diakses pada tanggal 22 September 2021, dari
https://www.scribd.com/doc/300759521/Analisis-Indeks-Dan-Common-Size
Nugroho, Judianto. 2019. Analisis Laporan Keuangan. Diakses pada tanggal 22 September
2021, dari https://www.slideshare.net/juditjnugroho/analisis-laporan-keuangan-
181445223