Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Landasan Pendidikan

Dosen Syarifufin, M.Pd

Disusun Oleh :

Nabila Nur Ramadhanti (211102030808)


Cantigi Maharani Putri (211102031076)
Razib Muhamad Jati Akbar (211102030795)
Fauzan Ramdhani (211102030800)

PRODI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS IBN KHALDUN (UIKA) BOGOR
2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT.
Karena tanpa Rahmat dan Ridhonya, kami tidak bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Syarifudin, M.Pd. selaku dosen
pembimbing dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan materi-materi dalam
pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang Kurikulum dan
Masyarakat.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi tercapainya
makalah yang sempurna.

Bogor, 13 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Maksud dan Tujuan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
A. Kurikulum dan Masyarakat..................................................................................... 2
B. Peran Kurikulum dalam Masyarakat....................................................................... 2
C. Fungsi Kurikulum dalam Masyarakat .................................................................... 3
.................................................................................................................................
D. Perubahan kurikulum............................................................................................... 3
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 6
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Belanda mulai angkat kaki dari Indonesia setelah menyerah kepada Jepang pada 8
Maret 1942. Sejak saat itulah penjajahan Jepang di Indonesia dimulai. Jepang bercita-cita
besar menjadi pemimpin Asia Timur Raya. Dengan konsep “Hakko Ichiu” (Kemakmuran
Bersama Asia Raya) dan semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, Jepang menargetkan
Indonesia sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi besarnya. Demi
kepentingannya, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia sehingga sistem pendidikan
di Indonesia pada masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi oleh keinginannya untuk
memenangkan peperangan Pasifik (Syaharuddin dan Heri, 2019).
Dalam kebijakan pendidikannya, Jepang melarang sekolah-sekolah yang
berbahasa Belanda ataupun berebahasa Eropa lainnya. Hal ini dilakukan untuk
menghapus pengaruh barat di Indonesia. Sekolah-sekolah swasta yang ada saat itu
diperbolehkan beroperasi oleh Jepang asalkan telah mengajukan ulang surat izin kepada
Jepang untuk tetap bisa beroperasi (Sedana Arta, 2015). Dualisme pendidikan yang
diterapkan pada masa pendudukan Belanda dihapuskan pada kebijakan pendidikan
Jepang saat itu. Hanya ada satu jenis sekolah rendah yang diadakan pada masa itu dan
bisa diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang golongan, yaitu Sekolah
Rakyat atau “Kokumin Gakko” yang diadakan dengan jenjang waktu selama 6 tahun.
Sekolahsekolah desa tetap dibuka tetapi dengan nama yang diganti menjadi Sekolah
Pertama (Syaharuddin dan Heri, 2019).
Pemerintahan Jepang sebenarnya sangat kurang dalam memperhatikan mutu
pendidikannya karena tujuan pendidikan mereka ialah untuk menyediakan tenaga Cuma-
Cuma (Rhomusa) dan prajurit-prajurit untuk membantu kepentingan Jepang dalam
memenangkan perperangan Pasifik. Karena hal itu membuat sekolah-sekolah
menekankan pendidkan militer. Murid-murid diharuskan melakukan latihan fisik dan
latihan kemiliteran. Jepang bertujuan membentuk barisan-barisan proganda yang bertugas
menanamkan ideologi baru yang akan menghancurkan ideologi Indonesia Raya. Hal ini
membuat upaya Jepang dalam pendidikan berakhir dengan hasil yang kurang memuaskan
(Syaharuddin dan Heri, 2019).
Akibat dari hasil yang kurang memuaskan, sistem pendidikan harus mengalami
perubahan yang mendasar setelah Jepang menyerah atau tepat saat Proklamasi 17
Agustus 1945.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Zaman Pendudukan Militerisme Jepang

a. Indonesia Memasuki Periode baru

Pada 18 Maret 1942 Belanda menandatangani kapitulasi di Kalijati, Subang, Jawa


Barat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van Stakenborg dan Panglima
Militer Ter Porten, yang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Tentara Pendudukan
Jepang. Dengan berakhirnya Pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia memasuki suatu
periode baru, yaitu Periode Pemerintahan Pendudukan Militer Jepang (Djohan dkk,
1993).
Sejak tahun 1940 Jepang telah berencana untuk mendirikan kemakmuran bersama
Asia Barat Raya. Semangat Jepang untuk menanamkan pengaruh dan wilayah sebagai
bentuk rencana membentuk Asia Timur Raya, Jepang mulai melakukan ekspansi militer
ke berbagai negara-negara sekitarnya. Adanya konsep “Hakko Ichiu” atau Kemakmuran
Bersama Asia Raya dan semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, Jepang menjadkan
Indonesia sebagai potensi yang bisa membantu ambisi besarnya. Jepang mengelola
pendidikan di Indonesia tidak bisa lepas kepentingan ini. Sitem pendidikan di masa
pendudukan Jepang bisa dikatakan sangat dipengaruhi oleh motif untuk mendukung
kemenangan militer dalam peperangan Pasifik (Syaharuddin dan Heri, 2019).

b. Kebijakan Jepang Menguasai Pendidikan di Indonesia

Jepang dalam menguasai bidang pendidikan di Indonesia pada awalnya


menerapkan kebijakan sekolah-sekolah yang berbahasa Belanda ataupun berebahasa
Eropa lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghapus pengaruh barat di Indonesia. Sekolah-
sekolah pribumi diperbolehkan untuk dibuka dan sekolah-sekolah swasta yang ada saat
itu diperbolehkan beroperasi oleh Jepang asalkan telah mengajukan ulang surat izin
kepada Jepang untuk tetap bisa beroperasi. Jepang tahu bahwa pendidikan bisa
dimanfaatkan sebagai wadah untuk mengontrol masyarakat. (Sedana Arta, 2015).
Sekolah yang didirikan pada masa pendudukan Jepang awalnya ialah Sekolah
rakyat atau “Kokumin Gakko” sebagai pendidikan dasar dengan jenjang waktu
pendidikan selama enam tahun. Lalu sebagai sekolah lanjutan didirikan Sekolah
Menengah Pertama atau “Shoto Chu Gakko” dengan jenjang waktu pendidikan selama
tiga tahun dan Sekolah Menengah Atas atau “Koto Chu Gakko” dengan jenjang waktu

2
pendidikan selama tiga tahun. Selain itu didirikan juga oleh Jepang Pendidikan Kejuruan
dalam bidang pendidikan, pertukangan, pelayaran, pertanian, dan teknik. Dari semua
jenis pendidikan yang didirikan, Sekolah Rakyat lah yang dimanfaatkan oleh Jepang
untuk mengatur masyarakat yang terlihat dari banyaknya Seolah Rakyat yang didirikan
(Kuyoto dan Soejatingsih, 1981). Untuk perguruan tinggi, Jepang hampir menutup semua
perguruan tinggi bekas Belanda, yang tersisa ialah hanya Sekolah Kedokteran Tinggi atau
“Ika Dai Gakko” di Jakarta yang dibuka kembali tahun 1943, lalu Sekolah Teknik Tinggi
atau “Kogyo Dai Gakko” di Bandung, Sekolah Tinggi Pangreh Praja atau “Kenkoku
Gakuin” (diganti MOSVIA) di Jakarta, Sekolah Ahli Obat atau “Yaku Gakko” di Jakarta,
Sekolah Kedokteran Gigi atau “Shika Gakko” di Surabaya, dan Sekolah kedokteran
Hewan di Bogor (Syaharuddin dan Heri, 2019).
Pendidikan pada masa pendudukan Jepang terutama Pendidikan Dasar sangat
berbeda dengan Penddikan Dasar pada masa pendudukan Belanda. Pada masa
pendudukan Belanda terdapat tingkatan-tingkatan dalam Pendidikan Dasar yang tidak
semua orang rasakan. Tingkatan pembeda atau dualisme ini tidak diberlakukan pada
masa pendudukan Jepang. Hanya ada satu Pendidikan Dasar yang bisa dirasakan oleh
semua golongan tanpa ada lagi diferensiasi karena hakikatnya semua orang memiliki
kedudukan yang sama (Djohan dkk, 1993). Bahasa yang digunakan sebagai pengantar
pembelajaran juga ikut diatur dalam kebijakan pendidikan Jepang yang ingin menghapus
pengaruh barat di Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar
sekolah secara resmi. Namun bahasa Jepang tetap menjadi pelajaran wajib di sekolah-
sekolah. Hal ini menjadi kesulitan terutama terkait buku-buku pelajaran. Semua buku
pelajaran ditulis dalam bahasa Belanda. Sedangkan pemerintah pendudukan Jepang
melarang pemakaiannya. Semua buku yang berbahasa Belanda diganti dengan buku-buku
terjemahan yang dikeluarkan oleh Kantor Pengajaran (Bunkyo Kyoku) atau para guru
menerjemahkan dan menyusun sendiri dari buku-buku berbahasa Belanda (Djohan dkk,
1993). Pembelajaran yang diberikan pada masa itu sangatlah dipengaruhi oleh tujuan
awal Jepang yaitu memenangkan pertempuran Pasifik.
Kegiatan di sekolah banyak diisi dengan latihan jasmani atau kemiliteran bahkan
kegiatan-kegiatan yang membentu mereka dalam keperluan perang seperti kerja bakti
(kinro hoshi), membersihkan bengkel dan asrama, dan juga kegiatan pertanian. Selain
latihan militer, para murid juga diberikan penanaman moral Jepang seperti pelaksanaan
apel pagi dan melakukan senam (taiso), pemberian hormat kepada kaisar Jepang
(Saikere), menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, dan pengucapan sumpah setia kepada
kaisar Jepang (Syaharuddin dan Heri, 2019).
Dengan adanya latihan militer dan penanaman moral Jepang, diharapkan bisa
menjadikan para peserta didik memiliki jiwa kemiliteran dan membantu kemenangan
perang Asia Timur Raya. Dari model dan bentuk pembelajaran inilah jelas bahwa Jepang
sangat ingin menjepangkan para peserta didik (Sedana Arta, 2015).
Pada awal pendudukan Jepang masalah yang dialami dalam bidang pendidikan
ialah kelangkaan guru. Jepang kesulitan dalam mencari guru yang berkualitas karena
3
pada masa pendudukan Belanda tidak terlalu memperhatikan kualitas guru dan adanya
peralihan bahasa pengantar menjadi faktor kelangkaan guru yang bisa mengajar
menggunakan bahasa Indonesia. Guru pada masa pendudukan Jepang lebih dihargai
bahkan mendapat kenaikan upah sesuai tempat mereka mengajar. Mereka juga terkadang
dipekerjakan di kantor propaganda dan menjadi pembicara di berbagai kursus latihan
diluar pendidikan formal (Kurasawa, 1993). Jepang menyediakan sekolah-sekolah khusus
guru yaitu Sekolah Guru 2 Tahun atau Syoto Sihan Gakko, Sekolah Guru 4 Tahun atau
Guto Sihan Gakko, dan Sekolah Guru 6 Tahun atau Koto Sihan Gakko. Selain
memberikan pendidikan pada guru, Jepang juga memebrikan pelatihan kepada para guru
agar terdapat keseragaman diantara mereka disemua jenis pendidikan. Jepang
memberikan pengajaran kepada para guru tentang hal yang menyangkut Jepang, yaitu
pembelajaran bahasa Jepang, nyanyian-nyanyian Jepang, senam atau gerak badan
(Taiso), latihan-latihan militer (Kyoren), pengajaran moral dan kewanitaan Jepang
(khusus para guru wanita) (Sedana Arta, 2015) Dengan adanya sekolah guru dan juga
pelatihan, Jepang berharap agar mereka para guru yang telah dilatih dapat menerapkan
dan mengajar sesuai dengan apa yang telah diperoleh dan bisa menyampaikan apa yang
telah diterapkan oleh kebijakan Jepang kepada para peserta didik, yaitu mengibarkan
bendera Jepang dan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang “Hinomura” setiap pagi,
memberikan penghormatan kepada Kaisar Jepang, mengucapkan sumpah setia kepada
cita-cita Indonesia yang terdapat dalam rangka Asia Raya (Dai Toa), senam (Taiso)
setiap pagi, melakukan latihan fisik atau militer dan juga kerja bakti. Mereka juga
mengharuskan bahasa Indonesia digunakan sebagai pengantar saat kegiatan belajar
mengajar dan bahasa Jepang sebagai bahasa wajib (Sugardi dan Ekajati, 1986).

c. Perubahan Sistem Pendidikan dimasa Pendudukan Jepang

Dengan adanya perubahan pada sistem pendidikan pada masa pendudukan


Jepang, memberikan peluang bagi semua golongan masyarakat untuk mendaparkan
pendidikan yang sama. Pendidikan Islam juga mendapat perhatian dari Jepang saat itu.
Beberapa kebijakan yang diberlakukan terkait pendidikan Islam antara lain, mengubah
Kantor Islamistiche Zaken menjadi Sumubi yang dipimpin oleh K.H. Hasyim As’ari,
pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan dari Jepang, diizinkannya
pembentukan barisan Hizbullah, diizinkannya berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta
dibawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Khar Muzakkir dan Moh. Hatta, diizinkannya
pembentukan Pembela Tanah Air (PETA), dan terakhir diizinkannya Majelis Islam A’al
Indonesia (MIAI) untuk terus beroperasi meskipun akhirnya dibubarkan dan digantikan
dengan Majelis Syiro Muslim Indonesia (Masyumi) yang terdiri dari Muhammadyah dan
Nadratul Ulama (NU) (Djohan dkk, 1993).

4
c. Pengaruh berakhirnya Pendudukan Jepan pada Pendidikan

Pendudukan Jepang di Indonesia berakhir pada tahun 1945 setelah menyerah


tanpa syarat kepada sekutu. Tujuan dari pendidikan yang ingin memenangkan
pertempuran membuahkan hasil akhir yang kurang memuaskan, membuat pendidikan di
Indonesia sedikit mengalami kemerosotan. Setelah memproklamasikan kemerdekaan
pada 17 Agustus 1945, perubahan pada pendidikan dilakukan untuk menyesuaikan
dengan landasan idiel Pancasila. Pebelajaran militer pada masa pendudukan Jepang telah
memberikan bekal kepada para golongan muda untuk bisa mempertahankan
kemerdekaan dan menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia (Muhaedi dan
Kuyoto, 1997).

B. Pendidikan Pada Masa Kemerdekaan sampai Orde Lama (1945-1969)


Pada masa ini, usaha penting dari pemerintah Indonesia pada permulaan adalah tokoh
pendidik yang telah berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri pengajaran. Dalam
kongres pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan tersebut membentuk panitia
perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk
membentuk sebuah sistem pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Bangsa Indonesia
sendiri.
Pemerintah Indonesia berupaya melaksanakan pendidikan nasional yang berlandaskan pada
budaya bangsa sendiri. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk menciptakan warga negara
yang sosial, demokratis, cakapdan bertanggung jawab dan siap sedia menyumbangkan
tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas penjajahan menekankan
pengembangan jiwa patriotisme. Praktek pendidikan tidak bisa
dilepaskan dari lingkungan, baik lingkungan sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan
lainnya.

1. Pendidikan Masa Kemerdekaan


Tujuan dari pendidikan zaman kemerdekaan adalah untuk mengisi tata kehidupan dan
pembangunan. Tujuan tersebut mengalamikendala, yaitu penjajah Belanda ingin menjajah
kembali sehinggakondisi ini menuntut kembali bangsa Indonesia berjuang secara politik dan
fisik. Pada kondisi ini, pemerintah mulai mempersiapkan sistem pendidikan nasional sesuai
amanat UUD 1945. Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) mengeluarkan “Intruksi Umum” agar para guru
membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Selanjutnya, diawali
dengan Kongres Pendidikan, Menteri PP dan K membentuk Komisi Pendidikan dan komisi
ini membentuk Panitia Perancang Undang-Undang (RUU) mengenai pendidikan dan
pengajaran. Karena terganggu dengan pecahnya perang kolonial kedua, pembahasan RUU di
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) terhenti dan baru dapat
dilaksanakan kembali pada tanggal 29 Oktober 1949. Tanggal 5 April 1950 RUU tersebut
diundangkan sebagai UU RI No.4 Tahun 1950 Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan
5
Pengajaran di Sekolah. UU RI No.4 Tahun 1950 ini kemudian diterima oleh DPR pada
tanggal 27 Januari1954, kemudian disyahkan oleh pemerintah pada tanggal 12 Maret 1954
dan diundangkan tanggal 18 Maret 1954 sebagai UU No.12 Tahun 1954 (H.A.R. Tilaar,
1995).

Sekalipun terjadi pergantian bentuk dan konstitusi negara sebagaimana terjadi pada tanggal
18 Agustus 1945 PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara hingga pada
akhirnya terbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) yang memberlakukan UUD RIS, Pada
saat RIS kembali ke negara kesatuan RI, UUD RIS diganti dengan UUD Sementara RI atau
UU No. 7 Tahun 1950, tetapi pendidikan nasional Indonesia tetap dilaksanakan sesuai jiwa
UUD 1945, dan bahwa UU RI No.4 Tahun 1950 de fakto digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan, pengajaran, kebudayaan untuk seluruh daerah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Dalam UU No 4/1950 Bab II, pasal, tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
tentang kesejahteraan masyarkat dan tanah air.

a. Struktur persekolahan dan Kurikulum Pendidikan pada masa awal kemerdekaan

Tata susunan persekolahan sesudah Indonesia merdeka yang berdasarkan satu jenis sekolah
untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan sedangkan rencana
pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa
pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang digunakan adalah buku-buku hasil
terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahsa Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman
Jepang. Adapun susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950
adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan Rendah

Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang disebut dengan
Sekolah Rakyat (SR) lama pendidikannya semula 3 tahun. Maksud pendirian SR ini adalah
selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat
menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat kurikulum
SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK tanggal 19 nopember 1946 NO 1153/Bhg A
yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung.
Hal ini dapat telihat bahawa dari 38 jam pelajaran seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa
Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17 jam berhitung untuk kelas IV< V dan VI.
Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di seluruh
Indonesia.

2) Pendidikan Guru

6
C. Dalam periode antara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru yaitu:
D. a) Sekolah Guru B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk
sekolah rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian
masuk sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas I,II,III
sedangkan pendidikan keuruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas IV ini juga dapat
diterima tamatan sekolah SMP,SPG dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang
membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga tidak tetap karena
memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian pelaksanaannya dipecah
menjadi dua yaitu, perta ditempuh di kelas II dan ujian kedua di kelas IV.
E. b) Sekolah Guru C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa
perlunya pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk
kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal dengan
sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup kembali dan
diantaranya dijadikan SGB.
F. c) Sekolah guru A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun
belum menjamin pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA
yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima
pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di SGA sama
jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGB hanya penyelenggaraannya lebih
luas dan mendalam.
G. 3) Pendidikan Umum
H. Ada dua jenis pendidikan Umum yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah
menengah Tinggi (SMT).
I. a) Sekolah Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP
mempergunakan rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat
keputusan menteri PPK thun 1946 maka diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II
sehingga terdapat kelas II A,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A diberikan juga sedikit ilmu
alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran bahasa dan praktek
administrasi. Dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan Ilmu Pasti.
J. b) Sekolah Menengah Tinggi (SMT), Kementerian PPK hanya mengurus langsung
SMAT yang ada di jawa terutama yang berada di kota-kota sperti: Jakarta,bandung,
semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Jawa berada di
bawah pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya perhubungan dengn pusat.
SMT merupakan pendidikan tiga tahun setelah SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan
ke perguruan tinggi. Mengenai rencana pelajaran belum jelas, dan yang diberikan adalah
rencana pelajaran dalam garis besar saja. Karena pada waktu itu msaih harus
menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil. Demikian rencana
pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan nasional, (2) bahasa
pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya setingkat dengan SMT menjelang
kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan oleh masing-masing sekolah selama
belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun 1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
7
K. 4) Pendidikan Kejuruan
L. Pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan kewanitaan.
M. a) Pendidikan ekonomi
N. Pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang yang lama,
pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan, sedangkan penyelenggaraan
sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur sekolah dagang.
O. b) Pendidikan Kewanitaan
P. Sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri (SKP) dan pada
tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama pelajaranya empat tahun
setelah SMP atau SKP.
Q. 5) Pendidikan Teknik
R. a) Kursus Kerajinan Negeri (KKN), sekolah/kursus in lamamnya satu tahun lamanya
dan merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas
jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot rumah, las dan batu.
S. b) Sekolah Teknik Pertama (STP), bertujuan mendapatkan tenaga tukang yang
terampil tetapi disertai dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah
SR dan terdiri atas jurusam-jurusan: kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman,
besi ,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah dan cor.
T. c) Sekolah Teknik (ST), bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan.
Lama pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusan-jurusan:
bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan radio, bangunan kapal, percetakan
dan pertambangan.
U. d) Sekolah Teknik menengah (STM), bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan
pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian B
atau ST dan terdiri atas jurusn-jurusan: bangunnan gedung, bangunan sipil, bangunan
kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik, bangunan mesin kapal, kimia,
dan pesawat terbang.
V. e) Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik, untuk memenuhi keperluan guru-
guru sekolah teknik, dibuka sekolah/kursus-kursus untuk mendidik guru yang
menghasilkan:
W. (1) Ijazah A Teknik (KGSTP) guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam
jurusan: bangunan sipil, mesin, listrik dan mencetak.
X. (2) Ijazah B I Teknik (KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM
kelas I dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung-geung dan mesin.
Y. (3) Ijazah B II Teknik guna mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam
jurusan bangunan sipil, bangunan gedung, mesin dan listrik.
Z. 6) Pendidikan Tinggi
AA. Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan tinggi
semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga pendidikan ini

8
berkembang pesat tetapikarena adanya pelaksanaannya di lakukan perjuangan fisik maka
perkuliahan kerap kali di sela dengan perjuangan garis depan.
BB. Lembaga pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada, beberapa sekolah
tinggi dan akademi di Jakarta (daerah kependudukan) Klaten, Solo dan Yogyakarta.
CC. 7) Pendidikan Tinggi Republik
DD. Sejak awal kemerdekaan di Jakarta pada waktu merupakan daerah pendudukan
Belanda, berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku zaman
Jepang. Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula Sekolah Tinggi Hukum serta filsafat dan
sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga pendidikan tinggi terakhir ini di tutup
oleh belanda sehingga secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian pendidikan
tinggi waktu itu terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan Pendidikan
tingkat tinggi pendudukan belanda. Tetapi kuliah-kuliah masih dilanjutkan di rumah-
rumah dosen sehingga merupakan semacam kuliah privat. Sebelum agresi militer I di
Malang terdapat pula lembaga pendidikan tinggi republik, dengan adanya. Demikian pula
terdapat sekolah tinggi kedokteran hewan sekolah tinggi teknik di Bandung dipindahkan
ke Yogyakarta.
EE.8) Pendidikan Tinggi di Daerah Pendudukan Belanda
FF. Atas prakarsa pihak belanda pada bulan Januari 1946 didirikan suatu universitas darurat
(NOOD Universiteit) yang terdiri dari lima fakultas yaitu fakultas-fakultas kedokteran,
hukum, sastra dan filsafat dan pertanian di jakarta dan fakultas teknik di bandung.
GG. Pada bulan Maret 1947 oleh pemerintah belanda secaea resmi nama universitas
darurat diganti dengan nama Universitas Indonesia (Universiteit Van Indonesie). Oada
Tahun 1947 juga universitas tersebut di perluas dengan fakultas ilmu pasti dan alam di
Bandung, kedokteran hewan di Bogor, Kedokteran di Surabaya dan Ekonomi di maksar
(Ujung Pandang). Pada Bulan maret 1948 fakutas pertanian di pindahkan ke Bogor.
HH. 2. Pendidikan Masa Orde Lama
II. Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di
bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan
akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di
masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan
dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang
kelas sosial.
JJ. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak
generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat
kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada
halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena
diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu
era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap
orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Orde lama berusaha membangun

9
masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban
antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan.
KK. Banyak pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-
betul dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan
politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai alat negara maupun kaum
dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata: “….sungguh alangkah hebatnya kalau
tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rasul Kebangunan!
Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat ‘menurunkan’
kebangunan ke dalam jiwa sang anak,”
LL.Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh
perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
MM. Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan
dengan sistem “among” berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan,
kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan
semboyan “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” pada
1950 diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang
kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar-dasar pendidikan
dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diundangkan UU No. 22/1961 tentang Pendidikan
Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan
UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa
akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
Kurikulum pendidikan pada masa Orde Lama sebagai berikut :
NN. a. Rentang Tahun 1945-1968
OO. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam
bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih
bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan,
asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan
sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi
Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan
adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
PP. Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan
masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif
dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan
jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran
bela negara.
QQ. b. Rencana Pelajaran Terurai 1952
RR. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana
Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru
mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu
pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun,
dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek
10
sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang
akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar
keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
SS. c. Kurikulum 1964
TT.Fokus kurikulum 1964 adalah pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Panca wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang
studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Pada
kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam pengertian
bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan
fungsional praksis siswa dalam masyarakat.
UU. Dalam masa transisi yang singkat RIS menjadi RI tidak memungkinkan
pemerintah melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang komprohensif yang berlaku
untuk seluruh tanah air. Belanda meninggalkan sekolah kolonial di daerah yang dikuasai
oleh pemerintah RI telah mulai dilaksanakan sistem pendidikan pendidikan yang
direncanakan akan berlaku secara nasional dengan segala kemampuan yang terbatas.
VV. Setelah RIS terbentuk pada bulan Desember 1949 pemerintah RIS dan pemerintah
RI yang menjadi inti dari negara kesatuan dan mempunyai aparat relatif paling lengkap
menandatangani suatu “Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan
Pemerintah Republik Indonesia”. Piagam ini ditanda tangani oleh Perdana Menteri
Republik Indonesia Drs. Moh Hatta dan perdana menteri Republik Indonesia Dr. A
Halim pada tanggal 19 Mei 1950.
WW. Atas dasar piagam ini ada kaitan khusus dengan penyelenggraan pendidikan dan
pengajaran Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RIS dan Kementerian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI mengadakan “pengumuman Bersama pada
tanggal 30 Juni 1950 yang bertujuan untuk sementara tahun ajaran 1950/1951 sistem
pengajaran yang berlaku dalam RI dahului berlaku untuk seluruh Indonesia sampai
sistem itu ditinjau kembali. Pelaksanaan UU Pokok Pendidikan dan Pengajaran
XX. Mengenai pelaksanaan UU No 4 tahun 1950 (juncto UU no 12 tahun 1954) dapat
dilihat pada beberapa jenis pendidikan dan kegiatannya yaitu:
YY. 1) Pendidikan Jasmani
ZZ.Di indonesia departemen olahraga mengejar prestasi olahraga. Sikap ambivalensi ini
dapat dilihat dari UGM yang memasukkan jurusan pendidikan jasmani dalam fakultas
sastar. Pendagogik dan filsafat yang berarti dalam ilmu kerohanian
(Geiisteswissenshafft). Di UI yang aakademi pendidian jasamaninya ada di bandung
dimasukkan dalam fakultas kedokteran artinya digolongkan dalam ilmu alam
(naturrwissenchafft)
AAA. 2) Pendidikan Orang Dewasa
BBB. Pendidikan orang dewasa ini lebih dikenal dengan pendidikan masayarakat yang
diselenggarakan oleh jawatan pendidikan masyarakat. Kegiatan pendidikan masyarakat

11
ditentukan menurut kebjakan pemerintah berdasarkan atas surat keputusan menteri PP
dan K tanggal 15 Februari 1961 Nomor 4223/Kab. Dalam pasal 17 disebutkan:
CCC. a) Merencanakan, memimpin, menggiatkan dan mengawasi pemberantasan
buta huruf.
DDD. b) Merencanakan, memimpin, menggiatkan dan mengawasi pengetahuan
umum
EEE. c) Mengusahakan buku-buku untuk mengisi perpustakaan rakyat.
FFF. d) Mengikuti dan mrmbantu perkembanagan gerakan pramuka
GGG. e) Mengusahakan buku-buku pimpinan dan pelajaran untuk pemberantasan
buta huruf, serta buku-buku dan majalah-majalah untuk memelihara dan memperdalam
kecakapan membaca dan menulis
HHH. f) Memimpin dan mengawasi pendidikan jasmani di luar sekolah
III. g) Menyelenggarakan kursus-kursus kader untuk pendidikan masyarakat.
JJJ.h) Memajukan dan membantu gerakan kepanduan
KKK. i) Membantu inisiatif masyarakat untuk memajukan kaum wanita.
LLL. Pada bulan Agustus 1955 diadakan konferensi Pendidikan masyarakat yang telah
membuat keputusan: “mengusahakan memelihara hubungan baik dan sehat dengan
masyarakat dan instansi/ badan-badan yang mempunyai tugas sama/sejenis dalam
pembinaan dan pembangunan masyarakat atas dasr pekerjaaan terhadap pejabat-pejabat
dan instansi-instansi pendidikan masyarakat.
MMM. 3) Pendidikan Luar Biasa
NNN. Berdasarkan surat keputusan menteri PP dan K nomor /Kab. Tanggal 9 Agustus
1953 jawatan pengajaran membentuk sebuah instansi urusan Pendidikan Luar Biasa yang
bertugas “mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan luar bias di
Indonesia”. Inspeksi pendidikan guru pun mempunyai “inspeksi sekolah guru luar biasa”
yang ditandatangani oleh Pendidikan Luar Biasa ini ilaha para tuna netra, tuna rungu,
tuna wicara dan lemah ingatan bahkan anak-anak cacad tubuh seperti Yayasan
Pemeliharaan Anak-Anak Cacad dari Dr. Soeharso. Kebanyakan pendidikan semacam ini
banyak dikelola oleh yayasan-yayasan sedangkan pemerintah turut memberi bantuan
material, fungsional dan tenaga pengajar.
OOO. 4) Pendidikan Guru
PPP. Pada tahun 1951 jawatan pengajaran telah membuat rencana 10 tahun kewajiban
belajar. Diperkirakan pada tahun itu jumlah anak yang bersekolah kira-kira sebesar
5.921.200. Untuk itu diperkirakan diperlukan tenaga guru sebesar 118.424 orang. Untuk
maksud tersebut diperlukan pengadaan guru yamg amat mendesak. Sehubungan dengan
itu kementerian PP dan K melalui kerjasama PGRI menyelenggarakan pendidikan guru
darurat yaitu berupa kursus-kursus yang berbnetuk kursuss pengajar untuk kursusu
pengantar kewajiban balajar atau di singkat KPKPKB. Di setiap kabupaten terdapat dua
KPKPKB dengan masing-masing murid 80 orang.
QQQ. 5) Pendidikan kejuruan

12
RRR. Setelah Indonesia merdeka pendidikan kejuruan masih elatif terbelakang
dibandingkan debgabn pendidikan umum. Kendala-kendalanya anrara lain karena
pendidikan umum masih menjanjikan kemungkinan untuk memperolah pendidikan
setinggi-tingginya disamping itu lowongan pekerjaan ketika itu masih terbuka. Selain itu
peralatan tidak mencukupi, tenaga pengajar kurang dan pemahaman masyarakat sendiri
terhadap manfaat pendidikan kejuruan itu belum banyak sehingga mereka enggan
menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah kejuruan.
SSS. Sehubungan dengan kurangnya alat pendidikan maka pada tahun 1951 pemerintah
dengan bantuan luar negeri mencoba memesan alat-alat untuk sekolah teknik, tetapi
setelah bantuan ada pelaksaaannya tidak lancar karena tidak ada tenaga yang
menggunakannya dan infrastruktur berupa gedung masih belum tersedia.
TTT. 6) Pendidikan wanita
UUU. UU Nomor 4 tahun 1950 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para kaum
wanita untuk mengikuti semua jenis dan jenjang pendidikan sehiingga dapat menjamin
kehidupan mereka dalam masyarakat sebagai WNI yang sederajat dengan kaum pria.
Sehubungan dengan itu selain sekolah-sekoah umum yang dapat diikuti oleh kaum
wanita sampai ke jenjang setinggi-tingginya. Ketika itu pemerintah menyelenggarakan
pula pendidikan-pendidikan kejuruan wanita seperti Sekolah Kepandaian Puteri (SKP)
dan Sekolah Guru kepandaian Puteri (SGKP). Di SKP dibuka kejuruan-kejuruan seperti
menjahit, memasak, kerajianan tangan, memimpin rumah tangga, mengasuh anak.
VVV. 7) Pendidikan Agama
WWW. Berdasarkan peraturan bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama maka di
setiap sekoah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama
sebanyak dua minggu sekali saejak di kelas IV kecuali untuk lingkungan istimewa
diberikan sejak kelas I. Pendidikan agama diberikan menurut agama murud masing-
masing. Guru-guur agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama serta biaya
pendidikan di tanggung oleh kementerian agama. Yang nantinya sistem ini juga berlaku
di sekolah-sekolah swasta jika pengurusnya mengkehendakinya dan orang tua murid
memintanya.
XXX. 8) Pendidikan Tinggi
YYY. Dalam rangka pelaksanaan UU darurat Nomor 7 Ferbruari 1950, dibentuklah
Universitas Indonesia dengan Ir. Surachman sebagai presiden (rektor) Universitas ini
merupakan gabungan anatara balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia dengan
Universiteit van Indonesie, termasuk cabang-cabangnya dari berbagai fakultas di Bogor,
Bandung, Surabaya dan Makasar.
ZZZ. 9) Pendidikan Swasta
AAAA. Pada zaman koonial Belanda mengijinkan berdiri sekolah-sekolah swata yang
diselenggarakan oleh misi katolik dan zending Protestan. Namun demikian terhadap
masyarakat islam yang sejak lama mempunyai lembaga-lembaga pendidikan tersendiri
seperti madrasah-madrasah, pemerintah kolonial melakukan kebijakan politik van
onthouding (politik tidak campur).
13
BBBB. Dalam masa kemerdekaan terutama dalam periode antara tahun 1950-1959
bermunculan sekolah swasta, baik yang baru berdri ataupun melanjutkan kembali
sekolah-sekolah swata yang pernah ada sebelumnya. Sekolah-sekolah swata itu tidak
ahnya atas dasar agama isalam seperti Muhamadiyah tetapi juga atas dasar aagama
protestan dan katolik.
CCCC. Meskipun ada lembaga pendidikan dari berbagai bidang dan jenjang pendidikan
yang diselenggarakan oleh pihak swata ini, pemerintah PP dan K tetap melakukan tugas
koordinasi. Selain memberikan subsidi untuk sekolah swata yang belum memenuhi
syarat, pemerintah juga menyediakan tenaga-tenaga pengajar untuk diperbantukan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kurikulum penting untuk menjaga keberlangsungan manusia, sebab sifatnya


yang fungsional dan mempersiapkan individu untuk menghadapi masalah-masalah di
dalam masyarakat. Oleh karna itu Lembaga pendidikan tidak hanya mengembangkan
intelektualitas dan skill siswa, tetapi juga mengarah pada   bagaimana   siswa   dapat
berpartisipasi   dalam   kehidupan   sosial masyarakat. Tujuan utama kurikulum jenis
ini adalah mempersiapkan siswa untuk dapat menghadapi tantangan,   termasuk  di
dalamnya  ancaman  dan  hambatan. Tujuan  dan  isi  kurikulum  ini  setiap  tahun
dapat  berubah, tergantung  dari perubahan dan perkembangan masyarakat.

14
DAFTAR PUSAKA

https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/6847431/joe-1-2011-042-with-cover-page-v2.pdf?
Expires=1639463217&Signature=c-
NY2LFQGgqkEx9aAMkLNw4CYTtitwNLu83F2mo3mSaIrAK-
rL5L14Rk07b10b~Y9Pi5GSYzYkRtVxV2Vr8FezJXJiY5wPoeUUWAWMCijyvEfsIbkhZ32ON
OY9avbS313LHXNkHpjT1ztlLGikYcqi8rh2cQP3hQLNKUlrrrN2WrxuhlAyo54QxJlXBbxATC
pDGum52EgUMgyG0S6k22lb~3uOR59Wxa4yPqpQY1CmbNGgVa8mrJrTBAPdq~EOk-
h8q9Wz7NwptM2Nh0wTg-AuTp29Qou4SJ70rHN-JnJxsbA-
gWG7aeuuARySWgjMqfGVmPGqUiDt0RcvFvDODwwg__&Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA

http://eprints.umsida.ac.id/8284/1/8-Gadis%20Arifia-182071200001.pdf

http://pai.ftk.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/233

15

Anda mungkin juga menyukai