Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan proses berkesinambungan yang dimulai dari

ovulasi, konsepsi, nidasi, implantasi dan perkembangan embrio di dalam

uterus hingga aterm. Setiap proses dalam kehamilan merupakan kondisi

krisis yang memerlukan adaptasi psikologis dan fisiologis terhadap

pengaruh hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat pembesaran

uterus dan jaringan lain (Bobak, Lowdermik & Jensen, 2005). Kehamilan

menyebabkan perubahan fisik, psikis, dan hormonal pada tubuh ibu. Hal

tersebut menimbulkan bermacam-macam keluhan, salah satunya adalah

keputihan (fluor albus) yang biasa terjadi pada awal hingga akhir

kehamilan (Iriati, 2014).

Keputihan dalam kehamilan sering dianggap sebagai hal yang

biasa dan fisiologis sehingga sering luput dari perhatian ibu maupun

petugas kesehatan yang sering melakukan pemeriksaan kehamilan.

Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhea

merupakan cairan yang keluar dari vagina (Mansjoer, 2000). Keputihan

fisiologis disebabkan karena adanya sekresi fisiologis dari kelenjar serviks

kelenjar Bartholin dengan deskuamasi sel epitel vagina yang dihasilkan

dari aksi bakteri di vagina (Bobak, 2016).

1
2

Bobak (2016) menjelaskan bahwa keputihan adalah keluarnya

secret atau cairan dari vagina. Secret tersebut dapat bervariasi dalam

konsistensi, warna dan bau, keputihan dapat di artikan semacam lendir

yang keluar terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak

kekuning-kuningan, tidak berbau dan tidak menyebabkan gatal (Bobak,

2016). Berdasarkan hasil penelitian Lubis tahun 2013 mengenai Gambaran

pengetahuan Ibu hamil tentang keputihan di wilayah Kecamatan Medan

Johor didapatkan bahwa 1000 orang wanita hamil ditemukan 832 orang

mengalami keputihan (Lubis, 2013).

Hasil penelitian Bening tahun 2013 mengenai Hubungan Perilaku

Hygiene organ genitalia eksterna dengan jenis keputihan pada ibu hamil

usia gestasi 11-24 minggu di Rumah Sakit Medirossa Cikarang,

didapatkan bahwa sebanyak 7 orang dari 23 orang responden mengalami

keputihan fisiologis dan 16 orang ibu hamil mengalami keputihan

patologis. Wanita hamil rentan mengalami keputihan patologis karena

terjadi perubahan hormonal sehingga berdampak terjadi peningkatan

jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman pada vagina (Dwianana,

2008). Lowdermilk (2018) menjelaskan bahwa peningkatan kadar

hormon estrogen menyebabkan peningkatan kadar air dalam mukus

serviks dan meningkatkan produksi glikogen oleh sel-sel epitel

mukosa superfisial pada dinding vagina, sehingga sekret vagina

bertambah banyak, kemudian mengalir keluar, dan disebut

sebagai keputihan (fluor albus) (Lowdermilk, 2018).


3

Selain itu, ibu hamil sangat rentan terhadap infeksi, karena daya

tahan ibu hamil menurun dan meningkatkan kebutuhan metabolisme, dan

dikarenakan vagina menjadi kaya dengan kandungan glukosa yang disebut

dengan glikogen. Glikogen merupakan makanan yang baik tumbuhnya

kuman. vagina yang terinfeksi kuman penyakit seperti jamur, parasit,

bakteri,virus maka keseimbangan ekosistem vagina terganggu, yang

tadinya bakteri doderlein atau lactobasillus memakan glikogen yang

dihasilkan oleh estrogen pada dinding vagina untuk pertumbuhannya dan

menjadikan pH vagina menjadi asam, hal ini tidak dapat terjadi bila pH

vagina basa. Keadaan pH vagina basa membuat kuman penyakit

berkembang dan hidup subur di dalam vagina (Maharani, S, 2015). Selain

itu,perubahan ukuran servik menjadi lebih panjang membuat wadah

berkumpulnya mikroorganisme yang masuk ke dalam vagina

(Lowdermilk, 2016).

Penyebab utama keputihan patologis ialah infeksi (jamur, kuman,

parasit, dan virus). Keputihan patologis ditandai dengan jumlah keputihan

yang keluar banyak, berwarna putih kental seperti susu basi, atau berwarna

kekuningan atau kehijauan, mengakibatkan rasa gatal dan perih pada

vagina serta keputihan berbau busuk atau amis (Wiknjosastro, 2007).

Joseph (2011) menambahkan hingga menyebabkan peradangan pada

saluran kencing, sehingga dapat menimbulkan rasa pedih saat si penderita

buang air kecil (Joseph, 2011).


4

William (2001) menjelaskan kasus infeksi akibat keputihan

patologis akan menyebabkan insiden ketuban pecah dini berkisar 4,5-7,6%

dari seluruh kehamilan Manuaba (1998) menambahkan bahwa keputihan

patologis ikut menyumbang kejadian ketuban pecah dini sebanyak 10%

dari semua persalinan dan sebanyak 4% terjadi pada ibu hamil dengan usia

gestasi kurang dari 34 minggu (Manuaba, 1998).

Ketuban pecah dini dapat dihubungkan dengan kehamilan preterm.

Reid (2003) dalam Munzila dan Wiknjosastro (2007) menjelaskan bahwa

salah satu penyebab persalinan preterm disebabkan oleh infeksi asenden

dari vagina dan serviks yaitu servikovaginitis (Reid, 2003 dalam Munzila

dan Wiknjosastro, 2007). Kelahiran preterm akan menyebabkan risiko

kematian perinatal yang tinggi. Di Amerika Serikat, 75% kasus morbiditas

dan mortalitas neonatus disebabkan oleh prematuritas (McCormick, 1985

dalam Munzila dan Wiknjosastro, 2007). Kasus di Indonesia sendiri, 70-

80% kematian perinatal terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah

(Hanafiah, 1986 dalam Munzila dan Wiknjosastro, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan dan perilaku

personal hygiene merupakan sarana yang penting dalam melakukan

pencegahan keputihan bagi ibu hamil.

Selain itu, menurut McDonald (2005) dalam Munzila dan

Wiknjosastro (2007) menjelaskan bahwa beberapa penyebab keputihan

adalah adanya riwayat penggunaan IUD dan kebiasaan douching

meningkatkan risiko terjadinya keputihan patologis karena perubahan flora


5

vagina (McDonald, 2005 dalam Munzila dan Wiknjosastro, 2007).

McDonald (2005) dalam Munzila dan Wiknjosastro (2007) menambahkan

bahwa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian keputihan pada ibu

hamil adalah faktor usia dan paritas (McDonald, 2005 dalam Munzila dan

Wiknjosastro, 2007).

Hasil penelitian Munzila dan Wiknjosastro mengenai Pemeriksaan

pH dan LEA vagina dengan dispstick sebagai metoda penapisan vaginosis

bacterial dalam kehamilan didapatkan bahwa kelompok terbanyak yang

mengalami vaginosis bacterial adalah ibu hamil usia 20-25 tahun dan

terjadi pada ibu dengan primigravida. Hasil penelitian yang dilakukan

M.V Maria et.al tahun 2013 mengenai Keputihan patologis pada wanita

hamil didapatkan kejadian keputihan terjadi pada wanita usia 20-29 tahun.

Hasil studi pendahuluan, angka kejadian keputihan pada ibu hamil

di puskesmas Jagakarsa sesuai dengan data kunjungan pada bulan Juli,

Agustus dan September 2019 tercatat 90 orang, atau rata-rata 30 orang per

bulan. Dari 90 orang ibu hamil yang mengalami keputihan, 40 orang

diantaranya mengalami keputihan patologis atau keputihan yang tidak

normal. Dan dari semua ibu hamil yang keputihan tersebut lebih dari 30%

atau sekitar 40 orang pada usia kehamilan trimester ketiga. Dari hasil

anamnesa juga, beberapa ibu hamil mengatakan bahwa mereka tidak

mengetahui tanda dan gejala dari keputihan pathologis, mereka pun tidak

mengetahui bahwa keputihan bisa juga berdampak kepada bayi yang

dikandungnya.
6

Mereka mengira bahwa keputihan merupakan hal yang normal.

Dari semua ibu hamil yang mengalami keputihan patologis, beberapa dari

mereka mengatakan bahwa mereka sering melakukan vaginal douching

atau bilas vagina dengan sabun sirih, sabun anti septik dan air hangat. Dari

hasil wawancara juga ibu mengatakan tidak tahu cara cebok yang benar,

dan ada beberapa juga yang menggunakan pakaian dalam yang ketat.

Selain itu juga sebagian ibu mengatakan bahwa mereka tidak tahu bahwa

setelah berkemih harus dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dan

frekuensi mengganti pakaian dalam hanya pada saat mandi saja.

Diharapkan dengan melakukan penelitian tentang keputihan ini

dapat memotivasi dan memberikan pemahaman kepada Ibu Hamil untuk

menambah Pengetahuan tentang Keputihan, Pemahaman dan perubahan

perilaku hygine terutama hygiene genetalia eksterna khusus untuk Ibu

Hamil di Puskesmas Jagakarsa supaya tidak terjadi keputihan yang

patologis.

Berdasarkan latar belakang di atas maka saya merasa tertarik untuk

meneliti tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian

keputihan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas Kecamatan

Jagakarsa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana mengetahui faktor-faktor apa saja


7

yang berhubungan dengan kejadian keputihan pada Ibu Hamil Trimester

Ketiga di Puskesmas Jagakarsa ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan Dengan

Kejadian keputihan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas

Jagakarsa.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden yang meliputi usia, pendidikan,

pekerjaan, status paritas

b. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil dengan kejadian

keputihan pada ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

c. Mengetahui hubungan vaginal douching dengan kejadian keputihan

pada ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

d. Mengetahui hubungan perilaku hygeine genetalia eksterna ibu hamil

dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester ketiga di

Puskesmas Jagakarsa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Teoritis

Sebagai kontribusi pemikiran terhadap pihak-pihak yang ingin

melakukan penelitian dan pengembangan ilmu kesehatan khususnya di

bidang keperawatan
8

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan

untuk diterapkan sebagai acuan atau pedoman dalam pelayanan pada

Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

b. Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dan pendidikan tentang Faktor

apa saja yang berhubungan dengan Kejadian Keputihan Pada Ibu

Hamil Trimester Ketiga.

c. Bagi Responden

Penelitian ini bermanfaat bagi responden untuk mengetahui cara

meminimalisir Faktor apa saja yang berhubungan dengan Kejadian

Keputihan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga sehingga tidak akan

terjadi keputihan yang patologis.

3. Manfaat Metodologis

a. Dapat menyusun dan melanjutkan penelitian ini baik dalam bentuk

paper, skripsi, thesis maupun disertasi.

b. Dapat mengetahui arti pentingnya riset, sehingga keputusan-

keputusan yang dibuat dapat dipikirkan dan diatur dengan sebaik-

baiknya.

c. Dapat menilai hasil-hasil penelitian yang sudah ada yaitu untuk

mengukur sampai seberapa jauh suatu hasil penelitian dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.
9

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Kehamilan Trimester Ketiga

1. Pengertian

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan

dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implantasi. Bila dihitung dari fase fertilitas hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10

bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan

berlangsung dalam tiga trimester, trimester satu berlangsung dalam

13 minggu, trimester kedua 14 minggu (minggu ke-14 hingga ke-

27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40)

(Evayanti, 2015). Kehamilan adalah proses normal yang menghasilkan

serangkaian perubahan fisiologis dan psikologis pada wanita hamil

(Tsegaye dkk, 2016).

Kehamilan merupakan periode dimana terjadi perubahan kondisi

biologis wanita disertai dengan perubahan perubahan psikologis dan

terjadinya proses adaptasi terhadap pola hidup dan proses kehamilan itu

sendiri (Muhtasor, 2015). Proses kehamilan sampai persalinan

merupakan mata rantai satu kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan

adaptasi, pemeliharaan kehamilan, perubahan endokrin sebagai


10

persiapan menyongsong kelahiran bayi, dan persalinan dengan kesiapan

pemeliharaan bayi (Sitanggang dkk, 2012)

Kehamilan adalah kondisi yang rentan terhadap semua jenis

"stres", yang berakibat pada perubahan fungsi fisiologis dan

metabolik (Wagey et al, 2011). Kehamilan adalah pertumbuhan

dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi sampai

permulaan persalinan (Dewi dkk, 2011). Kehamilan terjadi jika ada

spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi

(implantasi) hasil konsepsi (Saifuddin, 2010).

2. Fisiologi Kehamilan

a. Proses Kehamilan

Proses kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai satu

kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi, pemeliharaan

kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong

kelahiran bayi, dan persalinan dengan kesiapan pemeliharaan bayi

(Sitanggang dkk, 2012)

1) Ovulasi

Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh

sistem hormonal yang kompleks. Selama masa subur

berlangsung 20-35 tahun, hanya 420 buah ovum yang dapat

mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi (Manuaba dkk,

2010). Setiap bulan wanita melepaskan satu sampai dua sel telur

dari indung telur (ovulasi) yang ditangkap oleh umbai-umbai


11

(fimbriae) dan masuk ke dalam sel telur (Dewi dkk, 2010).

Pelepasan telur (ovum) hanya terjadi satu kali setiap bulan,

sekitar hari ke-14 pada siklus menstruasi normal 28 hari.

2) Spermatozoa

Sperma bentuknya seperti kecebong terdiri atas kepala

berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti (nucleus). Leher yang

menghubungkan kepala dengan bagian tengah dan ekor yang

dapat bergetar sehingga sperma dapat bergerak dengan cepat.

Panjang ekor kira-kira sepuluh kali bagian kepala. Secara

embrional, spermatogonium berasal dari sel-sel primitive

tubulus testis. Setelah bayi laki-laki lahir, jumlah

spermatogonium yang ada tidak mengalami perubahan sampai

akil balig (Dewi dkk, 2011).

Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang

kompleks, spermatogonium berasal dari primitive tubulus,

menjadi spermatosid pertama, menjadi spermatosit kedua,

menjadi spermatid, akhirnya spermatozoa. Sebagian besar

spermatozoa mengalami kematian dan hanya beberapa ratus

yang dapat mencapai tuba falopii. Spermatozoa yang masuk ke

dalam alat genetalia wanita dapat hidup selama tiga hari,

sehingga cukup waktu untuk mengadakan konsepsi (Manuaba,

2012)
12

3) Pembuahan (Konsepsi/Fertilisasi)

Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/koitus)

terjadi ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam

vagina wanita, dimana akan melepaskan cairan mani berisi sel

sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita. Jika senggama

terjadi dalam masa ovulasi, maka ada kemungkinan sel sperma

dlm saluran reproduksi wanita akan bertemu dengan sel telur

wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi. Pertemuan sel

sperma dan sel telur inilah yang disebut sebagai

konsepsi/fertilisasi (Dewi dkk, 2011). Fertilisasi adalah

penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa yang

biasanya berlangsung di ampula tuba (Saifuddin, 2010)

Menurut Manuaba dkk (2010), keseluruhan proses konsepsi

berlangsung seperti uraian dibawah ini :

a. Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh

korona radiate yang mengandung persediaan nutrisi.

b. Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah

sitoplasma yang vitelus.

c. Dalam perjalanan, korona radiata makin berkurang pada zona

pelusida. Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus, melalui saluran

zona pelusida.

d. Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang

paling luas yang dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel


13

yang mempunyai silia. Ovum mempunyai waktu hidup

terlama di dalam ampula tuba.

e. Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam.

4) Nidasi atau implantasi

Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke

dalam endometrium. Umumnya nidasi terjadi pada depan atau

belakang rahim dekat fundus uteri. Terkadang pada saat nidasi

terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua yang disebut tanda

Hartman (Dewi dkk, 2011).

Pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula

disebut blastokista, suatu bentuk yang di bagian luarnya

adalah trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa inner

cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan

trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Sejak trofoblas

terbentuk, produksi hormone hCG dimulai, suatu hormone yang

memastikan bahwa endometrium akan menerima (reseptif)

dalam proses implantasi embrio (Saifuddin, 2010)

5) Plasentasi

Plasenta adalah organ vital untuk promosi dan perawatan

kehamilan dan perkembangan janin normal. Hal ini diuraikan

oleh jaringan janin dan ibu untuk dijadikan instrumen transfer

nutrisi penting (Afodun et al , 2015). Plasentasi adalah proses

pembentukan struktur dan jenis plasenta. Setelah nidasi embrio


14

ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia

plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi

(Saifuddin, 2010). Pertumbuhan plasenta makin lama makin

besar dan luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada

usia kehamilan sekitar 16 minggu.

Plasenta dewasa/lengkap yang normal memiliki karakteristik

berikut :

a. Bentuk budar /oval

b. Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm

c. Berat rata-rata 500-600 gr.

d. Insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat

di tengah/sentralis, disamping/lateralis, atau tepi ujung

tepi/marginalis.

e. Di sisi ibu, tampak daerah-daerah yang agak menonjol

(katiledon) yang diliputi selaput tipis desidua basialis.

f. Di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar

(pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi oleh

amnion.

g) Sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20

minggu) meningkat sampai 600-700 cc/ menit (aterm) (Dewi

dkk, 2011).
15

Pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi. Menurut dewi

dkk (2011) pertumbuhan dan perkembangan embrio dari

trimester 1 sampai dengan trimester 3 adalah sebagai berikut :

a. Trimester 1

1) Minggu ke-1

Disebut masa germinal. Karekteristik utama masa

germinal adalah sperma membuahi ovum yang kemudian

terjadi pembelahan sel (Dewi dkk, 2011)

2) Minggu ke-2

Terjadi diferensiasi massa seluler embrio menjadi dua

lapis (stadium bilaminer) yaitu lempeng epiblast (akan

menjadi ectoderm) dan hipoblast (akan menjadi

endoderm). Akhir stadium ini ditandai alur primitive

(primitive streak) (Dewi dkk, 2011)

3) Minggu ke-3

Terjadi pembentukan tiga lapis/lempeng yaitu ectoderm

dan endoderm dengan penyusupan lapisan mesoderm

diantaranya diawali dari daerah primitive streak (Dewi

dkk, 2011)

4) Minggu ke-4

Pada akhir minggu ke-3/awal minggu ke-4, mulai

terbentuk ruas-ruas badan (somit) sebagai karakteristik


16

pertumbuhan periode ini. Terbentuknya jantung, sirkulasi

darah, dan saluran pencernaan (Dewi dkk, 2011)

5) Minggu ke-8

Pertumbuhan dan diferensiasi somit terjadi begitu cepat,

sampai dengan akhir minggu ke-8 terbentuk 30- 35 somit,

disertai dengan perkembangan berbagai karakteristik fisik

lainnya seperti jantungnya mulai memompa darah.

Anggota badan terbentuk dengan baik (Dewi dkk, 2011)

6) Minggu ke -12

Beberapa system organ melanjutkan pembentukan

awalnya sampai dengan akhir minggu ke-12 (trimester

pertama). Embrio menjadi janin. Gerakan pertama

dimulai selama minggu ke 12. Jenis kelamin dapat

diketahui. Ginjal memproduksi urine (Dewi dkk, 2011).

b. Trimester II

1) Sistem Sirkulasi

Janin mulai menunjukkan adanya aktivitas denyut jantung

dan aliran darah. Dengan alat fetal ekokardiografi, denyut

jantung dapat ditemukan sejak minggu ke-12.

2) Sistem Respirasi

Janin mulai menunjukkan gerak pernafasan sejak usia

sekitar 18 minggu. Perkembangan struktur alveoli paru

sendiri baru sempurna pada usia 24-26 minggu. Surfaktan


17

mulai diproduksi sejak minggu ke-20, tetapi jumlah dan

konsistensinya sangat minimal dan baru adekuat untuk

pertahanan hidup ekstrauterin pada akhir trimester III.

3) Sistem gastrointestinal

Janin mulai menunjukkan aktivitas gerakan menelan sejak

usia gestasi 14 minggu. Gerakan mengisap aktif tampak

pada 26-28 minggu. Secara normal janin minum

air ketuban 450 cc setiap hari. Mekonium merupakan isi

yang utama pada saluran pencernaan janin, tampak

mulai usia 16 minggu.

Mekonium berasal dari :

a. Sel-sel mukosa dinding saluran cerna yang mengalami

deskuamasi dan rontok.

b. Cairan/enzim yang disekresi sepanjang saluran cerna,

mulai dari saliva sampai enzim enzim pencernaan.

c. Cairan amnion yang diminum oleh janin, yang

terkadang mengandung lanugo (rambut-rambut halus

dari kulit janin yang rontok). Dan sel-sel dari kulit

janin/membrane amnion yang rontok.

d. Penghancuran bilirubin.

4) Sistem Saraf dan Neuromuskular

Sistem ini merupakan sistem yang paling awal mulai

menunjukkan aktivitasnya, yaitu sejak 8-12 minggu,


18

berupa kontraksi otot yang timbul jika terjadi stimulasi

lokal. Sejak usia 9 minggu, janin mampu mengadakan

fleksi alat-alat gerak, dengan refleks-refleks dasar yang

sangat sederhana.

5) Sistem Saraf Sensorik Khusus/Indra

Mata yang terdiri atas lengkung bakal lensa (lens placode)

dan bakal bola mata/mangkuk optic (optic cup) pada

awalnya menghadap ke lateral, kemudian berubah

letaknya ke permukaan ventral wajah.

6) Sistem Urinarius

Glomerulus ginjal mulai terbentuk sejak umur 8 minggu.

Ginjal mulai berfungsi sejak awal trimester kedua dan

dalam vesika urinaria dapat ditemukan urine janin yang

keluar melalui uretra dan bercampur dengan cairan

amnion.

7) Sistem Endokrin

Kortikotropin dan Tirotropin mulai diproduksi di hipofisis

janin sejak usia 10 minggu mulai berfungsi untuk

merangsang perkembangan kelenjar suprarenal dan

kelenjar tiroid. Setelah kelenjar-kelenjar tersebut

berkembang, produksi dan sekresi hormon-hormonnya

juga mulai berkembang


19

c. Trimester III

1. Minggu ke-28

Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-ubun bokong

adalah sekitar 25 cm dan berat janin sekitar 1.100 g (Dewi

dkk, 2010). Masuk trimester ke-3, dimana terdapat

perkembangan otak yang cepat, sistem saraf

mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata mulai

membuka (Saifudin, 2010). Surfaktan mulai dihasilkan di

paru-paru pada usia 26 minggu, rambut kepala makin

panjang, kukukuku jari mulai terlihat.

2. Minggu ke-32

Simpanan lemak coklat berkembang di bawah kulit untuk

persiapan pemisahan bayi setelah lahir. Bayi sudah

tumbuh 38-43 cm dan panjang ubun-ubun bokong sekitar

28 cm dan berat sekitar 1.800 gr Mulai menyimpan zat

besi, kalsium, dan fosfor. (Dewi dkk, 2010). Bila bayi

dilahirkan ada kemungkinan hidup 50-70 % (Saifuddin,

2010)

3. Minggu ke-36

Berat janin sekitar 1.500-2.500 gram. Lanugo mulai

berkurang, saat 35 minggu paru telah matur, janin

akan dapat hidup tanpa kesulitan (Saifuddin, 2010).

Seluruh uterus terisi oleh bayi sehingga ia tidak bisa


20

bergerak atau berputar banyak. (Dewi dkk, 2010). Kulit

menjadi halus tanpa kerutan, tubuh menjadi lebih bulat

lengan dan tungkai tampak montok. Pada janin laki-laki

biasanya testis sudah turun ke skrotum

4. Minggu ke-38

Usia 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi

akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban mulai

berkurang, tetapi masih dalam batas normal (Saifuddin,

2010)

b. Tanda –tanda kehamilan

Menurut Sitanggang dkk (2012), tanda-tanda kehamilan dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Tanda yang tidak pasti (probable signs)/tanda mungkin

kehamilan yaitu amenorhea, mual dan muntah, quickening,

keluhan kencing, konstipasi, perubahan berat badan, perubahan

temperatur suhu basal, perubahan warna kulit, perubahan

payudara, perubahan pada uterus, tanda piskacek’s, perubahan-

perubahan pada serviks.

2. Tanda pasti kehamilan yaitu denyut Jantung Janin (DJJ), palpasi

dan Pemeriksaan diagnostik kehamilan seperti rontgenografi,

ultrasonografi (USG), fetal Electrografi (FCG) dan tes

Laboratorium/ Tes Kehamilan


21

B. Konsep Keputihan

1. Pengertian

Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina

di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak disertai rasa gatal setempat,

dapat terjadi secara normal (fisiologis) maupun abnormal (patologis)

(Kusmiran, 2012). Leukorea (keputihan) merupakan pengeluaran cairan

per vagina yang bukan darah. Leukorea merupakan manifestasi klinis

berbagai infeksi, keganasan atau tumor jinak reproduksi. Gangguan ini

tidak menimbulkan mortalitas tetapi morbiditas karena selalu

membasahi bagian dalam dan menimbulkan iritasi, terasa gatal

sehingga mengganggu dan mengurangi kenyamanan (Manuaba, 2010).

Keputihan adalah keluarnya cairan keputihan, kekuningan, atau

kehijauan dari vagina yang mungkin normal atau yang mungkin

merupakan tanda infeksi. Ini adalah pelepasan lendir yang mewakili

deskuamasi sel epitel vagina karena efek dari hormon estrogen pada

mukosa vagina (Tsegaye dkk, 2016). Ada 2 macam keputihan, yaitu

keputihan normal dan keputihan tidak normal. Keputihan normal ciri-

cirinya ialah : warnanya bening, kadang-kadang putih kental, tidak

berbau, tanpa disertai keluhan (misalnya gatal, nyeri, rasa terbakar,

dsb.), keluar pada saat menjelang dan sesudah menstruasi atau pada saat

stress dan kelelahan. Sedangkan keputihan yang tidak normal ialah

keputihan dengan ciri-ciri: jumlahnya banyak, timbul terus-menerus,

warnanya berubah (misalnya kuning, hijau, abu-abu, menyerupai


22

susu/yoghurt) disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas, nyeri) serta

berbau (apek, amis, dsb.) (Wijayanti, 2015)

Keluarnya cairan dianggap tidak normal kalau cairan yang

keluar tidak berwarna jernih, tetapi berwarna putih kekuning-kuningan

atau hijau, bahkan sering disertai dengan darah. Keluarnya pun tidak

pada saat sebelum atau sesudah menstruasi, tetapi sepanjang waktu.

Kadang-kadang cairan yang keluar memberikan bau yang khas, bahkan

bau sangat amis atau menyengat. Kalau kondisinya sudah demikian,

pada perempuan yang menderita keputihan akan merasakan gatal dan

agak panas atau perih di daerah vagina. (Sitanggang dkk, 2012).

2. Patofisiologi

Organ yang paling sensitif dan rawan pada tubuh wanita adalah

organ reproduksi dan merupakan organ yang paling rawan dibanding

organ tubuh yang lainnya. Keputihan (Fluor albus) merupakan salah

satu tanda dan gejala penyakit organ reproduksi wanita, di daerah alat

genitalia eksternal bermuara saluran kencing dan saluran pembuangan

sisa-sisa pencernaan yang disebut anus. Apabila tidak dibersihkan

secara sempurna akan ditemukan berbagai bakteri, jamur dan parasit,

akan menjalar ke sekitar organ genitalia. Hal ini dapat menyebabkan

infeksi dengan gejala keputihan. Selain itu dalam hal melakukan

hubungan seksual terkadang terjadi pelecetan, dengan adanya pelecetan

merupakan pintu masuk mikroorganisme penyebab infeksi penyakit


23

hubungan seksual (PHS) yang kontak dengan air mani dan mukosa

(Wijayanti, 2015).

3. Etiologi

a. Keputihan fisiologis

Menurut Kusmiran (2012), keputihan fisiologis disebabkan oleh :

1) Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina

janin sehingga bayi baru lahir sampai berumur 10 hari

mengeluarkan keputihan.

2) Pengaruh estrogen yang meningkat pada saat menarche.

3) Rangsangan saat koitus.

4) Adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut

rahim saat masa ovulasi.

5) Mukus servik yang padat pada masa kehamilan, fungsinya untuk

mencegah kuman masuk ke rongga uterus.

b. Keputihan patologis

Penyebab utama keputihan patologis ialah infeksi (jamur,

kuman, parasit, dan virus). Selain penyebab utama, keputihan patologis

dapat juga disebabkan karena kurangnya perawatan remaja putri

terhadap alat genitalia seperti mencuci vagina dengan air yang

tergenang di ember, memakai pembilas secara berlebihan,

menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti

celana dalam, tak sering mengganti pembalut (Wijayanti, 2015)

Menurut Kusmiran (2012), keputihan patologis disebabkan oleh :


24

1) Infeksi

a) Jamur

Jamur yang sering menyebabkan keputihan adalah Kandida

albican. Biasanya disebut juga dengan Kandidiasis genetalia.

Penyakit ini tidak selalu akibat PMS dan dapat terjadi pada

perempuan yang belum menikah. Beberapa faktor

pencetusnya antara lain pemakaian obat antibiotika dan

kortikostiroid yang lama, kehamilan, kontrasepsi hormonal,

kelainan endokrin seperti diabetes melitus. Selain itu bisa

disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh seperti

penyakit-penyakit kronis, serta selalu memakai pakaian

dalam yang ketat dan terbuat dari bahan yang tidak menyerap

keringat (Kusmiran, 2012)

b) Bakteri

1) Gonokokus

Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe, sering terjadi

akibat hubungan seksual (PMS). Gonokokus yang purulen

mempunyai silia yang dapat menempel pada sel epitel

urethra dan mukosa vagina. Pada hari ketiga bakteri

tersebut sudah mencapai jaringan ikat di bawah epitel dan

terjadi reaksi radang.


25

2) Klamidia trakomatis

Sering menyebabkan penyakit mata trakoma dan penyakit

menular seksual.

3) Grandnerella

Menimbulkan peradangan pada vagina, menghasilkan

asam amino yang akan diubah menjadi senyawa amin,

berbau amis, berwarna keabu-abuan. Biasanya gejala fluor

albus yang berlebihan, berbau dan disertai rasa tidak

nyaman di bagian bawah perut.

4) Parasit

Jenis Trikomonas vaginalis adalah parasit yang paling

sering menyebabkan keputihan. Penularan yang paling

sering adalah lewat koitus, biasanya parasit ini kalau pada

pria terdapat di uretra dan prostat. Gejala yang

ditimbulkan adalah Fluor albus encer sampai kental,

kekuningan dan agak berbau disertai rasa gatal dan panas.

5) Virus

Jenis virusnya adalah Human papiloma virus (HPV) dan

Herpes simpleks, ditandai dengan kondiloma akuminata,

cairan berbau, tetapi tidak disertai rasa gatal.

2) Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan

Seperti rektovaginalis atau fistel vesikovaginal, cedera persalinan

dan radiasi kanker genetalia atau kanker itu sendiri.


26

3) Benda asing

Misalnya pesarium untuk penderita hernia, tertinggal kondom

atau prolaps uteri dapat mengakibatkan keluarnya sekret vagina

yang berlebihan.

4) Neoplasma jinak

Tumor jinak yang ada pada lumen akan mengakibatkan

peradangan dan akhirnya mengalami keputihan.

5) Kanker

Pada penyakit kanker sel akan cepat tumbuh secara abnormal dan

mudah mengalami kerusakan, gejala yang ditimbulkan ialah

cairan yang berbau busuk dan banyak disertai darah tak segar.

6) Fisik

Akibat adanya tampon, penggunaan alat kontrasepsi IUD dan

kejadian trauma pada alat genetalia. Gejala pada keputihan

tergantung pada jenis kuman yang menyerang. Keputihan yang

disebabkan oleh jamur kandida, sekret yang dikeluarkan seperti

susu dan mengakibatkan gatal pada vagina. Kondisi ini biasa

terjadi pada kehamilan, penderita diabetes dan akseptor pil KB.

Keputihan yang disebabkan oleh infeksi trikomonas atau ada

benda asing di vagina, sekret yang dikeluarkan berwarna putih

kehijauan dan kekuningan dan berbau tidak sedap. Jika infeksi

sudah sampai pada organ dalam rongga panggul biasanya gejala

keputihan disertai rasa nyeri perut di bagian bawah dan atau nyeri
27

panggul bagian belakang. Sedangkan infeksi yang disebabkan

Gonorrhoe, sekret sedikit atau banyak berupa nanah dan rasa

sakit dan panas pada saat kencing atau berhubungan seksual.

Keputihan yang disebabkan erosi pada mulut rahim, sekret

berwarna kecokelatan (darah) dan terjadi pada saat senggama.

Pada kejadian kanker serviks, sekret bercampur darah dan berbau

khas akibat sel-sel yang mati (Kusmiran, 2012).

4. Pencegahan

Menurut Uliyah, dkk (2015) Hal-hal yang bisa dilakukan untuk

mencegah keputihan yaitu :

a. Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu

kestabilan keasaman di sekitar vagina. Vagina memiliki pH yang

asam yaitu 4,5 hal ini menjaga kesehatan vagina dengan

menghambat pertumbuhan bakteri. Gunakan produk pembersih yang

terbuat dari bahan dasar susu, karena produk seperti ini mampu

menjaga keseimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan

flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat.

Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan dapat membunuh

flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan

vagina dalam jangka panjang.

b. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar

vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-


28

partikel halus yang mudah terselip di sana-sini dan akhirnya

mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.

c. Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian.

d. Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab,

usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai.

e. Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti

katun. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat

suasana di sekitar organ intim panas dan lembab.

f. Tidak dianjurkan memakai celana jeans karena pori-porinya sangat

rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi

udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.

g. Ketika haid, sering-seringlah berganti pembalut. Gunakan panty liner

disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke

luar rumah dan lepaskan sekembalinya di rumah.

Menurut Uliyah, (2015) Berikut ini beberapa saran yang dapat

dilakukan untuk mencegah keputihan :

a. Makan menggunakan metode gizi seimbang, rendah gula.

b. Menjaga kesehatan secara umum dengan cukup tidur, berolahraga,

melepaskan tekanan emosi.

c. Menjaga kebersihan secara teratur dengan: bersihkan vagina dari

arah depan ke belakang (dari arah vulva ke anus); memakai pakaian

dalam yang bersih dari bahan katun (bahan nilon terlalu menyimpan

panas menimbulkan kelembaban berlebihan yang mendorong


29

tumbuhnya bakteri); menghindari penggunaan cairan atau semprotan

pembersih vagina, kertas toilet berwarna, handuk milik orang lain;

sering mengganti pembalut saat haid.

d. Yang utama dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan pribadi

(personal hygiene).

e. Melakukan pemeriksaan sendiri daerah sekitar vagina sangat

disarankan, agar bisa segera diketahui jika ada infeksi atau tidak.

Biasanya terjadi perubahan pada warna daerah sekitar vagina

menjadi lebih merah, kadang disertai bau yang kurang sedap maupun

rasa gatal. Dalam Islam, cairan yang keluar dari kemaluan wanita,

keluarnya bukan dari kandung kemih tetapi dari rahim maka

hukumnya suci. Tapi membatalkan wudhu walau sudah suci, dan

wajib wudhu lagi (Kusmiran, E. (2012).

f. Perempuan yang mengalami keputihan hendaknya membersihkan

farjinya terlebih dahulu sebelum mengambil wudhu. Mereka yang

ragu keluar keputihan lagi, lebih baik memakai kapas (pembalut) dan

segera melaksanakan shalat. Jika sewaktu shalat keluar keputihan

tersebut, maka Islam memaafkannya. (Megawati, 2017).

5. Pengobatan

Pengobatan atau penatalaksanaan leukorea atau keputihan

tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur, bakteri atau parasit.

Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan

menghentikan proses infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-obatan


30

yang digunakan dalam mengatasi keputihan biasanya berasal dari

golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi candida dan golongan

metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Tindakan

tanpa obat yang mendukung penyembuhan dapat dilakukan dengan

mengindari penggunaan sabun atau parfum vagina untuk mencegah

iritasi, menjaga agar area bagian kewanitaan tetap bersih dan kering dan

menghindari penggunaan pakaian dalam yang ketat dan tidak menyerap

keringat. Meminum minuman yogurt yang mengandung Lactobacillus

acidophilus setiap hari akan mengurangi kekambuhan (Uliyah, dkk,

2015).

C. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.

Pengetahuan berhubungan dengan pengingat kepada bahan yang sudah

dipelajari sebelumnya, pengetahuan disebut juga real (mengingat

kembali), pengetahuan dapat berhubungan dengan hal yang luas seperti

sebuah teori dan hal yang sempit seperti fakta, pengetahuan merupakan

apa yang diketahuai dan hanya sekedar informasi yang dapat diingat

saja. Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang

menghubungkan atau menjalin sebauh pemikiran dengan kenyataan


31

atau sebuah pemikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-

ulang tanpa pemahaman mengenai koasilitas (sebab akibat) yang

universal (Notoatmodjo, 2012).

2. Tahapan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) Pengetahuan mencakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan diantaranya :

a. Tahu (Know)

Pada tingkat ini seorang telah mampu mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya pengetahuan

tingkat ini adalah bahan yang dipelajari atau ransangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupaka tingkat pengetahaun yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentag

apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Pada tingkat ini seorang telah mengetahui secara pokok pengertian

suatu yang dipelajarinya serta telah mampu mengubah bentuk dan

mengintegrasikan bahan. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.
32

c. Aplikasi (Application)

Pada tingkat ini seorang telah mampu menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Misalnya

dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan

penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip

siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam

pemecahan masalah kesehatan seperti memeriksakan dirinya ke

puskesmas agar mengetahui gangguan secara dini.

d. Analisis (Analysis)

Pada tingkat ini seseorang telah mampu menganalisa hubungan

antara yang satu dengan yang lainnya dalam struktur organisasi

tertentu menuju tercapainya sintesis. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Pada tingkat ini seseorang telah mampu untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun, dapat merencanakan, meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.


33

f. Evaluasi (Evaluation)

Pada tingakatan ini seseorang telah mampu untuk melakukan suatu

penelitian terhadap suatu materi atau obyek, evaluasi iniberkaitan

dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu

criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada. Pengetahuan tentang kehamilan sangat penting agar

terhindar dari resiko kehamilan yang dapat mengancam jiwa ibu

hamil dan janinnya. Pengetahuan ibu hamil tentang flour albus

adalah segala sesuatu yang diketahui atau informasi yang dimiliki

oleh ibu hamil. Dengan pengetahuan yang baik pula, misalnya ibu

hamil yang sudah memperoleh pengetahuan yang baik dan sudah

mengerti bagaimana ibu lebih menjaga kondisi tubuh dan

personal higynenya demi untuk kesehatan kandungan dan

perkmbangan janin, serta kelahiran berjalan normal dan sehat

(Notoatmodjo, 2012)

3. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, (2012) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal, yaitu :

a. Umur

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat ia

akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.


34

Dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih

dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi tingkat

kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan

kematangan jiwanya.

b. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita

tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin

mudah dalam menerima informasi, sehingga semakin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai

yang baru dikenal.

c. Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok. Lingkungan adalah input kedalam diri

seseorang sehingga sistem adaptif yang melibatkan baik faktor

internal maupun faktor eksternal. Seseorang yang hidup dalam

lingkungan yang berpikiran luas maka pengetahuannya akan lebih

baik daripada orang yang hidup di lingkungan yang berpikiran

sempit.
35

d. Pekerjaan

Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus

dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan

atau profesi masing-masing. Status pekerjaan yang rendah sering

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Pekerjaan biasanya

sebagai simbol status sosial di masyarakat. Masyarakat akan

memandang seseorang dengan penuh penghormatan apabila

pekerjaannya sudah pegawai negeri atau pejabat di pemerintahan.

e. Sosial ekonomi

Variabel ini sering dilihat angka kesakitan dan kematian, variabel ini

menggambarkan tingkat kehidupan seseorang yang ditentukan unsur

seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh serta

ditentukan pula oleh tempat tinggal karena hal ini dapat

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan

kesehatan.

f. Informasi yang diperoleh

Informasi dapat diperoleh di rumah, di sekolah, lembaga organisasi,

media cetak dan tempat pelayanan kesehatan. Ilmu pengetahuan dan

teknologi membutuhkan informasi sekaligus menghasilkan

informasi. Jika pengetahuan berkembang sangat cepat maka

informasi berkembang sangat cepat pula. Adanya ledakan

pengetahuan sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan

pengetahuan, maka semakin banyak pengetahuan baru bermunculan.


36

Pemberian informasi seperti cara-cara pencapaian hidup sehat akan

meningkatkan pengetahuan masyarakat yang dapat menambah

kesadaran untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki.

g. Pengalaman

Merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh

kebenaran dan pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

masalah yang dihadapi di masa lalu. Orang yang memiliki

pengalaman akan mempunyai pengetahuan yang baik bila

dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki pengalaman dalam

segi apapun.

D. Konsep Vaginal Douching

1. Pengertian

Douches dari bahasa Prancis yang artinya mencuci. Vaginal

douching adalah kegiatan mencuci atau membersihkan vagina dengan

memasukkan air atau bahan cairan lain seperti larutan produk komersil,

campuran air dan cuka, air saja, dan bahan-bahan lainnya yang

dimasukkan ke dalam vagina (Ekpenyong dkk, 2014; Mandal dkk,

2014; Sunay dkk, 2011).

Vaginal Douching dilakukan untuk membersihkan vagina

dengan cairan khusus untuk menjaga vagina tetap bersih dan wangi.
37

Sebagian gadis yang baru mulai mendapat haid dan mereka yang sering

mengeluarkan lendir dari vaginanya praktik demikian tentu menarik,

karena mereka mengira dengan melakukan hal demikian mereka akan

terhindar dari bau (Priyatna, 2009:72).

2. Tujuan Vaginal Douching

Douching adalah suatu praktek yang telah diajarkan sejak

dahulu kala yang cukup lazim dan sering dimulai pada masa remaja

(Ekpenyong dkk, 2014). Perempuan memiliki berbagai macam alasan

dan tujuan melakukan vaginal douching, yaitu untuk menjaga

kebersihan, membilas darah setelah suatu periode menstruasi,

membersihkan vagina setelah melakukan hubungan seksual untuk

mencegah penyakit menular seksual, membersihkan sperma untuk

mencegah kehamilan, dan mencegah bau (Sunay dkk, 2011).

Tujuan douching yang sesungguhnya adalah untuk tujuan

terapeutik, yaitu untuk membersihkan vagina yang dikarenakan

tindakan pembedahan, dan untuk memberikan antiseptik yang berguna

untuk mengurangi pertumbuhan bakteri. Tetapi Praktik vaginal

douching atau tindakan bilas vagina sering dilakukan oleh masyarakat

umum maupun pekerja seks sebagai bagian dari personal hygiene

perempuan (Qomariyah, 2007).

Menurut Isnaeni (2014) wanita pekerja seks melakukan vaginal

douching untuk membuat vagina menjadi wangi dan terasa kesat. Para

pekerja seks melakukan douching (semprot vagina) untuk berbagai


38

alasan. Mereka melakukan douching karena sejak pertama mereka

terlanjur percaya hal ini memberikan banyak manfaat. Banyak dari

mereka masih percaya dengan mitos atau informasi yang salah tentang

vaginal douching. Mereka melakukan praktik demikian untuk

membersihkan sisa darah usai menstruasi, untuk membersihkan sisa-

sisa darah diakhir masa menstruasi, menghindari kehamilan atau

penyakit menular seksual, serta mengurangi bau vagina.

3. Jenis Vaginal Douching

Vaginal douching ada dua jenis, yaitu Eksternal douching dan

internal douching. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan

bagian luar vagina dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal

douching meliputi memasukkan bahan/alat pembersih ke dalam vagina

dengan jari, dan/atau dalam bentuk spraying atau liquid. Praktik vaginal

douching atau tindakan bilas vagina sering dilakukan oleh masyarakat

umum maupun pekerja seks sebagai bagian dari personal hygiene

perempuan (Qomariyah, 2004) Cara douching setiap orangpun berbeda-

beda. Menurut Aprilianingrum (2006) cara melakukan douching yakni

dengan mengorek-ngorek vagina menggunakan jari tangan sebelah kiri.

Biasanya menggunakan berbagai macam bahan yang dimasukkan

kedalam vagina, seperti sabun sirih cair yang beraroma wangi, namun

tidak jarang yang menggunakan pasta gigi. Kebiasaan douching dengan

cara memasukkan jari ke dalam vagina ini dapat menyebabkan iritasi


39

vagina dan merubah keseimbangan kimiawi dan flora vagina, yang

akhirnya dapat terjadi perlukaan kulit vagina.

4. Gangguan Sistem Reproduksi Akibat Vaginal Douching

Perilaku Douching akan berisiko mengganggu lingkungan alami

vagina. Terlebih bahan douching yang dijual di pasaran yang

merupakan obat pembersih vagina yang berasal dari antiseptik akan

membunuh bakteri normal yang sehat yang mencegah bakteri patogen

masuk dalam vagina. Obat pembersih vagina yang terbuat dari cuka

adalah penyegar dan mengeringkan sekret alami, membuat vagina

mudah terluka saat berhubungan seksual atau saat diperiksa. Obat

pembersih vagina juga akan mengganggu pH di dalam vagina,

menyuburkan penduduk alami tertentu sehingga tumbuh di luar

proporsi normalnya dan menimbulkan gejala klinis (Livoti dan Topp,

2004).

Sebenarnya wanita tidak perlu menggunakan douche atau

feminine sprays dan deodorants, kecuali atas petunjuk dokter. Produk

demikian seringkali diisi dengan parfum yang dapat saja memicu reaksi

alergi atau bahkan infeksi vagina. Vagina sudah dilengkapi mekanisme

pembersih alami untuk mengusir bakteri. Jadi bahan kimia tembahan

sebenarnya tidak diperlukan lagi. Beberapa infeksi, misal bacterial

vaginosis, dapat menimbulkan bau amis yang tidak sedap. (Priyatna,

2009).
40

Kebiasaan douching dengan cara memasukkan jari ke dalam

vagina dapat menyebabkan iritasi dan merubah keseimbangan kimiawi

dan flora vagina, yang akhirnya dapat terjadi perlukaan kulit vagina

sehingga lebih rentan terinfeksi Kandiloma Akuminata. Kandiloma

akuminata merupakan faktor pendorong terjadinya kanker serviks,

kehamilan ektopik, kemandulan, serta meningkatkan risiko infeksi HIV

(co factor HIV) (Aprilianingrum, 2006). Sesuai dengan Gama, dkk

(2008) bahwa wanita yang melakukan vaginal douching mempunyai

risiko terkena Kandiloma Akuminata sebesar 4,63 kali dibanding

dengan yang tidak melakukan.

Selarah dengan Mandal dkk (2014) Douching dapat

menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang lebih banyak dibanding

perempuan yang jarang melakukan douching diantaranya yaitu

bacterial vaginosis, kanker serviks, berat badan lahir rendah (BBLR),

kelahiran premature kehamilan ektopik, kandidiasis, dan mempengaruhi

kemampuan perempuan untuk hamil.

Selain itu wanita yang sering melakukan douching juga

berpotensi dapat meningkatkan risiko menderita penyakit radang

panggul (PRP). PRP adalah infeksi pada organ-organ panggul

perempuan yang disebabkan oleh berbagai bakteri yang dapat bergerak

naik dari vagina atau serviks seorang perempuan ke arah organ panggul.

Jika tidak diobati PRP akan dapat berakibat pada terjadinya

kemandulan dan kehamilan ektopik (kehamilan yang tidak terjadi di


41

rahim tetapi di tuba falopii) (Qomariyah, 2007). Masalah kesehatan lain

dari praktik vaginal douching adalah meningkatkan kejadian gonore.

Hal ini terjadi dikarenakan pembersihan vagina yang banyak dijual

dipasaran adalah antiseptik. Penggunaaan antiseptik yang banyak dijual

dipasaran justru akan mengganggu ekosistem di dalam vagina, terutama

pH dan kehidupan bakteri baik. Jika pH terganggu maka bakteri jahat

akan mudah berkembang lebih banyak dan vagina akan mudah terkena

penyakit yang salah satunya ditandai dengan keputihan, bila terus

dilakukan akan sangat beresiko terjadinya gonore terlebih lagi bila

dilakukan oleh pekerja seks yang sering berganti menyebabkan bakteri

baru masuk ke dalam vagina yang dapat menyebar sampai melalui

rahim, leher rahim dan saluran tuba. Wanita yang melakukan semprot

vagina secara teratur mengalami iritasi vagina dan infeksi seperti

bacterial vaginosis dan peningkatan jumlah IMS (Isnaeni, 2014).

E. Konsep Perilaku Hygeine Genetalia Eksterna

1. Pengertian

Higienitas organ genitalia eksterna adalah usaha untuk

mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dengan memelihara

kebersihan organ genitalia. Indonesia merupakan daerah dengan iklim

tropis. Iklim tropis mengakibatkan udara cenderung panas dan lembab,

sehingga sering membuat banyak berkeringat, terutama di bagian tubuh

yang tertutup dan di daerah lipatan kulit, salah satunya adalah pada
42

organ genitalia. Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme patogen

menjadi mudah menginfeksi dan berkembang biak, sehingga terjadilah

keputihan patologis. (Depkes RI, 2013)

2. Cara memelihara kebersihan organ genitalia eksterna pada Ibu

Hamil

Menurut Irianto, (2015). Berikut ini adalah cara memelihara

kebersihan organ genitalia pada wanita :

a. Menjaga kebersihan organ genitalia eksterna dengan cara

membasuhnya menggunakan air bersih, terutama setelah buang air

besar dan buang air kecil. Cara membasuh yang benar adalah dari

arah depan (vagina) ke belakang (anus). Cara membasuh yang

salah, misalnya dari arah belakang ke depan, akan menyebabkan

mikroorganisme yang ada di sekitar anus terbawa ke vagina.

b. Mengeringkan organ genitalia eksterna menggunakan handuk

bersih atau tisu kering setelah dibasuh menggunakan air bersih.

c. Menyiram kloset duduk terlebih dahulu sebelum digunakan untuk

mencegah infeksi mikroorganisme yang menempel pada kloset.

d. Meminimalkan frekuensi penggunaan sabun pembersih vagina.

Vagina sudah memiliki mekanisme alami untuk menjaga kondisi

fisiologisnya. Seringnya penggunaan sabun pembersih vagina

menyebabkan matinya flora normal vagina, sehingga kuman

patogen dapat menginfeksi dan berkembang biak.


43

e. Menghindari penggunaan pantyliner yang terlalu sering.

Gunakanlah pantyliner ketika dibutuhkan, misalnya saat terjadi

keputihan yang cukup banyak. Bila harus menggunakan pantyliner,

maka gunakanlah yang tidak berparfum agar tidak terjadi iritasi.

Selain itu, ketika digunakan, pantyliner harus sering diganti.

f. Mengganti pakaian dalam secara teratur juga penting untuk

menjaga higienitas organ genitalia. Penggantian pakaian dalam

minimal dilakukan dua kali dalam sehari, misalnya ketika mandi

pagi dan sore, sehingga kelembaban yang berlebihan dapat dicegah.

g. Menggunakan pakaian dalam dengan bahan yang menyerap

keringat, seperti katun, sehingga organ genitalia tidak terlalu

lembab.

h. Menghindari penggunaan celana dalam yang ketat, karena dapat

menyebabkan organ genitalia menjadi lembab, berkeringat, dan

akhirnya menjadi mudah terinfeksi mikroorganisme.

3. Perilaku

Perilaku adalah respon seseorang terhadap suatu stimulus yang dapat

berupa tindakan atau praktik, di mana orang lain dapat dengan

mudah melihat atau mengamatinya.

a. Bentuk Perilaku

Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus yang diberikan,

perilaku terbagi menjadi dua :

1) Perilaku tertutup
44

Respon terhadap stimulus secara terselubung disebut sebagai

perilaku tertutup, yang dapat berupa perhatian, persepsi,

pengetahuan, kesadaran, atau sikap. Perilaku tertutup tidak dapat

dengan jelas diamati, karena sifatnya tersirat.

2) Perilaku terbuka

Respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka disebut sebagai perilaku terbuka, yang dituangkan

dalam bentuk tindakan atau praktik. Sifat respon yang terbuka

menyebabkan orang lain dapat dengan mudah mengamati

b. Determinan Perilaku

Setelah mendapatkan stimulus yang sama, setiap orang dapat

memberikan respon perilaku yang berbeda. Faktor-faktor yang

mempengaruhinya disebut sebagai determinan perilaku. Ada dua

jenis determinan perilaku :

1. Faktor Internal

Faktor-faktor berupa karakteristik individu yang bersangkutan

yang biasanya bersifat bawaan termasuk dalam faktor internal.

Contoh faktor internal meliputi tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, dan jenis kelamin.

2. Faktor Eksternal

Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan

sebagainya termasuk dalam faktor eksternal. Faktor eksternal


45

biasanya menjadi faktor mendominasi terbentuknya perilaku

seseorang.

4. Proses Terjadinya Perilaku

Proses terbentuknya perilaku baru pada diri seseorang terdiri

atas beberapa langkah berikut ini :

1. Awareness

Pemberian stimulus pada awalnya mungkin tidak disadari

oleh seseorang. Ketika orang tersebut mulai menyadari adanya

stimulus, kejadian tersebut dikenal sebagai awareness.

2. Interest

Setelah menyadari adanya stimulus, maka seseorang akan mulai

tertarik pada stimulus tersebut. Hal ini disebut sebagai interest.

3. Evaluation

Tahap ini ditandai dengan individu yang mulai menimbang-

nimbang mengenai baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya.

4. Trial

Trial merupakan kondisi di mana seseorang sudah mulai

mecoba perilaku baru.

5. Adoption

Setelah melewati empat tahap di atas, maka akhirnya

seseorang memiliki perilaku yang baru yang sesuai dengan

pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.


46

Ketika hal tersebut terjadi, maka tahap ini disebut sebagai tahap

adoption.

F. Penelitian Terkait

No Nama Judul Metode Hasil


Peneliti Penelitian
1 Bening Putri Hubungan Metode Penelitian Hasil penelitian
Ramadhani Perilaku menggunakan menggunakan 23
Usman Hygiene Korelasional dengan sampel menunjukkan
Organ pendekatan cross 14 dan 9 responden
Genitalia sectional, memiliki perilaku
Eksterna menggunakan buruk dan baik.
Dengan Jenis Teknik Pengambilan Terdapat 16
Keputihan sampel Total responden yang
Pada Ibu Sampling dengan mengalami
Hamil Usia jumlah sampel 23 keputihan patologis
Gestasi 11-24 responden dan
Minggu menggunakan uji 7 responden
Rumah Sakit statistik Frisher mengalami
Medirossa Extra Test keputihan fisiologis.
Cikarang Penelitian ini
Tahun 2013 memperlihatkan
hubungan bermakna
(p=0,005) antara
perilaku hygiene
organ genitalia
eksterna dengan
jenis keputihan pada
ibu hamil usia
gestasi 11-24
minggu.
2 Rizky Karakteristik Metode penelitian Praktik menjaga
Amelia dkk dan dukungan yang digunakan kebersihan
(2015) tenaga dalam penelitian ini genitalia (genital
kesehatan adalahexplanatory hygiene) pada ibu
terhadap research dengan hamil di Kota
praktik genital pendekatan cross Semarang, diketahui
47

hygiene ibu sectional. Populasi ≥


hamil penelitian adalah 50% responden
seluruh ibu hamil di termasuk dalam
Kota kategori baik
Semarang dari bulan (60,4%) sedangkan
Januari sampai yang
Desember tahun termasuk kategori
2014 berjumlah kurang baik (39,6%).
27312 Variabel yang
orang dengan berhubungan dengan
menggunakan rumus praktik menjaga
pengambilan sampel kebersihan genitalia
dari Isaac dan (genital hygiene)
Michael dan pada ibu hamil
diperoleh jumlah adalahpendidikan
sampel dan dukungan tenaga
379 orang. Analisa kesehatan.
yang digunakan
univariat untuk
mengetahui
distribusi
frekuensi, dan
analisis bivariat
menggunakan uji
Chi Square.
3 Fonseca dkk, Pathological Metode Penelitian Dari 2.464 wanita
(2013) Vaginal menggunakan hamil yang tinggal di
Discharge Korelasional dengan kota Rio Grande
pendekatan cross yang melahirkan
among
sectional, digunakan pada tahun 2010,
Pregnant untuk menilai wanita 2.395 (97,25%)
Women: yang termasuk dalam
Pattern of melahirkan; mereka belajar.
Occurrence diwawancarai hanya Prevalensi keputihan
and sekali saat menginap selama kehamilan
Association in adalah 43% (95% CI
di ruang bersalin.
40,9; 44,9) di antara
a Population- Desain penelitian ini semua wanita yang
Based Survey dipilih karena diteliti. Tentang
memungkinkan 20% adalah remaja
untuk menilai (lebih muda dari 20),
prevalensi kondisi 68% berkulit putih,
48

dan / atau 83% tinggal dengan


sering acara dan pasangan, 55%
untuk memiliki sembilan
tahun atau lebih
mengumpulkan
sekolah, 26% adalah
informasi dari yang perokok, 44%
besar primipara,
jumlah individu 14% melaporkan
dalam waktu singkat aborsi sebelumnya,
36% merencanakan
kehamilan,
80% menghadiri
enam atau lebih
kunjungan pranatal,
dan 11% melaporkan
keputihan patologis
pada kehamilan
sebelumnya. Hanya
53% wanita yang
melaporkan
terjadinya vagina
debit menjalani
perawatan untuk
gejala tersebut

4 Sistiawati, Hubungan Metode penelitian Hasil penelitian


(2018) Kadar Gula menggunakan hubungan antara
Darah, metode korelasi penggunaan tisu
Penggunaan dengan pendekatan pada remaja putri
Tisu Dan Cross terhadap kejadian
Penggunaan Sectional.Populasi keputihan p-Value =
Sabun dalam penelitian ini 0,016 yang artinya
Kewanitaan adalah seluruh ada hubungan antara
Pada Remaja remaja putri di SMK penggunaan tisu
Putri Kelas X Negeri 1 Belitang III pada remaja putri
Dan Xi Sumatra Selatan terhadap kejadian
Terhadap sebanyak 98 orang keputihan dengan
Kejadian dan sampel dalam nilai OR 2,9. Hasil
Keputihan Di penelitian ini penelitian hubungan
Smk Negeri 1 menggunakan total antara kadar gula
Belitang Iii populasi artinya pada remaja putri
Sumatera seluruh remaja putri terhadap kejadian
Selatan Tahun di SMK Negeri 1 keputihan p-Value =
49

2018. Belitang III Sumatra 0,026 yang artinya


Selatan sebanyak 98 ada hubungan antara
orang. Instrumen kadar gula pada
yang digunakan remaja putri
adalah kuesioner. terhadap kejadian
Pengolahan data keputihan dengan
dilakukan nilai OR 2,7.
menggunakan uji
Chi-Square. Hasil
penelitian hubungan
antara kadar gula
pada remaja putri
terhadap kejadian
keputihan dengan
nilai p-Value = 0,006
yang artinya ada
hubungan antara
kadar gula pada
remaja putri terhadap
kejadian keputihan
dengan nilai OR 4,9
5 Anggraini, Pengaruh Jenis penelitian ini Dari hasil penelitian
(2015) Pengetahuan, adalah penelitian diperoleh pengaruh
Sikap Dan kuantitatif dengan langsung
Perilaku desain penelitian pengetahuan, sikap
Personal cross sectional. dan perilaku
Hygiene Populasi dalam terhadap kejadian
Terhadap penelitian ini adalah keputihan adalah
Kejadian seluruh siswi kelas sebesar 82,59%.
Keputihan XI di SMA Negeri Sedangkan 17,41%
(Fluor Albus) 38 Jakarta yang dipengaruhi oleh
Pada Siswi mengalami variabel yang berada
Kelas Xi Di keputihan dengan di luar dari
Sma Negeri 38 jumlah 164 penelitian ini.
Jakarta responden. Teknik Berdasarkan temuan
pengambilan sampel dapat ditarik
penelitian kesimpulan bahwa
menggunakan variable kejadian
purposive sampling keputihan pada siswi
dengan jumlah 61 kelas XI di SMA
50

sampel.Jenis data Negeri 38 Jakarta


yang digunakan tahun 2015 lebih
untuk variabel besar dipengaruhi
eksogen maupun oleh perilaku.
endogen adalah data
primer dengan
menggunakan
kuesioner sebagai
alat ukur
6 Ibrahim dkk Prevalence Sebuah studi cross- 45,2% dari peserta
(2017) and aetiology sectional dilakukan memiliki keputihan
of pathological dari Februari hingga patologis.
April, 2017. 394 Kandidiasis vagina
vaginal
perempuan di sebagian besar
discharge trimester ketiga yang berkontribusi
among women menghadiri ANC di terhadap keputihan
in third KIUTH selama patologis (37,1%)
trimester who periode studi sedangkan
attend direkrut, Trikomoniasis
Antenatal Care dan data berkontribusi paling
dikumpulkan dengan sedikit
(ANC) at
menggunakan (2,2%). Bacterial
Kampala kuesioner dan Vaginosis
International laboratorium menyebabkan 10,1%
University terstruktur yang keputihan patologis
Teaching dikelola sedangkan 50,6%
Hospital pewawancara disebabkan
(KIUTH). investigasi pada terhadap infeksi
spesimen keputihan. bakteri (dari total
Data dianalisis 178 peserta, 34,3%
dengan memiliki infeksi
menggunakan SPSS Staphylococcus
perangkat lunak Species,
Infeksi
Streptococcus 1,7%,
spesies Klebsiella
3,4% dan infeksi
campuran 1,1%).

G. Kerangka Teori
51

Konsepsi

Fisiologis

Perubahan Kejadian
Hormon Keputihan
Patologis

Pengetahuan Ibu Hamil


Perilaku Personal Hygine
Vaginal Douching

Sumber: Mansjoer (2013); Maharani (2015); Notoatmodjo (2012)

Skema 2.1
Kerangka Teori

BAB III
52

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin

diteliti. (Sugiyono, 2014).

Variabel Bebas

Variabel Terikat
FAKTOR YANG
MEMPENGARHUI :
KEJADIAN
1. PENGETAHUAN
KEPUTIHAN PADA IBU
2. VAGINAL
HAMIL TRIMESTER
DOUCHING
KETIGA
3. PERILAKU
HYGIENE
GENITALIA
EKSTERNA

Skema 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono, (2014) Hipotesis adalah jawaban sementera

penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan

dibuktikan dalam penelitian. Berdasarkan kerangka teori yang telah

disusun, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah :


53

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dengan Kejadian keputihan

pada Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

b. Ada hubungan Vaginal Douching Ibu Hamil dengan kejadian

keputihan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

c. Ada hubungan Perilaku Hygeine Genetalia Eksterna Ibu dengan

kejadian keputihan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas

Jagakarsa.

2. Hipotesis Ho (Hipotesis Nol)

a. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan kejadian

keputihan pada ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

b. Tidak ada hubungan Vaginal Douching dengan kejadian keputihan

pada Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

c. Tidak ada hubungan perilaku hygeine genetalia eksterna ibu dengan

kejadian keputihan patologis pada ibu hamil trimester ketiga di

Puskesmas Jagakarsa.

C. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2014), Defenisi operasional menjelaskan cara

tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasional konstrak,

sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi

pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara

pengukuran konstrak yang lebih baik.


54

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


1 Kejadian Cairan yang Kuesioner Responden Kategori Nominal
Keputihan berlebihan yang dengan 6 akan Keputihan :
keluar dari pernyataan, menjawab 1. Keputihan
saluran reproduksi dengan pernyataan Fisiologis
ibu hamil menggunakan dari 2. Keputihan
trimester ketiga skala Guttmen kuesioner Patologis
yang berwarna Kejadian
bening sampai Keputihan.
dengan warna Nilai 1 jika
putih seperti jawaban
susu,atau responden
menggumpal Tidak, dan
yang berbau atau Nilai 2 jika
tidak berbau dan jawaban
berasa gatal responden
ataupun tidak Ya.
gatal ditandai
dengan hasil
pemeriksaan urine
bakteri positif.

2 Pengetahuan Segala Kuesioner Responden Kategori Ordinal


pemahaman yang dengan 20 akan Pengetahuan :
diketahui oleh ibu pertanyaan mengisi 1. Baik, jika
hamil tentang menggunaka kuesioner nilai
penyebab tanda Skala Gutmen pengetahuan median ≥ 36
dan gejala serta berjumlah 2. Tidak baik,
komplikasi dari 20 jika nilai
keputihan pertanyaan. median < 36
fisiologis maupun Nilai 1, jika
Patologis jawaban
responden
tidak sesuai ,
Nilai 2 jika
jawaban
responden
sesuai

3 Vaginal Praktik, aktifitas Kuesioner Responden Kategori Nominal


Douching atau kegiatan dengan 11 mengisi Vaginal
membersihkan, spertanyaan kuesioner Douching :
mencuci atau
mengorek vagina
menggunakan dengan 1. Tidak
dengan air atau skala gutmen ketentuan melakukan
suatu campuran jawaban jika jika nilai
bahan cairan ke pernyataan: median ≥ 20
55

dalam vagina 1. Tidak 2. Melakukan


2. Ya jika nilai
median < 20
4 Perilaku Segala kegiatan Kuesioner Responden Kategori Ordinal
hygiene atau kebiasaan ibu dengan 15 mengisi Perilaku
genitalia hamil untuk pertanyaan kuesioner hygine
eksterna menjaga hygiene menggunakan dengan genetalia :
genetalia Skala Likert ketentuan 1. Baik, jika
eksterna. jawaban jika nilai
pernyataan : median ≥
1. STS 56
2. TS 2. Tidak
3. S
4. SS baik, jika
nilai
median <
56

BAB IV
56

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Observasional Analitik. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan

rancangan penelitian Cross Sectional yaitu menekankan waktu pengukuran

/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada

satu saat. (Nursalam, 2013).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010).

Populasi yang diteliti adalah seluruh ibu hamil yang berjumlah 80 orang

pada bulan Desember 2019 sampai Januari 2020 yang berkunjung ke

Puskesmas Jagakarsa.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dari

keseluruhan objek penelitian yang dijadikan bahan penelitian dimana

bagian tersebut mewakili dari seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).

a. Perhitungan Sampel

Rumus perhitungan untuk menentukan sampel menggunakan

rumus Slovin (Nursalam, 2011) yaitu :

n
N = 1+ nd ²

Dimana :
57

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

Maka Hasil perhitungan sampel diketahui sebagai berikut :

80
n=
1+80 ( 0 , 1 ) ²

80
¿
1+ 80 ( 0,01 )

80
¿
1+ 0,8

80
¿
1.8

¿ 44.44

= 44

Berdasarkan hasil perhitungan sampel yang dilakukan, diperoleh

sampel penelitian sebanyak 44 responden pada pasien glukoma

rawat jalan di Puskesmas Jagakarsa

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik penetapan sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah Accidental Sampling adalah penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan

peneliti dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2014) dan

jumlah besar sampel yang akan diteliti yaitu Ibu Hamil Trimester

Ketiga di Puskesmas Jagakarsa.


58

Adapun kriteria-kriteria dalam pengambilan sampel adalah sebagai

berikut :

a) Kriteria Inklusi

1) Ibu hamil trimester ketiga usia kehamilan 27 – 38 minggu yang

berkunjung di Puskesmas Jagakarsa.

2) Ibu hamil yang dapat menulis dan membaca.

3) Bersedia menjadi responden pada saat dilakukan penelitian.

b) Kriteria Eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden pada saat dilakukan

penelitian.

2) Ada yang menderita penyakit lain (Diabetes Melitus)

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang Ibu Hamil Trimester Ketiga di

Puskesmas Jagakarsa.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September tahun 2019 sampai

Januari 2020.

D. Etika Penelitian

Etika dalam sebuah penelitian sangat penting dalam pelaksanaan

penelitian. Penelitian keperawatan akan berkaitan langsung dengan

manusia yang memiliki hak asasi untuk diperhatikan selama kegiatan


59

penelitian. (Sugiyono, 2014). Etika penelitian yang harus diperhatikan

meliputi :

1. Persetujuan (informed Consent)

Lembar persetujuan merupakan media untuk mengikat kesepakatan

antara peneliti dengan partisipan. Lembar persetujuan dilakukan

sebelum penelitian dengan maksud agar partisipan mengerti tentang

maksud dan tujuan penelitian serta akibat yang mungkin terjadi.

Partisipan yang bersedia harus menandatangani lembar persetujuan,

serta bersedia untuk direkam, untuk partisipan yang tidak bersedia

mengikuti penelitian maka peneliti harus menghormati hak pilih dari

partisipan.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Peneliti tidak mencantumkan nama untuk menjaga kerahasiaan identitas

partisipan, peneliti hanya mencantumkan kode pada lembar identitas.

3. Kerahasiaan (Condidentiality)

Menjamin kerahasiaan merupakan salah satu etika dalam penelitian.

Peneliti harus menjaga hasil informasi dan masalah-masalah yang

terkait dari partisipan, untuk hasil laporan hanya kelompok data tertentu

yang akan dilampirkan.

E. Alat Pengumpul Data

Menurut Sugiyono, (2014) Alat Pengumpul Data terdiri dari :


60

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan

baik,sudah matang, dimana responden atau interviewer tinggal

memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu.

Dalam hal ini keusioner digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan

data mengenai Pengetahuan yang berjumlah 20 pertanyaan, Vaginal

Douching yang berjumlah 11 pertanyaan, Perilaku personal hygine

genetalia eksterna yang berjumlah 15 pertanyaan pada Ibu Hamil

Trimester Ketiga.

2. Observasi

Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak

hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun

juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi

(situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk

mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan

dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar. Dalam form

observasi kejadian keputihan yang terdiri dari observasi : warna

keputihan, sensasi, bau dan rasa gatal.

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Menurut Sugiyono, (2014) Untuk mengetahui kuesioner penelitian

ini berkualitas, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.


61

1. Uji Validitas

Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas yang disebarkan

kepada responden untuk mengukur kevalidan instrumen penelitian yang

digunakan sehingga instrumen yang sudah valid dan reliabel dapat

digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2012). Uji

validitas dalam penelitian ini menggunakan pearson product moment

(r) yaitu untuk melihat skor nilai pada setiap pertanyaan dengan skor

total kuesioner penelitian. Caranya melihatnya yaitu dengan

membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel pada taraf signifikan

sebesar 5%. Suatu instrumen dikatakan valid apabila r hitung > r

tabeldan tidak valid jika r hitung < r tabel. (Notoatmodjo, 2012)

Tabel 4.1 Uji Validitas Pengetahuan

Item Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan


P1 ,894 0,444 Valid
P2 ,909 0,444 Valid
P3 ,581 0,444 Valid
P4 ,894 0,444 Valid
P5 ,870 0,444 Valid
P6 ,916 0,444 Valid
P7 ,836 0,444 Valid
P8 ,898 0,444 Valid
P9 ,894 0,444 Valid
P10 ,545 0,444 Valid
P11 ,916 0,444 Valid
P12 ,916 0,444 Valid
P13 ,898 0,444 Valid
P14 ,719 0,444 Valid
P15 ,894 0,444 Valid
P16 ,719 0,444 Valid
P17 ,719 0,444 Valid
P18 ,894 0,444 Valid
62

P19 ,719 0,444 Valid


P20 ,898 0,444 Valid
Tabel 4.2 Uji Validitas Vaginal Douching

Item Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan


P1 ,896 0,444 Valid
P2 ,896 0,444 Valid
P3 ,617 0,444 Valid
P4 ,728 0,444 Valid
P5 ,883 0,444 Valid
P6 ,784 0,444 Valid
P7 ,608 0,444 Valid
P8 ,896 0,444 Valid
P9 ,703 0,444 Valid
P10 ,896 0,444 Valid
P11 ,703 0,444 Valid

Tabel 4.3 Uji Validitas Personal Hygine Genetalia

Item Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan


P1 ,963 0,444 Valid
P2 ,963 0,444 Valid
P3 ,896 0,444 Valid
P4 ,963 0,444 Valid
P5 ,896 0,444 Valid
P6 ,893 0,444 Valid
P7 ,896 0,444 Valid
P8 ,963 0,444 Valid
P9 ,896 0,444 Valid
P10 ,865 0,444 Valid
P11 ,896 0,444 Valid
P12 ,963 0,444 Valid
P13 ,898 0,444 Valid
P14 ,963 0,444 Valid
P15 ,963 0,444 Valid
63

Tabel 4.4 Uji Validitas Kejadian Keputihan

Item Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan


P1 ,794 0,444 Valid
P2 ,837 0,444 Valid
P3 ,616 0,444 Valid
P4 ,794 0,444 Valid
P5 ,876 0,444 Valid
P6 ,837 0,444 Valid
Untuk mengukur instrumen yang telah dibuat digunakan

rumus product moment. Rumus product moment yaitu :

∑ xy− {∑ x }{∑ y }
N


=

{∑ }{
x (∑ x ) ∑ y (∑ y )
}
2 2 2 2

− −

rxy N N

dengan pengertian

rxy : koefisien korelasi antara x dan y rxy


N : Jumlah Subyek
X : Skor item
Y : Skor total
∑X : Jumlah skor items
∑Y : Jumlah skor total
∑X2 :
Jumlah kuadrat skor item
∑Y 2 :
Jumlah kuadrat skor total
(Arikunto, 2012)
Kesesuaian harga rxy diperoleh dari perhitungan dengan

menggunakan rumus diatas dikonsultasikan dengan tabel harga

regresi moment dengan korelasi harga rxy lebih besar atau sama

dengan regresi tabel, maka butir instrumen tersebut valid dan jika

rxy lebih kecil dari regresi tabel maka butir instrumen tersebut tidak

valid.
64

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah kesamaan hasil setelah dilakukan

pengukuran jika fakta tersebut diukur berulang kali dalam waktu

berlainan (Nursalam, 2013). Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran terhadap suatu gejala yang sama menggunakan alat ukur

yang sama tetap konsisten meskipun dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih. Uji reliabilitas dapat dilakukan setelah uji validitas selesai

dilakukan. Pernyataan yang tidak valid dibuang dan pernyataan

yang valid selanjutnya diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas dalam

penelitian ini menggunakan alpha cronbach. Dikatakan reliabel jika r

alpha> r tabel dan dikatakan tidak reliabel jika r alpha< r tabel.

Tabel 4.5 Uji Reliabilitas

Item Pertanyaan Cronbach's Batasan Keterangan


Alpha
Pengetahuan ,977 0,60 Reliabel
Vaginal Douching ,936 0,60 Reliabel
Personal Hygine Eksterna ,989 0,60 Reliabel
Kejadian Keputihan ,977 0,60 Reliabel

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan menggunakan

tekhnik Formula Alpha Cronbach dan dengan menggunakan program

SPSS 20.0 for windows.

Rumus :

α=
k
k−1 (

1− 2
S2 j
S x )
65

Keterangan :

α = koefisien reliabilitas alpha

k = jumlah item

Sj = varians responden untuk item I

Sx = jumlah varians skor total

Menurut Nursalam, (2013) Indikator pengukuran reliabilitas

yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :

Jika alpha atau r hitung :

1. 0,8 - 1,0 Reliabilitas baik


2. 0,6 – 0,799 Reliabilitas diterima
3. Kurang dari 0,6 Reliabilitas kurang baik

G. Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian dengan desain studi cross sectional

yaitu mengamati suatu obyek salam satu waktu tertentu. Adapun tahapan

dalam pengumpulan data ini adalah :

Tahap awal penelitian adalah kegiatan yang dilakukan sebelum

melakukan penelitian. Adapun kegiatan pada awal penelitian adalah :

a. Tahap persiapan dimulai dengan pembuatan proposal penelitian.

b. Peneliti mendapatkan ijin dari pihak Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKes Indonesia Maju yang kemudian diajukan untuk mendapatkan

surat rekomendasi ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta, selanjutnya surat

pengantar untuk ijin studi pendahuluan dari Dinas Kesehatan yang telah

selesai diantarkan ke Kepala Puskesmas.


66

c. Setelah mendapatkan ijin dari Puskesmas Jagakarsa, selanjutnya

peneliti berkoordinasi dengan bagian pemegang program kesehatan ibu

untuk mendapatkan populasi dan sampel penelitian yang terbaru serta

meminta surat telah melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Pasar

Minggu.

d. Proposal yang telah siap diajukan dalam seminar proposal sebagai uji

kelayakan penelitian oleh dosen pembimbing dan penguji.

e. Melakukan uji etik dan uji plagiat

f. Peneliti mengurus perijinan di kampus untuk melakukan uji validitas

dan uji reliabititas yang ditembuskan ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

g. Peneliti kemudian melakukan uji validitas dan uji reliabilitas di

Puskesmas Pasar Minggu.

h. Peneliti mengurus perijinan di kampus untuk melakukan penelitian di

lokasi penelitian terpilih yaitu di Puskesmas Jagakarsa.

i. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara mendatangi ibu

hamil di Puskesmas Jagakarsa

j. Peneliti memberikan pejelasan pada ibu hamil dan keluarga tentang

tujuan dan manfaat dari penelitian yang akan dilakukan.

k. Peneliti meminta calon responden mengisi informed consent sebagai

tanda kesediaan untuk menjadi responden penelitian.

l. Peneliti mendampingi responden saat mengisi kuesioner.


67

1. Tahap Pengumpulan Data

Tahap penelitian adalah kegiatan yang dilakukan saat

pelaksanaan pengumpulan data. Adapun kegiatan pada tahap

pengumpulan data adalah pengisian kuesioner pengetahuan, Perilaku

personal hygine genetalia eksterna dan kejadian keputihan patologis.

2. Tahap Pengumpulan Data

Tahap akhir pengumpulan data adalah kegiatan yang dilakukan

setelah selesaipenelitian. Adapun kegiatan tahap akhir pengumpulan

data adalah :

a. Pencatatan data hasil penelitian

b. Analisis data

c. Pembuatan laporan

H. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap

sebagai berikut :

1. Editing. Pada tahap ini peneliti memeriksa data yang telah dikumpulkan

berupa daftar pertanyaan. Hal inibertujuan untuk kelengkapan data,

kesinambungan data dan menganalisiskeragaman data, bila keterangan

dapat segera dilengkapi.

2. Coding. Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk

mempermudah mengolah data, semua variabel diberi kode


68

3. Entry adalah suatu proses memasukan data kedalam computer untuk

selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan program

komputer.

4. Tabulating adalah kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam

tabel kemudian diolah menggunakan komputer dengan program

Statistika Package for social sciences (SPSS) for windows versi 20.

I. Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan program Statistika Package

for social sciences (SPSS) for windows versi 20 Analisis data meliputi :

1. Analisis Univariat

Analisa univariat adalah menganalisis tiap variabel dari hasil

penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data

dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk disajikan dalam

bentuk frekuensi, analisa univariat dalam penelitian ini meliputi data

frekuensi demografi, pengetahuan, paritas, perilaku personal hygine

genetalia eksterna dan kejadian keputihan.

2. Analisa Bivariat

Variabel indevenden dan variable dependen. Uji yang digunakan

adalah uji statistik Chi-Square (X2) dengan derajat kemaknaan 95%.

Bila nilai p>0,05, berarti hasil perhitungan statistic tidak bermakna

(signifikan) dan nilai p<0,05, berarti hasil perhitungan statistic

bermakna. Dilakukan untuk melihat kemaknaan hubungan antara

Analisis dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang


69

berhubungan Dengan Kejadian keputihan pada Ibu Hamil Trimester

Ketiga di Puskesmas Jagakarsa. (Sugiyono, 2014).

Penelitian ini menggunakan uji Chi-Suare. Adapun syarat uji

chi-square adalah sebagai berikut :

a. Tidak boleh ada sel dengan nilai harapan (Expected) lebih kecil dari

satu

b. Tidak lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan (Expected) lebih

kecil dari lima. Jika tidak memenuhi syarat uji chi-square maka uji

alternatif yang digunakan adalah uji Fisher Extra Test.

J. Jadwal Penelitian

2019 2020
No. Kegiatan
Agst Sept Okt Nov Des Jan Feb
1. PengajuanJudul
Proses Bimbingan
2.
BAB I – IV
3. ACC BAB I – IV
4. Sidang Proposal
5. Perbaikan Proposal
6. Penelitian
7. Sidang Akhir Skripsi
Tabel 4.6 Jadwal Penelitian

BAB V
70

HASIL PENELITIAN

Pada bab V ini diuraikan hasil penelitian tentang faktor-faktor apa

saja yang berhubungan dengan kejadian keputihan pada Ibu Hamil

Trimester Ketiga. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jagakarsa

dimulai pada tanggal Januari - Februari 2020 dengan jumlah 44 responden

diperoleh dari Puskesmas Jagakarsa Jakarta Selatan. Untuk memudahkan

pemahaman dan juga interpretasi dibedakan berdasarkan data analisis

univariat dan analisis bivariat.

A. Gambaran Karakteristik Responden

Data demografi responden dalam penelitian ini meliputi umur,

pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan paritas. Responden dalam

penelitian ini berjumlah 44 responden, Data dari karakteristik responden

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

1. Umur ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

Tabel 5.1 Umur ibu hamil trimester III di Puskesmas Jagakarsa

Umur Ibu Jumlah (n) Persentase (%)


19 - 30 Tahun 26 59,1
31 - 36 Tahun 18 40,9
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.1 tentang karakteristik usia

responden diatas, menggambarkan bahwa sebagian besar responden ibu

hamil berusia 19 - 30 tahun yaitu sebanyak 26 orang (59,1%).

Sedangkan yang berusia 31-36 tahun sebanyak 18 orang (40,9%).


71

2. Pendidikan ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

Tabel 5.2 Pendidikan Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas


Jagakarsa

Pendidikan Ibu Jumlah (n) Persentase (%)


SD 4 9,1
SMP 6 13,6
SMA 25 56,8
PT/Akademik 9 20,5
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.2 tentang karakteristik

pendidikan responden, dapat dilihat bahwa responden terbanyak adalah

pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 25 orang (56,8%),

PT/Akademik 9 orang (20,5%), SMP 6 orang (13,6) dan SD 4 orang

(9,1%).

3. Pekerjaan ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

Tabel 5.3 Pekerjaaan ibu hamil trimester III di Puskesmas


Jagakarsa

Pekerjaan Ibu Jumlah (n) Persentase (%)


Bekerja 29 65,9
Tidak Bekerja 15 34,1
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.3 tentang karakteristik pekerjaan

responden, bahwa sebagian besar responden Ibu Hamil memiliki

pekerjaan yaitu sebanyak 29 orang (65,9%), sedangkan responden yang

tidak bekerja berjumlah 15 orang (34,1%).

4. Paritas pada ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.


72

Tabel 5.4 Paritas pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas


Jagakarsa

Paritas Jumlah (n) Persentase (%)


Primigravida 15 34,1
Multigravida 29 65,9
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.4 tentang karakteristik paritas

responden, terlihat bahwa responden dengan paritas multigravida

sebanyak 29 orang (65,9%) sedangkan ibu hamil dengan paritas yang

primigravida yaitu 15 orang (34,1%).

B. Gambaran Pengetahuan ibu hamil

Distribusi variabel penelitian berdasarkan pengetahuan tentang

kejadian Keputihan pada ibu hamil yang dilaksanakan di Puskesmas

Jagakarsa, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5 Pengetahuan Ibu tentang Kejadian Keputihan Ibu Hamil


Trimester III di Puskesmas Jagakarsa

Pengetahuan Ibu Jumlah (n) Persentase (%)


Baik 31 70,5
Tidak Baik 13 29,5
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.5 tentang Variabel Penelitian diatas

menggambarkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tentang

kejadian keputihan dengan kategori baik sebanyak 31 orang (70,5%),

sedangkan responden yang memiliki pengetahuan tidak baik yaitu 13

orang (29,5%).

C. Gambaran Vaginal Douching Ibu Hamil


73

Distribusi variabel penelitian berdasarkan Vaginal Douching pada

ibu hamil yang dilaksanakan di Puskesmas Jagakarsa, dapat terlihat dalam

tabe di bawah ini.

Tabel 5.6 Vaginal Doucing pada Ibu Hamil Trimester III di


Puskesmas Jagakarsa.

Vaginal Doucing Jumlah (n) Persentase (%)


Tidak Melakukan 25 56,8
Melakukan 19 43,2
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.6 tentang variabel penelitian diatas

menggambarkan bahwa pada responden yang tidak melakukan vaginal

douching sebanyak 25 orang (56,8%), sedangkan responden yang

melakukan vaginal douching sebanyak 19 orang (43,2%).

D. Gambaran Perilaku Hygine Genetalia Eksterna Ibu Hamil

Distribusi variabel penelitian berdasarkan Perilaku Hygiene

Genetalia Eksterna pada ibu hamil yang dilaksanakan di Puskesmas

Jagakarsa, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.7 Perilaku Hygiene Genetalia Eksterna pada Ibu Hamil


Trimester III di Puskesmas Jagakarsa.

Perilaku Hygine Genetalia Jumlah (n) Persentase (%)


Baik 31 70,5
Tidak Baik 13 29,5
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.7 tentang variabel penelitian diatas

menggambarkan bahwa sebagaian besar responden memiliki Perilaku

Hygine Genetalia Eksterna dalam kategori baik yaitu 31 orang (70,5%),


74

sedangkan yang mempunyai perilaku Hygine Genetalia Eksterna yang

tidak baik yaitu 13 orang (29,5%).

E. Gambaran Kejadian Keputihan Ibu Hamil

Distribusi variabel penelitian berdasarkan kejadian keputihan pada

ibu hamil yang dilaksanakan di Puskesmas Jagakarsa, dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 5.8 Kejadian Keputihan pada Ibu Hamil Trimester III di


Puskesmas Jagakarsa.

Kejadian Keputihan Jumlah (n) Persentase (%)


Fisiologis 29 65,9
Patologis 15 34,1
Total 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan distribusi tabel 5.7 tentang variabel penelitian diatas

menggambarkan bahwa jumlah responden yang mengalami kejadian

keputihan fisiologis sebanyak 29 orang (65,9%), sedangkan kejadian

keputihan yang patologis berjumlah 15 orang (34,1%).

F. Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Keputihan Pada

Ibu Hamil Trimester III Di Puskesmas Jagakarsa.

Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

faktor yang berhubungan dengan kejadian keputihan yang dilaksanakan di

Puskesmas Jagakarsa. Hasil analisis mengenai hubungan pengetahuan ibu

dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III di Puskesmas

Jagakarsa, dapat dilihat pada Tabel 5.9


75

Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Keputihan


pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Jagakarsa.

Variabel Kejadian Keputihan Total Odds


Pengetahuan Fisiologis Patologis P Ratio
Ibu Hamil N % N % N % Value 95%
Baik 26 83,9 5 16,1 31 100
0,000 17,333
Tidak Baik 3 23,1 10 76,9 13 100
Total 29 65,9 15 34,1 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 5.9 menggambarkan bahwa hasil penelitian dari

44 responden, Kejadian keputihan patologis lebih banyak terjadi pada

responden yang memiliki pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 76,9%.

Sedangkan responden yang mengalami kejadian keputihan fisiologis

merupakan ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar

83,9%.

Berdasarkan hasil Uji statistic Chi-Square dengan nilai Pearson

chi-quare dengan nilai value 0,000 menggunakan SPSS 20 dengan tingkat

kemaknaan 95%, menunjukkan bahwa dari nilai p value p value < 0,05,

artinya Ho di tolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada

yang signifikan dari hasil analisis mengenai hubungan antara pengetahuan

ibu dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III di Puskesmas

Jagakarsa. Selain itu, hasil analisa juga didapatkan data nilai Odds Ratio

sebesar 17,333 artinya pengetahuan ibu hamil yang kurang baik sebesar 10

kali yang terkena keputihan patologis dibandingkan dengan pengetahuan

ibu hamil yang baik.


76

G. Analisis Hubungan Vaginal Douching dengan Kejadian Keputihan

Pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Jagakarsa.

Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

faktor yang berhubungan dengan kejadian keputihan yang dilaksanakan di

Puskesmas Jagakarsa. Hasil analisis mengenai hubungan antara vaginal

douching dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III di

Puskesmas Jagakarsa, dapat dilihat pada Tabel 5.10

Tabel 5.10 Hubungan Vaginal Douhcing dengan Kejadian Keputihan


pada ibu hamil Trimester III di Puskesmas Jagakarsa.

Variabel Kejadian Keputihan Total


Vaginal Fisiologis Patologis P Odds
Douching N % N % N % Value Ratio
95%
Tidak 23 92,0 2 8,0 25 100
0,000 24,917
Melakukan
Melakukan 6 31,6 13 68,4 19 100
Total 29 65,9 15 34,1 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 5.10 menggambarkan bahwa dari 44 responden

dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang tidak melakukan

vaginal douching mengalami kejadian keputihan fisiologis sebanyak 23

orang (92.0%) sedangkan responden yang melakukan vaginal douching

dan mengalami kejadian keputihan patologis sebanyak 13 orang (68,4%).

Berdasarkan hasil Uji statistic Chi-Square dengan nilai Pearson

chi-quare dengan nilai value 0,000 menggunakan SPSS 20 dengan tingkat

kemaknaan 95%, menunjukkan bahwa dari nilai p value < 0,05, artinya Ho

di tolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan


77

yang signifikan dari hasil analisis mengenai hubungan antara vaginal

douching dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III di

Puskesmas Jagakarsa. Selain itu, hasil analisa juga didapatkan data nilai

Odds Ratio sebesar 24,917 artinya responden yang melakukan vaginal

douching memiliki resiko sebesar 13 kali terkena keputihan patologis

dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan vaginal douching.

H. Analisis Hubungan Perilaku Hygine Genetalia Eksterna Ibu dengan

Kejadian Keputihan Pada Ibu Hamil Trimester III Di Puskesmas

Jagakarsa.

Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

faktor yang berhubungan dengan kejadian keputihan yang dilaksanakan

Puskesmas Jagakarsa. Hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku

hygine genetalia eksterna dengan kejadian keputihan pada ibu hamil

trimester III di Puskesmas Jagakarsa, dapat dilihat pada Tabel 5.11

Tabel 5.11 Hubungan Perilaku Hygine Genetalia Eksterna dengan


Kejadian Keputihan Trimester III Di Puskesmas
Jagakarsa.

Variabel Kejadian Keputihan Total


Perilaku Fisiologis Patologis P Odds
Hygine N % N % N % Value Ratio
Genetalia 95%
Baik 23 85,2 4 14,8 27 100
0,000 17,333
Tidak Baik 6 35,3 11 64,7 17 100
Total 29 65,9 15 34,1 44 100
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 5.11 dapat dilihat bahwa dari 44 responden

dengan kejadian keputihan fisiologis lebih banyak ter4jadi pada responden


78

yang memiliki perilaku hygine genetalia eksterna yang baik yaitu

sebanyak 23 orang (85,2%) sedangkan responden dengan kejadian

keputihan patologis lebih banyak lebih banyak pada responden dengan

perilaku hygine genetalia eksterna yang tidak baik yaitu sebanyak 11

orang (64,7%).

Berdasarkan hasil Uji statistic Chi-Square dengan nilai Pearson

chi-quare dengan nilai value 0,001 menggunakan SPSS 20 dengan tingkat

kemaknaan 95%, menunjukkan bahwa dari nilai p value < 0,05, artinya Ho

di tolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada yang

signifikan dari hasil analisis mengenai hubungan antara perilaku hygine

genetalia eksterna dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III

di Puskesmas Jagakarsa. Selain itu, hasil analisa juga didapatkan data nilai

Odds Ratio sebesar 17,333 artinya responden yang memiliki perilaku

hygine genetalia eksterna yang tidak baik memiliki resiko sebesar 11 kali

terkena keputihan patologis dibandingkan dengan responden yang

memiliki perilaku hygine genetalia eksterna baik.


79

BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pada bab VI ini akan diuraikan dan bahas hasil dari penelitian

tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian keputihan

pada Ibu Hamil Trimester Ketiga yang dilaksanakan di Puskesmas

Jagakarsa. Dan membahas interpertasi pada analisis tentang hubungan

kepatuhan tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian

keputihan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

A. Gambaran Karakteristik Responden

1. Umur ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

Hasil analisis penelitian ini ibu hamil yang sebagian besar

berada pada umur 19-30 tahun yaitu sebanyak 26 orang. Sedangkan

yang berumur 31-36 tahun yaitu 18 orang. Menurut teori Budiman dan

Riyanto, (2013) umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan

karena semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan melakukan suatu

pekerjaan. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin bertambah berkembang pula

daya tangkap dan pola pikir sehingga pengetahuan yang diperolehnya

semakin membaik.
80

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Binita et al. (2012), dimana hal ini berhubungan dengan aktivitas

sintesis hormon ovarium yang memuncak pada wanita berusia 20-30

tahun. Memuncaknya sintesis hormon dari ovarium menyebabkan

jumlah sekresi kelenjar serviks meningkat dan muncul sebagai

keputihan.26 Keputihan lebih sering terjadi pada usia ibu yang lebih

muda juga diduga berkaitan dengan minimnya pengalaman mengenai

personal hygiene.

Menurut asumsi peneliti bahwa umur sangat berpengaruh pada

tingkat kesehatan ibu hamil dan cara pemeliharaan masalah kesehatan

tentang keputihan dan perawatan vagina yang buruk dapat

memengaruhi terbentuknya perilaku buruk dalam kesehatan. Perilaku

kesehatan yang buruk akan meningkatkan risiko seseorang untuk

mengalami suatu penyakit.

2. Pendidikan ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

Hasil analisis penelitian ini ibu hamil dengan tingkat pendidikan

terbanyak yaitu SMA sebanyak 25 orang, PT/Akademik yaitu 9 orang,

yang SMP yaitu 6 orang. sedangkan yang SD yaitu 4 orang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nuzliati, (2013) yang menjelaskan bahwa kategori hubungan

pendidikan dengan perilaku menunjukkan hubungan yang bermakna

(p=0,044). Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan

dengan perilaku hygiene tentang keputihan (flour albus).


81

Menurut analisis peneliti bahwa pendidikan ibu hamil yang baik

merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka pemahaman juga baik

adanya yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan. Salah satu

terjadinya gejala kelainan atau penyakit pada organ reproduksi adalah

keputihan yang dialami oleh sebagian besar wanita baik yang muda

maupun yang hamil. Keputihan yang dialami dapat berupa keputihan

fisiologis/normal maupun patologis.

3. Pekerjaan ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Jagakarsa.

Hasil analisis penelitian ini ibu hamil yang memiliki pekerjaan

sebanyak 29 orang, sedangkan yang ibu hamil yang tidak bekerja yaitu

15 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanto

(2012), kondisi fisik ibu hamil yang terkuras energi maupun psikisnya

sebab mengerjakan pekerjaan berat atau aktivitas ekstra lainnya, salah

satu penyebab keputihan. Penyebab keputihan dari keletihan ditandai

muncul hanya pada waktu kondisi tubuh sangat capek dan biasa lagi

ketika tubuh sudah normal kembali.

Menurut analisis peneliti bahwa jenis pekerjaan sebagai pekerja

kantor, pedagang, maupun buruh pabrik menguras energi baik fisik

maupun psikis, antara lain waktu yang digunakan untuk bekerja

minimal 8 jam sehari belum termasuk lembur, ditambah harus

mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sehingga meningkatkan risiko


82

terjadinya keputihan. Dimana tidak ada waktu untuk bisa merawat dan

memperhatikan kesehatan resproduksi dengan optimal.

4. Paritas

Hasil analisis penelitian ini ibu hamil yang memiliki tingkat

kelahiran atau paritas yang multigravida sebanyak 29 orang. Sedangkan

yang ibu hamil paritas yang primigravida yaitu 15 orang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nuzliati, (2013) yang menyebutkan bahwa pada kategori hubungan

paritas dengan perilaku menunjukkan hubungan yang bermakna (p=

0,042). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan yang bsignifikan

antara paritas dengan perilaku hygiene tentang keputihan (flour albus).

Menurut analisis peneliti bahwa adanya suatu hubungan yang

signifikan antara paritas dengan perilaku hygiene tentang keputihan

(flour albus). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah anak

(paritas) pada ibu hamil tidak menjamin seseorang berprilaku lebih baik

terutama tentang keputihan (flour albus).

B. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian keputihan pada

ibu hamil trimester III di Puskesmas Jagakarsa.

Hasil analisis penelitian dari 44 responden dengan kejadian

keputihan lebih banyak yang pengetahuan ibu hamil yang tidak baik yaitu

sebesar 76,9%. Sedangkan responden dengan kejadian keputihan pada ibu

hamil yang fisiologis lebih banyak pada responden dengan pengetahuan

ibu hamil yang baik yaitu sebesar 83,9%.


83

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Dagasou dkk, (2014) bahwa sebaran frekuensi responden yang

Memahami akan keputihan, yaitu 27 orang (71,1%) memiliki kemampuan

untuk memahami masalah keputihan dengan baik dan 11 orang (28,9%)

kurang dalam memahami masalah keputihan dan rekuensi responden yang

Mengaplikasikan atau Melaksanakan pencegahan dan perawatan akan

masalah keputihan, yaitu 25 orang (65,8%) memiliki kemampuan untuk

mengaplikasikan atau melakukan pencegahan dan perawatan akan masalah

keputihan dengan baik dan yang berjumlah 13 orang (34,2%) kurang

dalam mengaplikasikan atau melakukan pencegahan dan perawatan akan

masalah keputihan.

Berdasarkan hasil analisis dari uji statistic Chi-Square dengan nilai

Pearson chi-quare dengan nilai value 0,000 menggunakan SPSS 20

dengan tingkat kemaknaan 95%, menunjukkan bahwa dari nilai p value <

0,05, artinya Ho di tolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa

ada yang signifikan dari hasil analisis mengenai hubungan antara

pengetahuan ibu dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III di

Puskesmas Jagakarsa. Selain itu, hasil analisa juga didapatkan data nilai

Ordo Ratio sebesar 17,333 artinya pengetahuan ibu hamil yang tidak baik

sebesar 10 kali yang terkena keputihan patologis dibandingkan dengan

pengetahuan ibu hamil yang baik.

Keputihan disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan

pengetahuan wanita dalam menjaga kebersihan organ genetalianya.Banyak


84

wanita menganggap cairan yang keluar dari vagina itu sebagai cairan

biasa. Padahal 75% dari seluruh wanita di dunia mengalami keputihan

paling tidak sekali seumur hidup. Bahkan 45% wanita mengalami dua kali

atau lebih dan 92% keputihan disebabkan oleh jamur yang disebut

Candida albican (Maria, 2009)

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sukamto dkk, (2018)

dimana faktor berpengaruh bermakna terhadap terjadinya keputihan

patologis adalah pengetahuan (p= 0,044), sikap (p= 0,041) dan perilaku

(p= 0,000) sesuai dengan hasil multivariat. Pengetahuan, sikap, dan

perawatan vagina merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

keputihan patologis.

Menurut teori yang di kemukakan Notoatmodjo, (2012) bahwa

Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk membentuk perilaku.

Pengetahuan yang terakup dalam domain kognetif mempunyai 6 tingkatan

pertama mengetahui diartikan hanya sebagai memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu, dalam hal ini berupa apa yang

pernah dilihat responden atau dapat diartikan tahu dalam bentuk

pengalaman yang pernah dilihat dengan panca indra, belum pada tingkatan

memahami dan mengaplikasikan. Pengetahuan tentang keputihan dan

perawatan vagina yang buruk dapat memengaruhi terbentuknya perilaku

buruk dalam kesehatan. Perilaku kesehatan yang buruk akan meningkatkan

risiko seseorang untuk mengalami suatu penyakit.


85

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Suciati (2013), dimana mayoritas atau 73,3% wanita usia subur memiliki

tingkat pengetahuan cukup dan baik tentang keputihan. Pengetahuan di

bidang kesehatan sangat berhubungan dengan terjadinya penemuan

penemuan tentang masalah kesehatan yang salah satunya pengetahuan

tentang kesehatan organ reproduksi wanita. Organ reproduksi wanita

merupakan salah satu organ tubuh yang sensitive dan memerlukan

perawatan khusus.

Menurut Asumsi Peneliti bahwa pengetahuan ibu hamil yang baik

merupakan faktor penentu dalam kejadian keputihan. Pengetahuan terkait

tentan keputihan fisiologis dan patologis, ibu hamil wajib mengetahui.

Dikarenakan saat ibu hamil dengan keputihan fisiologis menjadi patologis,

ibu akan segera ke pusat layanan kesehatan. Pengetahuan yang dimaksud

adalah terkait dengan tanda dan gejala keputihan juga wajib diketahui ibu

karena ibu lah yang akan mendeteksi apakah tanda dan gejala keputihan

tersebut fisiologis atau patologis. Ibu hamil juga harus mengetahui

mengenai dampak keputihan bagi kehamilan sehingga ibu hamil dapat

mencegah kejadian keputihan patologis yang berbahaya bagi kehamilan.

C. Hubungan antara Vaginal Douching dengan kejadian keputihan pada

ibu hamil trimester III di Puskesmas Jagakarsa.

Hasil penelitian dari 44 responden dengan kejadian keputihan lebih

banyak pada kategori ibu hamil yang melakukan vaginal douching yaitu

sebesar 68,4%. Sedangkan responden dengan kejadian keputihan pada ibu


86

hamil yang fisiologis lebih banyak pada ibu hamil dengan tidak melakukan

vaginal douching yaitu sebesar 92%.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mete

et al, (2012) bahwa perempuan beranggapan melakukan perilaku vaginal

douching merupakan suatu cara untuk membersihkan daerah kemaluan,

masyarakat umum khususnya bagi perempuan, douching vagina dilakukan

sebagai bagian dari personal hygiene mereka. Tujuan mereka melakukan

douching diantaranya adalah untuk membilas darah sehabis periode

menstruasi, membersihkan vagina setelah melakukan hubungan seksual

untuk mencegah IMS, membersihkan sperma untuk mencegah kehamilan,

dan mencegah bau saat keputihan.

Berdasarkan hasil analisis uji statistic Chi-Square dengan nilai

Pearson chi-quare dengan nilai value 0,000 menggunakan SPSS 20

dengan tingkat kemaknaan 95%, menunjukkan bahwa dari nilai p value <

0,05, artinya Ho di tolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa

ada yang signifikan dari hasil analisis mengenai hubungan antara vaginal

douching dengan kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III di

Puskesmas Jagakarsa. Selain itu, hasil analisa juga didapatkan data nilai

Odds Ratio sebesar 24,917 artinya dengan melakukan vaginal doucing

sebesar 13 kali yang terkena keputihan patologis dibandingkan dengan

yang tidak melakukan vaginal douching.

Vaginal douching meliputi eksternal douching maupun internal

douching. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar


87

vagina dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi

memasukkan bahan atau alat pembersih ke dalam vagina dengan

menggunakan jari dan atau dalam bentuk spraying atau liquid. Air atau

cairan lain (cuka, baking soda, atau larutan douching komersil) tersebut

diletakkan dalam botol kemudian disemprotkan kedalam vagina melalui

suatu tabung dan ujung penyemprot. (Fridayani, 2015)

Menurut yang dikemukan teori Taylor dalam Fridayani, (2015)

bahwa tujuan douching yang sesungguhnya adalah untuk tujuan terapeutik,

yaitu untuk membersihkan vagina setelah dilakukan tindakan pembedahan,

untuk mengurangi pertumbuhan bakteri setelah diberikan antiseptic. Bagi

wanita yang sehat, douchingdengan berbagai bahan dan larutan akan

mengubah flora bakterial normal dan keseimbangan kimiawi vagina serta

akan mengubah mucus/ lendir yang alami sehingga mengganggu ekologi

vagina.

Vaginal douching merupakan praktik yang dilakukan oleh para

wanita diberbagai belahan dunia. Vaginal douching atau yang biasa

didengar dengan istilah bilas vagina merupakan suatu tindakan yang

dilakuakan untuk membersihkan vagina dengan cara menyemprotkan

vagina menggunakan jari tangan, alat khusus, ataupun botol sprey yang

menyemprotkan cairan mengandung bahan komersil yang mengandung zat

asam, bakteri ostatik dan surfaktan sebagai kombinasi kedalam vagina.

Pribakti, (2012).
88

Selain pembersih vagina ada faktor lain yang mempengaruhi

keputihan antara lain pakaian dalam yang terlalu ketat, cara cebok yang

salah. Hal ini dikarenakan perkembangan bateri yang merugikan di vagina.

Frekuensi penggunaan vaginal douching pada umumnya disebabkan

pengaruh faktor sosial, budaya dan pendidikan. (Dewintha, 2009).

Menurut asumsi peneliti bahwa penggunaan antiseptik atau

pembersih vagina yang banyak dijual dipasaran justru akan mengganggu

ekosistem didalam vagina, terutama pH dan kehidupan bakteri baik, jika

pH terganggu maka bakteri jahat akan mudah berkembang lebih banyak

dan vagina akan mudah terserang penyakit yang salah satunya ditandai

dengan flour albus. Salah satu cara perawatan daerah feminim dapat

dilakukan dengan vaginal douching. Vaginal douching merupakan

kegiatan mencuci atau membersihkan vagina dengan cara menyemprotkan

air atau cairan lain (cuka, baking, soda atau larutan douching komersil) ke

dalam vagina. Kebersihan vagina juga berkaitan erat dengan trik

pembasuhannya, yang benar adalah dari arah depan (vagina) ke belakang

(anus) dan bukan dari belakang (anus) ke arah depan (vagina), cara itu

hanya akan membuat bakteri yang bersarang di daerah anus masuk ke

liang vagina dan mengakibatkan gatal-gatal, setelah dibasuh keringkan

dengan handuk sehingga kondisi vagina tidak terlalu lembab dan

ekosistem didalamnya akan tetap terjaga. Bila ingin menggunakan cairan

pembersih vagina maka gunakan yang pH-nya sesuai dengan pH vagina,

namun jangan terlalu sering atau rutin digunakan.


89

D. Hubungan Antara Perilaku Hygine Genetalia Eksterna Dengan

Kejadian Keputihan Pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas

Jagakarsa.

Hasil penelitian dari 44 responden dengan Kejadian keputihan lebih

banyak perilaku hygine genetalia eksterna yang tidak baik yaitu sebesar

64,7%. Sedangkan responden dengan kejadian keputihan pada ibu hamil

yang normal lebih banyak pada responden dengan personal hygine

genetalia eksterna yang baik yaitu sebesar 85,2%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nurhardini (2012) tentang hubungan personal hygiene dengan keputihan

pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas lingkar Timur dengan hasil

penelitian menunjukkan dari 29 ibu hamil terdapat 22 orang (75,9%) ibu

hamil personal hygiene tidak baik mengalami keputihan sedangkan dari 56

ibu hamil terdapat 30 orang (53,4%) ibu hamil dengan personal hygiene

yang baik tidak mengalami keputihan.

Perawatan organ reproduksi dengan melakukan tindakan higienis

termasuk mencuci organ intim dengan air bersih, menjaga kelembaban

organ intim dan tidak menggunakan pembalut yang wangi yang

merupakan tindakan vulva hygiene sangat mempengaruhi terjadinya

keputihan pada ibu hamil, sehingga diharapkan agar menjaga personal

hygiene, mengganti celana dalam saat basah dengan yang kering dan

bersih, menghindari penggunaan pantylinear terlalu lama batas

penggunaan pantyliniear maksimal 2 jam atau lembab, menggunakan air


90

cebok yang mengalir dan bersih dan cebok dari depan ke belakang serta

menghindari stress dengan cara perbanyak rekreasi dan beribadah dan

melakukan pola aktifitas seksual yang sehat dengan setia pada pasangan.

(Herawati, 2016)

Berdasarkan hasil analisis uji statistic Chi-Square dengan nilai

Pearson chi-quare dengan nilai value 0,001 menggunakan SPSS 20

dengan tingkat kemaknaan 95%, menunjukkan bahwa dari nilai p value <

0,05, artinya Ho di tolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa

ada yang signifikan dari hasil analisis mengenai hubungan antara personal

hygine genetalia eksterna dengan kejadian keputihan pada ibu hamil

trimester III di Puskesmas Jagakarsa. Selain itu, hasil analisa juga

didapatkan data nilai Ordo Ratio sebesar 17,333 artinya personal hygine

genetalia eksterna yang tidak baik sebesar 11 kali yang terkena keputihan

patologis dibandingkan dengan personal hygine genetalia eksterna yang

baik.

Beberapa faktor resiko yang terjadinya, terdapat beberapa penyakit

jika kebersihan genetali tidak terjaga dengan baik, salah satunya vaginosis

bakterial antara lain adalah bilas vagina. Praktik cuci tangan yang kurang

baik, penggunaan pakaian dalam yang tidak sesuai, serta kurangnya

menjaga kebersihan daerah sekitar genitalia. Hal tersebut diperkirakan

berhubungan dengan perubahan komposisi flora normal genitalia sehingga

meningkatkan resiko terjadinya vaginosis bakterial (Sunay, 2011).


91

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Amelia, (2015) dimana hasil didapatkan gambaran bahwa ≥ 50%

responden memiliki praktik menjaga kebersihan genitalia dalam kategori

baik (60,4%). Di masyarakat pada umumnya keluhan keputihan pada

wanita masih dianggap sebagai suatu hal yang wajar atau biasa. Namun

sejauh mana pengetahuan seseorang bahwa keputihan tersebut dalam

termasuk normal maupun tidak normal, hal ini yang perlu dikaji lebih

lanjut.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Hakim, (2008) bahwa

penyebab yang paling sering dari keputihan tidak normal adalah infeksi.

Dimana cairan mengandung banyak sel darah putih dan warnanya sampai

kekuning-kuningan sampai hijau. Bahkan sering kali kental mengeluarkan

aroma tak sedap. Biasanya yang terkena infeksi adalah vulva, vagina, leher

rahim dan rongga rahim. Penyebabnya bisa disebabkan oleh kuman, jamur,

parasit, dan virus. Wanita hamil berisiko atau mudah terkena infeksi. Tiga

faktor yang mempengaruhi yaitu tubuhnya sendiri, lingkungan dan virus

atau kuman yang ada.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sumay, (2011) dimana faktor perilaku membersihkan genitalia dengan

menggunakan cairan atau larutan tertentu pada umumnya dilakukan oleh

wanita dengan tingkat pendapatan (pekerjaan) dan tingkat pendidikan yang

rendah. Sedangkan menurut Emel et al, (2011) dimana sebesar 46,6%

wanita dengan praktik membersihkan genitalia dengan larutan tertentu


92

mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Faktor usia juga diketahui

punya hubungan yang kuat dengan frekuensi praktik membersihkan

genitalia menggunakan cairan atau larutan tertentu yang menurun pada

wanita usia lebih dari 40 tahun.

Menurut asumsi peneliti bahwa tenaga kesehatan dalam hal ini

perawat diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang benar

tentang memelihara kesehatan terutama kesehatan reproduksi wanita

melalui upaya menjaga kesehatan genitalia yang diawali dengan menjaga

kebersihan genitalia termasuk pada ibu hamil. Tenaga kesehatan yang

dapat memberikan informasi tentang penyakit infeksi pada genitalia dan

cara menjaga kebersihan genitalia diantaranya adalah bidan, perawat,

dokter umum, dokter SpOG. Dimana hal tersebut dapat dilaksanakan

bersamaan dengan kegiatan pelayanan pemeriksaan ibu hamil (Ante Natal

Care). Ibu Hamil trimester ketiga mengalami keputihan fisiologis, dimana

keputihan ini umum diderita oleh ibu hamil karena keputihan ini berkaitan

dengan kebersihan dan kesehatan organ intim seorang ibu hamil. Jarang

sekali dijumpai ibu hamil yang tidak mengalami keputihan ini karena hal

ini berkaitan dengan kegiatan organ reproduksi dan siklus mentruasi yang

biasa dijalani oleh ibu hamil.

E. Keterbatasan Penelitian

1. Keterbatasan Peneliti

Peneliti mengalami kendala dalam proses perizinan yang

membutuhkan waktu lebih. Pengambilan data dilakukan di Puskesmas


93

Jagakarsa yang menyebabkan adanya kemungkinan responden merasa

takut dalam mengungkapkan kejujurannya. Peneliti tidak menuntut

kemungkinan responden mengisi jawaban yang berdampak baik untuk

observasi dilakukan oleh peneliti sendiri sehingga kemungkinan kecil

terjadi kesalahan sedikit dalam pengambilan data.

2. Keterbatasan Data

Pengumpulan data menggunakan kuesioner mempunyai dampak

yang sangat subjektif sehingga kebenaran data tergantung dari kejujuran

responden mengisi kuesioner. Selain itu juga terjadi kesalahpahaman

responden tentang pernyataan pada kuesioner. Untuk mengatasi hal

tersebut peneliti memberikan kesempatan bagi responden untuk

bertanya jika kurang faham dalam pernyataan kuesioner.

3. Keterbatasan Waktu

Responden yang diteliti merupakan ibu hamil trimester ketiga

yang akan diperiksa ANC, hal ini menyebabkan waktu yang sedikit

dibatasi oleh karena itu peneliti sedikit kesulitan untuk melakukan

pendekatan dengan responden. Untuk mengatasi hal tersebut perlu

melakukan bina hubungan saling percaya saat bertemu responden.


94

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian di Puskesmas Jagakarsa, dapat

dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Responden dari penelitian ini sebagian besar berada pada umur 19-30

tahun yaitu sebanyak 26 orang. Sedangkan yang berumur 31-36 tahun

yaitu 18 orang. Tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah

SMA yaitu 25 orang. Dan sebagian besar responden adalah ibu

bekerja yaitu sebanyak 29 orang, sedangkan dari karakteristik paritas

ada 29 responden yang merupakan kehamilan kedua atau lebih atau

multigravida.

2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian keputihan pada

ibu hamil trimester III di Puskesmas Jagakarsa.

3. Ada hubungan antara vaginal douching dengan kejadian keputihan

pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Jagakarsa

4. Ada hubungan antara perilaku hygine genetalia eksterna dengan

kejadian keputihan pada ibu hamil trimester III di Puskesmas

Jagakarsa.
95

B. Saran

Saran yang bisa peneliti sampaikan berkaitan dengan penelitian ini

diantaranya adalah :

1. Bagi Perawat

Perawat dapat melaksanakan pendidikan kesehatan secara

berkelanjutan kepada setiap pasien ibu hamil yang akan dilakukan

pemeriksaan Ante Natal Care (ANC), mengenai kejadian keputihan

termasuk tanda dan gejala maupun dampak dari keputihan patologis

pada ibu hamil, dengan menggunakan media edukasi yang ada,

misalnya leaflet atau lembar balik.

2. Bagi Puskemas

a. Puskemas dapat menetapkan Standar Prosedur Operasional yang

jelas terkait prosedur pendidikan kesehatan Ante Natal Care (ANC)

yang berkaitan dengan Kejadian Keputihan pada ibu hamil, supaya

kedepan tidak ada lagi ibu hamil yang mengalami keputihan patolo-

gis.

b. Puseksmas perlu menyediakan media yang sesuai dan interaktif agar

pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien dapat optimal.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Dilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam dengan

menggunakan metode penelitian lain misalnya dengan metode

penelitian kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai