Anda di halaman 1dari 24

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMBUATAN DATA

BASE BATAS WILAYAH MARITIM DAN SISTEM NAVIGASI PELAYARAN DI


INDONESIA

DISUSUN OLEH :

NAMA : NINDYA FEBRI IFTIKA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan karya tulis tentang “Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk
Pembuatan Data Base Batas Wilayah Maritim Dan Sistem Navigasi Pelayaran
Di Indonesia”.

Karya tulis ini disusun untuk mengikuti lomba karya tulis ilmiah yang di
selenggarakan oleh TNI Angkatan Laut dalam rangka Hari Dharma Samudera
TNI Angkatan Laut pada 15 Januari 2015.

Penyelesaian karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang telah mendukung penulis baik secara moril
maupun materil.
2. Kepada panitia pelaksana lomba karya tulis dalam rangka hari
Dharma Samudera TNI Angkatan Laut yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti lomba karya tulis ini.
3. Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebut satu per
satu yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya tulis ini, untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat membantu penyusun untuk
menyempurnakan karya tulis ini.

Malang, Desember 2014

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................................... 2
1.3 Metodelogi ................................................................................................... 3

BAB II. DASAR TEORI ...................................................................................... 4

2.1 Indonesia Negara Maritim ............................................................................ 4

2.2 Pasang Surut ............................................................................................... 6

2.3 Sistem Informasi Geografis .......................................................................... 8

BAB III. ISI DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 12

3.1 Diagram alir .................................................................................................. 12


3.2 Survey Bathymetri ........................................................................................ 15

BAB IV. PENUTUP ............................................................................................. 19

4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 19

4.2 Saran ............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas,
sekitar 2/3 wilayah negara ini berupa lautan. Dengan cakupan wilayah laut yang
begitu luasnya, maka Indonesia pun diakui secara internasional sebagai Negara
Maritim yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982 yang memberikan kewenangan
dan memperluas wilayah laut Indonesia dengan segala ketetapan yang
mengikutinya. Disamping itu, secara geografis Indonesia terletak di antara dua
benua, Asia dan Australia dan dua samudra, Hindia dan Pasifik yang merupakan
kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomis dan
politis. Keunikan letak geografis tersebut menempatkan Indonesia memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap sektor kelautan, dan sangat logis jika
ekonomi kelautan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional.
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012)

Dengan cakupan yang demikian besar dan luas, tentu saja laut Indonesia
mengandung keanekaragaman sumberdaya alam laut yang sangat potensial,
baik hayati maupun non-hayati yang tentunya memberikan nilai yang besar
terhadap negara, seperti pada sumberdaya alam seperti ikan, terumbu karang
serta kekayaan biologi yang bernilai ekonomi tinggi, wisata bahari, sumber
energi terbarukan maupun minyak dan gas bumi serta mineral.

Dari berbagai kelebihan dan keunikkan yang dimiliki oleh Indonesia terhadap
sektor kelautannya tidak jarang jika Indonesia seringkali menjadi objek utama
bagi pelayaran-pelayaran liar atau ilegal yang masuk untuk mengambil sebagian
kekayaan laut yang Indonesia miliki, maka dari itu diperlukan kerja sama antara
seluruh elemen yang ada di kementerian serta badan dan lembaga keamanan
negara, sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan kedaulatannya atas apa
yang telah diberikan Tuhan. Hal ini menjadikan suatu peringatan khusus untuk
pemerintah pusat, lembaga negara dan seluruh elemen serta seluruh
masyarakat indonesia agar sama-sama memberikan kontribusi positif dalam hal
menjaga dan memelihara sumberdaya alam laut yang Indonesia miliki.

Dalam hal menjaga dan memelihara sumberdaya alam laut indonesia maka
diperlukan suatu sistem yang dapat mendukung kinerja dari pihak-pihak terkait
seperti TNI angkatan Laut yaitu melaksanakan pengawalan terhadap
sumberdaya alam yang ada pada lautan Indonesia, pengawalan terhadap pulau-
pulau terluar yang ada pada wilayah Indonesia, dan melaksanakan pemetaan
laut yang di mana sangat berpengaruh terhadap alur kelautan Indonesia.

Dengan demikian salah satu sistem yang penulis simpulkan dapat mendukung
kinerja tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi
geografis, karena dalam sistem informasi geografis kita dapat dengan mudah
mengakses dan mengetahui informasi-informasi penting tentang sumberdaya
alam laut indonesia, seperti batas-batas wilayah perairan atau maritim Indonesia
dan informasi pasang surut yang dapat membantu dalam sistem navigasi
pelayaran di Indonesia.

1.2 Maksud dan Tujuan


a. Agar kita dapat mengetahui informasi batas wilayah perairan atau maritim
indonesia dalam menjaga dan memelihara sumberdaya alam laut indonesia
b. Agar kita dapat mengetahui tentang sistem navigasi untuk pelayaran di
indonesia untuk mencapai tujuan dalam menjaga dan memelihara
sumberdaya alam laut indonesia
c. Agar dapat menambah pengetahuan dalam pemanfaatan teknologi sistem
informasi geografis.
1.3 Metodelogi
a. Analisa kebutuhan sistem
Tujuan dari analisis kebutuhan sistem adalah untuk mengidentifikasi
kebutuhan informasi sistem melalui kebutuhan pengguna, maupun kebutuhan
infrastruktur dan kebutuhan database sebagai dasar kebutuhan untuk
perancangan sistem. Analisis ini akan mengidentifikasi sistem yang akan
dibangun.
b. Kebutuhan pengguna
Adapun kebutuhan pengguna dalam hal ini adalah pemerintah, lembaga-
lembaga terkait maupun masyarakat indonesia sebagai media informasi
untuk menampilkan database tentang informasi batas wilayah serta informasi
pasang surut untuk keperluan sistem navigasi pelayaran.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Indonesia Negara Maritim


Jauh sebelum masa kemerdekaan, Indonesia ternyata sudah dikenal
dunia sebagai Bangsa yang memiliki peradaban maritim maju. Bahkan
bangsa ini pernah mengalami masa keemasan pada awal abad ke-9
Masehi. Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan
kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mampu
berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga
Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian
ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut,
mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak
maritim dan memiliki armada laut yang besar. (Atmadja, M., 1996)

Pemahaman Negara Maritim diawali dengan Deklarasi Djuanda yang


kemudian ditindak lanjuti dengan adanya konsep Wawasan Nusantara
yang isinya adalah "Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik
Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian
yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan
demikian merupakan bagian dari pada perairan pedalaman atau perairan
nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia”
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).

Pengembangan konsep negara maritim Indonesia sejalan dengan upaya


peningkatan kemampuan bangsa menjadi bangsa yang modern dan
mandiri dalam teknologi kelautan dan kedirgantaraan bagi kesejahteraan
bangsa dan negara. Bumi maritim Indonesia adalah bagian dari sistem
planet bumi yang merupakan satu kesatuan alami antara darat dan laut di
atasnya tertata secara unik, menampilkan ciri-ciri negara dengan
karakteristik sendiri yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Republik
Indonesia. Demikian strategisnya laut, karena itu laut adalah wilayah
kedaulatan penting yang diincar, diperebutkan, dan dipertahankan oleh
banyak bangsa dan negara sejak dulu kala sampai saat ini. Menguasai
laut, terutama selat, dari zaman dulu berarti menguasai "jalan air" sebagai
jalur perdagangan yang berarti mengendalikan perekonomian dan
sekaligus pertahanan dan keamanan suatu bangsa dan negara. Jadi,
jangan heran, kalau kini banyak sengketa bilateral dan internasional
karena teritorial laut, seperti klaim atas Ambalat dan Laut Cina Selatan.
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012)

Perjuangan menuju negara maritim memang tidak mudah, namun jika


seluruh bangsa ini memiliki kesamaan visi dan kebulatan tekad maka hal
tersebut bukanlah hal yang mustahil. Deklarasi Djuanda 1957 dan
UNCLOS 1982 memberikan peluang yang besar bagi bangsa Indonesia
untuk diimplementasikan secara serius melalui kebijakan-kebijakan
pembangunan nasional yang memprioritaskan orientasi yang berbasis
maritim. Melahirkan kebijakan pembangunan melalui  perundang-
undangan, pembangunan kekuatan armada pertahanan, armada
perdagangan, industri dan jasa maritim yang ditunjang dengan
penguasaan Iptek, merupakan upaya serius yang harus segera dilakukan
menuju Indonesia sebagai Negara Maritim.

Laut kita mengandung kekayaan alam yang sangat besar dan beragam,
baik berupa sumberdaya terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang,
hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi);
sumberdaya tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, timah, bijih
besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan (seperti pasang-surut,
gelombang, angin, dan OTEC atau Ocean Thermal Energy Conversion);
maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti untuk pariwisata bahari,
transportasi laut, dan sumber keragaman hayati serta plasma nutfah.
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012)
Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan
sumberdaya yang semakin besar mengakibatkan sektor kelautan menjadi
sangat penting bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, perubahan
orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim
merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Wilayah laut
harus dapat dikelola secara profesional serta senantiasa diarahkan pada
kepentingan asasi bangsa Indonesia. Beberapa fungsi laut yang harusnya
menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-
kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa,
media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan
keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun
pengaruh ke seluruh dunia. 

Lebih dari itu, laut juga berperan sebagai pengendali dinamika iklim
global, siklus hidrologi, siklus biogeokimia, penetralisir limbah, dan sistem
penunjang kehidupan lainnya yang membuat sebagian besar permukaan
bumi layak dan nyaman untuk dihuni umat manusia.

2.2 Pasang surut

Berdasarkan UU 17 tahun 2008 tentang pelayaran menyebutkan bahwa


Kenavigasian adalah kegiatan yang berkaitan dengan Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP), Telekomunikasi Pelayaran (Telkompel),
Hidrografi dan meteorologi, Alur dan Pelintasan, Bangunan atau lnstalasi,
Pemanduan, penanganan kerangka kapal dan Salvage, dan atau
Pekerjaan Bawah Air (PBA) untuk kepentingan Keselamatan Pelayaran.
Untuk kepentingan keselamatan berlayar dan kelancaran lalu-lintas kapal
pada daerah yang terdapat bahaya navigasi ataupun kegiatan di perairan
yang dapat membahayakan keselamatan berlayar harus ditetapkan zona
keselamatan dengan diberi penandaan berupa SBNP sesuai ketentuan
yang berlaku serta disiarkan melalui stasiun radio pantai (SROP) maupun
Berita Pelaut lndonesia. Disamping itu perlu diinformasikan mengenai
kondisi perairan dan cuaca seperti adanya badai yang mengakibatkan
timbulnya gelombang tinggi maupun arus yang tinggi dan perubahannya.

Pengetahuan tentang pasang surut laut merupakan salah satu


pengetahuan tentang kelutan yang banyak diperlukan untuk berbagai
kegiatan pekerjaan laut. Daftar pasang surut laut selama 24 jam pada
pelabuhan-pelabuhan dapat memberikan petunjuk bagi para pelaut untuk
mengetahui dengan teliti kapan saatnya suatu ambang dapat dilalui
dengan aman. Pasut digunakan untuk menentukan duduk tengah (mean
sea level ) yang merupakan referensi untuk menentukan ketinggian titik-
titik di daratan dan muka surutan peta (chart datum) yang merupakan
referensi untuk pengukuran kedalaman tititk-titik di bawah permukaan
laut. Data pasut juga diperlukan untuk menentukan tinggi dermaga pada
saat air tinggi dan air rendah. Analisis maupun peramalan pasut pada
daerah survei dapat dipakai untuk berbagai keperluan rekayasa, antara
lain untuk pengembangan kota-kota pantai, pengembangan alur
pelabuhan, keselamatan navigasi.

Bagi negara maritim seperti Indonesia, pengetahuan pasut sangat banyak


kegunaannya. Negara Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan
garis pantai sepanjang 80.791 km dan luas perairan wilayah kedaulatan
3.166.163 km², atau sekitar 3,1 juta km², yang terdiri dari 0,3 juta km² laut
teritorial, dan 2,8 juta km² perairan nusantara atau 62% dari luas
teritorialnya yang luasnya sekitar 5,1 juta km² banyak membutuhkan data
pasut untuk berbagai macam keperluan.

Dilihat dari luas lautan yang dimiliki Indonesia, maka kebutuhan akan
informasi kelutan sangatlah diperlukan. Untuk informasi yang berkaitan
dengan topografi dasar laut dan posisi titik di laut dapat diperoleh dari
peta batimetri. Peta batimetri berguna untuk bermacam-macam pekerjaan
khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan laut
seperti pembuatan anjungan minyak lepas pantai, perencanaan dermaga
pelabuhan, navigasi, pegembangan wilayah pantai dan sebagainya.
(Soeprapto, 2001)
2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Teknologi dan informasi dapat memberi peluang kepada pengguna jasa
untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik yang dampak lanjutnya
akan meningkatkan kelancaran transportasi laut. Perkembangan demi
perkembangan sangat diharapkan dari teknologi dan informasi yang akan
memudahkan kegiatan pengamatan laut dalam memantau keamanan dan
Keselamatan laut.
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi yang berdasar
pada data keruangan dan merepresentasikan obyek di bumi. Dalam SIG
sendiri teknologi informasi merupakan perangkat yang membantu dalam
menyimpan datas, memproses data, menganalisa data, mengelola data
dan menyajikan informasi. SIG merupakan sistem yang terkomputerisasi
yang menolong dalam me-maintain data tentang lingkungan dalam bidang
geografis. SIG selalu memiliki relasi dengan disiplin keilmuan Geografi,
hal tersebut memiliki hubungan dengan disiplin yang berkenaan dengan
yang ada di permukaan bumi, termasuk didalamnya adalah perencanaan
dan arsitektur wilayah.
Data dalam SIG terdiri atas dua komponen yaitu data spasial yang
berhubungan dengan geometri bentuk keruangan dan data attribute yang
memberikan informasi tentang bentuk keruangannya. Menurut pendapat
Peter A. Burrough (1998), SIG adalah sekumpulan fungsi-fungsi
terorganisasi yang menyediakan tenaga-tenaga prfesional yang
berpengalaman untuk keperluan penyimpanan, retrieval, manipulasi dan
penayangan hasil yang didasarkan atas data berbasis geografis. Aronoff
(1989) menyatakan bahwa SIG adalah sekumpulan komponen yang
dilakukan secara manual atau berbasis computer yang merupakan
prosedur-prosedur yang digunakan untuk keperluan store dan
pemanipulasian data bereferensi geografis. Menurut pendapat tersebut
dapat dipahami bahwa, isi aktifitas pada bidang SIG merupakan integrasi
dari beragam bidang keilmuan yang didasarkan pada peruntukan aktifitas
SIG tersebut dilakukan. Implementasi dari pelaksanaan kegiatan tersebut
tidak selalu mengacu pada penyertaan komputer sebagai salah satu
elemen pada sistem informasi.
Ada beberapa data input didalam SIG:

Data spasial
Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas representasi
obyek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan peta yang
berisikan interprestasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di
bumi. Fenomena tersebut berupa fenomena alamiah dan buatan manusia.
Pada awalnya, semua data dan informasi yang ada di peta merupakan
representasi dari obyek di muka bumi.
Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya merepresentasikan
obyek-obyek yang ada di muka bumi, tetapi berkembang menjadi
representasi obyek diatas muka bumi (diudara) dan dibawah permukaan
bumi. Data spasial memiliki dua jenis tipe yaitu vektor dan raster. Model
data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial
dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, atau poligon
beserta atribut-atributnya. Model data Raster menampilkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau
piksel – piksel yang membentuk grid. Pemanfaatan kedua model data
spasial ini menyesuaikan dengan peruntukan dan kebutuhannya.

Data Vektor
Model data vektor adalah yang dapat menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis atau kirva
dan polygon beserta atribut-atributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi
data spasial ini, di dalam sistem model data vektor, didefinisikan oleh
sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y).
Di dalam model data spasial vektor, garis-garis atau kurva (busur atau
arcs) merupakan sekumpulan titik-titik terurut yang dihubungkan. Poligon
akan terbentuk penuh jika titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai
koordinat yang sama dengan titik awal. Sedangkan bentuk poligon
disimpan sebagai suatu kumpulan list yang saling terkait secara dinamis
dengan menggunakan pointer/titik.
Data Raster
Obyek di permukaan bumi disajikan sebagai elemen matriks atau sel-sel
grid yang homogen. Model data Raster menampilkan, menempatkan dan
menyimpan dataspasial dengan menggunakan struktur matriks atau
piksel-piksel yang membentuk grid. Tingkat ketelitian model data raster
sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya terhadap obyek di
permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan di dalam layers yang
secara fungsionalitas di relasikan dengan unsur – unsur petanya.
Satuan elemen data raster biasa disebut dengan pixel, elemen tersebut
merupakan ekstrasi dari suatu citra yang disimpan sebagai digital number.
Meninjau struktur model data raster identik dengan bentuk matriks. Pada
model data raster, matriks atau array diurutkan menurut koordinat kolom
(x) dan barisnya (y). (osgeo,2013)

Pemrosesan Spasial
Pengelolaan, pemrosesan dan analisa data spasial biasanya bergantung
dengan model datanya. Pengelolaan, pemrosesan dan analisa data
spasial memanfaatkan pemodelan SIG yang berdasar pada kebutuhan
dan analitiknya. Analitik yang berlaku pada pemrosesan data spasial
seperti overlay, clip, intersect, buffer, query, union, merge; yang mana
dapat dipilih ataupun dikombinasikan.
Pemrosesan data spasial seperti dapat dilakukan dengan teknik yang
disebut dengan geoprocessing (ESRI, 2002), pemrosesan tersebut antara
lain:
a. Overlay adalah merupakan perpaduan dua layer data spasiall,
b. Clip adalah perpotongan suatu area berdasar area lain sebagai
referensi,
c. Intersection adalah perpotongan dua area yang memiliki kesamaan
karakteristik dan criteria,
d. Buffer adalah menambahkan area di sekitar obyek spasial tertentu,
e. Query adalah seleksi data berdasar pada kriteria tertentu,
f. Union adalah penggabungan / kombinasi dua area spasial beserta
atributnya yang berbeda menjadi satu,
g. Merge adalah penggabungan dua data berbeda terhadap feature
spasial,
h. Dissolve adalah menggabungkan beberapa nilai berbeda berdasar
pada atribut tertentu. Pengelolaan, pemrosesan dan analisa data spasial
biasanya bergantung dengan model datanya. Pengelolaan, pemrosesan
dan analisa data spasial memanfaatkan pemodelan SIG yang berdasar
pada kebutuhan dan analitiknya. Analitik yang berlaku pada pemrosesan
data spasial seperti overlay, clip, intersect, buffer, query, union, dan
merge. (osgeo,2013)
BAB III

ISI DAN PEMBAHASAN

3.1 Diagram alir pembuatan sistem informasi geografis batas wilayah maritim
dan sistem navigasi pelayaran di Indonesia :

Dalam proses pembuatan sistem informasi geografis batas wilayah maritim dan
sistem navigasi pelayaran di indonesia ini akan penulis jelaskan atau memberi
gambaran melalui diagram alir yang penulis buat secara bertahap, yang di mulai
dari proses pengumpulan data sampai pada proses penyajian hasilnya.

Gambar 3.1.1 Proses SIG


Pembuatan sistem informasi geografis batas wilayah maritim dan sistem
navigasi pelayaran di Indonesia akan penulis mulai dengan tahapan persiapan
kemudian di lanjutkan dengan proses pengumpulan data, dalam proses
pengumpulan data ini adalah terdiri dari data spasial dan data non spasial.
Setelah data spasial dan data non spasial telah dikumpulkan maka langkah
selanjutnya adalah dengan melakukan proses verifikasi koordinat terhadap
data spasial dan melakukan pemilihan, pengelompokan, penyusunan serta
perhitungan pada data non spasial. Kemudian penulis akan melakukan
langkah-langkah selanjutnya seperti editing peta(digitasi), membuat topologi,
ekspor data, join item sampai dengan pada proses overlay semua data spasial
dan non spasial yang telah di analisis sebelumnya. Setelah semua proses telah
dilakukan kemudian kita akan menampilkan hasil pembuatan sistem informasi
geografis batas wilayah maritim dan sistem navigasi pelayaran di Indonesia.

3.2 Survey Bathymetri

Alur pelayaran dan rambu rambunya yang ada sekarang ini perlu dilakukan
pemantauan dan pemeliharaan secara rutin untuk menjaga keselamatan dan
kelancaran kapal yang melakukan pelayaran tersebut. Bahaya terjadinya
kecelakaan pada pelayaran memberikan dampak yang sangat luas, bukan
hanya faktor nyawa manusia di kapal yang bersangkutan namun pada kapal
pengangkut bahan-bahan cair lainnya yang mengalami musibah tenggelam dan
terbawa arus laut, sehingga pengotoran/polusi laut akan menyebar luas
ketempat lain yang jauh dari tempat kejadian.

Pemeliharaan alur pelayaran dapat dilakukan dengan melaksanakan survey


hydrografi secara berkala, Dengan alat GPS serta menggunakan metode
differensial real time kinematik dapat membantu kegiatan survey secara cepat
dan tepat di bandingkan dengan memakai peralatan yang konvensional seperti
busur sextan, theodolite, dan alat bantu lainnya. Penggunaan metode
differensial real time kinematik dapat menentukan posisi kapal secara teliti
dalam waktu yang sangat singkat, sekaligus menentukan arah dan kecepatan
kapal untuk melakukan survey.

Alur pelayaran mempunyai fungsi untuk memberi jalan kepada kapal untuk
memasuki wilayah pelabuhan dengan aman dan mudah dalam memasuki kolam
pelabuhan. Fungsi lain dari alur pelayaran adalah untuk menghilangkan
kesulitan yang akan timbul karena gerakan kapal kearah atas (minimum ships
maneuver activity) dan gangguan alam, maka perlu bagi perencanaan untuk
memperhatikan keadaan alur pelayaran (ship channel) dan mulut pelabuhan
(port entrance). Alur pelayaran harus memperhatikan besar kapal yang akan
dilayani (panjang, lebar, berat, dan kecepatan kapal), jumlah jalur lalu lintas,
bentuk lengkung alur yang berkaitan dengan besar jari – jari alur tersebut.
Karena perbedaan antara perkiraan dan realisasi sering terjadi, maka
penyediaan alur perlu dilakukan untuk mengantisipasi kehadiran kapal-kapal
besar. Suatu penelitian tentang karakteristik alur perlu di evaluasi terhadap
pergerakan trafik yang ada, pengaruh cuaca, operasi dari kapal nelayan, dan
karakteristik alur tersebut. Dengan semakin meningkatnya perekonomian dunia
maka penggunaan transportasi laut semakin padat, khususnya pada daerah
sempit, seperti selat dan kanal, ataupun daerah yang terkonsentrasi seperti
pelabuhan dan persilangan lintasan lalu lintas pelayaran yang dapat
menimbulkan resiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan pelayaran, baik berupa
tabrakan sesama kapal ataupun bahaya pelayaran lainnya seperti bangkai kapal
atau kandas di kedalaman yang dangkal.

Untuk pemeliharaan alur pelayaran biasanya dilakukan pengerukan secara


berkala, perencanaan pengerukan tersebut memerlukan data-data keadaan
permukaan dasar laut untuk dapat diketahui berapa volume rencana
pengerukan. Survey hydrografi sangat penting peranannya untuk perencanaan
pengerukan tersebut, karena hasil survey tersebut berupa data-data keadaan
permukaan dasar laut yang disajikan berupa peta.

Adapun tahap-tahap pelaksanaan survey hydrografi ini adalah:

a. Survey pendahuluan
Tahapan survey pendahuluan akan dimulai dengan melakukan orientasi di
lokasi survey yang telah direncanakan serta mengadakan pengamatan
terhadap aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan
survey. Adapun langkah dalam survey pendahuluan yang akan dilakukan
sesuai dengan spesifikasi teknis adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi tugu/BM (Benchmark) referensi yang akan dipakai acuan


dalam pekerjaan adalah tugu orde 1 atau 2 yang dikeluarkan oleh
Bakosurtanal dan BPN.
2. Identifikasi lokasi stasiun pasang surut terdekat ke lokasi survey.
3. Identifikasi dan pemilihan lokasi-lokasi rencana pemasangan tugu (BM)
dan stasiun pasut disekitar lokasi survey.
4. Penentuan lokasi awal dimana pengukuran sounding akan dimulai
a. Mengisi formulir survey serta membuat deskripsi informasi pencapaian
lokasi titik BM dan stasiun pasut yang ada maupun rencana, serta
informasi-informasi lainnya yang dianggap penting.
b. Penyediaan titik kontrol horizontal Penentuan jaring kontrol horizontal
bertujuan untuk menyediakan titik referensi bagi kegiatan pekerjaan
selajutnya sehingga berada dalam satu sistem koordinat. Agar sistem
koordinat ini terikat pada sistem kerangka dasar nasional maka perlu
diikatkan pada titik tetap Bakosurtanal yang telah menggunakan
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang ditetapkan tahun 1996
dan merupakan datum yang mengacu pada datum Internasional
WGS-84.
c. Pengamatan pasang surut
Fonomena pasang surut laut didefinisikan sebagai gerakan vertikal
dari permukaan laut yang terjadi secara periodik. Adanya fonomena
pasut berakibat kedalaman suatu titik berubah-ubah setiap waktu.
Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrografi perlu ditetapkan
suatu bidang acuan kedalaman laut yang disebut Muka Surutan/Chart
Datum.
Gambar 3.2.2 Survey Bathymetri

Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka


surutan juga untuk menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kelautan Indonesia kedepan diharapkan dapat menjadi arus utama
pembangunan nasional dengan memanfaatkan ekosistem perairan laut
beserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara
berkelanjutan untuk kesatuan, kemajuan dan kesejahteraan bangsa,
dalam mencapai tujuan diatas perlunya suatu teknologi yang dapat
membantu dalam proses pembangunan dan kemajuan maritim
Indonesia. Sistem Informasi Geografis adalah salah satu teknologi yang
dapat kita kembangkan dalam membantu memanajemen sumberdaya
dan sistem pelayaran maritim Indonesia.

4.2 Saran
Lebih mengembangkan teknologi sistem informasi Geografis adalah
salah satu cara kita untuk membantu pemerintah dalam mencapai
tujuan bangsa yaitu menjadikan Indonesia sebagai Negara Poros
Maritim Dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, M., 1996, Eksistensi Indonesia sebagai Negara Kepulauan,


disampaikan pada peringatan Sarasehan Syukuran Makassar Serui
(SSMS96) di Ujung Pandang, 30 Juli 1996, dalam rangka mengenang 50
tahun pembuangan ketujuh tokoh pergerakan kebangsaan Makassar ke
Serui, Yapen, Irian Jaya

http://osgeo.ft.ugm.ac.id/mengenal-sig-dan-data-spasial/

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012, Kebijakan Ekonomi Kelautan


dengan Model Ekonomi Biru, Jakarta.

Soeprapto., 2001, Suevey Hidrografi, Jurusan T. Geodesi FT-UGM


Yogyakarta
LAMPIRAN

NAMA : NINDYA FEBRI IFTIKA

ALAMAT : JL. BENDUNGAN SEMPOR NO.28. KELURAHAN, SUMBER SARI.

KECAMATAN, LOWOKWARU. KOTA MALANG. JAWA TIMUR.

NO. HP : 085299262310

EMAIL : niendyaikha@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai