Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Distres spiritual

Menurut buku Managing Stress oleh David Fontana. Distress berasal dari bahasa
Prancis Lama, destresse, yang berarti ditempatkan di bawah kesempitan atau penindasan.
Setelah melewati berabad-abad, kata destresse mengalami perubahan di dalam bahasa
Inggris Middle (Middle English), terkadang penyebutan “di” hilang sehingga
meninggalkan dua buah kata “stress” dan“distress” yang juga memiliki arti yang
berbeda. Stress memiliki arti perasaan yang kacau, sedangkan distress mengindikasikan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang
bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak).
Sedangkan definisi spiritualitas menurut Dewit-Weaver (2001) adalah spiritual
sebagai bagian inti dari individu (core of individuals) yang tidak terlihat (unseen,
invisible) yang berkontribusi terhadap keunikan dan menyatu dengan nilai-nilai
transendental (suatu kekuatan yang berkaitan dengan yang maha tinggi/high power/
Tuhan/God ) yang memberikan makna, tujuan, dan keterhubungan.
Distress spiritual adalah kemampuan dalam mengalami dan mengintergrasikan arti
dan tujuan hidup seseorang dengan diri sendiri, orang lain, seni musik, literatur, alam dan
kekuatan yang lebih besar dari dirinya ( Nanda, 2005). Distres spiritual adalah gangguan
dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang yang di intergrasi secara
biologis dan psikologis (Varcolis, 2000)
Setiap manusia memiliki dimensi spiritual dan semua pasien memiliki kebutuhan
spiritual dan kebutuhan ini menonjol pada saat keadaan stres emosional, sakit, atau
bahkan menjelang kematian. Oleh karena itu perawat harus sensitif akan kebutuhan
spiritual pasien dan berespon dengan tepat. Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dapat
meningkatkan perilaku koping dan memperluas sumber-sumber kekuatan pada pasien
(Kozier et al, 2004).
2.2 Etiologi

Menurut Anandarajah dan Hight (2001, dalam Young dan Koopsen, 2007)
distress atau krisis spiritual dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental dan
sering diperburuk oleh penyakit medis atau takut mati. Faktor tambahan lain yang
berhubungan dengan distress spiritual meliputi (Taylor, 2002 dalam Young dan
Koopsen 2007) : kehilangan orang yang dicintai, rendahnya harga diri, penyakit
mental, penyakit alamiah, penyakit fisik, perasaan kehilangan sesaat, penyalahgunaan
benda terlarang, reaksi yang buruk dengan sesama, tekanan fisik atau psikologis,
ketidakmampuan untuk mengampuni, kekurangan mencintai diri sendiri dan yg
terakhir kecemasan ekstrem. Menurut Herdman (2012) faktor yang berhubungan
dengan distress spiritual yaitu sebagai berikut: menjelang ajal, ansietas, sakit kronis,
kematian, perubahan hidup, kesepian, nyeyi, keterasingan diri maupun sosial dan
gangguan sosiokultural.

Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian Fisik
Berhubungan dengan tantangan pada system keyakinan atau perpisahan dari ikatan
spiritual sekunder akibat : kehilangan bagian atau fungsi tubuh, penyakit terminal,
penyakit yang membuat kondisi lemah, nyeri, trauma, keguguran, kelahiran mati
2. Pengkajian Psikologis
Berhubungan dengan status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan,
ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan (Otis-Green, 2002).
3. Pengkajian Sosial Budaya
Contohnya seperti dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer,
1998). Lingkungan social, tradisi atau adat di lingkungan masyarakat dapat
mempengaruhi spiritual seseorang. Misalkan seseorang ingin menjadi muslim yang
taat tetapi lingkungan sekitarnya tidak mendukung atau berlawanan dengan
keyakinannya seperti menjadikan minum minuman keras sebagai sesuatu yang wajar
bahkan menjadi adat atau tradisi yang harus dipatuhi.
Faktor Predisposisi :
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan
terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang.
Faktor presdiposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan,
okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman
sosial, tingkatan sosial.

Faktor Presipitasi :

 Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan
tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian,
kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan zat yang maha tinggi.
 Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual
adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok
maupun komunitas.

2.3 Patofisiologi dan WOC

 Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta
fungsi otak. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi.
Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan
kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri”
sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stres.
 Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan.
Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu
bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional
seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional,
perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996),
depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
 Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan
menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai
dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,
sosial termasuk spiritual. Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat
dihubungkan dengan timbulnya depresi.
 Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi.
Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain
faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi. Perilaku ini yang diperkirakan dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya
sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan
motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spritual.

Contoh Pohon Masalah :

Riwayat Kekerasan

Melihat KDRT dalam keluarga


saat remaja

Penilaian negatif terhadap lelaki Menutup diri dari lingkungan


( Cerminan rasa takut )

Merasa hidupnya seperti itu saja Jarang berkomunikasi dengan


keluarga

Tidak percaya Tuhan

DISTRESS SPIRITUAL
2.4 Manifestasi Klinis

Distress sering menghasilkan emosi yang intens, seperti kemarahan, rasa takut,
dan kecemasan atau panik. Terkadang, tekanan juga dapat terwujud dalam gejala fisik,
seperti palpitasi, sesak napas, dan peningkatan tekanan darah. Adapun gejala atau
manifestasi klinis dari distress spiritual yaitu :

 Jantung sering berdebar tanpa  Kurang selera terhadap makanan,


sebab diketahui kesenangan ataupun seks
 Berkeringat dingin atau merasa  Makan terlalu banyak atau terlalu
menggigil sedikit tanpa disadari
 Ke toilet lebih sering dari biasanya  Kurang punya waktu
menjalankan hobi/ kebiasaan
 Mulut terasa kering  Merasa tidak mampu mengatasi
permasalahan apapun
 Sakit/ nyeri di perut bagian atas  Kurang tertarik berkomunikasi
dengan orang lain dan selalu
menghindar
 Mudah lelah walaupun  Kurang percaya terhadap
mengerjakan pekerjaan yang penampilan diri
ringan
 Merasa sakit seluruh otot badan  Merasa segala sesuatu tidak
yang tidak biasa berguna
 Sakit kepala tanpa sebab  Selalu merasa kehilangan dan
sedih
 Mudah tersinggung  Pelupa
 Kurang rasa humor  Sulit tidur,tidur tidak nyaman dan
mudah terbangun, bangun merasa
tidak segar

Distress dapat berpengaruh terhadap kondisi jasmaniah, psikologis, sosial,dan


spiritual seseorang. Secara jasmaniah, orang yang mengalami tekanan berlebihan
biasanya pupil matanya menjadi lebar, produksi air liurnya menurun, paru-parunya
mengembang karena membutuhkan suplai oksigen yang lebih banyak, kadar gulanya
meningkat, jantungnya bekerja lebih keras agar dapat menyuplai darah secara cukup ke
semua organ dan otot, dan pencernaan makanannya terhenti agar energi dapat lebih
banyak dipusatkan ke otot. Kondisi yang dijabarkan ini dapat berakibat buruk dan
memicu munculnya berbagai penyakit jika terjadi secara berkelanjutan.

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Non Farmakologis
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi
distresss spiritual :
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentinganorang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking,mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayananlangsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk
danumpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukunganapprasial yang membantu seseorang untuk
meningkatkan pemahaman terhadap stresorspiritual dalam mencapai keterampilan
koping yang efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip dari Brubnner dan Suddarth menguraikan
yang positif (teknik koping) dalam mengahadapi stress yaitu :
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi Diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu
dalam memanfaatkannya menghadapi stress yang disebabkan situasi dan
lingkungan (Pearlin & Schooler, 1978). Karakteristik di bawah ini merupakan
sumber daya psikologis yang penting diantaranya adalah :
 Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stress, meningkatkan rasa
percaya diri dan dapat mengatasi masalah yang dihadapi.
 Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi
(internal control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh
keberuntungan, nasib dsb) sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah
dari masalahnya.
2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan menginterpretasikan secara spesifik terhadap stress
dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam mengahadapi
situasi stress respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara
terus terang, mengabaikan atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa
masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stress. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat
dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan
aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya tahan tubuhnya dengan tidur
secara teratur, makan seimbang, tidur (istirahat) yang cukup, dan menghindari
konsumsi obat-obatan yang dapat memperparah sakitnya.

2.5.2 Farmakologis
Memberikan obat - obatan sesuai program pengobatan pasien. Psikofarmaka
pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa(PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual
tidak digolongkan secara jelasa masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima.
DAFTAR PUSTAKA

Laeliyah. Distress Spiritual. https://www.scrib.com/doc/137026657/Distress-Spiritual-Isi


diakses pada Sabtu, 16 Maret 2019

Yusuf, Ah. Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, B. A., & Akemat. (2010). Model praktek keperawatan Jiwa Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Utami, Rani Ayu Putri. 2016. Asuhan Keperawtan Distress Spiritual. Palembang: Universitas
Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai