Chapter 2
Nama Kelompok :
UTILITARIANISME
Merupkan suatu istilah yang digunakan untuk semua teori yang mendukung
pemilihan tindakan atau kebijakan yang memaksimalkan keuntungan (atau menekan
biaya).
UTILITARIANISME TRADISIONAL
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah
total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas
total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dapat dilakukan.
ASUMSI
Keuntungan dan biaya dari suatu tindakan dapat diukur dengan menggunakan skala
numeric biasa, lalu ditambahkan atau dikurangi dengan nilai yang diperoleh.
Contoh :
Jika perbaikan kelas dalam sekolah dalam menunjang kegiatan belajar mengajar pada
suatu sekolah menghasilkan 500 unit utilitas positif sedangkan biaya yang
dikeluarkan setara dengan 600 unit utilitas negative, maka nilai utilitas total dari
tindakan ini (perbaikan kelas dalam sekolah) setara dengan 100 unit utilitas negative.
Dalam menjalankan ekonomi dengan system ini maka akan terjadi pengurangan
biaya dengan diimbangi dengan peningkatan kinerja.
PENGUKURAN UTILITARIANISME
Sering terjadi masalah dalam pengukuran system ini dikarenakan :
1. Utilitas tindakan setiap orang berbeda,
2. Sulitnya menilai keuntungan dan biaya tertentu mis, kesehatan nyawa
seseorang,
3. Banyak keuntungan dan biaya dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi
dengan baik, maka penilaian juga tidak dapat dilakukan dengan baik,
4. Sampai saat ini masih belum jelas apa yang bias dihitung sebagai keuntungan
dan biaya.
Seseorang dikatakan memilki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan
dalam suatu cara tertentu atau jika orang lain berkewajiban melakukan tindakan
dalam suatu cara tertentu kepadanya.
Hak Bias :
Sebuah system hukum yang memungkinkan atau mengizinkan seseorang untuk
bertindak dalam suatu acara tertentu atau yang mewajibkan orang lain bertindak
dalam suatu cara tertentu kepadanya.
Sistem standar moral yang tidak bergantung pada sistem hukun tertentu.
Hak Moral :
Hak yang menetapkan larangan atau kewajiban pada orang lain yang
memungkinkan seseorang untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan atau
aktivitas yang akan dilakukannya.
Hak Negatif :
Kewajiban orang lain untuk tidak campur dalam aktivitas-aktivitas tertentu dari
orang yang memiliki hak tersebut.
Hak Positif :
Tidak hanya memberikan kewajiban negative, namun juga megimplikasikan
bahwa pihak lain (tidak selalu jelas siapa mereka).
Memiliki kewajiaban positif pada si pemilik hak untuk memberikan apa yang
dia perlukan untuk dengan bebas mencari atau mengejar kepentingan-
kepentingannya.
Dapat dibedakan :
1. Barkaitan dengan individu-individu tertentu & kewajiban korelatif hanya
dibebankan pada individu tertentu.
2. Hak kontraktual muncul dari suatu transaksi khusus antara individu-individu
tertentu.
3. Hak dan Kewajiban Kontraktual bergantung pada sistem peraturan yang diterima
publik, sistem mengatur tentang transaksi uang memunculkan hak dan kewajiban
tersebut.
1. KEADILAN DISTRIBUTIF
Prinsip dasar keadilan distributif adalah bahwa yang sederajat atau sama (equal)
haruslah diperlakukan secara sederajat dan yang tidak sama juga diperlakukan
dengan cara yang tidak sama. Lebih tepatnya, prinsip dasar dari keadilan
distributif adalah:
Individu-individu yang sederajat atau sama dalam segala yang berkaitan dengan
perlakuan yang dibicarakan haruslah memperoleh manfaat dan beban sama,
sekalipun mereka tidak sama dalam aspek-aspek yang tidak relevan lainnya; dan
individu-individu yang tidak sama dalam suatu aspek yang relevan perlu
diperlakukan secara tidak sama, sesuai dengan ketidaksamaan mereka.
Sebagai contoh, jika Susan dan Bill melakukan pekerjaan yang sama dan tidak
ada perbedaan relevan antara keduanya atau dalam pekerjaan yang mereka
lakukan, maka mereka juga harus memperoleh gaji yang sama. Namun demikian,
jika jam kerja Susan dua kali lebih lama dari Bill dan jika jam kerja merupakan
dasar yang relevan untuk menentukan gaji mereka, maka Susan harus
memperoleh gaji dua kali lipat.
Berikut akan diuraikan berbagai sudut pandang mengenai prinsip-prinsip
distributif (keadilan distributif) selain prinsip dasar atau fundamanetal di atas,
yaitu:
a. Keadilan sebagai Kesamaan (Equality) : Egalitarian
Kaum egalitarian meyakini bahwa tidak ada perbedaan yang relevan di antara
semua orang yang bisa dipakai sebagai pembenaran atas perlakuan yang tidak
adil. Menurut pandangan egalitarian, semua manfaat dan beban haruslah
didistribusikan menurut rumusan berikut:
Semua orang harus memperoleh manfaat dan beban masyarakat atau
kelompok dalam jumlah yang sama.
b. Keadilan Berdasarkan Kontribusi : Keadilan Kapitalis
Menurut pandangan keadilan kapitalis, saat orang-orang terlibat dalam
pertukaran ekonomi, apa yang diperoleh seseorang dari pertukaran ini
setidaknya haruslah sama nilainya dengan yang dia kontribusikan atau
sumbangkan. Jadi, keadilan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh
seseorang haruslah proporsional dengan nilai kontribusi atau sumbangan yang
diberikannya. Pendek kata:
Manfaat haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai sumbangan individu
yang diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok, atau pertukaran.
Prinsip kontribusi atau sumbangan ini merupakan prinsip kewajaran yang
paling banyak digunakan dalam menentukan gaji dan upah di perusahaan-
perusahaan Amerika. Para pekerja di negara-negara yang dikarakteristikkan
memiliki budaya yang lebih individualistik, seperti Amerika, lebih memilih
prinsip kontribusi ini dibandingkan para pekerja di negara-negara budaya
kolektivitas, seperti Jepang.
Masalah utama dari prinsip kontribusi keadilan distributif ini adalah
bagaimana “menilai kontibusi” (“value of the contribution”) masing-masing
individu. Salah satu cara adalah dengan menilainya menurut jumlah usaha
(work effort). Semakin besar usaha yang dilakukan seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya, maka semakin besar pula bagian manfaat yang
berhak diperolehnya. Semakin keras kerja seseorang, semakin banyak yang
berhak dia dapatkan. Ini adalah asumsi dibalik Etika puritan (Puritan ethic),
yang menyatakan bahwa semua individu memiliki kewajiban religius untuk
bekerja keras sesuai dengan panggilannya (sesuai dengan karier yang
diberikan Tuhan pada mereka) dan bahwa orang-orang yang bekerja keras,
oleh Tuhan akan dianugerahi kekayaan dan kesuksesan, dan Dia akan
menghukum orang-orang yang malas dengan kemiskinan dan kegagalan. Di
Amerika, etika puritan ini telah berkembang menjadi etika kerja (work ethic)
sekuler, yang menempatkan nilai tinggi pada usaha individu dan
mengasumsikan bahwa kerja keras akan memberikan keberhasilan dan
kemalasan akan mendapatkan hukuman.
c. Keadilan Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan : Sosialisme
Menurut pandangan ini (Louis Blanc, Karl Marx, dan Nikolai Lenin) dari
semua orang sesuai dengan kemampuan (abilities) mereka, bagi semua orang
sesuai dengan kebutuhannya (needs). Dengan kata lain dinyatakan bahwa:
Beban kerja haruslah didistribusikan sesuai dengan kemampuan orang-orang,
dan manfaat harus didistribusikan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Hal yang paling fundamental dalam pandangan sosialis ini adalah adanya
gagasan bahwa tatanan masyarakat haruslah dalam bentuk komunitas di mana
manfaat dan beban didistribusikan dengan menggunakan model keluarga.
Seperti halnya para anggota keluarga yang mampu (able family members)
harus bersedia membantu keluarga, dan anggota keluarga yang tidak mampu
(needy family members) dibantu oleh keluarga, maka demikian juga anggota
masyarakat wajib menyumbangkan kemampuan mereka pada masyarakat
dengan menerima beban yang lebih besar sementara yang tidak mampu tetap
memperoleh bagian dari manfaat masyarakat.
d. Keadilan Sebagai Kebebasan : Libertarianisme
Menurut pandangan libertarian (Robert Nozick), mengatakan:
Dari setiap orang sesuai dengan apa yang dipilih untuk dilakukan, bagi setiap
orang sesuai dengan apa yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri
(mungkin dengan bantuan orang lain), dan apa yang dipilih orang lain untuk
dilakukan baginya dan mereka pilih untuk diberikan padanya atau apa yang
telah mereka berikan sebelumnya dan belum diperbanyak atau dialihkan.
Jelasnya, “Dari setiap orang sesuai dengan apa yang mereka pilih, bagi
orang sesuai dengan apa yang dipilihkan bagi mereka”. Prinsip ini didasarkan
pada klaim bahwa setiap orang berhak atas kebebasan dan paksaan yang
dalam hal ini lebih diprioritaskan dari hak-hak dan nilai lain. Satu-satunya
distribusi yang adil adalah distribusi yang dihasilkan dari pilihan individu.
Dengan demikian, semua bentuk distribusi yang dihasilkan dari usaha
untuk menerapkan suatu pola tertentu pada masyarakat (misalnya yang
mengutamakan kesetaraan dengan mengambil dari yang kaya dan
memberikannya pada yang miskin) adalah tidak adil.
e. Keadilan Sebagai Kewajaran : Rawls
Teori ini (John Rawls), merupakan sebuah pendekatan pada keadilan
distributif yang mendekati teori komprehensif, yang didasarkan pada asumsi
bahwa konflik yang melibatkan masalah keadilan pertama-tama haruslah
ditangani dengan membuat sebuah metode yang tepat dalam memilih prinsip-
prinsip untuk menanganinya.
Setelah metode ini dibuat, prinsip-prinsip yang dipilih dengan
menggunakan metode itu haruslah mampu berperan sebagai prinsip keadilan
distributif. Rawls mengusulkan dua prinsip dasar yang perlu dipilih jika ingin
memperoleh metode yang tepat guna memilih prinsip untuk menyelesaikan
konflik-konflik sosial. Prinsip keadilan distributif yang diusulkan menyatakan
bahwa distribusi manfaat dan beban suatu masyarakat adalah adil jika, dan
hanya jika:
1.) Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling
ekstensif yang dalam hal ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang,
dan
2.) Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga
keduanya:
a. Mampu memberikan manfaat terbesar bagi orang yang kurang
beruntung, dan
b. Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang
berdasarkan prinsip persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.
Prinsip 1 harus lebih diprioritaskan dari prinsip 2 apabila keduanya
berkonflik, dan dalam prinsip 2, bagian b harus lebih diprioritaskan
dari bagian a. Prinsip 1 disebut prinsip kebebasan sederajat (principle
of equal liberty). Prinsip ini mengatakan bahwa kebebasan setiap
warga negara haruslah dilindungi dari gangguan orang lain dan
haruslah sederajat antara yang satu dengan yang lain. Bagian a dari
prinsip 2 disebut prinsip perbedaan (difference principle). Prinsip ini
mengasumsikan bahwa sebuah masyarakat yang produktif memang
harus memasukkan sejumlah ketidaksamaan, namun selanjutnya
ditegaskan bahwa kita perlu mengambil langkah-langkah untuk
memperbaiki posisi kelompok paling lemah dalam masyarakat, seperti
orang sakit dan cacat, keadaannya menjadi lebih buruk dari
sebelumnya.
Bagian b dari prinsip 2 disebut prinsip kesamaan hak dalam
memperoleh kesempatan (principle of fair equality of opportunity).
Prinsip ini mengatakan bahwa setiap orang haruslah memiliki hak
yang sama dalam memperoleh jabatan-jabatan dalam berbagai
lembaga masyarakat.
Dengan demikian, sebuah prinsip secara moral dapat dikatakan
sebagai prinsip keadilan yang secara moral benar jika, dan hanya jika,
prinsip tersebut dapat diterima oleh suatu kelompok individu rasional
yang mengatahui bahwa mereka akan tinggal dalam sebuah
masyarakat yang diatur oleh prinsip-prinsip yang mereka terima,
namun tidak tahu apa jenis kelamin, ras, kemampuan, agama,
kepentingan, jabatan sosial, penghasilan, atau karakteristik-
karakteristik khusus lain yang akan mereka miliki dalam masyarakat
tersebut.
2. KEADILAN RESTRIBUTIF
Keadilan retributif berkaitan dengan keadilan dalam menyalahkan atau
menghukum seseorang yang telah melakukan kesalahan. Terdapat kondisi-kondisi
yang dianggap adil untuk menghukum seseorang yang telah berbuat kesalahan.
3. KEADILAN KOMPENSATIF
Keadilan kompensatif berkaitan dengan keadilan dalam memperbaiki kerugian
yang dialami seseorang akibat perbuatan orang lain.