Anda di halaman 1dari 188

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Bijih Besi mulai dikenal sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1843

olehVan Wrede. Bijih Besi merupakan salah satu komoditas utama

dalamperdagangan internasional. Hingga saat ini, dalam peradaban manusia

yangsudah jauh lebih maju, kebutuhan akan Bijih Besi semakin meningkat

untukmenunjang industri-industri dunia.

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya mineral

yangmelimpah. Diantaranya adalah Batubara, Nikel, Emas, Perak, Timah, Bijih

Besi, dan sebagainya. Salah satu pulau di Indonesia yang memiliki cadangan

mineralcukup banyak adalah Pulau Timor.

Kabupaten Timor Tengah Utara adalah salah satu kabupaten yangterletak di

Pulau Timor, tepatnya berada di provinsi Nusa Tenggara Timur denganluas

wilayah ±2.670 km2. Kabupaten Timor Tengah Utara juga termasukdaerah yang

memiliki kekayaan sumber daya mineral yang cukup, seperti emas, mangan dan

mineral berharga lainnya, salah satunya adalah Bijih Besi.Bijih Besi di Kabupaten

Timor Tengah Utara tersebar di beberapa daerah, salah satudiantaranya adalah di

Desa Femnasi dan Desa Aplasi, Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor

Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Keterdapatan Bijih Besi di Miomaffo Timur dinilai cukup ekonomis,dengan

kadar Bijih Besi yang memenuhi standar industri serta cadangan BijihBesi yang

cukup. Perusahaan kami menilai bahwa kegiatan pertambangan diKabupaten

Timor Tengah Utara khususnya Kecamatan Miomaffo dapatdilaksanakan. Sebelum

1
melakukan kegiatan penambangan perlu adanya dibutuhkan suatu perencanaan

tambang yang baik agar kegiatan penambangan dapat dilakukan terus-menerus.

Perencanaan tambang merupakan kegiatan pembuatan rancangan tambang

dimana kegiatan penambangan tersebut dapat mencapai Ultimate Pit Limit (UPL)

dalam jangka waktu tertentu secara aman dan menguntungkan hingga pembuatan

tahapan penambangan itu sendiri. Tahap-tahap dalam perencanaan tambang adalah

pembuatan desain batas akhir cast, penjadwalan produksi (pushback), menentukan

kebutuhan peralatan, menentukan sarana penyaliran tambang, menentukan

pengolahan bijih yang akan dilakukan, menentukan pengelolaan lingkungan yang

akan digunakan, menentukan K3 yang akan diterapkan, pengelolaan sumber daya

manusia, menentukan corporate social responsibility (CSR), dan analisis

keekonomian yang pada akhirnya dalam perencaan tambang ini akan menentukan

apakah perencaan tersebut menguntungkan atau tidak untuk dilakukan.

PT. Timor Iron merupakan perusahaan tambang yang telah memiliki Izin

Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi untuk bijih besi dengan luas ±

66,4577 hektar. PT. Timor Iron telah melakukan kegiatan eksplorasi sehingga telah

memperoleh informasi mengenai bentuk endapan serta penyebarannya sebelum PT.

Timor Iron melakukan tahap penambangan, diperlukan suatu perencanaan tambang

yang akan menjadi pedoman perusahaan tersebut pada kelayakan teknis dan

ekonomi untuk itu akan disusun laporan perencanaan tambang ini, untuk

memenuhi kebutuhan tersebut dengan judul “Laporan Perencanaan Tambang

PT. Timor Iron”

2
1.2 RumusanMasalah
Adapun permasalahan yang di bahas dalam laporan ini yakni :

1. Bagaimana perhitungan dan permodelan cadangan endapan bijih besi

menggunakan software surpac ?

2. Bagaimana sistem penambangan yang diterapkan pada endapan bijih besi di

daerah Ijin Usaha Pertambangan ?

3. Bagaimana perencanaan geoteknik dan analisis kestabilan lereng pada pit ?

4. Bagaiamana desain jalan tambang yang dapat di gunakan pada penambangan

endapan bijih besi menggunakan softwere surpac ?

6. Bagaimana penempatan infrasruktur pada wilayah Ijin Usaha Pertambangan ?

7. Apa saja peralatan mekanis yang di butuhkan dalam penambangan endapan

bijih besi ?

8.Bagaiamana menganalisis keuntungan pada penambangan endapan bijih besi ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam laporan ini yakni :

Adapun permasalahan yang di bahas dalam laporan ini yakni :

1. Untuk mengetahui perhitungan dan permodelan cadangan endapan bijih besi

menggunakan software surpac.

2. Untuk mengetahui sistem penambangan yang diterapkan pada endapan bijih besi

di daerah Ijin Usaha Pertambangan.

3. Untuk mengetahui perencanaan geoteknik dan analisis kestabilan lereng pada

pit.

4. Untuk mengetahui desain jalan tambang yang dapat di gunakan pada

penambangan endapan bijih besi.

3
6. Untuk mengetahui penempatan infrasruktur pada wilayah Ijin Usaha

Pertambangan.

7. Untuk mengetahui peralatan mekanis yang di butuhkan dalam penambangan

endapan bijih besi.

8. Untuk mengetahui menganalisis keuntungan pada penambangan endapan bijih

besi.

1.4 Manfaat

1. Bagi Perusahaan
Sebagai acuan dalam pelaksanaan penambangan sesuai dengan perancanaan
yang dibuat.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan referensi dalam mengaplikasikan ilmu dalam mata kuliah
perancanaan tambang

4
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Profil Dan Struktur Perusahaan

2.1.1 Profil PT.Timor Iron

Perusahaan tambang Timor Iron merupakan perusahan yang bergerek di

penambangan bijih besi. Perusahan berdiri pada tanggal 12 Desember 2021 yang

berlokasi di Desa Femnasi dan Desa Aplasi Kecamatan Miomaffo Timur

Kabupaten Timur Tengah Utara. Perusahaan ini memliki wilayah daerah IUP

sebesar ± 66,4577 hektar.

2.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam menjalankan kegiatan penambangannya Perusahaan Timor Iron memilki


sususan kepungurusan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Struktur Kepengurusan Perusahaan PT Timor Iron

5
2.2 Lokasi Izin Usaha Pertambangan

Seacara administratif Desa Femnasi dan Desa Aplasi, Kecamatan Miomaffo Timur,

Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki batas daerahnya

yang terlampir dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Batas – batas administratif Desa Femnasi dan Desa Aplasi, Kecamatan Miomaffo

Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Lokasi dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Timor Iron berlokasi di Desa

Femnasi dan Desa Aplasi, Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara,

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara astronimos Kabupaten TTU terletak antara 9 ̊ 02’ 48’’
6
LS – 9 ̊ 37’36’’ dan anatara 124 ̊ 04’ 02’’ BT – 124 ̊ 46’ 00’’ BT. Luas wilayah Izin Usaha

Pertambangan ± 66,4577 hektar.

Batas-batas wilayah IUP :


Tabel 2.2 Batas Wilayah IUP

Batas Wilayah IUP Longitude Latitute

1 124°30'26.86"E 9°24'53.93"S

2 124°30'50.20"E 9°25'3.20"S
3 124°30'21.76"E 9°25'28.78"S

4 124°30'38.89"E 9°25'32.97"S

Daearah wilayah ijin usaha pertambangan PT Timor Iron ini memiliki jarak 7 km dari pusat

kota dan dapat di tempuh dengan kendaraan roda 2 mau pun 4 dalam kurun waktu ±30 menit

Tabel

7
2.3

Jarak Ibu Kota Kabupaten

8
Gambar 2.2 Peta WIUP
Sumber : olahan penulis

2.3 Kondisi Geologi

2.3.1 Keadaan Topografi

Peta topografi adalah salah satu jenis peta khusus yang menggambarkan bentuk relief

permukaan bumi, meliputi tinggi renadhnya kawasan dengan gambaran garis-garis.

Garis yang dimaksud adalah garis kontur, yaitu garis yang menghubungkan daerah

dengan ketinggian yang sama. Dengan adanya garis tersebut, maka akan memudahkan

pengguna peta memahami ketinggian suatu tempat sehingga dapat memperkirakan

kecuraman atau kemiringan lereng. Keadaan topografi pada daerah IUP bervariasi.

Variasi ketinggian rendah adalah 480 dan variasi ketinggian tinggi 720 dengan

kemiringan lereng 60o.

2.3.2 Keadaan Geologi Perusahaan

9
Berdasarkan peta lembar geologi timor lokasi Izin Usaha Pertambangan terdapat

formasi geologi kompleks mutis :

Batuan malihan berderajat rendah sampai tinggi yang meliputi batusabak, filit,

sekis, amfibolit, sekis amfibolit, kwarsit, genes amfibolit, granulit. Batusabak

keabu-abuan, kecoklatan sampai coklat tua dengan belah sabak sempurna

merupakan sebagian kecil singkapan yang terdapat di Gunung Miomafo dan

Mutis. Filitnya adalah filit serisit, filit arkosa-albit, filit grafit dan filit kwarsitan.

Sekis terdiri dari sekis epidot-klorit-aktinolit, sekis kwarsa-karbonat-muskovit-

klorit dan setempat ditemukan pula sekis kwarsitan-granat pidmontit. Amfibolit

merupakan bagian terbesar di dalam Komplek Mutis dan terdiri dari amfibolit

plagioklas, amfibolit epidot, sekis amfibolit, genes granat amfibolit. Batuan

berderajat granulit adalah genes amfibolit granat, genes granat yang mengandung

staurolit-kianit dan anortosit hornblende pirop. Kadang-kadang di dalam

amfibolit ditemukan pula batuan granitan, gnanodioritan dan dioritan yang

termalihkan. Kwarsit filitan yang tersingkap di bagian hulu sungai Besasi sebelah

barat Gunung Mutis mengandung lensa-lensa dan lapisan tipis kwarsit pejal,

berwarna kemerahan dan sebagian mengandung klorit. Terdapat juga baturijang

gampingan yang terlipat kuat. Bebenapa bongkah gabro dan gabro leuko dengan

mineral-mineral yang terarah ditemukan pula di aliran sungai (Noil) Besi sebehah

timur Gunung Mutis, sedangkan pegmatit granitan yang terkloritkan tersingkap di

kaki Gunung Miomafo. Komplek Mutis diterobos oleh retas yang bersusunan

diabas, diorit hornblende, diorit kwarsa dan retas tersebut agak termalihkan.

Lokasi tipenya tersingkap bagus dan luas di bagian hulu sungai Besasi di sekitar

Gunung Mutis. Singkapannya di Gunung Mutis menunjukkan bahwa batuan ini

menutupi secara tektonik Formasi Aitutu. Kontaknya dengan Formasi Haulasi


10
dan Formasi Noni yang tak teruraikan menunjukkan hubungan yang dekat selalu

ditandai oleh retas yang menerobos keduanya. Komplek Mutis ini ditutupi secara

tektonik oleh Formasi Maubisse yang berumur Perem. Umur Komplek Mutis

diperkirakan berkisar dari Perem (Molengraaff, 1915) sampai PraKarbon

(Tappenbeck, 1940). van West (1941) dan Audley-Charles (1968) menduganya

12 berumur Pra Perem. Satuan serupa di Timor Timur dinamakan Komplek

Lolotoi (AudleyCharles,

2.4 Keadaan Iklim dan Curah Hujan

. Seperti halnya di wilayah lain di Indonesia, Kabupaten TTU juga hanya dikenal

dua musim yaitu kemarau dan hujan. Secara umum, musim kemarau terjadi pada Juni-

September, sedangkan musim hujan pada Desember-Maret. Namun setahun terakhir

telah terjadi perubahan periode musim yang cukup signifikan. Waktu hujan menjadi

lebih panjang dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Tabel 2.4 Jumlah Hari Hujan

BAB III

11
DASAR TEORI

3.1 Bijih Besi

Bijih Besi mulai dikenal sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1843 oleh Van

Wrede. Bijih Besi merupakan salah satu komoditas utama dalam perdagangan

internasional. Hingga saat ini, dalam peradaban manusia yang sudah jauh lebih maju,

kebutuhan akan Bijih Besi semakin meningkat untuk menunjang industri-industri dunia.

Besi adalah salah satu logam yang paling berguna aplikasinya, dan juga paduannya

serta sangat penting dan cukup banyak pemanfaatannya, begitu pula senyawanya. Sulfat

besi digunakan sebagai fungisida, oksalat besi dalam pengembangan fotografi, limonit

dan hematit sebagai pigmen dan abrasif. Magnetite digunakan dalam produksi elektroda

industri, besi klorida dan nitrat digunakan sebagai morden dan reagen industri terutama

di industri pewarna.

Gambar 3.1 Bijih Besi


Sumber : Kapuas Prime, 2021

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya mineral yang

melimpah. Diantaranya adalah Batubara, Nickel, Emas, Perak, Timah, Bijih Besi, dsb.

12
Salah satu pulau di Indonesia yang memiliki cadangan mineral cukup banyak adalah

Pulau Sulawesi.

3.2 Perencanaan Tambang

3.1.1 Pengertian Perencaan Tambang

Perencanaan Tambang merupakan suatu proses penetapan desain tambang dan

langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam menentukan kelayakan rancangan

tambang dan tahapan pelaksanaan operasi penambangan guna mencapai hasil yang

telah ditentukan. Suatu perencanaan yang baik harus ditunjang dengan berbagai unsur

yang saling terkait. Salah satu perencanaan yang sangat menentukan adalah sumber

daya manusia (perencana) yang mampu memperkirakan kemungkinan dan cara

mengantisipasi masalah baik dari aspek geoteknik, keekonomian, keselamatan dan

kesehatan kerja, konservasi dan lingkungan. Perencanaan tambang (mine planning)

menjadi suatu tahapan penting dalam studi kelayakan dan rencana operasi

penambangan. Perencanaan suatu tambang terbuka yang moderen memerlukan model

komputer dari sumberdaya yang akan ditambang. Model perencanaan tambang dapat

berupa block model untuk tambang mineral bijih dan kuari, atau gridded seam model

untuk endapan tabular seperti batubara

Perencanaan adalah penentuan persyaratan yang harus dipenuhi dari segi teknik

dan ekonomi serta urutan pelaksanaan teknis dari berbagai sub kegiatan yang harus

dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran kegiatan tersebut. Tiga aspek

penting dalam perencanaan tambang adalah perancangan pit limit atau penentuan batas

akhir penambangan, tahapan penambangan, dan penjadwalan produksi. Hasil yang

diperoleh adalah jumlah cadangan serta distribusi ton batubara yang harus direncanakan

13
besar produksi dan tahap-tahap penambangannya. Tingkat produksi yang direncanakan

akan menentukan jumlah peralatan dan tenaga kerja yang dibutuhkan.

Perencanaan tambang dapat mencakup kegiatan-kegiatan prospeksi, eksplorasi,

studi kelayakan (feasiblty study) yang dilengkapi dengan analisis mengenai dampak

lingkungan (AMDAL), persiapan penambangan dan konstruksi prasarana

(infrastruktur), serta sarana (fasilitas) penambangan, kesehatan dan keselamatan kerja

(K3), dan pemantauan lingkungan hidup.

Ada berbagai macam perencanaan, antara lain:

 Perencanaan jangka panjang

Perencanaan jangka panjang yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka

waktunya lebih dari lima tahun secara berkelanjutan.

 Perencanaan jangka menengah

Perencanaan jangka menengah yaitu suatu perencanaan kerja untuk jangka

waktu antara satu sampai lima tahun.

 Perencanaan jangka pendek

Perencanaan jangka pendek yaitu suatu perencanaan aktivitas untuk jangka waktu

kurang dari setahun demi kelancaran perencanaan jangka menengah dan jangka

panjang.

 Perencanaan penyangga atau alternatif

Perencanaan penyangga atau alternatif merupakan perencanaan sampingan jika

kemudian hari terjadi hal-hal tak terduga atau ada perubahan data dan informasi

sehingga dapat menyebabkan kegagalan.

3.1.2 Manfaat Perencanaan Tambang

14
Tujuan dari perencanaan dan perancangan tambang adalah untuk mencapai sebuah

rancangan sistem pertambangan terpadu, yaitu dimana mineral diekstraksi dan

disiapkan untuk spesifikasi pasar yang diinginkan dan pada biaya unit yang seminimal

mungkin, tapi tetap di dalam batasbatas lingkungan, sosial, hukum dan peraturan yang

dapat diterima.

Fungsi perencanaan dan perancangan tambang tergantung dari jenis perencanaan

yang digunakan dalam sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi perencanaan

dapat dikatakan antara lain adalah sebagai berikut:

 Pengarahan kegiatan, atau adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam

pencapaian tujuan

 Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatan dan

kegagalan yang mungkin terjadi

 Usaha untuk mengurangi ketidakpastian dan kesempatan untuk memilih

kemungkinan terbaik

 Sebagai dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian.

Dalam menyusun perencanaan tambang selain mempertimbangkan masalah-

masalah ekonomi dan sosial juga harus mengintegrasikan elemen-elemen lingkungan

pada penutupan tambang ke dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan

keputusan tersebut berkaitan tentang ekspektasi awal masyarakat mengenai penggunaan

lahan setelah tambang berakhir, kualitas lingkungan, serta estetika wilayah tersebut.

Ekspektasi ini dapat berdampak pada lokasi jalan akses dan fasilitas penyimpanan

limbah. Yang penting dalam menyusun perencanaan tambang adalah pengumpulan data

sosial dan lingkungan, yang dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan di

seluruh usia operasional sampai ke penutupan tambang. Dalam penambangan yang baik
15
terlebih dahulu menetapkan kondisi mengenai keberadaan air, flora dan fauna serta

menjadi ‘kriteria penutupan yang harus dipenuhi’ di akhir operasi penambangan.

Data lingkungan yang dikumpulkan sebagai bagian dari tahap kelayakan tambang

(feasibility phase) dapat diberikan untuk mengindikasikan kerusakan lingkungan yang

mungkin muncul dari operasi penambangan. Sedangkan data sosial akan bermanfaat

bagi pengembangan masyarakat yang tepat dan strategi keterlibatan pemangku

kepentingan lainnya.

3.1.2 Manfaat Perencanaan Tambang

Tujuan dari perencanaan dan perancangan tambang adalah untuk mencapai sebuah

rancangan sistem pertambangan terpadu, yaitu dimana mineral diekstraksi dan

disiapkan untuk spesifikasi pasar yang diinginkan dan pada biaya unit yang seminimal

mungkin, tapi tetap di dalam batasbatas lingkungan, sosial, hukum dan peraturan yang

dapat diterima.

Fungsi perencanaan dan perancangan tambang tergantung dari jenis perencanaan

yang digunakan dalam sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi perencanaan

dapat dikatakan antara lain adalah sebagai berikut:

 Pengarahan kegiatan, atau adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam

pencapaian tujuan

 Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatan dan

kegagalan yang mungkin terjadi

 Usaha untuk mengurangi ketidakpastian dan kesempatan untuk memilih

kemungkinan terbaik

 Sebagai dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian.


16
Dalam menyusun perencanaan tambang selain mempertimbangkan masalah-

masalah ekonomi dan sosial juga harus mengintegrasikan elemen-elemen lingkungan

pada penutupan tambang ke dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan

keputusan tersebut berkaitan tentang ekspektasi awal masyarakat mengenai penggunaan

lahan setelah tambang berakhir, kualitas lingkungan, serta estetika wilayah tersebut.

Ekspektasi ini dapat berdampak pada lokasi jalan akses dan fasilitas penyimpanan

limbah. Yang penting dalam menyusun perencanaan tambang adalah pengumpulan data

sosial dan lingkungan, yang dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan di

seluruh usia operasional sampai ke penutupan tambang. Dalam penambangan yang baik

terlebih dahulu menetapkan kondisi mengenai keberadaan air, flora dan fauna serta

menjadi ‘kriteria penutupan yang harus dipenuhi’ di akhir operasi penambangan.

Data lingkungan yang dikumpulkan sebagai bagian dari tahap kelayakan tambang

(feasibility phase) dapat diberikan untuk mengindikasikan kerusakan lingkungan yang

mungkin muncul dari operasi penambangan. Sedangkan data sosial akan bermanfaat

bagi pengembangan masyarakat yang tepat dan strategi keterlibatan pemangku

kepentingan lainnya.

Secara teknis, elemen-elemen penting dalam keberhasilan suatu perencanaan

tambang antara lain karakterisasi yang komprehensif terhadap sifat-sifat tanah,

overburden dan limbah. Karakterisasi tanah dan overburden harus dimulai sejak tahap

eksplorasi dan terus berlanjut dalam tahap prakelayakan tambang dan tahap kelayakan

tambang, sebagai dasar untuk perencanaan tambang. Karakterisasi yang komprehensif

terhadap tanah, overburden dan limbah diperlukan guna mencegah kontaminasi

sumberdaya air di permukaan dan di bawah tanah. Karakterisasi tailing diperlukan

untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dan kualitas air tanah yang mungkin

17
terpengaruh secara negatif. Maka ada potensi untuk menghasilkan tailing dengan

kandungan racun lebih kecil, melalui perubahan rancangan atau penggunaan mesin

pemrosesan, misalnya dengan menghilangkan mineral sulfida yang dapat menghasilkan

asam dengan konsekuensi kenaikan kandungan logam dapat larut.

3.3 Sumber Daya dan Cadangan

3.3.1 Sumber Daya

Sumber daya Mineral (Mineral Resource) adalah endapan mineral yang diharapkan

dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumber daya mineral dengan keyakinan geologi

tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian kelayakan

tambang dan memenuhi kriteria layak tambang. Adapun jenis-jenis sumberdaya mineral

antara lain (Anonim, 1998) :

 Sumber daya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah sumber

daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan perkiraan

pada tahap Survei Tinjau.

a. Sumber daya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah

sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh

berdasarkan perkiraan pada tahap Prospeksi.

b. Sumber daya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah

sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

perkiraan pada tahap Eksplorasi Umum.

c. Sumber daya Mineral Pra-Kelayakan (Prefeasibility Mineral Resource)

adalah sumberdaya mineral yang dinyatakan berpotensi ekonomis dari hasil

18
Studi Pra-Kelayakan yang biasanya dilaksanakan di daerah Eksplorasi Rinci

dan Eksplorasi Umum.

d. Sumber daya Mineral Kelayakan (Feasibility Mineral Resource) adalah

sumberdaya mineral yang dinyatakan berpotensi ekonomis dari hasil Studi

Kelayakan atau suatu kegiatan penambangan sebelumnya yang biasanya

dilaksanakan di daerah Eksplorasi Rinci.

e. Sumber daya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah

sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

perkiraan pada tahap Eksplorasi Rinci.

3.3.3 Cadangan

Cadangan mineral adalah bagian dari sumberdaya mineral terukur dan/ atau

tertunjuk yang dapat ditambang secara ekonomis. Hal ini termasuk tambahan material

dilusi ataupun material hilang, yang kemungkinan terjadi ketika material tersebut

ditambang.

Pada klasifikasi ini pengkajian dan studi yang tepat sudah dilakukan, dan termasuk

pertimbangan dan modifikasi dari asumsi yang realistis atas faktor-faktor penambangan,

pengolahan/ pemurnian, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial, dan peraturan

pemerintah. Cadangan (Reserve) sendiri memiliki volume cebakan bahan galian yang

telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kualitas dan kuantitasnya secara ekonomi,

teknik, hokum lingkungan dan social dapat ditimbang setelah melakukan perhitungan

berdasarkan metode tertentu.

Beberapa manfaat dari penaksiran dan perhitungan cadangan adalah sebagai

berikut :

1. Memberikan hasil perhitungan kuantitas maupun kualitas (kadar) endapan.


19
2. Memberikan perkiraan geometri 3 dimensi dari endapan serta distribusi ruang

(spasial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan penambangan

yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan peralatan dan NPV (Net

Present Value).

3. Jumlah cadangan menentukan umur tambang, hal ini penting dalam kaitannya

dengan perancangan dan kebutuhan infrastruktur yang lain.

Batas-batas kegiatan penambangan dibuat berdasarkan taksiran kadar dan

perhitungan cadangan. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi

pembuangan tanah tertutup, pabrik pengolahan, bengkel, dan infratruktur lainnya.

Cadangan mineral dipisahkan berdasarkan naiknya tingkat keyakinan menjadi

cadangan mineral terkira dan cadangan mineral terbukti.Cadangan mineral dibagi

menjadi dua, sebagai berikut:

a. Cadangan Mineral Terkira

Cadangan mineral terkira merupakan bagian sumberdaya mineral tertunjuk yang

ekonomis untuk ditambang, dan dalam beberapa kondisi, juga merupakan bagian dari

sumberdaya mineral terukur. Ini termasuk material dilusi dan material hilang yang

kemungkinan terjadi pada saat material ditambang.

Pengkajian dan studi yang tepat harus sudah dilaksanakan, dan termasuk

pertimbangan dan modifikasi mengenai asumsi faktor-faktor yang realistis mengenai

penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial,

dan peraturan pemerintah. Pada saat laporan dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa

20
ekstraksi telah dapat dibenarkan. Cadangan mineral terkira memiliki tingkat keyakinan

yang lebih rendah dibanding dengan cadangan mineral terbukti, tetapi sudah memiliki

kualitas yang cukup sebagai dasar membuat keputusan untuk pengembangan suatu

cebakan.

b. Cadangan Mineral Terbukti

Cadangan mineral terbukti merupakan bagian dari sumberdaya mineral terukur

yang ekonomis untuk ditambang. Hal ini termasuk material dilusi dan material hilang

yang mungkin terjadi ketika material di tambang. Pengkajian dan studi yang tepat harus

telah dilaksanakan, dan termasuk pertimbangan dan modifikasi mengenai asumsi

faktor-faktor yang realistis mengenai penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi,

pemasaran, hukum, lingkungan, sosial, dan peraturan pemerintah. Pada saat laporan

dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi telah dapat dibenarkan.

3.4 Tahapan Perencanaan Tambang

3.4.1 Eksplorasi

Eksplorasi merupakan penyelidikan lanjutan setelah ditemukannya endapan

mineral berharga, yang meliputi pekerjaan untuk mengetahui dan mendapatkan ukuran,

bentuk, letak (posisi), kadar rata-rata dan jumlah cadangan dari endapan. Kegiatan

eksplorasi bertujuan untuk meningkatkan potensi sumberdaya mineral (resources) yang

terdapat di bumi menjadi cadangan terukur yang siap untuk ditambang (mineable

reserve).

Tahapan eksplorasi ini mencakup kegiatan untuk mencari dimana keterdapatan

suatu endapan mineral, menghitung berapa banyak dan bagaimana kondisinya, serta

ikut memikirkan bagaimana sistem pendayagunaanya.Untuk eksplorasi bijih besi di

Indonesia sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga diperlukan


21
penyusunan pedoman teknis eksplorasi bijih besi. Pedoman dimaksudkan sebagai bahan

acuan berbagai pihak dalam melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi

bijih besi primer, agar ada kesamaan dalam melakukan kegiatan tersebut diatas sampai

pelaporan. Pedoman teknis eksplorasi bijih besi primer meliputi tata cara dan tahapan

eksplorasi. Tata cara eksplorasi bijih besi primer meliputi urutan kegiatan eksplorasi

sebelum pekerjaan lapangan, saat pekerjaan lapangan dan setelah pekerjaan lapangan.

Kegiatan sebelum pekerjaan lapangan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

mengenai prospek cebakan bijih besi primer, meliputi studi literatur dan penginderaan

jarak jauh. Penyediaan peralatan antara lain peta topografi, peta geologi, alat pemboran

inti, alat ukur topografi, palu dan kompas geologi, loupe, magnetic pen, GPS, pita ukur,

alat gali, magnetometer, kappameter dan peralatan geofisika. Kegiatan pekerjaan

lapangan yang dilakukan adalah penyelidikan geologi meliputi pemetaan; pembuatan

paritan dan sumur uji, pengukuran topografi, survei geofisika dan pemboran inti.

 Untuk memperoleh bukti mengenai keberadaan suatu deposit bahan galian

dibawah tanah dan mengambil contoh batuan ( sampel batuan )-nya biasanya

digali sumuruji ( lubang uji ) dengan peralatan sederhana seperti cangkul,

linggis,sekop, pengki, dan sebagainya. Bentuk penampang sumur uji bisa empat

persegi panjang, bujur sangkar, bulatatau bulat telur (ellip) yang kurang

sempurna. Macam macam penampangsumur uji dapat dilihat pada gambar 2.5.

Bentuk penampang yang paling sering dibuatadalah empat persegi panjang;

ukurannya berkisar antara 75 x 100 m sampai 150 x 200m sedangkan

kedalamannya tergantung dari kedalaman bahan galiannya ataubatuan dasar

( batuan dasar nya dan kemantapan (kestabilan) dinding sumur uji. Bila tanpa

penyangga kedalaman uji itu berkisar antara 4-5 m

22
Gambar 3.2 Macam bentuk penampang sumur uji

Secara teknis, elemen-elemen penting dalam keberhasilan suatu perencanaan

tambang antara lain karakterisasi yang komprehensif terhadap sifat-sifat tanah,

overburden dan limbah. Karakterisasi tanah dan overburden harus dimulai sejak tahap

eksplorasi dan terus berlanjut dalam tahap prakelayakan tambang dan tahap kelayakan

tambang, sebagai dasar untuk perencanaan tambang. Karakterisasi yang komprehensif

terhadap tanah, overburden dan limbah diperlukan guna mencegah kontaminasi

sumberdaya air di permukaan dan di bawah tanah. Karakterisasi tailing diperlukan

untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dan kualitas air tanah yang mungkin

terpengaruh secara negatif. Maka ada potensi untuk menghasilkan tailing dengan

kandungan racun lebih kecil, melalui perubahan rancangan atau penggunaan mesin

pemrosesan, misalnya dengan menghilangkan mineral sulfida yang dapat menghasilkan

asam dengan konsekuensi kenaikan kandungan logam dapat larut.

Parit uji digali memanjang di permukaan bumi dengan bentuk penampang

trapesium dan kedalamannya 2-3 m , sedang panjangnya tergantung dari lebar atau tebal

singkapan deposit bahan galian yang sedang dicari dan jumlah ( volume) contoh batuan

(sampel) yang ingin diperoleh. Berbeda dengan sumur uji, bila jumlah parit uji yang

dibuat banyak dan daerahnya mudah dicapai olehperalatan mekanis, maka permainan

parit uji dapat dilakukan dengan garis tarik atau ekskavator hidrolik ( cangkul belakang)

23
Gambar 3.3 Bentuk Penampang Parit Uji

Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup

sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar

kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Selanjutnya untuk

menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat uji parit-parit yang dibuat

saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya. Arah pandangan yang sejajar

dan tegak lurus.

Tahapan eksplorasi adalah urutan penyelidikan geologi yang umumnya dilakukan

melalui empat tahap sebagai berikut : Survei tinjau, prospeksi, eksplorasi umum,

eksplorasi rinci.

 Survei tinjau, tahap eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang

berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala regional.

 Prospeksi, tahap eksplorasi dengan jalan mempersempit daerah yg mengandung

endapan mineral yg potensial.

 Eksplorasi umum, tahap eksplorasi yang rnerupakan deliniasi awal dari suatu

endapan yang teridentifikasi .

24
 Eksplorasi rinci, tahap eksplorasi untuk mendeliniasi secara rinci dalarn 3-

dimensi terhadap endapan mineral yang telah diketahui dari pencontohan

singkapan, paritan, lubang bor, shafts dan terowongan.

 Penyelidikan geologi adalah penyelidikan yang berkaitan dengan aspek-aspek

geologi diantaranya : pemetaan geologi, parit uji, sumur uji.

 Pemetaan adalah pengamatan dan pengambilan contoh yang berkaitan dengan

aspek geologi dilapangan.

 Pengamatan yang dilakukan meliputi : jenis litologi, mineralisasi, ubahan dan

struktur pada singkapan, sedangkan pengambilan conto berupa batuan terpilih.

 Penyelidikan Geofisika adalah penyelidikan yang berdasarkan sifat fisik batuan,

untuk dapat mengetahui struktur bawah permukaan, geometri cebakan mineral,

serta sebarannya secara horizontal maupun secara vertical yang mendukung

penafsiran geologi dan geokimia secara langsung maupun tidak langsung.

 Pemboran inti dilakukan setelah penyelidikan geologi dan penyelidikan

geofisika.

 Penentuan jumlah cadangan (sumberdaya) mineral yang mempunyai nilai

ekonomis adalah suatu hal pertama kali yang perlu dikaji, dihitung sesuai

standar perhitungan cadangan yang berlaku, karena akan berpengaruh terhadap

optimasi rencana usaha tambang, umur tambang dan hasil yang akan diperoleh.

Dalam hal penentuan cadangan, langkah yang perlu diperhatikan antara lain:

- Memadai atau tidaknya kegiatan dan hasil eksplorasi.

- Kebenaran penyebaran dan kualitas cadangan berdasarkan korelasi seluruh data

eksplorasi seperti pemboran, analisis contoh, dll.

25
- Kelayakan penentuan batasan cadangan, seperti Cut of Grade, Stripping Ratio,

kedalaman maksimum penambangan, ketebalan minimum dan sebagainya

bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi dan sebaran bijih besi bawah permukaan.

3.4.2 SistemPenambangan

3.4.2.1 MetodePenambangan

Dalam industri dan bisnis penambangan, metode yang digunakan untuk

menambang bijih besi sangatlah bervariasi dan bergantung pada keadaan dan

kondisi dari bahan tambang itu sendiri serta areal lokasi tempat pernambangan. Ini

juga berlaku untuk para perusahaan penambangan dan pertambangan bijih besi itu

sendiri, yang menggunakan beberapa metode penambangan bijih besi yakni :

1.System Penambangan Open Pit

Gambar 3.4 Metode Penambangan Open Pit

26
Sistem penambangan bijih besi yang dilakukan oleh perusahaan disesuaikan

dengan keadaan penambangan dan perusahaan itu sendiri. Penambangan dengan

cara open pit adalah penambangan yang dilakukan untuk menggali endapan-

endapan bijih metal seperti dilakukan untuk menggali endapan-endapan bijih

metal seperti endapan bijih besi,endapan endapan bijih tembaga, dan dan

endapan bijih nikel. Penambangan dengan cara open pit biasanya dilakukan

untuk endapan bijih atau mineral yang terdapat pada daerah datar atau daerah

lembah. Tanah akan digali keyang terdapat pada daerah datar atau daerah lembah.

Tanah akan digali ke bagian bawah sehingga akan membagi bagian bawah

sehingga akan membentuk cekungan atau pit.bentuk cekungan atau pit.

Cara pengangkutan pada open pit dari kedalaman endapan tergantung

dari topografinya. Pada dasarnya cara pengangkutannya ada 2 (dua) macam,yaitu:

 Cara konvensional atau cara langsung, yaitu hasil galian atau peledakan

diangkut oleh truck / belt conveyor / mine car / skip dump type rail cars, dan

sebagainya, langsung dari tempat penggalian ke tempat dumping dengan

sebagainya dengan menelusuri tebing-tebing sepanjang bukit enelusuri tebing-

tebing sepanjang bukit.

 Cara inkonvensional atau cara tak langsung adalah cara pengangkutan

hasil galian/peledakan ke tempat dumping dengan kombinasi alat-alat

angkut. Misalnya dari permuka/medan kerja (front) ketempat crusher

digunakan truk, dan selanjutnya melalui ore pass ke loading tempat crusher

digunakan truk, dan selanjutnya melalui ore pass ke loading point; point; dari

dari sini sini diangkut diangkut ke ore bin dengan dengan memakai belt

conveyor dan ahkirnya diangkut keluar tambang dengan cage. Oleh karena itu,

metode penambangan yang digunakan adalah open pit mining.


27
Perusahaan tambang yang banyak menerapkan system penambangan terbuka

adalah tembaga, nikel, bijih besi dan lainnya.

2. Metode By Product Mining

Satu metode penambangan yang dilakukan saat bijih besi ditemukan berada di

areal lokasi penambangan bahan tambang yang lain. Sehingga areal penambangan

besi berada satu lokasi dengan areal penambangan bahan lain ini. Penambangan

ini dilakukan sebagai satu bentuk diversifikasi usaha yang dijalankan oleh

perusahaan penambangan.

Gambar 3.5 Metode By Product Mining

3. Underground Mining

Penambangan ini dilakukan dengan teknik pembukaan lapisan bawah tanah yang

mengandung batuan kasar. Penambangan bibijh besi dilakukan dengan pembuatan

terowongan yang membentuk jaringan atau saluran. Kemudian, batuan besar yang

ditemukan di sekitar jalur terowongan ini pun akan diekstraksi kandungan emas

yang ada di dalamnya sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah bijih besi murni.

28
Metode ini dilakukan pada lapisan bawah permukaan tanah. Jarak yang

diperlukan untuk mencapai permukaan tanah tentu saja tak sedikit. Semakin

dalam dibawah permukaan tanah, semakin panas juga temperatur terowongan. Ini

juga berdampak pada sistem kerja penambangan di bawah tanah ini.

Gambar 3.6 Metode underground mining

3.4.2.2 TahapanPenambangan

Kegiatan operasi penambangan Bijih Besi yang direncanakan pada setiap bukaan
tambang akan mencakup:

1. Operasi Pembersihan Lahan

Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi dimana tambang akan
dibuka. Berkaitan dengan operasi ini akan dilakukan beberapa pekerjaan, yaitu :

A. Operasi Penebangan Pohon dan Pemotongan Kayu


Dalam operasi pembersihan lahan, apabila ditemukan pohon-pohon, maka terlebih

dahulu dilakukan operasi penebangan pohon dan operasi pemotongan kayu.

29
Bila pohon-pohon tersebut dinilai mampu ditumbangkan dengan tenaga dorong

bulldozer, maka operator akan langsung menggunakan bulldozer. Untuk pohon-

pohon berukuran besar, untuk penebangannya perlu dibantu dengan menggunakan

gergaji mesin (chain shaw). Bila kayu yang dikerjakan memiliki ukuran yang besar,

maka operasi pemindahan kayu dari lokasi penambangan ketempat penyimpanan

kayu ini perlu dipergunakan alat angkat untuk beban berat (crane) dan rantai besi

untuk pengikat dan penarik, serta truk pengangkut kayu.Bila kayu memiliki ukuran

yang kecil, maka operasi pemindahan kayu dari lokasi penambangan ke lokasi

penyimpanan kayu ini cukup dipergunakan tenaga manusia dan truk pengangkut

kayu. Kayu-kayu hasil penebangan dan pemotongan akan disimpan di lokasi

penyimpanan yang telah direncanakan. Lokasi penyimpanan kayu dapat dipilih pada

lahan-lahan terbuka yang dekat dengan daerah penambangan dan dilintasi oleh jalan

angkut. Kayu-kayu yang disimpan ini dapat dimanfaatkan untuk pembuatan

bangunan, jembatan, bahan bakar atau kepentingan lainnya.

Gambar 3.7 Land Clearing


Sumber: Tamxt,2012
30
B. Operasi Pembabatan Semak dan Perdu

Pekerjaan pembabatan semak dan perdu ini akan dilakukan dengan menggunakan

bulldozer, yang dapat menjalankan fungsi gali dan dorong dengan memanfaatkan blade

dan tenaga dorong yang besar dari alat tersebut. Semak dan perdu yang sudah dibabat

tersebut selanjutnya akan didorong ke daerah-daerah lembah yang dekat dengan areal

penambangan.

Gambar 3.8 Operasi Pembabatan Semak dan Perdu


Sumber: Tamxt,2012

2. Operasi Pengupasan Tanah Atas (Top Soil)

Setelah operasi pembersihan selesai, selanjutnya dilakukan operasi pengupasan lapisan

atas (top soil) yang banyak mengandung bahan-bahan organik hasil pelapukan, yang

sangat baik untuk penyuburan tanah. Lapisan tanah subur ini dikupas dengan

menggunakan blade dari bulldozer. Operator bulldozer sambil mengupas tanah subur

tersebut sekaligus mendorong dan mengumpulkannya pada lokasi tertentu di dekat

daerah operasi bulldozer.

31
Dengan demikian pada lahan penambangan akan terdapat lokasi timbunan tanah subur

yang pada gilirannya akan dimanfaatkan untuk reklamasi lahan bekas penambangan.

Apabila lokasi timbunan top soil ini relatif jauh, maka pekerjaan pemindahan top soil

ini akan memerlukan excavator sebagai alat muat dan dump truck sebagai alat angkut.

Gambar 3.9. Operasi Pengupasan Tanah Atas (Top Soil)


Sumber: Tamxt,2012

3. Operasi Pemidahan Tanah Penutup (Overburden)

Operasi penggalian tanah penutup berupa overburden dan interburden, dilakukan

dengan menggunakan excavator dan dibantu dengan bulldozer. Untuk material lemah

sampai sedang, excavator dapat langsung melakukan penggalian dan pemuatan ke atas

dump truck. Sedangkan untuk material agak keras, bulldozer akan membantu

memberaikan material tersebut, sebelum digali dan dimuat oleh excavator. Pemakaian

ripper pada bulldozer akan disesuaikan dengan kebutuhan operasi pemberaian material.

Selanjutnya apabila diketemukan lapisan tanah penutup yang keras sampai sangat keras,

32
maka akan dipergunakan stone breaker untuk memberaikan material tersebut sebelum

dimuat ke atas dump truck.

Dalam batas-batas penggalian yang telah direncanakan, operator excavator akan

melakukan pembentukan jenjang (bench), dibantu oleh operator bulldozer. Dump truck

sebagai alat angkut akan mengangkut tanah penutup dari daerah penambangan menuju

lokasi penimbunan (dumping area), yang telah direncanakan di daerah dengan

morfologi lembah atau datar yang ada di lokasi terdekat. Timbunan tanah penutup ini

akan diatur secara berjenjang dengan menggunakan dozer shovel dan selanjutnya akan

ditutup dengan lapisan tanah subur (top soil) untuk persiapan proses penanaman bibit

pohon (revegetasi). Selanjutnya pada setiap waste dump area juga untuk penimbunan

tanah pucuk (top soil) dimana tanah pucuk tersebut akan dipergunakan untuk program

reklamasi tambang..

Gambar 3.10. Operasi Pemidahan Tanah Penutup ( Overburden )


Sumber: Tamxt,2012

33
3.4.3. Perencanaan Goteknik dan Kestabilan Lereng Pada Pit

3.4.3.1 Geoteknik

Geoteknik merupakan bagian dari rekayasa sipil dan pertambangan yang

didasarkan pada pengetahuan yang terkumpul beberapa tahun terakhir ini.

Seorang ahli geoteknik yang merancang terowongan, jalan raya, bendungan

atau yang lainnya memerlukan suatu estimasi bagaimana tanah dan batuan

akan merespon tegangan. Sehingga dalam hal ini penyelidikan geoteknik

merupakan bagian dari uji lokasi dan merupakan dasar untuk pemilihan lokasi.

Bagian dari ilmu geoteknik yang berhubungan dengan respon material alami

terhadap gejala deformasi, tegangan dan regangan disebut dengan geomekanika,

yang pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu mekanika tanah dan mekanika batuan.

Pengujian geoteknik bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan mekanik baik

batuan yang menyusun overburden, interburden dan batuan dasar maupun lapisan

mineral Bijih Besi. Hasil pengujian diperlukan untuk lanjutan perancangan

tambang terbuka terutama dalam penentuan geometri lereng.

 Lingkup Pekerjaan

- Pengujian sifat fisik

- Pengujian ultrasonik

- Pengujian kuat tekan uniaxial

- Pengujian geser langsung

3.4.3.2 Analisis kestabilan lereng

A. Lereng Alami

Secara umum lereng dapat diartikan sebagai “bentang alam yang

bentuknya miring terhadap bidang horizontal”. Lereng dapat dibedakan

34
menjadi lereng alam dan lereng buatan. Lereng Alam merupakan lereng

yang terbentuk karena proses-proses alam dalam hal ini misalkan lereng suatu

bukit atau gunung.

B. Lereng Buatan

Lereng buatan adalah lereng yang terbentuknya akibat aktifitas

manusia misalnya pada penggalian suatu tambang atau kontruksi galian

pada pekerjaan sipil. Pada pembahasan ini dibatasi pada pengertian lereng

untuk suatu galian tambang.

Adapun beberapa jenis lereng bukaan tambang terdiri sebagai berikut :

 Single slope, lereng tunggal yang terbentuk dari satu jenjang

bench yang terdiri dari tinggi lereng (sama dengan tinggi

bench), sudut lereng, kaki lereng Toe, dan siku lereng Crest.

 Inter-ramp slope, lereng yang terbentuk antar jalan

tambang, dapat terbentuk dari beberapa jenjang benches.

 Lereng keseluruhan Overall Pit Slope, lereng yang terbentuk

dari Crestteratas dan Toe terbawah, dengan tinggi total lereng

sama dengan kedalaman bukaan tambang.

C. Factor keamanan lereng

Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dkenal istilah factor

keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan kekuatan geser

maksimum yang dimiliki tanah bidang longsoran ( gaya penahan ) dengan

tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan ( gaya penggerak ), bila

dirumuskan sebagai berikut :

gaya penahan
Faktor Keamanan (FK) =
gaya penggerak

35
Sumber:adjidwisaputra_Landasan teorigeoteknik

c . A+ σn. A . tan ∅
FK =
W sin φF

c . A+W cos φF . tan ∅


FK =
W sin φ F

Dimana untuk keadaan :

 F > 1,25 : lereng dalam keadaan mantap

 F = 1,25 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor

 F < 1,25 : lereng tidak mantap

Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan

perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut.

Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai

FK (Faktor keamanan lereng) adalah sebagai adalah sebagai berikut :

1) Data lereng atau geom

2) etri lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng).

Meliputi : sudut Kemiringan lereng, tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau

berm  pada lereng tersebut.

3) Data mekanika tanah

a) Sudut geser dalam (ɸ)

b) Bobot isi tanah atau batuan (γ)

c) Kohesi (c)

d) Kadar air tanah (ω)

4) Faktor Luar

a) Getaran akibat kegiatan peledakan,

b) Beban alat mekanis yang beroperasi, dll.


36
Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah yang tidak

terganggu (Undisturb soil ). Kadar air tanah (ω) diperlukan terutama dalam

perhitungan yang menggunakan computer (terutama bila memerlukan data γdryatau

bobot satuan isi tanah kering, yaitu : γdry = γwet / ( 1 + ω).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kestabilan lereng

penambangan adalah sebagai berikut :

1. Kuat Geser Tanah atau Batuan

Kekuatan Kekuatan yang sangat berperan dalam analisa kestabilan yang sangat

berperan dalam analisa kestabilan leren lan lereng terdiri dari sifat g terdiri dari

sifat fisik dan sifat mekanik dari batuan tersebut. Sifat fisik batuan yang

digunakan dalam menganalisa kemantapan lereng adalah bobot isitanah,

sedangkan sifat mekaniknya adalah kuat geser batuan yang dinyatakan dengan

parameter kohesi (c) dan sudut geser dalam. Kekuatan geser batuan ini adalah

kekuatan yang berfungsi sebagai gaya untuk melawan atau menahan gaya

penyebab kelongsoran.

 Klasifikasi Massa Batuan

Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dan material batuan berupa

mineral, tekstur dan komposisi dan juga terdiri dari bidang-bidang diskontinu,

membentuk suatu material dan saling berhubungan dengan semua elemen sebagai

suatu kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh frekuensi bidang-

bidang diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa batuan akan mempunyai

kekuatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh.

Menurut Hoek & Bray (1981) dalam Sitohang (2008), massa batuan adalah batuan

insitu yang dijadikan diskontinu oleh sistem struktur seperti joint, sesar dan

bidang perlapisan. Massa batuan adalah susunan blok-blok material batuan yang

37
dipisahkan oleh berbagai tipe ketidak menerusan geologi. Klasifikasi massa

batuan merupakan suatu pendekatan rancangan empiris yang digunakan secara

luas di dalam rekayasa batuan. Pendekatan klasifikasi massa batuan dapat

digunakan sebagai dasar praktis untuk memperkirakan kualitas massa

batuan baik di permukaan atau di bawah tanah. Secara umum tujuan dan

manfaat pengklasifikasian massa batuan yaitu dapat mengelompokkan batuan

dan mengetahui jenis, karakter atau data-data lain mengenai batuan tersebut.

Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah untuk :

- Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat

massa batuan.

- Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai

kesamaansifat dan kualitas.

- Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu

tempat dengan kondisi massa batuan di tempat lain.

- Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.

- Menyediakan dasar acuan untuk komunikasi antara geologist dan engineer.

Keuntungan dari digunakannya klasifikasi massa batuan:

- Meningkatkan kualitas penyelidikan lapangan berdasarkan data masukan

sebagai  parameter klasifikasi.

- Menyediakan informasi kuantitatif untuk tujuan desain.

- Memungkinkan kebijakan teknik yang lebih baik dan komunikasi yang

lebih efektif  pada suatu proyek.

38
Menurut Palmstrom (1995) klasifikasi massa batuan dapat dikelompokan

berdasarkan bentuk dan tipe dari klasifikasi massa batuan itu. Pengelompokan

menurut bentuk berkaitan dengan data masukan dari klasifikasi massa

batuan. Sedangkan pengelompokan berdasarkan tipe, berhubungan dengan

penerapan dari klasifikasi massa batuan tersebut. Saat ini telah

berkembang berbagai metode klasifikasi massa batuan batuan. Di antara

metode klasifikasi itu, ada yang digunakan untuk kepentingan metode

perancangan empiris, dan ada pula yang digunakan hanya sebagai data

masukan untuk klasifikasi massa batuan yang lain.

Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk penyangga non-baja untuk

terowongan, lereng, dan pondasi. Pendekatan desain yang biasa digunakan

untuk penggalian pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik. Salah

satu yang paling banyak digunakan adalah pendekatan desain dengan

menggunakan metode empirik. Klasifikasi massa batuan dikembangkan

untuk mengatasi permasalahan yang timbul dilapangan secara cepat dan tidak

ditujukan untuk mengganti studi analitik, observasi lapangan. Klasifikasi

massa batuan digunakan sebagai alat dalam menganalisis kemantapan lereng

yang menghubungkan antara pengalaman dibidang massa batuan dengan

kebutuhan pemantapan diberbagai kondisi lapangan yang dibutuhkan. Namun

demikian, penggunaan klasifikasi massa batuan tidak digunakan sebagai

pengganti perencanaan rinci.

Pada dasarnya pembuatan klasifikasi masssa batuan bertujuan (Bieniawski, 1989)

39
a. Mengidentifikasi parameter-parameter penting yang mempengharuhi perilaku

massa batuan.

b. Membagi formasi massa batuan ke dalam grup yang mempunyai perilaku sama

menjadi kelas massa batuan.

c. Memberikan dasar-dasar untuk pengertian karakterisitik dari setiap kelas massa

batuan.

d. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan disatu lokasi dengan

lokasi lainnya.

e. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa

(engineering)

f. Memberikan dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara para insinyur

dan geologiawan.

Agar dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa

batuan harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut (Bieniawski, 1989) :

a. Sederhana, mudah diingat dan dimengerti.

b. Sifat-sifat massa batuan yang penting harus disertakan.

c. Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah.

d. Pembobotan dilakukan secara relative.

e. Menyediakan data-data kuantitatif.

40
Klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling tidak tiga keuntungan bagi

perancangan kemantapan lereng yaitu (Bieniawski, 1989) :

a. Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data masukan

minimum sebagai parameter klasifikasi.

b. Memberikan informasi / data kuantitatif untuk tujuan rancangan.

c. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada suatu

Proyek.

Menurut Palmstrom (1995) klasifikasi massa batuan dapat

dikelompokan berdasarkan bentuk dan tipe dari klasifikasi massa batuan itu.

Pengelompokan menurut bentuk berkaitan dengan data masukan dari

klasifikasi massa batuan.

Sedangkan pengelompokan berdasarkan tipe, berhubungan dengan

penerapan dari klasifikasi massa batuan tersebut. Saat ini telah berkembang

berbagai metode klasifikasi massa batuan batuan. Di antara metode klasifikasi

itu, ada yang digunakan untuk kepentingan metode perancangan empiris, dan ada

pula yang digunakan hanya sebagai data masukan untuk klasifikasi massa batuan

yang lain. Beberapa Klasifikasi Massa Batuan yang dikenal saat ini adalah :

1. Metode Klasifikasi Beban Batuan (Rock Load)

Metode ini diperkenalkan oleh Karl Von Terzaghi pada tahun 1946,

merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban

batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah

41
dipakai secara  berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi

pada saat ini metode ini sudah tidak cocok lagi dimana banyak sekali

terowongan saat ini yang dibangun dengan menggunakan penyangga beton

dan rockbolts.

2. Klasifikasi Stand up time

Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini

adalah  bahwa dengan bertambahnya bertambahnya span terowongan akan

menyebabkan berkurangnya waktu berdirinya terowongan tersebut tanpa

penyanggaan. Metode ini sangat  berpengaruh terhadap perkembangan

klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor- Faktor yang berpengaruh

terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan, bentuk potongan

melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.

3. (Rock Quality Designation) RQD

RQD (Rock Quality Designation) dikembangkan pada tahun 1964 oleh

Deere. Metode ini didasarkan pada  penghitungan persentase inti yang

mempunyai panjang 10 cm atau cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil

yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang

lebih dari 10 cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5 mm. Nilai RQD (Rock

Quality Designation) ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan

penyanggaan terowongan. Saat ini RQD (Rock Quality Designation) sebagai

parameter standar dalam inti  pemboran dan merupakan salah satu parameter

dalam penentuan klasifikasi massa  batuan RMR (Rock Mass Rating) dan Q-

system. Walaupun metode penghitungan dengan RQD (Rock Quality


42
Designation) ini sangat mudah dan cepat, akan tetapi metode ini tidak

memperhitung faktor orientasi bidang diskontinu, material pengisi,  pengisi,

dan lain-lain, sehingga metode ini kurang dapat menggambarkan keadaan

massa  batuan yang sebenarnya.

4. Rock Structure Rating (RSR)

RSR (Rock Structure Rating) diperkenalkan pertama kali oleh Wickam,

Tiedemann dan Skinner pada tahun 1972 di AS. Konsep ini merupakan metode

kuantitatif untuk menggambarkan kualitas suatu massa batuan dan menentukan

jenis penyanggaan di terowongan. Motode ini merupakan metode pertama

untuk menentukan klasifikasi massa batuan yang komplit setelah

diperkenalkannya klasifikasi massa  batuan oleh Terzaghi 1946. Konsep RSR

(Rock Structure Rating) ini selangkah lebih maju dibandingkan konsep-konsep

yang ada sebelumnya. Pada konsep RSR (Rock Structure Rating) terdapat

klasifikasi kuantitatif dibandingkan dengan Terzaghi yang hanya klasifikasi

kulitatif saja. Pada RSR (Rock Structure Rating) ini juga terdapat cukup

banyak parameter yang terlibat jika dibandingkan dengan RQD (Rock Quality

Designation) yang hanya melibatkan kualitas inti terambil dari hasil pemboran

saja. Pada RSR (Rock Structure Rating) ini juga terdapat klasifikasi yang

mempunyai data masukan dan data keluaran yang lengkap tidak seperti

Lauffer yang hanya menyajikan data keluaran yang berupa stand-up time dan

span.

43
RSR (Rock Structure Rating) merupakan penjumlahan rating dari parameter-

parameter pembentuknya yang terdiri dari 2 katagori umum, yaitu:

- Parameter geoteknik : jenis batuan, pola kekar, arah kekar, jenis bidang

lemah, sesar, geseran, dan lipatan, sifat material, pelapukan, dan alterasi.

- Parameter konstruksi : ukuran terowongan, arah penggalian, metode

penggalian RSR (Rock Structure Rating) merupakan metode yang cukup baik

untuk menentukan penyanggaan dengan  penyangga  penyangga baja tetapi

tidak direkomendasikan direkomendasikan untuk menentukan menentukan

penyanggaan penyanggaan dengan penyangga rock bolt dan beton.

5. Rock Mass Rating (RMR)

Perkembangan terakhir pada tahun 1989 yang merupakan penyempurnaan dari

sebelumnya. Metode klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) merupakan metode

yang sederhana dalam penggunaannya dan parameter-parameter yang

digunakan dalam metode ini dapat diperoleh baik dari data lubang bor maupun

dari pemetaan struktur diskontinuitas bawah tanah maupun di permukaan.

Metode ini dapat diaplikasikan pada kestabilan lereng, kestabilan pondasi dan

juga terowongan. Tujuan dari metode Rock Mass Rating adalah untuk

mengklasifikasikan kualitas massa batuan, memberikan rekomendasi

pertambangan, menunjukkan metode yang tepat untuk mengendalikan dan

mencegah seperti risiko-risiko potensial kerugian. Rock mass rating

(Bieniawski, 1989) adalah sistem yang digunakan untuk mengklasifikasikan

massa batuan. Untuk dapat mengklasifikasikan massa batuan maka harus

diperoleh semua parameter-parameter sesuai dengan kondisi sebenarnya yang

ada di lapangan. Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa

batuan yang disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan RMR
44
(Rock Mass Rating). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah

mengalami penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan

sehingga Bieniawski membuat  perubahan nilai  perubahan nilai rating pada

parameter yang digunakan untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut.

Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi

massa batuan versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989).

Rock Mass Rating (RMR) dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972-

1973 dimana sudah mengalami banyak perkembangan, Perkembangan terakhir

pada tahun 1989 yang merupakan penyempurnaan dari sebelumnya. Metode

klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) merupakan metode yang sederhana

dalam penggunaannya dan parameter-parameter yang digunakan dalam

metode ini dapat diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan

struktur diskontinuitas bawah tanah maupun di permukaan. Metode ini dapat

diaplikasikan pada kestabilan lereng, kestabilan pondasi dan juga terowongan.

Tujuan dari metode Rock Mass Rating adalah untuk mengklasifikasikan

kualitas massa batuan, memberikan rekomendasi pertambangan, menunjukkan

metode yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah seperti risiko-risiko

potensial kerugian. Rock mass rating (Bieniawski, 1989) adalah sistem yang

digunakan untuk mengklasifikasikan massa batuan. Untuk dapat

mengklasifikasikan massa batuan maka harus diperoleh semua parameter-

parameter sesuai dengan kondisi sebenarnya yang ada di lapangan.

45
6 Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan menggunakan

Sistem RMR yaitu:

 Kuat tekan uniaxial batuan utuh.

Parameter kekuatan batuan didapatkan dari pengujian

laboratorium dengan menggunakan alat point load test

(Brown ,1981). Pengujian ini dilakukan terhadap contoh yang diambil

dilapangan berupa batuan yang masih fress atau telah megalami

pelapukan, hasil pengujian ini berupa kuat tekan batuan (Poin load

test) dinyatakan dalam satuan Mpa, Pengambilan contoh batuan

dilapangan umumnya tidak beraturan.

 Rock Quality Designatian (RQD).

Rock Quality Designation (RQD) adalah parameter yang

menunjukkan keutuhan dari massa batuan sebelum penggalian

dilakukan dimana ditunjukkan dengan panjang core yang utuh yang

lebih dari 10 cm terhadap panjang total core (Deree, 1967).

Pengamatan dan pencatatan terhadap orientasi diskontiunitas di

lakukan dengan secara sistematis dengan menggunakan metode

scanline, dalam metode ini dalam pencatatan atribut diskontiunitas

dilakukan sepanjang garis pengamatan dengan batasan 40 cm ke atas

dan 40 cm kebawah dari garis pengamatan yaitu dengan cara

membentangkan tali di sepanjang lereng tersebut dan membatasi tali

tersebut pertiap meternya, dimana pengambilan data kekar

46
diambil pertiap meternya dikatakan dengan lintasan satu dan

seterusnya kemudian tali tersebut memotong kekar-kekar yang ada di

lereng tersebut, hal yang perlu dicatat dalam pengamatan adalah no

lintasan, posisi diskontiunitas (jarak dari tiap lintasan) kedudukan kekar

(jurus dan kemiringan) bukaan kekar (aperture), panjang kekar,

material pengisi kekar pelapukan, kondisi air tanah dan kondisi kekar

tersebut.

Tabel 3.1 Hubungan Kualitas Massa Batuan Terhadap Nilai RQD

Kualitas Massa Batuan RQD (%) Bobot

Sangat Buruk 0 - 25 3

Buruk 25 – 50 8

Sedang 50 - 75 13

Baik 75 - 90 17

Sangat Baik 90 - 100 20

Sumber : Deere, 1968

 Spasi bidang dikontinyu.

Jarak antar kekar adalah jarak tegak lurus antara dua kekar yang

berurutan sepanjang garis pengukuran (Bienawski,1989). Umumnya massa

batuan bersifat tidak menerus (discontinue) terutama pada kedalaman

beberapa ratus meter dari permukaan. Bidang – bidang

ketidakmenerusan (diskontuinitas) tersebut berpengaruh terhadap perilaku


47
mekanik dari masaa batuan berdasarkan kenyataan tersebut maka

pengamatan diskontunitas perlu dilakukan secara teliti dan benar.

Diskontuinitas dapat berupa kekar terbuka maupun kekar terisi. Kekar

adalah patahnya batuan yang tidak menunjukkan adanya pergeseran dari

bidang patahan tersebut. Kekar seringkali berbentuk sejajar atau sub

paralel dengan perlapisan batuan (bedding planes) dan disebut sebagai

kekar belapis (setting joint). Selain itu kekar juga dapat berbentuk kekar

foliasi, dengan demikian spasi diskontuinitas merupakan jarak tegak lurus

antar kekar dalam satu set.Parameter jarak antar kekar diberi bobot

berdasarkan nilai spasi kekarnya seperti penjelasan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2 Hubungan Spasi Kekar Terhadap Bobot

Deskripsi Spasi Kekar (m) Bobot

Sangat Lebar (Very Wide) >2 20

Lebar (Wide) 0,6 – 2 15

Sedang (Moderate) 0,2 – 0,6 10

Rapat (Closes) 0,006 – 0,2 8

Sangat Rapat (Very Close) 0,006 5

Sumber : Bieniawski, 1989

 Kondisi bidang diskontinyu.

Permukaan bidang-bidang diskontuinitas sangat berpengaruh

terhadap kemantapan lereng dipermukaan, kekasaran permukaan bidang

diskontuinitas tersebut memiliki potensi untuk menahan batuan agar tidak

48
mengalami keruntuhan melalui bidangbidang gelincir. ISRM (1981 dalam

Brown) memberikan profil sebagai petunjuk untuk mendeskripsi

permukaan bidang diskontuinitas dibagi menjadi tiga, yaitu kasar (rough),

halus (smooth) dan gores garis (slickensided). Bobot nilai yang lebih

besar diberikan kepada permukaan bidang diskontuinitas yang lebih

kasar, segar dan tidak terisi atau rapat, permukaan bidang

diskontuinitas yang halus dan terbuka serta telah mengalami pelapukan

atau terisi material lunak akan mendapatkan bobot nilai yang lebih kecil.

Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi

kekar, meluputi kemenerusan, jarak antar permukaan kekar, kekasaran

kekar, material pengisi dan tingkat pelapukan. Berikut penjelasan dari lima

karakteristik kekar tersebut, antara lain sebagai berikut:

a. Kemenerusan (Continuity) Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi

secara kasar mengamati panjang kekar pada suatu bukaan.

b. Jarak antar permukaan kekar atau cel Jarak antar permukaan kekar

merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada

bidang diskontinu.

c. Kekasaran kekar (Roughness) Tingkat kekerasan dapat dilihat dari

brentuk gelombang permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari

permukaan datar darin kekar. Semakin besar kekasaran dapat menambah

kuat geser kekar.

d. Material pengisi (Infilling/Gouge) Material pengisi merupakan material

yang berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang

berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan

induknya.
49
e. Tingkat Pelapukan Penetuan tingkat pelapukan kekar didasarkan pada

perubahan warna dan disintegrasi (perubahan fisik) batuan. Semakin

besar tingkat perubahan warna dan tingkat disintegrasi, maka batuan

akan semakin lapuk.

Gambar 3.11 Profil bidang diskontuinitas (Brown, 1989)


Sumber : Scrib,2021

 Kondisi air tanah.

Kondisi air tanah sangat berpengaruh terhadap kekuatan

batuan. Semakin tinggi kandungan air, maka semakin rendah kekuatan

batuan. Aliran air yang berada di dalam massa batuan dapat

menimbulkan masalah kemantapan lereng yang berada dipermukaan,


50
masalah yang timbulkan antara lain disebabkan oleh tekanan air (Water

pressure), erosi, perlepasn air (discharge), pembekuan air, aliran air

didalam massa batuan mengalir melalui pori-pori batuan, jika

batuan tersebut berpori dan permeabel namun dalam kondisi tertentu

batuan terkekarkan aliran air yang melalui bidang-bidang diskontuinitas

justru lebih sering menimbulkan masalah yang lebih besar.

 Orientasi/arah bidang diskontinyu.

Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima

parameter sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini

sangat tergantung pada hubungan antara orientasi kekar-kekar yang ada

dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam

perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari

lima parameter lainnya. Orientasi kekar yang dimaksud adalah strike

dan dip kekar.

Pada penggunaan sistim klasifikasi ini, massa batuan dibagi

kedalam daerah struktural yang memiliki kesamaan sifat berdasarkan 6

parameter di atas dan klasifikasi massa batuan untuk setiap daerah

tersebut dibuat terpisah. Batas dari daerah struktur tersebut biasanya

disesuaikan dengan kenampakan perubahan struktur geologi seperti

patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan jenis  batuan.

batuan. RMR ini dapat digunakan digunakan untuk terowongan.

terowongan. lereng, lereng, dan pondasi.

6. Q-system

51
Q-system diperkenalkan oleh Barton et al pada tahun 1974. Klasifikasi batuan

Q-System dikenal juga dengani istilah Rock Tunneling Quality Index untuk

keperluan perancangan peyangga penggalian bawah tanah. Q-System

digunakan dalam klasifikasi massa batuan sejak tahun 1980 di Iceland. Sistem

ini pertama kali dikembangkan oleh Barton, dkk di 1974 berdasarkan

pengalaman pembuatan terowongan terutama di Norwegia dan Finlandia.

Sistem Q untuk klasifikasi massa batuan dikembangkan oleh Barton, Lien, dan

Lunde. Ini mengungkapkan kualitas massa batuan dalam apa yang

disebut nilai-Q, yang didasarkan pada desain dan mendukung rekomendasi

untuk penggalian bawah tanah. Suku pertama RQD (Rock Quality

Designation) dibagi Jn (joint set number) berhubungan dengan ukuran blok

batuan utuh dalam massa batuan. Suku kedua Jr (angka kekasaran

sambungan) dibagi Ja (angka perubahan sambungan) berhubungan dengan

kekuatan geser sepanjang bidang diskontinuitas dan suku ketiga Jw (parameter

air sambungan) dibagi dengan SRF (faktor reduksi tegangan) berhubungan

terhadap lingkungan tegangan pada blok batuan utuh dan diskontinuitas di

sekitar galian bawah tanah.

Perkalian dari ketiga suku menghasilkan parameter Q , yang dapat berkisar

antara 0,001 untuk batuan yang sangat buruk hingga 1000 untuk massa batuan

yang sangat baik. Nilai numerik dari batas kelas untuk kualitas massa batuan

yang berbeda adalah subdivisi dari rentang Q pada skala logaritmik.

Nilai Q menentukan kualitas massa batuan, tetapi dukungan penggalian bawah

tanah tidak hanya didasarkan pada nilai Q tetapi juga ditentukan oleh istilah
52
yang berbeda dalam persamaan di atas. Ini mengarah ke daftar kelas yang

sangat luas untuk rekomendasi dukungan.

Pembobotan Q-System didasarkan atas penaksiran numeric kualitas massa

batuan berdasarkan 6 parameter berikut:

a. RQD (Rock Quality Designation)

b. Jumlah kekar (Joint Set Number)

c. Kekasaran kekar atau kekar utama (Joint Roughness Number)

d. Derajat alterasi atau pengisian sepanjang kekar yang paling lemah (Joint

Alteration Number)

e. Aliran air (Joint Water Reduction Number)

f. SRF (Stress Reduction Factor) Faktor Reduksi Tegangan

Nilai Q didefinisikan sebagai:

RQD J r Jw
Q= x x
Jn J a SRF

Dimana:

RQD = Rock Quality Designation

Jn = jumlah set kekar

Jr = nilai kekasaran kekar

Ja = nilai alterasi kekar

Jw = faktor air tanah

SRF (Stress Reduction Factor) = faktor berkurangnya tegangan

53
- RQD (Rock Quality Designation) dan jumlah kekar merepresentasikan

struktur massa batuan

- Nilai kekasaran kekar dan nilai alterasi kekar merepresentasikan kekasaran

dan karakteritik gesekan diantara bidang kekar suatu material pengisi

- Faktor air tanah dan SRF (Faktor Berkurangnya Tegangan)

merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja

- Berdasarkan nilai Q kemudian dapat ditentukan jenis penyanggaan yang

dibutuhkan untuk terowongan.

a. Bobot Isi Tanah Atau Batuan

Nilai bobot isi tanah atau batuan akan menentukan besarnya beban yang

diterima pada permukaan bidang longsor, dinyatakan dalam satuan berat per

volume. Bobot isi batuan juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan air dalam

batuan tersebut. Semakin besar bobot isi pada suatu lereng tambang maka

gaya geser penyebab kelongsoran akan semakin besar. Bobot isi diketahui dari

pengujian laboratorium. Nilai bobot isi batuan untuk analisa kestabilan lereng

terdiri dari 3 parameter yaitu nilai bobot isi batuan pada kondisi asli, kondisi

kering dan bobot isi pada kondisi basah.

b. Kohesi

Kohesi adalah gaya Tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan

dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar jika

kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian

laboratorium yaitu pengujian kuat geser langsung (direct shear strength test)

dan pengujian triaxial (triaxial test).

c. Sudut geser dalam

54
Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan anatara

tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan.

Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material

dikenal tegangan atau gaya terhadapnya yang melibihi tegangan gesernya.

Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan

lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenekan terhadapnya.

Untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan dalam

persamaan berikut :

τnt =σnΦ +c

Dimana :

τnt = Tegangan Geser

σn = Tegangan Tegangan Normal

ϕ = Sudut Geser Dalam

C = Kohesi

Prinsip pengujian direct shear strength test atau juga dikenal dengan shear

box test adalah menggeser langsung contoh tanah atau batuan di bawah kondisi

beban normal tertentu. Pergeseran diberikan terhadap bidang pecahnya,

sementara untuk tanah dapat dilakukan pergeseran secara langsung pada

contoh tanah tersebut. Beban normal yang diberikan diupayakan mendekati

kondisi sebenarnya di lapangan.

2. Struktur Geologi

Keadaan struktur geologi yang harus diperhatikan pada analisa kestabilan

lereng penambangan adalah bidang-bidang lemah dalam hal ini

55
bidangketidakselarasan (discontinuity).Ada dua macam bidang

ketidakselarasan yaitu :

a) Mayor discontinuity, seperti kekar dan patahan.

b) Minor discontinuity, seperti kekar dan bidang-bidang perlapisan.

Struktur geologi ini merupakan hal yang penting di dalam analisa kemantapan

lereng karena struktur geologi merupakan bidang lemah di dalam suatu masa

batuan dandapat menurunkan atau memperkecil kestabilan lereng.

3. Geometri Lereng

Geometri lereng yang dapat mempengaruhi geometri lereng yang dapat

mempengaruhi kestabilan kestabilan lereng meliputi tinggi lereng, lereng

meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu lereng

tunggal (Single slope) maupun lereng keseluruhan (overall slope). Suatu

lereng disebut disebut lereng tunggal tunggal (Single slope) jika dibentuk oleh

satu jenjang saja dan disebut keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh

beberapa jenjang.

Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah longsor

disbanding dengan lereng yang tidak terlalu tingi dan jenis batuan penyusun

yang sama atau homogeny. Demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar

sudut kemiringan lereng, maka lereng tersebut akan semakin tidak stabil.

Sedangkan semakin besar lebar berm maka lereng tersebut akan semakin tidak

stabil. Sedangkan semakin besar lebar berm maka lereng tersebut akan

semakin stabil.

4. Tinggi Muka Air Tanah

Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan

batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan


56
kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga akan menerima tambahan

beban air yang dikandung sehingga menjadikan lereng lebih mudah longsor.

5. Iklim

Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim mempengaruhi

perubahan temperature. Temperature yang cepat sekali berubah dalam waktu

yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis

pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu

singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini

akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan terjadi kelongsoran.

6. Gaya Luar

Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan adalah beban

alat mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran yang diakibatkan oleh

kegiatan peledakan, dll.

D. Klasifikasi Kelongsoran

Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari suatu

lereng dan juga struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Karena

batuan mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannya pun akan

berbeda pula.Menurut Made Astawa Rai, Dr. Ir, (1998) longsoran pada

kegiatan pertambangan secara umum diklasifikaskan menjadi empat bagian,

yaitu :

a. Longsoran Bidang ( plane failure)

Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang

bidangluncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa

rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan.

Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah :


57
 Bidang luncur mempunyai arah yang tidak berbentuk lingkaran.

 Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur

dapat dilihat di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang

gelincir lebih kecil dari kemiringan lereng.

 Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser

dalamnya.

 Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran.

b. Longsoran Baji (wedge failure)

Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji juga diakibatkan oleh

adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaannya adalah adanya dua

struktur geologi (dapat sama jenis atau berbeda jenis) yang berkembang dan

saling berpotongan.Syarat terjadinya longsoran baji adalah sebagai berikut :

 Longsoran baji ini terjadi bila dua buah jurus bidang diskontinyu

saling berpotonganpada muka lereng

 Sudut garis potong kedua bidang tersebut terhadap horizontal (Ψ fi)

lebih besar dari pada sudut geser dalam (ϕ) dan lebih kecil dari pada

sudut kemiringan lereng (Ψi)

 Longsoran terjadi menurut garis potong kedua bidang tersebut.

c. Longsoran Guling (toppling failure)

Longsoran guling terjadi pada lereng terjal untuk batuan yang keras dengan

bidang-bidang lemah tegak atau hampir tegak dan arahnya berlawanan dengan

arah kemiringan lereng. Kondisi untuk menggelincir atau mengguling

ditentukan oleh sudut geser dalam dan kemiringan sudut bidang gelincirnya.

d. Longsoran Busur (circular failure)

58
Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam,

terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga

hampir menyerupaitanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat

terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai

bidan-bidang lemah (rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.

Dengan demikian longsoran busur juga terjadi pada batuan yang rapuh atau

lunak serta banyak mengandung bidang lemah, maupun pada tumpukan batuan

yang hancur. Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu

naiknya tegangan geser (shear stress) dan menurunnya kekuatan geser (shear

strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :

a. Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran

terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.

b. Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air

rembesan, dan penumpukan.

c. Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.

Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan

pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.

d. Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh

sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan

terowongan,berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.

e. Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta

pembekuan air,penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa

tegangan.
59
 Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :

a. Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh

komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.

b. Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan

lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya

kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen

batuan.

c. Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan

air pori

3.4.4 Jalan Tambang

Jalan tambang digunakan untuk mengangkut manusia, material dan peralatan di

seluruh daerah tambang. Jalan pada daerah tambang terbagi atas:

1) Jalan utama (Main Road) - jalan angkut utama yang menghubungkan pit dengan

daerag ROM. Jalan ini menjadi jalan angkut dari jaringan kerja haul road batubara yang

lebih permanen dengan jangka lebih lama.

2) Ex-pit Road - Expit haul road atau haul road sekunder. Memiliki standar yang lebih

rendah dan ramp jangka panjang yang keluar dari pit dan merupakan jalan menuju

dump area jangka panjang.

3) In-pit Road – jalan dengan standar lebih rendah yang memiliki umur lebih pendek

dan tidak menjamin adanya lapisan atas batu merah. Standar sekunder jalan di dalam pit

dan biasanya berada pada dinding pit menuju ke loading face.

60
4) Bench/Dump Road – standar jalan yang serupa dengan in-pit road. Jenis jalanan ini

adalah perpanjangan system jalan sekunder, menuju dump, sepanjang dinding dump

menuju dump face.

Dalam pembuatan jalan tambang, baik itu jalan masuk ke dalam tambang untuk

pemuatan bijih/endapan bahan galian yang ditambang atau jalan yang digunakan untuk

penimbunan, memiliki beberapa pertimbangan geometri dalam merencanakannya.

Pertimbangan geometri ini akan mempengaruhi bentuk geometri daerah penambangan

secara umum. Geometri jalan tersebut meliputi

3.4.4.1 Perencanaan Jalan Tambang

 Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan desain

setiap segmen jalan angkut tambang seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak

pandang dan lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi

dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan tersebut

sepenuhnya

tergantung dari bentuk jalan. Keseimbangan antara fungsi jalan dani keadaan

medan akan menentukan biaya pembangunan jalan tersebut.

Medan dikatakan mendatar jika kecepatan truk sama atau mendekati

kecepatan mobil penumpang. Medan dikatakan pegunungan jika kecepatan

kendaraan truk berkurang banyak sehingga truk tersebut merangkak melewati

jalan tersebut dengan frekuensi yang sering. Kecepatan rencana dapat ditetapkan

berdasarkan pengamatan radius tikungan (R) dan superelevasi maksimum (emax)

dengan pendekatan formulasi sebagai berikut.

61
𝑉 = √𝑒𝑚𝑎𝑥 × 127 × 𝑅 …………………………………………… (1)

Dimana:

V = kecepatan rencana (km/jam)

emax = superelevasi maksimum (%)

R = Jari-jari tikungan (m)

Tabel 3.3.
Kecepatan Rencana (VR) sesuai klasifikasi fungsi dan medan jalan
Kecepatan rencana, VR km/jam
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70 – 120 60 - 80 40 - 70

Kolektor 60 – 90 50 - 60 30 - 50

Lokal 40 – 70 30 - 50 20 - 30

(Sumber: Data Bina Marga, TCPGJAK 1997, hal; 11)

62
63
64
3.4.4.2 Perencanaan Geometri

Perencanaan geometri jalan adalah rencana jalan menyangkut ukuran

(dimensi) jalan di permukaan bumi. Geometri jalan tambang merupakan suatu

bentuk yang dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan. Fungsinya yaitu untuk

menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan

pengangkutan. Medan yang berat mungkin terdapat disepanjang rute jalan

tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan

aspek manfaat dan keselamatan kerja.

Karena alat angkut atau truk-truk pada tambang umumnya memiliki

dimensi lebih besar, panjang, dan lebih berat, oleh sebab itu geometri jalan harus

sesuai dengan dimensi alat angkut yang akan melewatinya agar alat tersebut dapat

bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman.

Dalam pembuatan geometri jalan yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Trase Jalan

2. Lebar Jalan Angkut

3. Jari-Jari Tikungan Dan Superelevasi

4. Kemiringan Jalan

5. Kecepatan Rencana

6. Lengkung Vertikal

65
3.3.4.3 Bangunan Pelengkap Jalan

Bangunan pelengkap jalan adalah bangunan – bangunan yang dibangun

untuk fasilitas penunjang jalan dalam segi keamanan dan keselamatan pengguna

jalan yang meliputi saluran drainase, rambu-rambu jalan, guide post serta lampu

penerangan jalan.

1. Saluran Drainase
Drainase yang baik sangat menentukan terciptanya jalan yang stabil.

Untuk menghindari timbulnya masalah, jalan harus dibuat sedemikian rupa

sehingga mudah kering, ait tidak boleh dibiarkan menggenangi permukaan jalan

atau daerah dekat aspal jalan, genangan air tersebut akan meresap ke permukaan

tanah dan merusaknya atau merusak material lapisan bawah, jika hal ini terjadi,

gerakan dan penyimpangan lapis permukaan akan semakin bertambah. Saluran air

di tambang berfungsi untuk menampung limpasan permukaan pada suatu daerah

dan mengalirkannya ke tempat pengumpulan (sumuran) atau tempat lain yang

lebih rendah. Untuk menghitung jumlah air/limpasan permukaan dari suatu daerah

dapat digunakan rumus rasional yaitu :

𝑄 = 0,278 . 𝐶. 𝐼. 𝐴 …………………………………………….(4)

Dimana :

Q = Debit air (m3/s)

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

C = Koefisien Limpasan

A = Luas daerah (km2)

66
Beberapa asumsi dalam penggunaan rumus ini adalah :

- Frekuensi hujan = frekuensi limpasan

- Hujan terdistribusi secara merata diseluruh daerah

- Debit maksimal merupakan fungsi intensitas hujan dan tercapai pada akhir

waktu konsentrasi

Dengan demikian penggunaan rumus ini hanya terbatas pada suatu daerah

yang relative lebih kecil dan homogen. Persyaratan ini umumnya dipenuhi oleh

daerah-daerah tambang terbuka.

Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukan perbandingan

besarnya limpasan permukaan dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada

daerah tangkapan hujan.

Tabel 3.4. Beberapa Harga Koefisien Limpasan


Macam Permukaan Koefisien Limpasan
Lapisan Batubara (Coal Seam) 1.00
Jalan Pengangkutan (Haul Road) 0.90
Dasar Pit dan Jenjang (Pit Floor and Bench) 0.75
Lapisan Tanah Penutup (Fresh Overburden) 0.65
Lapisan Tanah Penutup yang telah ditanami 0.55
(Revegetated overburden)
Hutan (Natural Rain Forest) 0.50
(Sumber: Diktat Penyaliran Tambang)

Bentuk penampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe

material pembentuk saluran beserta kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air

dengan penampang segiempat atau segitiga umumnya untuk debit air kecil,

67
sedangkan

68
penampang trapezium untuk penampang yang besar. Perhitungan kapasitas

pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus manning :

𝑄 = 1⁄𝑛 . 𝑅2⁄3. 𝑆1⁄2 . 𝐴 ………………………………………(5)

𝑄 = (𝐴5⁄3. 𝑆1⁄2)⁄(𝑛 . 𝑃2⁄3) ………………………………………(6)

Dimana :

Q = debit

R = Jari-jari hidrolik (A/P)

S = Gradien

A = Luas penampang basah

P = Keliling basah

n = koefisien kekasaran manning yang menunjukkan kekasaran dinding

saluran.

Tabel 3.5. Beberapa Harga Koefisien Manning


Tipe Dinding Saluran Koefisien Manning
Semen 0.010 – 0.014
Beton 0.011 – 0.016
Bata 0.012 – 0.020
Besi 0.013 – 0.017
Tanah 0.020 – 0.030
Gravel 0.022 – 0.035
Tanah Yang Ditanami 0.025 – 0.040
(Sumber: Diktat Penyaliran Tambang)

69
Dimensi penampang yang paling efisien, yaitu dapat mengalirkan debit yang

maksimum untuk suatu luas penampang basah tertentu, diperoleh jika P

minimum. Salah satu dimensi saluran penampang drainase yang efisien adalah

penampang trapezium.

Dimana :

α = Kemiringan dinding aluran

Z = cotg α........................................................(7)

Lebar bawah saluran (b) = 2((√z2+1)-z))h...........................................(8)

Lebar atas saluran (B) = b + 2 (h/tan α)...........................................(9)

Panjang sisi saluran (a) = h/sin α (b + zh) h......................................(10)

Luas penampang basah (A) = (b + zh) h.................................................(11)

Keliling basah (P) = b + 2h (2√z2 + 1)......................................(12)

Jari – jari hidrolit (R) = A/P...........................................................(13)

(Sumber Diktat Penyaliran Tambang)

Gambar 3.12. Penampang Trapesium

70
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang turun tiap jam (mm/jam)

dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑅24 24
𝐼=
24
( ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (14)
2⁄3

Dimana :

I = intensitas curah hujan

t = lamanya curah hujan (2/3)

R24 = Curah hujan maksimal 24 jam (mm)

2. Safety Bund

Tujuan dibuatnya tanggul pengaman adalah untuk menghindari

tergulingnya kendaraan pada tepi jalan dan juga untuk menghindari segala bahaya

yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan peralatan. Dengan demikian

secara tidak langsung tanggul tersebut dapat mengembalikan posisi kendaraan

pada badan jalan dan menjauhkannya dari tepi-tepi jalan yang berbahaya

(Prodjosumarto dan Kramadibrata, 1998).

𝑇𝑠𝑏 = 3⁄4 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑛 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 … … … … … … … … … … … . (15)

𝐿𝑆𝐵 = 2 × 𝑇𝑆𝐵 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (16)

Dimana :

TSB = Tinggi safety bund

LSB = Tebar safety berm

71
(Sumber: Diktat Perencanaan Tambang)

Gambar 3.13. Safety Bund

3. Rambu-rambu Penunjuk Jalan

Setiap haul road memiliki sifat tersendiri yang memerlukan berbagai

macam rambu. Kita harus benar-benar memastikan bahwa semua rambu dipasang

pada ketinggian dan lokasi yang berbeda dalam jangkauan penglihatan semua

pengemudi kendaraan yang akan melewati jalan tersebut.

- Rambu-rambu lalu lintas seperti tanda tikungan, tanda hati-hati, dan tanda

kurangi kecepatan,

- Guide Post (patok pengarah),

- Guard Rail (rel pengaman).

4. Guide Post

Guide post biasanya terbuat dari kayu yang dicat putih dengan delineator

merah yang dipasangkan pada muka lalu lintas yang mendekat dan delinator putih

untuk lalu lintas yang menjauh. Guide post memiliki tinggi 3,5 m.

Jarak guide post pada bagian jalan yang lurus tidak boleh dari 75 meter,

dan guide post dipasang secara berpasangan, masing-masing guide post dipasang

di

72
salah satu sisi jalan, jarak ini bias dikurangi sampai 40 m di wilayah-wilayah

dimana penglihatan sering terganggu pada malam hari, seperti kabut dan debu.

Pada tikungan/lengkung-jarak guide post harus memungkinkan reflector yang

berjarak paling tidak tiga guide post pada sisi yang sama selalu terlihat ketika

melewati tikungan.

Pada gorong-gorong jika pagar pengaman atau tanggul tidak disediakan

sebuah guide post harus disediakan pada setiap sisi dinding penahan.

5. Lampu Penerangan Jalan

Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan

pada malam hari. Pemasangan bias dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat

bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada :

- Tikungan (belokan),

- Perempatan atau pertigaan jalan,

- Jembatan,

- Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam

73
 Perencanaan Geometri Jalan Angkut

a. Aliyenmen Horizontal

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang

horizontal. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan

dengan garis- garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur

lingkaran ditambah busur peralihan.

1. Trase Jalan Tambang

Trase jalan adalah alur jalan dari dimulainya titik awal pengamatan hingga

titik akhir pengamatan. Trase jalan untuk memudahkan dalam perencanaan dan

pelaksanaan dibuat stasion-stasion atau disingkat sta disepanjang trase jalan.

Penempatan station pada gambar perencanaan maupun pelaksanaannya

dilapangan tergantung pada kondisi topografi daerah. Penomoran stasion dimulai

dari awal perencanaan jalan bergerak maju sampai ke ujung rencana jalan. Cara

penempatan nomor stasion dilakukan dengan pembuatan patok-patok bernomor

dengan jarak sebagai berikut :

a. Untuk daerah datar, jarak antara patok adalah 100 meter

b. Untuk daerah berbukit, jarrak antara patok adalah 50 meter

c. Untuk daerah pegunungan, jarak antara patok adalah 25 meter.

2. Lebar Jalan Angkut

Perhitungan lebar jalan angkut harus mempertimbangkan jumlah lajur,

yaitu lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah.

Dalam

74
kenyataannya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik dimana lalu

lintas pengangkutan semakin aman dan lancar. Sebaliknya, semakin lebar jalan

angkut, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan perawatan juga akan

semakin besar. (Prodjosumarto dan Kramadibrata, 1998)

- Lebar Jalan Angkut Pada Kondisi Lurus

Penentuan lebar jalan lurus dikemukakan oleh AASHTO (American

Association of State Highway and Transportation Officials) Manual Rular

Highway Design (1990) yaitu jumlah lajur dikali dengan lebar dump truck

ditambah setengah lebar truk untuk masing-masing tepi kiri, kanan, dan jarak

antara dua dump truck yang sedang bersilangan. Dari ketentuan tersebut dapat

digunakan cara sederhana untuk menetukan lebar jalan angkut minimum, yaitu

menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan seperti terlihat pada tabel 3.4.

dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar jalur.

Tabel 3.6.
Lebar Jalan Angkut Minimum
Jumlah lajur truck Perhitungan Lebar jalan angkut minimum
1 1 + (2 x ½) 2,00
2 2 + (3 x ½) 3,50
3 3 + (4 x ½) 5,00
4 4 + (5 x ½) 6,50
(Sumber: AASTHO)

Dari kolom perhitungandapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut

minimum pada jalan lurus. Seandainya, lebar kendaraan dan jumlah lajur yang

direncanakan masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada

jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut:

75
L min = n .Wt + (n+1) (½ . Wt.)..........................................................(17)

Dimana :

L : Lebar jalan angkut minimum (m)

n : Jumlah Lajur

Wt : Lebar Alat Angkut

(Sumber: Diklat perencanaan jalan tambang, UNISBA)

Gambar 3.14. Lebar jalan angkut lurus

- Lebar Jalan Pada Tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan

lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat

angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan

truk saat melintasi tikungan. Untuk lajur ganda, lebar jalan minimum pada

tikungan dihitung dengan berdasarkan pada: lebar jejak roda, lebar juntai atau

tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok,

jarak antar alat angkut saat bersimpangan, dan jarak alat angkut terhadap tepi
76
jalan.

77
Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut

pada tikungan adalah sebagai berikut:

Wmin = n (U + Fa + Fb + Z) + C...........................................................(18)

Untuk mendapatkan nilai jarak penyimpangan alat angkut saat bertemu

(C) digunakan persamaan berikut:

C = Z = ½ (U + Fa + Fb)........................................................................(19)

Dimana:

Wmin : Lebar jalan angkut minimum pada belokan

(m) n : Jumlah lajur

U : Lebar jejak roda (center to center tires)

(m) Fa : Lebar juntai (overhang) depan (m)

Fb : Lebar juntai belakang (m)

Z : Lebar bagian tepi jalan (m)

C : Jarak antar kendaraan/alat angkut saat bersimpangan (total lateral

clearance) (m)

(Sumber: Diklat Perencanaan Jalan Tambang UNISBA)

78
Gambar 3.15. Lebar jalan angkut pada tikungan

79
3. Jari-Jari Tikungan dan Superelevasi

Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan

tertentu akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak

stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu

kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang disebut superelevasi (e).

Gaya gesek (friksi) melintang yang cukup berarti antara ban dengan permukaan

jalan akan terjadi pada daerah superelevasi. Implementasi matematisnya berupa

koefisien gesek melintang (f) yang merupakan perbandingan antara besar gaya

gesek melintang dengan gaya normal (Ir. Awang Swandhi.Msc).

- Jari-Jari Tikungan

Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat angkut

yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan

belakang. Gambar 3.5. memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda

belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan

sudut penyimpangan roda depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑊
𝑅 = sin … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … … … … (20)
𝛽

Dimana:

R : jari-jari belokan jalan angkut (m)

W : jarak poros roda depan dan belakang (m)

β : sudut penyimpangan roda depan (°)

80
(Sumber: Diklat Perencanaan Jalan Tambang, UNISBA)

Gambar 3.16. Sudut maksimum penyimpangan kendaraan

Namun, rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk

mendapatkan lengkungan belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor

kecepatan alat angkut, gesekan roda ban dengan permukaan jalan dan

superelevasi. Apabila ketiga faktor tersebut diperhitungkan, maka rumus jari-jari

tikungan menjadi sebagai berikut :

𝑅= 𝑉2 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (21)

127(𝑒 + 𝑓)

25 ×
𝐷= 360° … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (22)
2𝜋𝑅

Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam), super-

elevasi (%), koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar terhindar

dari kemungkinan kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-

jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesek maksimum.

81
181913,53(𝑒𝑚𝑎𝑥 + 𝑓𝑚𝑎𝑥)
𝐷= … … … … … … … … … … … … … … … (24)
𝑉2
𝑟

Vr adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emax dan fmax terlihat

pada gambar 3.6., dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga

emak 6%, 8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%.

Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal (Rmin)

untuk variasi VR dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax sesuai kurva

Tabel 3.7.
Jari-jari minimum untuk emax = 10%

Vr, km/jam 120 100 90 80 60 50 40 30 20

Rmin, m 600 370 280 210 113 77 48 27 13

(Sumber: Diklat Perencanaan Jalan Tambang, UNISBA)

(Sumber: Dasar-Dasar Perencanaan Geometri Jalan, Silvia Sukirman)

Gambar 3.17. Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut

AASHTO

82
- Bentuk Busur Lengkung Pada Tikungan

Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang

lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut

berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan

melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang lurus

adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo

sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.

Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya digunakan tiga jenis

rancangan, yaitu:

a. Tikungan berbentuk lingkaran (FC)

Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan jalan

yang lurus terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah

jari-jari saja. Bentuk tikungan FC ini biasanya dirancang untuk tikungan yang

besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R) sampai ke bentuk

jalan yang lurus berikutnya.

(Sumber: Dasar Perencanaan Geometrik Jalan)

Gambar 3.18. Tikungan FC

83
Dimana :

Δ = sudut tikungan

O = titik pusat lingkaran

Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT

Rc = jari-jari lingkaran

Lc = panjang busur lingkaran

Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran

Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan FC

meliputi kecepatan (km/jam), sudut Δ dan jari-jari (m). Sedangkan panjang Tc, Ec

dan Lc dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝑇𝑐 = 𝑅𝑐 tan 1⁄2 ∆........................................................................................... (25)

𝐸𝑐 = 𝑇𝑐 tan 1⁄4 ∆.......................................................................................... (26)

∆ 2 𝜋 𝑅𝑐
𝐿𝑐 = ……………………………………………………...(27)
360°

b. Tikungan berbentuk Spiral-Lingkaran-Spiral (SCS)

Lengkung SCS dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan alinemen

yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran ( R=∞  R=Rc), jadi

lengkung ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle) yaitu

pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran.

84
(Sumber: Dasar Perencanaan Geometrik Jalan)

Gambar 3.19. Tikungan S-C-S

Dimana:

Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus

lengkung peralihan),

Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke

titik SC pada lengkung,

Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST),

Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS),

Ts = panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST,

TS = titik dari tangen ke spiral,

SC = titik dari spiral ke lingkaran,

Es = jarak dari P1 ke busur lingkaran,

85
θs = sudut lengkung spiral,

Rc = jari-jari lingkaran,

p = pergeseran tangen terhadap spiral,

k = absis dari p pada garis tangen spiral

Persamaan yang digunakan untuk menghitung tikungan jenis S-C-S adalah sebagai

berikut:

𝐿𝑠2
𝑋𝑠 = 𝐿𝑠 [1 − ] … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (28)
40 𝑅𝑐

𝐿𝑠 2
𝑌𝑠 = … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (29)
6 𝑅𝑐

90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 = … … … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (28)
𝜋 𝑅𝑐

𝐿𝑠 2
𝑝= − 𝑅𝑐 (1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠) … … … … … … … … … … … … … … … . . (28)
6 𝑅𝑐

𝐿𝑠3
𝑘 = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐 sin 𝜃𝑠.....................................................................(29)
40 𝑅𝑐 2

𝑇𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) 𝑡𝑎𝑛 1⁄2 ∆ + 𝑘 … … … … … … … … … … … … … … … (30)

𝐸𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) cos 1⁄2 ∆ − 𝑅𝑐.................................................................(31)

(∆ − 2𝜃𝑠)
𝐿𝑐 = . 𝜋. 𝑅𝑐 … … … … … … … … … … … … … … … … … . (32)
180

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 𝐿𝑐 + 2𝐿𝑠 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (33)

86
Jika diperoleh Lc < 20 m, maka sebaiknya tidak digunakan lengkung SCS

tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung spiral.

c. Tikungan berbentuk Spiral-Spiral (S-S)

(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.20. Tikungan S-S

Persamaan yang digunakan untuk menghitung jenis tikungan Spriral-Spiral adalah

sebagai berikut:

𝐿𝑐 = 0 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (34)

𝜃𝑠 = 1⁄2 ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (35)

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 2 𝐿𝑠 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (36)

𝜃𝑠 . 𝜋 . 𝑅𝑐
𝐿𝑠 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (37)
90

87
Dimana untuk harga nilai p, k, Ts, dan Es dapat menggunakan rumus (28) sampai

(31).

- Superelevasi

Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi

mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui

tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.

(Sumber: Dasar perencanaan geometrik Jalan)

Gambar 3.21. Perubahan kemiringan melintang pada tikungan

a) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal

pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)

pada bagian lengkung.

b) Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear,

diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS) yang

berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi

penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).

88
c) Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear,

diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 LS sampai dengan bagian

lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian panjang LS.

d) Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada

bagian spiral.

e) Diagram superelevasi :

(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.22. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan FC

89
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.23. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan S-C-S

90
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.24. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan S-S

Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi

perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai

relatif. Harga landai relatif disesuaikan dengan kecepatan rencana (VR) dan

jumlah lajur yang tersedia. Persamaan (38) dipakai untuk menghitung landau

relatif dan

1 (𝑒 + 𝑒𝑛)𝐵
=
𝑚 𝐿𝑠 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (38)

Vr adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emax dan fmax ., dimana

titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%, 8% dan 10%.

Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%. Dengan menggunakan

rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal (R min) untuk variasi VR

dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax sesuai kurva.

91
Tabel 3.8.
Jari-jari minimum untuk emax = 10%

Vr, km/jam 120 100 90 80 60 50 40 30 20

Rmin, m 600 370 280 210 113 77 48 27 13

(Sumber: Diklat Perencanaan Jalan Tambang, UNISBA)

(Sumber: Dasar-Dasar Perencanaan Geometri Jalan, Silvia Sukirman)

Gambar 3.25. Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut

AASHT

92
- Bentuk Busur Lengkung Pada Tikungan

Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang

lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut

berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan

melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang lurus

adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo

sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.

Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya digunakan tiga jenis

rancangan, yaitu:

d. Tikungan berbentuk lingkaran (FC)

Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan jalan

yang lurus terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah

jari-jari saja. Bentuk tikungan FC ini biasanya dirancang untuk tikungan yang

besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R) sampai ke bentuk

jalan yang lurus berikutnya.

(Sumber: Dasar Perencanaan Geometrik Jalan)

Gambar 3.26. Tikungan FC

93
Dimana :

Δ = sudut tikungan

O = titik pusat lingkaran

Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT

Rc = jari-jari lingkaran

Lc = panjang busur lingkaran

Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran

Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan FC

meliputi kecepatan (km/jam), sudut Δ dan jari-jari (m). Sedangkan panjang Tc, Ec

dan Lc dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝑇𝑐 = 𝑅𝑐 tan 1⁄2 ∆........................................................................................... (25)

𝐸𝑐 = 𝑇𝑐 tan 1⁄4 ∆.......................................................................................... (26)

∆ 2 𝜋 𝑅𝑐
𝐿𝑐 = ……………………………………………………...(27)
360°

e. Tikungan berbentuk Spiral-Lingkaran-Spiral (SCS)

Lengkung SCS dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan alinemen

yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran ( R=∞  R=Rc), jadi

lengkung ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle) yaitu

pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran.

94
(Sumber: Dasar Perencanaan Geometrik Jalan)

Gambar 3.7. Tikungan S-C-S

Dimana:

Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus

lengkung peralihan),

Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke

titik SC pada lengkung,

Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST),

Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS),

Ts = panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST,

TS = titik dari tangen ke spiral,

SC = titik dari spiral ke lingkaran,

Es = jarak dari P1 ke busur lingkaran,

95
θs = sudut lengkung spiral,

Rc = jari-jari lingkaran,

p = pergeseran tangen terhadap spiral,

k = absis dari p pada garis tangen spiral

Persamaan yang digunakan untuk menghitung tikungan jenis S-C-S adalah sebagai

berikut:

𝐿𝑠2
𝑋𝑠 = 𝐿𝑠 [1 − ] … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (28)
40 𝑅𝑐

𝐿𝑠 2
𝑌𝑠 = … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (29)
6 𝑅𝑐

90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 = … … … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (28)
𝜋 𝑅𝑐

𝐿𝑠 2
𝑝= − 𝑅𝑐 (1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠) … … … … … … … … … … … … … … … . . (28)
6 𝑅𝑐

𝐿𝑠3
𝑘 = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐 sin 𝜃𝑠.....................................................................(29)
40 𝑅𝑐 2

𝑇𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) 𝑡𝑎𝑛 1⁄2 ∆ + 𝑘 … … … … … … … … … … … … … … … (30)

𝐸𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) cos 1⁄2 ∆ − 𝑅𝑐.................................................................(31)

(∆ − 2𝜃𝑠)
𝐿𝑐 = . 𝜋. 𝑅𝑐 … … … … … … … … … … … … … … … … … . (32)
180

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 𝐿𝑐 + 2𝐿𝑠 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (33)

96
Jika diperoleh Lc < 20 m, maka sebaiknya tidak digunakan lengkung SCS

tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung spiral.

f. Tikungan berbentuk Spiral-Spiral (S-S)

(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.28. Tikungan S-S

Persamaan yang digunakan untuk menghitung jenis tikungan Spriral-Spiral adalah

sebagai berikut:

𝐿𝑐 = 0 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (34)

𝜃𝑠 = 1⁄2 ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (35)

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 2 𝐿𝑠 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (36)

𝜃𝑠 . 𝜋 . 𝑅𝑐
𝐿𝑠 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (37)
90

97
Dimana untuk harga nilai p, k, Ts, dan Es dapat menggunakan rumus (28) sampai

(31).

- Superelevasi

Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi

mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui

tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.

(Sumber: Dasar perencanaan geometrik Jalan)

Gambar 3.29. Perubahan kemiringan melintang pada tikungan

f) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal

pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)

pada bagian lengkung.

g) Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear,

diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS) yang

berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi

penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).

98
h) Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear,

diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 LS sampai dengan bagian

lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian panjang LS.

i) Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada

bagian spiral.

j) Diagram superelevasi :

(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.30. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan FC

(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.31. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan S-C-S

99
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)

Gambar 3.32. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan S-S

Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi

perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai

relatif. Harga landai relatif disesuaikan dengan kecepatan rencana (VR) dan

jumlah lajur yang tersedia. Persamaan (38) dipakai untuk menghitung landau

relatif dan Tabel 3.6. merupakan hasil perhitungan landai relative dengan variasi

kecepatan.

1 (𝑒 + 𝑒𝑛)𝐵
=
𝑚 𝐿𝑠 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (38)

Dimana:

1/m = landai relatif, %

e = superelevasi, m/m’

en = kemiringan melintang normal, m/m’

B = lebar lajur, m

100
Ls = panjang lengkung peralihan, m (gunakan rumus Modifikasi Shortt)

101
Tabel 3.8
Landai Relatif Maksimum
Vr, Km/Jam 20 30 40 50 60 80

Kemiringan 1/50 1/75 1/100 1/115 1/125 1/150


Maksimum
(Sumber: Diklat perencanaan geometri jalan tambang, UNISBA)

4. Aspek Keselamatan Jalan Angkut

Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping

diarahkan untuk meraih umur layanan jalan sesuai yang direncanakan, juga harus

memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi.

Beberapa aspek keselamatan sepanjang jalan angkut yang akan diuraikan meliputi

jarak pandang yang aman, rambu-rambu pada jalan angkut, lampu penerangan,

dan jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan.

1. Jarak Pandang Yang Aman

Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi

(operator) untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika

pengemudi melihat suatu penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat

melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak

pandang minimum sama dengan sama dengan jarak berhenti. Jarak pandang

terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang Mendahului (Jd).

Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap

pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat

adanya halangan di depan. Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 –

4,90 m,

102
sedangkan tinggi penghalang yang dapat menimbulkan kecelakaan berkisar antara

0,15 – 0,20 m diukur dari permukaan jalan. Jarak Pandang Henti berkaitan erat

dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan, waktu tanggap dan

gravitasi dan dapat diformulasikan sebagai berikut:

𝐽ℎ = 0,278 . 𝑉𝑟. 𝑇 + 𝑉𝑟2 …………………………………….


(39)
254𝑓𝑝

𝑉𝑟2
𝐽ℎ = 0,278 . 𝑉𝑟. 𝑇 + … … … … … … … … … … … … . (40)
254(𝑓𝑝 ± 𝐿)

Dimana :

VR = kecepatan rencana, km/jam

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,50 detik

fp = koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan jalan, menurut

AASHTO = 0,28 – 0,45; menurut Bina Marga = 0,35 – 0,55

L = kemiringan jalan, %

Tabel 3.9. Panjang Jh minimum yang dihitung berdasarkan rumus (39)


dengan pembulatan-pembulatan.

Vr, Km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20


Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
(Sumber: Diklat perencanaan geometric jalan tambang, UNISBA)

103
2. Jarak Pandang Pada Lengkung Horizontal

Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah

pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah

bebas samping). Daerah bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan

pandang di tikungan sehingga Jh terpenuhi. Dengan demikian, daerah bebas

samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan

dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E meter diukur dari garis

tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan. Daerah bebas samping

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

- Jika Jh < Lt

28,65𝐽ℎ
𝐸 = 𝑅′ (1 − 𝑐𝑜𝑠 ) …………………………………….
𝑅′ (41)
- Jika Jh > Lt

28,65𝐽ℎ 𝐽ℎ − 𝐿𝑡 28,65𝐽ℎ
𝐸 = 𝑅′ (1 − 𝑐𝑜𝑠 )+ ( 𝑆𝑖𝑛 ).........................(42)
𝑅′ 𝑠 𝑅′
Dimana :

R = jari-jari tikungan, m

R’ = jari-jari sumbu lajur dalam, m

Jh = jarak pandang henti, m

Lt = panjang tikungan, m

104
(Sumber: Diklat perencanaan jalan tambang, UNISBA)

(Sumber: Diklat perencanaan jalan tambang, UNISBA)

Gambar 3.33. Jarak pandang pada lengkung Horizontal

 Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada suatu bidang

vertical yang melalui sumbu jalan tersebut. Alinyemen vertikal terdiri atas bagian

landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan,

alinyemen vertikal dapat berupa tanjakan (landai positif), turunan (landai negatif),

dan datar (landai nol) maka lengkung vertikal dan perencanaan ialah :

1. Diadakan pada setiap pergantian kelandaian.

2. Memenuhi syarat kriteria keamanan, kenyamanan, drainase dan

keindahan bentuk (estetis).

3. Lengkung yang digunakan ialah parabola tingkat dua yang

105
memberikan perubahan yang konstan sebanding dengan jaraknya.

106
4. Lengkung vertikal dapat berupa lengkung vertikal cembung dan

lengkung cekung.

Kemiringan Memanjang Jalan

Kemiringan atau grade jalan angkut berhubung langsung dengan

kemampuan alat angkut dalam pengereman ataupun dalam mengatasi tanjakan.

Kemiringan jalan umumnya dinyatakan dalam persen (%).

Gambar 3.34. Pengaruh Kemiringan Terhadap Alat Angkut

∆ℎ
𝐺𝑟𝑎𝑑𝑒 (α) = × 100% … … … … … … … … … … … … … … … (43)

∆𝑥
Dimana :

h : beda tinggi antara 2 titik yang diukur (meter)

x : jarak datar antara 2 titik yang diukur (meter)

Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam

pengertiannya, kemiringan(α) 1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 m atau 1

ft untuk setiap jarak mendatar 100 meter atau 100 feet. Kemiringan jalan akan

menghasilkan tahanan kemiringan. Kemiringan jalan yang terlalu besar akan

menyebabkan ban sering slip sehingga akan mempercepat keausan ban,

meningkatkan pemakaian bahan bakar dan mengurangi efisiensi kerja. Hubungan

107
antara kemiringan jalan dan tingkat keausan ban karet dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 3.10
Hubungan antara kemiringan jalan dan keausan ban

Kemiringan
Kecocokan Pengaruh pada Ban
Jalan (%)

0-6 Sangat Baik pengaruh minimum pada umur ban & laju operasi

10% umur ban, mengurangi laju operasi, sedikit


6-8 Baik
kenaikan konsumsi BBM
8-10 Buruk 20% umur ban, sangat mengurangi laju operasi,
kenaikan konsumsi BBM
>10 Sangat 40% umur ban, sangat menaikkan konsumsi BBM,
Buruk menurunkan efisiensi kerja
(Sumber: Diktat Perencanaan Jalan Tambang)

1. Lengkung Vertikal

Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap

perubahan dari dua macam kemiringan arah memanjang jalan pada setiap lokasi

yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti

yang cukup demi keamanan dan kenyamanan. Lengkung vertikal terdiri dari dua

jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung Cekung.

- Lengkung Vertikal Cembung

Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak

pandangan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu :

a. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L).

b. Jarak pandangan berada diluar dan di dalam daerah lengkung (S>L).

108
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman )

(Sumber: Dasr perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)

Gambar 3.35. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cekung

Untuk jarak pandang dalam perencanaan digunakan jarak pandang henti

(JPH) dan jarak pandang menyiap (JPM) dari Bina Marga dan AASTHO serta

besarnya nilai kostanta garis pandang lengkung vertikal cembung (C) yaitu

sebagai berikut.

Tabel 3.11. Nilai C untuk beberapa, h1 & h2 berdasarkan AASTHO dan


Bina Marga
AASHTO ‘90 Bina Marga ‘90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi (h1) 1,07 1,07 1,20 1,20
(m)
Tinggi Objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20
Konstanta (C) 404 946 399 960
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)

109
Untuk menentukan nilai jarak pandang rencana untuk vertikal cembung

digunakan persamaan sebagai berikut:

 Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L).

- Untuk JPH & JPM digunakan persamaan sebagai berikut:


𝐴 . 𝑆2
𝐿= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (44)

 Jarak pandang berada diluar dan didalam daerah lengkung (S >L).

- Untuk JPH & JPM digunakan persamaan sebagai berikut:

𝐶
𝐿 = 2. 𝑆 −
� … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (45)

110
Dimana :

L = panjang daerah lengkung (m)

C = Nilai konstanta (C)

A = Grade (%)

S = Jarak pandang didaerah lengkung (m)

 Lengkung Vertikal Cekung

Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang

lengkung cekung vertikal (L), akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan

yang dapat digunakan, yaitu:

- Jarak sinar lampu kendaraan

- Kenyamanan pengemudi

- Ketentuan drainase

- Penampilan secara umum

111
 Jarak Sinar Lampu Kendaraan

Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung

merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada

malam hari. Di dalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil

setinggi 60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1 o. Letak penyinaran

lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu :

a. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan S< L.

(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)

Gambar 3.36. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan S<L

Persamaan yang digunakan adalah sebgai berikut:

𝐿= 𝐴. 𝑆2
. . … … … … … … … … … … … … … … … … … (46)
120 + 3,5 .
𝑆

b. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan S> L.

112
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)

Gambar 3.37. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan S>L

120 + 3,5 .
𝐿 = 2. 𝑆 − 𝑆 … … … … … … … … … … … … … … … … … . (47)
𝐴

Dimana: L : panjang daerah lengkung (m)

A : Grade (%)

S : Jarak pandang (m)

2. Penampang Memanjang Jalan

Penampang jalan di buat dengan skala horizontal 1 : 1000 atau 1 : 2000


dan skala vertikalnya adalah 1 : 100. Penampang memanjang jalan digambarkan
secara langsung dari pengukuran lapangan untuk mengetahui dan bagian yang
harus digali dan bagian yang harus ditimbun dalam arah memanjang trase jalan.
Gambar perencanaan penampangan memanjang jalan didasarkan pada hasil
perhitungan alinyemen vertikal serta standar – standar yang digunakan.

3. Penampang Melintang Jalan

Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan

terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk

penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk

memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada
113
pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak

berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air

yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan

kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan. Angka crose

slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertical (b) dan horizontal (a)

dengan satuan mm/m atau m/m. Jalan angkut yang baik memilki cross

slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 2% sampai 4%.

Gambar 3.38. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan S>L

3.4.5. Pertimbangan Keamanan

Di lokasi jalan tambang akan dibuat belokan tanjangan darurat (runaway

ramps) yang memiliki tujuan untuk menghentikan truk yang tak terkontrol, tapi

itu bila geometri pit memungkinkan. Dalam pekerjaan ini membutuhkan

pengupasan ekstra yang besar untuk membuat fasilitas tersebut, maka hal ini

akan dilakukan jika biaya untuk pengupasan memungkinkan. Untuk faktor

keamanan maka akan dibuat tanggul pemisah di tengah jalan untuk dibeberapa

114
lokasi, dan Straddle Berm semacam ini memiliki biaya yang lebih murah jika

dibandingkan dengan Runaway Ramps.

3.3.6 Stockpile

3.3.6.1 Stockpile

Lokasi stockpile berada di sisi utara dari batas lokasi pit tambang karena

merupakan lokasi yang paling dekat dengan pelabuhan jetty untuk

memudahkan pemuatan ore ke kapal tongkang. Jarak stockpile dengan pit

penambangan terbilang cukup dekat yaitu 700 meter. Jarak tersebut akan

semakin dekat seiring dengan terus dilakukannya proses penggalian di area pit

penambangan. Hal tersebut memungkinkan penekanan biaya operasional alat

angkut dan jumlah alat angkut yang beroperasi.

3.3.6.2 Disposal

Lokasi disposal ada dua dan terletak di sisi tenggara area penambangan

dan sudah masuk di wilayah Kecematan Bacukiki. Satu disposal untuk tanah

pucuk yang mengandung humus tinggi, dan satu disposal untuk over burden.

Masing-masing Disposal diperkirakan dapat menampung material waste

sebesar ± 600.000 lcm.

Kapasitas tersebut memang tidak bisa menampung waste secara

keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan area yang tidak terlalu luas untuk

115
pembuatan disposal yang sangat dekat dengan perkebuan masyarakat. Olehnya

itu, pembuatan disposal tetap menjaga jarak aman terhadap area lahan

pekerjaan warga sekitar dan Perusahaan merencanakan reklamasi akan

dilakukan pada akhir tahun ketiga operasi produksi agar sebelum pengupasan

tanah pucuk dilakukan pada blok terakhir, tanah yang berada pada disposal area

dapat dikembalikan pada bagian laterit yang telah diangkut untuk memulai

kegiatan reklamasi. Jarak antar disposal sekitar 150 meter. Tiap disposal

dirancang dengan sudut kemiringan tiap lereng sebesar 26 ̊ - 33 ̊ dengan tinggi

lereng 2,8 meter

3.3.7 Infrastruktur Tambang

3.3.7.1 Fasilitas Operasional

3.3.7.2 Fasilitas Karyawan

Sarana prasarana tambang menjadi penunjang kerja yang penting hal ini di

karenakan fasilitas karyawan di perlukan demi menjaga kenyamanan

karyawan. Adapun fasilitas yang mejadi prasaran umum yang biasa atau umum

yang terdapat pada wilayah pertambangan yakni

 Pembangunan kantor, mess karyawan, dan kantin

Untuk mendukung kegiatan opearsional di tambang perlu ddibangun kantor

operasional untuk mengelola jalannya operasional di area tambang.Hal lain

juga perlu didirikannya Mess karyawan yang dibangun agak berjauhan dengan

lokasi perkantoran (sekitar 200 m) dengan mempertimbangkan kapasitas


116
karyawan. Lalu adapun fasilitaa kanting yang dapat mendukung kinerja

karyawan dalam menjalankan tugasnya.

 Pembangunan rumah genset

Penyedian rumah genste uga di perlukan dalam mendukung operasional

penambangan di area stockpile tambang.

 Pembangunan unit pengolah limbah cair

Pembangunan unit pengolah limbah cair di bangun di perkantoran dan mess

karyawan sebagai fasilitas agar buangan air dari operasional di kedua tempat

tersebut tidak berdampak terhadap lingkungan.

 Pembangunan warehouse

Untuk mendukung kegiatan operasional diarea tambang maka dibangun

warehouse tempat penyimpanan material yang akan digunakan pada kegiatan

operasional di tambang.

 Pembangunan settling pond

Fasilitas ini dibangun sebagai sarana untuk pengelolahan limbah air dari

drainage stockpile di stockpile tambang sehingga air yang dihasilkan secara

tidak mempunyai dampak terhadap lingkungan.

 Pembangunan bengkel, crushing plant dan tempat ibadah

Fasilitas ini tentunya menjadi indikator perlengkap dalam menfasilitasi

tenaga kerja dan karyawan yang bekerja di lokasi penambangan.


117
 Water intake di tambang

Fasilitas ini dibangun untuk melakukan pengolahan dari air bersih yang dapat

digunakan di fasilitas workshop di kontraktor tambang dan di mess karyawan

perusahaan.

3.3.8 Operasional Tambang

3.3.8.1 Jenis dan Spesifikasi Teknis Peralatan

Metode penambangan yang diterapkan dalam operasi penambangan adalah

Open Cut mining. Untuk menentukan jenis peralatan yang digunakan dalam

metode ini, maka perlu dikaji terlebih dahulu jenis-jenis kegiatan yang akan

dilakukan dalam operasi penambangan tersebut. Dengan gambaran jenis

kegiatan yang jelas, maka penentuan spesifikasi peralatan yang akan

digunakan lebih mudah dilakukan. Hasil dari pemilihan jenis peralatan yang

akan digunakan dalam operasi penambangan Bijih Besi dapat dilihat pada

tabel

No Nama Peralatan Merk Jumlah


1.
. Excavator Caterpillar 3 unit
2. Bulldozer Caterpillar 3 unit
3. Wheel Loader Caterpillar 4 unit
4. Road Grader Komatsu 1 unit
5. Dump Truck Hino Jumbo Ranger 10 unit
Jumlah 21 unit
Tabel 3.12 Peralatan Mekanis

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa jenis peralatan utama penambangan

yang mutlak dipergunakan adalah excavator, dump truck dan bulldozer.

118
A. Excavator

Alat ini berdasarkan fungsi utamanya sering disebut alat gali muat. Pada

operasi penambangan akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai

berikut:

1. Melakukan penggalian, pemuatan dan pemindahan serta pencurahan material

lemah seperti humus atau top soil pada lokasi penimbunan atau langsung ke

atas alat angkut.

2. Melakukan penggalian, pemuatan, dan pencurahan lapisan tanah penutup

(overburden), dan mengumpulkannya pada suatu lokasi dekat tambang

atau langsung memuat ke atas alat angkut.

3. Melakukan penggalian, pemuatan dan pencurahan lapisan Bijih Besi dan

mengumpulkannya pada lokasi dekat tambang atau langsung memuat ke atas

alat angkut.

4. Melakukan perintisan dan pembuatan saluran-saluran air di tambang untuk

sistem drainase tambang.

5. Melakukan perintisan dan pembuatan kolam air di tambang (settling pond)

dalam rangka pengelolaan dan pemantauan lingkungan tambang.

 Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas didukung

oleh:

a. Kemampuan daya gali yang besar

119
Kemampuan memotong untuk permukaan yang relatif se-block dengan

memanfaatkan blade pada bucket-nya.

b. Kemampuan melakukan manuiver pada medan yang se-block

B. Dump Truck

Alat ini berdasarkan fungsi utamanya sering disebut truk jungkit dan pada

operasi penambangan akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai

berikut:

1. Melakukan pengangkutan, pencurahan hasil penggalian tanah

penutup (overburden) ke lokasi penimbunan tanah penutup (dumping

area)

2. Melakukan pengangkutan, pencurahan Bijih Bijih hasil tambang (Run Of

Mine) dari tambang ke stockpile Bijih Besi

 Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas didukung

oleh:

a. Kemampuan muat yang besar dari bucket-nya.

b. Kemampuan mobilitas yang cepat untuk jarak angkut yang jauh.

c. Kemampuan untuk melakukan dumping dari bucket-nya.

d. Kemampuan untuk melakukan manuiver pada medan yang se-block

C. Bulldozer

Alat ini fungsi utamanya adalah alat gali, dorong dan gusur. Pada operasi

penambangan akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut :

120
1. Melakukan pembabatan semak dan mengumpulkannya ke suatu lokasi

tertentu

2. Melakukan penggusuran jenis tanaman pohon-pohonan

3. Melakukan pengupasan tanah atas atau humus (stripping) dan

mengumpulkannya dekat lokasi tambang

4. Melakukan pembersihan Iapisan tanah penutup (overburden) dan

mengumpulkanya pada suatu lokasi dekat tambang. Apabila berhadapan

dengan material keras, maka digunakan alat tambahan yang disebut ripper

5. Melakukan perintisan dalam pembuatan lantai kerja dan jalan angkut

tambang

6. Mengatur bentuk geometri lereng tambang

Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan-pekerjaan seperti di atas

akan di dukung oleh:

 Kemampuan daya dorong yang besar yang dimilikinya

 Kemampuan memotong untuk ukuran yang cukup lebar dengan

memanfaatkan blade dan daya dorong yang besar

 Kemampuan merobek material keras dengan memanfaatkan kemampuan

ripper dan daya dorong yang besar

 Kemampuan untuk melakukan manuiver pada medan yang se-block

dengan memanfaatkan kemampuan track yang dimilikinya

121
Jenis atau tipe bulldozer yang akan digunakan adalah Caterpillar D 6 G yang

dapat melakukan pekerjaan seperti:

1. Melakukan pemuatan tanah penutup ke atas bucket dump truck dan atau ke

atas timbunan tanah penutup di waste dump area

2. Mengatur bentuk geometri lereng timbunan tanah penutup

3. Mendorong tanah penutup ke posisi yang direncanakan

D. Wheel Loader

Alat ini fungsi utamanya adalah alat muat. Akan tetapi dapat berfungsi pula

sebagai alat dorong dan pada operasi penambangan akan digunakan untuk

melakukan tugas-tugas sebagai berikut:

1. Melakukan penggalian, pengangkutan, dan pencurahan Bijih Besi di

stockpile atau ke atas copper atau ke atas dump truck

2. Melakukan pendorongan Bijih Nikel di stockpile agar tertata dengan rapi

Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas di dukung oleh:

a. Kemampuan muat yang besar dari bucket-nya

b. Kemampuan mobilitas cepat untuk jarak angkut yang tidak terlalu jauh

c. Kemampuan untuk melakukan digging dan dumping yang cepat.

d. Memiliki daya dorong yang besar

e. Jenis atau tipe wheel loader yang akan digunakan adalah Caterpillar LW 220.

122
Tabel Jenis Peralatan Utama Penambangan

Jenis Kegiatan Nama Alat Type


Pembersihan lahan Bulldozer Cat. D 6 G
Pembuatan jenjang, Pendamping Bulldozer Cat. D 6 G
excavator
Penggalian dan Pemuatan Tanah Excavator ( Back PS 125
Penutup
Penggalian dan Pemuatan Bijih Besi hoe )
Excavator ( Back PC 320
Pengangkutan Tanah Penutup hoe ) Truck
Dump PS 125
Pengangkutan Bijih Nikel Dump Truck HT 130
Pemuatan Bijih Nikel di stockpile Wheel Loader Cat. LW
220
3.3.8.1 Kebutuhan Peralatan

Dalam melakukan perhitungan jumlah kebutuhan unit peralatan untuk operasi

penambangan Bijih Besi maupun operasi pengupasan tanah penutup, harus

diperhatikan beberapa batasan-batasan yang berkaitan dengan karakteristik

Bijih Besi, karakteristik overburden, maupun karakteristik masing-masing

peralatan yang digunakan serta asumsi-asumsi yang perlu diterapkan berkaitan

dengan gambaran operasional penambangan yang direncanakan. Berdasarkan

besarnya volume pekerjaan pemindahan Bijih Besi ke stockpile dan volume

pekerjaan pemindahan tanah penutup ke dumping area per tahun, maka dapat

123
ditentukan jumlah kebutuhan peralatan utama setiap tahun untuk operasi

penambangan Bijih Besi.

Tabel Jumlah Kebutuhan Peralatan Utama Operasi Penambangan Bijih Besi

Pemindahan Tanah
Tahun Jumlah Jumlah Penambangan Bijih
Penutup
Bijih Tanah
Nikel Penutup PC 320 PS 125 PC 320 D HT
(ton) (BCM) D 130
2016 550.000 183.333 1 2 1 2

2017 905.000 301.666 1 4 1 4

2018 776.500 258.833 1 3 1 3

2019 776.500 258.833 1 3 1 3

3.3.8.2 JADWAL PRODUKSI DAN UMUR TAMBANG

 Urutan Operasi Penambangan

Urutan (sekuen) operasi penambangan Bijih Bijih selain menggambarkan arah


kemajuan tambang per tahun, juga menyangkut jumlah pemindahan tanah penutup dan
produksi Bijih Nikel per tahun menggambarkan arah kemajuan tambang senantiasa
mengikuti arah sebaran Bijih Nikel.

A. Tahap Produksi

124
Operasi penambangan Bijih Besi akan dilakukan pada lokasi penambangan dengan
terget tertentu. Pada tahap ini operasi penambangan berjalan dengan Stripping Ratio
(SR) sebesar 1 : 3.

B.Umur Tambang

Kegiatan penambangan Bijih Besi direncanakan beroperasi selama kurun waktu 5


(Lima) tahun dengan asumsi di tahun ke 5 (Lima) yakni di tahun 2020 akan di lakukan
kegiatan penutupan tambang (pasca tambang).

3.3.9 Reklamasi

Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus dimulai sesuai dengan rencana tahunan

pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai

pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi,

perusahaan pertambangan bertanggungjawab sampai kondisi/rona akhir yang

telah disepakati tercapai.

Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi

pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan

dari pekerjaan teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan air

(SPA), bangunan pengendali lereng, chek dam, penangkap oli bekas (oil

chatcher) dan lain- lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

125
Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistim penanaman

(monokultur, multiple croping), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi

setempat, tanaman penutup (cover crop) dan lain-lain.

Pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut:

a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan

bentuk lahan (landscaping), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar

rendah (low grade) yang belum dimanfaatkan

b) Pengendalian erosi dan sedimentasi

c) Pengelolaan tanah pucuk (top soil)

d) Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang

untuk tujuan lain.

126
A. PERSIAPAN LAHAN

1. Pengamanan Lahan Bekas Tambang

Kegiatan ini meliputi.

a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak

digunakan di lahan yang akan direklamasi

b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan

berbahaya (B-3) dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan.

c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat

khusus

d. Penutupan lubang bukaan tambang dalam secara aman dan permanen

e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan

direklamasi

2. Pengaturan Bentuk Lahan

Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi

setempat. Kegiatan ini meliputi:

a. Pengaturan bentuk lereng

1. Pengaturan bentuk lereng dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air

limpasan (run off); erosi dan sedimentasi serta longsoran

2. Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras b.

Pengaturan saluran pembuangan air (SPA)


127
1. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksud untuk pengatur air agar

mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan akibat

erosi.

2. Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi)

dan luas areal yang direklamasi.

3. Pengaturan/Penempatan Low Grade

Maksud pengaturan dan penempatan “low grade” (bahan tambang kadar

rendah) adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/hilang apabila

ditimbun dalam waktu yang lama karena belum dapat dimanfaatkan.

B. PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI

Pengendalian erosi merupakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan

penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan

berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di

alur sungai.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan,

kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, tata guna tanah (perlakuan terhadap

tanah) dan tanaman penutup tanah.

Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagaia

berikut:

1. Meminimasikan areal terganggu dengan:


128
a. membuat rencana detail kegiatan penambangan dan reklamasi b. membuat

batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan

c. penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan d.

pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan

2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan:

a. pembuatan teras-teras

b. pembuatan saluran diversi (pengelak)

c. pembuatan SPA d. dam pengendali e chek dam

3. Meningkatkan infiltrasi (persesapan air tanah)

a. dengan pengaturan tanah searah kontur

b. akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat

sebagai media perakaran tanah

c. pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll

4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi pertambangan

a. penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan

peraturan yang berlaku dan harus didalam wilayah Kuasa Pertambangan, Izin

Usaha Pertambangan (IUP)

b. membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak

mengandung sedimen

129
c. bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen yang

dilengkapi dengan saluran pengelak

d. letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah

ditampung dan dibelokan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan terlalu

curam

e. bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungan

sebaiknya sedimen di keruk dan dapat dipakai sebagai lapisan tanah atas.

f. dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan saluran

pelimpah (spilways) untuk menangani keadaan darurat dan saluran

pembuangan (decant, syphon), dan lain yang dianggap perlu

g. kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, sheck dam dari

beton, batu, kayu atau dalam bentuk lain.

Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu kepada pedoman teknis yang

telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pertambangan Umum melalui Surat

Keputusan No. 693.K/008/DDJP/1996 tentang pedoman Teknis Pengendalian

Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum.

C. PENGELOLAAN TANAH PUCUK

Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk

dengan lapisan tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk merupakan media

tumbuh bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk

keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi.

130
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah:

1. Pengamatan profil tanah dan identifikasi perlapisan tanah tersebut sampai

dengan bahan galian

2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan

pada tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak

melebihi dari 2 meter

3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan

tanah pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimum 0,15 m

4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengandung racun

dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus

dengan cara mengisolasi dan meisahkannya

5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah

untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah

6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) perlu dipertimbangkan:

a. penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi

sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan

segera

b. penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka

terhadap erosi dapat dilihat pada tabel

c. jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah

bawah (sub soil)


131
d. dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang

cepat tumbuh dan menutup permukaan tanah

7. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila:

a. sangat berpasir (70% pasir atau kerikil

b. sangat berlempung (60% lempung)

c. mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00

d. mengandung khlorida > 3% dan

e. mempunyai electrical conductivity (ec) > 400 milisimens/meter

D. REVEGETASI

Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan teknis

tanaman, persiapan lapangan, pengadaan bibit/persemaian, pelaksanaan

penanaman dan pemeliharaan tanaman.

1. Penyusunan Rancangan Teknis Tanaman

Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang

menggambarkan kondisi lokal, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis

pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan biaya

dan tata waktu pelaksanaan kegiatan.

Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan

sosial ekonomi setempat. Kondisi biofisik meliputi topografi atau bentuk lahan,
132
iklim, hidrologi, kondisi vegetasi awal dan vegetasi asli. Sedangkan data sosial

ekonomi yang perlu mendapat perhatian antara lain demografi, sarana,

prasarana dan aksesibilitas yang ada.

Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada tanaman jenis tumbuhan

asli. Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan

kondisi tanah setempat saat ini. Sehingga perlu selalu mengingat

perkembangan pengetahuan mengenai jenis-jenis tanaman yang cocok untuk

keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu konsultasi dengan instansi

yang berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok.

2. Persiapan Lapangan

Pada umunya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan,

pengolahan tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat

penting agar keberhasilan tanaman dapat tercapai.

a. Pembersihan lahan

Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentuan dalam persiapan

lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman penganggu

(alang-alang, liliana, dll) dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik

tanpa ada persaingan dengan tanaman penganggu dalam hal mendapatkan unsur

hara, sinar matahari, dll

b. Pengolahan tanah

133
Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah

menembus tanah dan mendapat unsur hara yang diperlukan dengan baik,

diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang diinginkan

c. Perbaikan tanah

Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat

perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur,

mulsa, pupuk (organik maupun an-organik).

Dengan perlakuan tersebut diharapkan dapat memperbaiki persyaratan tumbuh

tanaman.

1) Penggunaan Gypsum

a. Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung

banyak lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah (crushing)

pafa tanah padat (hard-setting soil). Penggunaan gypsum akan menggantikan

ion sodium

dengan ion kalsium sehingga dapat meningkatkan struktur tanah, meningkatkan

daya resap tanah terhadap air, aerasi (udara), penguranangan kerak tanah dan

dengan pelindihan (leaching) akan mengurangi kadar garam.

b. Bila lapisan tanah bagian bawah (sub soil) yang diperbaiki, maka perlu

dibuat alur garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap. Jika tanah kerak

yang diperbaiki sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja

134
c. Penggunaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk memperbaiki

tanah kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk mengolah lapisan tanah

bagian bawah yang bersifat lempung

d. Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah

dengan gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana tumbuh-

tumbuhansudah mempu menghasilkan bahan-bahan organik yang membetikan

dampak positif bagi pertumbuhannya.

2) Penggunaan kapur

a. Kapur digunakan khususnya untuk mengatyur pH akan tetapi dapat juga

memperbaiki struktur tanah

b. Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan

mengurangi zat-zat racun

c. Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu hamping, kapur

dolomit, Kapur tohor (hydrated lime) jarang digunakan

d. Kapur atau batu gamping giling kasar (coarsely crushed) dan kapu dolomit

mempunyai daya kerja yang lebih lambat akan tetapi pengaruhnya dalam

menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan kapur tohor

e. Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika

kesinambungan kenaikan pH dibutuhkan

f. Kapur tohor akan berpengaruh menurunkan kemampuan jenis pupuk yang

mengsndung nitrogen. Karena itu penggunaannya harus terpisah

135
g. Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah

dan kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5 –

3,5 ton/ha per tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikkan pH lebih dari 0,5.

3) Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya

a. Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya

perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga

digunakan sebagai mulsa

b. Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban tanah

dan mengatur suhu permukaan tanah

c. Pada umumnya penggunaan mulsa hanya terbatas pada lokasi yang

memerlukan revegetasi cepat dan memerlukan perlindungan pada tempat-

tempat tertentu (seperti tanggul) atau jika akan diperlukan perbaikan tanah atau

media

d. Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa untuk lokasi

yang luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha

e. Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian dapat digunakan

sebagai mulsa yang penggunaannya tergantung dari ketersediaan dan harganya.

Bahan-bahan yang baik digunakan sebagai mulsa, antara lain tumbuh-

tumbuhan yang tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-potongan

kayu dan serbuk gergaji limbah pabrik pengolahan dan penggergajian kyu,

ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis kacang-kacangan

136
f. Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen

yang terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai

g. Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian

biasa(misalnya penyebaran pupuk kandang) atau dengan alat khusus

h. Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan mulsa

(biasanya jerami atau batang padi) yang dicampur dengan biji tumbuhan

4) Pupuk

a. Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi

dan maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.

b. Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang rendah

namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan

pertumbuhannya.

c. Reaksi dari tiap tumbuhan bervaeriasi, anggota dari rumpun “proteaseae”

sensitif terhadap peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan

menimbulkan efek yang kurang baik.

d. Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang

dan sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah siofat tanah.

e. Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan

sesuai dengan hasil analisis tanah.

137
f. Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro

(yaitu nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang, kalsium

dan magnesium.

g. Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan,

harus meminta saran dari ahli tanah.

h. Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan yang

dapat mengakibatkan pencemaran air khususnya pada daerah tanah pasiran.

i. Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak

10-

15cm di bawah atau disebelah tiap lubang semaian pada waktu penanaman.

Harus dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar semaian.

Hal yang dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara lain:

1. Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum

bijih tersebut matang.

2. Menghindarkan buah yang menunjukkan adanya tanda serangan serangga

atau gangguan jamur.

3. Mengumpulkan biji yang sudah matang saja, antara lain:

a. Kelompok biji yang berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-

lain)

menunjukkan kematangan bila warnanya sudah berubah hijau kecoklatan.

138
b. Kelpompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak

dan berubah warna bila sudah matang.

c. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau ke

coklat, jadi rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan

mengkilat.

4. Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik,

gunakan kantong kain atau kertas.

Apabila membeli biji perlu diperhatikan:

1. Penjual biji yang mempunyai reputasi baik/penyalur resmi

2. Biji komersial dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan berlabel

sehingga terjamin tingkat perkembangannya dan jelas asal serta tanggal

pengambilan biji.

Penyimpanan bijih dilakukan dengan cara:

1. Memberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis biji,

tanggal pengumpulan, lokasi dan sebagainya

2. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu serta bubuhi

dengan serbuk anti jamur dan serangga

3. Bijih disimpan temperatus di bawah 20C dengan kelembaban yang rendah.

Biji tumbuhan tropis mungkin mati pada temperatus di bawah 10C

a. Pembuatan persemaian

139
1.Pemilihan lokasi persemaian

Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yaitu ada/dekat

dengan sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta cukup mendapat

cahaya matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon areal penanaman.

2.Tahap dan Kegiatan Pembuatan persemaian

a. Perlakuan pendahuluan

Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodok) perlu diberi

perlakuabn khusus sebelum disemaikan

b. Penaburan benih

Benih yang berukuran harus sebelum ditabur terlebih dicampur dengan pasir

halus, tanah halus atau gambut yang telah dihancurkan sedangkan benih yang

berukuran lebih besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam

kantong semai.

c. Penyapihan

Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari bak

perkecambahan ke dalam pot yang telah diisi media sapih dan dilaksanakan di

rumah pertumbuhan

140
d. Pemeliharaan bibit

Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman, pemupukan,

penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan akar serta pemberantasan hama

dan penyakit.

3. Pelaksanaan penanaman

Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan tanaman,

pemasangan ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanam dan penananam.

4. Pemeliharaan

Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak

dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk

memacu pertumbuhan tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan

keadaan optimum bagi pertumbuhan tanaman.

141
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sumberdaya dan Cadangan Bijih Besi

1. Estimasi Sumberdaya

a. Metode

Perhitungan sumberdaya endapan bijih besi diawali dengan

pengolahan data eksplorasi berdasarkan pada pengeboran yang telah

diperoleh. Pada tahap awal pemodelan bijih besi dimulai dengan

pemberian kode litologi untuk membedakan lapisan over burden dan

Bijih besi pada data pengeboran.

b. Pemodelan

Data pengeboran dari hasil eksplorasi dibuat menjadi sebuah

model blok geologi menggunakan software surpac. Pada model blok,

masing-masing lapisan litologi dilambangkan dengan indeks tertentu.

Data kontur topografi dibutuhkan untuk melakukan proses estimasi

sumberdaya. Data kontur digunakan untuk membuat bentuk

permukaan 3D dari topografi. Kemudian dilakukan report data dari

wireframe topografi dan model blok yang akan menghasilkan data

estimasi sumberdaya yang dapat diklasifikasikan menjadi

sumberdaya terukur, tertunjuk, dan tereka berdasarkan indeks data

kelasnya.

142
c. Jumlah dan klasifikasi sumberdaya

Klasifikas sumberdaya endapan bijih nikel laterit dibedakan

menjadi tiga kategori, berdasarkan tingkat kepercayaan terhadap

perhitungan jumlah sumberdaya dan kualitasnya, yaitu sumberdaya

terukur (measured), sumberdaya tertunjuk (indicated), dan

sumberdaya tereka (inferred). Ketiga klasifikasi sumberdaya tersebut

dibedakan berdasarkan tingkat kerapatan data bor yang digunakan

untuk mendefinisikan badan bijih. Sumberdaya terukur, adalah

klasifikasi sumberdaya yang mampu memberikan informasi yang

cukup mengenai jumlah sumberdaya dan kandungan logam sebuah

proyek dengan tingkat keakuratan. Sumberdaya tertunjuk yaitu

klasifikasi sumberdaya yang mampu memberikan informasi yang

cukup mengenai jumlah sumberdaya dan kandungan logam.

Sumberdaya tereka yaitu klasifikasi sumberdaya yang mampu

memberikan informasi yang cukup mengenai jumlah sumberdaya

dan kandungan logam.Jumlah sumberdaya terukur, tertunjuk, dan

tereka bijih besi adalah 1.434.000 ton, Sedangkan sumberdaya

terukur, tertunjuk, dan tereka dari overburden adalah 752,666 ton.

143
Tabel 4.1 Estimasi Sumber Daya

2. Estimasi Cadangan

a. Metode

Perhitungan cadangan endapan bujih besi diawali dengan pengolahan

data eksplorasi berdasarkan data pengeboran yang telah diperoleh.

Pada tahap awal pemodelan bijih besi, dimulai dengan pemberian

kode litologi untuk membedakan lapisan over burden dan bijih, pada

data pengeboran. Pada tahap berikutnya, konstruksi model lapisan

dilakukan untuk menggambarkan sebaran 3D lapisan-lapisan geologi

yang ada, yaitu Limonit, Saprolit. Konstruksi model geologi ini

menggunakan software surpac. Proses estimasi dilakukan dengan

menghitung volume pada masing-masing model blok litologi yang

telah dibuat menggunakan software.

144
b. Pemodelan

Data pengeboran dari hasil eksplorasi dibuat menjadi sebuah model

blok geologi menggunakan software surpac. Pada model blok,

masing-masing lapisan litologi dilambangkan dengan indeks tertentu.

Data kontur topografi dibutuhkan untuk melakukan proses estimasi

sumber daya. Data kontur digunakan untuk membuat bentuk

permukaan 3D dari topografi. Kemudian dilakukan report data dari

wireframe topografi dan model blok yang akan menghasilkan data

estimasi cadangan yang dapat di tambang secara ekonomis.

Gambar 4.1 Blok Model Cadangan 3D

145
Gambar 4.2 Pemodelan 3D Over Burden

Gambar 4.3 Pemodelan 3D Bijih Besi

146
Gambar 4.4 Pemodelan 3D Pit

Gambar 4.5 Pemodelan 3D Keterdapatan Bijih Besi

147
4.2 Tahapan Perencanaan Tambang

4.2.1 Eksplorasi

PT. Timor Iron melakukan ekplorasi rinci dengan menggunakan metode

pemboran, sehingga dapat diketahui litologi bawah permukaan dan juga kadar dari

pada endapan bijih besi, adapun data-data bor tersebut terlampir dalam table

dibawah ini :

Tabel 4.2 Data Geologi

hole_id samp_id from to rock_type


GT20 GT20 0 10 OB
GT20 GT20 10 130 Fe
GT38 GT38 0 10 OB
GT38 GT38 10 102 Fe
GT42 GT42 0 1.26 OB
GT42 GT42 1.26 34 Fe
GT43 GT43 0 140 OB
GT50 GT50 0 1.26 OB
GT50 GT50 1.26 40 Fe
GT58 GT58 0 10 OB
GT58 GT58 10 60 Fe
GT65 GT65 0 1.26 OB
GT65 GT65 1.26 35 Fe
GT65 GT65 35 45 IB
GT65 GT65 45 85.5 Fe
GT77 GT77 0 49 OB
GT79 GT79 0 1.26 OB
GT79 GT79 1.26 49 Fe
GT80 GT80 0 20 OB
GT80 GT80 20 105 Fe

148
Tabel 4.3 Data Collar

hole_id x y z max_depth hole_path


GT20 665676 8957952 619 130 curved
GT38 665706 8957958 613 102 curved
GT42 665731 8958005 619 34 curved
GT43 665733 8958025 630 140 curved
GT50 665737 8958071 639 40 curved
GT58 665746 8958169 676 60 curved
GT65 665752 8958266 665 40.5 curved
GT77 665756 8958361 634 49 curved
GT79 665795 8958394 656 49 curved
GT80 665822 8958413 652 105 curved

Tabel 4.4 Data Survey

hole_id depth dip azimuth


GT20 130 -90 0
GT38 102 -90 0
GT42 34 -90 0
GT43 140 -90 0
GT50 40 -90 0
GT58 60 -90 0
GT65 40.5 -90 0
GT77 49 -90 0
GT79 49 -90 0
GT80 105 -90 0

Tabel 4.5 Data Assay

hole_id samp_id from to fe


GT20 10 130 0.47
GT38 10 102 0.48
GT42 1.26 34 0.22
GT50 1.26 40 0.26
GT58 10 60 0.45
GT65 1.26 35 0.68
GT65 45 85.5 0.39
GT79 1.26 49 0.25
GT80 20 105 0.56

149
4.2.2 Sistem Penambangan

4.2.2.1 Metode Penambangan

1.System Penambangan Open Pit

150
Sistem penambangan bijih besi yang dilakukan oleh perusahaan

disesuaikan dengan keadaan penambangan dan perusahaan itu sendiri.

Penambangan dengan cara open pit adalah penambangan yang dilakukan

untuk menggali endapan-endapan bijih metal seperti dilakukan untuk

menggali endapan-endapan bijih metal seperti endapan bijih besi,endapan

endapan bijih tembaga, dan dan endapan bijih nikel. Penambangan

dengan cara open pit biasanya dilakukan untuk endapan bijih atau mineral

yang terdapat pada daerah datar atau daerah lembah. Tanah akan digali

keyang terdapat pada daerah datar atau daerah lembah. Tanah akan digali

ke bagian bawah sehingga akan membagi bagian bawah sehingga akan

membentuk cekungan atau pit.bentuk cekungan atau pit. PT. Timor Iron,

saat ini memiliki sebuah konsesi pertambangan bijih besi dan telah

mendapatkan izin usaha pertambangan operasi produksi yang diperoleh

selama 6 tahun 8 bulan seluas 66,4577 Ha. Sampai dengan saat ini PT.

151
Timor Iron telah merencanakanakan melakukan kegiatan produksinya

ditahun pertama produks idengan target 210.000 ton, usaha tambang

memerlukan modal awal dan modal kerja yang besar.

Hasil eksplorasi yang telah dilakukan menunjukkan terdapatnya

cadangan bijih besi yang potensial, yaitu sebanyak 1.443.000 ton.

Seperti pada umumnya penambangan di daerah laterit, maka metode

penambangan yang akan diterapkan oleh PT. Timor Iron adalah

penambangan dengan sistem tambang terbuka dan dilakukan secara

open pit dimana penambangan akan dimulai dari jenjang paling atas dan

dilanjutkan ke bagian bawah secara berjenjang. Ketinggian jenjang

disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi peralatan yang dipergunakan

dan kondisi geoteknik tanah dan batuan. Ketinggian jenjang disesuaikan

dengan jenis dan spesifikasi peralatan yang digunakan, kondisi

geoteknik tanah dan batuan, potensi terjadinya pengotoran pada saat

penggalian bijih dan tingkat produksi. Sesuai dengan kedudukan,

laterisasi, keadaan topografi daerah dan skala operasi penambangan

yang direncanakan, maka cara penambangan yang dapat dilakukan

adalah tambang terbuka (OpenPit) yang menggunakan kombinasi alat

berat, antara lain bulldozer, excavator, loader dan dump truck sebagai

alat beraturan aman dan dibantus ejumlah peralatan penunjang lainnya.

Hasil dari kegiatan penambangan sebagianakan disaring terlebih dahulu

sebelum dibawa kepenampungan atau stockpile yang terletak tidak

152
jauh dari lokasi tambang, yang merupakan tempat penumpukan bijih

besi yang siap di angkut kemudian dijual.

Dengan teknik penambangan ini diharapkan semua

lapisan bijih besi yang sebarannya jelas, dapat ditambang dengan

baik. Pada umumnya tak semua cadangan terukur dapat diambil

Bijihnya karena faktor-faktor berikut:

- Keterbatasan peralatan

- Kondisi perlapisan pembentuk Bijih Besi

- Struktur geologi

- Morfologi daerah tambang

- Kualitas produk yang diinginkan

Daerah tambang akan dirancang untuk meminimalkan jarak angkut jika

memungkinkan dikarenakan tingginya biaya muat dan pengangkutan

material pelapis jalan.

Untuk keperluan itu dozer akan digunakan untuk mendorong

overburden di dekat jalan. Karena tanah laterit lunak, maka jalan untuk
153
pemuatan dan pengangkutan overburden dan bijih harus diperkeras

dengan batuan dan dibangun drainase yang baik, agar operasi

penambangan bisa bertahan terhadap semua kondisi cuaca. Peledakan

tidak dibutuhkan dalam operasi penambangan overburden dan bijih besi

karena overburden dan bijih bisa digali secara langsung. Penambangan

dilakukan secara berurutan dimulai dengan pengupasan overburden

dengan dozer setelah pembersihan tanam tumbuh (land clearing)

selesai. Top soil yang kaya akan humus dikupas dan ditumpuk di tempat

terpisah untuk keperluan reklamasi di akhir tahapan penambangan.

Penambangan akan dilakukan dengan kombinasi excavator berkapasitas

0.9 m3 dan truck ukuran 20 ton, yang memungkinkan untuk dapat

mengontrol kadar dengan baik pada waktu penambangan. Bijih

kemudian diangkut ke tempat penumpukan bijih sementara (Stockpile).

Tahapan penambangan terdiri dari pembersihan lahan (land clearing),

pengupasan tanah pucuk dan overburden (stripping), penggalian bijih

(mining), dan rehabilitasi lahan.

4.2.2.2Tahapan Penambangan

KegiatanoperasipenambanganBijih Besi yang

direncanakanpadasetiap bukaan tambang akan mencakup:

154
1. Operasi Pembersihan Lahan

Sebelum stripping dilakukan, semua vegetasi terutama pohon-pohon

yang besar akan ditebang dan dipotong-potong kecil dengan

menggunakan mesin pemotong kayu (chainsaw) untuk kemudian

bisa dimanfaatkan untuk kegiatan reklamasi. Idealnya clearing

dilakukan 1-3 bulan sebelum penambangan dimulai untuk mencegah/

mengurangi erosi.Operasi pembersihan lahan penambangan

dilakukan pada lokasi dimana tambang akan dibuka. Berkaitan

dengan operasi ini akan dilakukan beberapa pekerjaan,yaitu:

a. Operasi Penebangan Pohon dan Pemotongan Kayu

Dalam operasi pembersihan lahan, apabila ditemukan pohon-

pohon, maka terlebih dahulu dilakukan operasi penebangan

pohon dan operasi pemotongan kayu. Bila pohon-pohon tersebut

dinilai mampu ditumbangkan dengan tenaga dorong bulldozer,

maka operator akan langsung menggunakan bulldozer. Untuk

pohon- pohon berukuran besar, untuk penebangannya perlu

dibantu dengan menggunakan gergaji mesin (chainshaw).

Bila kayu yang dikerjakan memiliki ukuran yang besar, maka

operasi pemindahan kayu dari lokasi penambangan ketempat

155
penyimpanan kayu ini perlu dipergunakan alat angkat untuk

beban berat (crane) dan rantai besi untuk pengikat dan penarik,

serta truk pengangkut kayu. Bila kayu memiliki ukuran yang

kecil, maka operasi pemindahan kayu dari lokasi penambangan

ke lokasi penyimpanan kayu ini cukup dipergunakan tenaga

manusia dan truk pengangkut kayu. Kayu-kayu hasil penebangan

dan pemotongan akan disimpan dilokasi penyimpanan yang telah

direncanakan. Lokasi penyimpanan kayu dapat dipilih pada

lahan-lahan terbuka yang dekat dengan daerah penambangan dan

dilintasi oleh jalan angkut. Kayu-kayu yang disimpan ini dapat

dimanfaatkan untuk pembuatan bangunan, jembatan, bahan bakar

atau kepentingan lainnya.

b. Operasi Pembabatan Semak dan Perdu

Pekerjaan pembabatan semak dan perdu ini akan dilakukan

dengan menggunakan bulldozer, yang dapat menjalankan fungsi

gali dan dorong dengan memanfaatkan blade dan tenaga dorong

yang besar dari alat tersebut. Semak dan perdu yang sudah

dibabat tersebut selanjutnya akan didorong kedaerah-daerah

lembah yang dekat dengan areal penambangan.

2. Operasi Pengupasan Tanah Atas (Top Soil)

156
Setelah operasi pembersihan selesai, selanjutnya dilakukan operasi

pengupasan lapisan atas (top soil) yang banyak mengandung bahan-

bahan organik hasil pelapukan, yang sangat baik untuk penyuburan

tanah. Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan blade

dari bulldozer. Operator bulldozer sambil mengupas tanah subur

tersebut sekaligus mendorong dan mengumpulkannya pada lokasi

tertentu didekat daerah operasi bulldozer. Dengan demikian pada

lahan penambangan akan terdapat lokasi timbunan tanah subur yang

pada gilirannya akan dimanfaatkan untuk reklamasi lahan bekas

penambangan. Apabila lokasi timbunan top soil ini relatif jauh, maka

pekerjaan pemindahan top soil ini akan memerlukan excavator

sebagai alat muat dan dump truck sebagai alat angkut. Land Clearing

Pengupasan Top Soil dan Penggalian Bijih Pengangkutan ke

Stockpile Pengangkutan ke Pelabuhan Rehabilitasi Lahan Gambar

6.2 Diagram Alir Penambangan 54 Tanah pucuk merupakan tanah

yang mempunyai unsur hara yang tinggi dan sangat diperlukan pada

tahapan reklamasi lahan untuk mengembalikan kesuburan tanah.

Tebal lapisan tanah pucuk yang dikupas antara 10-20 cm. Tanah ini

dikumpulkan di suatu tempat.

3. Operasi Pemidahan Tanah Penutup (Overburden)


157
Operasi penggalian tanah penutup berupa over burden dan

inter burden, dilakukan dengan menggunakan excavator dan

dibantu dengan bulldozer. Untuk material lemah sampai sedang,

excavato rdapat langsung melakukan penggalian dan pemuatan

keatas dumptruck. Sedangkan untuk material agak keras,

bulldozer akan membantu memberaikan material tersebut,

sebelum digali dan dimuat oleh excavator. Pemakaian ripper

pada bulldozer akan disesuaikan dengan kebutuhan operasi

pemberaian material. Selanjutnya apabila diketemukan lapisan

tanah penutup yang keras sampai sangat keras, maka akan

dipergunakan stone breaker untuk memberaikan material tersebut

sebelum dimuat ke atas dump truck.

Dalam batas-batas penggalian yang telah direncanakan,

operator excavator akan melakukan pembentukan jenjang

(bench), dibantu oleh operator bulldozer.

Dump truck sebagai alat angkutakan mengangkut tanah

penutup dari daerah penambangan menuju lokasi penimbunan

(dumping area), yang telah direncanakan didaerah dengan

morfologi lembah atau datar yang ada dilokasi terdekat.

158
Timbunan tanah penutup ini akan diatur secara berjenjang dengan

menggunakan dozer shovel dan selanjutnya akan ditutup dengan

lapisan tanah subur (top soil) untuk persiapan proses penanaman

bibit pohon (revegetasi).

4. Operasi Penggalian Dan Pemindahan Bijih Besi

Dalam operasi pemindahan Ore akan digunakan excavator sebaga

ialat muat dan dump truck sebagai ala tangkut. Dump truck akan

mengangkut Ore dari daerah penambangan (Run Of Mine) menuju ke

lokasi penimbunan Ore (raw stockpile), yang lokasinya berdekatan

dengan unit pengolahan Ore (Mine Iron ore Crushing Plant).

Tumpukan Or eiraw stockpile ini selanjutnya akan menjadi

umpan/masukan (feed) pada proses pengolahan Bijih Besi diunit

pengolahan Bijih Besi tersebut. Operasi penambangan Bijih Besi

berlangsung tidak secara serentak pada semua block tambang.Ada

dua tipe bijih yang akan ditambang yaitu bijih limonit dan bijih

saprolit.

Bijih limonit didefinisikan dengan menggunakan cut off grade 1.2%

nikel dan bijih saprolit dengan menggunakan cut off grade 1.8%

nikel. Kedua tipe bijih akan ditambang secara terpisah dengan

menggunakan excavator yang dibantu oleh dozer sebagai pengupas

dan pengumpan. Bijih limonit yang sudah bersih dari pengotor

159
(overburden/waste) dan sesuai dengan spesifikasi bijih yang

dibutuhkan pabrik akan ditambang dan diangkut langsung ke

Stockpile. Sementara itu untuk bijih saprolitnya akan diangkut ke

Grizzly sebelum ke Stockpile, untuk selanjutnya diangkut melalui

laut ke pabrik smelter.

5. Revegetasi tambang

Setelah penambangan selesai, area yang telah selesai ditambang

(mined out) akan ditutup kembali dengan lapisan penutup/tanah

pucuk sesuai perlapisan alaminya dan ditanami kembali dengan

vegetasi yang baru. Top soil ditebarkan kembali ke area bekas

tambang yang sudah siap untuk direhabilitasi kembali.

Gambar 4.6 Kondisi Awal Daerah Penambangan

160
Gambar 4.7 Land Clearing

Gambar 4.8 Pengupasan Over Burdden

Gambar 4.9 Penambangan Bijih Besi

161
Gambar 4.10 Pemulihan lahan bekas tambang dengan penanaman cover crop dan

pohon

4.2.3 Perencanaan Geoteknik dan Kestabilan Lereng Pada Pit

4.2.3.1 Geoteknik

Studi geoteknik perlu dilakukan sebagai pertimbangan dalam perencanaan

dan pelaksanaan operasi penambangan. Dengan melakukan studi geoteknik dapat

diketahui kekuatan material dan struktur geologi di sekitar daerah tambang, untuk

perencanaan geometri lereng tambang, timbunan, dan fasilitas pendukung lainnya

sesuai dengan good mining practice.

Berdasarkan pemodelan menggunkan aplikasi surpac didapatkan

kemringan single slope dan overall slope sebesar 600.

4.2.3.2 Kestabilan Lereng Pada Pit

162
PT. Timor Iron melakukan desain lereng menggunakan Software

Geostudio 2018 R2 dengan beberapa parameter sebagai berikut :

- kemiringan lereng sebesar 60o.

- Bobot isi tanah 13.175

- Nilai kohesi 2.089 KN/m2

- Sudut geser dalam 21o

Sumber : Violetta Gabriela, Margaretha Pangemanan, A.E

Turangan, O.B.A Sompie,2014. Analisis Kestabilan Lereng

dengan Metode Fellenius.

Gambar 4.11Desain Lereng PT. Timor Iron

163
Berdasarkan hasil pengolahan pada Software Geostudio 2018

R2diperoleh nilai faktor keamanan lereng sebesar 1,231 sehingga

dapat disimpulkan bahwa lereng tersebut dikatakan aman karena

memiliki nilai Faktor Keamanan > 1.

4.2.3.3 Lebar Jalan dan Kemiringan Jalan Tambang

Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume

batuan yang dipindahkan. Sebelum menentukan geometri jalan yang

akan dibuat maka perlu diketahui alat angkut yang akan melaluinya.

Jalan yang baik akan mendukung terpenuhinya target produksi yang

diinginkan. Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang

sebagai sarana infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan

dan sekitar-nya. Pada PT. Timor Iron sendiri terdapat dua jalan yaitu

jalan tambang yang terdapat didalam lokasi tambang dan jalan angkut

pada area lokasi penambangan.

a. Jalan Tambang

Konstruksi pada jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan

angkut di kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan

jalannya (road surface) yang jarang sekali dilapisi oleh aspal atau

beton seperti pada jalan angkut di kota.

b. Jalan Angkut

Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang

kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan

164
pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat disepanjang rute

jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk

meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Geometri jalan

angkut yang harus diperhatikan pada umumnya yaitu:

 Kondisi Jalan Angkut

Keadaan jalan di daerah kerja tambang Andesit PT. Timor Iron

kurang baik, karena pada saat hujan kondisi jalan angkut menjadi

cenderung menjadi licin, sehingga dapat mengganggu operasi alat

angkut. Sedangkan pada musim kemarau kondisi jalan angkut tidak

terlalu berdebu, sehingga tidak terlalu mengganggu jarak pandang

operator.

 Kemiringan Jalan (Grade)

Lokasi daerah penambangan mempunyai kemiringan jalan 10o

sehingga alat angkut dapat bekerja baik pada lokasi penambangan.

c. Perkerasan atau Lapisan Jalan

Tujuan utama dari perkerasan jalan angkut dan jalan tambang adalah

untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan beban pada

poros roda selain itu juga agar produksi alat angkut dapat tercapai,

agar waktu siklus alat angkut menjadi besar, agar beban yang

diterima jalan menjadi kecil. Lapisan perkerasaan jalan angkut

tambang terdiri lapisan permukaan, lapisan pondasi atas, dan lapisan

165
pondasi bawah. Perkerasan jalan angkut dipengaruhi oleh berat

kendaraan.

 Lapisan permukaan

o Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai

stabilitas tinggi untuk menahan roda selama proses penambangan.

o Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak

meresap kedalamnya dan tidak pula melemahkan lapisan tersebut.

o Sebagai lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah,

sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai data

dukung yang lebih jelek.

Berdasarkan kriteria diatas PT. Timor Iron menggunakan bahan untuk

lapisan permukaan jalan angkut adalah kerikil karena memiliki struktur

yang baik terhadap air dengan ketebalan 55 inchi.

 Lapisan fondasi atas

o Merupakan bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari

beban roda dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.

o Sebagai lapis peresapan untuk lapisan dibawahnya.

o Sebagai bantalan bagi lapis permukaan

166
Untuk lapisan fondasi atas PT. Timor Iron menggunakan tanah galian

overburden sebagai lapisan fondasi atas dengan ketebalan 60 inchi.

 Lapisan Fondasi Bawah

o Merupakan bagian perkerasan untuk menyebarkan beban roda

kendaraan ke tanah dasar.

o Untuk mengurangi tebal lapisan diatasnya karena material atau

bahan untuk fondasi bawah umumnya lebih murah disbanding

perkerasan diatasnya.

o Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.

o Merupakan lapis pertama yang harus dikerjakan cepat agar dapat

menutup lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau melemahkan

daya dukung tanah dasar akibat selalu menahan roda alat berat.

o Mencegah partikel-partikel halus dari tanah naik ke lapis fondasi

167
4.3 Infrastruktur Pertambangan

Rencana kegiatan PT. Timor Iron yang berlokasi di Kecamatan Miomaffo

Timur, telah sesuai dengan RT/RW Kabupaten TTU. Infrastruktur yang

dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dan operasi pertambangan meliputi:

a. Kantin

Kantin disediakan sebagai tempat beristirahat dan pengambilan makanan

b. Stockpile

Stockpile disediakan di penambangan sebagai tempat penumpukan bahan untuk

diambil diolah,dipasarkan atau diolah kembali

c. Kantor

Kantor merupakan tempat yang disediakan dan digunakan oleh para pekerja

untuk melakukan pekerjaan di dalam ruangan

d. Disposal

Tempat atau lokasi yang dirancang untuk menampung material buangan over

burden dari tambang

e. Mesh

Mess disediakan untuk menampung pegawai pada masa konstruksi dan masa

operasi pasca konstruksi. Fasilitas yang termasuk dalam mess meliputi: kamar

tidur, fasilitas air minum dan air bersih untuk MCK.

168
f. PLN

Merupakan tempat dimana semua pasokan listrik di dalam tambang disediakan

(sumber listrik di tambang)

g. Bengkel

Tempat perbaikan dan pemeliharaan alat

h. Crushing Plant

Merupakan tempat peremukan material oleh crusher yang berlangsung untuk

merubah ukuran bahan galian (bijih besi dipisahkan daripada batuan samping)

i. Stocksoil

Tempat penyimpanan tanah yang mengandung unsur hara yang nanti akan

digunakan kembali saat pelaksanaan reklamasi

j. Tempat Ibadah

Tempat para pekerja melakukan ibadah menurut agama masing masng

169
Gambar 4.12 Peta Area Tambang PT. Timor Iron

4.4 Biaya Operasional Penambangan

4.4.1 Perhitungan jam kerja

a. Jumlah Hari Kerja Efektif

Jumlah hari kerja setelah dikurangi dengan hari libur dan hari

kehilangan kerja diperoleh hari kerja efektif per tahunnya adalah 306

hari/tahun.

170
Table 4.6 Jumlah Hari Kerja Efektif

b. Jumlah Gilir Kerja

Perusahaan PT. Timor Iron beroperasi selama 12 jam per hari

memiliki satu shift dalam sehari. Alasan kenapa hanya menggunakan

satu shift dalam sehari karena produksi untuk memenuhi target tidak

terlalu besar, sehingga satu shift dianggap sudah dapat memenuhi

target per hari maupun pertahun. Jadwal untuk shift tersebut yaitu

dimulai dari pukul 06.00 WIB dan berakhir pukul 18.00 WIB.

c. Standby/Delay dan Idle Alat

Standby/Delay hours merupakan jumlah jam suatu alat yang tidak

dapat dipergunakan padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam

keadaan siap beroperasi. Idle hours yaitu waktu yang direncanakan

atau yang sebenarnya sebuah operasi tidak terlibat dalam waktu

berjalan, atau produksi aktif dari alat. Waktu idle biasanya

dijadwalkan, untuk kegiatan pemasangan, pemeliharaan atau lainnya,

atau terjadwal karena kurangnya sumber daya yang diperlukan.

Standby/Delay hours diasumsikan 140 jam per bulan yang digunakan

untuk perbaikan dan pemeliharaan peralatan, kegiatan survey, dan

kegiatan lain yang sekiranya dibutuhkan. Sedangkan Idle hours

diasumsikan sama dengan waktu slippery ketikan hujan yaitu 153

171
jam dalam satu tahun, dengan 6 bulan hujan dan 1 jam hujan dalam

satu hari.

d. Jam Kerja Efektif Alat

Diasumsikan bahwa dalam 1 tahun terdapat 365 hari dengan hari

libur 6 hari (Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Natal, Hari Raya Nyepi,

Hari Raya Waisak, Hari Kemerdekaan Indonesia dan Tahun Baru).

Selain itu adapun kehilangan jam kerja selama 1.5 jam setiapharinya

diakibatkan oleh istirahat makan, hujan/banjir, dan lain sebagainya.

Dalam satu hari terdapat 1 shift kerja, dengan 1 shift selama 12 jam.

Efisiensi waktu yang digunakan adalah 83%.Setelah dilakukan

perhitungan diperoleh bahwa jam efektif yang dipakai yaitu selama

2513.79 jam setiap tahunnya. Dengan jam kerja efektif yakni 10.5

jam per hari. Serta dalam 1 hari terdapat tambahan jam lembur

selama 3jam untuk perbaikan alat.

172
Table 4.7 Jam Kerja Efektif

Lebaran idul fitri, natal, waisak, nyepi, kemerdekaan, tahun baru.

1 minggu 6 hari 52 minggu + 2 hari sholat jumat = 54 hari/tahun 306 hari/tahun

1 shift/hari = 1 shift kerja

Jam kerja sehari 12 jam (jam 5.50 berangkat sampai 6.00 waktu pengarahan

sebelum bekerja 30 menit. Mulai kerja jam 6.30 kehilangan jam kerja 1,5jam/hari

( 10 menit isi minyak, 15 menit perbaikan alat, 45 menit ishoma, 20 menit ashar)

Efisiensi kerja 83% jam kerja efektis 10,5 jam/hari

Slippery 153 jam/tahun. Serta dalam 1 hari terdapat jam lembur sebanyak 3 jam

untuk perbaikan alat.

173
4.4.2 Biaya Operasional

o Biaya Penjualan bijih besi

Tabel 4.8 Biaya Penjualan Bijih Besi

Tonase cadangan nilai njual Fe /ton


1.434.000,00 $ 235,00

Total nilai jual cadangan Fe 336.990.000,00

o Biaya Pembongkaran Overburden

Tabel 4.9 Biaya Pembongkaran Overburden

jumlah OB Nilai Pembongkaran OB/m3

752666 $ 20,00
Total biaya pembongkaran $ 15.053.320,00

174
o Biaya Karyawan

Tabel 4.10 Biaya Karyawan

Pekerjaan Jumlah status gaji

KTT 1 staf $ 1.428,57


Direksi
Wakil KTT 1 staf $ 1.071,43
Manager Keuangan 1 staf $ 714,29
Manager HRG 1 staf $ 714,29
Manager
Manager K3 dan Lingkungan 1 staf $ 714,29
Mine Manager 1 staf $ 714,29
Survey Geologi 1 staf $ 500,00
Geoteknik 1 staf $ 500,00
Supervisi Procecing 1 staf $ 500,00
Workshop 1 staf $ 500,00
K3 dan lingkungan 1 staf $ 500,00
Mine Oparation 4 staf $ 357,14
Mine Planing 2 staf $ 357,14
Enggginer Mine Geologist 2 staf $ 357,14
K3 dan lingkungan 2 staf $ 357,14
Keuangan 2 staf $ 357,14
Crusser 1 non-staf $ 214,29
Dozer 3 non-staf $ 214,29
Operator
Excavator 4 non-staf $ 214,29
Dump Truck 8 non-staf $ 214,29
Jumlah pengeluaran Gaji perbulan $ 10.500,00

o Biaya Infrastruktur

Tabel 4.11 Biaya Infrastruktur

Jenis bangunan Luas bangunan (m2) Biaya


Kantor 60 $ 71.428,57
Mesh 200 $ 107.142,86
Bengkel 1000 $ 178.571,43
Tempat ibadah 20 $ 14.285,71
Kantin 10 $ 7.142,86
PLN 70 $ 214.285,71
Jumlah pengeluaran untuk bangunan $ 592.857,14

175
o Biaya Kebutuhan Bahan Bakar

Tabel 4.12 Biaya Kebutuhan Bahan Bakar

jenis Bahan bakar /hari dalam bulan harga solar/liter


excavator 600 15600 $ 72.800,00
Dozer 90 2340 $ 869,14
Dumb Truck 1600 41600 $ 15.451,43
Crusher 50 1300 $ 482,86
Total selama proses penambangan $ 89.603,43

4.5 Reklamasi

1. Kegiatan Pascatambang

Kegiatan Pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan

berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha

pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi

sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Kegiatan

reklamasi yang akan dilakukan adalah kegiatan revegetasi lahan

menjadi kawasan hutan dan perkebunan.

A. Pemanfaatan Lahan Pascatambang

Lahan pasca tambang yang telah selesai dieksploitasi kemudian akan

dilakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan menjadi kawasan

hutan dan/atau perkebunan.

176
B. Jadwal Pelaksanaan Pascatambang

Berikut adalah penjadwalan dalam melaksanakan kewajiban pasca

tambang, seperti melakukan reklamasi pada lahan bekas fasilitas

utama maupun fasilitas pendukung tambang.

Table 4.13 Jadwal Pelaksanaan Pascatambang

Tahunke-
NO URAIANKEGIATAN KETERANGAN
8 9
A ReklamasipadaLahanBekasTambangdanLahandiLuarBekasTambang
1 PembongkaranFasilitasTambang
2 ReklamasiLahanBekasFasilitasTambang
3 PembongkarandanReklamasiJalanTambang
4 ReklamasiLahanBekasTambangPermukaan
5 ReklamasiLahanBekasKolamPengendap
B ReklamasiLahanBekasFasilitasPenunjang
1 ReklamasiLahanBekasLandfill

5 PenangananSisaBahanBakarMinyak,Pelumas,sertaBahanKimia
6 ReklamasiLahanBekasSaranaTransportasi
7 ReklamasiLahanBekasBangunandanFondasiBeton
Pemulihan(remediasi)TanahyangTerkontaminasiBahanKimia,Minyak,serta

C PengembanganSosial,Budaya,danEkonomi
1 PengurangandanPemutusanHubunganKerja
2 BimbingandanBantuanuntukPengalihanPekerjaanbagiKaryawan
PengembanganUsahaAlternatifuntukMasyarakatLokalyangdisesuaikan

denganProgramSosial,Budaya,danEkonomi
D Pemeliharaan
1 TapakBekasLahanTambang
2 TapakBekasLahanFasilitasPenunjang
E Pemantauan
1 KestabilanFisik
2 AirPermukaandanAirTanah
3 BiologiAkuatikdanTeresterial

177
4.6 Keuntungan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai jual cadangan dikurangi dengan biaya yang

dikeluarkan dalam proses awal penambangan hingga rencana pasca tambang

mendapatkan keutungan $ 320.164.648,00 jika dirupiahkan menjadi Rp.

4.482.305.072.000,00.

Table 4.14 Tabel Perhitungan Keuntungan Perusahaan

4.7 Lingkungan Pascatambang

1. Perlindungan Lingkungan

A. Dampak Kegiatan

Selain menghasilkan produk utama berupa material pertambangan,

kegiatan pertambangan juga menghasilkan produk berupa limbah

yang dapat berpotensi menurunkan daya dukung lingkungan sekitar

area pertambangan. Karenanya diperlukan suatu kegiatan

pengendalian kualitas air baik untuk limbah cair maupun limbah

lainnya. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah pembuatan

kolam-kolam pengendapan untuk menampung limbah cair hasil

kegiatan pertambangan. Hal ini sangat diperlukan agar limbah

tersebut tidak mencemari lingkungan.


178
2. Pengelolaan Lingkungan

Rencana pengelolaan lingkungan dibagi menjadi beberapa sektor, yaitu:

A. Bentang alam

 Sumber dampak

Penambangan, penataan lahan dan fasilitas pendukung

 Rencana pengelolaan

o Membuat rencana penataan lahan berdasarkan prinsip konservasi

mineral dan lingkungan

o Meminimalkan pembukaan lahan pada luasan lahan yang diperlukan

untuk kegiatan penambangan dan melakukan penataan kembali lahan

sesegera mungkin

o Menerapkan metode penambangan sistem kompartemen untuk

mempercepat proses rehabilitasi lahan

B. Erosi dan Sedimentasi

 Sumber dampak

Pembukaan lahan,kegiatan penambangan dan penimbunan

 Rencana pengelolaan

o Meminimalkan pembukaan lahan pada luasan lahan yang diperlukan

untuk kegiatan penambangan dan melakukan penataan kembali lahan

sesegera mungkin

o Melakukan rehabilitasi lahan yang sudah tidak dimanfaatkan

sesegera mungkin

179
o Membuat perimeter drainage sebagai struktur pengendali erosi

o Membangun fasilitas penangkap sedimen hasil erosi berbentuk

kolam pengendapan

C. Limpasan air permukaan

 Sumber dampak

Pembukaan lahan, kegiatan penambangan dan penimbunan

 Rencana pengelolaan

o Meminimalkan pembukaan lahan pada luasan lahan yang diperlukan

untuk kegiatan penambangan dan melakukan penataan kembali lahan

sesegera mungkin

o Melakukan rehabilitasi lahan yang sudah tidak dimanfaatkan

sesegera mungkin

o Membuat perimeter drainage sebagai struktur pengendali erosi 4.

Membangun fasilitas penyaliran

D. Kualitas air permukaan

 Sumber dampak

Pembukaan lahan, kegiatan penambangan dan penimbunan

 Rencana pengelolaan

o Melakukan rehabilitasi lahan yang sudah tidak dimanfaatkan

sesegera mungkin untuk meminimalkan laju erosi dan sedimentasi

o Membangun fasilitas sediment control sesuai kebutuhan

180
o Mengelola limpasan aliran permukaan pada lokasi penempatan tanah

penutup dan tambang aktif dengan pembangunan saluran drainase

dan mengalirkan air limpasan permukaan ke dalam kolam-kolam

sedimentasi

E. Kualitas Udara

 Sumber dampak

Pengoperasian alat-alat berat tambang

 Rencana pengelolaan

o Penyiraman jalan tambang untuk mengurangi efek debu terbang

o Rehabilitasi dan penghijauan untuk menciptakan kelembaban mikro

pada lahan terbuka sehingga pembentukan debu terbang dapat

ditekan.

F. Flora dan Fauna Darat

 Sumber dampak

Pembukaan lahan dan kegiatan penambangan

 Rencana pengelolaan

o Melakukan survei vegetasi dan inventarisasi pada beberapa lokasi

plot. Inventarisasi ditujukan sebagai referensi pemilihan spesies

untuk rehabilitasi lahan

o Pembangunan fasilitas pembibitan (nursery) perusahaan untuk

digunakan dalam kegiatan reklamasi, serta bekerja sama dengan

masyarakat setempat untuk pengembangan secara swadaya.

181
G. Biodiversitas

 Sumber dampak

Pembukaan lahan dan kegiatan penambangan

 Rencana pengelolaan

o Rehabilitasi habitat dengan melakukan rehabilitasi dan revegetasi

tumbuhan pada area yang terbuka dengan menanam tanaman

endemik dan lokal

o Melakukan Inventarisasi fauna utama (mamalia, burung, amfibi dan

serangga) sebelum melakukan pembukaan lahan

o Menyediakan lahan penyangga sebagai referensi rona awal untuk

dijadikan rujukan kegiatan penghijauan dan sebagai bank bibit dan

fauna alami

o Melakukan upaya konservasi fauna dengan bekerja sama dengan

pemerintah dan organisasi non pemerintah

3. Pengelolaan Limbah

Ada beberapa bentuk limbah yang dihasilkan dari proses produksi

maupun kegiatan domestik lainnya. Untuk limbah yang berbentuk

cair, dilakukan beberapa tindakan seperti tindakan penampungan

serta pengolahan. Penampungan limbah cair dilakukan pada kolam

khusus lalu kemudian dilakukan pengolahan limbah dan secara

berkala tempat penampungan ini dipantau untuk dapat memastikan

182
kualitas limbah cair tersebut sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

4. Rencana Reklamasi

Kegiatan reklamasi yang akan dilakukan adalah kegiatan revegetasi

lahan menjadi kawasan hutan dan perkebunan.

5. Pengelolaan Lubang Bekas Tambang (Void)

Pada kegiatan penambangan secara terbuka dengan metode backfill,

dapat meninggalkan lahan bekas pertambangan berupa lubang bekas

tambang (void), hal ini dikarenakan penimbunan batuan penutup tidak

seluruhnya dapat dilakukan secara backfilling. Lubang bekas tambang

yang ditinggalkan pada akhir kegiatan penambangan tanpa adanya

perencanaan pemanfaatan dapat berpotensi menimbulkan dampak yang

tidak diinginkan. Untuk itu diperlukan pengelolaan lubang bekas

tambang (void) agar tidak membahayakan masyarakat sekitar. Lubang

bekas tambang (void) yang ada kemudian dapat ditutup atau jika dirasa

perlu dapat dimanfaatkan menjadi beberapa hal seperti kolam

penampungan sumber air bersih atau dapat juga dijadikan kolam

budidaya ikan.

183
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perencanaan tambang bijih besi pada PT. Timor Iron yang berlokasi di

Kecamatan Miomaffo Timur dengan luas wilayah IUP 66,4577 Ha memiliki

jumlah cadangan bijih besi sebesar 1.434.000 ton. Kemudian dilakukan

penambangan dengan sistem open pit.

Umur tambang diperoleh dari perhitungan jumlah cadangan bijih besi

sebesar 1.434.000 ton dibagi dengan target produksi perusahaan sebesar 210.000

ton/ tahun, maka umur tambang yang didapatkan sebesar 6 tahun 8 bulan.

Sedangkan perhitungan volume overburden sebesar 752.666 m3, dan juga target

waktu pengupasan overburden selama 9 bulan.

Dari berbagai perhitungan biaya yang terlampir diatas, diperoleh besar

keuntungan sebesar $ 320.164.648,00 dan jika dirupiahkan sebesar Rp.

4.482.305.072.000,00.

5.2 Saran

Dalam melakukan perencanaan suatu tambang, hal yang harus

diperhatikan terlebih dahulu adalah mengenai penguasaan software perencanaan

tambang. Dan juga perlu memahami perhitungan yang digunakan dalam

perencanaan tambang.

184
185
5
6
7

Anda mungkin juga menyukai