Anda di halaman 1dari 1

Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan empat konsensus nasional yang

menjadi landasan sekaligus arah dan tujuan bangsa. Karenanya, empat konsensus nasional tersebut
tidak bisa diubah oleh kekuatan manapun selama negara Indonesia berdiri.

Harus diakui jika empat konsensus nasional kerap dipertanyakan sekelompok orang dengan berupaya
mengganti dasar dan ideologi negara. Mereka menyebarkan segala macam berita bohong atau hoax
untuk memecah belah anak bangsa. Tujuannya, agar integrasi nasional dan sosial yang telah terbangun
selama ini roboh dan masyarakat tercerai berai.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Bidang Eksternal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany
menjelaskan bahwa berita bohong, fitnah, dan saling menjelekkan sudah memenuhi berbagai
pemberitaan di media massa dan media sosial belakangan ini. Ironisnya, banyak masyarakat percaya
pada hoax yang disebarkan secara massif.

Menurutnya, hal itu terjadi karena masyarakat telah memasuki era post-truth yaitu percaya hanya pada
apa yang ingin dipercayai. Dan bukan percaya pada fakta.

“Mungkin ini karena kita memasuki era post-truth, di mana orang percaya apa yang ingin mereka
percayai, bukan fakta. Fenomena serupa terjadi pula di Amerika ketika Trump terpilih,” ujarnya kepada
wartawan di Jakarta, Kamis (25/5).

Tsamara mencontohkan, masyarakat misalnya dengan mudah menuduh dan percaya bahwa Presiden
Joko Widodo (Jokowi) adalah keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal, Jokowi memiliki silsilah
keturunan jelas yang bisa ditelusuri dari berbagai sumber. Karena itu, sangat beralasan jika Presiden
Jokowi meminta berbagai pihak untuk menghentikan penyebaran berita bohong, fitnah dan
menjelekkan. Selain tidak produktif, juga bisa mengancam integrasi bangsa.

“Saya dukung sikap tegas Presiden Jokowi karena berita bohong sudah mengancam negara,” katanya.

Dia bahkan mengapresiasi ketegasan Presiden Jokowi yang akan menggebuk siapapun termasuk
organisasi kemasyarakatan yang mempertanyakan dan mengubah empat konsensus nasional.

“Presiden Jokowi berada di garda terdepan menjaga empat konsensus bangsa. Karena itu, kita harus
mendukung di belakang beliau. Jangan diam tapi kita harus lantang melakukan perlawanan. Pada
momentum Kebangkitan Nasional ini saya mengharapkan kita semua bangkit menggebuk bersama
Jokowi,” tegas Tsamara. [wah]

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun atas kesepakatan bersama (konsensus) dengan
mendasarkan diri pada kemajemukan bangsa Indonesia. Konsensus tersebut mewujud dalam Pancasila.
Lima sila sebagai konsensus kebangsaan ini harus dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

Hal itu disampaikan Ketua Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ) H Juri Ardiantoro, Senin
(7/5) berusaha melakukan refleksi atas ditolaknya gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. IKA UNJ yang menaungi banyak alumni di dunia pendidikan
menegaskan, PTUN sudah menetapkan keputusan yang tepat sebegaimana tercantum dalam keputusan
pengadilan bahwa HTI telah menyimpang terhadap konsensus berbangsa dan bernegara. “Konsensus
kebangsaan kita bahwa ideologi negara adalah Pancasila. Pancasila sebagai sebuah ideologi yang sudah
disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia harus dijaga bersama dengan kuat. Ketika ada ideologi lain
yang bertentangan, sudah sepatutnya dilarang,” tegas salah seorang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) ini. Pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah ini menegaskan, konsensus kebangsaan ini harus
dipahami oleh masyarakat secara luas, termasuk dunia pendidikan. Karena menurutnya, sudah banyak
informasi, penelitian, dan survei yang menjelaskan bahwa lembaga pendidikan banyak yang
terkontaminasi atau terinfiltrasi oleh paham-paham yang bertentangan dan jauh dari konsensus
kebangsaan, yaitu Pancasila. “Seluruh insan pendidikan harus disadarkan bahwa salah satu tujuan
pendidikan kita ialah memperkuat paham kebangsaan, melakukan sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai
Pancasila kepada semua anak didik,” ucap Juri. Artinya, lanjut Doktor lulusan Universitas Malaya Kuala
Lumpur ini, pendidikan harus menjadi tempat persemaian anak-anak mencintai bangsanya. Bukan malah
menjadi persemaian atau tempat anak menggemari ideologi transnasional yang bertentangan dengan
konsensus kebangsaan yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai