Anda di halaman 1dari 13

FINANCIAL STATEMENT ANALYSIS

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dan Entitas Anak

1. Review Laporan Laba Rugi

Berdasarkan data yang disajikan mengenai Laporan Laba Rugi Tahun 2016 – 2017, Tiga Pilar
mendapatkan keuntungan pada tahun 2016 dan kerugian pada tahun 2017.

FINANCIAL HIGHLIGHT PROFIT AND LOSS ACCOUNT 2016 - 2017


2016 2017 Proportion 2016 Proportion 2017
Total Revenues 6,545,680 1,950,589
Cost of Revenues (Minus) (4,862,377)
4,862,377 (1,392,462)
1,392,462 83.45% 19.38%
Gross Profit 1,683,303 558,127 25.72% 28.61%
Operating Expenses (Minus) (667,537)
667,537 (564,527)
564,527 11.46% 7.86%
Operating Profit 1,015,766 (6,400) 15.52% -0.33%
Other (Expenses) Income 265,978 (5,093,375) -4.57% 70.89%
EBIT 1,281,744 (5,099,775) 19.58% -261.45%
Financial (Expenses) Income (383,313) (110,559) 6.58% 1.54%
Income before Tax / EBT 898,431 (5,210,334) 13.73% -267.12%
Tax (Minus) (179,203) (23,954) 3.08% 0.33%
Net Income 719,228 (5,234,288) 10.99% -79.97%

Pada tahun 2016, sebenarnya kinerja operational perusahaan cukup baik, jika kita lihat
perusahaan mendapatkan keuntungan baik dari Gross Profit, EBIT dan Net Income dengan Net
Profit Margin 10.99%. Jika dilihat dari expenses, Cost of revenues / cost of goods sold memiliki
proporsi expense yang paling tinggi dan Financial expense dan Tax memiliki proporsi expense
yang paling rendah (6.58% dan 3.08%). Sedangkan untuk tahun 2017, kinerja perusahaan sudah
mulai memburuk karena perusahaan mengalami kerugian bersih yaitu Rp 5.234.288.000.000, hal
ini dikarenakan perusahaan melakukan praktek manipulasi laporan keuangan terdapat dugaan
overstatement sebesar Rp 4 triliun pada akun piutang usaha, sehingga pada pada laporan
keuangan tahun 2017 yang disajikan kembali terdapat beban penyisihan piutang tak tertagih
sebesar Rp 4 Triliun. Hal ini yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Jika dilihat
dari proporsi expenses, other expenses memiliki kontribusi paling besar karena didalamnya ada
beban penyisihan piutang tak tertagih. Penjualan Tahun 2017 menurun drastis karena perusahaan
tidak mengkonsolidasi PT Dunia Pangan dan entitas anaknya. Untuk Gross Profit Margin 2017

1
masih terbilang baik karena ada peningkatan pada tahun 2016, sedangkan Operating profit
Margin mengalami penurunan dratis karena Operating Expense yang tinggi.

2. Review Neraca

FINANCIAL HIGHLIGHT BALANCE SHEET ACCOUNT 2015 - 2017


Disajikan dalam Jutaan Rp 2015 2016 2017
Cash & Cash Equivalents 588,514 292,926 135,831
Receivables 1,978,613 2,928,514 485,718
Inventories 1,569,104 2,069,726 91,912
Other CA 327,404 657,998 167,631
Total Current Assets 4,463,635 5,949,164 881,092
Fixed Assets 2,344,759 2,587,235 824,621
Other Non CA 2,252,586 718,140 276,227
Total Non Current Assets 4,597,345 3,305,375 1,100,848
Total Assets 9,060,980 9,254,539 1,981,940

Current Liabilities 2,750,457 2,504,330 4,154,427


Long Term Liabilities 2,343,616 2,485,809 1,175,414
Total Liabilities 5,094,073 4,990,139 5,329,841

Paid up Capital 2,139,311 2,139,311 1,942,618


Outstanding Shares (OS) 3,218,600,000 3,218,600,000 3,218,600,000
Par Value (Real Nominal) 213 213 213
Retained Earnings 1,215,374 1,796,408 (5,485,424)
Total Equity 3,966,907 4,264,400 (3,347,901)

Berdasarkan data yang disajikan mengenai Neraca Tahun 2015 – 2017, Jika dilihat secara garis
Besar, Laporan Posisi Keuangan Tiga Pilar Tahun 2015 dan 2016 terbilang cukup baik hanya
saja pada bagian struktur modal, perusahaan terlalu condong pada debt financing yang mana
ditandakan dengan proporsi utang yang tinggi dibandingkan ekuitasnya, hal ini sangat berbahaya
jika operasional perusahaan agak sedikit terhambat dan mengalami kerugian, perusahaan ada
potensi untuk gagal bayar hutang. Pada Tahun 2017 asset perusahaan menurun drastis karena
perusahaan tidak mengkonsolidasi PT Dunia Pangan dan entitas anaknya. Kondisi Posisi
Keuangan pada tahun 2017 cukup memprihatinkan, disamping nilai hutang yang bertambah,
nilai saldo laba ditahan minus karena kerugian yang dialami perusahaan pada tahun 2017 yang
terlalu besar karena praktek manipulasi.

2
3. Analisis Rasio Keuangan

Analisis Rasio Keuangan terdiri dari lima kategori yaitu, Rasio Liquditas (Liquidity Ratio / Short
Term Solvency Ratio), Rasio Solvabilitas (Solvability Ratio or Long Term Solvency Ratio),
Rasio Aktivitas (Asset Management Ratio or Turnover Ratio), Rasio Profitabilitas (Profitability
Ratio) dan Rasio Nilai Pasar (Market Value Ratio).

a. Rasio Likuditas (Liquidity Ratio / Short Term Solvency Ratio)


Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan asset lancar perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya / current liabilities. Rasio likuiditas pada
umumnya terdiri dari Current Ratio, Acid Ratio dan Cash Ratio :
FINANCIAL RATIO 2015 2016 2017
Liquidity Ratio
Current Ratio (CA/CL) 1.62 2.38 0.21
Current Ratio [(Operating CA)/CL] 1.50 2.11 0.17
Acid/Quick Ratio [(Cash+AR)/CL] 0.93 1.29 0.15
Cash Ratio (Cash/CL) 0.21 0.12 0.03

1) Current Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan asset lancar perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga rasio ini memiliki formula :
Current Ratio = Current Assets / Current Liabilities.
Current Ratio = Operating Current Assets / Current Liabilities.
Operating Current Assets dalam hal ini diartikan dengan Current Assets yang digunakan
untuk operasi utama perusahaan seperti, Cash and Cash Equivalent, Account Receivables
dan Inventory.

Idealnya perusahaan yang memiliki nilai Current Ratio lebih dari 1 terbilang bagus,
karena memiliki nilai Current Assets yang lebih besar dibandingkan Current Liabilities.
Sedangkan PT Tiga Pilar Jika dilihat current ratio nya selama 3 tahun dimana hanya
tahun 2017 yang nilai rasio nya dibawah 1 hal ini cukup membahayakan karena akan
mengganggu likuiditas perusahaan dalam jangka pendek, karena Current Liabilities lebih
besar dari Current Assets.

3
2) Quick Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan asset lancar perusahaan (selain
persediaan) untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga rasio ini memiliki
formula :
Quick Ratio = (Current Assets – Inventory – Other CA) / Current Liabilities.

Idealnya perusahaan yang memiliki nilai Quick Ratio lebih dari 1 terbilang bagus, karena
memiliki nilai Current Assets yang lebih besar dibandingkan Current Liabilities.
Sedangkan Tiga Pilar Jika dilihat quick ratio nya selama 3 tahun dimana hanya tahun
2017 yang nilai rasio nya dibawah 1 hal ini cukup membahayakan karena akan
mengganggu likuiditas perusahaan dalam jangka pendek, karena Current Liabilities lebih
besar dari QuickAssets.

3) Cash Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan Kas dan Setara Kas perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga rasio ini memiliki formula :
Cash Ratio = Cash and Cash Equivalent / Current Liabilities.

Idealnya perusahaan yang memiliki nilai Cash Ratio lebih dari 1 terbilang bagus, karena
memiliki nilai Kas dan setara kas yang lebih besar dibandingkan Current Liabilities.
Sedangkan Tiga Pillar Jika dilihat Cash ratio nya selama 3 tahun dibawah 1 hal ini cukup
membahayakan karena akan mengganggu likuiditas perusahaan dalam jangka pendek,
karena Current Liabilities lebih besar dari Cash and Cash Equivalent. Minimnya cash and
cash equivalent sebuah perusahaan disebabkan beberapa hal pertama kemungkinan
terjadi hambatan dalam koleksi atau penagihan piutang dan kas yang tersedia
dialokasikan untuk investasi baik financial asset maupun non financial asset. Pada kasus
Tiga Pilar ini, memang efektivitas perusahaan dalam melakukan penagihan piutang tidak
cukup baik jika dilihat dari rasio AR Turnover yang akan dijelaskan dalam rasio aktivitas
selanjutnya.

4
Secara keseluruhan untuk likuiditas tahun 2017 memang tidak baik karena Pada Tahun
2017 asset perusahaan menurun drastis karena perusahaan tidak mengkonsolidasi PT
Dunia Pangan dan entitas anaknya, disamping itu juga perusahaan juga mengalami
peningkatan Hutang.

b. Rasio Solvabilitas
Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban / liabilities. Rasio Solvabilitas pada umumnya terdiri dari Debt to Asset Ratio
(DAR), Debt to Equity Ratio dan Time Interest Earned :

FINANCIAL RATIO 2015 2016 2017


Solvability Ratio
DAR (Debt/TA) 56.22% 53.92% 268.92%
DER (Debt/Equity) 1.28 1.17 (1.59)
Time Interest Earned (EBIT/Interest Exp) N/A 2.65 (0.06)

1) Debt to Asset Ratio (DAR)


Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan Asset perusahaan untuk memenuhi
kewajiban atau melihat proporsi Liabilitas perusahaan terhadap asset perusahaan.
Sehingga rasio ini memiliki formula :
Debt to Asset Ratio = Total Liabilities / Total Assets

Idealnya perusahaan yang memiliki nilai Debt to Asset Ratio lebih dari 50% atau 0,5 kali
lebih berisiko karena nilai hutang perusahaan lebih besar dibandingkan nilai aset nya,
tetapi semasih hutang tersebut digunakan untuk pertumbuhan perusahaan dan mampu
menghasilkan laba di masa sekarang dan masa depan, nilai ini tidak terlalu menjadi
masalah. Jika dilihat dari laporan Tiga Pilar, nilai DAR nya selama 3 tahun melebihi dari
50% ini artinya perusahaan ini memiliki struktur keuangan/pendanaan yang lebih
cenderung ke Debt Financing, hal ini sangat berbahaya mengingat untuk kasus Tiga Pilar
nilai utang yang tinggi tidak diimbangi dengan profit yang meningkat dan ditambah saldo

5
laba ditahan yang minus khusus untuk tahun 2017. Rasio DAR lebih dari 50% atau 0,5
kali mengindikasikan bahwa Sebagian besar asset perusahaan dibiayai dari hutang.

2) Debt to Equity Ratio (DER)


Rasio ini digunakan untuk melihat proporsi Liabilitas perusahaan terhadap Ekuitas
perusahaan atau yang disebut dengan proporsi Struktur Keuangan. Sehingga rasio ini
memiliki formula :
Debt to Equity Ratio = Total Liabilities / Total Equity

Idealnya perusahaan yang memiliki nilai Debt Equity Ratio lebih dari 100% atau 1 lebih
berisiko karena nilai hutang perusahaan lebih besar dibandingkan nilai Equity, tetapi
semasih hutang tersebut digunakan untuk pertumbuhan perusahaan dan mampu
menghasilkan laba di masa sekarang dan masa depan, nilai ini tidak terlalu menjadi
masalah. Jika dilihat dari laporan Tiga Pilar, nilai DER nya selama 3 tahun melebihi dari
1 ini artinya perusahaan ini memiliki struktur keuangan / pendanaan yang lebih
cenderung ke Debt Financing, hal ini sangat berbahaya mengingat untuk kasus Tiga Pilar
nilai utang yang tinggi tidak diimbangi dengan profit yang meningkat dan ditambah saldo
laba ditahan yang minus khusus untuk tahun 2017.

3) Times Interest Earned Ratio


Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan EBIT (Earning Before Interest and
Tax) perusahaan untuk memenuhi kewajiban beban bunga perusahaan. Sehingga rasio ini
memiliki formula :
Times Interest Earned Ratio = EBIT / Interest Expense

Idealnya perusahaan yang memiliki nilai Times Interest Earned Ratio lebih dari 100%
atau 1 lebih baik karena memiliki nilai EBIT yang lebih tinggi dibandingkan Beban
Bunga. Untuk kasus Tiga Pilar, karena pada tahun 2017 perusahaan mengalami kerugian,
jadi rasio ini tidak berlaku dan untuk tahun 2016 nilai rasio ini lebih dari 1 karena
perusahaan mendapatkan keuntungan.

6
c. Rasio Aktivitas
Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan efektivitas asset perusahaan
untuk menghasilkan penjualan.:

1) Total Asset Turnover Ratio ( Rasio Perputaran Total Aset)


Rasio ini digunakan untuk mengukur aktivitas asset dan kemampuan perusahaan
menghasilkan penjualan melalui total asetnya
Formula:
Total Asset Turnover Ratio = Total Net Sales / Average Total Asset

Interpretasi Total Asset Turnover Ratio pada tahun 2016, terjadi perputaran total aktiva
sebesar 0,71 kali, yang berarti bahwa setiap 1 rupiah total aktiva di tahun 2016 akan
menghasilkan penjualan sebesar 0,71 rupiah. Untuk tahun 2017 terjadi penurunan tajam
atas rasio perputaran aset yaitu sebesar 0,35 yang berarti bahwa setiap 1 rupiah total
aktiva di tahun 2017 akan menghasilkan penjualan sebesar 0,35 rupiah. Dalam 2 tahun
tersebut rasio perputaran aset total yang dihasilkan perusahaan tidak melebihi 1 kali
perputaran untuk setiap tahunnya. Artinya, efektifitas penggunaan total aktiva pada PT
Tiga Pilar kurang baik dan menjadi salah satu indikasi rendahnya kinerja keuangan
perusahaan. Khusus untuk rasio perputaran tahun 2017 yang mengalami penurunan, yaitu
terindikasi karena terjadinya penurunan nilai aset lancar perusahaan atas kasus
manipulasi laporan keuangan yang dilakukan PT Tiga Pilar.

2) Total Current Asset Turnover Ratio ( Rasio Perputaran Aset Lancar)

7
Rasio ini digunakan untuk mengukur aktivitas asset dan kemampuan perusahaan
menghasilkan penjualan melalui total asset lancarnya.
Formula:
Total Asset Turnover Ratio = Total Net Sales / Average Total current Asset

Interpretasi Total Current Asset Turnover Ratio pada tahun 2016, terjadi perputaran total
aktiva lancar sebesar 1,26 kali, yang berarti bahwa setiap 1 rupiah total aktiva lancar di
tahun 2016 akan menghasilkan penjualan sebesar 1,26 rupiah. Untuk tahun 2017 terjadi
penurunan tajam atas rasio perputaran aset lancar yaitu sebesar 0,57 kali yang berarti
bahwa setiap 1 rupiah total aktiva lancar di tahun 2017 akan menghasilkan penjualan
sebesar 0,57 rupiah. Dalam tahun 2016 rasio perputaran aset lancar perusahaan sudah
baik, karena lebih dari 1, tetapi pada tahun 2017 rasio ini mengalami penurunan drastis
yang terindikasi terjadi karena adanya kasus yang menimpa anak perusahaan dari PT Tiga
Pilar yaitu PT IBU sehingga penjualan dan juga piutang usaha mengalami penurunan
pada tahun 2017.

3) Account Receivable Turnover Ratio


Rasio ini digunakan untuk mengukur berapa kali piutang dapat diubah oleh
perusahaan menjadi uang tunai.
Formula:
Receivables Turnover = Net Sales / Average Accounts Receivables

Interpretasi AR Turnover Ratio pada tahun 2016 yaitu sebesar 2,67 kali yang artinya
bahwa PT Tiga Pilar bisa mengkonversi atau mengumpulkan piutang rata-ratanya
sebanyak 2-3 kali dalam tahun tertentu. Jadi, PT Tiga Pilar dapat menerima kas dari
pelanggan dan tagihannya sebanyak 2-3 kali dalam setahun. Sedangkan untuk AR
Turnover Ratio tahun 2017, terjadi penurunan yaitu hanya sebesar 1,14 kali yang artinya
bahwa PT Tiga Pilar hanya bisa mengkonversi piutang rata-ratanya sebanyak 1 kali
dalam setahun, yang tentunya ini tidak baik bagi kondisi arus kas perusahaan.

4) Average Collection Period ( Rasio Rata-rata Penagihan Piutang)

8
Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa hari rata-rata penagihan piutang yang
dilakukan.
Formula:
ACP = 365 days / Account Receivables Turnover

Interpretasi Average Collection Period (ACP) pada tahun 2016 yaitu sebesar 137 hari, ini
berarti rata-rata waktu penagihan piutang yang dilakukan PT Tiga Pilar pada tahun 2016
adalah selama 137 hari. Sedangkan tahun 2017 rasio ACP sebesar 319 hari, ini berarti
rata-rata waktu yang dibutuhkan PT Tiga Pilar untuk penagihan piutang lebih lama dari
tahun 2016 yaitu selama 319 hari pada tahun 2017.

5) Inventory Turnover Ratio


Rasio ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengubah
persediaan menjadi penjualan.
Formula:
Inventory Turnover Ratio = COGS / Average Inventory

Rasio perputaran persediaan PT Tiga Pilar pada tahun 2016 yaitu sebesar 2,67 kali
yang berarti perusahaan dapat mengubah persediaan pada tahun 2016 menjadi penjualan
sebanyak 2-3 kali dalam setahun. Sedangkan pada tahun 2017, rasio perputaran
persediaan mengalami penurunan yaitu sebesar 1.29 yang berarti PT Tiga Pilar dapat
mengubah persediaan pada tahun 2017 menjadi penjualan dengan waktu yg lebih lama
yaitu sebanyak 1 kali saja dalam setahun. Ketika dapat mengahabiskan persediaan dengan
cepat dan mengantinya dengan yang baru atau dengan kata lain perputaran persediaan nya
tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membukukan penjualan lebih optimal.

6) Days-Inventory Turnover
Rasio ini digunakan untuk menunjukkan berapa hari rata-rata kemampuan perusahaan
dalam mengubah persediaan menjadi penjualan.
Formula:
Days-Inventory Turnover = 365 days / Inventory Turnover

9
Interpretasi Days-Inventory Turnover pada tahun 2016 yaitu sebesar 137 hari, ini berarti
rata-rata waktu untuk mengubah persediaan menjadi penjualan oleh PT Tiga Pilar pada
tahun 2016 adalah selama 137 hari. Sedangkan tahun 2017 Days-Inventory Turnover
sebesar 283 hari, ini berarti rata-rata waktu yang dibutuhkan PT Tiga Pilar untuk
mengonversi atau mengubah persediaan di gudang menjadi penjualan lebih lama dari
tahun 2016 yaitu selama 283 hari pada tahun 2017

d. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)


Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba. Rasio Profitabilitas pada umumnya terdiri dari Operating Profit Margin, Net Profit
Margin, Return on Assets, Return on Equity :

FINANCIAL RATIO 2016 2017


Profitability Ratio
GPM (Gross Profit / Sales) 25.72% 28.61%
OPM (EBIT / Sales) 19.58% -261.45%
NPM (EBT/Sales) 13.73% -267.12%
NPM (Net Income/Sales) 10.99% -268.34%
ROA (Net Income/TA) 7.77% -264.10%
ROE (Net Income/Equity) 16.87% N/A

1) Gross Profit Margin (GPM)


Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan Penjualan Perusahaan untuk
menghasilkan Laba Kotor (Gross Profit). Sehinnga formula rasio ini adalah :
Gross Profit Margin = Gross Profit / Sales
Semakin tinggi nilai GPM, perusahaan memiliki keampuan profitabilitas yang baik
karena Sales Perusahaan mampu memberikan nilai Laba Operasional yang lebih tinggi /
baik. Dalam kasus Tiga Pilar nilai GPM untuk tahun 2016 dan 2017 terbilang baik karena
nilai GPM masih positif.

2) Operating Profit Margin (OPM)

10
Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan Penjualan Perusahaan untuk
menghasilkan Laba Operasional (EBIT). Sehinnga formula rasio ini adalah :
Operating Profit Margin = EBIT / Sales
Semakin tinngi nilai OPM, perusahaan memiliki keampuan profitbilitas yang baik karena
Sales Perusahaan mampu memberikan nilai Laba Operasional yang lebih tinggi / baik.
Dalam kasus Tiga Pilar nilai OPM untuk tahun 2017 adalah minus, hal ini dikarenakan
perusahaan mengalami kerugian. Sedangkan untuk tahun 2016, nilai OPM terbilang
sangat kecil karena nilai EBIT yang masih rendah.

3) Net Profit Margin (NPM)


Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan Penjualan Perusahaan untuk
menghasilkan Laba Bersih (Net Income). Sehinnga formula rasio ini adalah :
Net Profit Margin = Net Income / Sales
Namun ada beberapa argument yang menyatakan lebih wajar kita menilai performa
perusahaan melalui EBT (earning before tax) karena Pajak bukan termasuk beban
perusahaan yang berkontribusi untuk mengasilkan penjualan.
Semakin tinggi nilai NPM, perusahaan memiliki keampuan profitbilitas yang baik karena
Sales Perusahaan mampu memberikan nilai Laba Bersih yang lebih tinggi / baik. Dalam
kasus Tiga Pilar nilai NPM untuk tahun 2017 adalah minus, hal ini dikarenakan
perusahaan mengalami kerugian. Sedangkan untuk tahun 2016, nilai NPM terbilang
sangat kecil karena nilai Net Income yang masih rendah.

4) Return on Assets (ROA)


Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan aset perusahaan untuk
menghasilkan Laba Bersih (Net Income). Sehinnga formula rasio ini adalah :
Return on Assets = Net Income / Total Assets
Semakin tinngi nilai Return on Assets, perusahaan memiliki keamampuan profitbilitas
yang baik karena Asset Perusahaan Perusahaan mampu memberikan nilai Laba Bersih
yang lebih tinggi / baik. Dalam kasus Tiga Pilar nilai ROA untuk tahun 2017 adalah
minus, hal ini dikarenakan perusahaan mengalami kerugian. Sedangkan untuk tahun

11
2016, nilai ROA masih terbilang sangat kecil karena nilai Net Income yang masih
rendah.

5) Return on Equity (ROE)


Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan Ekuitas Perusahaan untuk
menghasilkan Laba Bersih (Net Income). Sehinnga formula rasio ini adalah :
Return on Equity = Net Income / Total Equity
Semakin tinggi nilai Return on Equity, perusahaan memiliki keampuan profitbilitas yang
baik karena Equity Perusahaan mampu memberikan nilai Laba Bersih yang lebih tinggi /
baik. Dalam kasus Tiga Pilar nilai ROE untuk tahun 2017 adalah NA, hal ini dikarenakan
perusahaan mengalami kerugian dan equity minus. Sedangkan untuk tahun 2016, nilai
ROE masih terbilang sangat kecil karena nilai Net Income yang masih rendah.

e. Rasio Nilai Pasar (Market Value Ratio)


Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi Kinerja perusahaan dari sudut pandang harga
pasar saham. Rasio Nilai Pasar pada umumnya terdiri dari :

1) Earning Per Share (EPS)


Rasio yang digunakan untuk melihat berapa rupiah laba yang akan didapatkan dalam
setiap lembar saham. Formula Rasio ini adalah :

EPS = Net Income / Outstanding Shares


Market Ratio 2016 2017
EPS 184.39000 (1,625.90000)

Semakin tinggi nilai EPS, berarti semakin baik karena semakin tinggi nilai laba bersih
yang didapatkan setiap satu lembar saham. Dalam kasus Tiga Pilar nilai EPS untuk tahun
2017 adalah minus, hal ini dikarenakan perusahaan mengalami kerugian.

2) Price to Book Value Ratio (PBV)

12
Rasio yang digunakan untuk menilai suatu emiten terhadap nilai bukunya, yang
diperoleh dari perbandingan harga saham perusahaan dengan nilai buku perusahaan.
PBV bermanfaat sebagai pertimbangan bagi investor, apakah saham yang akan dibeli
menawarkan harga yang sesuai dengan nilai sebenarnya dari perusahaan.
Formula:
PBV = Harga Saham / Book Value

Dimana rumus BV adalah,


Book Value = Total Ekuitas / Jumlah Saham Beredar

Nilai PBV ratio yang bagus adalah sama dengan 1. Artinya, perusahaan dapat
menagih semua aset senilai 100% dari total investasinya apabila perusahaan
dilikuidasi. Jika nilai saham lebih rendah dari 1, maka artinya harga saham lebih
rendah dari nilai perusahaan sesungguhnya. Sedangkan jika nilai rasio lebih besar dari
1, maka harga saham perusahaan relative mahal. Semakin tinggi PBV, maka nilai
pasar saham semakin tinggi dibandingkan nilai bukunya.

13

Anda mungkin juga menyukai