Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep penyakit Syok Hemoragic


1. Definisi

Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan


hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya
terjadi akibat perdarahan yang masi

2. Etiologi

Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik:

a) Terapi antitrombosis
b) Koagulopati
c) Perdarahan saluran pencernaan
d) Varises esofagus
e) Ulkus peptikum dan duodenum
f) Ca gaster dan esofagus
g) Obstetrik/ginekologi
h) Plasenta previa
i) Abruptio plasenta
j) Ruptur kehamilan ektopik
k) Ruptur kista ovarium
l) Paru
m) Emboli pulmonal
n) Ca paru
o) Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis
p) Rupturaneurisma
q) Perdarahan retroperitoneal
r) Trauma
s) Laserasi
t) Luka tembus pada abdomen dan toraks
u) Ruptur pembuluh darah besar

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai akibatnya


akan menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun di
bawah normal dan timbul syok.

3. Patofisolohgi

Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan nadi.


Perubahan ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus aorta dan atrium. Dengan
berkurangnya volume darah yang beredar, terjadi peningkatan rangsang simpatis.
Reaksi ini menimbulkan peningkatan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan
penurunan distribusi aliran darah pada organ-organ nonvital, seperti kulit, saluran
pencernaan, dan ginjal. Pada perdaharan, terjadi respon-responhormonal.
Corticotropin-releasinghormone terstimulasi secara langsung. Hal ini
menyebabkan pelepasan glukokortikoid dan betaendorphin. Kelenjar pituitari
posterior akan melepas vasopressin, menyebabkan retensi air pada tubulus distal.
Renin dilepaskan oleh kompleks juxtamedularis sebagai respon dari penurunan
MAP (MeanArerialPressure), sehingga meningkatkan aldosteron dan berujung
resoprsi natrium dan air. Hiperglikemia sering didapatkan pada perdarahan akut
karena glukagon dan growthhormone meningkat pada gluconeogenesis dan
glikogenosis. Peredaran katekolamin menghambat pelepasan dan aktivitas insulin
secara relative sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah. Semakin
memburuknya hipovolemia dan hipoksia jaringan, terjadi peningkatan ventilasi
sebagai usaha kompensasi dan dapat menjadi asidosis metabolik dari karbon
dioksida yang diproduksi.

4. Patway
5. Manifestasi klinis
Gejala klinis tunggal jarang ditemukan saat diagnosis syok ditegakkan.
Pasien bisa mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang
(gejala pecahnya aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang
tipe, jumlah, dan lama perdarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes
diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan
lamanya perdarahan. Untuk perdarahan pada saluran cerna sangatlah penting
dicari asal darah dari rectum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah
darah yang hilang dari saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang
keluar dari rectum harus diduga adanya perdarahan hebat sampai dibuktikan
sebaliknya. Syok umumnya memberi gejala klinis seperti turunnya tanda vital
tubuh: hipotensi, takikardi, penurunan urinoutput, dan penurunan kesadaran.
Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh. Gejala
umum lainnya yang bisa timbul adalah kulit kering, pucat, dan dengan
diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi, dan tidak sadar. Pada fase awal nadi
cepat dan dalam dibandingkan denyutnya, tekanan darah sistolik bisa saja masih
dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat
pada anemia kronik. Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat
kemungkinan adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk
mengevaluasi apakah terdapat gejala hemotoraks, suara nafas akan turun, serta
suara perkusi redup di area dekat perdarahan. Pemeriksaan jasmani Periksa
abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal. Periksa panggul apakah ada
ekimosis yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Lakukan pemeriksaan
rectum untuk mengetahui asal darah yang keluar dari rectum. Pasien dengan
riwayat perdarahan vagina dilakukan pemeriksaan pelvis lengkap dan lakukan tes
kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.

6. Terapi
a) Pemeriksaan jasmani
b) Akses pembuluh darah
c) Terapi awal cairan
d) Transfusi darah
e) Evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Anamnesis

Dalam anamnesis, keluhan dan presentasi klinis dari pasien syok


hemoragik dapat beragam. Umumnya, pasien akan mengeluhkan lemas, pucat,
gelisah, atau nyeri punggung bawah (dapat terjadi akibat ruptur aneurisma aorta
abdominalis). Pasien lain mungkin dapat tiba dengan ambulans dan dengan
keadaan tidak sadar.

Hal penting yang perlu ditanyakan pada kasus syok hemoragik adalah
mekanisme trauma atau penyebab perdarahan lainnya serta volume/jumlah
perdarahan dan durasinya.

Perdarahan dapat terjadi eksternal dan internal. Perdarahan internal seperti


pada rongga pleura, abdomen, mediastinum, dan retroperitoneum akibat trauma
tumpul atau benturan tidak mudah diidentifikasi sehingga seringkali menyebabkan
kematian. Oleh karena itu, penting untuk menanyakan mekanisme trauma serta
bagian tubuh mana yang terkena benturan.

Riwayat gangguan perdarahan, riwayat operasi, serta riwayat penggunaan


obat-obatan antitrombotik juga perlu ditanyakan.

Selain itu, tanyakan juga mengenai intervensi yang sudah diberikan


sebelum masuk Rumah Sakit seperti pemberian cairan dan perubahan tanda-tanda
vital.

b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik syok hemoragik dapat dilakukan dengan terarah. Pasien
dapat tampak gelisah, bingung, atau pucat. Indikator klinis tanda syok adalah
tanda-tanda vital yang abnormal, seperti hipotensi, takikardia, nadi melemah,
menurunnya capillary refill time (CRT), penurunan output urine, dan perubahan
status mental.
Survei Primer berdasarkan Advanced Trauma Life Support (ATLS)

Pada syok hemoragik dengan etiologi trauma, pemeriksaan fisik sebagai


survei primer harus dilakukan sesuai dengan anjuran Advanced Trauma Life
Support (ATLS) dengan urutan:
1) Airway maintenance dengan pembatasan gerakan tulang servikal
Melakukan pemeriksaan patensi jalan napas dengan inspeksi adanya benda asing
dan fraktur fasial, mandibular, trakea atau laring. Pemeriksaan dilakukan dengan
tetap memasang cervical spine. Chin-lift atau jaw-thrust merupakan manuver
yang dapat digunakan .
2) Breathing and ventilation
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat posisi trakea, adanya distensi vena
jugular serta inspeksi dan palpasi untuk deteksi cedera pada dinding dada.
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
Pemeriksaan fisik dengan menilai kesadaran, tanda-tanda vital, tanda-tanda
kehilangan darah seperti kulit tampak pucat, identifikasi sumber perdarahan  baik
secara eksternal dan internal serta perkiraan jumlah perdarahan, dan
menghentikan perdarahan. Kemungkinan kehilangan darah akut pada perdarahan
internal dapat terjadi akibat trauma pada toraks, abdomen, retroperitoneum, pelvis
dan tulang panjang

4) Disability (evaluasi status neurologis)

Melakukan pemeriksaan neurologi secara cepat mencakup kesadaran (GCS),


ukuran dan reaksi langsung/tidak langsung pupil, tanda lateralisasi, dan trauma
medulla spinalis.

5) Exposure/Environmental control
Pada pemeriksaan exposure, lepaskan pakaian pasien lalu lakukan pemeriksaan
keseluruhan untuk menilai adanya trauma di tempat lain. Berikan selimut hangat
untuk mencegah terjadinya hipotermia yang dapat memperberat syok hemoragik.
Identifikasi perdarahan dilakukan baik secara eksternal dan internal. Perdarahan
internal dapat diidentifikasi dan dinilai menggunakan pemeriksaan fisik dan
pencitraan seperti xray atau Focused Assessment Sonography in Trauma (FAST).
Umumnya perdarahan internal terjadi akibat trauma pada toraks, abdomen, pelvis
dan tulang panjang seperti femur.
Adanya mekanisme kompensasi, faktor usia, dan penggunaan obat-obatan tertentu
dapat menyebabkan pasien syok datang dengan tekanan darah dan denyut nadi
yang normal. Pemeriksaan fisik pada pasien syok hemoragik harus dilakukan
dengan menyeluruh dan dalam keadaan tidak berpakaian.

Temuan pada pemeriksaan fisik dapat meliputi organ berikut :

a) Kepala, Mata, Telinga, Hidung

Laserasi pada kulit dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan karena kulit
kepala kaya akan pembuluh darah. Muka dapat terlihat pucat. Konjungtiva yang
anemis dapat menandakan anemia yang kronis. Hidung dan telinga diperiksa
untuk mencari sumber perdarahan.
b) Toraks
Pada hemotoraks akan terjadi penurunan suara napas dan perkusi yang redup pada
sisi perdarahan. Distensi vena jugular mengindikasikan tension hemotoraks atau
hemotoraks dengan kompresi paru jantung yang kontralateral. Pada cardiac
tamponade akan muncul Beck’s triad, yaitu bunyi jantung menjauh, distensi vena
jugularis, dan hipotensi.

c) Abdomen
Trauma pada hepar atau limpa adalah penyebab utama syok hemoragik. Tanda-
tanda perdarahan intraabdominal seperti distensi, nyeri saat palpasi, dullness pada
perkusi, serta ecchymosis dapat mengindikasikan perdarahan intraabdomen.
Rektal dan Vagina

Pemeriksaan rektal untuk evaluasi hemoroid internal/ eksternal serta dengan


riwayat perdarahan pervagina dilakukan pemeriksaan panggul dan tes kehamilan
untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding syok hemoragik adalah jenis syok lainnya, seperti syok
kardiogenik, syok septik, dan syok neurogenik. Kemungkinan syok hemoragik
terutama harus dipertimbangkan pada pasien trauma.

a) Syok Septik

Manifestasi klinis syok septik dapat berupa demam, menggigil, kaku,


perubahan status mental, serta tanda dan gejala infeksi. Riwayat operasi seperti
splenektomi (pada sickle cell disease) serta kondisi imunosupresi merupakan
faktor risiko syok septik. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suhu tubuh
meningkat (> 38˚C), menurun (<36˚C), atau normal. Selain itu, pasien dapat
menunjukkan takikardia dan hipotensi. Pada awal syok dapat ditemukan
ekstremitas hangat, setelah itu ekstremitas akan menjadi dingin akibat proses
syok. Diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah
lengkap (jumlah leukosit dapat meningkat/ menurun), peningkatan serum
kreatinin, CRP, fungsi hati, Prothrombin Time (PT), International Normalized
Ratio (INR) serta Partial Thromboplastin Time (PTT). Selain itu, diperlukan
pemeriksaan serum laktat, analisa gas darah serta kultur darah.
b) Syok Neurogenik

Pada anamnesis dapat ditemukan adanya trauma pada otak dan medula spinalis
serta riwayat tindakan epidural atau spinal. Pada pemeriksaan fisik, dapat
ditemukan hipotensi, bradikardia, hipotermia, warm dry peripheries with
bounding pulses, priapisme, serta kelumpuhan anggota gerak.
Untuk membantu menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan MRI tulang
belakang untuk melihat adanya cedera atau kompresi pada medula spinalis yang
menyebabkan syok neurogenik.
c) Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik dapat terjadi setelah sindrom koroner akut. Manifestasi klinis


dari syok kardiogenik, antara lain nyeri dada, sesak napas, diaforesis, mual
serta dusky extremities. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan
penunjang berupa elektrokardiogram (EKG), ekokardiogram yang dapat
menunjukkan low ejection fraction serta kerusakan struktural dari jantung serta
pemeriksaan enzim jantung akan menunjukkan peningkatan troponin
dan creatinine kinase-MB (CK-MB).
d) Syok Obstruktif

Sebagian besar syok obstruktif disebabkan oleh penyebab ekstrakardiak yang


menurunkan curah jantung seperti pada gangguan aliran darah dari jantung kanan
ke jantung kiri pada emboli paru serta gangguan pengisian jantung kanan secara
mekanik atau karena penurunan aliran balik vena ke jantung kanan akibat
kompresi ekstrinsik pada tension pneumotoraks, tamponade perikardial,
kardiomiopati restriktif serta perikarditis konstriktif.
Pada pemeriksaan fisik umumnya ditemukan perubahan status mental dan tanda-
tanda vital seperti jenis syok lainnya. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan foto toraks dada, ekokardiogram
serta Focused Assessment with Sonography in Trauma (FAST).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan pada syok hemoragik. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
dilakukan, antara lain :

Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan untuk mengidentifikasi sumber trauma atau
perdarahan. Pencitraan yang dapat dilakukan pada syok hemoragik adalah :

Focused Assessment with Sonography in Trauma (FAST) :

FAST dilakukan untuk mendiagnosis perdarahan intraperitoneal dan intratorakal


pada kasus trauma. Pemeriksaan FAST telah menggantikan diagnostic peritoneal
lavage sebagai pemeriksaan dalam mengidentifikasi cairan intraperitoneal pada
kasus trauma. Pemeriksaan FAST mengevaluasi perikardium, abdomen dan pelvis
dalam upaya identifikasi adanya cairan intraabdomen.
Foto Rontgen :

Foto rontgen toraks dan pelvis dilakukan pada kasus syok hemoragik. Foto
rontgen toraks untuk evaluasi hemotoraks yang ditandai opasitas pada satu atau
kedua rongga pleura. Foto rontgen pelvis dilakukan untuk mengidentifikasi
fraktur pelvis.

CT-Scan :

Pemeriksaan CT-scan secara sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis adanya


perdarahan intratoraks, intraabdominal, dan retroperitoneal. Namun, resusitasi
awal harus dilakukan terlebih dahulu dan tetap lakukan pemantauan kardiak
selama CT-scan dilakukan.
Esophagogastroduodenoscopy (EGD) dan Kolonoskopi :

EGD merupakan pemeriksaan pilihan untuk perdarahan gastrointestinal akut


bagian atas seperti varises esofagus karena memberikan diagnosis spesifik dan
pilihan penatalaksanaan. Sedangkan, kolonoskopi sebagai pemeriksaan dalam
mendiagnosis perdarahan gastrointestinal akut bagian bawah.

Angiografi :
Dalam kasus perdarahan gastrointestinal akut bagian bawah, angiografi salah satu
pemeriksaan terbaik dalam melokalisasi sumber perdarahan, bahkan dapat
mendeteksi perdarahan minimal 1-2 mL/ menit. Angiogram selektif dari celiac,
mesenterika superior dan arteri mesenterika inferior dilakukan untuk menemukan
area perdarahan. Angiografi juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan
menatalaksana fraktur pelvis.

Pemeriksaan Laboratorium

Umumnya, nilai-nilai pemeriksaan laboratorium tidak membantu dalam


perdarahan akut karena tidak berubah sampai redistribusi cairan interstisial ke
dalam plasma darah terjadi setelah 8-12 jam. Namun, pemeriksaan laboratorium
tetap dilakukan sebagai penunjang dalam syok hemoragik. Beberapa pemeriksaan
yang dilakukan, antara lain :

Analisa Gas Darah (AGD):

AGD merupakan pemeriksaan terpenting dalam syok berat. Asidosis adalah


indikator terbaik pada syok di mana terjadi ketidakseimbangan oksigen dalam
jaringan. Gas darah dengan pH 7,30-7,35 merupakan asidosis ringan yang dapat
ditoleransi dan tidak mengganggu hemodinamik. Apabila pH <7,25, aksi
katekolamin akan terganggu sehingga hipotensi menjadi tidak responsif terhadap
inotropik.

Asidosis metabolik merupakan tanda kurangnya oksigen yang memadai dan perlu
resusitasi lebih agresif. Selain itu, perlu dilakukan juga pemeriksaan kadar serum
laktat. Peningkatan serum laktat pada keadaan syok terjadi akibat metabolisme
anaerob, gangguan mitokondria dalam memenuhi kebutuhan oksigen, serta
disfungsi hepar.

Analisa gas darah dapat menggunakan darah vena apabila arteri tidak dapat
dilakukan.
Pemeriksaan Hematologi :

Umumnya, kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) tidak berubah dari nilai
normal setelah perdarahan akut. Kadar Ht dapat berubah setelah resusitasi dengan
cairan kristaloid karena perpindahan cairan ekstraseluler ke intravaskular.

Selain itu, diperlukan pemeriksaan dan pencocokan golongan darah untuk


kebutuhan transfusi. Individu dengan penyakit jantung memiliki risiko lebih tinggi
terhadap iskemia miokard dan anemia sehingga perlu dipertimbangkan untuk
melakukan transfusi darah ketika Hb dibawah 7 mg/ dL.

Pemeriksaan Koagulasi :

Hasil pemeriksaan koagulasi dapat saja normal pada awal perdarahan akut,
kecuali ada riwayat penggunaan warfarin, low molecular weight
heparin (LMWH), antiplatelet, serta riwayat insufisiensi hepar. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah PT dan aPTT untuk identifikasi masalah hemostasis sekunder.
Proses koagulasi yang disebabkan oleh trauma dapat juga terjadi sehingga
pemeriksaan koagulasi dapat membantu untuk menentukan jenis transfusi yang
harus dilakukan.

Pemeriksaan Kimia Klinik :

Pemeriksaan kimia klinik seperti kadar elektrolit tidak berubah pada awal
perdarahan akut, namun dapat berubah setelah dilakukan resusitasi. Kadar sodium
dan klorida dapat meningkat secara signifikan setelah resusitasi dengan pemberian
cairan isotonik natrium klorida sehingga menyebabkan non–ion gap acidosis yang
dapat memperparah asidosis.
Peningkatan kadar kalium dan penurunan kadar kalsium dapat terjadi setelah
dilakukan transfusi darah. Hasil pemeriksaan fungsi ginjal seperti kreatinin dan
ureum umumnya dalam batas normal, kecuali pasien memiliki riwayat penyakit
ginjal sebelumnya.
Pemeriksaan Lainnya

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan pada syok hemoragik adalah


pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dalam mendeteksi disritmia serta serum
ADAMTS13, HSP27 dan sP-Selectin sebagai penanda prognostik dalam
memprediksi multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dan mortalitas
setelah syok hemoragik. 

2. Analisa Data
Tabel 2.1

Tangg Data senjang ( DS & Etiologi Masalah


al DO) keperawatan
DS : Penurunan Penurunan
DO : aliran darah ke curah jantung
- Palpitasi jantung ( D.0008)
- Dispnea
- Nadi meningkat Iskemik pada
- Kadar CK-MB jaringan
meningkat miokard

Suplai oksigen
ke miokard
menurun

Hipoksia

Penurunan
curah jantung
DS : Fasokontriksi Perfusi Perifer
DO : pembuluh tidak efektif
- Akral dingin darah
Tangg Data senjang ( DS & Etiologi Masalah
al DO) keperawatan
- CRT > 3detik

Kulit

Akral dingin

Perfusi perifer
tidak efektif
DS : Dispnea Suplai oksigen Gangguan
DO : ke miokard pertukaran gas
- PCO2 meningkat menurun (D.0003)
- Takikardia
- Bunyi nafas
tambahan Metabolisme an
- Nilai AGD aerob

Terjadi
peningkatan
asam laktat

Gangguan
pertukaran gas
DS : Perdarahan Hipovolemia
-
DO : Keluarnya
- Perdarahan banyak darah
- Produksi cairan
bercampur darah Kehilangan
- Mukosa bibir volume cairan
Tangg Data senjang ( DS & Etiologi Masalah
al DO) keperawatan
kering

Hipovolemia

3. Diagnosa Keperawatan Menurut Prioritas


a) Penurunan curah jantung b.d penurunan aliran darah ke jantung
d.d dispnea
b) Gangguan pertukaran gas b.d Suplai oksigen ke miokard
menurun d.d nilai AGD
c) Perfusi perifer tidak efektif b.d fasokontriksi pembulu darah d.d
CRT >3 detik
d) Hipovolemia b.d perdarahan d.d adanya perdarahan
4. Intervensi keperawatan
Tabel 3.1

No. Dx Tujuan Rencana Tindakan Rasional


I Setelah dilakukan O: observasi kekuatn 1. Untuk mengetahui
Penuruna tindakan keperawatan nadi perifer kekuatan nadi
n curah selama 1x24 jam N: pasang monitor perifer
jantung diharapkan penurunan jantung 2. Untuk memonitor
curah jantung dapat E: kolaborasi jantung pasien
teratasi dengan Kriteria pemberian antiaritmia 3. Untuk mencegah
Hasil : aritmia
I E
R R
Kekuata 3 5
n nadi
perifer
No. Dx Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Palpitas 4 5
i

Gambar 3 5
an EKG
Aritmia
takikard 4 5
ia
II Setelah dilakukan O: observasi 1. untuk mengetahui
Ganggua tindakan keperawatan kecepatan oksigen kecepatan oksigen
n selama 1x24 jam N: pertahankan pasien
pertukara diharapkan gangguan kepatenan jalan nafas 2. untuk mengurangi
n gas pertukaran gas pasien K: Kolaborasi syok
dapat teratasi dengan pemberian oksigen 3. untuk
Kriteria Hasil : mempertahakan jalan
I E nafas
R R
Tingkat 4 5
kesadar
an

dispnea 3 5

takikard 3 5
ia
Bunyi 3 5
nafas
tambah
an
Pola 3 5
No. Dx Tujuan Rencana Tindakan Rasional
nafas
III Setelah dilakukan O: periksa sirkulasi 1. Untuk
Perfusi tindakan keperawatan perifer mengetahui
perifer selama 2x24 jam (nadi,perifer,warna,su perifer pasien
tidak diharapkan menjadi hu) 2. Untuk
efektif orang tua dapat teratasi T: lakukan hidrasi memperbaiki
dengan Kriteria Hasil : -lakukan pencegahan sirkulasi
IR ER infeksi 3. perifer dan
Warna kulit 4 5 E: informasi tanda pencegahan
dan gejala darurat yg infeki
Pengisian 4 5 harus di laporkan 4. spuntuk
akral mengetahui
Akral 4 5 gejala darurat

IV Setelah dilakukan O: Mengidentifikasi 1. untuk


hipovole tindakan keperawatan dan mengelola mengontrol
mi selama 2x24 jam penurunan volume kebutuhan
diharapkan hipovolemi cairan intravaskuler cairan pasien
dapat teratasi dengan T: hitung kebutuhan 2. untuk
Kriteria Hasil : cairan mengetahui
IR ER E: anjurkan balance
Orput 3 5 memperbanyak cairan pasien
pasien asupan cairan oral 3. untuk
Membran 3 5 E: kolaborasi mencegah1de
mukosa pemberian cairan iv hidrasi
lembab isotonis 4. untuk
memenuhi
kebutuhan
cairan
Dapus :
1. Price S, Wilson L. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th 2.
Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI; 1104. ed. Vol. 1. Jakarta: EGC; 1103.
3. American CollegeofSurgeonsCommitteeon Trauma. Advanced Trauma Life
SupportsforDoctors. United States of America; 1104. 4. Sudoyo A, Setiyohadi
B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. 4th 5. Ganong
W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1102. ed. Jakarta: 1106 6.
Gutierrez G, Reines HD, Wulf-Gutierrez ME. Clinicalreview:
Hemorrhagicshock. Availablefrom:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1065003/. Publishedonline
2nd April 1104. Accessedon 1st 7. Udeani J. Hemorrhagicshock.
Availablefrom January113. http://emedicine.medscape.com/article/432650-
overview#a0104. Lastupdated 6thDecember115. Accessedon 1st 8. Steven,
Parks N. Advanced trauma lifesupport (ATLS) fordoctors. Jakarta: Ikatan Ahli
Bedah Indonesia (IKABI); 1104. January113. 9. Wirjoatmodjo, Karjadi.
Anestesiologi dan reanimasi modul dasar untuk pendidikan S1 kedokteran.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional; 1100. 10. Latief, Said A. Petunjuk praktis anestesiologi. 2nd 11.
Mulyono I. jenis-jenis cairan. In: SymposiumofFluidandNutritionTherapy in
TraumaticPatients. Jakarta: Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM.

Anda mungkin juga menyukai