Oleh :
NIM : 2001088
KELAS : S1-2B
KELOMPOK : GENAP
ASISTEN DOSEN : 1.
2.
3.
2021
PRAKTIKUM PERCOBAAN I
KELARUTAN ZAT PADAT
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menentukan kelarutan zat padat secara kuantitatif
2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan zat
3. Menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif dalam air untuk pembuatan zat cair.
𝑁 = 𝑚𝑔
𝐵𝐸𝑥𝑉
𝑁 = 𝑚𝑔
𝐵𝐸𝑥𝑉
mg
N1=
BE ×V
300 mg
=
204,23× 14,6
= 0,1006 N
mg
N2=
BE ×V
300 mg
=
204,23× 15,3
= 0.0960 N
mg
N3=
BE ×V
300 mg
=
204,23× 15,3
= 0,0935 N
0,1006+0,0960+0,0935
N rata-rata =
3
= 0.0967 N
mg asetosal= V × N × BE
= 2,46 × 0.0967 ×180,16
= 42,8 × 5 = 214 mg
mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
214 mg
= ×100 %
500 mg
= 42,8%
Tween 80 1% = 3
3+3,1+3,1
3,1 rata-rata= = 3,06 ml
3
3,1
mg asetosal = V × N × BE
= 3,06 × 0.0967 ×180,16
= 53,3 × 5 = 266,5 mg
mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal a wal
266,5 mg
= ×100 %
500 mg
= 53,3%
Tween 80 3% = 4,1
4,1+3,9+3,7
3,9 rata-rata= = 3,9 ml
3
3,7
mg asetosal = V × N × BE
= 3,9 × 0.0967 ×180,16
= 67,9 × 5 = 339,5 mg
mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
339,5 mg
= ×100 %
500 mg
= 67,9%
Tween 80 5% = 4,2
4,2+4,5+ 4,3
4,5 rata-rata= = 4,33 ml
3
4,3
mg asetosal = V × N × BE
= 4,33 × 0.0967 ×180,16
= 75,4 × 5 = 377 mg
mg asetosal dalam 50 ml
% kadar = × 100 %
mg asetosal awal
377 mg
= ×100 %
500 mg
= 75,4%
100 99,8
9
80 75,4
67,9
60 53,3
42,8
40
20
0
0 5 10 15 20 25
SURFAKTAN
1,3+1,2+ 1,2
1,2 rata-rata= = 1,23 ml
3
1,2
mg teofilin = V × N × BE
= 1,23 × 0.0967 ×180,17
= 21,42 × 5 = 107,1 mg
mg teofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
107,1mg
= × 100 %
200mg
= 53,55%
Campuran II = 1,4
1,4+1,5+1,4
1,5 rata-rata= = 1,43 ml
3
1,4
mg teofilin = V × N × BE
= 1,43 × 0.0967 ×180,17
= 24,91 × 5 = 124,55 mg
mg teofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
124,55mg
= × 100 %
200 mg
= 62,27%
1,6+1,5+1,5
1,5 rata-rata= = 1,53 ml
3
1,5
mg teofilin = V × N × BE
= 1,53 × 0.0967 ×180,17
= 26,65 × 5 = 133,25 mg
mg teofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
133,25mg
= × 100 %
200 mg
= 66,62%
Campuran IV = 1,6
1,6+1,6+1,7
1,6 rata-rata= = 1,63 ml
3
1,7
mg teofilin = V × N × BE
= 1,63 × 0.0967 ×180,17
= 28,39 × 5 = 141,95 mg
mg teofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
141,95mg
= × 100 %
200 mg
= 70,97%
Campuran V = 1,7
1,7+1,7+1,8
1,7 rata-rata= = 1,73 ml
3
1,8
mg teofilin = V × N × BE
= 1,73 × 0.0967 ×180,17
= 30,14 × 5 = 150,7 mg
mg teofilin dalam50 ml
% kadar = ×100 %
mg teofilin awal
150,7 mg
= ×100 %
200 mg
= 75,35%
Kurva Pengaruh Penambahan Pelarut Campur
80
Terhadap Kelarutan Zat
70 75,35
60 70,97
66,62
TEOFILIN
50 62,27
E 53,55
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25
GLISERIN
VII. PEMBAHASAN
Larutan adalah campuran homogen antara zat pelarut dan zat
terlarut. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat melarut dalam pelarut
tertentu. Larutan umunya dibagi menjadi 3 yaitu larutan jenuh adalah
larutan yang zat terlarutnya dapat melarut dalam zat pelarutnya dalam
konsentrasi yang maksimal. Larutan lewat jenuh terjadi pada saat zat
terlarut sudah melewati batas maksimal zat pelarut untuk melarutkan yang
biasanya dintadai dengan terbentuknya larutan. Larutan tak jenuh terjadi
saat zat terlarut belum mencapai batas maksimal zat pelarut untuk
melarutkannya.
Dalam kelarutan dikenal istilah colsovency dimana colsovent
merupakan bahan yang digunakan untuk meningkatkan kelarutannya
misalnya seperti penggunaan pelarut campur sedangkan consolvency
merupakan peristiwa peningkatan kelarutan.
Faktor yang mempengaruhi kelarutan zat antara lain:
1. pH
Zat organik yang bersifat asam lemah atau basa lemah
adalah zat aktif yang sering digunakan dalam dunia farmasi.
Kelarutannya dipengaruhi pH, yakni untuk dapat larut zat
organik yang bersifat asam lemah diberikan atau dicampurkan
dulu dengan larutan basa agar berbentuk garam organik yang
mudah larut dalam air, demikian sebaliknya.
2. Temperatur
Ada 3 pernyataan tentang kelarutan yang dipengaruhi oleh
temperatur, yaitu:
Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan meningkat, namun bila di
dinginkan dia akan mengendap
Bila suhu dinaikan, kelarutan akan meningkat
Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan kecil
3. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, maka kelarutan zat tersebut
akan meningkat, begitu pula sebaliknya.
4. Pengaruh jenis pelarut
Pelarut polar melarutkan lebih baik zat-zat polar atau ionik
beigutpula sebaliknya. Pelarut non polar akan melarutkan lebih
baik zat-zat non polar atau molekul.
5. Pengaruh konstanta elektrik
Besarnya dielektrik diatur dengan penambahan pelarut
lain.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah zat yang sering digunakan unuk
menaikkan kelarutan suatu zat.
Pada percobaan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat. Surfaktan yang
digunakan adalah tween 80 dengan zat aktif yang dilarutkan adalah
asetosal. Pada percobaan ini, asetosal akan dilarutkan dalam volume air,
tween 80 dengan volume yang berbeda.
Pada percobaan ini,kita mengetahui pengaruh surfaktan terhadap
kelarutan asetosal. Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan
untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua
bagian yaitu bagian polar dan non polar. Apabila didisppersikan dalam air
pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan
mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah
udara. Surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk
agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai
terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK). Menurut literatur yang
didapat bahwa penambahan surfaktan dapat meningkatkan kelarutan
dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara serbuk asetosal
dengan air.
Menurut Martin, obat yang bersifat asam lemah dan basa lemah
dapat dilarutkan dengan bantuan kerja penglarutan dari permukaan zat
aktif. Pelarutan obat dalam misel mengalami gejala koloidal. Asetosal
yang larut oleh air dari surfaktan non ionik (Tween 80) dianggap
terdistribusi diantara larutan air dan misel surfaktan
Berdasarkan kelarutannya, asetosal merupakan senyawa yang sukar
larut dalam air dan larut dalam etanol (95%). Hal inilah yang mendasari
bahwa pada percobaan ini asetosal tidak larut dalam campuran tween 80
dan aquadest.
Hal ini menunjukkan bahwa, semakin besar konsentrasi surfaktan
maka semakin tinggi pula kelarutan asetosal didalam air. Hal ini terjadi
karena surfaktan merupakan molekul ampifilik yaitu memiliki gugus
hidrofilik (suka air, polar) dan gugus lipofilik (suka minyak, non polar),
sehingga surfaktan memiliki aftinitas dengan pelarut polar (air) ataupun
non polar (minyak)
Menurut Genaro, penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai
konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi
konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel.
Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration
(CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai.
Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang
menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang
berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya.
Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan
medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa
oleh misel larut kedalam medium. Penggunaan surfaktan pada kadar yang
lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel.
Berdasarkan grafik hasil percobaan, menunjukkan bahwa kadar
asetosal semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi
surfaktan. Grafik setelah naik akan memperlihatkan garis lurus yang
berarti konsentrasinya menjadi konstan. Hal ini menunjukkan surfaktan
tersebut telah menurunkan tegangan permukaan pada larutan asetosal
sampai pada titik CMC. Pada titik CMC ini surfaktan menjadi jenuh dan
surfaktan yang berlebih akan membentuk misel. Misel sendiri adalah suatu
agregat yang mengandung monomer-monomer surfaktan. Pada
konsentrasi setelah CMC, surfaktan akan meningkatkan kelarutan zat yang
tidak larut air karena zat tersebut dapat tersembunyi didalam misel. Misel
ini berperan dalam proses solubilisasi miselar. Solubilisasi miselar adalah
suatu pelarutan spontan yang terjadi pada molekul zat yang sukar larut
dalam air melalui interaksi yang reversibel dengan misel dari surfaktan
larutan sehingga terbentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamika.
Pada percobaan praktikum ini juga bertujuan untuk mengetahui
kelarutan teofilin pada berbagai konsentrasi pelarut campuran bahan
pelarutnya adalah air, alkohol, dan gliserin dengan jumlah yang berbeda-
beda.
Pada percobaan kali ini penggunaan pelarut campur dimana % air
lebih banyak daripada etanol dan gliserin, yang mana air merupakan
dielektrik yang sangat tinggi yang mudah dijumpai. Air memiliki tetapak
dielektrik yang mampu melarutkan zat polar, sedangkan semakin tinggi
suatu tetapan dielektrik suatu larutan semakin mudah larutan tersebut
melarutkan.
Semua pelarut campur dibuat, lalu dimasukkan teofilin kedalam
pelarut campur itu masing-masingnya. Titrasipun dilakukan sampai terjadi
perubahan warna atau titik akhir titrasi. Pada praktikum ini teofilin
dilarutkan kedalam berbagai konsentrasi pelarut campur yang berbeda-
beda untuk melihat apakah kelarutan teofilin intensif atau malah menurun.
Didapat hasil konsentrasi pelarut campur tersebut (pelarut campur I)
dengan konsentrasi (45 : 5 : 0) dengan kadar teofilin yang terlarut
107,1mg dan %kadar 53,55%, konsentrasi pelarut campur II dengan
konsentrasi(42,5 : 5 : 2,5) dengan kadar teofilin yang telarut 124,55mg
dan % kadar 62,27%, konsentrasi pelarut campur III dengan konsentrasi
(40: 5 : 5) dengan kadar teofilin yang terlarut 133,25mg dan % kadar
66,62%, konsentrasi pelarut campur IV dengan konsentrasi (37,5 : 5 :7,5)
dengan kadar teofilin yang terlarut 141,95mg dan % kadar 70,97%,
konsentrasi pelarut campur V dengan konsentrasi (35 : 5 :10) dengan
kadar teofilin yang terlarut 150,7mg dan % kadar 75,35%.
Dari data yang didapatkan, dilihat bahwa dilihat bahwa larutan
blangko, larutan aquadest dan teofilin saja memiliki % kadar yang paling
kecil, hal ini sesuai dengan sifat kelarutan teofilin pada Farmakope III,
yaitu teofilin sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida. Nah karena sifat kelarutannya yang sukar larut dalam air ini
maka untuk menaikkan kelarutannya dilarutkan kedalam pelarut campur.
Dari data yang di dapat, pelarut camput 5 yang memiliki nilai persen kadar
palingg tinggi yaitu 75,35% karena menurut teori, semakin tinggi
konsentrasi gliserin yang divariasikan dalam pelarut campur, semakin
tinggi pula kemampuan pelarut campur tersebut untuk melarutkan teofilin.
Prinsip yang bekerja pada kelarutan suatu objek dalam pelarut
campur ini adalah tetapan dielektrik. Kelarutan suatu bahan obat (Teofilin)
dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta
dielektrik yang tinggi. Pelarut yang memiliki nilai konstanta dielektrik
yang tinggi biasanya dapat melarutkan zat-zat non polar yang sukar larut
didalamnya, begitu pula sebaliknya.
Tetapan dielektrik ini dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Penambahan gliserin dan alkohol dapat memperbesar nilai konstanta
dielektrik. Penambahan konsentrasi gliserin dapat menyebabkan
perubahan polaritas, dengan adanya gliserin dalam larutan aquadest dan
alkohol dapat menyebabkan zat-zat non polar, seperti obat teofilin dapat
dilarutkan dengan mudah.
Seharusnya data yang didapatkan hasil kelarutan teofilin semakin
bertambah seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin pada pelarut
campur sehingga data grafik harus memiliki grafik yang linier antara
konsentrasi pelarut campur dari kadar teofilin yang dapat terlarut.
Aplikasi praktikum ini di bidang farmasi ialah dapat menentukan
medium pelarut yang baik pada obat-obat yang sukar dilarutkan dalam air.
Baik pada obat dengan komposisi tunggal maupun obat kombinasi. Selain
menentukan pelarut yang sesuai, pada bidang farmasi dapat digunakan
untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul pada saat pembuatan
larutan dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar uji.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan yaitu
pembentukan kompleks penambahan ko-solven dan yang terakhir ialah
penambahan surfaktan. Pada praktikum ini, kelarutan ditingkatkan dengan
cara penambahan fosolven sehingga terjadi proses kosolvensi. Proses
kosolven adalah peristiwa dimana suatu zat dalam larutan dapat lebih
mudah larut dalam pelarut campur atau modifikasi pelarut. Pada
praktikum ini, modifikasi pelarut yang digunakan ialah aquadest, alkohol
dan gliserin. Penambahan pelarut lain dapat mempengaruhi tetapan atau
konstanta dielektrik yang menyebabkan zat-zat sukar larut dalam larutan
dengan mudah.
VIII. DAFTAR PUSTAKA