Anda di halaman 1dari 5

Sistem Pendidikan Non Formal di Negara Denmark

A. Geografis

Denmark terletak di sebelah barat daya dari Swedia dan selatan dari Norwegia.
Negara ini terletak di Skandinavia, Eropa Utara sehingga termasuk Uni Eropa namun
tidak berada di Semenanjung Skandinavia. Denmark merupakan negara dengan letak
paling selatan dari negara – negara Nordik dan terdiri atas sebagian besar
Semenanjung Jutland, berbatasan dengan Jerman di sisi selatan. Denmark berbatasan
dengan Laut Baltik dan Laut Utara. Satu-satunya negara yang berbatasan darat
dengan Denmark adalah Jerman. Disebelah Utara Denmark adalah selat Skagerrak
yang memisahkannya dengan Norwegia, disebelah timurnya adalah selat Kattegat
yang memisahkan Denmark dengan Swedia sedangkan disebelah barat Denmark
adalah Laut Utara.

B. Sejarah Pendidikan
Sistem pendidikan Denmark berawal dari sekolah katedral dan biara yang didirikan
oleh Gereja Katolik Roma pada awal Abad Pertengahan, dan tujuh sekolah yang
didirikan pada abad ke-12 dan ke-13 masih ada sampai sekarang. Setelah reformasi
yang resmi dilaksanakan pada tahun 1536, sekolah-sekolah tersebut diambil alih oleh
Kerajaan. Tujuan utama mereka adalah mempersiapkan para siswa untuk studi teologi
dengan mengajar mereka membaca, menulis dan berbicara bahasa Latin dan Yunani.
Pada tahun 1871, perkembangan ilmiah dan teknis abad ke-19 menyebabkan
pembagian pendidikan menengah menjadi dua baris: garis bahasa dan bidang
matematika-sains. Pembagian ini menjadi tulang punggung struktur Gimnasium (yaitu
program pendidikan menengah atas akademik) sampai tahun 2005. Pada tahun 1894,
Folkeskole (“sekolah umum”, sistem pendidikan dasar yang didanai pemerintah)
secara resmi didirikan (hingga saat itu, dikenal sebagai Almueskolen (“sekolah
umum”), dan tindakan diambil untuk meningkatkan sistem pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat industri. Pada tahun 1903, kursus 3 tahun
Gimnasium secara langsung menghubungkan sekolah kota melalui pembentukan
mellemskole (‘sekolah menengah’, kelas 6-9), yang kemudian diganti dengan
realskole. Sebelumnya, siswa yang ingin pergi ke Gimnasium (dan dengan demikian
memperoleh kualifikasi untuk masuk ke universitas) harus mengambil uang sekolah
swasta atau cara serupa karena sekolah kota tidak mencukupi. Baru-baru ini, beberapa
partai politik (misalnya Demokrat Sosial dan Aliansi Liberal) telah menganjurkan
perpanjangan waktu wajib belajar dari sembilan menjadi dua belas tahun.

C. Sistem Pendidikan (Informal, Formal, dan Non formal)


1. Pendidikan Formal :
 Børnehave/Taman Kanak-Kanak (3-6 tahun)
Di TK, anak-anak belum diajarkan membaca dan menulis. Kegiatan
difokuskan pada kegiatan-kegiatan untuk mengembangkan kemampuan
motorik, bahasa dan sosial anak, seperti bermain, bercerita dan berjalan-jalan
bersama.
 Pendidikan Dasar (usia 7-16 tahun)
Terdiri dari kelas 1-9 (wajib diikuti oleh semua anak yang tinggal di Denmark)
(Pilihan diperuntukkan bagi murid yang belum siap secara akademis dan atau
secara mental untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi).
Pendidikan dasar di selenggarakan di sekolah negeri (folkeskole) dan swasta.
Sekitar 88% murid bersekolah di folkeskole. Sebelum masuk pendidikan
dasar, terdapat kelas 0 yang merupakan peralihan dari TK ke pendidikan
dasar. Materi ajar diberikan secara bertahap. Ada yang diberikan di seluruh
tahun ajaran, ada yang hanya diberikan di kelas 1-7, 4-10 dan 8-10. Metode
pendidikan dasar diarahkan agar murid memiliki kepercayaan diri dan
mandiri. Hal ini dicapai lewat komunikasi terbuka antara murid, orang tua dan
sekolah. Pertemuan antara orang tua dan sekolah (biasanya melibatkan murid
yang bersangkutan) diadakan minimal setahun dua kali.
Tidak ada ujian dan pemberian nilai sampai kelas 8 (masalah ini
sedang menjadi bahan perdebatan di Denmark), hanya pemberian tugas-tugas.
Prinsip penggunaan teknologi informasi pada pembelajaran diterapkan sejak
dini.
 Pendidikan Menengah
Gymnasium/SMU (3 tahun) dan sekolah-sekolah setingkat Gymnasium
yang mengorientasikan diri pada bidang tertentu (3 tahun).
Fokus pendidikan di gymnasium adalah mempersiapkan anak didik untuk
mengikuti pendidikan tinggi. Sejak 2005, pendidikan di Gymnasium
menawarkan 3 pilihan arah studi: bahasa, sains dan
creative studies. Pelajar bisa mengkombinasikan pelajaran-pelajaran dari
ketiga bidang tersebu. Gymnasium lebih memfokuskan diri di bidang tertentu,
misalnya HHX (sejenis SMA di Indonesia), HTX (sejenis SMK di Indonesia).
Walaupun kurikulum di sekolah-sekolah ini mengandung praktek, tetapi
muatan teori tetap tinggi karena tujuan utama pendidikan ini adalah
mempersiapkan murid untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi (universitas/college) dengan jurusan yang sesuai.
 Vocational Education dan pendidikan kejuruan lain yang setingkat
dengan Gymnasium (3-4 tahun)
Pendidikan kejuruan terdiri dari teori dan praktek (magang/ apprenticeship),
yang minimal memakan setengah dari seluruh waktu pendidikan. Lulusannya
dianggap siap untuk bekerja di bidang yang bersangkutan. Contoh pendidikan
jenis ini adalah pendidikan untuk menjadi tukang kayu dan bangunan,
gardener, pekerja salon, atau yang memfokuskan diri di bidang sosial dan
kesehatan masyarakat. Pendidikan kejuruan merupakan bagian sangat penting
dari sistem pendidikan di Denmark. Tradisi magang berakar kuat dari abad
pertengahan dan saat ini sudah terorganisasi dan terstandarnisasi dengan
sangat baik. Ijazah Vocational Education bisa digunakan untuk melanjutkan
pendidikan jangka pendek di akademi profesi atau pun college (dengan bidang
yang sama)
 Universitas
Bachelor (3 tahun), Master (2 tahun). Denmark memiliki 11 universitas, lima
universitas memiliki fakultas yang berbeda (multi-faculties) dan 6 lainnya
bergerak khusus di bidang tertentu seperti engineering, pendidikan, ilmu
pengetahuan alam, pertanian, farmasi atau pendidikan bisnis. Program
Bachelor dan Master biasanya terintegrasi. Total pendidikan 5 tahun (terdiri
dari bachelor 3 tahun dan master 2 tahun). Program Master International
berlangsung selama 2 tahun (mahasiswa international biasanya bergabung di
tahun ke-4 pendidikan mahasiswa lokal). Implementasi dari kurikulum di tiap
universitas dapat bervariasi, namun secara umum mata kuliah yang diajarkan
terbagi menjadi dua jenis, yaitu: mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan.
Selain mata kuliah, komponen wajib lain adalah “proyek” yang harus
dikerjakan secara berkelompok. Proyek ini biasanya implementasi dari sistem
“Problem Based Learning” atau PBL.

 Non formal dan Informal :


Kejuruan dan Pendidikan Lanjutan (Sistem Pendidikan Lanjutan) bagi orang
dewasa di Denmark ini terdiri dari pendidikan dasar kejuruan untuk orang dewasa
(GVU) dan pendidikan lanjutan untuk orang dewasa (AMU) di tiga tingkat:
pendidikan orang dewasa pasca sekolah menengah siklus pendek, pendidikan
orang dewasa pasca sekolah menengah siklus menengah (program Diploma), dan
program Magister. Ini mempromosikan partisipasi orang dewasa dalam
pendidikan orang dewasa dan pelatihan berkelanjutan dan bermaksud untuk
meningkatkan peluang bagi orang dewasa di pasar tenaga kerja. Pembelajaran
nonformal dan informal didukung secara finansial oleh Kementerian Pendidikan
dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Peserta tidak
dipungut biaya untuk penilaian membaca, menulis, mengeja, berhitung dan
keterampilan matematika dalam Pendidikan Orang Dewasa atau dalam kursus
yang termasuk dalam pelatihan kejuruan sistem untuk penilaian keterampilan
dalam pelatihan kejuruan dewasa (GVU dan AMU); untuk penilaian keterampilan
untuk masuk ke program pendidikan orang dewasa umum; atau untuk penilaian
keterampilan pendidikan orang dewasa umum untuk menerbitkan sertifikat
kompetensi.

D. Analisis yang melatarbelakangi sistem pendidikan


Denmark adalah negeri yang mengandalkan pada knowledge economy, mereka
sadar sepenuhnya bahwa hanya warga yang punya pendidikan baiklah yang akan
membuat mereka survive dan menang dalam persaingan global. Ketika ditanya
apakah kemudahan seperti itu tidak membuat mereka terlena dan menjadi malas,
mereka menjawab tidak ada persaingan karena semua sudah tertata dan terjamin.
Denmark adalah negara kaya yang menggratiskan semua level pendidikannya,
tidak hanya bagi warga negaranya, bahkan untuk warga Uni Eropa lain.
Siapapun dipersilahkan sekolah sampai tingkat setinggi-tingginya. Itu adalah
salah satu penyebab kenapa hampir semua penduduk Denmark melanjutkan ke
perguruan tinggi. Namun bagi warga negara yang merasa tidak memiliki
kemampuan akademis dan memilih untuk masuk ke pendidikan vokasi,
disediakan jalur vokasi mulai dari tingkat sekolah menengah (secondary level)
dengan sebutan business atau engineering high school. Sistem pendidikan juga
dibuat semudah mungkin agar seluruh warga bisa dengan mudah mengaksesnya.
Sedangkan latar belakang yang menjadikan sistem pendidikan non formal dan
informal adalah pada tahun 1995, undang -undang memperjelas kompetensi dalam
Program Pelatihan Kejuruan Orang Dewasa (AMU) dan pada tahun 2001 sistem
pendidikan lanjutan untuk orang dewasa ditetapkan sebagai sistem paralel dengan
sistem pendidikan biasa. Ini terdiri dari Pendidikan Dewasa Persiapan (FVU) hingga
tingkat Master dan bertujuan untuk memberikan sertifikat kompetensi kepada orang
dewasa, dan menawarkan pembelajaran dan pendidikan lebih lanjut. Elemen penting
dalam strategi Denmark untuk pembelajaran seumur hidup dinyatakan dalam
kebijakan “Peningkatan pendidikan dan keterampilan seumur hidup untuk semua
warga negara”. Tujuan dari kebijakan pemerintah ini adalah untuk menciptakan
peluang yang lebih baik bagi individu agar pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi mereka dinilai dan diakui dalam pendidikan orang dewasa dan sektor
pelatihan berkelanjutan, terlepas dari di mana dan bagaimana keterampilan diperoleh.

Referensi :

Aagaard, K. ( (2011).). European Inventory on Validation of Non-formal and Informal


Learning 2010: Country Report: Denmark.

Rahman, H. ((2016).). SEJARAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN DENMARK


DENGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA. . Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian
Islam & Pendidikan, 8(2), 17-26.

Rasmussen, P., Larson, A., & Cort, P. ((2019).). The vocational turn of adult education in
Denmark–an analysis of adult education policy from the late 1990s. International
Journal of Lifelong Education, 38(3), 254-267.

Anda mungkin juga menyukai