TIM PENGUSUL
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUH DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MANOKWARI
MANOKWARI
2022
i
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN
ii
Menyetujui,
Ketua Peneliti,
Kepala UPPM Polbangtan
Manokwari,
Mengetahui,
Direktur Polbangtan Manokwari,
iii
DAFTAR ISI
1
RINGKASAN
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
kehidupan sehari-hari. Luka bakar adalah bentuk kerusakan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi (Moenajat, 2003). Luka bakar yang sering ditemui adalah luka
bakar derajat II. Luka bakar biasanya diobati dengan sediaan gel atau salep untuk
mengurangi rasa nyeri dan menghindari infeksi sekunder. Penggunaan sediaan
obat topikal berupa salep untuk pengobatan luka dianggap paling mudah dalam
pengaplikasiannya pada ternak.
Salep Minyak Buah Merah adalah sediaan topikal setengah padat dengan
kandungan ekstrak buah merah berupa, massa lunak yang mudah dioleskan dan
digunakan untuk pemakaian epidermis dan dermis terutama melindungi luka,
melembabkan luka dan membuang jaringan nekrosis serta kontrol terhadap
infeksi/terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa nyeri
saat mengganti balutan luka (Rumbrawer et al., 2016). Salep buah merah
mengandung antioksidan yang tinggi (kandungan senyawa kimia rata-rata):
karotenoid (12.000 ppm), betakaroten (700 ppm), tokoferol (11.000 ppm), asam
oleat 58%, asam linoleat 8,8%, asam linolenat 7,8%, dekanoat 2,0% (Budi,
2001), senyawa-senyawa yang terkandung dalam sari buah merah tersebut
berkhasiat obat dan bersifat aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu
dan efektifitas dari salep herbal minyak buah merah terhadap kesembuhan luka
bakar pada kelinci lokal (Oryctolagus cuniculus).
5
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
khususnya masyarakat yang berada di Papua dan Papua Barat yang memiliki
potensi buah merah yang tinggi. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat
memperkaya literature terkait potensi buah merah khususnya minyak buah merah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka
Luka adalah kerusakan pada fungsi perlindungan kulit disertai hilangnya
kontinuitas jaringan epitel dengan atau tanpa adanya kerusakan pada jaringan
lainnya seperti otot, tulang dan nervus yang disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu: tekanan, sayatan dan luka karena operasi (Ryan, 2014). Luka merupakan
gangguan atau kerusakan dari keutuhan kulit (Arisanty, 2013). Luka adalah
gangguan pada struktur, fungsi dan bentuk kulit normal yang dapat dibedakan
menjadi 2 jenis menurut waktu penyembuhannya yaitu luka akut dan luka kronis
(Granic and Teot, 2012).
Ketika luka timbul ada beberapa efek yang akan muncul yaitu:
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Luka merupakan kejadian yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari
yang menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. Luka
merupakan kerusakan secara seluler maupun anatomis pada fungsi
kontinuitas jaringan hidup (Nalwaya et al., 2009).
b. Respon stres simpatis
Reaksi pada respon stres simpatis dikenal juga sebagai alergi terkait sistem
imun tubuh. Reaksi yang sering muncul dapat diklasifikasikan menjadi
empat tipe. Tipe satu yaitu reaksi segera atau reaksi vasoaktif substansi sel
mast atau basofil yang diikuti dengan reaksi spesifik antigen atau antibodi.
Tipe dua yaitu reaksi sitotoksik berupa reaksi merusak sel, fagositosis, dan
mekanisme bula. Tipe tiga yaitu reaksi imun kompleks berupa sirkulasi
antigen atau antibodi ke jaringan inflamasi, trombosit rusak, vasoaktif
menurun, dan pemearbilitas vaskuler meningkat. Tipe empat yaitu raksi
hipersensitif (Arisanty, 2013).
c. Pendarahan dan pembekuan darah luka
Pendarahan dan pembekuan darah akibat respon imun di dalam tubuh.
Lesi kulit dapat terjadi karena gangguan pembuluh darah arteri dan vena
(Arisanty, 2013). Pendarahan dibedakan menjadi dua yaitu pendarahan
internal dan eksternal. Pendarahan internal ditandai dengan nyeri pada area
7
luka, perubahan tanda-tanda vital dan adanya hematoma yang
menyebabkan penekanan jaringan disekitarnya, sehingga dapat
menyumbat aliran darah (Treas and Wilkinson, 2013).
d. Kontaminasi bakteri
Semua luka traumatik cenderung terkontaminasi bakteri serta mikro
organisme lainnya. Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang
berpotensi menyebabkan infeksi. Bakteri biasanya juga mampu hidup
tanpa bantuan, walaupun beberapa diantaranya bersifat parasit. Imunitas
terhadap bakteri bervariasi tergantung pada organisme yang hidup di
dalam atau di luar sel. Walaupun banyak bekteri dapat ditolak atau bahkan
dimusnahkan oleh sistem pertahanan tubuh dasar, beberapa bakteri telah
mengembangkan kemampuannya untuk memperdaya sistem pertahanan
tubuh (Boyle, 2009).
e. Kematian sel
Luka dapat menyebabkan kematian sel akibat beberapa faktor. Kerusakan
sel disebabkan beberapa faktor, yaitu shear (lipatan), pressure (tekanan),
friction (gesekan), bahan kimia, iskemia (kekurangan oksigen), dan
neuropati (mati rasa). Mekanisme kerusakan pada kulit menyebabkan
terjadinya luka (Arisanty, 2013).
2.2 Luka Bakar
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar
akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi
seluruh sistem tubuh (Nina, 2008).
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi dan derajat
luka bakar yang sering ditemui yaitu luka bakar derajat I dan II. Luka bakar
merupakan cedera yang mengakibatkan morbiditas kecacatan. Adapun derajat
cacat yang diderita relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cedera oleh penyebab
lainnya. Sehingga biaya yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakar menjadi
cukup tinggi (Sjamsuhidajat and Jong, 2005). Berdasarkan kedalaman luka bakar
Menurut (Rahayuningsih, 2012):
8
1. Luka bakar derajat I (super facial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung-gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang
tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna
merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai
epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat
matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
2. Luka bakar derajat II (deep partial-thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh dasar luka berwarna
merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal,
nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua
Menurut (Rahayuningsih, 2012) :
a. Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b. Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.
3. Luka bakar derajat III (Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat,
kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi
protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.
9
Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
(Rahayuningsih, 2012).
4. Luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat 4 adalah luka bakar yang mencapai lapisan otot,
tendon, dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan
meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea, dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bulu,
kulit yang terbakar berwarna abu-abu, hilangnya sensori karena kerusakan
saraf sensori. Penyembuhan lebih lama karena proses epitelisasi spontan
dan luka yang lebih berat (Moenadjat, 2011)
10
otot dan
tulang
Tabel 1. Klasifikasi Luka Bakar (…,…)
11
mengandung banyak minyak (Rohman et al., 2012). Klasifikasi ilmiah buah
merah seperti tertera di bawah ini (Lim, 2012):
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus conoideus Lamk
Buah merah mengandung minyak sekitar 94% yang terkandung dalam
ekstraknya, sekitar 5% adalah karbohidrat dan tidak ditemukan adanya protein dan
sebagai karotenoid, ditemukan alpha dan betakaroten, dan beta-cryptoxanthin
(Surono et al., 2008). Tokoferol, alfatokoferol, dan betakaroten dalam buah merah
berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Tokoferol
yang ada di dalam buah merah tersebut adalah vitamin E alami yang bisa
mengencerkan darah. Sementara itu, betakaroten di dalam tubuh akan diubah
menjadi vitamin A yang tidak bisa diproduksi oleh tubuh manusia. Tokoferol juga
dapat menurunkan kolesterol LDL (Low Density Lypoprotein) dan meningkatkan
HDL (High Density Lypoprotein). Hasil sampingan dari pengolahan dalam
pembuatan sari/jus/minyak buah merah adalah ampas buah merah. Kandungan
senyawa aktif dalam minyak buah merah tertera pada Tabel 1 Lampiran 1.
5 Kelinci
Kelinci lokal (Oryctolagus cuniculus) merupakan kelinci yang masuk ke
Indonesia dibawa oleh orang eropa (Belanda). Pada awalnya kelinci lokal hanya
befungsi sebagai kelinci hias tetapi sekarang telah berkembang menjadi beberapa
fungsi diantaranya adalah sebagai penghasil daging, bulu, pupuk kandang. Ciri-
ciri kelinci lokal adalah bobot badan relatif kecil (rata-rata 1,5 kg), warna bulu
bervariasi hitam, putih, abu-abu dan belang campuran, merupakan keturunan
kelinci Belanda dan New Zealand (Kartadistra,1992). Kelinci pada umur 8
minggu ukuran kecil 0,77 kg, pertambahan bobot badan sekitar 156 gram/minggu
(Sandford,1998).
12
Kelinci lokal mempunyai keunggulan yang mudah sekali beradaptasi pada
lingkungan dan tahan terhadap penyakit, selain itu kelinci hewan ternak yang
mudah dipelihara dan harga bibitnya relatif murah, oleh karenanya jenis kelinci
ini cocok hidup di Indonesia dan sangat mudah dikembang biakkan. Kelinci
merupakan jenis ternak pseudo-ruminasi yaitu herbivora yang tidak dapat
mencerna serat secara baik.
Sistematika ternak kelinci sebagai berikut klasifikasi :
Ordo : Lagomorpha
Famili : Leporidae
Sub famili : Leporine
Genus : Orictolagus
Spesies : Orictolagus cuniculus
Sumber: Sarwono (2001)
Hampir setiap negara di dunia memiliki ternak kelinci karena kelinci
mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di
hampir seluruh dunia. Jenis yang umum diternakkan adalah American Chinchilla,
Angora, Belgian, Californian, Dutch, English Spot, Flemish Giant, Havana,
Himalayan, New Zealand Red, White dan Black, dan Rex Amerika.
Pemeliharaan kelinci sangat 7 menguntungkan, selain modal yang
dibutuhkan tidak terlalu besar juga dapat berkembangbiak dengan cepat, karena
pada umur 4 sampai 6 bulan sudah dapat dikawinkan. Masa bunting ternak kelinci
antara 28 sampai 33 hari atau rata-rata 31 hari. Masa bunting bisa lebih lama
apabila terjadi gangguan dalam uterus (organ reproduksinya), misalnya beberapa
anak kelinci terlalu besar atau terjadi kematian di dalam uterus.
Masa istirahat atau waktu untuk mengembalikan kondisi setelah
melahirkan kurang lebih 10 hari, dapat dikawinkan lagi atau kurang lebih 50 hari
dari masa istirahat. Dengan demikian dapat diperhitungkan bahwa satu pasang
kelinci dapat beranak 4 kali dalam 1 tahun dengan jumlah anak setiap melahirkan
± 6 ekor (Whendrato dan Madyana, 2012). Anak kelinci mulai disapih setelah
berumur 6 sampai 8 minggu. Induk kelinci bisa dipertahankan dari 4 sampai 6
tahun. Menurut Kartadisastra (1997), produk yang dihasilkan dari pemeliharaan
kelinci adalah daging, kulit, bulu dan kotoran. Kelinci mempunyai kapasitas
13
reproduksi dan tingkat pertumbuhan cepat serta mempunyai potensi yang tinggi
sebagai penghasil daging dan dapat dipelihara dengan mudah dan murah (Sitorus
et al., 1982).
Daging kelinci bila dibandingkan dengan semua jenis daging ternak dan
unggas merupakan daging yang mempunyai kualitas paling baik, sebab daging
kelinci mengandung protein yang paling tinggi dan mempunyai kadar lemak
paling rendah Nugroho (1982) dan Kartadisastra (1997) menjelaskan bahwa
struktur daging kelinci lebih halus dengan warna dan bentuk fisik yang
menyerupai daging ayam.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Materi
Alat penelitian yang digunakan meliputi: timbangan duduk digital,
timbangan analitik, mangkok kaca, gunting, pinset, pot cream 100 cc, pH meter,
kaca, label, thermometer ruangan, kulkas, pencukur rambut, api Bunsen, kandang
kelinci dan perlengkapannya.
Bahan penelitian yang digunakan meliputi minyak buah merah, vaseline
album putih, parafin cair, aquadest, NaCl fisiologis, alkohol 70%, 20 ekor kelinci
lokal dan pakan.
3.2 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan
5 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah:
P0 = vaselin tanpa minyak buah merah (kontrol negatif)
P1 = salep minyak buah merah 15%
P2 = salep minyak buah merah 30%
P3 = salep minyak buah merah 45%
Variabel yang akan diukur dan diamati dalam penelitian ini meliputi: stabilitas
dari sediaan salep (uji organoleptik, uji homogenitas, uji daya sebar, uji pH salep,
dan uji stabilitas Freeze Thaw Cycle) dan efektifitas dari salep minyak buah
merah terhadap luka bakar pada kelinci.
Uji Stabilitas Sediaan Salep Minyak Buah Merah
a. Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan salep dari
bentuk, bau dan warna sediaan. Menurut Depkes RI, spesifikasi salep yang
harus dipenuhi adalah memilih bentuk setengah padat, warna harus sesuai
dengan spesifikasi pada saat pembuatan awal salep dan baunya tidak tengik
(Sari et al., 2016).
15
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas sediaan salep dilakukan dengan cara mengoleskan
salep pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang harus menunjukkan
susunan yang homogen. Salep yang homogen ditandai dengan tidak
terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki
warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan.
Salep yang di uji diambil tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari
wadah salep (Sari et al., 2016).
c. Uji Daya Sebar
Sebanyak 0,5 gr salep diletakkan diatas kaca bulat dengan kaca lainnya
diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar salep
diukur. Setelahnya, 100 gram beban ditambahkan dan didiamkan selama 1
menit lalu diukur diameter yang konstan (Pratimasari et al., 2015). Diameter
daya sebar salep yang baik antara 5-7 cm (Sari et al., 2016).
d. Uji pH Salep
Pengukuran nilai pH menggunakan alat pH meter yang dicelupkan ke dalam
0,5 g salep yang telah diencerkan dengan 5 mL aquadest. Nilai pH salep yang
baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia (Sari et al.,
2016).
e. Uji Stabilitas Freeze Thaw Cycle
Uji stabilitas fisik dilakukan dengan metode freeze thaw cycling. Freeze thaw
cycling dilakukan dengan cara sediaan disimpan pada suhu 4◦C selama 24 jam
kemudian dipindahkan ke suhu 40◦C selama 24 jam (1 siklus). Proses ini
dihitung 1 siklus. Pengujian stabilitas dilakukan selama 6 siklus (Suryani et al.,
2017).
16
punggung sebelah kiri tikus yang telah dicukur, menggunakan alkohol 70%. Luka
bakar dibuat menggunakan plat logam yang memiliki luas ukuran 2 cm x 2 cm.
Plat logam besi dipanaskan terlebih dahulu dengan api yang bersuhu 100◦C
selama 30 detik. Kemudian plat logam besi ditempelkan pada bagian dorsal
sinistra kelinci secara bergantian selama 20 detik hingga membentuk luka bakar
derajat II (Khoo et al., 2010). Tindakan diakhiri dengan pemberian salep minyak
buah merah. Masing – masing kelompok perlakuan mendapatkan perlakuan
sebagai berikut:
P0 = vaselin tanpa minyak buah merah (kontrol negatif)
P1 = salep minyak buah merah 15%
P2 = salep minyak buah merah 30%
P3 = salep minyak buah merah 45%
Salep minyak buah merah dan vaselin tanpa minyak buah merah diberikan
2 kali dalam sehari secara topikal untuk masing – masing kelompok, yaitu pada
pukul 07.00 WIT dan 19.00 WIT selama 21 hari yang dimulai pada hari pertama
setelah dilakukan tindakan luka bakar derajat II pada penelitian. Pengukuran
dilakukan setiap 7 hari sekali, selama 21 hari. Setelah perlakuan selesai, pada hari
ke – 21 dilakukan kembali pemeriksaan terhadap penyembuhan luka bakar pada
hewan coba untuk melihat efek salep minyak buah merah yang diberikan pada
hewan coba.
b. Teknik Pemeriksaan Luka Bakar
Pemeriksaan penyembuhan luka bakar dilakukan dengan menggunakan
millimeter blok yang telah dimodifikasi untuk menentukan luas luka bakar pada
hewan coba selama perlakuan. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini
untuk menentukan penyembuhan luka bakar adalah pengurangan luas luka bakar
dalam satuan mm (milimeter) (Milzam et al., 2021).
3.3. Analisis Data
Analisis data menggunakan Rancangan Acak Kelompok non Faktorial
dengan analisis Anova dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan menggunakan program
analisis data SPSS.
17
3.4. Prosedur Kerja
a. Pembuatan Salep Minyak Buah Merah
Vaselin putih ditimbang sebanyak di atas cawan lalu ditambahkan paraffin
liquid 0,1 ml, kemudian ditambahkan minyak buah merah sesuai formulasi yang
ditentukan. Kemudian diaduk hingga ditambahkan vaselin sedikit demi sedikit ke
dalam lumpang sambil digerus lalu dimasukkan ke dalam wadah.
Perbandingan Jumlah Basis Salep dan Minyak Buah Merah
Formulasi Konsentrasi
P0 P1 P2 P3
Basis Salep 100 gram 85 gram 70 gram 55 gram
Minyak Buah Merah 0 gram 15 gram 30 gram 45 gram
Paraffin cair 0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml
m.f. salep 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram
18
BAB IV
JADWAL PENELITIAN
Bulan ke-
Kegiatan Indikator
3 4 5 6 7 8 9 10
Persiapan penelitian
Persiapan alat dan
bahan
Pembuatan salep MBM
Pengujian mutu salep
MBM
Pelaksanaan penelitian
Persiapan kandang
Pemeliharaan kelinci
Pengaplikasian salep
pada kelinci
Pelaporan penelitian
Evaluasi hasil
penelitian
Pembuatan laporan
Publikasi hasil
penelitian
19
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2006, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Arisanty, I. P. ( 2013 ). Manajemen Perawatan Luka :Konsep Dasar. Jakarta :
EGC.
Boyle, M. 2009. Pemulihan Luka. EGC : Jakarta
Budi, I Made. 2001. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia
Berbagai Jenis Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus) Hasil
Ekstraksi Secara Tradisional di Ka. Jaya wijaya Irian Jaya. Tesis. Institut
Pertanian Bogor.
Budi, I.M., and Paimin, F.R. 2005. Buah Merah. Jakarta: Penebar
Swadaya.Moenajat, Y. 2003. Luka Bakar dan Penanganannya Edisi
Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hadad, M., Atekan, A. Malik, dan D. Wamaer. 2006. Karakteristik dan potensial
tanaman buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) di Papua. hlm. 243–
255. Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua, Jayapura 24−25 Juli 2006.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor
Kartadisastra, H. R., 1997. Ternak Kelinci. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Khoo Y, Halim AS, Singh KB, Mohamad N. Wound Contraction Effects and
Antibacterial Properties of Tualang Honey on Full-Thickness Burn
Wounds in Rats in Comparison to Hydrofibre. BMC Complement Altern
Med [Internet]. 2010;10(48).
Limbongan, J. dan H.T. Uhi. 2005. Penggalian data pendukung domestikasi dan
komersialisasi jenis, spesies dan varietas tanaman buah di Provinsi Papua.
hlm. 55−82. Prosiding Lokakarya I Domestikasi dan Komersialisasi
Tanaman Hortikultura, Jakarta 15 September 2005. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Jakarta.
Moenadjat Y. Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana. 4th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.
Moenadjat,Y. 2011. Luka Bakar: Masalah dan Tatalaksana. Edisi Keempat.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
NALWAYA, N., POKHARNA, G., DEB, L., and KUMARJAIN, N. Wound
Healing Activity of Latex of Calotropis gigantea. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 1, Issue 1, July-Sep. 2009.
175-181.
Nina, R 2008, ‘Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak
Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L.) pada Kulit Pungung
Kelinci New Zealand’, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Solo.
20
Rahayuningsih, T., 2012, Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio),Jurnal
Profesi Volume 08/Februari-September 2012
Sari, Amelia., Maulidya, Amy. 2016. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol
Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn). Poltekkes Kemenkes Aceh,
Lampeneurut, Aceh Besar. SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 16-23.
Sarungallo, Z. L., P. Hariyadi, N. Andarwulan, dan E. H. Purnomo. 2015.
Analysis of α-cryptoxanthin, βcryptoxanthin, α-carotene, and β-carotene of
Pandanus conoideus oil by high-performance liquid chromatography
(HPLC). Procedia Food Science 3, 231-243.
Sarwono, B., 2001. Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Surono, I.S., T. Nishigaki, A. Endaryanto, and P. Waspodo. 2006. Indonesian
biodiversities from microbes to herbal plants as potential functional food.
J. Fac. Agric. Shinshu Univ. 44(1−2): 23−27.
Surono, I.S., T. Nishigaki, A. Endaryanto, and P. Waspodo. 2006. Indonesian
biodiversities from microbes to herbal plants as potential functional food.
J. Fac. Agric. Shinshu Univ. 44(1−2): 23−27.
Suryani., Putri, A.E.P, Agustyiani, P. 2017. Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan
Gel Ekstrak Terpurifikasi Daun Paliasa (Kleinhovia Hospita L.) yang
Berefek Antioksidan. PHARMACON 6 (3): 157-169.
Treas, L.S., and Wilkinson, J.M. 2013. Basic Nursing Concepts, Skills and
Reasoning. Davis Plus.
Lim, T.K. 2012. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. Springer. Ed
4th :117-123.
21
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
22
LAMPIRAN 2
IDENTITAS PENELITI
Dosen:
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. drh. Purwanta, M.Kes.
b NIDN/NIP : ------/19740905 200312 1 001
c. Jabatan Akademik : ?
d. Program Studi : Penyuluhan Peternakan dan Kesejahteraan
Hewan
e. Nomor HP : 081342408306
f. Email : purwantadrhmkes@gmail.com
g. Pengalaman : 1. Os metacarpale sinistra amputation on
Penelitian/Publikasi moor macaque (Macaca maura) in south
Sulawesi, Indonesia. (Publikasi-2021)
2. Poultry lice (Menopon gallinae)
infestation in throat poach of Australian
pelican (Pelecanus conspicilatus): A case
report (Publikasi-2021)
3. Performa Broiler Fase Starter yang diberi
Fitobiotik Nanoenkapsulasi Minyak Buah
Merah (Pandanus conoideus) dalam Air
Minum di Kabupaten Manokwari
(Publikasi-2021)
23
Minyak Buah Merah (Pandanus
conoideus) via Water Intake (Publikasi–
2019)
5. Pengaruh Pemberian Fitobiotik Minyak
Buah Merah dengan Teknologi
Nanoenkapsulasi terhadap Ukuran Organ
Dalam Broiler di KSTM Hidayattullah
Kabupaten Manokwari (Prosiding
Publikasi - 2020)
6. Efisiensi Ekonomi Pemeliharaan Ayam
Kampung Super yang Diberi Fitobiotik
dengan Teknologi Nanoenkapsulasi
Minyak Buah Merah (Pandanus
conoideus) (Publikasi-2020)
7. Mortalitas dan Profil Organ Dalam Ayam
Kampung yang diberi Fitobiotik
Nanoenkapsulasi Minyak Buah Merah
(Pandanus conoideus) (Publikasi-2020)
8. Os metacarpale sinistra amputation on
moor macaque (Macaca maura) in south
Sulawesi, Indonesia. (Publikasi-2021)
9. Poultry lice (Menopon gallinae)
infestation in throat poach of Australian
pelican (Pelecanus conspicilatus): A case
report (Publikasi-2021)
10. Performa Broiler Fase Starter yang diberi
Fitobiotik Nanoenkapsulasi Minyak Buah
Merah (Pandanus conoideus) dalam Air
Minum di Kabupaten Manokwari
(Publikasi-2021)
11. Daya Dukung Lahan Hijauan Makanan
Ternak untuk Ternak Sapi Potong di
Kampung Bowi Subur, Distrik Masni,
Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua
Barat (Publikasi-2021)
12. Efek Temperature Humidity Index
terhadap Konsumsi Air Minum dan
Performans Ayam Kampung Super
dengan Pemberian Enkapsulasi Fitobiotik
Minyak Buah Merah (Publikasi-2022)
24
f. Email : masrianimahmud19@gmail.com
g. Pengalaman : 1. ?
Penelitian/Publikasi 2.?
3. ?
4.?
5.?
25