Anda di halaman 1dari 208

2015

MODUL PELATIHAN
JABATAN
FUNGSIONAL
PERAWAT GIGI
KATEGORI
TRAINING KEAHLIAN
OF TRAINER (TOT)
PELATIHAN TIM ADVOKASI
TENAGA KESEHATAN BERBASIS SURVEILANS

MATERI PENUNJANG 3
ANTI KORUPSI

KEMENTERIAN KESEHATAN
BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR
KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
JENJANG AHLI

SAMBUTAN
Dalam rangka pembinaan karir dan pengembangan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil
dalam menjalankan tugasnya khususnya di bidang Kesehatan, saat ini telah ditetapkan 28
jenis jabatan fungsional kesehatan. Salah satunya adalah jabatan Fungsional Perawat Gigi
yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional
Perawat Gigi dan Angka Kreditnya. Perawat Gigi berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional di bidang pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya di Lingkungan Instansi
Pemerintah.

Dalam mengatasi kondisi kesehatan gigi dan mulut diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten sehingga dapat berkontribusi mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut
tersebut. Perawat gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peran yang cukup
signifikan dalam mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut terutama pada bidang
promotif dan preventif. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat tentang
pelayanan keperawatan gigi dan mulut maka perawat gigi telah meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan peningkatan jenjang pendidikan hingga
Diploma IV Keperawatan Gigi. Pada tahun 2014 telah terbit Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan Angka Kreditnya.

Berkenaan dengan terbitnya regulasi terbaru jabatan fungsional perawat gigi, maka para
perawat gigi sangat membutuhkan sebuah sistem pelatihan jabatan fungsional terutama
untuk kategori keahlian yang merupakan kategori baru bagi perawat gigi. Untuk itu, maka
perlu disusun sebuah kurikulum dan modul sebagai acuan resmi bagi pelaksanaan
pelatihan jabatan fungsional perawat gigi kategori keahlian, yang disusun oleh
Kementerian Kesehatan RI, dalam hal ini Pusdiklat Aparatur Badan PPSDM Kesehatan.

Semoga Kurikulum dan Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Perawat Gigi Jenjang Ahli ini
dapat digunakan, sehingga bisa memberi dampak terhadap peningkatan kompetensi bagi
pemangku Jabatan Fungsional Perawat Gigi baik di pusat maupun di daerah.

Jakarta, Desember 2015


Kepala Badan PPSDM Kesehatan

Usman Sumantri
NIP. 195908121986111001

KEMENTERIAN KESEHATAN RI - BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR - 2015
i
KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
JENJANG AHLI

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, modul Pelatihan
Jabatan Fungsional Perawat Gigi Jenjang Ahli telah terselesaikan dengan baik pada tahun
2015. Kurikulum dan Modul pelatihan ini merupakan alat bantu yang akan dipakai sebagai
bahan belajar bagi para peserta pelatihan jabatan fungsional perawat gigi jenjang ahli baik
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota).

Penyusunan kurikulum dan modul ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor: 23 tahun 2014 yaitu tentang Jabatan
Fungsional Perawat Gigi Dan Angka Kreditnya.

Standar Kurikulum dan Modul Pelatihan Jabfung Perawat Gigi Jenjang Ahli ini disusun
berkat kerja sama antara Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Kesehatan
RI, Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik, dan Persatuan Perawat
Gigi Indonesia (PPGI). Untuk itu tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak atas kerjasama dan koordinasi yang baik serta kontribusi yang besar bagi
tersusunnya standar kurikulum dan modul ini. Kami mengharapkan saran dan masukan
dari semua pihak bagi penyempurnaan kurikulum dan modul ini.

Semoga kurikulum dan modul pelatihan ini dapat digunakan, sehingga bisa memberi
dampak terhadap peningkatan kompetensi bagi pemangku Jabatan Fungsional Perawat
Gigi.

Jakarta, Desember 2015


Kepala Pusdiklat Aparatur

Suhardjono, SE, MM
NIP 195608271979111001

KEMENTERIAN KESEHATAN RI - BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR - 2015
ii
KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
JENJANG AHLI

TIM PENYUSUN MODUL

Penasehat
Suhardjono, S.E, MM
(Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur)

Penanggung Jawab
Dr.dr. H. Eka Jusup Singka, M.Sc
(Kepala Bidang Diklat Teknis dan Fungsional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur)

Ketua
Dewi Sukorini, SKM, M.Pd
(Kepala Sub Bidang Diklat Fungsional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur)

Tim Penyusun Kurikulum


Fitri Purwanto, S.Kp, MAP Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan
dan Keteknisian Medik
Ucu Djuwitasari, S.Kp, MM, M.Kes Pusdiklat Aparatur
drg. Siti Nur Anisah, MPH Pusdiklat Aparatur
Epi Nopiah, S.Pd, MAP PPGI
Asep Supriadi, AMKg, SKM PPGI
Siti Rahayu, AMKg PPGI
Emini, S.SiT, MA Kes PPGI
C. Sri Astari PPGI

Anggota Teknis
Sagung Ngurah Budastriwati, S.Pd
Nur Afifah Kurniati, S.Sos
Yanuardo G. D. Sinaga, ST
Afriani Tinurbaya, S.Kep

Anggota Administrasi
Muhammad, SE
Ary Kusdiana
Nurhayati

KEMENTERIAN KESEHATAN RI - BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR - 2015
iii
KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
JENJANG AHLI

DAFTAR ISI

Sambutan ....................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................... ii
Tim Penyusun ................................................................................. iii
Daftar Isi .......................................................................................... iv

Jenjang Ahli Pertama


MD. 2 ........................................................................... 1
MD. 3 ........................................................................... 10
MI. 1 ........................................................................... 17
MI. 2 ........................................................................... 40
MI. 3 ........................................................................... 88
MI. 4 ........................................................................... 107
MI. 5 ........................................................................... 121
MI. 6 ........................................................................... 149
MI. 7 ........................................................................... 162
MI. 8 ........................................................................... 173
MP. 1 ........................................................................... 184
MP. 2 ........................................................................... 194

Jenjang Ahli Muda


MD. 2 ........................................................................... 202
MD. 3 ........................................................................... 211
MI. 1 ........................................................................... 218
MI. 2 ........................................................................... 240
MI. 3 ........................................................................... 283
MI. 4 ........................................................................... 302
MI. 5 ........................................................................... 316
MI. 6 ........................................................................... 344
MI. 7 ........................................................................... 357
MI. 8 ........................................................................... 368
MP. 1 ........................................................................... 379
MP. 2 ........................................................................... 389

KEMENTERIAN KESEHATAN RI - BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR - 2015
iv
KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
JENJANG AHLI

Jenjang Ahli Madya


MD. 2 ........................................................................... 397
MD. 3 ........................................................................... 406
MI. 1 ........................................................................... 413
MI. 2 ........................................................................... 434
MI. 3 ........................................................................... 476
MI. 4 ........................................................................... 491
MI. 5 ........................................................................... 505
MI. 6 ........................................................................... 533
MI. 7 ........................................................................... 546
MI. 8 ........................................................................... 557
MP. 1 ........................................................................... 568
MP. 2 ........................................................................... 578

KEMENTERIAN KESEHATAN RI - BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR - 2015
v
MODUL
JABATAN FUNGSIONAL
PERAWAT GIGI

JENJANG AHLI - MADYA


MATERI DASAR 2
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
MATERI DASAR 2
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI DAN KEDUDUKANNYA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/ atau keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri. Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan 28 (dua puluh delapan)
jabatan fungsional kesehatan untuk diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak yang
penuh untuk melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan profesinya masing-masing.
Salah satu jabatan fungsional tersebut adalah jabatan fungsional perawat gigi.
Dalam rangka meningkatkan mutu profesionalisme perawat gigi pada tahun 2007 telah
diterbitkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, No. 23 tahun 2014
tentang Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka Kreditnya yang ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Kepala BKN No. 4 tahun
2015 dan No. 5 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksana Jabatan Fungsional perawat gigi dan
Angka Kreditnya.
Dalam modul ini akan dibahas mengenai jabatan fungsional perawat gigi dan
kedudukannya, dengan metode belajar yang digunakan meliputi ceramah tanya jawab, dan
curah pendapat.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami tentang jabatan fungsional
perawat gigi .
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan tentang:
1. Kebijakan jabatan fungsional perawat gigi
2. Jabatan fungsional perawat gigi dan kedudukannya

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Kebijakan terkait Jabatan Fungsional Perawat Gigi
Pokok Bahasan 2. Jabatan Fungsional Perawat Gigi Ahli dan Kedudukannya
Sub Pokok Bahasan:
a. Pengertian
b. Tugas Pokok dan Fungsi
c. Pangkat dan Jabatan
d. Hak dan kewajiban
e. Persyaratan pengangkatan, pemberhentian, pembebasan sementara,
pengangkatan kembali, kenaikan jenjang
f. Butir kegiatan jabatan fungsional perawat gigi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
397
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
IV. METODE
1. CTJ
2. Curah pendapat

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayangan (Slide power point)
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)

VI. LANGKAH PEMBELAJARAN


Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan,
dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub
pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang dengan metode ceramah tanya
jawab, kemudian curah pendapat.
2. Fasilitator memberikan kesempatan peseta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi apabila ada materi yang kurang dipahami, kemudian fasilitator menyampaikan
jawaban atau tanggapan yang sesuai

Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan dan membuat
kesimpulan dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
398
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
KEBIJAKAN TERKAIT JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
1. Undang-Undang No 8 tahun 1976, Jo Undang-Undang No 43 tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-undang No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 No 298, Tambahan Lembaran Negaran Republik
Indonesia Nomer 560)
4. Peraturan Pemerintah No 12 tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri
Sipil.
5. Peraturan Pemerintah No 9 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegaawai Negeri Sipil
6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994, tentang Pengangkatan Dalam Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil.
7. Peraturan Presiden RI No:54 tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional
Dokter, Dokter gigi, Apoteker, Epidemiolog Keseharan, Entomolog Kesehatan,
Administrator Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan,Masyarakat, Perawat Gigi,
Nutrisionis, Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, Dan Teknisi Elektromedis
8. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil.
9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, No. 23 tahun 2014
tentang Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka Kreditnya
10. Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Kepala BKN No. 4 tahun 2015 dan
No. 5 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksana Jabatan Fungsional perawat gigi dan
Angka Kreditnya

Pokok Bahasan 2.
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI DAN KEDUDUKANNYA
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri.
Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi
Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian
dan jabatan fungsional keterampilan.
Penetapan Jabatan Fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas
disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi,

KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
399
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
2. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi,
3. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan:
a. Tingkat keahlian, bagi jabatan fungsional keahlian,
b. Tingkat keterampilan, bagi jabatan fungsional keterampilan.
4. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri,
5. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
organisasi.
Jabatan fungsional dan angka kredit jabatan fungsional ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dengan memperhatikan usul
dari pimpinan instansi pemerintahan yang bersangkutan, yang selanjutnya bertindak
sebagai pembina jabatan fungsional.
Angka Kredit Jabatan Fungsional
Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka kredit oleh
pejabat yang berwenang. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau
akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional dalam rangka
pembinaan karier yang bersangkutan.
Butir-butir kegiatan yang dinilai adalah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh setiap pejabat
fungsional yang terdiri atas tugas utama (tugas pokok) dan tugas penunjang, yaitu tugas-
tugas yang bersifat menunjang pelaksanan tugas utama. Tugas utama adalah tugas-tugas
yang tercantum dalam uraian tugas (job description) yang ada pada setiap jabatan,
sedangkan tugas penunjang tugas pokok adalah kegiatan-kegiatan pejabat fungsional di
luar tugas pokok yang pada umumnya bersifat tugas kemasyarakatan.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas utama/pokok seorang pejabat fungsional harus
mengumpulkan sekurang-kurangnya 80% dari angka kredit yang ditetapkan, sedang
pelaksanaan tugas penunjang tugas-tugas pokok sebanyak-banyaknya hanya 20%.
Ketentuan tersebut diatur untuk menjamin agar pejabat fungsional benar-benar
mengutamakan pelaksanaan tugas pokoknya dibandingkan dengan tugas-tugas penunjang.
Angka kredit ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai bahan dalam
penetapan kenaikan jabatan/pangkat pejabat fungsional.

A. Pengertian
1. Perawat Gigi adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Kegiatan Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut adalah suatu pendekatan
asuhan keperawatan gigi dan mulut yang ditunjukan untuk mencegah terjadinya
penyakit gigi dan mulut serta meningkatkan derajat kesehatan pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang dilakukan secara berkesinambungan
dalam kurun waktu tertentu.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
400
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
3. Kegiatan Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut adalah suatu pendekatan
asuhan keperawatan gigi dan mulut yang ditunjukan untuk mencegah terjadinya
penyakit gigi dan mulut serta meningkatkan derajat kesehatan pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang dilakukan secara berkesinambungan
dalam kurun waktu tertentu.
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat selain Rumah Sakit dan Puskesmas Perawatan Plus.
5. Tim Penilai Jabatan Fungsional Perawat Gigi adalah tim yang dibentuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan bertugas menilai prestasi kerja
Perawat Gigi.
6. Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai
butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Perawat Gigi dalam rangka pembinaan
karier yang bersangkutan.

B. Tugas Pokok dan Fungsi


Tugas pokok Perawat Gigi adalah melakukan kegiatan pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut yang meliputi persiapan pelayanan, pelaksanaan pelayanan, pelaksanaan
tindakan kolaboratif kesehatan gigi dan mulut, dan pelaksanaan tugas khusus. Adapun
fungsi dari perawat gigi adalah:
1. Pelaksana upaya-upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut serta upaya-upaya
peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat (dental hygienist).
2. Pelaksana upaya-upaya keperawatan pada penyakit gigi dan mulut serta tindakan
kegawat daruratan pada rongga mulut (dental therapist).
3. Pelaksana mitra dokter gigi dalam pelayanan gigi dan mulut (dental Assisstent).
4. Pelaksana dan atau penyelia pelayanan kesehatan gigi dan mulut asuhan
keperawatan gigi dan mulut (superisor, manager)

C. Pangkat dan Jabatan


1. Perawat Gigi Terampil
Jenjang Jabatan Perawat Gigi Terampil :
a. Perawat Gigi Pelaksana
b. Perawat Gigi Pelaksana Lanjutan
c. Perawat Gigi Penyelia
Pangkat Perawat Gigi Terampil:
a. Perawat Gigi Pelaksana, terdiri dari :
1) Pengatur, golongan ruang II/c
2) Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d
b. Perawat Gigi Pelaksana Lanjutan, terdiri dari :
1) Penata Muda, golongan ruang III/a
2) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
401
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
c. Perawat Gigi Penyelia, terdiri dari :
1) Penata, golongan ruang III/c
2) Penata tingkat I, golongan ruang III/d
2. Perawat Gigi Ahli
Jenjang Jabatan Perawat Gigi Ahli :
a. Perawat Gigi Ahli Pertama
b. Perawat Gigi Ahli Muda
c. Perawat Gigi Ahli Madya
Pangkat Perawat Gigi Ahli:
a. Perawat Gigi Ahli Pertama, terdiri dari :
1) Penata Muda, golongan ruang III/a
2) Penata Tingkat I, golongan ruang III/b
b. Perawat Gigi Ahli Muda, terdiri dari :
1) Penata, golongan ruang III/c
2) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d
c. Perawat Gigi Ahli Madya, terdiri dari :
1) Pembina, golongan ruang IV/a;
2) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
3) Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.

D. Hak dan Kewajiban


1. Hak :
a. Mendapatkan Tunjangan Jabatan Fungsional Perawat Fungsi sesuai peraturan
yang berlaku. Peraturan Presiden RI No:54 tahun 2007 Tentang Tunjangan
Jabatan Dokter, Dokter gigi, Apoteker, Epidemiolog Keseharan, Entomolog
Kesehatan, Administrator Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan,Masyarakat,
Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, Dan
Teknisi Elektromedis
b. Mendapatkan kenaikan pangkat/ golongan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, No. 23
tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka Kreditnya
2. Kewajiban :
a. Mencatat, mengumpulkan dan menghitung Ak hasil prestasi kerja sendiri dari
kegiatan Unsur Utama dan Penunjang sebagai data pendukung ( dokumen/bukti
fisik ) hasil kegiatannya yang diketahui Atasan Langsung.
b. Membuat rekapitulasi hasil prestasi kerja yang di-tuangkan dalam format surat
pernyataan melaksanakan tugas, laporan harian/bulanan/semester yang
ditandatangani oleh Atasan Langsung.
c. Membuat DUPAK, apabila menurut perhitungan sementara telah memenuhi Ak
yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi yang
ditandatangani oleh Pejabat Pengusul

KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
402
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
E. Persyaratan Pengangkatan, Pembebasan, Pemberhentian, Kenaikan Jenjang
1. Pengangkatan Jabatan
Persyaratan untuk pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional adalah:
a. Berkedudukan sebagai pegawai negeri sipil,
b. Memiliki ijazah paling rendah minimal Diploma 3 dan Diploma 4 Perawat Gigi,
c. Telah menduduki pangkat paling rendah Pengatur golongan ruang II/c dan III a
d. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 atau SKP sekurang-
kurangnya bernilai baik dalam 1 tahun terakhir.
Kenaikan Jabatan
Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk diangkat ke dalam jabatan yang
setingkat lebih tinggi apabila memenuhi syarat:
a. Sekurang-kurangnya telah 1 tahun dalam jabatan terakhir,
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih
tinggi,
c. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 atau SKP sekurang-
kurangnya bernilai baik dalam 1 tahun terakhir.
Kenaikan Pangkat
Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk dinaikan kedalam pangkat yang
setingkat lebih tinggi apabila memenuhi syarat:
a. Sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam pangkat terakhir,
b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan yang setingkat
lebih tinggi,
c. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 atau SKP sekurang-
kurangnya bernilai baik dalam 2 tahun terakhir.
2. Pembebasan dan Pemberhentian dari Jabatan Fungsional
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32
tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian sebagai
Pegawai Negeri Sipil adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang pejabat
yang berwenang dalam suatu intansi yang mengakibatkan seorang PNS kehilangan
statusnya sebagai PNS.
Pemberhentian PNS ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Atas permintaan sendiri
b. Karena mencapai batas usia pensiun
c. Karena adanya penyederhanaan organisasi
d. Karena melakukan pelanggaran atau tindak pidana atau penyelewengan
e. Karena tidak cakap jasmani dan rohani
f. Karena meninggalkan tugas
g. Karena meninggal dunia atau hilang
h. Karena hal-hal lain (misalnya: PNS yang tidak melaporankan diri kembali kepada
instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan Negara)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
403
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Pejabat fungsional dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :
a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, atau
b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966,
c. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional yang dijabatnya,
d. Tugas belajar lebih dari 6 bulan, atau
e. Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan
seterusnya.
Pejabat fungsional yang dibebaskan sementara dari jabatannya dapat diangkat
kembali apabila:
a. Telah berakhir masa berlakunya hukuman disiplin,
b. Telah selesai melaksanakan tugas diluar jabatanfungsional,
c. Telah selesai tugas belajar lebih dari 6 bulan,
d. Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan,
e. Telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara dan telah melaporkan
diri untuk aktif kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pejabat fungsional yang diangkat kembali dalam jabatan fungsional, jabatannya
ditetapkan berdasarkan angka kredit yang terakhir dimiliki. Pemberhentian dari
jabatan fungsional Pejabat fungsional diberhentikan dari jabatan fungsional apabila:
a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 yang telah mempunyai kekuatan tetap.
b. Tidak dapat mengumpulkan angka kredit menurut ketentuan sebagaimana
diatur dalam keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
Pembebasan sementara, pemberhentian dari, dan pengangkatan kembali dalam
jabatan fungsional ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

F. Butir Kegiatan Jabatan Fungsional Perawat Gigi


1. Pendidikan, meliputi:
a. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
b. Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut dan mendapat Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan
(STTPP) atau sertifikat; dan
c. Pendidikan dan pelatihan prajabatan.
2. Pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut, meliputi:
a. Persiapan pelayanan;
b. Pelaksanaan pelayanan;
c. Pelaksanaan tindakan kolaboratif kesehatan gigi dan mulut; dan
d. Pelaksanaan tugas khusus.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
404
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
3. Pengembangan profesi, meliputi:
a. Pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pelayanan asuhan keperawatan gigi
dan mulut;
b. Penerjemahan/penyaduran buku dan bahan lainnya di bidang pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut;
c. Pembuatan buku pedoman/ketentuan pelaksanaan/ ketentuan teknis di bidang
pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut; dan
d. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut.
4. Penunjang tugas Perawat Gigi, meliputi:
a. Pengajar/pelatih di bidang pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut;
b. Keikutsertaan dalam seminar/lokakarya di bidang pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut;
c. Keanggotaan dalam organisasi profesi Perawat Gigi;
d. Keanggotaan dalam Tim Penilai Jabatan Fungsional Perawat Gigi;
e. Perolehan penghargaan/tanda jasa;
f. Perolehan gelar kesarjanaan lainnya; dan
g. Pelaksanaan kegiatan penunjang lainnya.

VIII. REFERENSI
1. Peraturan Presiden RI No:54 tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter,
Dokter gigi, Apoteker, Epidemiolog Keseharan, Entomolog Kesehatan, Administrator
Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan,Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan,
Perawat, Radiografer, Perekam Medis, Dan Teknisi Elektromedis
2. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, No. 23 tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka Kreditnya
3. Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Kepala BKN No. 4 tahun 2015 dan No.
5 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksana Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka
Kreditnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
405
MATERI DASAR 3
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI DASAR 3
KODE ETIK PERAWAT GIGI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Kode etik perawat gigi merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh perawat gigi
terhadap diri sendiri maupun dalam hubungannya dengan pasien, masyarakat dan tenaga
kesehatan lainya,
Dalam menjalankan pekerjaannya perawat gigi mengacu pada permenkes 58 tahun 2012
tentang penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi, dimana didalamnya mengatur
kewenangan pekerjaan perawat gigi baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun
pekerjaan sebagai perawat gigi mandiri yang harus di jalankan penuh tanggung jawab.
Perawat gigi sebagai tenaga professional memilki akuntabilitas terhadap keputusan dan
tindakannya dalam menjalankan tugasnya, Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat gigi melakukan kesalahan baik disengaja maupun yang
tidak disengaja, untuk itu perawat gigi perlu mengetahui aspek legalitas pekerjaannya.
Selain mengacu pada regulasi-regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam
melaksanakan tugasnya perawat gigi harus pula mengacu pada kode etik perawat gigi
yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi profesi yaitu Persatuan Perawat Gigi
Indonesia (PPGI) .
Dalam modul ini akan dibahas pengertian kode etik, fungsi kode etik, pelanggaran kode
etik serta kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan perawat gigi baik secara umum,
kewajiban terhadap masyarakat, terhadap teman sejawat dan terhadap diri sendiri.
Selanjutnya diharapkan kode etik ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pekerjaan dibidang keperawatan gigi maupun dalam tata hubungan dengan individu lain
dan masyarakat sekitar.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kode etik Perawat Gigi
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan :
1. Pengertian kode etik perawat gigi
2. Fungsi kode etik perawat gigi
3. Pelanggaran kode etik perawat gigi
4. Kewajiban perawat gigi

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1.Pengertian kode etik perawat gigi
Pokok Bahasan2.Fungsi kode etik perawat gigi
Pokok Bahasan 3.Pelanggaran kode etik

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
406
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pokok Bahasan4.Kewajiban perawat gigi


Sub pokok bahasan :
a. Kewajiban umum perawat gigi
b. Kewajiban perawat gigi terhadap masyarakat
c. Kewajiban perawat gigi terhadap teman sejawat
d. Kewajiban perawat gigi terhadap diri sendiri

IV. METODE
1. CTJ
2. Curah pendapat

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayangan (Slide power point)
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2. Menyampaikantujuan pembelajaran dan pokok bahasan dengan menggunakan bahan
tayang.

Langkah 2.Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2. Materi pokok bahasan disampaikan dengan urutan sebagai berikut: pengertian kode
etik perawat gigi, fungsi kode etik perawat gigi, pelanggaran kode etik serta kewajiban
perawat gigi.
3. Materi disampaikan dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab.
4. Fasilitator memberikan kesempatan peseta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi apabila ada materi yang kurang dipahami, kemudian fasilitator
menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
407
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah 3.Rangkuman dan Kesimpulan


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan dan membuat
kesimpulan dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengan mengucapkan terima kasih.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN KODE ETIK PERAWAT GIGI
Kode Etik adalah aturan tertulis dan merupakan salah satu ciri atau persyaratan dari suatu
profesi dan mempunyai arti penting dalam menentukan, mempertahankan dan
meningkatkan standart profesi, serta dapat menunjukan adanya tanggung jawab dari
profesi dan kepercayaan yang telah diberikan masyarakat.
Kode Etik adalah aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada, dan pada, dan pada saat dibutuhkan akan bisa difungsikan
sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum
dinilai menyimpang etika.
Kode Etik yang secara mekanismenya melekat pada profesi sangat diperlukan untuk
menjaga martabat serta kehormatanprofesi dan disisi lain melindungi masyarakat dari
segalabentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian

Pokok bahasan 2.
FUNGSI KODE ETIK PERAWAT GIGI
Kode etik perawat gigi, disusun bagi kepentingan perawat gigi dalam
melaksanakanpekerjaanya secara profesional, karena didalam kode etik mempunyai
fungsi yang mendasari perawat gigi menjalankan profesinya, antara lain :
1. Sebagai aturan dasar terhadap hubugan antara perawat gigi, pasien dan tenaga
kesehatan lainnya
2. Sebagai standar memberikan teguran kepada perawat gigi yang tidak mentaati
peraturan.
3. Sebagai dasar untuk melindungi perawatgigi yangmenjadi pihak tertuduh secara tidak
adil.
4. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan gigi dan untuk
meorientasikan lulusan baru pendidik keperawatan dalam memasuki jajaran praktik
keperawatan.
5. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan gigi secara
profesional.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
408
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pokok bahasan3.
PELANGGARAN KODE ETIK PERAWAT GIGI
Perawat gigi sebagai tenaga kesehatan melakukan pekerjaannya selain berhubungan
dengan pasien juga dengan rekan kerja dan tenaga kesehatan lainnya, untuk itu perawat
gigi perlu menjaga perilaku dan bekerja dengan penuh tanggung jawab agar tidak
melakukan pelanggaran etika perawat gigi.
Pelanggaran Kode Etik perawat gigi yang mungkin terjadi antara lain adalah:
1. Perbuatan yang bersifat memuji diri, yang menyangkut dengan kemampuan dalam
memberikan pelayanan asuhan kepada masyarakat
2. Melakukan pelayanan kesehatangigi kepada masyarakat diluar kewenangannya
3. Melakukan tindakan dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang tidak
sesuai dengan indikasinya.
4. Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya kecuali dengan
keilklasan, sepengetahuan dan kehendak pasien.
5. Menggunakan gelar/ sebutan yang tidak resmi atau diakui
6. Melakukan atau mencoba melakukan tindakan yang bersifat asusila sewaktu
menjalankan profesinya.

Untuk menjaga agar tidak terjadi permasalahan yang akan berakibat menjadi masalah
hukum yang disebabkan pelanggaran kode etik, maka perawat gigi perlu memahami
beberapa ketentuan sebagai berikut: :
1. Memahami kewenangan pekerjaan perawat gigi sesuai Permenkes 58 tahun 2012
2. Memahami kode etik profesi perawat gigi
3. Jika melakukan pekerjaan bukan wewenangnya karena limpahan dari dokter gigi,
dituangkan dalam bentuk tertulis yang ditanda tangani oleh dokter gigi yang
memberi limpahan tugas
4. Format persetujuan (consent)
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang
cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit, fasyankesmemberikan format persetujuan
pada awal pasien masuk rumah sakit/fasyankes yang mengandung pernyataan
kesanggupan pasien untuk dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan
lain adalah format persetujuan operasi, dalam hal ini perawat gigi dalam proses
persetujuan ini berperan sebagai saksi
5. Menanda tangani pernyataan hukum
Perawat gigi sering kali diminta menandatangani atau diminta untuk sebagai saksi.
Dalam hal ini perawat gigi hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat
diinterprestasikan menghilangkan pengaruh. Dalam kesaksian perawat gigi
disarankan mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
6. Insident Report
Setiap kali perawat gigi menemukan kecelakaan baik yang mengenai pasien,
pengunjung maupun petugas kesehatan. Perawat gigi harus segera membuat suatu
laporan tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering
terjadi misalkan salah mencabutgigi, kesalahan memberikan obat dan lain-lain. Dalam
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
409
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

setiap kesalahan dokter harus segera diberitahu. Beberapa fasyankes telah


menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat
ditulis tanpa menggunakan format baku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pencatatan incident report antara lain :
a. Tulis kejadian sesuai kejadian
b. Tulis tindakan yang akan dilakukan, tulis nama dan tanda tangan Perawat gigi
dengan jelas.
c. Sebutkan waktu kejadian ditemukan
Perawat gigi dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari tidak menutupkemungkinan
melakukan kesalahan dan kelalaian baik disengaja ataupun tidak disengaja. Dalam
menjalankan praktik dan pekerjaannya, perawat gigi harus dilindungi terutama dari
tuntutan malpraktekdan kelalaian pada pelayanan kesehatan dan penanganangawat
darurat.
Aspek Legal dalam menyelenggarakan praktek/ pekerjaan keperawatan gigi tercantum
dalam :
1. Undang- undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatanpasal 32
ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan
bagi penyelamatan nyawa dan mencegah kecacatan
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 58 tahun 2012 pasal 19 ayat (1)
huruf (a) bahwa perawat gigi berwenang melakukan tindakan medik dasar pada
kasus penyakit gigi dan mulut sesuai dengan sandar pelayanan.

Pelanggaran kode etikyang dilakukan oleh perawat gigi yang bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) akan dilaporkanke Majelis Etik Keperawatan Gigi tingkat Provinsi
dan dikoordinasikan ke fasyankesyang bersangkutan dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Selanjutnya akan dilakukan pengkajian tingkat kesalahan oleh Majelis
Etik Keperawatan Gigi yang berkoordinasi dengan fasyankes dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bersangkutan sehingga menghasilkan sanksi. Sanksi dilakukan
secara berjenjang sesuai tingkat pelanggaran dari teguran lisan sampai teguran tertulis.
Pada pelanggaran berat dan berulang dapat dikenakan sanksi pembekuan STR atau
bahkan dikeluarkan dari organisasi profesi.
Pelanggaran kode etik yang dilakukan perawat gigi di praktek mandiri akan dilaporkan ke
ketua Dewan Penguurus Cabang Persatuan Perawat Gigi Indonesia (DPC PPGI) tempat
wilayah kerjanya dan Majelis Etik Keperawatan Giigitingkat provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Selanjutnya Majelis Etik Keperawatan Gigi Provinsi berkoordinasi dengan
Majelis Etik Keperawatan Gigi tingkat Pusat untuk menentukan tingkat pelanggaran dan
penentuan sanksi organisasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pembuktian pelanggaran dilakukan karenadidalam mempergunakan tingkat
kepandaiankelalaian dari perawat gigidalam mengobati dan merawat pasien.Pelanggaran
malpraktek dibuktikan dengan :

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
410
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

1. Adanya pengaduan dari pasien terhadap tindakan mal praktek.


2. Bahwa apakah benar terjadi kelalaian oleh perawat gigi dalam menerapkan ilmu
pengetahuan dan ketrampilannya (sesuai kompetensi dan kewenangan)
3. Apakah akibat yang terjadi itu bukan merupakan resiko yang melekat atas tindakan
yang dilakukan.
4. Bentuk perikatan/perjanjian pada inform consent antara perawat gigi dengan
pasien.tentang upaya pengobatan/perawatan apakah sesuai dengan
perikatan/perjanjian akan hasil dari pengobatan/perawatan.

Pokok bahasan4.
KEWAJIBAN PERAWAT GIGI
1. Kewajiban umum perawat gigi
Kode etik perawat gigi barang tentu memuat kewajiban yang harus dilakukan dalam
menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab, kewajiban umum perawat
gigi sebagai berikut :
a. Setiap perawat gigiharus senantiasa menjalankan profesinya secara optimal
b. Setiap perawat gigi wajib menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur
c. Dalam menjalankan profesi, setiap perawat gigi tidak dibenarkan
melakukanperbuatan yang bertentangan dengan kode etik.
d. Setiap perawat gigi harus memberikan keterangan atau pendapat yang
dapatdipertanggung jawabkan
e. Setiap perawat gigi agar menjalin kerjasama yang baik dengan perawat
gigilainnya.
f. Setiap perawat gigi bertindak sebagai motivator dan pendidik masyarakat.
g. Setiap perawat gigi wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan
mulutmasyarakatdalam bidang promotive, preventive dan kurative sederhana
2. Kewajiban Perawat Gigi Terhadap Masyarakat
Ruang lingkup pekerjaan perawat gigi tidak hanya di fasyankes tapi juga di
masyarakat dan lingkungan sekolah, untuk itu perlu diketahui kewajiban perawat gigi
terhadap masyarakat sebagai berikut :
a. Dalam menjalankan profesinya setiap perawat wajib memberikan pertolongan
wajib memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada individu dan
masyarakat tanpa membedakan budaya, etnik, kepercayaan dan status
ekonominya.
b. Dalam hal ketidak mampuan dan diluar kewenangan perawat gigi berkewajiban
merujuk kasus yang ditemukan kepada perawat gigi yang lebih ahli atau tenaga
kesehatan yang lebih kompeten.
c. Setiap perawat gigi wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang
kliennya
d. Setiap perawat gigi wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-batas
kemampuan sebagai suatu tugas perikemanusiaan kcuali pada waktu itu
adaorang lain yang lebih mampu memberikan pertolongan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
411
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

e. Setiap perawat gigi wajib memberikan pelayanan kepada pasien dengan bersikap
ramah, iklas sehingga pasien merasa tenang dan aman.
3. Kewajiban Perawat Gigi Terhadap Teman Sejawat
Perawat gigi sebagai tenaga profesional di bidang pelayanan kesehatan gigiterus
menjaga profesi dan juga teman seprofesi dengan kewajibanya sebagai berikut :
a. Setiap perawat gigi harus memperlakukan teman sejawatnya sebagai diri sendiri
ingin diperlakukan
b. Setiap perawat gigi harus berpartisipasi dalam pengembangan profesi baik
secara menyeluruh, kelompok dan induvidu.
c. Setiap perawatgigi harus menjaga kerahasiaan teman sejawat secara profesional
4. KewajibanPerawat Gigi Terhadap Diri Sendiri
Setiap perawat gigi kewajiban bekerja secara profesional dan penuh tanggung jawab
dan mengembangkan diri mengikuti perkembangan teknologi dengan:
a. Setiap perawat gigi mempertahankan dan meningkatkan martabat dirinya,
berpikir kritis dan analitis, bersikap kreatif, inisiatif dan cermat.
b. Setiap perawat gigi wajib mengikuti secara aktif perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
c. Setiap perawat gigi harus menjadi panutan didalam penampilan dan kebersihan
personal
d. Setiap perawat gigi harus berperilaku sopan, penuh dedikasi dan bertanggung
jawab
e. Setiap perawat gigi harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja
dengan baik.

VIII. REFERENSI :
1. Permenkes 58 tahun2012tentang pekerjaan perawat gigi
2. Undang-Undang No 36 Tahun2009 tentang kesehatan
3. AD ART Perawat Gigi
4. Modul BTCLS Perawat Gigi
5. Kode Etik Profesi Perawat Gigi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
412
MATERI INTI 1
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 1
PERSIAPAN PELAYANAN KEPERAWATAN GIGI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan keperawatan gigi merupakan upaya-upaya dalam peningkatan derajat
kesehatan gigi dan mulut,pencegahan penyakit gigi dan mulut, pengurangan rasa
sakitpada kasus-kasus terbatas penyakit gigi dan mulut, pelaksanaan tindakan terapeutik
serta melaksanakan rujukan yang ditujukan bagi peningkatan derajat kesehatan gigi dan
mulut masyarakat.
Pelayanan keperawatan gigi ditujukan dalam rangka melaksanakan pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
serta berpedoman pada ilmu keperawatan gigi, standar profesi perawat gigi Indonesia,
standar pelayanan asuhan kesehatan gigi serta dilandasi oleh kode etik perawat gigi
Indonesia.
Berdasarkan Permenkes No. 58 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat
Gigi, pelayanan asuhan keperawatan gigi terdiri dari upaya peningkatan kesehatan gigi dan
mulut, upaya pencegahan penyakit gigi, tindakan medik dasar pada kasus penyakit gigi
terbatas, danpelayanan higiene kesehatan gigi yang dilaksanakan didalam maupun diluar
gedung.
Dalam melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut didalam gedung,
banyak hal-hal yang harus dipersiapkan demi kelancaran pelaksanaan pekerjaan tersebut,
dimulai dari menyusun rencana kerja, pengelolaan pengendalian mutu, pengelolaan
limbah medis serta identifikasi data program pelayanan keperawatan gigi dan mulut.
Melalui modul ini akan dibahas bagaimana proses persiapan pelayanan keperawatan gigi
dan mulut yang harus dilakukan oleh perawat gigi kategori keahlian jenjang ahli muda.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukanpersiapan pelayanan
keperawatan gigi.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menyusun rencanakerja harian, bulanan dan tahunan
2. Melakukan pengelolaan pengendalian mutu pelayanan
3. Menjelaskan pengawasan pengelolaan limbah medis
4. Melakukan Identifikasi data program pelayanan keperawatan gigi dan mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
413
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1.Menyusun rencanakerja harian, bulanan dan tahunan
Sub pokok bahasan :
a. Perencanaan dan rencana Kerja
b. Tujuan rencana kerja
c. Ciri perencanaan efektif
d. Langkah penyusunan rencana kerja
Pokok Bahasan 2. Pengelolaan pengendalian mutu pelayanan
Sub pokok bahasan :
a. Pengertian pengendalian mutu
b. Koordinasi (pre conference dan post conference)
c. Arahan pada koordinasi
d. Pengelolaan hasil Survei kepuasan pelanggan;
e. Analisis keluhan pelanggan;
Pokok Bahasan 3. Sosialisasi hasil dan tindak lanjut program pelayanan keperawatan gigi
dan mulut
Sub pokok bahasan :
a. Pengertian sosialisasi dan tindak lanjut
b. Program Pelayanan Keperawatan Gigi dan Mulut
c. Pelaksanaan sosialisasi dan tindak lanjut program pelayanan keperawatan gigi

IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Latihan menyusun rencana kerja
4. Latihan menghitung dan mengelola hasil survei kepuasan pelanggan
5. Latihan menyusun dan merangkum data-data yang dapat dihasilkan dari pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di Poli Gigi

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)
7. Panduan latihan menyusun rencana kerja
8. Panduan menghitung dan mengelola hasil survei kepuasan pelanggan
9. Panduan menyusun dan merangkum data-data yang dapat dihasilkan dari pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di Poli Gigi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
414
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.
Langkah 2.Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2. Materi pokok bahasan disampaikan dengan urutan sebagai berikut:Menyusun
rencana kerja harian, bulanan, tahunan, Pengelolaan pengendalian mutu pelayanan,
sertaSosialisasi hasil dan tindak lanjut program pelayanan keperawatan gigi dan
mulut.
3. Materi disampaikandengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab,
latihan menyusun rencana kerja, latihan menghitung dan mengelola survei kepuasan
pelanggan serta menyusun dan merangkum data-data yang dihasilkan dari pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di Poli Gigi
Langkah 3. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk latihan
menyusun rencana kerja harian/bulanan/tahunan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan gigi dan mulut di fasilitas pelayanan kesehatan, baik didalam gedung
maupun luar gedung sesuai format yang ditentukan
2. Tugas yang kedua adalah latihan menghitung dan mengelola survei kepuasan
pelanggan
3. Tugas yang ketiga adalah menyusun dan merangkum data-data yang dihasilkan dari
pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poli Gigi
4. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan
tanggapan.
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
415
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan
4. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkan terima kasih

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
PENYUSUNAN RENCANAKERJA HARIAN, BULANAN DAN TAHUNAN
A. Perencanaan dan rencana kerja
Perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk
mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena
tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan
pengontrolan tak akan dapat berjalan.
Rencana kerja adalah serangkaian tujuan dan proses yang bisa membantu tim
dan/atau seseorang mencapai tujuan tersebut. Dengan membaca rencana kerja, kita
bisa memahami skala prioritas program kerja dengan lebih baik. Ketika digunakan di
dunia kerja maupun akademik, rencana kerja membantu kita mengerjakan program
dengan teratur. Melalui rencana kerja, kita memecah proses jadi tugas-tugas kecil
yang ringan sekaligus mengetahui apa saja yang ingin dicapai.
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal
adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota
suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus
dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu dan merupakan rencana
bersama anggota organisasi dalam suatu institusi/unit kerja, artinya setiap anggota
harus mengetahui dan menjalankan rencana tersebut. Rencana formal dibuat untuk
mengurangi ambiguitas (ketidakjelasan/ketidaktentuan) dan menciptakan
kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.

B. Tujuan rencana kerja


Secara garis besar tujuan dari disusunnya rencana kerja adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengarahan kepada pimpinan maupun staf
Dengan rencana kerja, pegawai dapat mengetahui apa yang harus mereka capai,
dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan organisasi. Tanpa rencana kerja, organisasi dan individual
mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara tidak teratur, sehingga kerja
organisasi tidak efisien.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
416
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

2. Mengurangi ketidakpastian.
Ketika seseorang membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan,
meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan
menyusun rencana untuk menghadapinya.
3. Meminimalisir pemborosan.
Dengan kerja yang terarah dan terencana, pegawai dapat bekerja lebih efisien dan
mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang pimpinan juga
dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan tidak
efisien dalam organisasi.
4. Menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu
proses pengontrolan dan pengevaluasian. Proses pengontrolan adalah usaha yang
sistematis untuk menentukan standaryang sesuai dengan sasaran perencanaan,
membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganilisis kemungkinan adanya
penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan agar sumber daya yang digunakan secara efektif dan
efisien dalam rangka mencapai sasaran. Proses pengevaluasian adalah proses
membandingkan rencana dengan hasil kerja, tanpa adanya rencana kerja,
pimpinan tidak akan dapat menilai kinerja organisasi.

C. Ciri perencanaan efektif


Dalam menyusun perencanaan yang baik dan efektif dapat menggunakan rumusan
pertanyaan 5W+1H, sebagai berikut:
1. What (apa), membicarakan masalah tentang apa yang menjadi tujuan sebuah
perencanaan dan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan
perencanaan tersebut.
2. Why (mengapa), membicarakan masalah mengapa tujuan tersebut harus dicapai
dengan mengapa beragam kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut
3. Where (dimana), membicarakan masalah dimana program dalam perencanaan
tersebut dilaksanakan
4. When (kapan), membicarakan masalah kapan kegiatan tersebut akan
dilaksanakan dan diakhiri.
5. Who (siapa), membicarakan masalah siapa yang akan melaksanakan program
tersebut.
6. How (bagaimana), membicarakan masalah bagaimana cara melaksanakan
program yang direncanakan tersebut.
Ada enam ciri perencanaan efektif, yaitu:
1. Perencanaan wajib dituangkan secara tertulis. Perencanaan yang tertulis akan
membuat tubuh, hati dan pikiran mengerti apa yang ingin dilakukan. Bagaimana
kita memulainya. Mengingatkan kita apa saja yang akan kita lakukan dan kita bisa
menandai ketika perencanaan yang kita tuliskan sudah selesai dilakukan. Hal ini
akan membuat kita semakin fokus dan yakin bahwa banyak hal bisa kita kerjakan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
417
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

dengan baik dan berhasil jika kita konsisten dan punya perencanaan yang jelas
dan spesifik.
2. Tentukan goal atau tujuan yang ingin dicapai. Mengetahui apa yang ingin dicapai
akan mempermudah kita untuk membuatkan urutan atau langkah-langkah kecil
agar kita bisa memulai perencanaan dengan baik dan melakukan pekerjaan
secara efektif dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai.
3. Disusun sesuai dengan tugas dan tanggung jawab, berdasarkan Job Description
yang di buat secara bertahap mulai dari perencanaan tahunan, triwulan, bulanan,
mingguan dan harian.
4. Tentukan prioritas pekerjaan, sehingga bila ada pekerjaan tambahan dapat
dilakukan secara efektif dan tidak mengganggu produktivitas kerja.
5. Lakukan peninjauan kembali pada daftar rencana yang sudah disusun dan
dikerjakan, selanjutnya dilakukan analisa apa yang sudah dikerjakan dan
diperbaiki bila ada pekerjaan yang kurang tepat sesuai dengan rencana.
6. Tentukan batas waktu (dateline) pekerjaan, misalnya dalam hitungan hari,
minggu dan bulan untuk bisa mengukur produktivitas kerja.

D. Langkah penyusunan rencana kerja


Dalam menyusun rencana kerja, perlu memperhatikan langkah-langkah dibawah ini:
1. Tentukan tujuan untuk apa rencana kerja itu disusun.
Tujuan penyusunan rencana kerja harus disusun sejak awal, agar dapat
mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dengan baik dan dapat dijadikan sebagai
bahan evaluasi keberhasilan kegiatan.
2. Tulis pendahuluan dan latar belakang.
Untuk rencana kerja professional, harus menulis pendahuluan dan latar
belakang, namun untuk rencana kerja akademik biasanya tidak diperlukan.
3. Tentukan target.
Tujuan dan target adalah dua hal yang saling terkait dalama penyusunan rencana
kerja. Keduanya sama-sama mengarah ke pencapaian hasil, bedanya tujuan
bersifat umum sedangkan target lebih spesifik.
4. Susun rencana kerja dengan target-target yang "SMART".
SMART adalah akronim yang biasa digunakan untuk mencari hasil yang lebih
nyata dan bisa dikerjakan dalam rencana kerja.
 Specific berarti terperinci..
 Measurable berarti terukur.
 Achievable berarti bisa dicapai.
 Relevant adalah terkait kepentingan.
 Time bound adalah terikat waktu.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
418
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

5. Cantumkan sumber daya yang Anda miliki.


Tuliskan semua yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target yang
ditetapkan. Sumber daya beragam bentuknya, tergantung untuk apa rencana
kerja itu dibuat.
6. Siapa yang bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban adalah elemen penting dari perencanaan yang baik, untuk
itu perlu diketahui dan ditetapkan siapa yang bertanggung jawab atas
penyelesaian tugas tersebut. Walaupun ada tim yang mengerjakan sebuah
tugas,satu orang harus diberi tanggung jawab memastikan tugas itu selesai
tepat waktu.
7. Tulis strategi.
Amati rencana kerja yang disusun, kemudian putuskan bagaimana strategi
menggunakan sumber daya yang ada dalam mencapai tujuan dan target yang
ditetapkan.

Pokok Bahasan 2.
PENGELOLAAN PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN
A. Pengertian Pengendalian Mutu
Pengendalian menurut kamus bahasa Indonesia secara umum yaitu proses, cara,
pembuatan, mengendalikan, atau pula dapat pengawasan atas kemajuan (tugas) dapat
membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan
hasilpengawasan, sehingga dengan kata lain, pengendalian adalah nama lain dari
pegawasan.
Mutu adalah suatu yang diputuskan oleh suatu pelanggan, bukan pula oleh pemasaran
atau manajemen umum. Mutu didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan pada
produk atau jasa, diukurberdasarkan persyaratan pelanggan tersebut dinyatakan atau
tidak dinyatakan, disadari atau hanya bisa dirasakan, dikerjakan secara teknis atau
bersifat subjektif dan selalu mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh
persaingan.
Pengendaian mutu adalah suatu prosespengendalian dan pengawasan atas kemajuan
dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha atau
kegiatan dengan hasil pengawasan agar konsumen atau pelanggan merasa tetap puas dengan
produk atau jasa yang ditawarkan.
Pengendalian mutu terpadu dapat didefinisikan sebagai : “Suatu sistem yang efektif
untuk memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu dan usaha-usaha
perbaikan mutu dari berbagai kelompok didalam suatu organisasi untuk
memungkinkan produksi dan jasa berada pada tingkat yang paling ekonomis yang
memungkinkan kepuasan konsumen secara penuh”
Dalam rangka pengendalian mutu pelayanan keperawatan gigi dan mulut baik dalam
maupun luar gedung, maka dapat dilakukan beberapa langkah yaitu: melakukkan
koordinasi antar individu pelaksanan pelayanan keperawatan gigi dan mulut maupun

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
419
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

dengan unit lainnya, melakukan survei kepuasan pelanggan dan analisis keluhan
pelanggan.

B. Koordinasi (pre conference dan post conference)


Koordinasi adalahperihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan
dan tindakan yg akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur.
Koordinasi juga diartikan sebagai penyelarasan secara teratur atau penyusunan
kembali kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari individu-individu untuk
mencapai tujuan bersama
Dalam rangka pengendalian mutu pelayanan keperawatan gigi dan mulut terutama di
fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), maka koordinasi antar individu pelaksanan
pelayanan keperawatan gigi dan mulut maupun dengan unit/ tenaga lainnya sangat
diperlukan, untuk mengetahui kondisi terkini pelayanan keperawatan gigi. Koordinasi
dapat dilakukan sebelum dan sesudah pelayanan kesehatan/ keperawatan gigi
dilakukan di fasyankes, agar dapat menyiapkan pelayanan kesehatan dengan baik dan
diakhiri dengan evaluasi pelaksanaan pelayanan yang telah dilakukan untuk tetap
menjaga kualitas mutu pelayanan kesehatan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh
institusi pelayanan kesehatan.
Tipe-Tipe Koordinasi:
Terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu:
1. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unti, kesatuan-kesatuan kerja yang
ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya
2. Koordinasi horisontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-
kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan
penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat
organisasi (aparat) yang setingkat.
Tujuan dan manfaat koordinasi antara lain sebagai berikut.
1. Untuk mewujudkan KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi , dan simplifikasi) agar
tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
2. Memecahkan konflik kepentingan berbagai pihak yang terkait.
3. Adanya pembagian kerja di mana semakin besar pembagian kerja, semakin
diperlukanpengoordinasian/penyeresaian sehingga tidak terjadi duplikasi atau
tumpang-tindihpekerjaan yang menyebabkan pemborosan.
4. Untuk Mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis
diantara kegiatan-kegiatan , baik fisik maupun non fisik dengan stakeholder
5. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam rangka menacapai tujuan
6. Mencegah terjadinya konflik intern dan eksternal yang kontra prroduktif
Pelaksanaan koordinasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, maka
diperlukan adanya koordinasi antar perawat gigi, termasuk juga dengan bagian lainnya
yang memang saling berkaitan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
420
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Sebagai contoh, untuk pelaksanaan tugas pada di bagian rawat jalan Rumah Sakit,
maka diperlukaan koordinasi baik sebelum maupun sesudah pelayanan (pre
conference dan post conference), baik antar perawat gigi di Rumah Sakit tersebut,
maupun dengan tenaga kesehatan lainnya yang ada di bagian rawat jalan. Untuk di
tingkat Puskesmas, kegiatan pertemuan antara poli termasuk staff meeting juga
termasuk dalam pelaksanaan koordinasi ini.

C. Arahan pada koordinasi


Arahan adalah petunjuk untuk melaksanakan sesuatu atau perintah resmi seorang
pemimpin instansi/organisasi/institusi kepada bawahannya yang berupa petunjuk
untuk melaksanakan sesuatu dan jika tidak dilaksanakan akan mendapat sanksi.
Mengarahkan adalah menujukan, membimbing atau memberi petunjuk.
Perawat gigi ahli madya sesuai kewenangannya mempunyai tugas untuk memberikan
arahan dalam pelaksanaan koordinasi yang dilakukan antar perawat gigi atau dengan
tenaga kesehatan lain dalam suatu instansi/ bagian. Perawat gigi ahli madya harus
memiliki wawasan yang luas, jiwa kepemimpinan yang mumpuni dalam memberikan
arahan dalam koordinasi, sehingga dapat memberikan keputusan yang terbaik dan
dapat memberikan solusi bagi permasalahan-permasalahan yang timbul dari
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan sehingga dapat meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang dilakukan.

D. Pengelolaan hasilsurvei kepuasan pelanggan


Survei kepuasan pelanggan
Kepuasanadalahperasaansenangataukecewaseseorangyangmunculsetelahmemb
andingkankinerja(hasil)produkyangdipikirkanterhadapkinerja(atauhasil)yangdihar
apkan.Jikakinerjaberadadibawahharapan,pelanggantidakpuas.Jikakinerjamemen
uhiharapan,pelangganpuas.Jikakinerjamelebihiharapan,pelangganamatpuasataus
enang.
Untuk mengetahui puas atau tidaknya pelanggan, maka diperlukan survei kepuasan
pelanggan, sebagai cara mengetahui kepuasan para pelanggan dengan pelayanan jasa
dan produk yang kita berikan.
Survei kepuasan pelanggan dilakukan dalam rangka mengetahui Indeks Kepuasan
Masyarakat, terutama kepuasan pada instansi pelayanan milik pemerintah. Indeks
Kepuasan Masyarakat(IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan
masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas
pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara
pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.

Maksud dan Tujuan IKM


 Penyusunan IKM terhadap unit penyelenggara pelayanan publik dimaksudkan
sebagai kegiatan untuk mendapatkan suatu gambaran/ pendapat masyarkat
tentang kualitas pelayanan publik yang telah diberikan oleh aparatur pemerintah.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
421
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

 Selain itu kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja unit
penyelenggara, baik oleh masyarakat maupun instansi/ unit terkait sebagai bahan
untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik
Sasaran dan Ruang Lingkup
 Adapun sasaran dari Penyusunan IKM ini adalah penetapan sistem, mekanisme dan
prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara lebih
berkualitas, berdayaguna dan berhasilguna pada unit penyelenggara pelayanan
publik
 Ruang lingkup kegiatan adalah pada unit penyelenggara pelayanan publik di
lingkungan Instansi Pemerintah / BUMN dan Instansi di lingkungan Pemerintah
Daerah / BUMD
Manfaat
1. Mengetahui kelemahan/ kekurangan dari masing-masing unsur dalam
penyelenggara pelayanan publik
2. Mengetahui kinerja penyelenggara pelayananyang telah dilaksanakan
3. Sebgai bahan pentapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu
dilakukan
4. Mengetahui IKM secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik
5. Memacu persaingan positif antara unit penyelenggara pelayanan
6. Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit penyelenggara
pelayanan
Unsur – Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat
Berdasarkan prinsip pelayanan 14 (empat belas) unsur minimal yang harus ada untuk
dasar pengukuran IKM adalah sebagai berikut :
1. Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan
2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan
untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya
3. Kejelasan Petugas Pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya)
4. Kedisiplinan Petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang
berlaku
5. Tanggung jawab Petugas Pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan
6. Kemampuan Petugas Pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan / menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat
7. Kecepatan Pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
422
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

8. Keadilan Mendapatkan Pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak


membedakan golongan / status masyarakat yang dilayani
9. Kesopanan dan Keramahan Petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati
10. Kewajaran Biaya Pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya
biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan
11. Kepastian Biaya Pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan
biaya yang telah ditetapkan
12. Kepastian Jadwal Pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan
13. Kenyamanan Lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan
14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat
merasa tentang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang
diakbiatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Pengelolaah Hasil Survei Kepuasan pelanggan
Mengelola adalah mengendalikan; menyelenggarakan, mengurus dan menjalankan.
Sedangkan pengelolaan, mempunyai 4 pengertian, yaitu :
1. Pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola ;
2. Pengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan
tenaga orang lain;
3. Pengelolaan adalah proses yang membantu mermuskan kebijaksanaan dan tujuan
organisasi;
4. Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.
Cara perhitungan dan pengelolaan survei kepuasan pelanggan
Perawat gigi ahli madya memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan dari hasil
survei kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh perawat gigi dibawahnya, sedangkan
kuesioner/ instrument kepuasan pelanggan sesuai kewenangannya disusun oleh
perawat gigi ahli muda.
Perhitungan hasil survei dari kuesioner/instrument yang disusun perawat gigi ahli
mudadenganmenggunakan"nilairata-ratatertimbang"masing-masing
unsurpelayanan.Dalampenghitunganterhadap14 unsurpelayananyangdikaji sesuai
instrumen,setiapunsurpelayananmemiliki penimbangyangsama
denganrumussebagaiberikut:

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
423
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Jumlah Bobot 1
Bobot nilai rata-rata tertimbang = = = 0,071
Jumlah Unsur 14
1

IKM = Total Nilai Persepsi perunsur X Nilai Penimbang


TotalUnsur Terisi

Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25 - 100 maka
hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus
sebagai berikut:

IKM Unit Pelayanan X 25

Mengingat unit pelayanan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka setiap


unit pelayanan dimungkinkan untuk:
a. Menambah unsur yang dianggap relevan
b. Memberikan bobot yang berbeda terhadap 14 (empat belas) unsur yang dominan
dalam unit pelayanan, dengan catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1.

Tabel Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan
dan Kinerja Unit Pelayanan
NILAI INILAI MUTU KINERJA
NILAI
INTERVAL INTERVAL PELAYANAN UNIT
PERSEPSI
IKM KONVERSI IKM PELAYANAN
1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik
2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik
3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik
4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik

E. Analisis keluhan pelanggan


Keluhan/ komplain merupakan sebuah harapan yang belum terpenuhi. Keluhan/
komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar pelayanan,
tindakan atau tiadanya tindakan aparat pelayanan yang berpengaruh kepada para
pelanggan.
Pelanggan terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses penyediaan jasa
atau pembuatan barang, sejak dari Perencanaan, penciptaan jasa atau pembuatan
barang, sampai dengan pemasaran dan penjualan serta pengadministrasiannya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
424
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

2. Pelanggan eksternal adalah semua orang yang berada diluar organisasi komersil
atau organisasi non komersil yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa
dari organisasi.
Jenis Keluhan Pelanggan
1. Keluhan langsung, merupakan keluhan yang disampaikan secara langsung baik
melalui tatap muka maupun komunikasi telepon.
2. Keluhan tidak langsung, merupakan keluhan yang disampaikan secara tertulis
yaitu via surat, form pengaduan yang disediakan atau melalui pihak ketiga seperti
pengacara dan melalui media massa.
Aspekpenanganankeluhan diantaranya adalah:
1. Empatiterhadappelangganyangmarah
Dalammenghadapipelangganyangemosiataumarah,staflayananpelangganhar
us‘berkepaladingin’ dan bersikapempati.Bilatidak, situasi bakal
bertambahrunyam.Untukitu
perludiluangkanwaktuuntukmendengarkankeluhanmerekadanberusahamem
ahamisituasiyangdirasakanolehpelanggantersebut.Dengandemikianpermasal
ahanyangdihadapidapatmenjadijelas,sehinggapemecahanyangoptimaldapatdi
upayakanbersama.
2. Kecepatandalampenanganankeluhan
Kecepatanmerupakanhalyangsangatpentingdalampenanganankeluhan.Apab
ilakeluhanpelanggantidaksegeraditanggapi,makarasatidakpuasterhadaporga
nisasi/institusiakanmenjadipermanendantidakdapatdiubahlagi.Sedangkanap
abilakeluhantersebutditanganidengancepat,maka ada
kemungkinanpelanggantersebutmenjadipuas.Apabilapelangganpuasdengan
carapenanganankeluhannya,makabesarkemungkinaniaakanmenjadipelangg
anorganisasi/institusikembali.Jikakeluhandibuatpadasaatpenyampaianlayana
n,makawaktuadalahesensiuntukmencapaipemulihanpenuh.Ketikalayanandib
uatsetelahfakta,banyakorganisasi/institusi telahmembuat kebijakan
untukmerespon dalam waktu 24 jam, ataulebih
cepat.Bahkanketikaresolusipenuhmemakanwaktulebihlama,responcepattet
appalingpenting.
3. Kewajaranataukeadilandalammemecahkanpermasalahanataukeluhan
Organisasi/institusiharusmemperhatikanaspekkewajarandalamhalbiayadanki
nerjajangkapanjang.Hasilyangdiharapkantentunyaadalahsituasi‘win-
win’(fair,realistis,danproporsional),dimanapelanggandanorganisasi/institusis
ama-samadiuntungkan.
4. Kemudahanbagipelangganuntukmenghubungiorganisasi/institusi
Halinisangatpentingbagikonsumenuntukmenyampaikankomentar,saran,kriti
k,pertanyaan,maupunkeluhannya.Disinisangatdibutuhkanadanyametodeko
munikasiyangmudahdanrelatiftidakmahal,dimanapelanggandapatmenyampa
ikankeluh-

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
425
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

kesahnya.Bilaperludanmemungkinkan,organisasi/institusidapatmenyediakan
saluranteleponbebaspulsa(hotlineservice)dan/atauwebsiteuntukmenampung
keluhanpelanggan.
Langkah-langkah penanganan keluhan:
1. Identifikasi dan penentuan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak
puas dan mengeluh.
2. Mengatasi sumber masalah, ditindaklanjuti dan diupayakan agar di masa
mendatang tidak timbul kembali.
3. Memeriksa apakan tindakan perbaikan telah dilaksanakan dengan baik atau tidak.
4. Analisis strategi terhadap keluhan yang ada.
5. Mengembangkan system informasi manajemen, dimana organisasi/institusi bisa
mendata setiap keluhan yang disampaikan dan belajar dari kesalahan yang pernah
dilakukan.
Cara penanganan keluhan pelanggan:
1. Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir
2. Jangan berkirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu
3. Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang complain
4. Untuk complain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik
5. Berikan tanggapan pibadi dengan spesifik
6. Ketika menghadapi pelanggan yang menyampaikan keluhan, ikutilah prinsip
empati
7. Jika komplain tidak ditujukan pada kita, dan tahu kepada siapa pelanggan harus
melapor, jelaskan secara rinci alasannya
8. Perjelas alternatif apa untuk menyelesaikan persoalan pelanggan yang komplain
9. Beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat sehubungan dengan
complain tersebut
10. Ingat, banyak keluhan akan menjadi kabar baik, itu tandanya pemberi complain
percaya pada organisasi/institusi/ instansi kita.

Pokok Bahasan 3.
SOSIALISASI HASIL DAN TINDAK LANJUT PROGRAM PELAYANAN KEPERAWATAN GIGI
DAN MULUT
A. Pengertian Sosialisasi dan Tindak Lanjut
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat. Sosialisasi dapat juga diartikan sebagai suatu proses pembelajaran
seseorang untuk mempelajari pola hidup sesuai nilai, norma dan kebiasaan yang ada
dijalankannya dalam masyarakat atau kelompok dimana dia berada. Unsur-unsur
sosialisasi adalah peranan pola hidup dalam masyarakat sesuai nilai, norma, dan
kebiasaan masyarakat.
Tindak lanjut adalah langkah selanjutnya tentang penyelesaian perkara, perbuatan dan
sebagainya. Selain itu tindak lanjut juga didefinisikan sebagai suatu aksi atau tindakan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
426
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

koreksi (corrective action) sebagai lanjutan langkah dalam mencapai perbaikan dan
atau mengembalikan segala kegiatan pada tujuan yang seharusnya.
Macam-macam Sosialisasi
Proses sosialisasi berlangsung sepanjang hayat manusia. Secara garis besar sosialisasi
dibedakan menjadi dua macam, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi skunder.
1. Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang pertama dan utama yang
terjadi pada seseorang, yakni sejak dilahirkan, berkenalan dan sekaligus belajar
bermasyarakat sehingga dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat
tersebut. Proses sosialisasi ini dimulai dari sosialisasi di lingkungan keluarga.
2. Sosialisasi Skunder
Setelah menjalani sosialisasi primer, individu dianggap cukup mempunyai bekal
untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Individu kemudian berinteraksi
dengan orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Individu tersebut bergaul
dengan teman-teman sebaya atau orang-orang dewasa lain. Dari pergaulan
tersebut individu menyerap hal-hal baru yang ada di masyarakat. Sosialisasi tahap
lanjut yang memperkenalkan individu tersebut ke wilayah baru dari dunia
masyarakat disebut sosialisasi sekunder.

Tujuan sosialisasi.
Pelaksanaan sosialisasi mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada seseorang untuk dapat
hidup bermasyarakat.
2. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara
efektif dan efisien.
3. Membuat seseorang mampu mengembalikan fungsi-fungsi melalui latihan
introspeksi yang tepat.
4. Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan kepada seseorang yang mempunyai
tugas pokok dalam masyarakat
Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi dalam pembentukanperan dan status sosial adalah sebagai berikut:
1. Mampu mempelajari dan menghayati norma-norma yang ada dalam kelompok
tempat ia tinggal.
2. Dapat mengenal masyarakat lebih luas.
3. Mengetahui peran-peran yang dimiliki masing-masing anggota masyarakat.
4. Dapat mengembangkan kemampuan sesuai peran dan status sosialnya.

B. Program Pelayanan Keperawatan Gigi dan Mulut.


Pelayanan keperawatan gigi merupakan upaya-upaya dalam peningkatan derajat
kesehatan gigi dan mulut,pencegahan penyakit gigi dan mulut, serta pengurangan
rasa sakitpada kasus-kasus terbatas penyakit gigi dan mulut, dan melaksanakan
rujukan yang ditujukan bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
427
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat gigi mempunyai kewenangan melaksanakan


pelayanan asuhan keperawatan gigi yaitu suatu pendekatan asuhan keperawatangigi
yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut serta
meningkatkan derajat kesehatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakatyang dilakukan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu.
Pelayanan asuhan keperawatan gigi dilaksanakan pada pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku serta berpedoman pada ilmu keperawatan gigi,
standar profesi perawat gigi Indonesia, standar pelayanan asuhan kesehatan gigi serta
dilandasi oleh kode etik perawat gigi Indonesia.

C. Pelaksanaan Sosialisasi dan Tindak Lanjut Program Pelayanan Keperawatan Gigi


Dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan gigi dan mulut di dalam gedung, kita akan
mendapatkan berbagai data keperawatan gigi yang apabila diolah sesuai dengan
keilmuan keperawatan/ kesehatan gigi maka akan didapatkan berbagai informasi
penting yang dapat menggambarkan situasi kesehatan gigi dan mulut masyarakat baik
di dalam wilayah kerja maupun diluar wilayah kerja.
Selanjutnya informasi yang didapatkan dari data tersebut dapat dijadikan suatu dasar
bagi pemegang program keperawatan gigi untuk menyusun suatu perencanaan
strategis dalam bidang kewenangannya (promotif dan preventif) agar dapat
mengendalikan atau mengatasi permasalahan-permasalahan kesehatan gigi di
wilayahnya.
Setelah dilakukannya pengolahan data sehingga menjadi sebuah informasi, maka hal
terpenting selanjutnya adalah melakukan sosialisasi hasil tersebut kepada pihak-pihak
yang dianggap perlu untuk mengetahuinya sehingga dapat turut serta membantu
melakukan berbagai upaya sebagai tindak lanjut pelaksanaan program keperawatan
gigi dan mulut. Pihak yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan sosialisasi diantaranya
adalah:
1. Tenaga kesehatan gigi/ kesehatan lainnya didalam instansi pelayanan kesehatan
2. Pimpinan instansi
3. Pemerintah daerah seperti Kecamatan, Kelurahan
4. Masyarakat setempat seperti RW, RT, kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh
agama, tokoh pemuda dll
Sosialisasi penting dilakukan sebagai langkah awal menentukan tindak lanjut hasil
analisis pelaksanaan pelayanan keperawatan gigi. Manfaat sosialisasi ini diantaranya
adalah:
1. Masyarakat mengetahui permasalahan kesehatan gigi di wilayahnya
2. Masyarakat memahami akibat dari permasalahan gigi yang dialaminya
3. Masyarakat mengetahui cara mencegah dan menangani permasalah kesehatan
giginya
4. Masyarakat peduli dan mendukung upaya-upaya tindak lanjut yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan gigi
5. Masyarakat mentransferkan kembali ilmu atau hasil yang didapat dari sosialisasi
yang diterimanya
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
428
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Perawat gigi ahli madya harus mempunyai kepekaan yang tinggi dalam menyikapi
permasalahan-permasalahan kesehatan gigi yang terjadi di masyarakat dan melakukan
berbagai analisis dari dat-data hasil pelayanan kesehatan yang dilakukannya. Dari hasil
analisis tersebut dapat dilakukan berbagai cara atau kegiatan sebagai langkah tindak
lanjut dalam mengatasi permasalahan kesehatan gigi masyarakat sesuai dengan
kewenangannya. Tindak lanjut yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
Sosialisasi hasil analisis pelayanan kesehatan yang telah dilakukan
1. Advokasi kepada pihak terkait seperti pimpinan instansi, pemerintah setempat
dan masyarakat untuk meminta dukungan pelaksanaan langkah tindak lanjut
2. Mengaktifkan program UKGS
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menentukan sekolah binaan UKGS,
dimana untuk sekolah binaan ini terus dipantau dan dikunjungi rutin satu bulan 2
sampai 4 kali untuk melakukan kegiatan-kegiatan promotif dan preventif. Untuk
sekolah lain cukup satu bulan sekali dengan kegiatan fokus pada promotif.
3. Mengaktifkan program UKGM
Pelaksanaan UKGM dapat dilakukan di Posyandu, Posbindu atau kelompok
masyarakat lainnya termasuk kelompok anak-anak Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Dalam pelaksanaan kegiatan inipun harus fokus dengan membina secara
rutin beberapa kelompok sesuai kemampuan.
4. Penyuluhan dalam dan luar gedung
Untuk penyuluhan dalam gedung dapat dilakukan langsung dengan metode
ceramah dan tanya jawab pada pengunjung yang sedang menunggu antrian, atau
dapat pula melalui media seperti film/ video, poster, leaflet dan lain-lain. Untuk
penyuluhan luar gedung dilakukan berbarengan dengan pelaksanaan program
UKGS dan UKGM atau bisa pula melalui kelomnpok-kelompok pengajian dan
kegiatan kepemudaan.

VIII. REFERENSI
1. Tjitpono&Chandra.(2011).Service,Quality,andSatisfaction.Edisi3.Yogyakarta:Andi
2. Supranto.(2011).PengukuranTingkatKepuasanPelangganUntukMenaikkanPangsaPa
sar.Jakarta:RinekaCipta
3. Damanhuri, E. 2009. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Bandung: FTSL ITB
4. Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun
5. Menteri Kesehatan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 Tahun 2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Pemerintah. 1999. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
7. Menteri Kesehatan. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tentanag Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
8. Kemenpan-rb 2014. Peraturan Menteri PAN-RB No. 16 Tahun 2014 tentang Pedoman
Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik
9. Bridge 2006, Dental reception and practice management

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
429
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

10. Munijaya AG 2004, Manajemen Kesehatan, Jakarta


11. Muljantoro H 1999, Manajemen Kesehatan Gigi –Mulut
12. Syahlan JA 1999, Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut, Jakarta
13. GLP (Good Laboratory Practice).
14. Depkes RI dan FKM UI 1987/1988 Analisis Keadaan dan Masalah Kesehatan Jakarta.
15. Miller CH 2005, Infection Control
16. Tietjen L 2004, Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas pelayanan kesehatan
dengan sumber daya terbatas.
17. Nasution. (2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara

IX. LAMPIRAN
1. Panduan Latihan Menyusun Rencana Kerja:
2. Panduan Latihan Perhitungan dan Pengelolaan Survei Kepuasan Pelanggan:
3. Panduan Menyusun dan Merangkum Data-Data yang Dapat Dihasilkan dari Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi:

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
430
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 1.
Panduan Latihan Menyusun Rencana Kerja:
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok menyusun rencana kerja harian/bulanan/tahunan dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan gigi dan mulut di fasilitas pelayanan kesehatan, baik
didalam gedung maupun luar gedung sesuai format dibawah ini selama 15 menit:

No Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Metode Sarana Pelaksana


1
2

4. Kelompok mempresentasikan hasil latihan menyusun rencana kerja dan kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
431
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 2
Panduan Latihan Perhitungan dan Pengelolaan Survei Kepuasan Pelanggan:
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok melakukan perhitungan dan pengelolaan hasilSurvei Kepuasan
Pelanggan terhadap pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, selama 30 menit
4. Kelompok mempresentasikan hasil latihan menyusun rencana kerja dan kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
432
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 3.
Panduan Menyusun dan Merangkum Data-Data yang Dapat Dihasilkan dari Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi:
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok menyusun dan merangkum data-data yang dapat dihasilkan dari
pelayanan keperawatan gigi dan mulut di Poli Gigi selama 15 menit.
4. Kelompok mempresentasikan hasil latihan menyusun rencana kerja dan kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
433
MATERI INTI 2
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 2
PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Perawat gigi merupakan salah satu komponen pemberi layanan kesehatan dalam sebuah
fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, maka
tenaga kesehatan termasuk perawat gigi perlu meningkatkan pengetahuan dan
kemampuannyasesuai dengan arahan dan kebijakan pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan. Tugas utama perawat gigi adalah melakukan pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut sesuai standar yang ditetapkan, yang terdiri dari proses pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi serta evaluasi dan dokumentasi.
Dalam memberi pelayanan keperawatan gigi, para perawat gigi kategori keahlian harus
mempunyai kemampuan dan keahlian khusus untuk menangani pasien berkebutuhan
khusus. Berkebutuhan khusus yang di maksud di sini adalah individu/ kelompok penyandang
disabilitas/keterbatasan fisik, keterbelakangan mental, pasien dengan perawatan
spesialistik dan lain-lain.
Berdasarkan permenkes 58 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi,
pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut yang dilakukan adalah berupa berupa
promotif, preventif dan kuratif sederhana yang diberikan kepada individu, kelompok dan
masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut.
Dalam rangka membekali perawat gigi kategori keahlian jenjang ahli madya, maka
disusunlah modul ini sebagai bahan acuan pelaksanaan tugas perawat gigi di tempat
kerjanya masing-masing. Melalui modul ini akan dibahas pelaksanaan pengkajian pada
pasien, penegakan diagnosa keperawatan gigi, penyusunan rencana pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut pada individu, kelompok/ masyarakat berkebutuhan khusus,
implementasi asuhan keperawatan gigi dan mulut serta dokumentasi dan
evaluasipelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukanpelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut sesuai standar.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukanpengkajian pada pasien
2. Melakukan penegakan diagnosa keperawatan gigi
3. Melakukan penyusunan rencana pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
pada individu, kelompok/ masyarakat berkebutuhan khusus
4. Melakukan implementasi asuhan keperawatan gigi dan mulut.
5. Melakukan dokumentasi dan evaluasipelayanan asuhan keperawatan gigi dan
mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
434
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1.Pelaksanaan Pengkajian
Sub pokok bahasan :
a. Pemeriksaan subjektif pada pasien berkebutuhan khusus;
b. Pemeriksaan vital sign pada pasien berkebutuhan khusus;
c. Pemeriksaan obyektif pada pasien berkebutuhan khusus;
d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut pada individu/ kelompok berkebutuhan
khusus;
e. Penilaian diet kariogenik;
f. Aplikasi detector caries;
g. Pengukuran konsistensi saliva
h. Melakukan pengukuran PH saliva.
Pokok Bahasan 2. Pelaksanaan Penegakan Diagnosa Keperawatan Gigi
Sub pokok bahasan :
a. Identifikasi diagnosa/masalah keperawatan gigi pada individu,
kelompok/masyarakat berkebutuhan khusus;
b. Pemantauan hasil pemeriksaan resiko karies dalam rangka identifikasi diagnosis
hasil pemeriksaan resiko caries.
Pokok Bahasan 3. Penyusunan Rencana Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi Dan Mulut
Pada Individu, Kelompok/ Masyarakat Berkebutuhan Khusus
Pokok Bahasan 4. Pelaksanaan Implementasi Asuhan Keperawatan Gigi Dan Mulut
Sub pokok bahasan :
a. Komunikasi therapeutik
b. Pembersihan karang gigi
c. Evaluasi kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada individu /kelompok
berkebutuhan khusus
d. Konsultasi pada tenaga kesehatan lain
e. Evaluasi program usaha kesehatan gigi masyarakat (UKGM)
f. Evaluasi pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut.
Pokok Bahasan 5. Pelaksanaan Dokumentasi Dan EvaluasiPelayanan AsuhanKeperawatan
Gigi Dan Mulut
Sub pokok bahasan :
a. Pendokumentasian kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
b. Pengelolaan hasil pendokumentasian pelayanan asuhan keperawatan gigi dan
mulut
c. Evaluasi hasil kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
d. Pengelolaan hasil evaluasi kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
435
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Diskusi kelompok
4. Simulasi
5. Observasi Lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)
7. Panduan diskusi kelompok
8. Panduan Simulasi
9. Formulir pemeriksaan
10. Panduan OL
11. Kartu status

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.
Langkah 2.Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2. Materi pokok bahasan disampaikan dengan urutan sebagai berikut:pelaksanaan
pengkajian pada pasien, penegakan diagnosa keperawatan gigi, penyusunan rencana
pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut pada individu, kelompok/ masyarakat
berkebutuhan khusus, implementasi asuhan keperawatan gigi dan mulut serta
dokumentasi dan evaluasipelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut.
3. Materi disampaikandengan metode curah pendapat,ceramah tanya jawab, simulasi
pengisian format pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut serta observasi
lapangan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
436
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah 3. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk mengisi
format pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut sesuai kasus yang telah disiapkan
2. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
a. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan tanggapan.
b. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan
Langkah pembelajaran:
a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
c. Fasilitator membuat kesimpulan
d. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkan terima kasih.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
PELAKSANAAAN PENGKAJIAN
Pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut adalah pelayanan keperawatan gigi dan
mulut yang terencana ditunjukkan kepada kelompok tertentu yang dapat diikuti dalam
kurun waktu tertentu diselenggarakan secara berkesinambungan untuk mencapai tujuan
kesehatan gigi dan mulut yang optimal.
Pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut kategori keahlian, termasuk jenjang ahli
pertama, dilakukan pada sasaran berkebutuhan khusus. Makna dari berkebutuhan khusus
disini terbagi dua, yaitu:
1. Makna sesungguhnya sasaran/ pasien berkebutuhan khusus.
Yaitu sasaran/ pasien dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan sasaran/pasien
pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan
gangguan kesehatan dan lain-lain. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK
memerlukan bentuk pelayanan kesehatan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan
dan potensi mereka.
2. Sasaran/ pasien yang memiliki kebutuhan khusus akan perawatan kesehatan gigi.
Sasaran/ pasien ini adalah individu/kelompok yang memiliki kebutuhan khusus akan
perawatan dan pemeliharaan kesehatan giginya, baik karena kondisi fisik yang dilaminya
seperti pada lansia atau pada pasien dengan kasus spesialistik seperti perawatan
orthodonti, pra dan post bedah dan lain-lain.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
437
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah pertama dalam melakukan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut adalah
dengan melakukan pengkajian. Adapun langkah-langkah dalam melakukan pengkajian
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pemeriksaan subyektif melalui anamnesis (anamnesa) untuk mendapatkan
keluhan utama, informasi riwayat medical dan dental pasien yang lengkap
2. Melaksanakan pemeriksaan subyektif, obyektif
3. Menganalisa data yang di peoleh
4. Menegakan diagnose yang tepat dan rencana perawatan

A. Pemeriksaan subjektif pada pasien berkebutuhan khusus;


Pemeriksaan subyektif adalah pemeriksaan yang di dapat dari hasil tanya jawab baik
langsung ke pasien maupun ke keluarga pasien.
Keluhan utama adalah symptom subyektif atau masalah yang di utarakan pasien
dengan kata –kata sendiri, yang berhubungan dengan kondisi yang membuat pasien
berobat gigi yang didapat dari hasil anamnesis. Untuk pasien berkebutuhan khusus,
maka untuk menggali keluhan utama bisa dilakukan pada pendamping atau keluarga
pasien.
Pemeriksaan subjektif atau anamnesis merupakan langkah awal dalam melakukan
tindakan selanjutnya. Komponen anamnesis komprehensif mencakup:
1. Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
2. Mengidentifikasi data pribadi pasien
3. Tingkat reliebilitas ( dapat dipercaya atau tidak)
4. Keluhan utama, merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainya yang paling
dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kunjungan klinik
5. Anamnesis terpimpin, merupakan informasi yang lengkap, jelas detail, dan bersifat
kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Gejala yang di dapat
harus memiliki karakteristik yang jelas (1) lokasi, (2) kualitas, (3) kuantitas atau
keparahan, (4) waktu yang mencakup awal, durasi, dan frekuensi , (5) keadaan
yang memicu terjadinya keluhan, (6) faktor lain yang memperberat atau
memperingan gejala, ( 7) gejala lain yang terkait dengan keluhan utama.
6. Riwayat penyakit dahulu
Dalam melakukan pemeriksaan subjektif/ anamnesis, terdapat beberapa proses yang
dapat dilakukan, yaitu:
1. Menyalami pasien dan menciptakan hubungan yang bersahabat
2. Mengundang cerita pasien
3. Menggunakan waktu seefektif mungkin

B. Pemeriksaan vital sign pada pasien berkebutuhan khusus;


Pemeriksaan vitalsign adalah pemeriksaan yang terdiri dari pengukuran tensi darah, nadi,
suhu dan pernafasan.Berikut akan kita pelajari secara teknis bagaimana melakukan
pemeriksaan vital sign.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
438
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pemeriksaan Tekanan Darah


Dalam melakukan pengukuran tekanan darah, terdapat beberapa cara yang bisa kita
lakukan, yaitu:
1. Pasien yang akan diukur tekanan darahnya harus dalam keadaan santai dan rileks.
2. Ikat kain tekanan darah pada bagian lengan atas kemudian tutup kunci kantup
tensimeter.
3. Pompa alat tersebut sampai milimeternya diatas 200.
4. Stetoskop bisa diletakan dibagian dalam siku-siku.
5. Setelah itu dengarkan baik-baik dan kunci tensimeter bisa dibuka secara perlahan-
lahan, jarum petunjuk tensimeter akan menunjukan angka tekanan darah pasien.
Masalah tekanan darah normal pada orang dewasa bisa dibagi menjadi dua yaitu tekanan
darah rendah dan tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi atau yang sering disebut
hipertensi sangat berbahaya bagi kesehatan karena bisa mengakibatkan stroke bahkan
kematian. Sedangkan untuk tekanan darah rendah yang nilai tensi darahnya dibawah
normal bisa menimbulkan berbagai gejala yang akan membuat anda merasa tidak
nyaman.
Pemeriksaan Nadi
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran kecepatannya
diukur pada beberapa titik denyut misalnya denyut arteri radialis pada pergelangan
tangan, arteri brachialis pada lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri poplitea pada
belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan
denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Nadi adalah denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri yang
berdasarkan systol dan gystole dari jantung.
Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:

No Usia Kali per menit


1 Bayibaru lahir 140
2 Di bawah 1 th 110
3 1-6 bln 130
4 6-12 bln 115
5 1-2 th 110
6 2-6 105
7 6-10 95
8 10-14 85
9 14-18 82
10 Umur di atas 18 th 60-100
11 Usia lanjut 60-70

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
439
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pemeriksaan nadi dapat dilakukan dengan cara dibawa ini:


1. Tempel dan tekankan (Jangan terlalu keras) tiga jari (telunjuk, tengah, manis) salah
satu tangan pada pergelangan tagan yang lain. Temukan denyut nadi anda. Setelah itu,
barulah Anda mulai menghitung.
2. Hitunglah denyut nadi Selama 15 detik. Kemudian, hasilnya dikalikan 4.
Hasil pemeriksaan denyut nadi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Denyut nadi normal: 60 - 100/menit
 Denyut nadi maksimal: 220
 Umur Zone latihan (training zone; yaitu tingkat intensitas dimana Anda bisa
berolahraga): 70% - 85% dari denyut nadi maksimal.

Pengukuran Suhu Tubuh


Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas dari tubuh,
yang diukur dalam unit panas yang disebut derajat.
Suhu yang di maksud adalah “panas” atau “dingin” suatu substansi. Suhu tubuh adalah
perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang
hilang ke lingkungan luar.Panas yang diproduksi – pengeluaran panas = suhu tubuh.
Meskipun dalam kondisi tubuh yang ekstrim dan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu
manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam relative konstans. Bagaimana
pun suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas
yang hilang ke lingkungan luar. Karena fluktuasi suhu permukaan ini, suhu yang dpat
diterima berkisar dari 36⁰C sampai 38⁰C.Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam
rentang suhu yang relative sempit.
Tempat pengukuran suhu (oral, rectal, aksila, membran timpani, esophagus, arteri
pulmoner, atau bahkan kandung kemih ) merupakan salah satu faktor ang menentukan
suhu tubuh klien dalam rentang sempit ini. Untuk dewasa awal yang sehat rata-rata suhu
oral 37⁰C. Pada praktik klink, perawat mempelajari kisaran suhu dank lien individu. Tidak
ada nilai suhu yang berlaku untuk semua orang.
Pengukuran suhu tubuh ditunjukan untuk memproleh suhu inti jaringan tubuh rata-rata
ang representatif. Suhu normal rata-rata bervariasi bergantung lokasi pengukuran.
Tempat pengukuran suhu inti merupakan indicator suhu tubuh yang lebih dapat
diandalkan daripada tempat yang menunjukan suhu permukaan. Suhu tubuh terbagi
dalam dua bagian sebagai berikut:
1. Suhu inti.
Suhu inti merupakan suhu jaringan tubuh bagian dalam seperti rongga abdomen dan
rongga pelvis.Suhu inti ini relative konstan. Suhu tubuh inti yang normal berada
dalam satu rentang suhu
2. Suhu permukaan.
Suhu permukaan merupakan suhu pada kulit jaringan subkutan, dan lemak.Suhu
permukaan akan meningkat atau menurun sebagai respon terhadap lingkungan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
440
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Hasil pemeriksaan suhu tubuh menjadi salah satu indikator kondisi kesehatan seseorang.
Adapun suhu tubuh yang normal dari berbagai usia dan kelompok dapat digambarkan
sebagai berikut:

Usia Suhu (Celcius)


Baru lahir 36,8⁰
1 tahun 36,8⁰
5-8 tahun 37,0⁰
10 tahun 37,0⁰
Remaja 37,0⁰
Dewasa 37,0⁰
Lansia (>70 thn) 36,0⁰

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh


1. Usia
Bayi sangat di pengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus di lindungi dari perubahan
suhu yang sangat ekstrim. Suhu tubuh anak akan terus bervariasi dibandingkan suhu
orang dewasa hingga menginjak pubertas atau masa remaja. Sebagai lansia terutama
mereka yang berusia diatas 75 tahun, beresiko mengalami hipotermia (suhu tubuh
dibawah 36 °C) karena berbagai alasan diantaranya:
 Diet makanan yang tidak adekuat
 Kehilangan lemak subkutan
 Kurangnya aktifitas
 Variasi diurnal (irama sirkadian)
Suhu tubuh normalnya akan berubah sepanjang hari, dengan perbedaan 1°C antara
pagi dan sore hari. Titik suhu tubuh tertinggi biasanya terjadi antara pukul 20.00 dan
24.00 dan titik suhu tubuh terendah saat tidur, yaitu pada pukul 04.00 dan jam 06.00.
2. Olahraga
Kerja berat dan olahraga yang keras dapat meningkatkan suhu tubuh hinga 38,3-40°C
apabila di ukur melalui rectal
3. Hormon
Wanita biasanya mengalami fluktuasi hormone lebih sering dari pada pria. Pada
wanita sekresi prpogensterone pada saat ovulasi akan meningkatkan suhu tubuh
sekitar 0,3- 0,6°C
4. Stress
Stimulasi pada system sarap simpatis dapat meningkatkan epinefrin dan norepunefrin
yang akan meningkatkan aktifitas metabolism basal dan produksi panas. Perawat
dapat memperkirakan bahwa klian yang sangat stres atau sangat cemas akana
mengalami peningkatan suhu karna alasan tersebut.
5. Lingkungan
Suhu tubuh yang ekstrem dapat mempengaruhi sitem pengaturan suhu tubuh
seseorang.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
441
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Menghitung Pernapasan
Menghitung pernafasan adalah suatu tindakan dalam menghitung jumlah pernafasan
pasien dalam 1 menit.Pernafasan adalah peristiwa mengambil oksigen (menarik
nafas/inspirasi) danmengeluarkannya.
Melakukan perhitungan pernapasan dilakukan dengn menggunakan alat:
 Jam tangan dengan jarum penunjuk detik.
 Pena dan buku catatan.
Catatan: Jangan memberitahu klien bahwa perawat akan menghitung frekuensi
pernafasan.
Hasil perhitungan pernapasan normal dalam setiap menit dapat dari berbagai kelompok
dan usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

No Usia Kali permenit


1 Bayi 30-60
2 Tahun pertama 25-30
3 Tahun ke dua 20-26
4 14 tahun 20-30
5 Wanita dewasa 18-20
6 Laki-laki dewasa 16-18
7 50 tahun 14-16
8 70 tahun 12-14

C. Pemeriksaan obyektif pada pasien berkebutuhan khusus;


Pemeriksaan obyektif terdiri dari pemeriksaan extra oral danintra oralgigi geligi.
Pemeriksaan extra oral merupakan indikator keadaan menyeluruh pasien, ada tidaknya
demam, asimetri wajah, pembengkakan, diskolorisasi, warna kemerahan, bekas luka
ekstra oral atau sinus tract, pembengkakan kelenjar limfe fasial atau servical.
Pemeriksaan intra oral meliputi:
1. Jaringan lunak: melakukan pemeriksaan visual dan digital pada rongga mulut.
Pemeriksaan umumpada bibir, mukosa oral, pipi, lidah palatum, dan otot-otot.
Pemriksaan perubahan warna, inflamasi, ulserasi, dan pembentukan sinus tract pada
mukosa alveolar dan attached gingiva. Adanya sinus tract biasanya menunjukan
adanya pulpa necrotik/suppurative apical periodontitis atau abses periodontal.
2. Gigi geligi: pemeriksaan diskolorisasi,fraktus, abrasi, erosi, karies, restorasi yang besar
dan lain-lain. Test klinikal bisa dilakukan melalui pemeriksaan visual yang biasanya
menggunakan alat: kaca mulut dan ekplorer, yang berguna untuk memeriksa

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
442
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

karies,karies rekuren, keterlibatan pulpa, fraktur mahkota dankerusakan restorasi.


Pencatatan odontogram
Langkah –langkah pemeriksaan intra oral adalah pemeriksaan status gigi
geligi.pemeriksaannya berupa test klinikal yang meliputi:
1. Pemeriksaan visual
 Alat: kaca mulut dan eksplorer
 Guna: memeriksa karies, karies rekuren,keterlibatan pulpa,fraktur mahkota dan
kerusakan restorasi
2. Test perkusi
 Guna: menetukan adanya patosis pulpa dan jaringan periapikal
 Cara: mengetuk permukaan insisal atau oklusal dengan ujung pegangan kaca
mulut yang diletakan paralel dengan sumbu/ aksis gigi
 Hasil (+) tajam = inflamasi periapikal
 Hasil (+) ringan –sedang = inflamasi periodontal ligamen
3. Test palpasi
 Guna: menentukan adanya proses inflamasi yang sudah periapikal
 Interpretasi: ( +) = inflamasi sudah mencapai tulang mukosa regio apikal gigi
 Tehnik: melakukan tekanan ringan pada mukosa sejajar dengan apeks gigi.
4. Test vitalitas pulpa
Test vitalitas gigi hanya dapat memberikan informasi bahwa masih ada jaringan syaraf
yang mengantar impuls sensori,bukan menunjukan bahwa pulpa masih normal.
 Stimulasi dentin secara langsung: tehnik harus dilakukan pada dentin yang
terbuka. karies harus di bersihkan dari debris terlebih dahulu kemudian lakukan
goresan dengan sonde pada dasar pulpa.
 Test kavitas: lakukan preparasi pada dentin tanpa anestesi dan menggunakan bur
yang tajam. Gigi vital ada sensasi rasa sakit yang tajam. Bila tidaksakit berarti gigi
sudah non vital.
 Test thermal dingin. Metode yang di gunakan es,CO2, ( es kering) , bahan
pembeku ( ethyl chloride)
 Test thermal panas: metode yang digunakan gutta percha
 Test mobiliti ,metoda dengan jari telunjuk diletakan dilingual gigi dantekan ujung
insisal atau bukaldengan pegangan kaca mulut secara bersamaan.

D. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut pada individu/ kelompok berkebutuhan khusus;
Secara umum tujuan diadakannya Penjaringan Kesehatan anak sekolah adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik secara optimal dan secara khusus
bertujuan untuk mendeteksi dini masalah kesehatan anak didik, tersedianya data atau
informasi untuk menilai perkembangan kesehatan peserta didik, maupun menjadi
pertimbangan dalam penyusunan program pembinaan kesehatan sekolah.Langkah–
langkah penjaringan:
1. Dinas kesehatan kabupaten menugaskan kepada puskesmas untuk melaksanakan
penjaringan kesehatan gigi peserta didik di wilayah kerjanya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
443
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

2. Dinas kesehatan kabupaten melaksanakan koordinasi dengan lintas sektoral


terkait ( dinas pendidikan dan kementerian agama kabupaten untuk memberikan
informasi ke sekolah terkait penjaringan kesehatan gigi antara lain:
a. Kesepakatan penjaringan kesehatan anak sekolah
b. Identifikasi kebutuhan operasional ( tenaga, sarana, dana dan lain-lain)
c. Persiapan pelaksanaan: jumlah sekolah, jumlah peserta didik
3. Selanjutnya koordinasi TK kecamatan oleh kepala puskesmas dengan tim pembina
UKS di kecamatan dan kepala sekolah: inventarisasi data jumlah sekolah, jumlah
peserta didik,rencana kerja, jadwal, tenaga pelaksana dan pelaksanaan kegiatan.
4. Koordinasi tingkat sekolah: tenaga kesehatan puskesmas hadir pada saat MOS
disekolah: sosialisasi penjaringan kesehatan kepada guru, peserta didik kelas 1
penyuluhan kesehatan.
5. Selanjutnya pelaksanaan kegiatan penjaringan kesehatan dilaksanakan.
Dari pelaksanaan penjaringan kesehatan, akan didapatkan data tentang situasi/kondisi
kesehatan gigi dan mulut peserta didik baru, sebagai bahan intervensi selanjutnya. Status
kesehatan gigi dan mulut peserta didik yang dapt dilihat dari hasil penjaringan
diantaranya adalah index DMF-T/def-t, OHI-S, PTI dan lain-lain. Untuk anak usia 12 tahun
hasil penjaringan tersebut dapat dibandingkan dengan indikator kesehatan gigi dan mulut
yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan, yaitu bahwa kondisi kesehatan gigi dan
mulut di nyatakan baik apabila anak usia 12 tahun memiliki:
1. IndexDMF-T < 3
2. OHIS < 1,2 (kriteria baik)
3. PTI (F/DMF-T) > 50%
Adapun penjelasan point- point di atas adalah sebagai berikut;
1. DMF – T adalah ukuran untuk tingkat keparahan dari kerusakan gigi geligi dengan
kriteria sebagai berikut.
a. D (decay) = gigi karies
b. M(missing) = gigi yang di cabut karna karies
c. F (filling) = gigi yang sudah di tumpat/di tambal
d. T (teeth) = gigi
2. OHIS (Oral Hygiene Index Symplified)
Nilai / skor yang menggambarkan status kebersihan gigi dan mulut seseorang.Dalam
melakukan pemeriksaan OHI-S terdapat gigi indeks yang akan dilakukan pengukuran
menurut Greene&Vermillion, yaitu:
 Gigi 16 pada permukaan bukal
 Gigi 11 pada permukaan labial
 Gigi 26 pada permukaan bukal
 Gigi 36 pada permukaan lingual
 Gigi 31 pada permukaan labial
 Gigi 46 pada permukaan lingual

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
444
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Melalui pemeriksaan OHI-S kita akan melihat nilai debris dan calculus pada gigi
seseorang. Adapun nilai/ skor dari pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Debris indek
Adalah Skor dan endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang
melekat pada gigi penentu.

Skor Kondisi
0 Tidak ada debris atau stain
1 Plak menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal atau
terdapat stain ekstrinsik dipermukaan yang diperiksa
2 Plak menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang
diperiksa
3 Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa

b. Kalkulus indek
Adalah skor dari endapan keras (karang gigi) yang terjadi karena debris yang
mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu.

Skor Kondisi
0 Tidak ada kalkulus
1 Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan
servikal yang diperiksa
2 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3
permukaan yang diperiksa, atau ada bercak-bercak kalkulus
subgingiva di sekeliling servikal gigi
3 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 2/3 permukaan atau ada
kalkulus subginggiva yang kontinu disekeliling servikal gigi.

c. Kriteria OHI-S
Kriteria Nilai
Baik 0 – 1,2
Sedang 1,3 – 3,0
Buruk 3,1 – 6,0

3. PTI (perpormance treathment Index)


Jumlah gigi yang mendapatkan penambalan di banding dengan jumlah yang
mengalami kerusakan, hilang dan perbaikan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
445
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

E. Penilaian Diet Kariogenik;


Pengertian diet kariogenik:
Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi.
Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah
hancur di dalam mulut. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya
karies gigi ada kaitanya dengan pembentukan plak. Plak terbentuk darisisa makanan
yang melekat di gigi dan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi
asam sampai PH 4,5.Penilaian diet kariogenik adalah suatu analisa dengan cara
wawancara dan menyimpulkan hasil dari penilaian diet caries.
Kariogenitas suatu makanan tergantung:
1. Bentuk fisik
Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah
hancur.
Mikroorganisme yang aktif menyebabkan karies gigi adalah: streptococcus
mutans, streptococcus sanguis, streptococcus salivarius.
Karbohidrat yang dapat menyebabkan karies dentis bersifat:
 Ada dalam diet dalamjumlah yang berarti
 Siapdifermentasi oleh bakterikariogenik
 Larut secara perlahan-lahan dalammulut
2. Jenis
Karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah polisakarida,
disakarida, monosakarida, dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang
lebih efesien terhadappertumbuhan mikroorganismeasidogenik dibanding
karbohidrat lain.
3. Frekuensi konsumsi
Frekuensi makandan minum tidak hanya menentukan timbulnya erosi tetapi juga
kerusakan karies.
Hal-hal yang dapat meningkatkan karies gigi adalah
 Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies
 Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika di konsumsi
dalambentukyang lengket
 Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan yang
manis dan lengket di tingkatkan
 Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan
 Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan makananan yang
manis dan lengket dari bahan makanan
Faktor yang mempengaruhi terjadinya karies:
 Host: tuan rumah  email gigi
 Agen: mikroorganisme  sterptococus mutan
 Substrat: diet, kencenderungan makan makanan yang manis-manis
 Waktu: secara umum karies berjalan dari 6 - 48 bulan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
446
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

F. Aplikasi detector caries;


Adalah suatu proses pengukuran faktor risiko karies pada individu/ kelompok/
masyarakat untuk mengetahui berapa besar resiko terjadinya karies sehingga dapat
dilakukan upaya-upaya pencegahan.
Karies manajemen dengan penilaian risiko termasuk mendeteksi karies lesi pada tahap
awal klinis mungkin (idealnya sebelum kavitasi) untuk menghentikan atau
membalikkan karies memproses dengan remineralisasi dan modifikasi biofilm dan
penggunaan minimal invasif gigi melestarikan teknik restoratif jika kavitasi harus
terjadi.
Risiko karies pada setiap orang memang tidak sama, bahkan tidak tetap seumur hidup
oleh karena hal ini dapat berubah apabila pasien melakukan tindakan pencegahan
karies baik oleh dirinya sendiri maupun yang dilakukan tenaga kesehatan. Manfaat
dilakukan pemeriksaan faktor risiko adalah bahwa tindakan pencegahan dapat
ditujukan langsung kepada orang yang mempunyai risiko tinggi terhadap karies. Oleh
karena itu, dalam upaya menjalankan pencegahan, setiap dokter gigi perlu mengetahui
tentang status risiko pasiennya sehingga mereka dapat menentukan apakah pasien
berisiko tinggi atau rendah. Setelah itu baru ditentukan diagnosis dan rencana
perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien sehingga diharapkan tidak akan timbul
lagi karies di masa yang akan datang.

G. Pengukuran konsistensi saliva


Pengertian Saliva
Saliva adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-kelenjar ludah
tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah dekat langit-langit.
Saliva mengandung 99,5% air dan 0.5% bermacam-macam yaitu ada zat-zat seperti
kalsium (zat kapur), fosfor, natrium, magnesium dan lain-lain. Mucyn adalah bahan
yang dapat menyebabkan sifat air menjadi kental dan licin. Sedangkan amylase adalah
enzim yang dapat memecah zat tepung menjadi zat tepung lainnya yang lebih halus
dengan tujuan mencernanya, sehingga nantinya dapat diserap oleh didnding usus
halus. Enzim adalah bahan yang dapat atau memang bertugas untuk mempercepat
suatu reaksi bahan seperti halnya memecah bahan lain, tetapi kandungan dan sifat dari
enzim itu sendiri tidak berubah dari aslinya (Ircham, dkk, 1993).
Fungsi Saliva
Saliva dapat melindungi jaringan di dalam rongga mulut dengan berbagai cara, yaitu:
1. Pembersihan mekanis, yang dapat menghasilkan pengurangan akumulasi plak.
2. Pelumuran elemen gigi geligi, yang akan mengurangi keausan oklusi yang
disebabkan oleh daya pengunyahan.
3. Pengaruh buffer, sehingga naik-turunnya derajat keasaman (pH) dapat ditekan
dan dikalsifikasi elemen gigi dapat dihambat.
4. Agresasi bakteri yang dapat merintangi kolonisasi mikroorganisme.
5. Aktivasi anti bakterial sehingga menghalang-halangi pertumbuhan bakteri
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-
sisamakanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai anak
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
447
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi peningkatan sedikit.
Tidak hanyaumur, beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan berkurangnya aliran
saliva. Padaindividu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan
meningkat secarasignifikan.
Pengukuran konsistensi saliva pada pasien dapat dilakukan dengan cara: menekan
dasar mulut dengan kaca mulut terus di angkat keatas. Apabila saliva tidak terangkat
berarti saliva encer dan apabila terangkat mengalir berarti kental.
Saliva yang normal adalah yang tidak kental sehingga mirip seperti air, sedangkan saliva
yang kental dan banyak buih mengindikasikan bahwa ada kelainan pada kekentalan
saliva.
Kriteria Kekentalan/ Viskositas Saliva.
a. Kriteria Baik (watery/ clear) jika saliva:
 Bening
 Cair
 Tidak berbusa, bila berbusa tapi masih mengalir seperti air masih dikatakan
normal
 Bila gelas dimiringkan, saliva langsung mengalir cepat seperti air
b. Sedang (frothy/ bubly) jika Saliva:
 Putih
 Berbusa
 Bila gelas dimiringkan, saliva langsung mengalir perlahan
c. Buruk, jika saliva:
 Lengket
 Putih
 Berbusa
 Bila gelas dimiringkan, saliva hampir tidak mengalir

H. Melakukan pengukuran PH saliva.


PH Saliva
Keasaman saliva dapat diukur dengan satuan pH. Skala pH berkisar 0-14, dengan
perbandingan terbalik, di mana makin rendah nilai pH makin banyak asam dalam
larutan. Sebaliknya, meningkatnya nilai pH berarti bertambahnya basa dalam larutan.
Pada pH 7, tidak ada keasaman atau kebasaan larutan, dan disebut netral. Air ludah
secara normal sedikit asam pHnya 6,5; dapat berubah sedikit dengan perubahan
kecepatan aliran dan perbedaan waktu dalam sehari, titik kritis untuk kerusakan gigi
adalah 5,7; dan ini terlampaui sekitar 2 menit setelah gula masuk dalam plak (Bestford,
1996).
Menurut Amerongen (1991) derajat asam saliva dipengaruhi oleh perubahan seperti:
1. Irama siang dan malam
2. Diet kaya karbohidrat akan menaikkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-
bakteri mulut dan menurunkan kapasitas buffer, sedangkan diet kaya protein
mempunyai efek menaikkan karena protein sebagai sumber makanan bakteri.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
448
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

3. Perangsang kecepatan sekresi saliva, misalnya mengunyah permen karet dan


menaikkan kapasitas buffer.
Syarat- syarat sebelum pengukuran PH saliva:
 Tidak diperbolehkan untuk makan dan minum , sikat gigi, merokok, selama 1 jam
sebelum pemeriksaan
 Waktu ideal pengukuran jam 09.00-11.00
Faktor yang mempengaruhisaliva
 Kadar fosfat dan kasium dalam saliva
 Banyaknya bakteri streptococus mutan dalam mulut
 Merokok
Pengukuran PH Saliva dengan Kertas Lakmus
 perendaman kertas dalam saliva selama 10 detik
 lihat perubahan warna
 merah: asam ph 5
 hijau: basa ph 7,8

Pokok Bahasan 2.
PELAKSANAAN PENEGAKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN GIGI
A. Identifikasi diagnosa/masalah keperawatan gigi pada individu,
kelompok/masyarakat berkebutuhan khusus;
Diagnosa keperawatan gigi merupakan keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
449
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat gigi secara akuntabilitas dapat


mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan,membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien ( carpenito,
2000; Gordon,1976 dan NANDA). Diagnosa keperawatan memberikan terapi yang
pasti dimana perawat bertanggung jawab di dalamnya (kim et al, 1984)
Komponen diagnosa keperawatan gigi ada tiga (3) komponen yang esensial
dalamdiagnosa keperawatan yang telah di rujuk sebagai bentuk PES ( Gordon, 1987).
’P’ diidentifikasi sebagai problem/ masalah kesehatan, ’E’ menunjukan etiologi
/penyebab dari problem, ’S’ menggambarkan signs/sekelompok tanda dan gejala atau
apa yang dikenal sebagai batasan karakeristik. Ketiga bagian ini dipadukan dalam
suatu peryataan denganmenggunakan yang berhubungandengan: problem yang
berhubungan dengan etiologi dibuktikan oleh tanda-tanda dan gejala ( batasan
karakteristik). Daripemeriksaan ini akan didapat daftar masalah setelah melakukan
pengkajian sehingga di ketahui diagnosa / masalah keperawatan gigi.
Diagnosa keperawatan gigi adalah proses identifikasi perilaku kesehatan klien
(pasien) serta masalah-masalah aktual dan potensi-potensi masalah kesehatan gigi di
mana perawat gigi dapat melakukan perawatannya.Formulasi diagnosa keperawatan
gigi menurut wilkins (2005) adalah sebagai berikut:
• Fokus pada kebutuhan pasien
• Menguraikan masalah-masalah aktual dan juga potensi-potensi masalah (faktor
risiko) yang dapat dicegah, diminimalisir, atau dihilangkan dengan perawatan
mandiri ataupun rujukan (kerjasama dengan dokter gigi)
• Merupakan identifikasi kondisi pasien atau potensi-potensi timbulnya risiko
masalah/penyakit pada pasien
• Menguraikan Secara Detail (Khusus) Faktor-faktor Yang Dapat Menyebabkan
Terjadinya Masalah/Penyakit Tersebut, Termasuk Di Dalamnya: Faktor
Lingkungan, Fisiologis,psikologis, Sociokultural, Kepercayaan Yang Berkaitan
Dengan Kondisi Kesehatan Giginya
• Memperlihatkan Masalah Dan Penyebabnya
Contoh formulasi menurut wilkins:
Penyebab (Faktor2 risiko dan
MASALAH
etiology
Bau Mulut (Halitosis) Sehubungan dengan Penumpukan plak dalam
rongga mulut
Abrasi di daerah Sehubungan dengan Cara menyikat gigi yang tidak
servikal tepat
Karies Sehubungan dengan Penumpukan plak yang tidak
dibersihkan, kurangnya
pemeliharaan kesehatan gigi
Pendarahan pada Sehubungan dengan Penumpukan plak diseputar
gusi margin gingiva

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
450
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Diagnosa kesehatan gigi dan mulut bagi perawat gigi:

1. Tidak terpenuhinya kebutuhan 2. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan


akan kesan wajah yang sehat bebas dari rasa nyeri pada leher dan
(adanya pernyataan/ ekspresi kepala akibat adanya:
ketidak puasan terhadap  sakit, nyeri, linu, pada extra/ intra
penampilan diri sendiri oral
sehubungan dengan kondisi: *)  lain – lain ……………….
Gigi geligi / Gingiva / Profil Wajah /
Nafas
Lain – lain …………….

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan 4. Tidak terpenuhinya kondisi biologis


akan bebas dari kecemasan/ stress gigi geligi yang baik (terlihat
(Pasien mengeluh/ terlihat): adanya/pasien melaporkan):
 Cemas terhadap pemeriksaan /  kesulitan mengunyah
perawatan yang akan  gigi palsu/ pesawat orto yang
dilakukan tidak baik
 Adanya kebiasaan buruk  tambalan yang tidak baik
seperti bruxism/ menggigit  gigi karies/ kelainan
benda, mengkonsumsi obat-  gigi hilang
obatan/ narkoba  abrasi/ erosi

5. Integritas (keutuhan) jaringan 6. Tidak terpenuhinya kebutuhan untuk


kulit, mukosa dan membrane pada bertanggung jawab akan kesehatan
leher dan kepala (terlihat adanya): gigi dan mulutnya sendiri:
Lesi extra/ intra oral,  adanya plak dan kalkulus
pembengkakan, radang gusi, (kebersihan gigi dan mulut yang
perdarahan gusi, poket gusi > buruk)
4mm, xerostomia, lain – lain  tidak adanya pengawasan/
……….. pendidikan dari orang tua
mengenai kesehatan gigi dan
mulut
 tidak pernah memeriksakan gigi
dan mulut

7. Tidak terpenuhinya kebutuhan 8. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan
akan perlindungan dari risiko pengetahuan/ pemahaman akan
kesehatan gigi dan mulut: kesehatan gigi dan mulut yang baik:
Adanya potensi luka/ trauma, risiko  tidak mengetahui pentingnya
pekerjaan, lain –lain ………. kesehatan gigi dan mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
451
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

B. Pemantauan hasil pemeriksaan resiko karies dalam rangka identifikasi diagnosis


hasil pemeriksaan resiko caries.
Pemantauan adalah kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan
sesuai dengan prinsip dan prosedur program atau tidak. Kegiatan ini dilakukan di
seluruh tahapan kegiatan program, sejak pelatihan dan sosialisasi, perencanaan,
pemasaran sosial, pelaksanaan dan pemeliharaan. Pelaku pemantauan adalah
masyarakat, perangkat pemerintah di berbagai tataran, konsultan, fasilitator,
lembaga donor, dan lain-lain.
Manfaat dari pemantauan adalah: Untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan kegiatan.
Input untuk evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan program
Dasar pembinaan atau dukungan teknis kepada pelaku program dan masyarakat.
Analisis resiko karies dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Penilaian diet kariogenik
2. Aplikasi detector caries
3. Pengukuran konsistensi saliva
4. Pengukuran PH saliva
Dari beberapa tahapan diatas, maka akan didapatkan beberapa kesimpulan
berkenaan dengan analisis resiko karies pada pasien yang dilakukan pemeriksaan.
Adapun beberapa hasil dari pemeriksaan analisis resiko karies adalah sebagai berikut:

FAKTOR
RISIKO TINGGI RISIKO RENDAH
RISIKO
Plak Plak banyak, berarti banyak Plak sedikit, jumlah bakteri
bakteri yang dapat memproduksi yang memproduksi asam juga
asam (pH berkurang, oral higiene baik
rendah, demineralisasi)
Bakteri Bakteri kariogenik banyak, Bakteri kariogenik sedikit
sehingga menyebabkan pH
rendah, plak mudah melekat
Pola makan Konsumsi karbohidrat tinggi Konsumsi karbohidrat rendah,
terutama sukrosa, makanan yang dan diet makanan yang tidak
mudah melekat  pH rendah mudah melekat
dalam waktu lama
Sekresi Aliran saliva berkurang Sekresi saliva yang optimal,
saliva mengakibatkan gula bertahan sehingga dapat membantu
dalam waktu membersihkan
lama  daya proteksi saliva sisa-sisa makanan
menurun

Bufer Bufer saliva rendah akan Kapasitas bufer yang optimal,


saliva mengakibatkan pH rendah dalam pH rendah hanya sementara
waktu lama
Fluor Tidak ada pemberian fluor Mendapat aplikasi fluor
 remineralisasi berkurang sehingga remineralisasi
meningkat

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
452
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pemantauan hasil analisa karies adalah proses melihat dan mengevaluasi pelaksanaan
perumusan dan rekomendasi hasil analisa resiko karies, apakah sudah sesuai dengan
prosedur, serta apakah rekomendasi sudah tepat dan sesuai dengan hasil rumusan
yang ditetapkan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan proses analisa resiko
karies berjalan sesuai prosedur dan keilmuan yang berlaku, sehingga pada akhirnya
dapat membantu pasien mengurangi resiko terjadinya karies.

Pokok Bahasan 3.
PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT PADA
INDIVIDU, KELOMPOK/ MASYARAKAT BERKEBUTUHAN KHUSUS.
Setelah diketahui diagnosa/ masalah keperawatan gigi segera di susun rencana pelayanan
apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut baik promotif, preventif
maupun kuratif sederhana, kemudian waktu yang diperlukan serta alat bahan yang di
gunakan.
Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah
pada gigi pasien. Jenis perencanaan yang dilakukan dapat mempertimbangkan hal-hal
dibawah ini:
1. Tindakan promotif terdiri dari penyuluhan dan membimbing cara menyikat gigi yang
benar
2. Preventif terdiri dari pembersihan karang gigi,oral propilaksis, pengolesan larutan
fluor, dan fissure sealant.
3. Tindakan kuratif sesuai kompetensi perawat gigi yaitu meliputi penambalan gigi 1
bidang dan 2 bidang, serta pencabutan gigi susu dan gigi permanent akar tunggal.
Apabila di temukan kasus yang memerlukan perawatan diluar kompetensi perawat
gigi, maka pasien harus di rujuk ke dokter gigi.
Dalam melakukan penyusunan rencana kerja, ada beberapa langkah-langkah pelaksanaan
pelayanan asuhan yang dapat dipertimbangkan, yaitu:
1. Menentukan kelompok sasaran, sesuai kebijaksanaan program kesehatan gigi dan
mulut
2. Konsultasi dengan pimpinan
3. Mengadakan pendekatan dengan lintas program dan lintas sektor terkait
4. Melakukan pengumpulan data
5. Analisa data dan informasi untuk membuat rencana kerja
6. Menyusun rencana kerja dan konsultasi dengan unsur kerja
7. Melaksanakan pelayanan asuhan
8. Pemantauan kegiatan pelayanan asuhan
9. Penilaian
10. Pembinaan dan pengembangan
Hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana perawatan adalah sebagai berikut:
• Ditujukan Untuk Memenuhi Kebutuhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pasien (Klien)
• Berdasarkan Keseluruhan Data Yang Dikumpulkan Pada Waktu Proses Pengkajian

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
453
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pokok Bahasan 4.
PELAKSANAAN IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT
Pengertian implementasi adalah melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah di tentukan
dari diagnosa /masalah keperawatan gigi yang ada. Hal yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan intervensi/implementasi asuhan keperawatan gigi adalah:
• Prinsip: Evidence Based / Berbasis Bukti
• Ditujukan Untuk Memenuhi Kebutuhan Klien/Pasien Sesuai Dengan Diagnosa Yang
Ditetapkan
• Dilaksanakan Dengan Tiga (Salah Satu Atau Tiga-tiganya) Kategori Intervensi:
 Tindakan Klinis
 Konseling
 Intruksi?Intervensi Perawatan Di Rumah
Implementasi atau intervensi yang dilakukan perawat gigi ahli pertama adalah sebagaai
berikut:
A. Komunikasi therapeutik.
Adalah komunikasi yang dilakukan untuk mengkondisikan pasien mengerti bahwa
dirinya bermasalah dan siap untuk mendapatkan pelayanan asuhan keperawatan gigi.
Komunikasi terapeutik dapat juga diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan
patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam
memperbaiki klien dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman
belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosi klien.
Perawat yang terapeutik berarti melakukan interaksi dengan klien, interaksi tersebut
memfasilitasi proses penyembuhan. Sedangkan hubungan terapeutik artinya suatu
hubungan interaksi yang mempunyai sifat menyembuhkan, dan berbeda dengan
hubungan sosial. Therapeutic intimacy merupakan hubungan saling menolong
(helping relationship) antara perawat-klien. Hubungan ini dibangun untuk
keuntungan klien, sementara hubungan sosial dirancang untuk memenuhi kebutuhan
kedua belah pihak
Dengan profesi sebagai perawat, maka menjadi terapeutik adalah suatu hal wajib
dilakukan dan diharapkan akan akan memberikan kontribusi dalam melakukan
pelayanan kesehatan/keperawatan kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti
menjadikan diri perawat sebagai sarana untuk memfasilitasi proses penyembuhan
dalam hal ini perawat menggunakan komunikasi terapeutik sebagai sarananya
Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun hubungan dan
mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
1. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang
keluarga, budaya dan keunikan tiap individu.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
454
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

2. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan
harga diri klien.
3. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih
dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative
pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik adalah:
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2. Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4. Kerahasiaan klien harus dijaga.
5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6. memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat.
7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar
rasional.
8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang
sangat menarik klien.
9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik.

B. Pembersihan karang gigi:


Tindakan mengambil/mengangkat endapan/kotoran/ plak yang dibiarkan lama hingga
mengalami mineralisasidan melekat erat pada permukaan gigi. Pembersihan karang
gigi bertujuan untuk:
1. Mencegah bau mulut
2. Mencegah terjadinya radang gusi
3. Mencegah gigi goyang
4. Menambah percaya diri
5. Mengembalikan fungsi pengunyahan
Prosedur
1. Persiapan alat
a. Set diagnostik
b. Scaler manual
c. Scaler Ultrasonik
d. Contra angle low speed
2. Persiapan bahan dan obat
a. Sarung tangan
b. Masker
c. Gelas kumur
d. Sution tip dispossible

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
455
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

e. Brush nilorr
f. Povidine iodine 10%
g. Chlorhexidine 5%
h. Pumice/pasta prophylaksis
3. Pelaksanaan Tindakan
a) Ucapkan salam dan perkenalkan diri
b) Pastikan identitas pasien
c) Lakukan anamnesa
d) Lakukan pengukuran tanda – tanda vital
e) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
f) Lakukan persetujuan tindakan asuhan keperawatan gigi.
g) Pasang slaberche pada pasien.
h) Pakai masker
i) Cuci tangan
j) Pakai sarung tangan
k) Siapkan alat-alat dan dekatkan pasien
l) Persilahkan pasien berkumur chlorhexidine 5%.
m) Lakukan pembersihan karang gigi per rahang dimulai dari rahang atas
terlebih dahulu kemudian rahang bawah.
n) Lakukan penyikatan dan pemolesan menggunakan brush nilorr yang telah
dibubuhi pumice.
o) Pasien diminta berkumur menggunakan obat kumur yang mengandung
chlorhexidine 5%.
p) Bersihkan area kerja intra dan ekstra oral
q) Rapihkan peralatan dan lakukan dekontaminasi untuk selanjutnya dilakukan
proses sterilisasi.
r) Buang sampah infeksius ke dalam plastik kuning dan sampah non infeksius
ke dalam plastik hitam. B3( bahan berbahaya dan beracun) ke dalamp lastik
coklat. Bahan sitostatika kedalam kantong ungu. Bahan daur ulang ke plastic
putih
s) Cuci tangan setelah berkontak dengan pasien dan area pelayanan.
t) Berikan pendidikan kesehatan gigi dan ucapkan terimakasih.
u) Dokumentasikan pada catatan perawat

C. Evaluasi kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada individu /kelompok
berkebutuhan khusus
Penyuluhan kesehatan gigi adalah upaya-upaya yang di lakukan untuk merubah
perilaku seseorang, sekelompok orang atau masyarakat sedemikian rupa sehingga
mempunyai kemampuan dan kebiasaan berperilaku hidup sehat di bidang kesehatan
gigi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
456
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Tujuan dilakukan penyuluhan adalah:


1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan gigi.
2. Membangkitkan kemauan dan membimbing masyarakat dan individu untuk
meningkatkan dan melestarikan kebiasaan memelihara diri dalam bidang
kesehatan gigi dan mulut sehingga:
a. Mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut sendiri dan keluarga.
b. Mampu menjalankan upaya untu mencegah terjadinya penyakit gigi dan
mulut, serta menjelaskan kepada keluarganya tentang memelihara kesehatan
gigi.
c. Mampu mengenal keahlian dalam mulut sedini mungkin kemudian mencari
sarana pengobatan yang tepat dan benar
Setelah pelaksanaan penyuluhan, maka proses selanjutnya adalah melakukan evaluasi
dari hasil pelaksanaan penyuluhan tersebut. Evaluasi yang dapat dilakukan pasca
penyuluhan adalah:
1. Evaluasi pelaksanaan penyuluhan, apakah sudah sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan, kandungan materi apakah sesuai dengan yang tercantum dalam
Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
2. Evaluasi tujuan penyuluhan, apakah sasaran sudah memahami materi yang
disampaikan
3. Penilaian terhadap perubahan perilaku dari hasil penyuluhan dilakukan enam bulan
sekali disesuaikan dengan tenaga yang ada.

D. Penerimaan konsultasi dari tenaga kesehatan lain


Pengertian konsultasi adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan
(nasihat, saran,dsb) yang sebaik-baiknya. Konsultasi kesehatan adalah perundingan
antara pemberi dan penerima kesehatan yang bertujuan mencari penyebab timbulnya
penyakit dan menentukan cara pengobatanya.
Perawat gigi ahli sesuai kewenangannya dapat menerima konsultasi dari tenaga
kesehatan lain yang memerlukan. Selanjutnya perawat gigi ahli dapat memberikan
bimbingan dan masukan atas berbagai permasalahan kesehatan gigi dan mulut pasien
dengan tujuan agar dapat mengatasi penyakit gigi dan mulutnya dan dapat mencegah
terjadinya penyakit gigi dan mulut
E. Evaluasi program Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM)
Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) adalah suatu program yang ditujukan untuk
meningkatnya kesadaran, kemauan, kemampuan dan peran serta masyarakat/ keluarga
dalam pemeliharaan diri kesehatan gigi dan mulut (self care). UKGM ditujukan pada
kelompok masyarakat tertentu seperti: Ibu hamil, anak pra sekolah, lansia dan
masyarakat pada umumnya. Pelaksanaan UKGM bisa secara mandiri atau terintegrasi
dengan program lain seperti posyandu dan posbindu.
Evaluasi adalah proses penilaian, atau dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan
evektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan organisasi/institusi.
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis
situasi program berikutnya.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
457
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pelaksanaan evaluasi program UKGM meliputi:


1. Evaluasi pelaksanaan UKGM berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan
2. Evaluasi dari sisi teknis pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui apakah tahapan
UKGM telah semua dilakukan. Bagaimana kegiatan promotif dan preventif,
pemeriksaan sederhana, konsultasi serta rujukan yang telah diaplikasikan pada
program ini
3. Evaluasi hasil pelaksanaan UKGM, seperti bagaimana pengetahuan sasaran,
kemampuan sasaran dalam pelihara diri serta kemauan mengikuti saran atau
petunjuk tenaga kesehatan.

F. Evaluasi pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut


Pelatihan Kader adalah proses alih pengetahuan dan keterampilan tentang kesehatan
gigi dan mulut kepada kader kesehatan (guru, dokter kecil, kader posyandu) agar
mereka dapat berperan serta aktif dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan
pencengahan penyakit gigi.
Maksudnya agar kader mampu dan mau:
1. Memberikan peyuluhan dan memotivasi masyarakat untuk dapat berprilaku sehat.
2. Melakukan deteksi dini.
3. Melakukan pengobatan darurat sederhana.
4. Mampu melakukan rujukan.
Evaluasiadalah proses penilaian, atau dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan
evektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan organisasi/institusi.
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis
situasi program berikutnya.
Terdapat urutan atau proses yang mendasari sebelum melakukan evaluasi, yakni:
1. Mengembangkan konsep dan mengadakan penelitian awal.] Konsep perlu
direncanakan secara matang sebelum diadakan eksekusi pesan dan perlu diadakan
uji coba untuk mengecek kesesuaian antara draft yang dibuat dengan eksekusi
pesannya.
2. Dengan uji coba yang dilakukan, pengevaluasi mencoba mencari tanggapan dari
khalayak. Tanggapan dari khalayak ini penting untuk mengukur efektifitas pesan
yang disampaikan.
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir
(posttest).Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep
dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang
diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk
analisis situasi berikutnya.
Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Evaluasi yang diadakan di
dalam ruangan pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan
sampel akan dijadikan sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari
metode ini kurang dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar
ruangan akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
458
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan sekitar. Realisme


dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai
evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni
menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan,
memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk
mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan
menyampaikan hasil penelitian.
Evaluasi yang dapat dilakukan pasca pelatihan kader adalah:
1. Evaluasi pelaksanaan pelatihan kader, apakah sudah sesuai dengan jadwal,
kandungan materi apakah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
2. Evaluasi tujuan pelatihan, apakah sasaran sudah memahami materi yang
disampaikan
3. Penilaian terhadap perubahan perilaku dari hasil pelatihan dilakukan enam bulan
sekali disesuaikan dengan tenaga yang ada

Pokok Bahasan 5.
PELAKSANAAN DOKUMENTASI DAN EVALUASI PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN
GIGI DAN MULUT
A. Pendokumentasian kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya bahan pustaka baik berupa
tulisan atau rekaman. Dokumentasi merupakan suatu catatan otentik atau semua
warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum.
Pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau peristiwa dan objek maupun
aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
Tujuan pendokumentasian
1. Sebagai sarana komunikasi Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan
lengkap dapat berguna untuk: a. Membantu koordinasi asuhan
keperawatan/kebidanan yang diberikan oleh tim kesehatan. b. Mencegah
informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau
mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan
keperawatan/kebidanan pada pasien c. Membantu tim perawat/bidan dalam
menggunakan waktu sebaik-baiknya.
2. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat Sebagai upaya untuk melindungi
pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan/kebidanan yang diterima dan
perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka
perawat/bidan diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap
pasien.
3. Sebagai informasi statistik Data statistik dari dokumentasi
keperawatan/kebidanan dapat membantu merencanakan kebutuhan dimasa
mendatang, baik SDM, sarana, prasarana dan teknis.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
459
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

4. Sebagai sarana pendidikan Dokumentasi asuhan keperawatan/kebidanan yang


dilaksanakan secara baik dan benar akan membantu para siswa
keperawatan/kebidanan maupun siswa kesehatan lainnya dalam proses belajar
mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan membandingkannya, baik teori
maupun praktik lapangan.
5. Sebagai sumber data penelitian Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat
digunakan sebagai sumber data penetilian. Hal ini erat kaitannya dengan yang
dilakukan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan yang diberikan,sehingga
melalui penelitian dapat diciptakan satu bentuk pelayanan keperawatan dan
kebidanan yang aman, efektif dan etis.
6. Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan Melalui dokumentasi yang
dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan asuhan keperawatan/ kebidanan
yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kulaitas merupakan bagian dari
program pengembangan pelayanan kesehatan. Suatu perbaikan tidak dapat
diwujudkan tanpa dokumntasi yanh kontinu, akurat dan rutin baik yang dilakukan
oleh perawat / bidan maupun tenaga kesehatan lainnya. Audit jaminan kualitas
membantu untuk menetapkan suatu akreditasi pelayanan keperawatan /
kebidanan dalam mencapai standar yang telah ditetapkan.
7. Sebagai sumber data perencanaan asuhan keperawatan/kebidanan berkelanjutan
Dengan dokumntasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten mencakup
seluruh kegiatan keperawatan/kebidanan yang dilakukan melalui tahapan
kegiatan proses keperawatan kebidanan.

Prinsip – Prinsip Pencatatan / Dokumentasi


Prinsip pencatatan ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi isi maupun teknik pecatatan.
1. Isi pencatatan a. Mengandung nilai administratif b. Mengandung nilai hukum c.
Mengandung nilai keuangan d. Mengandung nilai riset e. Mengandung nilai
edukasi
2. Teknik pencatatan a. Menulis nama pasien pada setiap halaman catatan
perawata/bidan b. Mudah dibaca, sebaiknya menbggunakan tinta warna biru /
hitam c. Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu
dan dapat dipercaya secara faktual d. Ringkas, singkatan yang biasanya
digunakan dan dapat diterima, dapat dipakai. e. Pencatatan mencakup keadaan
sekarang dan waktu lampau. f. Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret
satu kali kemudian tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas.
Dilanjutkan dengan informasi yang benar “jangan dihapus”. validitas pemcatatan
akan rusak jika ada penghapusan. g. Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah
dilakukan dan bubuhi tanda tangan h. Jika pencatatan bersambung pada halaman
baru, tanda tangani dan tulis kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman
tersebut.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
460
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Jenis – Jenis Pencatatan


Ada dua jenis pencatatan, yaitu:
1. Catatan pasien secara tradisional Catatan pasien secara tradisional merupakan
catatan yang berorientasi pada sumber dimana setiap sumber mempunyai
catatan sendiri. Sumber bisa didapat dari perawat, dokter, atau tim kesehatan
lainnya.
2. Catatan berorientasi pada masalah Pencatatan yang berorientasi pada masalah
berfokus pada masalah yang sedang di alami pasien. Sistem ini pertama kali
diperkenalkan oleh dr. Lawrence Weed dari USA, Dimana dikembangkan satu
sistem pencatatan dan pelaporan dengan penekanan pada pasien tentang segala
permasalahannya. Secara menyeluruh sistem ini dikenal dengan nama“Problem
Oriented Method”. Problem Oriented Method (POR) merupakan suatu alat yang
efektif untuk membantu tim kesehatan mengidentifikasi masalah – masalah
pasien, merencanakan terapi, diagnosa, penyuluhan, serta mengevaluasi dan
mengkaji perkembangan pasien. POR adalah suatu konsep, maka disarankan
untuk membuat suatu format yang baku. Tiap pelayanan dapat menerapkan
konsep ini dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisis setempat.
Komponen dasar POR terdiri dari empat bagian yaitu: a. Data dasar b. Daftar
masalah c. Rencana d. Catatan perkembangan pasien.
Pendokumentasian kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut dilakukan
dengan metode/konsep SOAPIE, dimana:
S : subyektif, dari hasil anamnesa
O : obyektif, pendokumentasian dari hasil pemeriksaan extra oraldan intra oral,
psikologis, sosial, spiritual
A : analisa masalah keperawatan gigi
P : plan, rencana asuhan keperawatan gigi berdasar analisa masalah
I : implementasi, pelaksanaan rencana asuhan keperawatan gigi
E : evaluasi asuhan keperawatan gigi

B. Pengelolaan hasil pendokumentasian pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut


Adalah suatu proses yag dimulai dari proses perencanaan, pengaturan, pengawasan,
penggerak sampai dengan proses terwujudnya tujuan. Selain itu pengelolaan dapat
diartikan sebagai pengendalian dan pemanfaatan semua faktor sumber daya yang
menurut suatu perencana diperlukan untuk penyelesaian suatu tujuan kerja tertentu.
Pengelolaan hasil pendokumentasian adalaah proses mengendalikan dan
memanfaatkan hasil dokumentasi sehingga dapat terus terjaga dan dapat
mengahasilkan suatu informasi penting tentang pelaksanaan pelayanan asuhan yang
telah dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dilakukan.

C. Evaluasi hasil kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut


Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan gigi, Evaluasi adalah
kegiatan di sengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota team lainya, dengan tujuan untuk menilai apakah tujuan dalam rencana

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
461
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

keperawatan gigi tercapai atau tidak dan melihat tingkat keberhasilan dari tindakan
yang telah dilakukan sehingga dapat dillakuakan pengkajian ulang.
Penilaian keperawatan gigi adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien.
Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi adalah:
• Evaluasi ditujukan untuk memastikan tercapainya tujuan perawatan
• Evaluasi dilaksanakan melalui tindakan monitoring/ pengkajian /pemeriksaan
ulang
• Penilaian dilakukan pada setiap tindakan
• Hasil evaluasi segera di catat dan di komunikasikan pada pasien/ keluarga
• Evaluasi di lakukan sesuai standar

D. Pengelolaan hasil evaluasi kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Pengelolaan hasil
evaluasi pelayanan asuhan adalah proses mengendalikan dan mengawasi
pelaksanaan evaluasi perawatan yang dilakukan berdasarkan rencana perawatan
untuk menjamin kesesuaiannya dan dapat dijadikan dasar penentuan keberhasilan
tujuan perawatan dalam rangka pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan
mulut.

VIII. REFERENSI
1. Alkinson, (1990). Fundamental of Nursing : Concep and Practice, Mosby Adisson Wesle,
Toronto
2. Darby dan Wash 2003, Dental hygiene theory and practice. edition , , Saunders, Missouri
–USA
3. Depkes RI petunjuk teknis Pelaksanaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut
4. Wilkins EM 2005, Clinical practice of dental hyigienet 9edition, Lippincot Williams &
wilkin, Massachusetts- USA
5. Hurfst DP 2004, Dental practice tool kit
6. Forkom JKG se-Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
7. Gandifo 2006, Oral Medicine
8. Ibsen OAC 2000, Oral pathology for the dental hygienist
9. Bridge G 2006, Dental reception and practice management
10. Howe GL 1999, Pencabutan gigi geligi = The extraction of teeth
11. Muninjaya AG 2006, Manajemen Kesehatan, Jakarta
12. Muljantoro H 1999, Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut.
13. Syahlan JA 1999, Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut,Jakarta

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
462
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

IX. LAMPIRAN
1. Panduan Studi Kasus
2. Panduan Simulasi:
3. Odontogram
4. Kerangka acuan observasi lapangan
5. Petunjuk pengisiandaftar tilik penerapan standar pelayanan asuhan keperawatan gigi
6. Daftar tilikpelayanan asuhan keperawatan gigi jenjang ahli pada individu atau kelompok
berkebutuhan khusus

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
463
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 1.
Lembar Kasus
Panduan diskusi pengisian form asuhan keperawatan gigi
1. Peserta di bagi 5 kelompok
2. Masing- masing kelompok di bagi 1 kasus asuhan keperawatan gigi
3. Kasus tersebut untuk diselesaikan
4. Presentasikan hasil diskusi kelompok
5. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi

Contoh kasus asuhan keperawatan gigi


1. Tuan X. Tanggal lahir 15 januari 1980. Daftar dengan no. Rekam medik: 280 66 35 dengan
keluhan jatuh dari sepeda . terdapat luka di bibir dan berdarah . gigi 21, 22,23 goyang 0 2 . gigi
11 patah sampai sepertiga mahkota . membuka mulut 1 jari. Dan nyeri sekali. Ada sedikit
karang gigi. Tuan x tidak mempunyai kelainan sistemik. Tensi: 120/70mmhg nadi: 85x/menit
suhu: 35,90C pernafasan : 20x/ menit. Tinggi badan : 170 cm berat badan : 73kg
2. Nyonya A tanggal lahir 11 februari 1975. Daftar dengan no rekam medik: 234 44 59 di balai
pengobatan dengan keluhan ada benjolan di rahang bawah sejak 2 tahun yang lalu.awalnya
sebesar kacang hijau terus membesar sekarang sebesar telur ayam tidak nyeri tapi
tidaknyaman. Gigi 46 terdapat gigi berlubang telah mencapai pulpa. Gigi 1.6 berlubang kecil
di oklusal dan tidak nyeri. Terdapat gigi tiruan sebagian pada rahang atas. Tensi:
170/95mmhg. Nadi : 88x/menit. Suhu: 360C pernafasan : 20x/menit. Tinggi badan :155cm
berat badan: 60kg
3. Nyonya P tanggal lahir 2 november 1970 . Daftar dengan no rekam medik : 340 55 78 ke RS. Z
dengan keluhan luka gak sembuh-sembuh di lidah sebelah kiri. Mukosa bukal sebelah kanan.
Nyeri hilang timbul. Sudah berobat di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan tidak ada
perubahan. Gigi 46 sedang perawatan saluran akar. Terdapat karang gigi di rahang atas dan
rahang bawah. Tensi: 150/90mmhg nadi: 80x/menit suhu: 36,50C pernafasan: 18x/menit.
Tinggi badan :160cm berat badan: 50kg.
4. Nyonya B tanggal lahir 1 agustus 1990 . Daftar dengan no rekam medik : 400 65 77 ke RSGM
S dengan keluhan ada benjolan dibawah lidah akibat adanya sumbatan kelenjar ludah mayor.
Tidak nyeri awalnya sebesar biji kacang hijau lama kelamaan membesar. Terdapat bridge
pada gigi 45,46,47. Gigi 38 belum numbuh. Tensi : 110/60 mmhg nadi : 80x/menit suhu: 36 0C
pernafasan : 20x/menit. Tinggi badan: 157cm berat badan : 60kg
5. Anak S tanggal lahir 5 desember 2005 . Daftar dengan no rekam medik : 285 45 67 ke
puskesmas B dengan keluhan bibir bawah ada benjolan sebesar kacang hijau. Benjolan ini
timbul setelah anaktersebut mempunyai kebiasaan menggigit – gigit bibir, tidak nyeri. Gigi
85 sisa akar. Tensi : 90/60mmhg nadi: 95 suhu: 35,60C pernafasan : 24x/menit. Tinggi badan :
135 cm berat badan : 30kg
Untuk pengkajian resiko karies, antar peserta gantian bertukar posisi menjadi operator atau
pasien kemudian hasil pengkajiannya di analisa apakah berisiko rendah, kecenderungan atau
berisiko tinggi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
464
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 2.
Panduan Simulasi :
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok mensimulasikan cara pengisian formulir pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut berdasarkan kasus yang telah ditentukan selama 45 menit
4. Kelompok mempresentasikan dan mensimulasikan hasil diskusinya, kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
465
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 3:
Odontogram

55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

Kode status karies gigi


GIGI Status /kondisi Kelainan jaringan keras gigi
Gigi tetap:
Tetap Susu
D:
0 A Sehat M:
F:
1 B Gigi berlubang
DMFT-T:
2 C Tumpatan dengan karies Gigi susu:
d:
3 D Tumpatan tanpa karies
e:
4 E Gigi di cabut karena karies f:

5 Gigi di cabut oleh sebab lain def-t:


6 Sealant, Varnish
7 F Abutment, mahkota khusus
8 G Gigi tidak tumbuh
9 Gigi tidaktermasuk kriteria di atas
Kelainan gigi:
a. Bentuk:......................................................
b. Jumlah:.......................................................
c. Warna:........................................................
d. Posisi:.........................................................
e. Ukuran:......................................................
f. Struktur:......................................................

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
466
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

PENGKAJIAN

NAMA NAMA KELUARGA


TANGGAL LAHIR JENIS KELAMIN
TANGGAL MASUK RS NO REKAM MEDIK
LINGKARI KETERANGAN BERI TANDA (√)PADA SALAH SATU PILIHAN
DIPERLUKAN
RIWAYAT KESEHATAN UMUM BERESIKO KECENDERUNG BERESIKO
RENDAH AN TINGGI
1 Memiliki penyakit sistemik
(hipertensi, penyakit
Tidak Ya
kardiovacular, diabetes, kanker,
kelainan darah, lainnya...............
.....................................................)
2 Apakah pasien dengan Tidak Ya
berkebutuhan khusus (CP, down
syndrom, general development
syndrom, lainnya.........................
.....................................................)
3 Penggunaan obat-obatan rutin, Tidak Ya
sebutkan......................................
4 Apakah pasien mengkonsumsi Tidak Ya
alkohol, narkoba,
lainnya...........................................
...........
5 Riwayat alergi, sebutkan............ Tidak Ya
......................................................
PERILAKU KESEHATAN GIGI
DAN MULUT
1 Konsumsi minuman manis ( Tidak Ya
juice, minuman karbonasi/non
karbonasi, teh/kopi, sirup).
Kudapan manis (cake, biskuit,
permen, lainnya)

2 Remineralisasi menggunakan ya tidak


pasta gigi, air minum, suplemen,
aplikasi fluoride secara
professional.
3 Pemeriksaan kesehatan gigi dan < dari 6 bulan 1 th yang lalu >1 th yang lallu
mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
467
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

KLINIS KESEHATAN GIGI DAN


MULUT
1 Lesi karies/kavita/restorasi Tidak ada lesi 1-2 lesi karies > 3 lesi karies /
tambalan karies/restorasi baru/karies karies /
dalam 3 thn baru/restoratif restoratif
terakhir dalam 3 thn dalam 3 tahun
terakhir

2 Kehilangan gigi karena Tidak Ya


karies/sisa akar

3 Terlihat plak secara kilnis Tidak Ya

4 Faktor retensi makanan karena


maloklusi ,anomali anatomi gigi,
Tidak Ya
lainnya...............

5 Perawatan Orthodontik Tidak Ya

6 Mulut kering (Xerostomia) Tidak Ya

Hasil pengkajian resiko terhadap Rendah Cende Tinggi


karies rung

Kode satus karies gigi

Status pemeriksaan gigi geligi


gigi inspeksi sondasi termis perkusi palpasi mobilitas masalah

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
468
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Contoh cara mengisi


gigi inspeksi sondasi termis perkusi palpasi mobilitas masalah
11 KMP (+) (+) (-) (-) (-) Keluhan rasa
nyeri spontan
36 KE (-) (-) (-) (-) (-) Tidak ada
keluhan
46 Sisa akar (-) (-) (+) (-) (-) Keluhan sakit
untuk
mengunyah

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
469
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 4.

KERANGKA ACUAN OBSERVASI LAPANGAN


PELATIHAN PENJENJANGAN PERAWAT GIGI AHLI PERTAMA
TANGGAL …………………………………………
PUSDIKLAT APARATUR –KEMENTERIAN KESEHATAN RI

I. PENDAHULUAN
Praktek lapangan pelatiahan penjenjangan perawat gigi Ahli adalah bagian integral dari
proses pembelajaran pelatihan dan merupakan acuan bagi peserta latih dalam
melaksanakan OL
Teori perawat gigi jenjang ahli berupa prosedur telah di pelajari di kelas, di coba di terapkan
di lapangan, sehingga secara mandiri peserta latih dapat menerapkan langsung pada seluruh
pihak yang terkait di lapangan.
Kegiatan observasi, wawancara, pengumpulan, pengolahan, analisis sajian data perumusan
hasil OL dan seminar hasil OL di harapkan sebagai pengalaman penting dalam menerapkan
dan mengembangkan kegiatan perawat gigi Ahli dalam melakukan pelayanan asuhan
keperawatan gigi di tempat tugas masing-masing peserta latih.

II. TUJUAN OL
1. Tujuan Pelatihan Umum
Setelah melakukan OL ini, peserta latih mampu melakukan pelayanan asuhan
keperawatan gigi sesuai standar.
2. Tujuan Pelatihan Khusus
Setelah mengikuti OL ini peserta latih mampu :
a) Melakukan pengkajian pada pasien
b) Melakukan penegakan diagnosa keperawatan gigi
c) Melakukan penyusunan rencana pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
pada individu, kelompok/ masyarakat berkebutuhan khusus
d) Melakukan implementasi asuhan keperawatan gigi dan mulut.
e) Melakukan dokumentasi dan evaluasi pelayanan asuhan keperawatan gigi dan
mulut

III. RUANG LINGKUP OL


Ruang lingkup OL pelatihan penjenjangan perawat gigi Ahli mencakup penerapan materi
pelatihan, sehingga ketrampilan dalam pelayanan asuhan keperawatan gigi kepada
masyarakat berkebutuhan khusus secara nyata oleh setiap peserta latih.

IV. STRATEGI DAN METODA OL


1. Persiapan sebelum kelapangan dengan penetapan jadwal, menentukan tenaga
pelaksana, menyiapkan peralatan dan menentukan instrumen yang akan di pakai.
2. Pengumpulan data sekunder di lokasi OL
3. Pengamatan dan wawancara
4. Pengolahan data

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
470
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

5. Analisis data
6. Penyiapan bahan seminar/ presentasi hasil OL

V. JADWAL OL
PETUGAS/
WAKTU KEGIATAN TEMPAT
PEMBIMBING
Hari…….  Perjalanan menuju RS. Yang telah  2 orang instruktur
Tanggal lokasi melakukan asuhan OL dari RS…..
Jam……….  Analisa/ kesehatan gigi  1 orang
observasi/wawancara Kelompok…… pendamping OL
 Perjalanan kembali dari direktorat bina
keperawatan dan
ketehnisian medik
 1 orang panitia
Jam……….  Penyusunan laporan Aula pusdiklat/ ruang  Fasilitator dari
 Seminar (presentasi kelas direktorat bina
hasil OL)oleh peserta keperawatan dan
ketehnisian medik

VI. PENUTUP
Demikian kerangka acuan OL kami ajukan semoga bisa dilaksanakan sesuai rencana.
Jakarta, …………..
Panitia penyelenggara

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
471
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 5.

PETUNJUK PENGISIAN
DAFTAR TILIK PENERAPAN
STANDAR PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI

1. Instrumen observasi di gunakan oleh perawat gigi ahli pertama pada saat melaksanakan
bimbingan tehnis pada perawat gigi pelaksana, sehingga dapat di lihat apakah asuhan pada
individu, kelompok/ masyarakat berkebutuhan khusus di lakukan sesuai standar.
2. Cara pengisian dengan menggunakan tanda ceklist pada kolom pelayanan asuhan yang di
amati. Apabila unsur tersebut di lakukan.
3. Apabila tidak di lakukan, tuliskan tanda strip, dan tuliskan alasannya pada keterangan.
Masalah ini sebagai bahan pertimbangan pembinaan.
4. Data pengkajian sesuai dengan keluhan utama pasien
5. Daftar riwayat kesehatan gigi, kondisi fisik( tensi darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Psikologis pasien,
6. Membuat daftar masalah untuk menegakan diagnose keperawatan gigi
7. Menyusun rencana prioritas dari masalah pasien berdasarkan keluhan utama pasien
8. Tindakan sesuai kebutuhan pasien  implementasi
9. Mempertimbangkan kebijakandan peraturan yang berlaku
10. Memperhatikan keunikan pasien sebagai mahkluk biopsiokososial, spiritual, dan budaya
artinya bahwa dalam mengimOLementasikan rencana tindakan pada klien bergantung pada
keadaan kliennya langsung , sangat bergantung pada keadaan pasein secara individu, tidak
dapat di samaratakan untuk seluruh pasien
11. Memperhatikan privacy pasien artinya dalam melaksanakan tindakan memperhatikan
kebutuhan rasa nyaman, perlindungan dan harga diri pasien
12. Mencatat semua tindakan yang telah di lakukan, maksudnya setelah melakukan
pemeriksaan dan tindakan hendaknya di tulis di status pasien
13. Pencatatan pelayanan asuhan keperawatan gigi, sudah cukup jelas

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
472
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 6.

DAFTAR TILIK
PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI JENJANG AHLI PADA INDIVIDU ATAU KELOMPOK
BERKEBUTUHAN KHUSUS

Petunjuk:
Berilah tanda (V) pada kolom YA, bila kegiatan dilakukan
Berilah tanda (V) pada kolom TIDAK, bila kegiatan tidakdi lakukan
Berilah tanda (V) padakolom TB, bila kegiatan tidak berlaku dalamasuhan yang di amati

ASPEK YANGDI NILAI ASUHAN CATATAN


YANG DI
AMATI
YA TDK TB
1 2 3 4 5

PENGKAJIAN

1) Melakukan pemeriksaan subyektif


melalui anamnesis(anamnesa)
untukmendapatkan keluhan
utama, informasi riwayat medical
dan dental pasien yang lengkap

2) Melaksanakan pemeriksaan
subyektif, obyektif

3) Menganalisa data yang di peroleh

4) Menegakan diagnose yang tepat


dan rencana perawatan

PERUMUSAN DIAGNOSA DAN


DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
GIGI

1) Identifikasi diagnosa/masalah
keperawatan gigi pada individu,
kelompok/masyarakat
berkebutuhan khusus

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
473
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

ASPEK YANGDI NILAI ASUHAN CATATAN


YANG DI
AMATI
YA TDK TB
1 2 3 4 5

2) Perumusan hasil pemeriksaan


resiko karies dalam rangka
identifikasi diagnosis hasil
pemeriksaan resiko caries

PERENCANAAN
Penyusunan pencana tindakan
berupa: promotif, preventif dan
kuratif sesuai kompetensinya

IMPLEMENTASI
Melaksanakanintervensi/
aktivitasyang telah di tentukan.

PENDOKUMENTASIAN
Pendokumentasian dengan SOAPIE

S : subyektif, dari hasil anamnesa

O : obyektif, pendokumentasian dari


hasil pemeriksaan extra oral dan
intra oral, psikologis, sosial,
spiritual

A: analisa masalah keperawatan gigi

P: Plan, rencana asuhan keperawatan


gigi berdasar analisa masalah

I : implementasi, pelaksanaan rencana


asuhan keperawatan gigi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
474
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

ASPEK YANGDI NILAI ASUHAN CATATAN


YANG DI
AMATI
YA TDK TB
1 2 3 4 5

E: Evaluasi asuhan keperawatan gigi

Semua kegiatan pelayanan asuhan di


dokumentasikan

EVALUASI

1) Penilaian dilakukan pada setiap


tindakan

2) Hasil evaluasi segera di catat dan di


komunikasikan pada pasien/
keluarga

3) Evaluasi di lakukan sesuai standar

……………………..,………..2015
Komentar/ ringkasan Evaluator/Penilai
……………………………………................
……………………………………................
……………………………………................ (………………………….)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
475
MATERI INTI 3
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 3
TINDAKAN KOLABORATIF KESEHATAN GIGI DAN MULUT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan gigi, perawat gigi menerapkan keilmuan,
kompetensi dan kewenangan sebagai dentalhygienist dan dental therapist yang juga
ditambahkan sebagai dental assistant. Kompetensi-kompetensi tersebut dapat dijabarkan
dalam kelompok kompetensi sebagai berikut: Pelayanan promotif preventif kesehatan gigi
dengan pendekatan Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut pada individu,
kelompok dan masyarakat, Pelayanan kolaborasi kesehatan gigi, serta pelayanan kuratif
pada kasus-kasus medik gigi terbatas sebagai hasil dari kolaborasi dengan dokter gigi serta
pelayanan manajemen klinik gigi dan mulut.Dalam melakukan pelayanan kesehatan gigi
seorang perawat gigi dapat bermitra dengan dokter gigi, dengan cara kolaboratif four
handed system.Kegiatan four handed dentistry meliputi transfering alat dan bahan,
manipulasi bahan dan kolaborasi dalam rujukan kesehatan gigi.

Perawat gigi dalam memberi pelayanan kesehatan tidak selalu sendirian, namun sering
berkaitan dan berkolaborasi dengan team kesehatan lainya seperti dokter gigi dan
tekniker gigi atau bahkan tenaga kesehatan lainnya. Hal tersebut ditujukan untukdapat
memberikan pelayanan kesehatan gigidan mulut yang optimal. Tindakan kolaboratif disini
dapat bermakna perawat gigi mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama dengan
dokter gigi yaitu sebagai dental asistent atau mengerjakan pekerjaan secara mandiri,
namun pekerjaan tersebut juga dilakukan oleh tenaga kesehatan lainnya yaitu dokter gigi.

Mengingat pentingnya tindakan kolaboratif tersebut, makaperawat gigi perlu mempelajari


hal-hal yang berkenaan dengan tindakan kolaboratif untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Kompetensi tindakan kolaboratif bagi
perawat gigi jenjang ahli muda lebih di tekankan pada tindakan kuratif terbatas yaitu:
pencabutan gigi permanent akar tunggal dengan penyulit dan rujukan kesehatan gigi.
Untuk itu maka disusunlah modul ini sebagai bahan acuan pelaksanaan tugas perawat gigi
di tempat kerjanya masing-masing.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tindakan kolaboratif
kesehatan gigi dan mulut.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini,peserta mampu melakukan:
1. Tindakan kolaborasi
2. Pencabutan gigi permanen akar tunggal dengan penyulit
3. Rujukan kesehatan gigi dan mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
476
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1.Konsep tindakan kolaborasi
Pokok Bahasan 2.Pencabutan gigi permanen akar tunggal dengan penyulit
Pokok Bahasan 3.Rujukan kesehatan gigi dan mulut
Sub pokok bahasan:
a. Pengertian rujukan
b. Jenis-jenis rujukan
c. Alur rujukan

IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Simulasi
4. Pemutaran video

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)
7. Panduan simulasi
8. Diagnostik set
9. Alat pencabutan
10. Format rujukan
11. Video
12. Hasil rontgen gigi

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2. Menyampaikantujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
477
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah 2.Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan
materi dengan metode curah pendapat, kemudian ceramah tanya jawab.
2. SimulasiPencabutan gigi permanen akar tunggal dengan penyulit
Langkah 3.Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
KONSEP TINDAKAN KOLABORASI
Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi adalah proses dimana dokter gigi dan perawat gigi merencanakan dan praktek
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup
praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap
setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
Pelaksanaan kolaborasi antara perawat gigi dan dokter gigi menggunakan sistem four
handed dentistry, yaitu suatu kegiatan praktek kedokteran gigi yang mempergunakan
empat (4) tangan yaitu dua (2) tangan dokter gigi atau operator dan dua (2) tangan lagi
dental asistant yang membantu dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran gigi.
Kondisi ini di karenakan pada pelaksanaan praktek kedokteran gigi harus secara terus
menerus focus dan steril pada tindakan di dalam mulut sampai selesai, sementara selama
tindakan perawatan kedokteran gigi banyak sekali kegiatan yang harus di lakukan di luar
mulut, untuk itulah di perlukan bantuan dari seorang dental assistant.
Kunci dari four handed dentistry secara duduk meliputi:
1. Penyusunan ( organization)
Adalah mengawasi ruang perawatan dengan kemudahan akses ke seluruh keperluan
bagi setiap prosedur. Pemilihan kursi kerja berarti memilih dan mengatur kursi kerja
yang dapat memberikan kenyamanan dan penopang duduk. Kursi kerja assistant juga
harus di pilih dengan kriteria yang sama, assistant harus duduk nyaman dengan posisi
ketinggian dan jarak yang proposional untuk ukuran panjang tangannya sehingga
memberikan keterlibatan total dalam asistensi.
Penyusunan area kerja meliputi seluruh bahan, obat, dan instrument harus mudah di
raih bagi setiap perawatan. Penyusunan telah lengkap apabila baki persiapan awal
diletakan pada permukaan area kerja dan di letakan sesuai urutan pemakaianya.
Termasuk di dalamnya handpiece, saliva ejector, dan air water syiringe.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
478
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

2. Persiapan awal
Yaitu proses penyiapan baki, berisi seluruh instrument dan bahan bagi prosedur
perawatan yang tidak di sediakan di tahap penyusuna area kerja.Permukaan area
kerja dan baki yang sudah di siapkan harus saling melengkapi, sehingga selama
perawatan tidak perlu membuka laci lemari. Misalnya: four handed pada tindakan
penambalan, baki yang disiapkan alat diagnostic set, set konservasi, bur dan bahan
tambal yang disusun berdasarkan urutan pemakaian dan di siapkan sebelum
memasukan pasien.
3. Pengaturan
Pentingnya pengaturan di karenakan pengaturan perlengkapan yang benar
mempengaruhi efesiensi dan produktivitas dalam praktek kedokteran gigi, serta
meminimalkan kejengkelan dan frustasi yang akan menghasilkan keletihan.
Pendekatanya dalah jalan di mana tujuan dapat di capai dan dalam praktek
kedokteran gigi hal ini berarti aksesibilitas. Tujuan pertama meningkatkan
penyampaian dalam praktek kedokteran gigi, yang kedua penghematan energy dari
dokter gigi dan asistenya. Faktor- faktor yang mempengaruhi pendekatan adalah area
yang akan dirawat dan di aksesibilitas ke area tersebut dengan jalan pengaturan
perlengkapan, aksesibilitas instrument yang di perlukan, dan posisi duduk dari dokter
gigi dan sistennya. Pendekatan di tentukan oleh posisi jarum jam, yang menunjukan
pengaturan perlengkapan kedokteran gigi dan posisi operator, pasien, dan asisten
dapat di rencanakan dan di hubungkan secara logis.
Table posisi kerja fourhanded dentistry:
Tangan
Tangan
Peletakan Asisten
Kuadran/ Posisi Posisi Posisi Asisten
Ujung Untuk
Area Pasien Operator Asisten Untuk Ujung
Pembuangan Threeway
Pembuangan
Syiringe
Jam 3
Bukal palatal Kanan Kiri
RA kiri telentang Jam 10 menghadap
menyilang dada kiri kanan
drg
Jam 3
Bukal Kiri Kanan
RA kanan telentang Jam 10 menghadap
Palatal Kanan Kiri
drg
Jam 3
Bukal Kanan Kiri
RB kiri telentang Jam 10 menghadap
lingual Kiri kanan
drg
Jam 2
Bukal Kiri Kanan
RB kanan 45 derajat Jam 9 menghadap
lingual Kiri Kanan
drg
Jam 2
RA kanan Oklusal
telentang Jam 9 menghadap Kiri Kanan
bukal
drg
Jam 2
RA kiri
telentang Jam 9 menghadap Oklusal Kiri Kanan
bukal
drg
RA dan Jam 3
Palatal/lingual/ Kanan Kiri
RB telentang Jam 12 menghadap
labial kanan kiri
anterior drg

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
479
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Persyaratan dasar dalam desain dan pengaturan operasional penyampaian dari


belakang.Keuntungan penyampaian dari belakang memberikan operator dan asisten
aksesibilitas yang paling luas pada seluruh peralatan, baki, instrument, persediaan
dan bahan dari belakang, serta di luar batas penglihatan.
Posisi asisten adalah menghadap ke belakang oleh karena itu dia berada di posisi
paling mendukung untuk mencapai area permukaan atas meja yang telah di susun
dan di siapkan. Lemari bergerak merupakan modifikasi untuk meningkatkan area
permukaan kerja dan member pendekatanpenyampaian dari belakang yang bagus,
serta flexibelitas lebih besar dari pada lemari diam. Namun demikian lemari diam
memberikan permukaan yang lebih besar dan penampilan yang menjadi satu dengan
dental unit.
4. Pencahayaan
Pencahayaan yang semestinya dapat menghasilkankeletihan umum yang sulit
dikenali. Pencahayaan harus secara baik di pergunakan untuk mengurangi keletihan
visual. Cahaya harus mengikuti tanpa pengaturan ulang yang merepotkan pengaturan
cahaya pada pasien posisi telentang, lampu di atur kurang lebih 40 cm dari muka
pasienyang menoleh sesuai kebutuhan kuadran yang di rawat.
Dalam melakukan tindakan kolaborasi, posisi dental chair memiliki fungsi yang
signifikan dalam menunjang kelancaran proses pelayanan. Pengaturan posisi dental
chair yang baik adalah:
a. Dasar kursi diletakan di posisi paling rendah
b. Sandaran punggung, dan
c. Sandaran kepala untukmendapatkan bidang hidung-lutut-ujung jari

Pokok bahasan 2.
PENCABUTAN GIGI PERMANEN AKAR TUNGGAL DENGAN PENYULIT
Dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut seorang perawat gigi dapat
bertindak secara kolaborasi dengan dokter gigi maupun mandiri yang di di delegasikan
oleh dokter gigi atau karena di suatu fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak
ada dokter giginya
Pengertian:
Pencabutan gigi tetap anterior dan posterior yang terpaksa dilakukan karena gigi tidak
dapat dirawat (restorasi atau endodontik) atau gigi tersebut perlu diekstraksi untuk
kepentingan perawatan dan pencegahan (interceptiveorthodontic). Tindakan ini juga
dilakukan pada gigi tetap dengan karies mencapai pulpa baik vital maupun non vital
dengan kelainan sistemik yang kontraindikasi (kelainan jantung dan ginjal) untuk dirawat
endodontic.
Tujuan pencabutan adalah mengeluarkan gigi tetap dari rongga mulut yang memang
diindikasikan untuk dicabut guna menghindari kelainan lebih lanjut.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
480
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Prosedur:
Persiapan alat
1. Set instrumen dasar
a. Kaca mulut
b. Sonde
c. Pinset dental
2. Set anesthesi
a. Citoject/
b. spuit
3. Set pencabutan
a. Tang anterior rahang atas/rahang bawah
b. Tang posterior rahang atas/rahang bawah
c. Bein elevator
d. Crayer
e. Bone File
f. Kuret
4. Pre klinik
a. Tensi meter
b. Stetoskop
5. Persiapan lain-lain
a. Masker
b. Sarung tangan
c. Gelas kumur
d. Slaber
e. Saliva ejector
Persiapan obat dan bahan
1. Povidine iodine 10%
2. Hemostatic gelatine Sponge
3. Dispossible Spuit
4. Topical Anesthesi gel
5. Carpule 0,22x16
6. Cartrige dental anastesi lokal 2% / 3%
7. Tampon
8. Kasa
9. Cotton pellet
10. NaCl
Pelaksanaan
1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri
2. Pastikan identitas pasien
3. Lakukan anamnesa
4. Lakukan pengukuran tanda – tanda vital

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
481
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

5. Informasikan hasil anamnesa pada operator


6. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
7. Lakukan persetujuan tindakan
8. Pakai masker
9. Cuci tangan
10. Pakai sarung tangan
11. Siapkan alat-alat dan dekatkan pasien.
12. Lakukan asepsis ekstra dan intra oral menggunakan povidine iodine 10 %
13. Anjurkan klien kumur-kumur chlorhexidine 5 %
14. Siapkan obat anestesi
15. Siapkan citoject atau disposible spuit.
16. Siapkan set pencabutan sesuai dengan gigi yang akan di ekstraksi.
17. Lakukan pengendalian perdarahan saat proses pencabutan.
18. Lakukan bein lanjut dengan pencabutan
19. Siapkan spoel NaCl dan hemostatic gelatine sponge.
20. Siapkan tampon povidene iodine 10%.
21. Rapihkan area kerja intra dan ekstra oral.
22. Rapihkan peralatan dan lakukan dekontaminasi untuk selanjutnya dilakukan proses
sterilisasi.
23. Buang sampah infeksius ke dalam plastik kuning dan sampah non infeksius ke dalam
plastik hitam.
24. Cuci tangan setelah berkontak dengan pasien dan area pelayanan.
25. Berikan komunikasi terapeutik tahap terminasi.
26. Ucapkan terimakasih dan semoga lekas sembuh.
27. Dokumentasikan pada catatan perawat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan klien
1. Gigit tampon selama ± 1 jam.
2. Tidak berkumur-kumur selama 1 hari.
3. Makan diet lunak, tidak panas, tidak pedas.
4. Kunyah makanan di sisi yang berlawanan.
5. Minum obat sesuai anjuran.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Anamnesa mendalam riwayat penyakit sistemik klien terhadap resiko infeksi.
2. Pengukuran tanda-tanda vital harus dilakukan dengan akurat.
3. Gunakan instrumen steril untuk menghindari infeksi pasca pencabutan.
4. Perhatikan kemungkinan terjadinya perdarahan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
482
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pokok Bahasan 3.
RUJUKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DAN MULUT
A. Pengertian Rujukan dan Sistem Rujukan
Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau
masalah kesehatan yang timbul baik secara vertikal (dan satu unit ke unit yang lebih
lengkap / rumah sakit) untuk horizontal (dari satu bagian lain dalam satu unit).
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan
pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus
penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang terkecil
atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal
atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya
B. Tujuan Rujukan
Rujukan mempunyai berbagai macam tujuan antara lain :
1) Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan sebaik-baiknya
2) Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium
dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya
3) Menjalin perubahan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of knowledge &
skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah perifer

C. Jenis-jenis rujukan
1. Rujukan medik gigi
 Rujukan kasus dengan atau tanpa pasien, untuk keperluan diagnostic,
pengobatan, tindakan operatif dan pemulihan
 Rujukan specimen,untukpemeriksaan penunjang
 Rujukanilmu pengetahuan danteknologi, mendatangkan tenaga ahli
2. Rujukan kesehatan gigi dan mulut
 Bantuan tehnologi berupa tehnologi tepat guna
 Bantuan saran dan prasarana:alat peraga
 Bantuan operasional berupa dana dan pemeliharaan peralatan

D. Alur rujukan:
Alur pelayanan dan rujukan
Pasien berobat melalui Diperiksa Input data
1. puskesmas dipuskesmas jaminan

Pasien emergency Di rujuk ke RS sekunder dari pulang


langsung ke UGD RS puskesmas/ rujukan IGD
2.
terdekat
Di rujuk ke RS tersier

pulang

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
483
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

KESIMPULAN :
1. konsep tindakan kolaborasi
Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi adalah proses dimana dokter gigi dan perawat gigi merencanakan dan
praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan
lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai
terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan
masyarakat.
2. Penambalan permanen2(dua) bidang
Pengertian:
Suatu tindakan mengembalikan struktur gigi yang hilang dengan mengaplikasi bahan
tambalan ke dalam kavita gigi, menggunakan bahan tambalanpada karies 2 (dua)
bidang.
Tujuan:
a. Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri
b. Mengembalikan fungsi pengunyahan
c. Mengembalikan bentuk anatomi gigi
d. Mengembalikan bentuk estetik gigi
e. Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rahang
f. Mencegah infeksi lebih lanjut
3. Pencabutan akar tunggal tanpa penyulit
Pengertian :Pencabutan gigi tetap anterior dan posterior yang terpaksa dilakukan karena
gigi tidak dapat dirawat (restorasi atau endodontik) atau gigi tersebut perlu diekstraksi
untuk kepentingan perawatan dan pencegahan (interceptiveorthodontic). Tindakan ini
juga dilakukan pada gigi tetap dengan karies mencapai pulpa baik vital maupun non vital
dengan kelainan sistemik yang kontraindikasi (kelainan jantung dan ginjal) untuk dirawat
endodontic
Tujuan: Mengeluarkan gigi tetap dari rongga mulut yang memang diindikasikan untuk
dicabut guna menghindari kelainan lebih lanjut.
4. Rujukan kesehatan gigi dan mulut dan mulut
Jenis-jenis rujukan
a. Rujukan medik gigi
 Rujukan kasus dengan atau tanpa pasien , untuk keperluan diagnostic,
pengobatan, tindakan operatif dan pemulihan
 Rujukan specimen,untukpemeriksaan penunjang
 Rujukan ilmu pengetahuan danteknologi, mendatangkan tenaga ahli
b. Rujukan kesehatan gigi dan mulut
 Bantuan tehnologi berupa tehnologi tepat guna
 Bantuan saran dan prasarana :alat peraga
Bantuan operasional berupa dana dan pemeliharaan peralatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
484
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

VIII. REFERENSI
1. Darby dan Walsh 2003, Dental Hygiene theory and practice 2nd edition, Saunders,
Missouri- USA
2. Depkes EM 2005, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan
Mulut
3. Wilkins EM 2005. Clinical practice of dental hygiene 9 edition, Lippincot Williams &
Wilkins, Massachusetts
4. Harfst DP 2004, Dental practice tool kit
5. Nurhayati 1996, Penggunaan dan Pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi
6. Novak DE 2001, Contemporary dental assisting

IX. LAMPIRAN
1. Panduan simulasi: kolaborasi tindakan spesialistik odontectomy
2. Panduan simulasi: pencabutan gigi mandiri

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
485
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 1.
Panduan simulasi: kolaborasi tindakan spesialistik odontectomy
1. Peserta berperan sebagai pasien
2. Peserta berperan sebagai perawat gigi asisten
3. Peserta berperan sebagai dokter gigi
4. Alat dan bahan yang diperlukan
5. Fasilitator dan peserta lainya mengamati
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil simulasi
Bahan simulasi
Pasien tuan X umur 30 tahun datang dengan keluhan gigi 48 tumbuh sebagian. Dan pada hari ini
sudah buat perjanjian untuk dilakukan odontectomy. Dengan pemeriksaan penunjang rongten
panoramic. Pasien tidak mempunyai penyakit kelainan sistemik. Lakukan tahap-tahap kolaborasi
pada tindakan odontectomy, dengan posisi operator di jam 9 dan asisten dijam 2 menghadap ke
operator
Persiapan alat
1. Set alat diagnostik
a. Kaca mulut
b. Sonde
c. Excavator
d. Pinset
2. Set Alat Bedah Minor Odontektomi
a. Scalpel handle/gagang pisau operasi
b. Raspatorium
c. Pinset chirurgis
d. Pinset anatomis
e. Tang mahkota M3 atas/bawah
f. Tang Radix (sisa akar) atas/bawah
g. Curet
h. Crayer
i. Bein
j. Needle holder
k. Knabel Tang
l. Bone file
m. Klem lurus
n. Arteri klem
o. Duk klem
p. Langen back
q. Bengkok/nearbeken
r. Kom
s. Spuit
t. Citojeck
u. Gunting jaringan
v. Gunting benang
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
486
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

3. Alat preparasi
a. Bor tulang/bor operasi panjang baik yang round bor /fissure bor (low speed)
b. Bor operasi pendek/Bor fissure (hight speed).
Bahan dan Obat
1. Benang jahit
2. Mata pisau sesuai kebutuhan
3. Kassa steril
4. Kapas gulung besar steril
5. Spongostan
6. Povidon iodine, Alkohol 70%
7. Obat anaestesi anhydrous lydocaine/Mepivacaine hydrochloride 30 mg.
8. Masker dan sarung tangan
9. Gelas kumur
10. Saliva ejector
Persiapan penunjang:
1. Dental unit dan slaberce
2. Tensimeter
3. Rontgen foto dental/panoramic
4. Duk rapat, duk bolong
Pelaksanaan Tindakan
1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri
2. Pastikan identitas klien
3. Lakukan anamnesa
4. Lakukan pengukuran tanda – tanda vital
5. Informasikan kepada operator hasil dari anamnesa
6. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
7. Siapkan formulirpersetujuan tindakanuntuk diisi oleh klien
8. Pakai masker
9. Siapkan area kerja dalam keadaan steril
10. Cuci tangan
11. Pakai sarung tangan
12. Siapkan alat-alat dan dekatkan klien.
13. Siapkan dan pasang mata bor yang akan digunakan
14. Siapkan set anastesi injeksi
15. Siapkan set incisi
16. Lakukan asepsis ekstra dan intra oral
17. Pasang duk rapat
18. Siapkan alat penghisap lendir
19. Berikan set incise pada operator
20. Lakukan pengendalian perdarahan menggunakan alat penghisap lendir di areakerja operator
selama tindakan dilakukan
21. Berkan raspatorium pada operator dan langen back jika diperlukan
22. Beikan bur tulang atau knable tang jika diperlukan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
487
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

23. Berikan bein atau cryer pada operator


24. Berikan tang mahkota molar 3 atau tang sisa akar RA/RB
25. Berikan bone file dan curet pada operator
26. Berikan spuit yang berisi povidon iodine dan NaCl untuk irigasi
27. Lakukan pengendalian perdarahan menggunakan depper dan surgitips
28. Berikan benang jahit menggunakan nedle holder kepada operator
29. Lakukan pemotongan setelah operator menjahit
30. Letakan tampón dengan povidon iodine diarea tindakan dan insruksikan klien
untukmenggigitnya
31. Buka duk rapat
32. Bershkan daerah ekstra oral klien menggunakan kassa dan NaCl
33. Posisikan klien dengan nyaman
34. Observasi keadaan umum klien setelah tindakan
35. Berikan penkes pada klien dengan menganjurkan untuk menggigit tampon selama15 mnt
tidak boleh menghisap-hisap, kumur-kumur keras, dikorek-korek dengan jari.
36. Cuci tangan
37. Ucapkan terimakasih dan semoga lekas sembuh
38. Rapihkan peralatan dan kembalikan ketempatnya.
39. Buang sampah infeksius ke dalam plastik kuning dan sampah non infeksius kedalam plastik
hitam
40. Cuci tangan
41. Dokumentasikan pada catatan perawat:
42. Tindakan odontektomi
43. Keadaan umum klien baik, tidak ada perdarahan
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Bila terjadi bengkak lakukan kompres dingin atau hangat
2. Kontrol untuk angkat jahitan 1 minggu setelah tindakan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
488
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 2.
Panduan simulasi: pencabutan gigi mandiri
1. Peserta berperan sebagai pasien
2. Peserta berperan sebagai perawat gigi yang melakukan tindakan pencabutan
3. Alat dan bahan yang diperlukan
4. Fasilitator dan peserta lainya mengamati
5. Fasilitator membuat kesimpulan hasil simulasi
Bahan simulasi
Pasien tuan D umur 25 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan gigi 2.1 tinggalsisa akar.
Pasien tersebut tidak memiliki kelainan sistemik, tensi darah saat ini: 120/ 70 mmhg. Pasien ingin
gigi tersebut di ambil karena tidak nyaman
Siapkan alat dan bahan apa saja yang diperlukan untuk mengatasi masalah tuan D tersebut.
Tahap- tahap pelaksanaan tindakan.
Prosedur:
Persiapan alat
1. Set instrumen dasar
 Kaca mulut
 Sonde
 Pinset dental
2. Set anesthesi
 Citoject/
 spuit
3. Set pencabutan
 Tang anterior rahang atas/rahang bawah
 Tang posterior rahang atas/rahang bawah
 Bein elevator
 Crayer
 Bone File
 Kuret
4. Pre klinik
 Tensi meter
 Stetoskop
5. Persiapan lain-lain
 Masker
 Sarung tangan
 Gelas kumur
 Slaber
 Saliva ejector

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
489
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Persiapan obat dan bahan


1. Povidine iodine 10%
2. Hemostatic gelatine Sponge
3. Dispossible Spuit
4. Topical Anesthesi gel
5. Carpule 0,22x16
6. Cartrige dental anastesi lokal 2% / 3%
7. Tampon
8. Kasa
9. Cotton pellet
10. NaCl

Pelaksanaan
1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri
2. Pastikan identitas pasien
3. Lakukan anamnesa
4. Lakukan pengukuran tanda – tanda vital
5. Informasikan hasil anamnesa pada operator
6. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
7. Lakukan persetujuan tindakan
8. Pakai masker
9. Cuci tangan
10. Pakai sarung tangan
11. Siapkan alat-alat dan dekatkan pasien.
12. Lakukan asepsis ekstra dan intra oral menggunakan povidine iodine 10 %
13. Anjurkan klien kumur-kumur chlorhexidine 5 %
14. Siapkan obat anestesi
15. Siapkan citoject atau disposible spuit.
16. Siapkan set pencabutan sesuai dengan gigi yang akan di ekstraksi.
17. Lakukan pengendalian perdarahan saat proses pencabutan.
18. Lakukan bein lanjut dengan pencabutan
19. Siapkan spoel NaCl dan hemostatic gelatine sponge.
20. Siapkan tampon povidene iodine 10%.
21. Rapihkan area kerja intra dan ekstra oral.
22. Rapihkan peralatan dan lakukan dekontaminasi untuk selanjutnya dilakukan proses
sterilisasi.
23. Buang sampah infeksius ke dalam plastik kuning dan sampah non infeksius ke dalam plastik
hitam.
24. Cuci tangan setelah berkontak dengan pasien dan area pelayanan.
25. Berikan komunikasi terapeutik tahap terminasi.
26. Ucapkan terimakasih dan semoga lekas sembuh.
27. Dokumentasikan pada catatan perawat.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
490
MATERI INTI 4
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 4
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN GIGI DAN MULUT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.
Pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut adalah pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dalam bidang promotif, preventif, dan kuratif sederhana yang diberikan kepada individu,
kelompok, dan masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan
mulut yang optimal.
Kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dilaksanakan sesuai dengan standar profesi
yaitu mempunyai batasan minimal yang dilaksanakan secara professional. Sesuai
Permenkenkes 58 tahun 2012 perawat gigi dalam menjalankan pekerjaannya memiliki
kewenangan yaitu:
1. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut.
2. Upaya pencegahan penyakit gigi.
3. Tindakan medik dasar pada kasus penyakit gigi terbatas ;dan
4. Pelayanan hygiene kesehatan gigi
Salah satu kewenangan diatas yaitu perawat gigi dapat melakukan tindakan medik dasar
pada kasus penyakit gigi terbatas yaitu meliputi tindakan kegawatdaruratan pada kasus
gigi dan mulut sesuai standar pelayanan. Untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan perawat gigi dalam melakukan kegiatan kegawatdaruratan tersebut, maka
diperlukan pendidikan dan pelatihan sebagai refreshing keilmuan untuk menunjang
pelaksanaan pekerjaan perawat gigi di tempat kerjanya.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan gigi dan mulut.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep penatalaksanaan kegawatdaruratan gigi dan mulut.
2. Menjelaskan prinsip penatalaksanaan kegawatdaruratan
3. Menjelaskan jenis kegawatdaruratan gigi dan mulut
4. Melakukan penanganan kegawatdaruratan gigi dan mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
491
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Konsep Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Gigi dan Mulut
Sub pokok bahasan:
a. Pengertian gawat darurat
b. Tujuan penanganan gawat darurat
Pokok Bahasan 2. Prinsip Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Pokok Bahasan 3. Jenis Kegawatdaruratan Gigi dan Mulut
Pokok Bahasan 4. Cara Penanganan Kegawatdaruratan Gigi dan Mulut

IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Simulasi

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)
7. Phantoom
8. Panduan simulasi
9. Alat dan bahan kegawatdaruratan

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2. Materi pokok bahasan disampaikan dengan urutan sebagai berikut: konsep
penatalaksanaan kegawatdaruratan gigi dan mulut, prinsip penatalaksanaan
kegawatdaruratan, jenis kegawatdaruratan gigi dan mulut serta cara penanganan
kegawatdaruratan gigi dan mulut.
3. Materi disampaikan dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab serta
simulasi penanganan kegawatdaruratan pada perdarahan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
492
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah 3. Simulasi
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok.
2. Fasilitator mensimulasikan cara penanganan kegawatdaruratan pada perdarahan dan
semua peserta mengikutinya
3. setiap kelompok mendiskusikan dan merangkum langkah-langkah penanganan
kegawatdaruratan yang telah disampaikan
4. Hasil diskusi dan rangkuman dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan dan mensimulasikan
cara penanganan kegawatdaruratan pada perdarahan didepan teman yang lain dan
fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan tanggapan.
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan
4. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkan terima kasih.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
KONSEP PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN GIGI DAN MULUT.
A. Pengertian gawat darurat.
Gawat darurat adalah dua istilah yang sebenarnya berbeda dalam pengertian namun
umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai satu-kesatuan. Suatu keadaan disebut
gawat apabila sifatnya mengancam nyawa namun tidak memerlukan penanganan
yang segera, contoh untuk keadaan ini adalah pasien yang menderita penyakit
kanker. Penyakit kanker adalah penyakit yang bisa mengancam nyawa seseorang,
namun tidak terlalu memerlukan tindakan sesegera mungkin (immediate treatment).
Suatu keadaan disebut darurat apabila sifatnya memerlukan penanganan yang
segera, contoh untuk keadaan ini adalah baru saja digigit ular berbisa, mengalami
pendarahan hebat, tengah menderita patah tulang akibat kecelakaan, kehilangan
cairan karena diare hebat, dan sebagainya. Meskipun keadaan darurat tidak selalu
mengancam nyawa, namun penanganan yang lambat bisa saja berdampak pada
terancamnya nyawa seseorang.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Gawat Darurat adalah keadaan
klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa
dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU No. 44 tahun 2009).
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
493
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

B. Tujuan penanganan gawat darurat


Penanganan kegawatdaruratan adalah suatu pertolongan yang cepat dan tepat
untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Adapun tujuan dari penanganan
gawat darurat adalah sebagai berikut:
1. Mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb) pada penderita gawat
darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
sebagaimana mestinya.
2. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
penanganan yang Iebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.

Pokok Bahasan 2.
PRINSIP PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Prinsip dasar penatalaksanaan kegawatdaruratan adalah bahwa seorang petugas
kesehatan diharuskan melihat secara utuh bahwa pasien adalah manusia yang harus
diperhatikan juga haknya. Dalam prinsip secara umum, petugas kesehatan dan pasien
adalah sama-sama subjek, sebagai mitra yang bekerja sama dalam menangani suatu kasus
kegawatdaruratan. Prinsip dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan adalah sebagai
berikut:
1. Stabilisasi Pasien
Setelah kita mengenali kondisi kegawatdaruratan, lakukan stabilisasi keadaan pasien
sebelum melakukan rujukan. Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien:
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, pemulihan sistem respirasi dan sirkulasi.
b. Menghentikan sumber perdarahan dan infeksi.
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang.
d. Mengatasi rasa nyeri atau gelisah.
2. Terapi Cairan
a. Antisipasi ini dilakukan pada tahap awal untuk persiapan jika kemudian
penambahan cairan dibutuhkan.
b. Pemberian cairan ini harus diperhatikan baik jenis cairan, banyaknya cairan yang
diberikan, dan kecepatan pemberian cairan harus dengan diagnosis kasus.
c. Misal, pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang pada kasus syok
hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok
septik.
d. Cairan yang diberi sebaiknya berupa Ringer Laktat dan NaCl fisiologis yang dapat
menggantikan cairan dalam tubuh.
3. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a. Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan pernapasan
(bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seseorang
mengalami henti jantung dan henti napas.
b. Dalam melakukan RJP, sebagai seorang penolong harus:
1) Mempertahankan terbukanya jalan napas (Airway = A)
2) Memberi nafas untuk pasien (Breathing = B)
3) Mengusahakan kembalinya sirkulasi pasien (Circulation = C)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
494
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

c. Dalam prinsip RJP selalu mengikutsertakan ABC:


1) Suatu pernafasan tidak akan efektif jika jalan nafas tidak terbuka.
2) Pernafasan buatan tidak efektif pula jika sirkulasi terhenti.
3) Darah yang bersirkulasi tidak akan efektif, kecuali darah tersebut
teroksigenisasi.
4) Selalu diingat jika perdarahan dapat mengganggu sirkulasi.
5) Oleh karena itu jika seorang pasien kehilangan darah terlalu banyak maka RJP
yang dilakukan tidak efektif.
d. Langkah-langkah resusitasi jantung paru sejak tahun 2010, berubah dari ABC
menjadi CBA.
4. Pemantauan Kandung Kemih
a. Dalam pemantauan kandung kemih, sebaiknya menggunakan kateter untuk
mengukur banyaknya urin yang keluar guna menilai fungsi ginjal dan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran cairan tubuh.
b. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan, urin ditampung dan dicatat kemungkinan
terdapat peningkatan konsentrasi urin (urin berwarna gelap) atau produksi urin
berkurang sampai tidak ada urin sama sekali.
c. Jika produksi urin mula-mula rendah kemudian semakin bertambah, hal ini
menunjukkan bahwa kondisi pasien membaik.
d. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/jam.
5. Rujukan
a. Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima terbatas untuk menyelesaikan
kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus dirujuk ke fasilitas
kesehatan lain yang lebih lengkap.
b. Seharusnya sebelum kasus dirujuk, fasilitas kesehatan yang akan menerima rujukan
sudah dihubungi dan diberitahu terlebih dahulu sehingga persiapan penanganan
ataupun perawatan inap telah dilakukan dan diyakini rujukan kasus tidak akan
ditolak.

Pokok Bahasan 3.
JENIS KEGAWATDARURATAN GIGI DAN MULUT
Kegawatdaruratan gigi adalah suatu keadaan dimana terdapat trauma terhadap mulut
yang melibatkan gigi yang tercabut, rahang yang bergeser dan trauma wajah atau fraktur.
Sebagai tambahan adalah perlukaan soft tissue seperti bibir, gusi, atau pipi. Perlukaan
pada mulut sering menimbulkan sakit yang cukup hebat dan harus dirawat sesegera
mungkin. Kegawatdaruratan ini menyangkut rasa sakit, perdarahan, infeksi dan estetika
dimana ada keadaan-keadan tertentu yang irreversible bila tidak ditangani dengan cepat.
Berikut adalah beberapa jenis kegawatdaruratan gigi dan mulut:
1. Sakit Gigi, seperti: Nyeri Pulpa, Nyeri Periodontitis dan Abses Gigi Kronik
2. Perdarahan karena luka, diantaranya:
a. Luka pada soket pembedahan
b. Luka trauma pada rongga hidung

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
495
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

3. Trauma Maksilofasial, seperti:


a. Fraktur frontal
b. Fraktur nasal
c. Fraktur dentoalveolar
d. Gigi avulsi
e. Fraktur soket gigi
f. Fraktur prosessus alveolar
g. Fraktur mandibula

Pokok Bahasan 4.
CARA PENANGANAN KEGAWATDARURATAN GIGI DAN MULUT
Penanganan kegawatdaruratan gigi dan mulut tergantung pada jenis atau kasus
kegawatdaruratannya. Berikut adalah cara penanganan kegawatdaruratan gigi dan mulut
berdasarkan jenis kegawatdaruratannya:
1. Sakit Gigi
Nyeri pulpa adalah nyeri yang spontan, kuat, sering berdenyut, dipicu oleh suhu, dan
masih terasa beberapa saat setelah penyebab dihilangkan. Lokasinya pada tempat
yang buruk dan cenderung menjalar ke telinga, pelipis, atau pipi. Nyeri dapat hilang
spontan, namun klien harus diarahkan untuk melakukan perawatan endodontik atau
pencabutan karena dikhawatirkan terjadi nekrosis pulpa, periodontitis apikalis akut
dan abses gigi.
Nyeri periodontitis apikalis berupa nyeri yang spontan dan hebat. Berlangsung
selama beberapa jam terlokalisir dengan baik dan ditimbulkan oleh proses
pengunyahan. Gusi dari gigi yang bersangkutan sering teraba lunak. Abses dapat
berbentuk pembengkakan wajah (gumboil atau abses subperiosteal pada gusi).
Pembengkakan biasanya disertai demam dan rasa sakit. Infeksi pada rongga wajah
dapat membahayakan saluran napas.
Abses gigi kronik pada gusi yang bersangkutan berhubungan dengan gigi molar yang
mengalami kerusakan. Terapi terbaik adalah mengincisi abses, pemberian
antimikroba dan analgesic. Pada situasi yang akut dapat sembuh dan timbul
kembaliapabila pulpa uang nekrotik terinfeksi kembali, kecuali dilakukan perawatan
endodontik atau pencabutan gigi. Hipersekresi sinus yang asimtomatik dapat
merupakan gejala dari adanya abses kronik. Abses ini jarang terbuka sampai ke kulit
2. Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah yang tidak dapat berhenti sendiri tanpa suatu
perawatan.
Menurut kausanya perdarahan terbagi dalam 2 kategori:
a. Perdarahan karena trauma, yang disebabkan kecelakaan, berkelahi, tindakan
pembedahan, pencabutan gigi atau aktivitas mekanis yang mempengaruhi
pembekuan darah, seperti terlalu banyak berkumur, gesekan lidah atau
menghisap-hisap luka dan pemberian tampon yang kurang padat.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
496
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

b. Perdarahan karena non trauma, disebabkan karena penyakit sistemik, seperti


hipertensi, penyakit kardiovaskuler, hemofili, diabetes melitus, leukimia, malfungsi
adrenal, gangguan pembekuan darah dan pemakaian obat antikoagulan.
Apabila kondisi perdarahan dibiarkan tanpa penanganan yang baik, maka akan
dimungkinkan untuk terjadinya komplikasi perdarahan, yaitu berkurangnya aliran
darah secara umum keseluruh tubuh sebagai akibat lanjut kerusakan jaringan tubuh
dapat mengakibatkan sirkulatori syok dimana berkurangnya suplai oksigen dan
nutrient lain ke sel-sel jaringan tubuh. Selain keadaan jantung yang tidak normal,
berkurangnya volume darah, berkurangnya tonus pembuluh darah, dan obstruksi
aliran darah pada sirkulasi terutama pada venous return ke jantung dapat
menyebabkan cardiac output yang tidak adekuat.
Penatalaksanaan Luka
Apabila ditemukan kasus terjadinya perdarahan akibat dari luka maka kita harus
segera menanganinya. Prinsip penatalaksanaan luka tergantung pada jenis lukanya,
namun demikian pada dasarnya terdapat cara penanganan luka secara umum sebagai
berikut:
a. Lakukan penilaian terhadap modus, waktu, jenis luka, lokasi luka, bentuk
kerusakan jaringan, (V terbalik, Y tidak beraturan) dan kedalaman luka.
b. Lakukan tindakan a dan antiseptik
c. Anestesi lokal ( Kecuali pada luka bakar kemungkinan memerlukan general
anestesi ).
d. Pembersihan luka / kulit. Mechanical scrubbing, menggosok luka dengan kasa
steril, memakai larutan antiseptik
e. Dilusi dan irigasi 500-2000 cc atau 50 – 100 cc / panjang luka , tergantung dari;
uas dan kotornya luka. Larutan yang digunakan adalah NaCL. Dilanjutkan dengan
klorheksidin atau povidin iodine. Kembalilakukan irigasi sampai benar – benar
bersih.
f. Debridemen. Pembersihan luka dan debridemen diawali pada lapisan superfisial
jaringan sampai k lapisan terdalam. Perhatikan tanda-tanda jaringan mati/avital,
yaitu warna lebih pucat, lebih rapuh, dan tidak berdarah. Buang jaringan vital
dengan pisau atau gunting, perhatikan anatomi daerah tersebut, jangan
mencederai vascular atau nervus. Lakukan debridemen sampai jaringan yang
normal terlihat, biasanya terlihat adanya perdarahan dari jaringan yang dipotong.
g. Penutupan luka. Jika luka bersih dan jaringan kulit dapat menutup, maka lakukan
jahitan primer. Jika luka bersih namun diperkirakan produktif, misalnya
kemungkinan seroma atau infeksi, maka pasanglah drain. Jika luka kotor, maka
lakukan perawatan luka terbuka untuk selanjutnya dilakukan penjahitan
sekunder.
h. Medikamentosa antibiotik yang bertujuan untuk :
a. Topikal/ larutan/ Salep.
b. Mengurangi pembentukan krusta yang dapat menghambat epitaelisasi.
c. Mencegah kassa melekat pada luka.
d. Mengurangi tingkat infeksi.
e. Sistemik berupa sediaan oral ataupun parenteral.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
497
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

i. Pemberian tetanus toksoid dilakukan jika belum atau lama tidak mendapatkan
booster TT. Jika telah mendapat booster sebelumnya, cukup diberikan anti
tetanus serum yang terlebih dahulu dilakukan skin test.
j. Observasi.
Penanganan Luka Pada Soket Pembedahan
Untuk penanganan luka pada socket pasca pembedahan, maka cara penanganannya
adalah:
a. Gunakan suction tip dengan diameter kecil dan lembut.
b. Lakukan kuretase dan irigasi soket dengan NaCL dan amatilebih spesifik area
perdarahan.
c. Lakukan local injeksi di area soket pembedahan untuk menghentikan perdarahan
( vasokontriksi )
d. Aplikasikan hemostatik sponge ke dalam soket.
e. Gigitan tampon atau kasa dan observasi selama 20 menit. Jika masih terdapat
perdarahan setelah penekanan pertama dengan kasa, basahi kasa dengan topical
thrombin / sirup antifibrinolytic, epsilon amonicaproic atau 5 % tranexamic acid
kemudian gigitkan kembali kasa pada soket selama 20 menit.
f. Sementara melakukan penanganan perdarahan secara local, lakukan
pemeriksaanlaboratorium darah, jika ditemukan kelainan pada nilai
tromboplastinentime (APTT) dianjurkan untuk melakukan konsultasi medis.
g. Jika terdapat rembesan perdarahan disekitar soket, gunakan couter untuk
menghentikan perdarahan.
h. Jika perdarahan dari trauma tulang, hentikan perdarahan dengan aplikasi bone
wax.
i. Penjahitan pada soket yang mengalami perdarahan
j. Berikan penjelasan tertulis pada pasien mengenai hal – hal yang harus
diperhatikan agar tidak terjadi perdarahan kembali.
k. Segera lakukan rujukan ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut jika
ditemukan adanya anomaly dari hasil pemeriksaan darah
Penanganan Luka Trauma Pada Rongga Hidung
Gunakan tampon anterior yang dibasahi dengan adrenalin 1:1000 dan pantocain
2%/boorzalf/bismuth iodine paraffin paste selama 1-2 hari. Bila perdarahan berasal dari
posteriot dapat dilakukan penekanan dengan tampon bellocq.
Cara pemasangan tampon bellocq adalah sebagai berikut:
a. Gunakan tampon yang terdiri dari gulungan kasa yang mempunyai dua benang di
sisi satu dan satu sisi lainnya.
b. Gunakan kateter karet yang dimasukan dari nares anterior ke dalam sampai
tanpak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut.
c. Pada ujung kateter diikatkan salah satu dari dua benang yang ada pada satu ujung
dan kateter ditarik kembali melalui lubang hidung yang lain.
d. Kemudian kedua benang yang telah keluar melalui lubang hidung ditarik, sedang
telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ke arah nasofaring
sampai tepat menutup koana

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
498
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

e. Lalu kegua benag diikatkan pada tampon lain terletak dekat dengan rongga
hidung. Benang dari lain dikeluarkan melalui mulut dan diletakkan secara longgar
di pipi. Benang ini bertujuan untuk menarik kembali tampon jika sudah waktunya
untuk dilepas.
f. Penderita harus dirawat dan tampon ini diangkat setelah 1-2 hari, dan disertai
penatalaksanaan prophylaksis antibiotik yang sesuai.
g. Penanganan selanjutnya di rumah sakit sangat penting, dikhawatirkan jika
terdapat perdarahan yang menetap meski telah dilakukan tindakan pemasangan
tampon bellocq.

3. Trauma Maksilofasial
Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras
dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan
lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olahraga dan trauma akibat senjata api. Trauma
pada wajah sering mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan,
perdarahan, luka jaringan lunak, hilangnya dukungan terhadap fragmen tulang dan
rasa sakit.
Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi sebagai
berikut:
a. Fraktur Frontal
Terjadi akibat dari pukulan berat pada dahi, bagian anterior/posterior sinus frontal
mungkin terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding posterior
sinus frontal retak, duktus nasofrontal sering terganggu.
b. Fraktur Nasal
Kondisi ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma langsung akibat
perpanjangan kekuatan trauma dari hidung ke tulang ethmoid dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada canthus medial, aparatus lacrimalis atau saluran
nasofrontal.
c. Fraktur Dentoalveolar
Fraktur pada gigi susu mungkin tidak memerlukan perawatan darurat gigi.
Tetapicidera yang tampak ringan dapat merusak gigi pengganti yang akan
menjadi gigi tetap. Fraktur pada enamel tidak memerlukan perawatan darurat.
Tetapi tetap memerlukan pengawasan.
Kebanyakan cidera berat pada dentin harus dirawat dengan segera karena dapat
menimbulkan infeksi pulpa. Hal yang pertama dilakukan adalah ketahui apakah
gigi fraktur tersebut masih vital atau non vital dengan melakukan pemeriksaan
klinis.
Jika fraktur gigi mengakibatkan rkspose terhadap pulpa vital dengan volume yang
relative keci dilakukan pulp capingl sebelum dirujuk dapat dilakukan pulp caping
guna mempersiapkan pasien untuk mendapatkanperawatan selanjutnya. Namun
jika gigi fraktur lebih dari 24 jam dengan keadaan gigi non vital maka rujukan
pasien untuk dilakukan pulpektomi atau perawatan saluran akar.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
499
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Perawatan darurat pada gigi fraktur seperti penambalan dengan material khusus
pada dentin yang patah atau perawatan secara cepat atau paling lambat dapat
diberikan pada keesokan harinya.
d. Gigi Avulsi
Avulsi pada gigi tetap anterior dapat ditanam kembali pada anak – anak,, apabila
apeks pada akar belum terbentuk dengan sempurna ( dibawah 16 Tahun ). Avulsi
pada gigi susutidak perlu ditanam kembali. Semakin muda usia anak, maka
penanaman kembali semakin semakin cepat yaitu 15 menit dan 98 % kasus serupa
dapat kembali normal dengan perawatan berkala.
Penanaman segera memberikan hasil terbaik. Jika gigi tersebut terkontaminasi
cucilah dengan larutan air garam steril, dan apabila soket terisi bekuan darah
hilangkan dengan irigasi laritan garam.
Tanam kembali gigi dengan benar sesuai permukaan nya kemudian lakukan
penekanan pda soket secara manual dan balut giginya. Rujuk pasien untuk
diobservasi dan jika membutuhkan penanganan selanjutnya dalam waktu 72 jam
setelah kejadian.
Jika penanaman kembali tidak dapat dilakukan segera, simpan gigi di dalam
larutan yang lama isotonic seperti susu segar seperti yang terpasteurisasi , larutan
garam atau larutan lensa kontak. Atau bila anak cukup kooperatif, letakan gigi
pada sulcus buccalis.
Selama perjalanan menuju rumah sakityang mempunyai spesialis bedah mulut.
Cairan yang tidak sesuai dan merusak adalah air ( terjadi pemaparan yang lama
dan mengakibatkan kerusakan keseimbangan isotonis ), desinfeksi, pemutih, dan
jus buah.
Penggunaan larutan minyak doxycilin sebelum penanaman kembali oleh dokter
gigi dapat membantu pencegahan resorpsi akar dikemudian hari. Balut gigi
selama 7 -10 hari,, tidak boleh menggigit pada gigi yang dicabut. Diet lunak dan
lakukan perawatan kebersihan mulut.
Hal – hal yang harus diperhatikan pada saat akan dilakukan replantasi :
1. Gigi yang akan direplantasi merupakan gigi sehat
2. Tidak ada fraktur tulang alveolar
3. Lamanya gigi diluar mulut tidak .> 2 jam
4. Penyimpanan gigi yang teravulasi tidak boleh dalam keadaan ( rendam dalam
larutan fisiologis )
e. Fraktur Soket Gigi
Fraktur dinding socket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding
socket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding
socket

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
500
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

f. Fraktur Prosessus Alveolar


Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesua alveolaris
dengan atau tanpa melibatkan socket alveolar gigi
g. Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula terdiri dari :
1) Dento Alveolar
2) Prosesus kondiloideus
3) Angulus mandibula.
4) Ramus mandibula
5) Korpus mandibula
6) Midline Simfisis menti
7) Lateral midline dalam region insisivus

Dislokasi Atau Subluksasi Mandibula


Dislokasi atau subluksasi oleh pembukaan rahgeserbeg yang terlalu lebar,condylus
bergeser ke depan atas, anterior, dari eminensia dan mulut enganpaembalian
posisien terbuka terus.
Proses pengembalian posisi apat dilakukan dengan menghadap wajah pasien dan
meletakan ibu jari tangan kanan dan kiri yang sudah dibalut perban pada gigi molar
bawah secara bersamaan dengan jari lainnya dibawah dagu, dorong dari bawah ke
atas.
Apabila otot- otot mengalami spasme, dapat diberahangrikan midazolam i.v. apabila
posisi rahang sudah kembali, hindari pembukaan rahang lebar. Dislokagsi yang
berulang dapat menunanjukan adanya sindrom Ehlers – Danlos dan sindrom Marfan.
Penanganan Trauma maksilofasial
Tindakan yang terutama adalah membebaskan jalan napas Bebaskan semua trauma
pada pasien sepanjang jalan nafas dengan pedoman BTCLS. Masalah lain yang
mengancam kehidupan seperti perdarahan intracranial,perdarahan hebatdari orang
lain, dan kerusakan tulang leher harus segera ditangani. Pengamatan selanjutnya
periksia kemungkinan terjadinya robek kepala dan kebocoran cairan serbrospinal.
Oklusi yang tampak bertingkat mengarah akan adanya fraktur mandibula. Perdarahan
yang berhubungan dengan fraktur rahang dapat mempengaruhi jalan nafas. Fraktur
rahang sendiri jarang menyebabkan perdarahan hebat, kecuali berhubungan dengan
palatum yang terpisah atau luka tembak.
Perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri interior gigi biasanya berhenti dengan
sendirinya. Tetapi timbul kembali pada traksi mandibula. Perdarahan maxillofacial
yang hebat dapat ditamponade dengan fiksasi craniofacial. Perdarahan dapat timbul
dari fraktur tulang hidung, dimana dibutuhkan fiksasi pada hidung. Jika perdarahan
berulang, pembekuan darah yang rusak harus dijahit.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
501
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Penatalaksanaan fraktur walaupun terjadi kerusakan wajah yang parah, bukan


merupakan prioritas yang utama. Namun serpihan gigi yang patah, darah, atau air liur
harus dibersihkan dari mulut. Dan diperlukan pembebasan jalan nafas orofaringeal.
Intubasi mungkin diperlukan pada cidera kepala, cricotiroidotomy dapat dilakukan
apabila intibasi tidak dapat dilakukan atau keadaan kontra indikasi dari intubasi
nasotrakeal. Diagnosa frakturnya dari anamnesa yaitu nyeri, bengkak, memar,
perdarahan, adanya fragmen yang bergeser ( adanya krepitasi ), oklusi yang tidak
rata, paresthesia dari saraf yang bersangkutan dan tanda-tanda fraktur pada
radiografi.
Tahap-Tahap Penanganan Trauma Maksilofasial Sebelum Dibawa Ke Rumah Sakit
Primary Survey
a. Airway dengan c-spine protection
1) Berikan rangsangan nyeri untuk mengetahui sejauh mana respon penderita.
Tentukan tingkat kesadaran pasien dengan menentukan respon pasien secara
AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
2) Bebaskan jalan napas dengan C-spine immobilisasi
b. Breathing /Ventilasi/Oksigenasi
1) Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala
2) Tentukan laju dan dalamnya pernafasan
3) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks, identifikasi deviasi trachea, distansi
vena leher ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian obat tambahan
dan tanda-tanda cidera
4) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5) Auskultasi thoraks bilateral
c. Circulation dan Menghentikan Perdarahan
1) Lakukan penilaian keadaan hemodinamik
2) Temuklan sumber perdarahan, baik eksternal maupun internal
3) Lakukan pengukuran tanda-tanda vital
4) Lakukan palpasi kecepatan, kualitas, keteraturan nadi, ukuran tekanan darah
bila memungkinkan. Hypovolemia dapat diketahui dari keadaan hipotensi pada
penderita trauma
5) Penemuan klinis dalam hitungan detik yang dapat memberikan informasi
keadaan hemodinamik adalah tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi
6) Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan (direct pressure) pada
luka, tourniquet sebaiknya tidak digunakan karena merusak jaringan dan
menyebabkan iskemia distal, sehingga tourniquet hanya digunakan jika ada
amputasi traumatik
d. Disability (status kesadaran)
1) Penilaian terhadap keadaan neurologis secara cepat, parameternya adalah
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
502
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

2) Penilaian GCS disajikan dalam symbol E M V, nilai GCS tertinggi adalah 15 yaitu
E4M6V5 dan terendah adalah 3 yaitu E1M1V1
e. Exposure/Environtment/Body Temperature
1) Buka pakaian penderita untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh
2) Periksa kembali hal-hal yang mungkin terlewat pada pemeriksaan sebelumnya.
Sangat mungkin terdapat perlukaan yang tertutup oleh pakaian, contoh darah
yang keluar dari anus dn lain-lain.
3) Segera selimuti penderita untuk mencegah hipotermi.

VIII. REFERENSI
1. Atkinson, (1990), Fundamental of Nursing : Concept and Practice, Mosby Adisson
Wesley Torontodo
2. Darby dan Walsh 2003, Dental Hygiene theory and practice 2 nd edition, Saunders,
Missouri- USA.
3. Depkes EM 2005, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan
Mulut
4. Wilkins EM 2005. Clinical practice of dental hygiene 9 edition, Lippincot Williams &
Wilkins, Massachusetts
5. Harfst DP 2004, Dental practice tool kit
6. Nurhayati 1996, Penggunaan dan Pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi
7. Novak DE 2001, Contemporary dental assisting
8. Modul BTCLS bagi Perawat Gigi

IX. LAMPIRAN:
Panduan Simulasi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
503
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran
Panduan Simulasi :
1. Peserta dibagi dalam kelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok mendiskusikan dan merangkum cara dan langkah penanganan
kegawatdaruratan pada perdarahan selama 15 menit
4. Kelompok mempresentasikan dan mensimulasikan hasil diskusi dan rangkumannya dan
kelompok lainnya memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
504
MATERI INTI 5
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 5
KARYA TULIS/ KARYA ILMIAH DI BIDANG KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Menulis karya ilmiah merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai nilai kredit yang
relatif tinggi yang tak dapat ditinggalkan oleh seorang pemangku jabatan fungisonal
kesehatan. Karya ilmiah yang diciptakan harus dituangkan dalam bentuk tulisan atau
disebut juga karya tulis. Kepiawaian seseorang dalam menulis dapat terasah bila yang
bersangkutan sering melakukannya.
Sebagai seorang pemangku jabatan fungsional perawat gigi kategori keahlianyang
profesional haruslah memahami berbagai bentuk karya tulis dan terlebih lagi bagi tim
penilai jabatan fungsional harus benar-benar memahami apakah tulisan yang dinilai
merupakan suatu karya ilmiah yang murni atau plagiat.
Modul ini akan membahas tentang pengertian dan jenis-jenis karya tulis/ilmiah; prinsip dan
teknik penulisan karya tulis/ilmiah; dan penyusunan karya tulis/ilmiah bidang keperawatan
gigi dan mulut.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusunkarya tulis/ilmiah bidang
keperawatan gigi dan mulut.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan tentangpengertian dan jenis-jenis karya tulis/ilmiah.
2. Menjelaskan prinsip dan teknik penulisan karya tulis/ilmiah.
3. Menyusun karya tulis/ilmiah bidang keperawatan gigi dan mulut.
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok bahasan 1. Pengertian dan jenis-jenis karya tulis/ilmiah
Sub Pokok Bahasan:
a. Pengertian
b. Jenis-jenis
Pokok bahasan 2.Prinsip-prinsipdan Teknik Penulisan KaryaTulis/Ilmiah
Sub Pokok Bahasan:
a. Prinsip penulisan karya tulis/ilmiah
b. Teknik penulisan karya tulis/ilmiah
Pokok bahasan 3.Langkah-langkah PenyusunanKarya Tulis/IlmiahBidang Keperawatan
Gigi dan Mulut

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
505
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Diskusi kelompok:
4. Latihan menulis karya tulis/ ilmiah

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)
7. Panduan Diskusi Kelompok
8. Panduan latihan
9. Contoh-contoh karya tulis

VI. LANGKAH–LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana, menyapa peserta
dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas,
mulailah memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, dan materi yang akan disampaikan.
2. Menggali pengetahuan peserta (apersepsi) tentang karya tulis/ilmiah di bidang
keperawatan gigi dan mulut dengan metode curah pendapat (brainstorming).
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang
Langkah 2.Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.Materi pokok bahasan
disampaikan dengan urutan sebagai berikut: Pengertian dan jenis-jenis karya
tulis/ilmiah,Prinsip-prinsip dan Teknik Penulisan Karya Tulis/Ilmiah, Langkah-langkah
Penyusunan Karya Tulis/Ilmiah Bidang Keperawatan Gigi dan Mulut
2. Materi disampaikan dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab serta
simulasi penanganan kegawatdaruratan pada perdarahan.
Langkah 3. Diskusi Kelompok
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitatormembagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta peserta untuk melakukan
diskusi kelompok, menyelesaikan latihan soal menyusun karya tulis/ilmiah sesuai
penugasan di lampiran
2. Fasilitator meminta setiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya dan
peserta di kelompok lain diminta untuk memberkan tanggapannya
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
506
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan
4. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengan mengucapkan terima kasih.
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS KARYA TULIS/ILMIAH
A. Pengertian Karya tulis/ilmiah
Pengertian karya tulis/ilmiah adalah:
1. Karya ilmiah adalah tulisan tentang ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan
ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Fakta dapat berasal
dari pengamatan, uji laboratorium, studi pustaka, wawancara, angket (Rosidi).
2. Karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil
pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya, suatu karangan yang
disusun berdasarkan penelitian, pengamatan ataupun peninjauan. Membahas
masalah secara obyektif sesuai fakta dengan menggunakan metode-metode
ilmiah dengan bahasa yang benar, jelas, ringkas dan kemungkinan kecil salah
tafsir.
3. Karya tulis ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan
ditulis berdasarkan pendekatan dan metode ilmiah yang ditujukan untuk
kelompok pembaca tertentu. Dikatakan ilmiah karena memahami syarat
sistematik, generalisasi, eksplanasi dan terkontrol.
4. Karya ilmiah ditulis dan disusun secara sistematis menurut aturan atau kaidah
tertentu. Karya ilmiah harus didasarkan atas proses dan hasil berpikir ilmiah
melalui penelitian. Proses berpikir ilmiah menempuh langkah-langkah tertentu
yang disangga oleh 3 unsur pokok yakni pengajuan masalah, perumusan
hipothesis dan verifikasi data; dan hasilnya ditulis secara sistematis menurut
aturan-aturan metode ilmiah (Nana Sujana).
5. Karya ilmiah harus menggunakan bahasa ragam resmi, sederhana dan lugas, serta
selalu digunakan untuk mengacu hal yang dibicarakan secara obyektif.

B. Jenis-jenis karya tulis/ilmiah


1. Makalah
Makalah disampaikan pada kelompok tertentu dalam suatu pertemuan ilmiah,
misalnya disampaikan dalam suatu seminar, symposium, lokakarya, konferensi
maupun kongres.Juga dapat ditulis untuk melengkapi tugas-tugas di pendidikan
formal.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
507
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
2. Artikel
Artikel ditulis untuk pembaca tertentu, misalnya untuk dimuat dalam majalah ilmiah.
Bila ditujukan untuk orang awam, biasanya disajikan secara popular dan dimuat pada
surat kabar ataupun majalah.
3. Kertas Kerja
Adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan
yang bersifat empiris obyektif; analisis dalam kertas kerja lebih serius daripada
analisis dalam makalah.
4. Komentar
Karya ilmiah berupa pendapat terhadap berbagai kejadian/pernyataan,
kebijaksanaan atau fenomena yang terjadi di masyarakat.
5. Resensi
 Adalah tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku.
 Tujuan resensi (Gorys Keraf) adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah
sebuah buku atau karya tulis itu patut mendapat sambutan dari masyarakat.
6. Skripsi, tesis dan disertasi
Ketiga jenis karangan ilmiah ini ditulis untuk memperoleh pengakuan tingkat
kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana (S1), Tesis
untuk memperoleh gelar Master (S2) dan Disertasi untuk memperoleh gelar Doktor
(S3), Istilah skripsi kadung disebut sebagai Tugas Akhir.
Skripsi:
 Karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat
orang lain yang harus didukung oleh dan fakta empiris obyektif.
Tesis:
 Karya ilmiah yang bersifat lebih mendalam daripada skripsi; thesis akan
mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
 Thesis memperbincangkan pengujian terhadap suatu hipothesa yang biasanya
ditulis oleh mahasiswa pasca sarjana.
Disertasi:
 Adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan
oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih dengan analisis terinci; yang
mana dalil tersebut harus dipertahankan oleh penulisnya dari penguji.
 Berisi temuan penulis sendiri; biasanya orisinil.
7. Kritik
Adalah karya ilmiah berupa telaahan, dijelaskan kelebihan dan kekurangan dari karya
tulis yang dikritik dan diikuti dengan pendapat pengkritik.
Berisi:
 Pendahuluan (ringkasan karya tulis yang dikritik)
 Pembahasan: kelemahan dari karya ilmiah tadi dan pendapat pengkritik.
 Kesimpulan dan Saran

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
508
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
8. Studi kepustakaan
Adalah penulisan karya ilmiah berdasarkan penelitianbibliografi secara sistematis
ilmiah yang meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan dengan sasaran
penelitian, pengorganisasian serta penyajian data-data.
9. Modul
Adalah materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa,
sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri materi tersebut.
10. Laporan ilmiah
Laporan menjadi hal penting di perusahaan dan instansi pemerintah, karena
merupakan dasar bagi kegiatan selanjutnya.Laporan ada yang ditulis dalam jangka
waktu tertentu, disebut sebagai laporan periodik dan ada yang dibuat berdasarkan
kebutuhan dan permintaan.

Pokok bahasan 2.
PRINSIP-PRINSIP DAN TEKNIK PENULISAN KARYA TULIS/ILMIAH
A. Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah
Dalam penulisan karya ilmiah beberapa prinsip yang perlu kita ketahui:
1. Etika dalam penulisan karya ilmiah
Etika bagi seorang penulis ilmiah adalah memasukkan nilai-nilai moral dan tanggung
jawab ketika menggunakan komunikasi ilmiah dengan tujuan-tujuan mulia.
Beberapa landasan etika:
a. Penulis ilmiah harus akurat dalam menulis, penulis ilmiah harus betul-betul
seksama.
b. Penulis ilmiah harus jujur dalam menulis.
c. Penulis ilmiah harus menjunjung tinggi tanggung jawabnya; bekerja sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan.
d. Penulis ilmiah tidak boleh mengganti fakta dengan dugaan.
e. Penulis ilmiah tidak boleh menyembunyikan kebenaran dengan menggunakan
dwimakna (ambiguitas).
f. Penulis ilmiah tidak boleh menggunakan ide orang lain tanpa memberi
keterangan secara jelas. Penulis ilmiah harus mencantumkan sumber informasi
suatu gagasan.
g. Penulis ilmiah tidak boleh melanggar hak cipta.
h. Penulis ilmiah tidak boleh berbohong dengan mengacu data statistik. Penulis
ilmiah yang memanipulasi data atau grafik, menggunakan uji statistik secara
ceroboh dan tidak tepat atau sengaja mengubah sampel dikatakan tidak etis.
i. Penulis ilmiah tidak boleh memasukkan dugaan pribadi dalam laporannya.
Penulis ilmiah yang kurang obyektif dalam tulisannya disebut tidak etis.
2. Proses berpikir ilmiah
a. Berpikir deduktif
Berpikir deduktif merupakan sebagian dari berpikir ilmiah. Logika deduktif
merupakan salah satu unsur dari methode logiko hipotetiko verifikatif, dimana
kita menarik kesimpulan dari pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
509
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
khusus dengan menggunakan penalaran atas rasio. Hasil dari berpikir deduktif
dapat digunakan untuk menyusun hipotesis, yakni jawaban sementara yang
masih perlu diuji atau dibuktikan melalui proses keilmuan selanjutnya.
b. Berpikir induktif
Proses berpikir induktif adalah kebalikan dari berpikir deduktif, yakni
pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan-pernyataan atau fakta-fakta
khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum.
Proses berpikir induktif dimulai dari fakta atau data khusus berdasarkan
pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris. Data dan fakta hasil
pengamatan empiris disusun, diolah, dikaji, untuk kemudian ditarik maknanya
dalam bentuk pernyataan atau kesimulan yang bersifat umum. Menaik
kesimpulan umum dari data khusus berdasarkan pengamatan tidak
menggunakan rasio atau penalaran tetapi menggunakan cara lain, yakni
menggeneralisasikan fakta melalui statistik.
c. Berpikir ilmiah
Berpikir ilmiah menggabungkan berpikir deduktif dengan berpikir induktif.
Hipotesis diturunkan dari teori, kemudian diuji melalui verifikasi data secara
empiris. Pengujian dengan jalan mengumpulkan dan menganalisa data yang
relevan untuk menarikkesimpulan apakah hipotesis benar atau tidak. Cara
berpikir seperti ini disebut metode logiko-hipotetiko-verifikatif.
Berpikir ilmiah menghasilkan metode ilmiah menempuh langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Merumuskan masalah
Yakni mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab. Pertanyaan yang
diajukan hendaknya mengandung banyak kemungkinan jawabannya.
2) Mengajukan hipotesis, yakni jawaban sementara atau dugaan jawaban dari
pertanyaan diatas. Dalam menetapkan hipotesis kita harus berpaling kepada
khasanah pengetahuan, artinya hipotesis diturunkan dari kajian teoritis
penalaran deduktif.
3) Verifikasi data, artinya mengumpulkan data secara empiris kemudian
mengolah dan menganalisis data untuk menguji benar tidaknya hipotesis.
Hipotesis yang telah teruji merupakan jawaban definitif dari pertanyaan yang
diajukan.
4) Menarik kesimpulan, artinya menentukan jawaban-jawaban definitif dari
setiap masalah yang diajukan atas dasar pembuktian atau pengujian secara
empiris. Hipotesis yang tak teruji kebenarannya tetap harus disimpulkan
dengan memberikan pertimbangan dan penjelasan faktor penyebabnya. Ada
2 faktorpenyebab yang utama:
 Kesalahan verifikasi: instrument kurang tepat, sumber data keliru, tehnik
pengolahan datakurang tepat.
 Kekurang tajaman dalam menurunkan hipotesis atau bersumber pada
teori yang belum mapan.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
510
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Namun bila proses penurunan hipotesis telah terpenuhi dan verifikasi data
telah memenuhi syarat, hipotesis tetap tidak terbukti kebenarannya dapat
disimpulkan: tidak terdapat bukti-bukti yang kuat bahwa teori yang
mendukung hipotesis dapat diaplikasikan dalam kondisi di tempat penelitian
itu dilaksanakan.
3. Tujuh macam sikap ilmiah yang perlu dimiliki:
a. Sikap ingin tahu yang diwujudkan dengan selalu bertanya tentang berbagai hal,
Apa? Mengapa? Bagaimana kalau diganti dengan komponen yang lain?
b. Sikap kritis direalisasikan dengan selalu mencari informasi sebanyak-banyaknya,
baik bertanya pada narasumber yang kompeten ataupun membaca.
c. Sikap terbuka dinyatakan dengan selalu bersedia mendengarkan pendapat dan
argumentasi orang lain.
d. Sikap obyektif diperlihatkan dengan cara menyatakan apa adanya tanpa
dibarengi oleh perasaan pribadi.
e. Sikap rela menghargai karya orang lain yang diwujudkan dengan mengikuti dan
menyatakan terima kasih atas karangan orang lain dan menganggapnya sebagai
karya orisinal milik pengarang aslinya.
f. Sikap berani mempertahankan kebenaran yang diwujudkan dengan membela
fakta atas hasil penelitiannya.
g. Sikap menjangkau ke depan dibuktikan dengan sikap futuristic yatu
berpandangan jauh, mampu membuat hipotesis dan membuktikannya, bahkan
mampu menyusun suatu teori baru.
4. Syarat-syarat karya ilmiah
Karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran
yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya.
Suatu karangan dikatakan ilmiah bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Karangan ini berdasarkan hasil penelitian.
b. Pembahasan masalahnya obyektif sesuai dengan fakta.
c. Karangan itu mengandung masalah yang sedang dicarikan pemecahannya.
d. Baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah digunakan metode
tertentu.
e. Bahasa yang digunakan lengkap, terperinci, teratur dan cermat.
f. Bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas dan tepat sehingga tidak
terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir.
Melihat syarat-syarat diatas, seorang penulis karya ilmiah hendaklah memiliki
keterampilan dan pengetahuan dalam bidang:
a. Masalah yang sedang diteliti.
b. Metode penelitian yang digunakan.
c. Teknis menulis karangan ilmiah.
d. Penguasaan bahasa yang baik.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
511
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
B. Teknik Penulisan Karya Ilmiah
1. Tahap-tahap penulisan karya ilmiah:
a. Tahap persiapan
1) Pemilihan topik/masalah dan merumuskan masalah penelitian yang
didefinisikan dengan jelas keluasan dan kedalamannya.
2) Studi pustaka untuk melihat apakah sudah ada penelitian serupa yang
pernah dilakukan.
3) Merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah dugaan sementara tentang suatu
fenomena tertentu yang akan diteliti.
4) Pembuatan kerangka penulisan.
b. Tahap pengumpulan data:
Langkah pertama yang harus ditempuh dalam pengumpulan data adalah
mencari informasi dari kepustakaan mengenai hal-hal yang ada relevansinya
dengan judul garapan. Disamping itu penyusun juga dapat memulai terjun ke
lapangan: tetapi ingat sebelum terjun mintalah izin pada tuan rumah, baik
pemda ataupun perusahaan, bila anda akan meneliti di perusahaan.
c. Tahapan pengorganisasian:
Data yang sudah terkumpul diseleksi dan diorganisir, dan digolongkan menurut
jenis, sifat dan bentuknya.Data di olah dan dianalisis dengan teknik-teknik yang
sudah ditentukan. Jika penelitian bersifat kuantitatif, data diolah dan dianalisis
dengan teknik statistik.
d. Tahap penyuntingan:
Disini konsep diperiksa mencakup pemeriksaan isi karya ilmiahnya, cara
penyajian dan bahasa yang digunakan.
e. Tahap penyajian/pelaporan
Dalam mengetik naskah hendaknya diperhatikan segi kerapihan dan kebersihan,
perhatikan juga tata letak unsur-unsur dalam karya ilmiah, baik di kulit luar
maupun didalam (daftar isi, daftar puska, halaman, dll).
2. Sistematika penulisan

Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Kata pengantar
Abstraksi
Daftar isi
Daftar tabel (bila ada)
Daftar lampiran (bila ada)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
512
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan masalah
Tujuan penulisan
Manfaat penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Populasi dan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Prosedur Penelitian
BAB IV PEMBAHASAN
(Sub bab disesuaikan dengan butir-butir pertanyaan
dalam masalah)
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka
Lampiran (instrument, paparan data, biodata dan foto)

3. Bahasa dalam karya tulis ilmiah


a. Ejaan resmi karya ilmiah
Sejak tanggal 17 Agustus 1972 ejaan yang dipakai adalah Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).
Ciri-ciri EYD:
 Perubahan j, y, dj menjadi j, nj menjadi ny, ch menjadi kh, tj menjadi c, sj
menjadi sy.
 Kata ulang harus ditulis dengan tanda hubung.
 Kata majemuk ditulis terpisah tanpa tanda hubung.
 Kata ganti ku, mu, kau dan nya ditulis digabungkan dengan kata yang
mengikutinya.
 Depan did an ke ditulis terpisah.
 Kata si dan sang ditulis terpisah.
 Partikel per yang berarti tiap-tiap, mulai, demi ditulis terpisah.
b. Penulisan singkatan dan akronim
Singkatan:
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
 Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti
dengan tanda titik.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
513
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
 Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata
ditulis dengan huruf besar dan tidak diikuti dengan tanda titik.
 Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf ataulebih diikuti satu tanda titik.
 Lambung kimia, singkatan satuan ukruan, takaran, timbangan dan mata
uang tidak diikuti tanda titik.
Akronim:
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai sebagai kata.
Penulisan akronim nama diri yang merupakan gabungan huruf awal deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf besar, misalnya : LAN, SIM.
Penulisan akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal Huruf Besar, misalnya:
Litbang, Bapelkes, Puskesmas, Deplu.Penulisan akronim, yang bukan nama diri
yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata seluruhnya ditulis denganhuruf kecil, misalnya: pemilu, rapim,
pimpro, tiang.
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut :
 Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada
kata Indonesia.
 Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vocal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
c. Penulisan angka dan lambang
 Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka arab atau angka Romawi.
 Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang dan (iv) kuantitas.
 Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah,
apartemen, atau kamar pada alamat.
 Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
 Menulis lambang bilangan dengan huruf, misalnya:Dua puluh 20
1
Sepertiga /3
 Menulis lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut
misalnya:
Hamengku Buwono I
 Menulis lambang bilangan yang mendapat akhiran- an mengikuti cara yang
berikut, misalnya:
Tahun ’90-an

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
514
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
 Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengansatu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan digunakan secara
berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
 Penulisan lambang bilangan pada awal kalimat harus dengan huruf.
 Penulisan angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca.
 Penulisan bilangan tidak perlu dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalamdokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
 Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, menulisnya harus
tepat.
d. Penulisan kutipan
Menyisipkan kutipan dalam sebuah karangan ilmiah diizinkan sepanjang
mengikuti etika dan aturan yang berlaku. Tidak jarang pendapat, konsep dan
hasil penelitian dikutip kembali untuk dibahas, ditelaah, dikritik atau diperkuat.
Dengan kutipan sebuah tulisan akan terkait dengan penemuan-penemuan atau
teori-teori yang ada. Namun perlu diingat, kita mengutip apabila diperlukan.
Kutipan langsung:
Kutipan langsung merupakan pernyataan yang kita tulis dalam susunan kalimat
aslinya tanpa mengalami perubahan sedikitpun. Bahan yang kita kutip harus
direproduksi tepat seperti apa adanya sesuai sumber, termasuk ejaan, tanda-
tanda baca dan sebagainya.
Kutipan langsung kadang-kadang memang diperlukan dengan tujuan untuk
mempertahankan keaslian pernyataan itu. Seseorang mungkin membuat
pernyataan otentik, yang bila disalin ke dalam bentuk pernyataan yang lain akan
kehilangan keotentikannya.
Kutipan langsung tidak dapat dihindari mengenai hal-hal berikut:
 Mengutip peraturan-peraturan hukum, undang-undang, anggaran dasar,
anggaran rumah tangga dan sebagainya.
 Mengutip peribahasa, sajak, dialog drama.
 Mengutip beberapa landasan pikiran yangdinyatakan dalam kata-kata yang
sudah pasti.
 Mengitup statement ilmiah dan mengutip ayat-ayat dari kita suci.
Kutipan tidak langsung:
Seorang ilmuwan dituntut untuk mampu menyatakan pendapat orang lain dalam
bahasa ilmuwan sendiri. Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan
kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri; jadi yang dikutip hanyalah
pokok-pokok pikiran, atau ringkasan dan kesimpulan dari sebuah tulisan,
kemudian dinyatakan dengan bahasanya sendiri.
Mengutip dari kutipan:
Mengutip dari kutipan harus dihindari, tetapi dalam keadaan terpaksa, misalnya
sulit menemukan sumber aslinya, mengutip dari kutipan bukanlah suatu
pelanggaran.Apabila seorang penulis mengutip dari kutipan, ia harus
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
515
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
bertanggung jawab terhadap ketidak tepatan dan ketidak telitian kutipan yang
dikutip. Selain itu pengutip wajib mencantumkan dalam catatan kaki bahwa itu
mengutip sumber itu dari sumber lain. Kedua sumber itu dituliskan dalam
catatan kaki dengan dibubuhi keterangan “dikutip dara”.
4. Kesalahan-kesalahan umum dalam menulis ilmiah
a. Menulis kalimat yang tidak utuh.
b. Menulis kalimat yang rancu.
c. Kesalahan urutan kata.
d. Kesalahan pemakaian kata dan ungkapan penghubung.
e. Kesalahan pemakaian kata depan.
f. Kesalahan pemakaian bentuk kata.
g. Kesalahan penyerapan istilah.
5. Penulisan makalah ilmiah
a. Makalah hasil berpikir deduktif
Pada hakikatnya adalah tulisan yang membahas atau memecahkan suatu
masalah atas dasar kajian teori dari khazanah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
penulis makalah harus mempelajari terlebih dulu permasalahannya dari sudut
keilmuan. Teori, konsep, prinsip, hukum, postulat dan asumsi-asumsi dari
keilmuan yang relevan dengan masalah yang akan dibahas harus dikuasai dan
diketahui dengan baik.
Makalah terdiri dari:
 Latar belakang
 Permasalahan dan Hipotesis
 Pembahasan masalah
 Kesimpulan
 Saran
 Daftar pustaka
b. Makalah hasil berpikir induktif
Makalah yang dibuat atas dasar berpikir induktif dilakukan melalui
pendeskripsian gejala dan peristiwa berdasarkan pengamatan di lapangan. Apa
yang ditulis adalah fakta, gejala atau keadilan yang diamatinya di lapangan,
kemudian diberi komentar dan pembahasan berdasarkan teori-teori yang
berkaitan dengan hal yang diamatinya.
Sistematika makalah sebagai berikut :
 Judul
 Latar belakang
 Permasalahan
 Kesimpulan
 Saran
 Daftar pustaka

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
516
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
c. Makalah hasil berpikir ilmiah
Makalah hasil berpikir ilmiah adalah tulisan yang memaparkan proses dan hasil
penelitian. Dengan demikian makalah berupa rangkuman suatu laporanhasil
penelitian atau rangkuman skripsi, tesis, disertasi ditambah komentar-komentar
penulis makalah, baik terhadap metodologi yang digunakan maupun terhadap
hasil yang diperolehnya. Makalah ini bisa berupa rangkuman laporan hasil
penelitian sendiri, bisa pula dari laporan hasil penelitian orang lain.
Sistematika makalah:
1) Judul
2) Kata pengantar (ditulis oleh penyusun makalah)
3) Permasalahan
4) Kerangka pemikiran dan hipotesis
5) Metodologi penelitian
6) Hasil-hasil penelitian
7) Kesimpulan dan saran
8) Pembahasan kajian penulis makalah terhadap proses dan hasil-hasil
penelitian yang dirangkumkan di atas.
Kajian dapat mengemukakan beberapa kelemahandan keuntungan temuan
dari penelitian ini, kemungkinan pemanfaatannya, keterbatasannya, masalah
yang muncul untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut.
9) Daftar pustaka

Pokok bahasan 3.
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN KARYA TULIS/ILMIAH
Dalam rangka penyusunan karya tulis/ilmiah yang baik, diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
A. Pemilihan Topik
Dalam pemilihan topik, Keraf menyatakan, penyusun karya ilmiah lebih bak menulis
sesuatu yang menarik perhatian dengan pokok persoalan yang benar-benar diketahui.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan:
1. Topik yang dipilih berada disekitar kita, baik disekitar pengalaman kita maupun
pengetahuan yang kita kuasai.
2. Topik yang dipilih hendaknya yang paling menarik perhatian kita.
3. Topik yang dipilih terpusat pada suatu segi lingkup yang sempit dan terbatas. Hindari
pokok masalah yang menyeret anda pada pengumpulan informasi yang beraneka
ragam.
4. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif. Hindari topik yang bersifat
subyektif, seperti kesenanganatau angan-angan anda.
5. Topik yang dipilih harus anda ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya walaupun serba
sedikit. Artinya topik yang dipilih jangan hal baru bagi anda.
6. Topik yang dipilih harus memilih sumber acuan, memiliki bahasa kepustakaan yang
akan memberikan informasi tentang pokok masalah yang akan ditulis. Sumber
kepustakaan dapat berupa buku, majalah, surat kabar, brosur, surat keputusan, situs
web atau undang-undang.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
517
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
B. Pembahasan Topik
Pembahasan topik disini ditekankan pada pembatasan topik.Jika topik sudah ditentukan
dengan pasti sesuai dengan petunjuk, uji sekali lagi apakah topik itu sudah cukup sempit
dan terbatas atau masih terlalu umum dan mengambang.Teknik membatasi topik dapat
dilakukan dengan pembuatan bagan pembatasan topik.
Topik yang anda pilih tempatkan pada puncuk bagan, kemudian tariklah cabang-cabang
ke bawah untuk menemaptkan nama kota tempat masalah akan digarap, seperti
Jakarta, Medan, Bandung dst. Tariklah lagi ranting dari nama kota yang Anda ketahui.
Kalau pilihan Anda jatuh ke BBPK Jakarta, pikirkan hal apa yang lebih menarik perhatian
Anda, apakah segi kualitas dan kuantitas kamar tidur atau resepsionis atau segi
manajemen Fasilitatorannya atau lainnya?Tariklah lagi garis anak-anak ranting ke bawah
untuk menempatkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan BBPK Jakarta. Jika pilihan
Anda difokuskan ke masalah resepsionis, pikirkan kembali apakah hal itu sudah cukup
spesifik. Bila masih terlalu umum, rincilah lagi. Dengan demikian anda mempunyai suatu
topik yang betul-betul khusus, spesifik dan sesuai dengan minat dan pengetahuan Anda.

Institusi Diklat

BBPK Jakarta BBPK Ciloto Bapelkes Lemah Abang

Kamar Resepsionis Pelatihan


tidur

Pelat.Teknis Penjenjangan

Prajabatan

PIM

C. Judul Karya Ilmiah


Judul karya ilmiah yang baik mempunyai ciri-ciri:
1. Bersifat langsung, cakupannya terbatas.
2. Mencerminkan isi.
3. Mencakup permasalahan atau variable yang akan diuraikan.
4. Dapat mempunyai sub judul (anak judul).
5. Singkat, menarik dan jelas.
6. Berbentuk frase, bukan berbentuk kalimat.
7. Ditulis dengan huruf capital seluruhnya atau capital di setiap awal kata, kecuali kata
depan dan tanpa tanda titik.
Sebelum memperoleh judul yang tepat, kita dapat membuat beberapa judul tentative
sampai kita menemukan judul yang paling sesuai dengan topik yang kita bahasa

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
518
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Contoh :
Kesalahan Bahasa Penyiar di Stasiun RCTI (judul)
Bahasa Indonesia Penyiar di Stasiun RCTI (judul) : Perlukah dibenahi? (sub judul)

VIII. REFERENSI
1. Arifin, Zaenal, E., 2006, Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah, PT Grasindo, Jakarta.
2. Hariwijaya dan Triton P.B., 2007, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis, Oryza, Yogyakarta.
3. Hariwijaya, M., 2006, Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah, Citra Pustaka,
Yogyakarta.
4. Imron Rosidi, 2005, Ayo, Senang Menulis Karya Tulis Ilmiah, Media Pustaka, Jakarta.
5. Pusdiklat, 2001, Kumpulan Makalah Fasilitatoran Karya Tulis Ilmiah, Jakarta.
6. Sujana, Nana, 2001, Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah, Sinar Baru Algensindo,
Bandung

IX. LAMPIRAN
1. Panduan Diskusi Kelompok
2. Kiat-kiat penulisan KTI

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
519
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Lampiran 1
Panduan Diskusi Kelompok:
1. Peserta dibagi dalam kelompok 5 yang terdiri dari 6 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok menentukan satu topik/judul karya tulis/ilmiah sesuai dengan isu
terkini/masalah di bidang keperawatan gigi dan mulut selama 5 menit
4. Masing-masing kelompok menyusun karya tulis berdasarkan topik yang dipilih selama 30
menit
5. Fasilitator menetapkan moderataor dan penulis untuk panel presentasi hasil diskusi
kelompok
6. Kelompok mempresentasikan hasil diskusinya secara panel, presentasi masing-masing
kelompok selama 10 menit dengan pengaturan oleh moderator
7. Kelompok lainnya memberi tanggapan di akhir panel selama 30 menit
8. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi selama 10 menit
9. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta selama 5
menit.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
520
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Lampiran 2
KIAT-KIAT PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL ILMIAH INTERNASIONAL
Pendahuluan
Penulisan artikel ilmiah dalam jurnal internasional sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
penulisan artikel ilmiah pada jurnal nasional maupun lokal. Namun barangkali ada sedikit
perbedaan yang perlu disampaikan yang akan diuraikan pada makalah ini. Salah satu kriteria
artikel ilmiah bertaraf internasional adalah bahwa artikel ilmiah tersebut haruslah diminati oleh
dunia internasional. Jadi sifatnya universal. Hanya jurnal-jurnal ilmiah pada bidang tertentu saja
(bahasa, budaya dll.) yang dapat memuat tentang artikel ilmiah berskala lokal kedaerahan.
Ciri utama jurnal bertaraf internasional adalah menggunakan bahasa internasional, “editorial
boards”-nya berasal dari berbagai negara atau paling sedikit mempunyai “consulting editor”
dan “reviewer dari berbagai negara serta peredaran jurnal sangat luas di berbagai negara.
Namun, sebuah jurnal berskala internasional tidak harus memenuhi semua kriteria tersebut di
atas. Kriteria utama jurnal berskala internasional adalah bahwa jurnal tersebut diakui mutunya
dan menjadi referensi para ilmuwan internasional. Semakin banyak dan sering ilmuwan
internasional menyitasi isi jurnal bagi keperluan tulisan ilmiah internasional maka semakin baik
mutu jurnal yang bersangkutan. Jadi, jurnal yang berbahasa Inggris tidak otomatis menjadi
jurnal internasional.
Mempublikasikan artikel ilmiah pada jurnal bertaraf internasional mempunyai beberapa manfaat
antara lain artikel ilmiah sebagai hasil kegiatan penelitian kita dapat dibaca oleh para ahli di
seluruh dunia, yang dapat membawa nama kita pribadi dan institusi menjadi harum. Selain itu,
berdasarkan peraturan baru tentang persyaratan kenaikkan pangkat dan jabatan dosen,
publikasi ilmiah internasional mendapat angka kredit yang besar yaitu 40. DIKTI melalui proyek
URGE di masa lalu menyediakan hadiah sebesar sepuluh juta rupiah bagi para penulis yang
mampu menerbitkan artikel ilmiah pada jurnal internasional yang berkualitas.
1. Beberapa Definisi
a. Buku adalah terbitan tercetak tak berkala yang paling sedikit terdiri atas 49 halaman dan
terjahit pada satu sisinya serta terlindung dalam sampul sehingga merupakan satu jilid.
b. Pamflet adalah terbitan tercetak tak berkala yang paling sedikit terdiri atas 5 tetapi tidak
lebih dari 48 halaman.
c. Berkala adalah terbitan dengan judul khas yang muncul secara teratur (mingguan,
bulanan, triwulanan, tahunan) atau tidak teratur untuk rentang waktu tak terbatas.
d. Majalah (magazine) adalah terbitan berkala yang bukan harian, setiap keluar diberi
berhalaman terpisah, biasanya diidentifikasikan dengan tanggal dan bukan dengan
nomor berseri.
e. Jurnal (journal) adalah berkala berbentuk pamflet berseri berisi bahan yang sangat
diminati orang saat diterbitkan.
f. Buletin (bulletin) adalah berkala resmi yang dikeluarkan lembaga atau organisasi profesi
ilmiah serta memuat berita, hasil, dan laporan kegiatan dalam suatu bidang.
g. Warkat warta (newsletter) adalah terbitan pendek berisi berita, termasuk kemajuan
keilmuah yang berisi catatan singkat yang mengutarakan materi secara umum dan tidak
mendalam.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
521
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
h. Risalah (proceeding) berisi catatan jalan pertemuan, beserta pembahasan yang terjadi,
dan transaksi yang mumuat makalah yang dibacakan dalam pertemuan ilmiah
termaksud.
i. Majalah teknis ilmiah adalah berkala ilmiah yang berisi laporan hasil dan temuan baru
penelitian.
j. Berkala semi ilmiah adalah majalah sekunder yang memuat tulisan teknis dengan
cakupan yang bersifat siklopedia dan ditujukan buat kalangan terpelajar yang buka ahli
dalam bidang termaksud.
k. Berkala penyari (abstracting journal) adalah berkala sekunder yang hanya berisikan
abstrak atau ringkasan majalah primer.
l. Berkala tinjauan (review journal) adalah berkala yang memuat pembahasan berbagai
artikel ilmiah sejenis untuk memberikan gambaran kemajuan menyeluruh suatu topik.
m. Majalah populer adalah berkala yang berisi tulisan ilmiah untuk orang awam.
Artikel dalam sebuah jurnal dapat dibagi menurut jenisnya yaitu artikel asli (original papers
atau regular papers), artikel tinjauan (review papers), catatan penelitian (research note) dan
surat pembaca (letter to the editor).
Artikel asli biasanya merupakan artikel ilmiah hasil penelitian, atau dapat berupa konsep-
konsep asli yang dikembangkan dari artikel-artikel ilmiah yang dipublikasikan. Artikel
tinjauan biasanya merupakan artikel ilmiah yang disusun berdasarkan telaah pustaka. Artikel
tinjauan biasanya ditulis oleh para pakar atas permintaan editor. Catatan penelitian
merupakan laporan ringkas tentang penelitian yang secara ilmiah sangat penting untuk
segera dipublikasikan. Surat pembaca biasanya merupakan komentar yang membangun
terhadap artikel-artikel yang dipublikasikan dalam suatu jurnal. Penulis dapat memberikan
jawaban atau penjelasan atas komentar pembaca.
2. Pemilihan Jurnal Ilmiah
Setelah selesai melakukan penelitian, maka seorang peneliti harus dapat menentukan
derajat keaslian sumbangan ilmiahnya, dapat menentukan keterkaitan dan ruang lingkup
disiplin ilmu yang tertarik akan hasilnya, serta macam masyarakat ilmiah yang berminat akan
simpulan yang dihasilkan.
Macam media mana yang dipilih untuk menerbitkan temuan ilmiah tersebut harus sudah
ditentukan dengan baik sebelum naskah ditulis. Cara yang paling sederhana adalah pergi
keperpustakaan untuk mendapatkan jurnal ilmiah yang sesuai dengan bidang ilmu kita.
Pertama-tama kita baca keterangan dalam halaman dalam depan atau belakang atau dalam
Instuction for Authors tentang cakupan bidang ilmu yang sesuai dengan jurnal tersebut. Jika
di perpustakaan tidak ada, maka dapat berkonsultasi dengan kolega kita di lembaga lain
untuk membicarakan ke jurnal mana artikel tersebut paling tepat dikirim. Survey mengenai
jurnal ilmiah juga dapat dilakukan melalui internet.
Seorang pemula mungkin akan mengalami kesulitan untuk memilih jurnal yang tepat jika
tersedia banyak pilihan. Sebagai patokan mulailah mempertimbangkan kemungkinan untuk
memasukkannya ke dalam berkala superspesialis. Jika setelah dinilai belum cukup
mendalam, maka lanjutkan penjajakan ke berkala spesialis cabang ilmu yang melingkupinya.
Sebagai alternatif terakhir baru kemudian persiapkan artikel untuk berkala bidang ilmunya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
522
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Dianjurkan untuk tidak menerbitkan hasil temuan kita pada majalah atau jurnal yang
merupakan bunga rampai bermacam ilmu. Berkala seperti ini tidak akan sampai ke tangan
ilmuwan sebidang.
3. Instruction for Authors
Setelah diperoleh jurnal yang tepat, segera simaklah gaya penyajiannya dengan membaca
beberapa tulisan yang dimuat dalam nomor-nomor atau jilid terakhir. Perhatikan pula
tentang “Objective of the Journal” yang biasanya memuat tentang cakupan bidang ilmu yang
diutamakan, jenis karya tulis yang diminta (artikel asli saja, artikel tinjauan saja, atau kedua-
duanya). Setelah itu pelajari Instruction for Authors pada jurnal tersebut.
Pemunculan “Instruction for authors” untuk setiap jurnal berbeda-beda. Jika pedoman
tersebut pendek biasanya ditulis pada setiap satu nomor penerbitan jurnal. Akan tetapi jika
panjang biasanya ditulis sekali dalam satu tahun, bisa pada awal tahun atau akhir tahun. Jika
tidak dapat diperoleh di perpustakaan maka kita dapat mengirim surat ke Editor in Chief atau
Technical Editor untuk mendapatkannya.
4. Penulisan Artikel
Kita harus membaca pedoman penulisan artikel dengan hati-hati agar tidak terjadi
kesalahan. Memang derajat pedoman tersebut berbeda-beda pada setiap jurnal dari yang
hanya garis besar saja sampai dengan yang sangat rinci.
Informasi umum yang diberikan dalam panduan penulisan itu adalah format penulisan
(ukuran dan jenis kertas, spasi, penomoran halaman, jumlah baris per halaman, margin dan
penomoran setiap baris tulisan), penulisan title page (judul artikel, penulis berserta
alamatnya, alamat korespondensi dan permintaan reprint), penulisan badan artikel.
Kita harus memperhatikan format pada jurnal terpilih. Sering terjadi editor menolak suatu
artikel ilmiah dikarenakan tulisan tersebut tidak memenuhi persyaratan format yang telah
ditentukan. Oleh sebab itu format harus dicermati.
Hal yang pertama yang harus diperhatikan adalah ukuran dan jenis kertas. Pada umumnya
ukuran yang digunakan adalah A4 atau letter dengan berat 80 gram. Setelah itu perhatikan
ukuran spasi (biasanya 2 spasi), ukuran marjin kiri, kanan, atas dan bawah (bervariasi
tergantung jurnal), ukuran font (paling sedikit 10 point), petunjuk penomoran halaman (atas
atau bawah, kanan, tengah atau bawah), batas jumlah halaman yang diijinkan, jumlah baris
per halaman (biasanya 20-25 baris). Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa setiap baris
pada setiap halaman diberi penomoran pada sisi kiri kertas. Penomoran baris sangat penting
sebagai rujukan bagi reviewer atau editor serta penulis pada waktu memberi jawaban atas
ulasan yang diberikan oleh reviewer. Selain itu, perlu diperhatikan boleh tidaknya
pemenggalan kata dan penggunaan right justification. Kadang sebuah jurnal juga
menentukan jenis huruf yang digunakan.
4.1. Penulisan Title Page
Pada tittle page (lihat lampiran 2) biasaya ditulis judul artikel, nama penulis dan alamat
lembaga dimana penelitian itu dilakukan, dan alamat penulis korespondensi.
Umumnya Running head little yaitu judul artikel dalam bentuk singkat (yang nantinya
akan muncul pada halaman tertentu pada artikel yang telah dicetak bersama dengan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
523
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
nama penulis) juga dicantumkan pada halaman judul ini. Cara penulisan halaman judul
ini untuk setiap jurnal berbeda-beda.
Pada halaman judul ini perlu diperhatikan apakah judul ditulis tebal, miring, huruf
kapital atau huruf kecil. Secara umum judul ditulis paling atas dan di tengah-tengah.
Ada jurnal yang menentukan judul dicetak tebal, nama penulis dan alamat dicetak
miring. Selain itu, perlu diperhatikan penggunaan ukuran huruf. Justifikasi judul, nama
penulis dan alamat juga perlu diperhatikan.
Alamat penulis dalam jurnal bertaraf internasional adalah lembaga yang betul-betul
memberi sumbangan dan ikut ambil bagian dalam penelitian. Sebagai contoh, seorang
dosen melanjutkan pendidikan S3 di Universitas Andalas. Setelah lulus ia pulang
kembali ke institusi dimana ia bekerja. Jika ia mempublikasikan hasil penelitiannya,
maka alamat penulis adalah Universitas Andalas. Penulis dapat mencantumkan alamat
sekarang (alamat dimana ia bekerja) pada catatan kaki.
Judul biasanya diminta sesingkat mungkin tetapi mencerminkan isi dari artikel ilmiah
termaksud. Singkatan biasanya tidak dianjurkan dalam judul. Jumlah huruf pada
running head bervariasi (biasanya tidak lebih dari 55 huruf ).
Nama penulis yang dicantumkan biasanya yang benar-benar memberikan kontribusi
pada penelitian tersebut. Memang tidak ada patokan yang berlaku. Bisa saja,
pencantuman nama penulis tergantung pada kesepakatan di antara penulis. Jika
penulis lebih dari satu, maka cantumkan penulis yang bertanggungjawab dalam surat-
menyurat. Biasanya penulis atau peneliti senior. Peneliti senior tidak harus sebagai
penulis utama.
4.2. Abstract dan Keywords
Format abstrak juga bervariasi, sehingga kita harus benar-benar teliti membaca
pedoman penulisan pada jurnal tersebut yang meliputi format (kapital atau tebal,
center atau pada baris baru yang diikuti oleh kalimat pertama abstrak, spasi). Pada
umumnya, jurnal meminta abstrak ditulis pada halaman terpisah. Untuk
mempermudah, sebaiknya kita memperhatikan contoh artikel terbaru.
Secara umum, abstrak ditulis dalam satu paragraf yang berisi tujuan penelitian, materi
dan metodologi penelitian, hasil utama penelitian, kesimpulan dan kata kunci (key
words). Jika artikel tersebut berupa tinjauan pustaka, abstrak berisi tentang latar
belakang, hasil utama berupa temuan teoritik, kesimpulan dan kata kunci. Pada
abstrak biasanya tidak terdapat pembahasan, tabel, pustaka, sitasi, dan gambar.
Singkatan biasanya diperbolehkan dalam abstrak.
Abstrak inilah yang biasanya digunakan dalam abstracting yang akan disebarluaskan
baik secara elektronik maupun cetak. Oleh sebab itu kita harus mampu
mengungkapkan hasil penelitian kita secara menyeluruh sehingga pembaca bisa
menangkap isi artikel tanpa harus mengacu ke artikel yang lengkap. Pembaca yang
tertarik biasanya akan mencari artikel lengkapnya.
Jumlah kata maksimum dalam abstract umumnya dibatasi antara 100 dan 250 kata.
Namun ada juga jurnal yang memberi batasan sampai dengan 400 kata. Satu kata

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
524
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
ditetapkan sebagai kumpulan karakter yang diapit oleh space. Abstract ditulis dengan
kalimat past tense, dan umumnya tidak diperkenankan lagi mengulangi judul artikel
dalam isi abstract. Abstract biasanya akan ditutup dengan kata kunci (keywords).
Kata kunci sangat penting dalam pengideksan artikel. Jika pembaca ingin mencari
artikel dengan kata kunci, maka salah satu kata kunci yang kita tulis akan bisa
membuka artikel tersebut. Oleh sebab itu, kita harus memilih kata kunci yang paling
baik mewakili topik yang dibahas. Jumlah kata kunci bervariasi dari 3-6. Tata cara
penulisan key words bervariasi. Ada jurnal yang menuliskan kata kunci berdasarkan
urutan abjad. Ada juga yang berdasarkan urutan dimulai dari kata kunci spesifik sampai
dengan kata kunci umum atau sebaliknya. Ada juga yang dimulai dari kata kunci yang
paling penting sampai dengan yang kurang penting atau sebaliknya.
4.3. Introduction
Bagian ini mengandung isi sebagai pengantar yang berisi justifikasi penelitian,
hipotesis dan tujuan penelitian. Jika artikel berupa tinjauan pustaka, maka
pendahuluan berisi latar belakang yang memuat tentang pentingnya “permasalahan”
tersebut diangkat, hipotesis (jika ada) dan tujuan penulisan artikel. Pada bagian ini
pustaka hanya dibatasi pada hal-hal yang paling penting. Perlu diperhatikan metode
penulisan pustaka rujukan sesuai dengan contoh artikel atau ketentuan dalam
Instruction for authors. Jumlah kata dalam bagian ini juga kadang dibatasi jumlah
katanya. Ada juga jurnal yang membatasi jumlah referensi yang dapat disitir pada
pendahuluan, tidak lebih dari tiga pustaka. Tidak dibenarkan membahas secara luas
pustaka yang relevan pada pendahuluan. Pada sebagian besar jurnal Introduction
ditulis dalam kalimat present tense. Perlu diperhatikan apakah “introduction” ditulis
segera setelah abstract, atau harus pada halaman baru.
4.4. Materials and Methods
Bagian ini bisa dibagi menjadi beberapa subheading untuk lebih rapi. Dalam bagian ini
umumnya tidak dibatasi jumlah kata atau panjang tulisan, sehingga kita akan lebih
leluasa menjelaskan materi dan metodologi yang digunakan. Perlu diketahui bahwa
para reviewer akan banyak menekankan pemeriksaan pada materi dan metode ini.
Karena, kevalidan hasil yang kita peroleh ditentukan oleh penggunaan materi dan
pendekatan metodologi yang digunakan. Oleh sebab itu, kita harus menulis secara
lengkap jenis materi dan metodologi yang kita lakukan dalam penelitian, sehingga
reviewer bisa memahami prosedur yang digunakan dalam penelitian.
Dalam bagian ini kita bisa menyajikan tabel, skema atau gambar untuk memperjelas
dan meringkas informasi yang akan ditulis. Bagian ini ditulis dengan kalimat past tense.
Jika kita merujuk metode dari hasil penelitian orang lain, maka kita tidak perlu
menuliskannya secara mendalam. Cukup ditulis bahwa pengukuran “apa”
menggunakan metode “siapa”.
Contoh :
a. Dry matter, crude protein and total ash were determined according to AOAC
(1990).

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
525
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
b. Neutral detergent fiber, acid detergent fiber, acid detergent lignin and
hemicellulose were determined as described by Van Soest et al. (1991).
Hal ini juga berlaku bagi model analisis statistik. Kita tidak perlu mencantumkan model
matematikanya.
Contoh:
The effect of two season i.e. spring and winter on the nutrient composition and in situ
DMD was analysed using a t-test (Steel and Torrie, 1980).
Dalam artikel tinjauan, biasanya tidak dicantumkan materi dan metode penulisan yang
digunakan.
4.5. Results and Discussion
Setiap jurnal mempunyai pola yang baku atau yang fleksibel dalam bagian ini. Ada
jurnal yang memisahkan Results dari Discussion, atau menyatukannya, dan ada pula
yang menyerahkannya kepada penulis sesuai dengan kenyamanan dalam
penyajiannya.Jika Results terpisah, bagian ini hanya menyajikan hasil penelitian tanpa
membahasnya. Keuntungan cara ini adalah pembahasan bisa lebih terarah dan
menyeluruh karena bisa membahas variabel atau parameter yang saling berhubungan
sekaligus. Keburukannya adalah bahwa dalam membahas kita cenderung memulai lagi
sedikit dengan hasil, sehingga akan mengulang lagi apa yang sudah disajikan dalam
hasil.
Jika results digabung dengan discussion, pembahasan bisa langsung mengikuti
penyajian hasil. Keuntungan cara ini adalah setiap hasil langsung dibahas, sehingga
tidak perlu menyinggung lagi jika membahasnya. Keburukkannya adalah kita
cenderung mengulang pembahasan yang saling berkaitan. Namun untuk menulis pada
salah satu cara di atas kita bisa menggunakan teknik yang baik sehingga penyajian
hasil dan pembahasan bisa lebih menarik.
Dalam penyajian results ungkapkan hasil yang diperoleh secara jelas dan lugas tanpa
komentar. Pembaca diundang untuk mengambil kesimpulannya sendiri, kemudian
membandingkannya dengan pernyataan penulis setelah pembaca sampai pada bagian
discussion. Sajikan data terpilih dengan ringkas. Pada tahap ini, penulis sebaiknya
membentuk argumen yang akan menjadi tulang punggung discussion. Dengan
demikian, hal-hal pokok dalam results perlu diberi penekanan. Pada bagian results,
biasanya digunakan kalimat past tense yang sederhana. Untuk penyajian data yang
sederhana gunakan tabel. Untuk data yang rumit dan banyak gunakan gambar. Tidak
dibenarkan menyajikan gambar dari tabel yang telah disajikan. Rataan angka yang
disajikan dalam tabel dan gambar pada sebagian besar jurnal internasional disertai
oleh ukuran penyebaran seperti SD, SE.
Results harus ditulis secara sistematis. Kita tulis hasil mulai dari hasil utama baru diikuti
oleh data atau hasil pendukungnya atau sebaliknya, dari data pendukung baru ke hasil
utamanya.
Pada umumnya jurnal internasional tidak menginginkan bahasa statistik ditulis dalam
teks hasil. Sebagai contoh kalimat “Body weight was significantly affected by

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
526
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
treatments (P<0,01)” adalah kalimat statistik, yang sangat sulit dipahami oleh
pembaca. Oleh sebab itu sebaiknya tulis saja secara langsung, misalnya “Probiotik
supplementation at level of 1% significantly increased body weight of broiler chickens
(P<0,01)”.
Dalam bagian discussion yang perlu kita bahas adalah hasil tersebut apakah menerima
atau menolak hipotesis yang kita kemukakan. Jadi disini dibahas kenapa hipotesis
diterima atau ditolak. Biasanya discussion akan ditutup dengan kesimpulan jika tidak
ada heading khusus untuk kesimpulan.
Agar discussion menarik untuk dibaca, maka mulailah dengan kata-kata kunci.
Demikian pula setiap paragraf sebaiknya dibuka dengan kalimat topik yang membawa
gambaran jelas kepada pembaca. Sebaiknya discussion dirancang dengan argumen
yang kuat. Ini akan memberikan kesempatan kepada penulis untuk merangsang minat
pembaca, sehingga pembaca tertarik untuk membaca seluruh artikel. Spekulasi dapat
dibenarkan dalam discussion sepanjang didukung oleh argumen yang kuat.
Kutipan dalam discussion sangat penting untuk memperkuat argumentasi penulis.
Kutipan harus memberikan informasi yang benar. Hal ini sangat penting bagi pembaca
yang ingin mengikuti argumen penulis dengan seksama, agar dengan tepat
menemukan apa yang dicarinya dalam artikel asli sesuai dengan pengarahan penulis.
Acuan mempunyai banyak kegunaan, antara lain dapat dijadikan otoritas tertinggi
yang menjadi dasar argumen. Acuan dapat menjadi otoritas sementara yang
keabsahannya menjadi tantangan pembaca, atau bahkan ternyata salah sama sekali.
Mungkin saja penulis dapat memberikan penekanan pada waktu penulisan kutipan
dalam teks. Perhatikan beberapa pernyataan berikut:
“Semua bakteri aerobil peka terhadap umtomycin (Burhan, 1979).”
Pernyataan ini menyiratkan bahwa konsep tersebut dapat diterima. Burhan adalah
orang pertama yang mengemukakan, dan penulis menyetujuinya.
“Burhan (1979) menemukan bahwa semua bakteri aerobik peka terhadap
umptomycin.”
Pernyataan ini menyiratkan konsep yang kurang dikenal, Burhan yang menyimpulkan,
dan penulis setuju dengan pendapatnya.
Burhan (1979) menyatakan bahwa semua bakteri aerobik peka terhadap
umptomycin.”
Dalam kalimat ini tersirat bahwa pendapat Burhan mungkin bertentangan dengan
pendapat umum, dan penulis untuk sementara tidak menentukan pilihan dalam
masalah ini.
4.6. Conclusion atau Implication atau Summary
Dalam conclusion sarikan apa yang menjadi hasil utama penelitian (menolak atau
menerima hipotesis) dalam kalimat yang sederhana. Hindari kalimat berbau statistik.
Conclusion disusun berdasarkan fakta yang ditemukan dalam penelitian.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
527
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Beberapa contoh conclusion
a. Basing on the quality and quality of meat and wool produced it may be concluded
that CSM may serve as suitable substitute to replace at least 50% of costly and scarce
DPNM in the diets of growing lambs reared for meat and wool production.
b. It can be concluded that both Jackfruit and Flemingia are potential supplements for
goats fed grasses and CWSC.
Implikasi penelitian ditulis untuk memperjelas manfaat atau sumbangan yang
dihasilkan dari penelitian. Saran penelitian lebih lanjut dapat dikemukakan pada bagian
ini.
Beberapa contoh implications
a. The results of both experiments suggest that this carbohydrate by-product can
replace at least 50% of the total lactose in phase I and phase II diets without having a
detrimental effect on pig performance. This by-product may be an economical
alternative to lactose in starter pig diets.
b. Supplementing Phytezyme to an corn-wheat-soybean meal diet for growing pigs
increased growth performance and nutrient digestibility. The present experiment
demontrates the potential for complete replacement of inorganic phosphorus
addition by Phytezyme to maximize performance and nutrient availability.
c. Extrusion cooking would be a way to improve the stability of rice bran. Feeding
rancid rice bran gives negative effects on growth performance and pork quality in
growing-finishing pigs. Therefore, it is very important to use rice bran as a feed
ingredient when it is fresh or stabilized.
4.7. Acknowledgement
Ucapan terima kasih biasanya ditempatkan pada akhir tulisan sebelum daftar pustaka.
Biasanya yang perlu disebutkan adalah penyandang dana. Berikan nomor kontraknya
jika ada, karena ini juga nanti sebagai dokumentasi bagi pemberi dana bahwa
penelitian yang dibiayai telah dipublikasikan di tingkat internasional.
Ucapan terimakasih juga dapat diberikan kepada perorangan, lembaga atau kelompok
yang telah memberi bantuan teknis dan saran. Ucapan terimakasih sebaiknya ditulis
dengan sederhana.
Beberapa contoh acknowledgments.
1) This study was supported by a research grant for food and meat products from the
Ito Memorial Research Foundation, Tokyo, Japan. We also thank the Livestock
Improvement Association of Miyazaki Prefecture, and Miyazaki Prefectural Meat
Inspection Center of Miyakonojo-Devision, for providing frozen semen and the
ovaries.
2) This work was supported in part by a grant from the Council of Agriculture, Executive
Yuan [#81 Rural Restruction-12.1-AID-67(43)].

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
528
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
3) The autrhors thank Dr. D. H. Min in Michigan State University and Prof. L. D. Muller in
Pennsylvania State University for advice in writing of this manuscript. This study was
supported in part by Kangwon National University.
4) This work was supported in part by a grant from the Korea Science and Enginering
Foundation (KOSEF 951-0607-011-2) to YSK.
5) The authors would like to thank the National Science Council of the Republic of China
for financial support of this experiment under Contract No. NSC 84-2321-B-021-010.
4.8. References
Penulisan daftar pustaka bervariasi tergantung kepada format setiap jurnal. Untuk itu,
kita harus mengacu kepada pedoman penulisan pada jurnal tersebut. Secara umum,
penyusunan daftar pustaka terdiri atas dua jenis, yaitu dengan cara penomoran dan
penyusunan secara alfabetis.
Daftar pustaka yang digunakan diutamakan dari artikel-artikel yang telah
dipublikasikan secara internasional. Daftar pustaka dari publikasi nasional dapat
digunakan pada jumlah terbatas. Tesis dan disertasi dapat pula digunakan sebagai
daftar pustaka. Kadang subuah artikel ditolak karena daftar pustaka hanya berasal dari
hasil penelitian yang tidak dipublikasikan, seperti misalnya laporan penelitian, atau
hanya berasal dari publikasi lokal.
4.9. Penulisan Tabel
Dalam penerbitan jurnal internasional, tabel selalu ditulis dalam halaman terpisah dari
teks, biasanya setelah daftar pustaka. Tabel diberi nomor urut mengikuti angka arab,
dan setiap tabel diketik dalam halaman terpisah. Sebelum membuat tabel perhatikan
dulu format yang ada pada contoh artikel terbaru.
Umumnya garis horisontal sepanjang halaman yang diperbolehkan hanya tiga, yaitu
pada bagian atas (judul kolom) dan satu pada penutup tabel. Garis vertikal sama sekali
tidak diperbolehkan.
Judul tabel biasanya ditempatkan di atas tabel. Perhatian format penulisan judul tabel.
Sistem penulisan satuan variabel yang ditabulasikan juga perlu diperhatikan dengan
cermat.
Syarat yang selalu ditekankan dalam pembuatan tabel adalah bahwa pembaca bisa
memahami dan menginterpretasikan tabel itu sendiri tanpa harus membaca teks.
Susunlah data pada tabel sesuai dengan urutan penyajian dan pembahasan dalam
teks. Kelompokkan data sejenis dalam satu tabel.
4.10. Figure Legends atau Judul Gambar
Biasanya judul gambar dilampirkan setelah tabel. Tuliskan judul gambar dalam
halaman terpisah dari gambarnya. Jika ada beberapa gambar, bisa diberi nomor dan
judulnya dan mengetiknya dalam satu halaman. Perhatikan format penulisan judul
gambar pada artikel contoh.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
529
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
4.11. Figure
Gambar digunakan untuk menyajikan data yang sangat banyak. Setiap gambar dicetak
pada halaman terpisah. Untuk tidak membingunkan, tuliskan nomor gambar dan nama
penulis dibalik (halaman belakang) gambar tersebut. Selain itu, untuk gambar yang
tidak langsung kelihatan mana bawah dan atas, harus ditunjukkan di margin gambar
tersebut dengan pensil. Karena gambar tidak disertai dengan judulnya, jangan sampai
salah memberikan nomor di belakang gambar atau salah mengurutnya dalam teks.
5. Pengiriman Artikel
Setelah artikel selesai ditulis dengan baik, sekali lagi periksa kelengkapan dan kesesuaian
dengan format. Yang penting diperhatikan adalah aturan bahasa yang digunakan apakah
sudah sesuai, dan apakah ejaaannya benar. Jika perlu, sebelum kita mengirimkan naskah
tersebut ke jurnal yang dituju, ada baiknya kita mintakan kolega kita di dalam dan di luar
negeri untuk membacanya dan memberikan komentar. Pada sebagian besar jurnal
internasional, penulis yang bukan “native speaker” biasanya disarankan agar naskahnya
dikoreksi pemakaian bahasanya oleh “native speaker”. Hal ini untuk menghindari pemakaian
bahasa asing yang tidak standar. Sering terjadi, artikel ditolak karena pemakaian bahasa
asing yang tidak standar. Jika sudah siap, maka artikel diperbanyak sesuai dengan
permintaan dan mengirimkannya ke Editor-in-Chief. Setelah artikel difotokopi, maka sekali
lagi periksa kelengkapan halaman. Buatlah surat pengantar yang memohon redaktur untuk
mempertimbangkan penerbitan atikel anda, lengkap beserta alamat lengkap untuk
keperluan surat-menyurat. Selain itu, sejumlah jurnal juga mensyaratkan adanya “surat
pernyataan” dari semua peneliti yang isinya tentang persetujuan antar peneliti tentang isi
artikel, keaslian hasil penelitian/tulisan, dan pernyataan lain yang dipersyaratkan.
Artikel dikirim beserta kelengkapannya. Artikel dibungkus dalam amplop besar (artikel
jangan dilipat) dan kuat.
6. Pengembalian Artikel oleh Editor-in-Chief
Biasanya setelah artikel tersebut diterima oleh Editor-in-Chief, mereka akan mengirimkan
surat pemberitahuan bahwa artikel tersebut telah sampai di meja redaksi (received) yang
biasanya disertai nomor yang diberikan oleh editor ke artikel tersebut. Dalam beberapa
bulan, artikel akan dikembalikan oleh Editor-in-Chief dengan dua kemungkinan. Yang
pertama artikel ditolak sama sekali, atau diterima (accepted) yang umumnya dengan
perbaikan. Artikel dapat diperbaiki sesuai dengan komentar reviewer jika kita setuju. Kita
dapat tidak setuju dengan komentar reviewer dengan mengemukakan alasan ilmiahnya.
7. Perbaikan Artikel
Artikel yang telah dikembalikan untuk diperbaiki biasanya disertai dengan lembaran
komentar reviewer yang bisa bersifat umum dan spesifik. Selain itu juga Editor-in-Chief juga
menambahkan beberapa catatan dan perbaikan pada artikel. Perbaiki artikel sesuai dengan
saran dan komentar serta koreksian yang diberikan. Biasanya kita diminta untuk
memberikan jawaban secara rinci baris demi baris apa.
Disini kita dapat tidak setuju dengan saran para reviewer, dengan mengemukakan alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Disini kita juga dapat menambahkan hal-
hal yang kita anggap penting, meskipun tidak ada saran dari para reviewer.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
530
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
8. Pengiriman Kembali Artikel
Setelah semua diperbaiki, kita kirim kembali artikel tersebut beserta jawaban atau komentar
kita terhadap saran para reviewer, yang biasanya disertai dengan artikel yang lama yang
berisi koreksian. Perhatikan surat dari Editor in Chief berapa kopi kita harus mengirim. Jika
tidak ada surat pemberitahuan yang meminta artikel diperbaiki kembali, maka kita tinggal
menunggu galley proof. Pada saat revisi terakhir biasanya kita juga diminta untuk
mengirimkan artikel elektronik dalam disket, sehingga proses setting lebih cepat.
9. Pemeriksaan Galley Proof, Penyelesaian Administrasi dan Pemesanan Reprints
Setelah artikel diterima, proses setting akan dilakukan. Artikel akan diketik sesuai dengan
format cetak halaman jurnal tersebut. Walaupun page layout untuk tabel dan grafik
mungkin belum seperti bentuk akhir pada saat dicetak. Hasil setting seperti inilah yang
disebut galley proof. Jika proof sudah diterima, maka koreksilah dan kirim kembali. Biasanya
galley proof harus dikirim dalam waktu 24-48 jam setelah diterima. Jadi proof sebaiknya
dikirim lewat faks atau EMS (express mail service).
Perbaikkan proof biasanya hanya diperkenankan yang berkaitan dengan kesalahan yang
tidak fatal seperti salah ketik, atau perlu ditambahkan kata imbuhan. Tidak dibenarkan untuk
mengubah pernyataan, mengganti kalimat dll. Oleh sebab itu, yakinkan tidak ada kesalahan
yang prinsip pada draft artikel terakhir.
Pada saat pengiriman galley proof, Editor-in-Chief juga mengirimkan formulir untuk
pemesanan reprints dan faktur untuk pembayaran page charge. Page charge ini harus
dibayarkan bersamaan dengan pengiriman kembali galley proof. Ada sebagian jurnal yang
mensyaratkan bahwa pada saat pertama kali pengiriman artikel disertai dengan pengiriman
“biaya koreksi”. Kita dapat tidak membayar “biaya koreksi” tersebut dengan membuat
pernyataan tertulis bahwa “anda” tidak mempunyai dana untuk keperluan tersebut. Setelah
artikel sampai pada tahap “galley proof dan ada permintaan biaya publikasi, penulis dapat
mengajukan bebas biaya dengan melampirkan surat pernyataan dari lembaga tempat kerja
penulis bahwa tidak ada dana untuk keperluan publikasi. Selesailah proses pembuatan
artikel dan kita tinggal menunggu reprints yang dipesan. Reprints dapat kita kirimkan
kepada kolega kita di dalam maupun di luar negeri.
Daftar Pustaka
1. Animal Science and Technology. 1998. Japanese Society of Zootechnical Science, Japan.
2. Animal Science Journal. 1999.Instrictions to Authors. Japanese Society of Zootechnical
Science, Japan.
3. Asian-Australasian Journal of Animal Science. 2003. Guide for authors. AAAP, Korea.
4. Japanese Poultry Science. 1995. Japan Poultry Science Association, Japan.
5. Journal of Nutritional Science and Vitaminology. 1998.Instrictions to authors. Center for
Academic Publications, Japan.
6. Haryanto, A. G., H. Ruslijanto, D. Mulyono. 2000. Metode Penulisan dan Penyajian Karya
Ilmiah. Penebit Buku Kedokteran, Jakarta.
7. Lindsay, D. 1988. A Guide to Scientific Writing. (Penerjemah S. S. Achmadi). UI-Press,
Jakarta.
8. Manalu, W. 1999. Penulisan artikel ilmiah pada jurnal ilmiah internasional. Makalah
Fasilitatoran Penatar Penulisan Artikel Ilmiah di Perguruan Tinggi, DIKTI, Jakarta.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
531
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
9. Nafiah, A. H. 1981. Anda Ingin Jadi Pengarang? Usaha Nasional, Surabaya.
10. Poltry Science. 1999. Poultry Science Association, U S A.
11. Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Penerbit ITB, Bandung.
12. Rifai, M. A. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia.
UGM Press, Yogyakarta.
13. Santoso, U. 1998. Penyusunan penulisan ilmiah populer. Fasilitatoran penulisan ilmiah
populer bagi mahasiswa, Bengkulu.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
532
MATERI INTI 6
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 6
PENYUSUNAN PETUNJUK TEKNIS
PERAWATAN GIGI DAN MULUT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Perawat gigi merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
keperawatan gigi diberbagai pelayanan, sebagaimana tenaga kesehatan lainnya. Oleh
karena itu pelayanan keperawatan gigi merupakanbagian integral dari pelayanan
kesehatan. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kesehatan,
perawat gigi dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada
masyarakat. Upaya untuk meningkatkan kompetensi dapat dilakukan dengan berbagai
strategi, selain melalui pendidikan perawat gigi ke jenjang yang lebih tinggi, juga dapat
dilakukan dengan mengadakan pelatihan - pelatihan dan salah satunya adalah pelatihan
jabatan fungsional.
Sesuai dengan Permenpan no 23 tahun 2014, bahwa jabatan fungsional perawat gigi terdiri
dari trampil dan ahli, kenaikan jabatan dan pangkat bagi pemangku jabatan fungsional
ditentukan oleh jumlah kumulatif angka kredit yang dapat dikumpulkan.
Butir kegiatan yang nilai angka kreditnya tinggi adalah pengembangan profesi yang meliputi
penulisan KTI, penerjemahan dan penyusunan pedoman/Juklak/Juknis.
Penyusunan pedoman/juklak dan juknis ini penting karena peraturan-peraturan dalam SK
Menkes RI dan Permenkes RI masih sangat umum, sehingga perlu dibuat aturan, patokan
dan indikator kinerja yang lebih rinci. Peraturan – peraturan tersebut perlu di jabarkan
dalam bahasa operasional berupa pedoman, juklak dan juknis sebagai acuan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Dalam Modul ini focus bahasan mengenai Juknis, namun demikian pedoman dan juklak
akan dibahas sebagai pengantar karena juknis merupakan uraian yang lebih detail dari suatu
kegiatan dari juklak dan pedoman, disajikan secara sistematis, yang dimulai dari pengertian
pedoman, juklak dan juknis kemudian secara khusus akan diuraikan mengenai penyusunan
juknis itu sendiri.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu menyusun buku petunjuk teknis bidang
kesehatan.
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
2. Menjelaskan sistimatika penyusunan petunjuk teknis.
3. Melakukan penyusunan petunjuk teknis.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
533
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

III. POKOK BAHASAN


Pokok Bahasan 1. Pengertian Pedoman, Juklak dan Juknis
Pokok bahasan 2. Sistimatika penyusunan juknis

IV. METODE
1. Ceramah
2. Brainstorming
3. Tanya jawab
4. Kerja kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Modul/ bahan bacaan
2. Note book/ laptop
3. LCD
4. Flip chart dan Kertas flip chart
5. Spidol, pulpen
6. Lembar penugasan

VI. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Untuk memperlancar berlangsungnya proses pembelajaran, diperlukan penyusunan
langkah-langkah proses pembelajaran.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator, menyapa peserta dilanjutkan dengan perkenalan. fasilitator memperkenalkan
diri dengan menyebut nama dan asal institusi. Proses perkenalan ini kemudian berlanjut
pada peserta.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran dan a persepsi mengenai petunjuk teknis
dengan pesera.
Langkah 2. Penyampaian materi pokok bahasan pengertian
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan materi pengertian pedoman, petunjuk
pelaksana, petunjuk teknis dan perbedaan diantara ketiganya.
2. Dalam menyampaikan materi ini, fasilitator menggunakan metode ceramah dan Tanya
jawab
3. Pada akhir pembahasaan, fasilitator memberikan kesempatankepada peserta untuk
bertanya.
Langkah 3. Pokok bahasan sistimatika penyusunan
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan materi sistimatika penyusunan petunjuk teknis.
2. Dalam menyampaikan materi, fasilitatr menggunakan metode ceramah dantanya jawab
3. Pada akhir pembahasan fasilitator memberikan kesempatan pada peserta untuk
bertanya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
534
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah 4. Penugasan
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok
2. Setiap kelompok diminta untuk menyusun 1 (satu) petunjuk teknis atau SPO yang
diperlukan di unit kerjanya masing-masing.
3. Hasil diskusi penyusunan di tuangkan dalam power point dan mempresentasikannya
didepan kelas.
4. Fasilitator memberikan umpan balik dan masukkan terhadap masalah-masalah dalam
diskusi terkait penyusunan petunjuk teknis atau SPO.
5. Fasilitator mengarahkan hasil diskusi agar lebih focus sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Langkah 5. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan.

VII. URAIAN MATERI


Sebagaimana kita ketahui bahwa banyak peraturan-peraturan yang telah di tetapkan tetapi
belum dapat di implementasikan segera karena masih menunggu terbitnya pedoman
pelaksanaan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sebagai perangkat kerja organisasi.
Rumusan aturan yang lengkap dan baik seharusnya dapat menggambarkan secara rinci
mengenai Apa yang akan dilaksanakan, Siapa Penanggung jawab, siapa supervisor, siapa
pelaksana, dimana tempat dilaksanakan, kapan waktu pelaksanaan, dan bagaimana cara
pelaksanaan ( proses persiapan,proses pelaksanaan. ) apa-apa persyaratan kegiatan (
standar input ) serta apa apa yang diperoleh (, standar proses, standar output / cakupan (
kinerja ), standar out come / dampak kesehatan, standar benefit / dampak kesejahteraan ).
Namun demikian aturan yang disusun pada umumnya hanya menyangkut hal-hal yang
umum belum, spesifik sehingga perlu disusun pedoman pelaksanaan, petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknisnya.

Pokok bahasan 1.
PENGERTIAN DAN PERBEDAAN PEDOMAN, JUKLAK DAN JUKNIS
Dalam tatalaksana organisasi kementerian, diperlukan peraturan – peraturan Kementerian
yang mengatur seluruh proses pelaksanaan kegiatan. Untuk dapat terlaksana Peraturan –
peraturan, perlu di buat pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
Perawat gigi sebagai pemangku jabatan fungsional mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk selalu mengembangkan dirinya, dan salah satu pengembangan diri dapat dilakukan
melalui menulis karya tulis ilmiah. Penyusunan pedoman, juklak dan juknis merupakan karya
tulis ilmiah dengan angka kredit yang tinggi yaitu 2 AK. oleh karena itu pemangku jabfung
perawat gigi perlu memotivasi dirinya untuk menulis atau terlibat dalam penyusunan
pedoman, juklak dan juknis.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
535
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Perawat gigi mempunyai tugas utama untuk melakukan kegiatan pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut. Pelayanan dan asuhan keperawatan gigi diberikan dalam
berbagai tatanan pelayan kesehatan baik primer, sekunder maupun tertier.
Sebagai profesi perawat gigi melakukan kegiatan pelayanan ini secara professional yaitu
berdasarkan kebutuhn pasien, mengacu pada standard dan etika profesi.
Dalam pelaksanaan perangkat kerja organisasi yang baik kita membutuhkan aturan
pelaksanaan kegiatan pelayanan berupa dokumen yang dirumuskan secara formal dan
mempunyai dasar hukum yang kuat, dapat merumuskan dan menetapkan acuan kerja bagi
seluruh komponen yang terkait, saling berkoordinasi, bekerjasama, melaksanakan peran
dan tugasnya yang diatur dalam dokumen, sehingga tujuan kegiatan dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Dalam menyangkut teknis medis, pelaksanaan aturan menjadi lebih
kompleks, oleh karena itu aturan yang dibuat harus dapat menggambarkan secara rinci
SIADIBA (siapa, melakukan apa, dimana , kapan, siapa bertanggung jawab ?) dan bagaimana
pelaksanaannya, menentukan dan menetapkan komponen in put, proses, out put dan
outcome sebagai dampak terhadap pelayanan.
A. Pengertian pedoman
Dalam kamus bahasa Indonesia pedoman di definisikan sebagai kumpulan yang memberi
arah bagaimna sesuatu harus dilakukan. Pedoman merupakan kumpulan ketentuan
dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dijalankan. Pedoman adalah hal-hal
pokok yang menjadi dasar untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu kegiatan.
Buku pedoman buku yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan sesuatu.
Pelayanan keperawatan Menurut Tomey 1994, adalah bentuk pelayanan professional
mencakup pelayanan fisiologis, psikologis, social, spiritual dan cultural yang diberikan
kepada klien karena ketidak tahuan, ketidak mauan, ketidak mampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya yang tidak optimal, focus pelayanan keperawatan
adalah respon pasien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan.
Pedoman pelayanan keperawatan, adalah sebagai pernyataan yang dibuat secara
sistimatis untuk membantu para praktisi dan pasien memutuskan tentang pelayanan
kesehatan yang tepat sekitar klinik tertentu.
Pedoman pelayanan keperawatan ini adalah dokumen yang berfungsi sebagai acuan
dalam melaksanakan pelayanan keperawatan. Dalam SK Menteri Kesehatan RI
No.19/Menkes /SK / I / 2002 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Administrator
Kesehatan disebutkan bahwa menyusun pedoman pelaksanaan kebijakan adalah proses
penyusunan dokumen yang menjelaskan tentang sistem kerja pelaksanaan program
program kesehatan dalam rangka pencapaian tujuan dan tugas pokok suatu unit
organisasi kesehatan
Dari penyataan tersebut bahwa substansi material buku pedoman adalah uraian tentang
sistem kerja pelaksanaan program program kesehatan.
Jadi bila pada bidang pelayanan keperawatan gigi, buku pedoman pelayanan
keperawatan gigi merupakan dokumen yang menjelaskan tentang pelaksanaan system

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
536
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

pelayanan keperawatan gigi dalam rangka pencapaian dan tugas pokok suatu organisasi
kesehatan khususnya kesehatan gigi.
Dalam kementerian kesehatan , SK Menteri Kesehatan dan SK Permenkes yang berisi
peraturan mengenai pelayanan, dalam pelaksanaan peraturan tersebut harus dibuat
pedoman yang mengatur ketentuan dan disusun lebih rinci, berisi ketentuan bagaimana
cara melaksanakan (standar proses ) klausul yang terdapat dalam peraturan dan apa
hasil yang diharapkan (standar out put dan out came).
B. Pengertian petunjuk pelaksanaan
Petunjuk pelaksanaan berasal dari dua suku kata, yaitu petunjuk yang artinya sesuatu
(tanda,syarat) untuk menunjukkan atau ketentuan yang member arah atau bimbingan
bagaiman sesuatu itu harus dilaksanakan. Comtoh: lampu-lampu dilapangan itu dipakai
sebagai petunjuk pesawat terbang yang akan mendarat pada malam hari. ( Kamus
umum bahasa indonesia, WJS Purwadarminta ). Dari contoh tersebut memberikan
makna bahwa tanda, syarat atau alat yang di informasikan “petunjuk” menjadi lebih
spesifik dibandingkan dengan pedoman. Sedangkan pelaksanaan adalah proses, cara
bagaimana sesuatu itu dilaksanakan .
Petunjuk Pelaksanaan, mengandung arti bahwa ketentuan yang patut dituruti dalam
melaksanakan sesuatu. Ketentuan disini maksudnya adalah sesuatu yang telah
ditetapkan atau ditentukan organisasi.
Dengan demikian petunjuk pelaksanaan ini merupakan perangkat kerja organisasi dalam
bidang kegiatan dan administrasi yang di jadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan di kementerian kesehatan.
Petunjuk Pelaksanaan ini sifatnya lebih deteil dibanding pedoman , karena disamping
menguraikan ketentuan umum seperti pengertian jargon / istilah, tugas-tugas masing-
masing fihak tetapi juga menyertakan secara lengkap instrumen berupa formulir yang
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. Contohnya Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya.(Keptusan Bersama Menteri Kesehatan dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor:733/MENKES/SKB/VI/2002 dan nomo 10 tahun
2002)
C. Pengertian petunjuk teknis
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa petunjuk adalah sesuatu (tanda,syarat) yang
dijadikan untuk menunjukkan atau ketentuan yang member arah atau bimbingan
bagaiman sesuatu itu harus dilaksanakan sehingga apa yang menjadi tujuan dapat
tercapai. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisiensi perlu
diperhatikan bagaimana proses kegiatan itu berlangsung. Disini diperlukan petunjuk
teknis operasional yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan secara lebih
detail.
Jadi petunjuk teknis merupakan perangkat kerja bidang persyaratan proses / standar
prosedur yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di Kementerian
Kesehatan. Setiap butir kegiatan dalam pedoman yang menyangkut hal-hal teknis medis
dan operasional diatur secara rinci didalam petunjuk teknis. Petunjuk teknis berisi selain
ketentuan umum, cara pelaksanaan dan persyaratan dilaksanakannya kegiatan dan apa

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
537
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

yang ingin diperoleh/dicapai, tetapi juga berisi formulir/instrument dan cara


melaksanakan kegiatan secara sangat rinci.

Pokok Bahasan 2.
PENYUSUNAN JUKNIS
Didalam Permenpan dan Reformasi Birorasi no 21 tahun 2014, penulisan petunjuk teknis
termasuk kedalam pengembangan profesi dengan nilai angka kredit yang tinggi. Oleh
karena itu penulisan petunjuk teknis ini merupakan tantangan bagi pemangku jabatan
fungsional agar dapat memenuhi kebutuhan angka kredit dan kenaikan jabatan. Oleh
karena itu seorang pemangku jabatan fungsional harus mengetahui bagaimana cara
menyusun petunjuk teknis dengan baik.
A. Sistimatika penulisan
Petunjuk teknis merupakan rincian pelaksanan operasional dari pedoman sehingga
didalam penulisannya harus mengacu pada pedoman bidang kesehatan. Butir-butir
kegiatan didalam pedoman menjadi dasar dalam merumuskan prosedur tindakan medis
dan operasionalnya yang menjadi program-program kesehatan.
Secara garis besar isinya dituangkan dengan susunan sebagai berikut :
SAMBUTAN
KATA PENGANTAR
I. Pendahuluan
1. Latar belakang
2. Tujuan
3. Definisi operasional
II. Kebijakan tentang muatan petunjuk teknis
1. Kebijakan teknis dalam SK Menkes RI
2. Kebijakan dalam pedoman
III. Petunjuk teknis dan medis pelaksanaan kegiatan
1. Cara pelaksanaan
2. Standar Pelaksanaan
IV. Sistem jejaring dan informasi
1. Peran unit-unit terkait
2. Pencatatan dan pelaporan
B. Bahasa dan gaya bahasa dalam penulisan
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia (dr.Grys Kerap, 1980). Bahasa yang disampaikan
melalui tulisan dalam bentuk kalimat menjelaskan pikiran dan perasaan penulis dengan
bahasa formal.
Dalam penulisan ptumjuk teknis, agar ide, maksud dan tujuan dapat dipahami oleh
pembaca, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. Gunakan bahasa Indonesia dengan baik (ejaan yang disempurnakan).
2. Susun kalimat efektif, sehingga mudah difahami dan dimengerti pembaca.
3. Gunakan bahasa degan kalimat aktif, bukan kalimat pasib.
4. Ungkapan dalam kalimat harus jelas sehingga tidak meimbulkan salah tapsir.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
538
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

C. Langkah-langkah penyusunan
Langkah – langkah penyusunan petunjuk teknis dilakukan sebagai berikut :
1. Dapatkan buku pedoman pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan juklak yang
anda akan susun, kemudian telaah seluruh kegiatan medis dan teknis operasional
berupa pernyataan yang tertuang didalamnya yang akan menjadi materi petunjuk
teknis. Selanjutnya masukkan dalam Bab II “Kebijakan tentang muatan petunjuk
teknis “
2. Catat penyataan “ muatan materi juklak “ dalam buku juknis yang berupa kegiatan
medis dan teknis operasional .
3. Temukan dan kumpulkan acuan atau notelensi dan kesepakatan / komitmen pakar
tentang bagaimana cara pelaksanaan ( proses persiapan, proses pelaksanaan ),
persyaratan-persyaratan untuk melaksanakan kegiatan ( standar input ), dan
perolehan, harapan, dampak positif pelaksanaan kegiatan ( standar proses,
standar output / cakupan ( kinerja ), standar out come / dampak kesehatan, standar
benefit / dampak kesejahteraan ) yang terkait dengan seluruh kegiatan medis dan
teknis operasional, sehingga seluruh item kegiatan tersebut dapat dijadikan acuan
rinci untuk tujuan efektifitas.
4. Acuan atau notelensi dan kesepakatan / komitmen pakar tersebut 3) ditulis secara
cermat dalam bab III “Petunjuk teknis medis pelaksanaan.
5. Bab IV ” Sistem jejaring dan informasi ”, diuraikan peran unit-unit terkait secara
rinci, yakni unit – unit organisasi yang bertindak selaku penanggung jawab,
supervisor dan pelaksana kegiatan baik secara lintas program maupun secara lintas
sektor, kemudian hendaknya juga diuraikan secara deteil tentang ke-pertanggung
jawaban, ke-supervisoran dan kepelaksanaan kegiatan bidang teknis medis dan
teknis operasional secara terbuka ( lisan, tulisan & elektonik ) dengan dilengkapi
instrumen yang diperlukan seperti ; formulir-formulir dan check list serta cara
pengisiannya.
Selanjutnya diuraikan secara rinci bagaimana cara pencatatan dan pelaporan yang
merupakan tugas dan kewajiban unit – unit organisasi yang terlibat dalam
pencacatan dan termasuk dengan kelengkapan instrumen pencacatan, misalnya ;
formulir-formulir dan check list serta cara pengisiannya .
6. Bab I. Pendahuluan
Yang terakhir, uraikan pendahuluan, yakni meliputi minimal tentang latarbelakang
dan sistematika. Membahas latar belakang berarti menguraikan peraturan per
undang-undangan yang mendasari kegiatan penyusunan pedoman dan tujuan
penyusunan pedoman. Sedangkan sistematika menguraikan tentang apa-apa yang
diuraikan dalam buku juklak.
7. Bab VI “ Penutup “
Uraian ucapan terimakasih telah berhasil diterbitkannya buku juknis kepada seluruh
fihak yang terlibat dalam penyusunan buku juknis.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
539
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

8. Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah susunan dokumen resmi yang dijadikan acuan dalam
menyusun juknis. Dokumen resmi tersebut hendaknya digunakan dari sumber yang
berkompeten dari terbitan yang terakhir (aktual) sesuai dengan perkembangan
IPTEK.
D. Standar Prosedur Operasional (SPO)
Standar prosedur operasional (SPO) adalah ketentuan yang disepakati mengenai
langkah-langkah dalam melakukan suatu kegiatan/ tindakan tertentu. Depkes RI 2004
dalam modul pelatihan manajemen kinerja perawat dan bidan 2006 mengatakan bahwa
SPO adalah suatu perangkat instruksi atau langkah langkah kegiatan yang dibakukan
untuk memenuhi kebutuhan klien, sementara KARS (2000) dalam modul yang sama
mengatakan bahwa SPO merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan harus
dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.

Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Standard


Operating Prosedur (SOP) atau standar prosedur operasonal (SPO) pada dasarnya
adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam
suatu organisasi, digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan ,
serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang dalam
organisasi pelayanan kesehatan berjalan secara efisien, efektif, konsisten, dan
sistematis. Jadi SPO ini merupakan rincian dari kegiatan petunjuk teknis, misalnya:
Petunjuk teknis pemeriksaan pasien, didalam pemeriksaan pasien ini banyak tindakan
yang diperlukan SPOnya seperti SPO melakukan pemeriksaan fisik, SPO melakukan
anamnesa, SPO pengambilan sampel darah, da lain lain..
1. Tujuan dan fungsi SPO
a. Tujuan SPO
1) Tujuan umum SPO adalah mengarahkan kegiatan pelayanan dan asuhan
keperawatan dilaksanakan secara efisien, efektif, konsisten dan aman dalam
upaya meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan melalui pemenuhan
standar yang berlaku.
2) Tujuan khusus SPO
a) Menjaga konsistensi pelayanan yang diberikan sesuai dengan sandar
yang telah ditetapkan.
b) Menilai kinerja institusi dan individu
c) Membantu dalam koordinasi aktifitas
d) Memudahkan monitoring dan evaluasi pelayanan.

2. Fungsi SPO
a. Memperkuat tugas petugas atau tim
b. Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan
c. Mengetahui dengan jelas adanya hambatan – hambatan
d. Mengarahkan perawat untuk disiplin dalam bekerja
e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
540
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

3. Penulisan SPO
a. SPO ditulis cukup detail sehingga orang yang tidak/belum berpengalaman
dengan prosedur, tapi dengan pengetahuan dasar yang dimiliki dapat berhasil
melakukan prosedur tersebut tanpa di supervisi
b. SPO ditulis dengan tepat, langkah demi langkah secara berurutan.
c. Kalimat pendek dan sederhana (simple), informasi jelas dan eksplisit
d. Prosedur (kegiatan) ditulis dalam format dengan jelas menggambarkan langkah-
langkah yang dilakukan mulai dari awal hingga akhir (selesainya) suatu kegiatan
yang ditandai dengan dicapainya tujuan aktivitas (out put), lebih baik
menggunakan flow chart.
e. SPO disusun dengan memakai ketentuan berikut :
1) Memakai kertas ukuran legal atau disesuaikan dengan logo Bakti Husada di
sudut kiri atas.
2) Bentuk penulisan landscape atau disesuaikan.
3) Jenis huruf arial, dengan ukuran 11 atau disesuaikan.

4. Format penyusunan SPO


SPO disusun dengan format Diagram Alir (Flowcharts). Flowcharts merupakan
format yang biasa digunakan jika dalam SPO tersebut diperlukan pengambilan
keputusan yang banyak (kompleks) dan membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”
yang akan mempengaruhi sub langkah berikutnya. Format ini juga menyediakan
mekanisme yang mudah untuk diikuti dan dilaksanakan oleh para pegawai melalui
serangkaian langkah-langkah sebagai hasil dari keputusan yang telah diambil.

Contoh format SPO Keperawatan di Rumah Sakit. :

JUDUL SPO

UNIT /BIDANG No. Dokumen : Tanggal dan Nomor Jumlah Halaman


LOGO RS dibuat/revisi
PROSEDUR TETAP Tanggal Ditetapkan : Ditetapkan .........
Jabatan
Ttd
Nama
PENGERTIAN

TUJUAN

KEBIJAKAN

PROSEDUR

UNIT TERKAIT

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
541
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Berdasarkan gambar di atas, format SPO terdiri dari :


a. Nama unit kerja tempat SPO diberlakukan. Diisi nama nomenklatur instansi
tempat SPO diberlakukan.
b. Nomor SPO, diisi sesuai dengan ketentuan yang ada.
c. Tanggal pembuatan SPO, yaitu tanggal SPO selesai dibuat.
d. Tanggal revisi SPO, yaitu tanggal dan tahun revisi setelah SPO disahkan.
e. Tanggal efektif berlakunya SPO. Diisi tanggal SPO diberlakukan secara efektif.
f. Pengesahan SPO. Pada lembar identitas, setiap SPO yang sudah disusun disahkan
oleh pimpinan organisasi /unit kerja yang bersangkutan.
g. Nama SPO. Diisi Judul SPO yang menggambarkan aktivitas dan output,
dirumuskan dengan menggunakan kata benda. Contoh: Perawatan luka
ganggren.
h. Dasar hukum yang mendasari SPO itu dibuat.
i. Keterkaitan dengan SPO Lain. Keterkaitan antara SPO yang dibuat dengan SPO
lainnya.
j. Identifikasi aktivitas (kegiatan)/ Prosedur. Kegiatan apa saja yang harus dilakukan
guna menghasilkan out-put. Kegiatan mulai dari awal hingga akhir. Aktivitas
merupakan serangkaian kegiatan yang berurutan mulai dari awal hingga akhir
yang ditandai dengan dicapainya tujuan aktivitas (out-put). Dirumuskan dengan
menggunakan kata kerja aktif. Contohnya (me-an). Memberikan makan melalui
NGT.
k. Identifikasi Aktor (Pelaksana), bila diperlukan. Siapa aktor (pelaksana) yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Aktor (pelaksana) adalah
orang/jabatan/kelompok orang (tim)/unit organisasi yang aktif secara langsung
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Penempatan aktor selalu dimulai dari
jabatan yang mengawali aktivitas, dan tidak selalu diawali oleh pejabat yang
paling tinggi.
5. Mekanisme penyusunan SPO
Penyusunan SPO merupakan sebuah siklus yang dimulai dari pengkajian atau need
assessment, pengembangan , penerapan , monitoring dan evaluasi. Sebelum SPO
tersebut diterapkan , harus dilakukan uji coba. jika dari hasil evaluasi perlu
dilakukan penyempurnaan atau munculnya kebutuhan SPO yang baru, maka proses
dimulai kembali dari tahapan pengkajian kebutuhan.

Pengkajian
kebutuhan SPO
Pengembang
-an SPO
Evaluasi
SPO

Monitoring Penerapan
SPO

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
542
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

a. Persiapan penyusunan SPO.


Agar penyusunan SPO dapat berlangsung dengan baik, maka perlu dilakukan
persiapan yang meliputi:
1) Mengadakan pertemuan untuk mendapatkan informasi mengenai tindakan
tindakan keperawatan yang perlu di standarisasikan untuk dibuat SPOnya. atau
SPO yang perlu di revisi.
2) Mengumpulkan bahan referensi yang mendukung SPO yang akan disusun.
3) Bila SPO yang akan disusun banyak, perlu dibuat Tim.

b. Pengkajian kebutuhan
Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana organsasi membutuhkan pengembangan
SPO. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun SOP adalah
mempertimbangkan factor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan SOP. Faktor – faktor internal yang mempengaruhi SPO: meliputi
komposisi unit kerja, jumlah SDM, jumlah jenis pelayanan, sumber daya yang
dibutuhkan, tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan dan sarana & prasarana
lainnya. Sedangkan factor –faktor eksternal yang dapat mempengaruhi SPO adalah
tuntutan dan keinginan pelanggan, hubungan organisasi dengan organisasi lain dan
kebijakan atau peraturan – perauran.
Kegiatan meliputi:
a. Menyusun rencana kegiatan pengkajian kebutuhan
b. Melaksanakan pengkajian kebutuhan
c. Identifikasi SPO yang mau dikembagkan
d. Dokumentasikan kegiatan pengkajian kebutuhan SPO

Contoh Formulir Identifikasi SPO berdasarkan Tugas dan Fungsi (draft SOP Hukor, 2011)

No Tugas Fungsi Sub Fungsi Output Aspek Judul SPO

I Manajemen A. Pelaksa- 1. Pelaksanaan Anamnesa Pelaksana- Pelaksanaan


asuhan naan Anamnesa an anamnesa
keperawatan pengka-
jian

2. Pelaksanaan Pemeriksa- Pelaksana- Pelaksanaan


pemeriksaan an fisik an pemeriksaa
fisik n fisik

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
543
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

c. Pengembangan SPO
1) Mengumpulkan informasi dan identifikasi kebutuhan yang diperlukan terkait
SPO yang ingin disusun
2) Menyusun draft SPO (out line, step & sub step)
3) Rujukan dan ahli (konsultasi)
4) Draft SPO di edit
5) Draft SPO di ketik dan didistribusikan untuk di kkoreksi/kaji dalam waktu
terbatas untuk umpan balik.
6) Draft SPO yang dikembalikan, digunakan untuk revisi SPO.
7) Manuskrip/naskah revisi di kirim pada manajemen untuk persetujuan.
8) Bila sudah mendapat persetujuan SPO dicetak.
d. Penerapan SPO
1) Rencana penerapan
2) Distribusi SPO
3) Inservice training SPO pada semua personil staf.
e. Monitoring dan Evaluasi SPO
1) Monitoring selama pelaksanaan SPO
2) Evaluasi pelaksanaan SPO dalam periode tertentu.
3) Kaji kebijakan dan SPO untuk memastikan SPO tetap terkini dan dapat
dilaksanakan, , bila perlu revisi untuk memperbaharui SPO.

VIII. KESIMPULAN
Peraturan-peraturan dalam SK Menkes RI dan Permenkes RI bersifat sangat umum, belum
operasional sehingga banyak peraturan yangdibuat tidak dapat dilaksanakan, oleh karena
itu aturan, patokan dan rincian kinerja perlu dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan
kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Petunjuk teknis merupakan rincian
pelaksanan operasional dari pedoman dan bagian dalam pengembangan profesi bagi
pemangku jabatan fungsional sehingga penulisannya harus mengacu pada penulisan karya
ilmiah dengan memperhatikan sistimatika penulisan , bahasa dan gaya bahasa penulisan.
Petunjuk teknis ini penting sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan, oleh karena itu
dalam penyusunannya haarus melibatkan para ahli dibidangnya dan mengumpulkan banyak
referensi sebagai rujukan. Standar prosedur operasional merupakan suatu perangkat
instruksi atau langkah langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan klien.
SPO pada setiap jenis tindakan ini penting untuk efisiensi dan efektifitas serta menghindari
terjadinya kelalaian. Mekanisme penyusunan SPO dimulai dari melakukan identfikasi
kebutuhan kegiatan/ tindakan medis apa yang memerlukan atau yang belum ada sponya,
pengambangan SPO. Pelaksanaan SPO, moitoring dan evaluasi SPO secara terus menerus.
IX. REFERENSI
1. Depkes RI tahun 2007. Peraturan – peraturan Jabfung Perawat
2. Loka karya “ Manajemen Bidang Keperawatan”, PPKC, mei 2000.
3. Pusdiklat Kesehatan Bekerjasama dengan Dit. Bina Pelayanan Keperawatan, 2006.
Modul Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan: Standar dan Standar Prosedur
Operasional. Departemen Kesehatan, Jakarta.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
544
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

4. Lintang Suharto Rivai.2009. Rambu – Rambu Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Widyaiswara.
Buku Ilmiah Populer, Bogor.
5. Keraf. Goryes, DR 1980. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Nusa Indah
Yayasan Kansius, Percetakan Arnoldus, Endah-Flores.
6. EPA. 2007. Guidance for Preparing Standar Operating Procedure. QA/G-6
7. Naskah Modul Pedoman, Juklak dan Juknis Jabfung Adminkes, 2014. Alam Harahap.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
545
MATERI INTI 7
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 7
TEKNOLOGI TEPAT GUNA BIDANG KEPERAWATAN GIGI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan asuhan keperawatan gigi adalah suatu pendekatan asuhan keperawatan gigi
yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut serta meningkatkan
derajat kesehatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dilakukan
secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu.
Dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gigi terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan, para perawat gigi membutuhkan sarana dan prasarana penunjang dalam
melaksanakan tugasnya. Sarana prasarana tersebut bisa berupa alat kesehatan, bahan
medis habis pakai atau sistem komputerisasi yang keseluruhannya sangat berkaitan
dengan teknologi. Alat-alat kesehatan gigi yang sekarang ini digunakan banyak yang
mempergunakan teknologi modern dan canggih yang tentunya memerlukan skill khusus
dalam mempergunakannya dan perlu perawatan berkala agar tetap terpelihara dengan
baik.
Dengan semakin meningkatnya animo masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gigi,
dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perawat gigi
dituntut juga untuk terus belajar dan memperdalam pemahaman tentang teknologi tepat
guna dibidang keperawatan gigi sehingga akhirnya dapat juga membuat atau menciptakan
berbagai inovasi-inovasi berbagai produk yang mempergunakan teknologi tepat guna
dibidang keperawatan gigi.
Dalam modul ini akan dibahas tentang pengertian, tujuan, manfaat, ciri-ciri dan kriteria dari
teknologi tepat guna, sampai beberapa contoh-contoh teknologi tepat guna baik dari
bidang kesehatan gigi maupun dari bidang lain. Selain itu akan dibahas juga tentang
tahapan dan langkah pengembangan teknologi tepat guna, sehingga pada akhirnya
perawat gigi kategori keahlian mampu untuk menyusun konsep/skema teknologi tepat
guna bidang keperawatan gigi yang nantinya akan dapat diaplikasikan dalam pelayanan
keperawatan gigi dan mulut pada masyarakat.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu mengembangkan teknologi tepat guna
bidang keperawatan gigi dan mulut.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan teknologi tepat guna
2. Mengembangkan teknologi tepat guna bidang keperawatan gigi dan mulut

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
546
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Teknologi tepat guna
Sub pokok bahasan :
a. Pengertian teknologi tepat guna.
b. Tujuan dan manfaat teknologi tepat guna.
c. Ciri-ciri teknologi tepat guna
d. Kriteria teknologi tepat guna.
e. Contoh-contoh teknologi tepat guna.

Pokok Bahasan 2. Pengembangan teknologi tepat guna bidang keperawatan gigi dan mulut
Sub pokok bahasan :
a. Teknologi kesehatan
b. Tahapan-tahapan pengembangan teknologi kesehatan
c. Langkah-langkah penerapan teknologi tepat guna

IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Diskusi kelompok menyusun rancangan teknologi tepat guna

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Flipchart
5. White board
6. Spidol (ATK)
7. Panduan diskusi kelompok

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.
Langkah 2.Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
547
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

2. Pokok bahasan yang disampaikan dimulai dari materi tentang teknologi tepat guna dan
selanjutnya tentang pengembangan teknologi tepat guna bidang keperawatan gigi dan
mulut
3. Materi disampaikan dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab, serta
latihan menyusun konsep/ skema tentang teknologi tepat guna bidang keperawatan
gigi, yang dapat memberikan manfaat bagi pelayanan keperawatan gigi.
Langkah 3. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk menyusun
konsep/ skema tentang teknologi tepat guna bidang keperawatan gigi, yang dapat
memberikan manfaat bagi pelayanan keperawatan gigi
2. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan tanggapan.
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.

Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan
4. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkan terima kasih.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
TEKNOLOGI TEPAT GUNA
A. Pengertian Teknologi Tep at Guna
DefinisiTeknologi :
 Teknologi adalah llmu tentang cara untuk melakukan sesuatu
 Teknologi adalah Penerapan teor i-teori ilmiah dalam memecahkan masalah
praktis, baik berupa perangkat keras yang berupa sebuah alat tertentu,
maupun perangkat lunak yang berupa suatu metode atau teknik pemecahan
masalah '
 Teknologi adalah llmu tentang cara-cara melakukan sesuatu atau
memecahkan masalah tertentu melalui penerapan kaidah-kaidah
ilmiah, teori-teori ilmiah dan hasil penelitian ilmiah ke dalam bentuk
praktis berupa perangkat keras seperti benda, alat, pesawat, atau mesin

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
548
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

maupun perangkat lunak seperti metode, sistematika atau prosedur kerja


tertentu.

Definisi Tep at Guna


Tepat guna adalah tepat sasaran penggunaann ya atau diterapkan sesuai
bidangnya sehingga bermanfaat bagi bidang tersebut.
Definis i Teknologi Tepat Guna
 Adalah teknologi yang diterapkan pada bidang tertentu (misal bidang
kesehatan, rumah tangga, pendidikan dsb.) sehingga menghasilkan manfaat
pada bidang tersebut
 Adalah teknologi yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi
dengan menggunakan sumber daya yang sesuai atau tersedia di
lingkungannya. Umumnya berupa peralatan yang relatif sederhana, mudah
dibuat dan dioperasikan.
 Adalah teknologi yang dirancang bagi suatu masyarakat tertentu agar dapat
disesuaikan dengan aspek-aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial,
politik, dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan
 Adalah sebuah teknologi yang ditemukan atau diciptakan dengan tujuan untuk
semakin meningkatkan atau membuat pekerjaan manusia semakin lancar. Hal ini
kemudian bisa meningkatkan nilai ekonomi juga. Teknologi tersebut tidak hanya
asal dibuat namun dibuat dengan tepat sesuai dengan kebutuhan manusia
B. Tujuan dan Manfaat Teknologi Tepat Guna (TTG)
Teknologi tepat guna adalah yang teknologi yang cocok dengan kebutuhan
masyarakat sehingga bisa dimanfaatkan dengan mudah. Tujuan teknologi tepat
guna adalah menggunakan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah
yang dihadapi secara berdayaguna dan berhasilguna , atau untuk m elaksanaan
tugas sehari-hari menjadi lebih mudah, murah, dan sederhana. Sedangkan
manfaat teknologi tepat guna adalah membantu meringankan atau memudahkan
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau pekerjaan sehingga
mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.
Secara keseluruhan manfaat dari teknologi tepat guna khususnya dalam bidang
kesehatan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang makin hari makin meningkat, tentu
hal itu di sesuaikan dengan kemampuan masyarakatnya yang mampu
mengoperasionalkan dan memanfaatkan TTG tersebut.
2. Teknologi tepat guna mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pemenuhan kebutuhannya, pemecahan masalahnya dan penambahan hasil
produksi yang makin meningkat dari biasanya. Teknologi tersebut relatif mudah
dipahami mekanismenya, mudah dipelihara dan mudah diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Masuknya teknologi baru tidak akan membebani
masyarakat baik mental (ketidakmampuan skill) maupun materiil (dapat
menimbulkan beban biaya yang tidak mampu dipenuhi masyarakat).

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
549
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

3. Teknologi tepat guna dapat mempermudah dan mempersingkat waktu pekerjaan


tenaga kesehatan dan klien.
4. Masyarakat mampu mempelajari, menerapkan, memelihara teknologi tepat guna
tersebut.
5. Masyarakat / klien bisa lebih cepat ditangani oleh tenaga kesehatan.
6. Hasil diagnosa akan lebih akurat, cepat, dan tepat
C. Ciri-Ciri Teknologi Tepat Guna
Teknologi tepat guna adalah teknologi yang didesain dengan mempertimbangkan
aspek lingkungan, etik budaya, sosial, dan ekonomi bagi komunitas. Untuk itu maka
Ciri-ciri teknologi tepat guna adalah sebagai berikut:
 Biaya murah
 Mudah diterapkan
 Mudah dibangun
 Mudah dirawat
 Mudah dimodifikasi
 Padat karya
 Sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat
 Berdaya guna dan berhasil guna
 Tidak menimbulkan kecelakaan bagi pengguna
 Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan hidup dipemukiman sekitar
 Dapat mencapai tujuan
D. Kriteria Teknologi Tepat Guna
Secara teknis teknologi tepat guna merupakan jembatan antara teknologi tradisional
dan teknologi maju. Oleh karena itu aspek-aspek sosio-kultural dan ekonomi juga
merupakan dimensi yang harus diperhitungkan dalam mengelola teknologi tepat
guna.
Dengan demikian teknologi tepat guna mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Sebanyak mungkin mempergunakan sumber-sumber yang tersedia banyak di
suatu tempat.
2. Sesuai dengan keadaan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
3. Membantu memecahkan persoalan/ masalah yang sebenarnya dalam masyarakat,
bukan teknologi yang hanya bersemayam dikepala perencananya.
4. Suatu yang harus diperhatikan bahwa, masalah-masalah pembangunan boleh jadi
memerlukan pemecahan yang unik dan khas, jadi teknologi-teknologi tersebut
tidak perlu dipindahkan ke negara-negara atau kedaerah lain dengan masalah
serupa. Apa yang sesuai disuatu tempat mungkin saja tidak cocok di tempat lain.
Maka dari itu tujuan TTG adalah melihat pemecahan-pemecahan terhadap
masalah-masalah tertentu dengan menggunakan sumber daya yang ada dan
sesuai dengan keadaan ekonomi dan social masyarakat setempat.

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
550
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

E. Contoh-Contoh Teknologi Tepat Guna


Berikut beberapa contoh dari teknologi tepat guna dari berbagai bidang yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
1. Bidang Transportasi.
Untuk bidang satu ini termasuk banyak teknologi yang telah dilakukan. Mulai dari
ditemukannya sepeda, sepeda bermotor, mobil, pesawat, kapal dan belakangan
motor atau mobil dengan bahan listrik yang ramah lingkungan. Bukan tidak
mungkin jika dikemudian hari teknologi pada bidang transportasi ini semakin maju
dengan temuan baru yang semakin memudahkan dan cepat.
2. Bidang Pertanian
Pada awalnya tanah digarap dengan dicangkul, karena pencangkulan lahan dinilai
terlalu lama dan terlalu banyak orang yang diperlukan, maka munculah bajak
dengan memanfaatkan sapi atau kerbau sebagai penggerak. Namun karena masih
dianggap terlalu lama lalu muncullah traktor yang membuat penggarapan lahan
pertanian lebih cepat. Belum lagi penemuan pembuatan pupuk. Mulai pupuk
buatan hingga pupuk organik cair (POC) yang dinilai lebih aman bagi tanaman.
3. Bidang Usaha Kecil
Salah satu contoh sederhana bidang ini adalah mesin pengiris dan pengupas
bawang. Jika dulu untuk mengiris bawang perlu bersusah payah menahan air
mata, kini dengan adanya mesin pengupas dan pengiris bawang tidak hanya
menghindarkan dari deraian air mata, pengirisian lebih cepat dan lebih banyak.
Lalu ada mesin pengiris untuk pembuatan keripik singkong, keripik ubi, keripik
kentang dan lain-lain.
4. Bidang Pendidikan
Pendidikan pada mulanya hanya dikenal dengan proses pengajaran di dalam kelas
menggunakan papan tulis dan kapur tulis yang berdebu. Setelah itu barulah
dengan menggunakan papan tulis dengan spidol white board, dan sekarang
dengan menggunakan laptop dan proyektor, pembelajaran melalui video, internet
dan sebagainya.
5. Bidang Kedokteran.
Bidang kedokteran sudah pasti ada banyak teknologi yang digunakan. Misalnya
untuk memeriksa kadar kolesterol, kadar gula, fungsi pencernaan, fungsi syaraf
dan lainnya ada sistem canggih yang digunakan. Menggunakan alat semacam
maghnet yang digenggam kemudian langsung terhubung dengan layar komputer
dan diketahui bagaimana kondisi tubuh pasien. Hal tersebut berarti tidak hanya
menggunakan metode pengambilan sampel darah saja. Alhasil ada banyak
alternatif untuk membandingkan hasil pemeriksaan sehingga lebih maksimal.
Belum lagi teknoloti CT scan, USG dan sebagainya.
6. Bidang Kesehatan/ Keperawatan Gigi
Dalam bidang kesehatan/ keperawatan gigi terdapat pula teknologi tepat guna
yang dapat dimanfaatkan dalam menunjang pelayanan kesehatan gigi dan mulut

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
551
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan gigi masyarakat. Contoh untuk
bidang kesehatan/ keperawatan gigi diantaranya adalah:
a. Alat peraga dan media kesehatan gigi
Dalam melakukan tindakan promotif dan preventif kesehatan/keperawatan gigi
diperlukan media sebagai alat bantu untuk memudahkan menyampaikan pesan
kepada pasien/ masyarakat. Alat peraga yang termasuk dalam teknologi tepat
guna diantaranya adalah:
 Phantoom gigi, untuk memperagakan cara menggosok gigi yang baik dan
benar
 Model gigi, untuk menggambarkan kondisi gigi dan jaringan penyangganya
serta dapat pula menggambarkan kondisi gigi yang mengalami penyakit
b. Disclosing
Disclosing adalah suatu cairan khusus yang berwarna merah yang digunakan
untuk membantu melihat plak dan kotoran gigi lainnya yang menempel pada
gigi, dimana plak dan kotoran gigi inilah yang harus dibersihan pada waktu
proses menyikat gigi.
c. Alat dan bahan pengukuran konsistensi dan PH Saliva
Pengukuran PH saliva adalah untuk untuk mengetahui keadaan/ kategori asam
dalam saliva. Kondisi keasaman dalam saliva nantinya akan mempengaruhi
resiko terjadinya karies gigi. Salah satu alat sederhana yang dapat digunakan
untuk mengukur PH Saliva adalah adalah Kertas Lakmus.
d. Aplikasi simulator Resiko Karies “Donut Irene”
Aplikasi ini dimaksudkan untuk menyadarkan orang tua murid atau murid
tentang factor risiko karies dan memberikan menu tentang cara mengatasi
penyakit karies. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat memberdayakan
masyarakat untuk mandiri dalam memeliharan kesehatan giginya.
e. Bahan untuk Terapi Remineralisasi
Terapi remineralisasi adalah suatu tindakan dengan memberikan sediaan
calciumphosphate khusus agar terjadi proses kembalinya calcium dan
phosphate ke dalam email gigi yang mengalami demineralisasi, yaitu hilangnya
mineral gigi dalam proses karies pada gigi. Dengan terapi remineralisasi proses
karies dapat dihentikan bahkan dikembalikan seperti semula (disembuhkan).
Bahan sediaan untuk terapi remineralisasi adalah:
 CPPACP (Casein PhosphoPeptide-Amorphous Calcium Phosphate
nanocomplexes) CPP-ACP (RecaldentTM) produk paten dari Australia.
 GC Tooth-mousse (tut-mus) dalam bentuk krem (dipasarkan di Indonesia
terbatas kepada tenaga kesehatan)

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
552
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

f. Bahan untuk Surface Protection (GIC*kaya fluor)


Surface Protection adalah tindakan melapisi permukaan oklusal dengan
Glassionomer Protection and Stabilization material, yaitu glassionomer kaya
fluoride dan mempunyai kemampuan mengalir (flow able), agar pada email
terjadi pematangan dengan terbentuknya ikatan Fluorapatite yang tahan asam.
Dengan demikian walaupun kemudian lapisan lepas, email gigi telah
terproteksi.
g. Tempat sikat gigi bersama
Dalam melaksnakan tugasnya pada pelaksanaan pelayanan asuhan di sekolah
melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS), slah satu bagian
terpenting adalah bagaimana membiasakan siswa/siswi untuk melakukan
kegiatan sikat gigi bersama. Untuk menunjang pelaksanaan sikat gig bersama,
amaka diperlukan tempat sikat gigi yang strategis. Salah satu hal yang bisa
dilakukan adalah dengan membuat tempat sikat gigi sederhana dengan
menggunakan alat dan bahan yang mudah serta murah. Sebagai contoh adalah
dengan menggunakan bambu atau paralon yang dilobangi untuk tempat
mengalirnya air, serta bamboo dan paralon juga untuk dijadikan saluran
pembuangan air bekas sikat gigi tersebut.

Pokok Bahasan 2
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA BIDANG KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT
Menurut UU RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan yang tercantum dalam pasal 42
dinyatakan bahwa :
Ayat 1. Teknologi dan produk teknologi kesehatan diadakan diteliti, diedarkan dan
dikembangkan dan dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat.
Ayat 2. Teknologi kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mencakup segala
metode dan yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya
penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil
komplikasi dan memulihkan kesehatan setelah sakit.
A. Teknologi Kesehatan
Teknologi kesehatan dibagi dalam 5 kelompok sebagai berikut : (1) Obat-obat;
meliputi : bahan-bahan kimia dan subtansi biologis yang dipakai untuk dimakan,
diinjeksikan ke tubuh manusia untuk kepentingan medis; (2) alat-alat (device) meliputi
: alat-alat khusus untuk tujuan : diagnostik, terapi; (3) prosedur bedah dan medis atau
kombinasinya yang sering kali sangat komplek; (4) sistem penunjang atau support
system : adalah teknologi yang digunakan untuk memberikan pelayanan medis di
rumah sakit.; (5) system organisasional, adalah teknologi yang digunakan untuk
menjamin penyampaian pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
B. Tahapan-Tahapan Pengembangan Teknologi Kesehatan
Pengembangan mempunyai makna proses, cara mengembangkan agar menjadi maju,
baik atau sempurna. Pengembangan teknologi kesehatan dapat dibedakan dalam 4
tahapan : (1) inovasi; (2) pengembangan; (3) difusi atau disiminasi; (4) evaluasi.

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
553
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

1. Inovasi
Kata inovasi yang digunakan disini menunjukkan kepada kreasi baru alat atau
teknik atau kombinasi alat yang lama menjadi konfigurasi yang baru atau untuk
aplikasi yang baru. Inovasi memunculkan kebaruan (novelty) dalam pengetahuan
ilmu kesehatan/kedokteran,. Kebanyakan inovasi adalah sebagai hasil dari
banyaknya kemajuan-kemajuan yang kecil yang secara individual mungkin tidak
berarti tetapi mempunyai efek yang kumulatif. Teknologi yang baru jarang
berkembang dalam satu langkah saja. Modikasi dan pengembangan teknologi
merupakan proses yang berjalan berkesinambungan. Ada tujuh tahap dalam
inovasi medis sebagai berikut : (1) laporan pendahuluan yang menjanjikan
berdasarkan evikasi, inovasi medis terhadap beberapa kasus tanpa kontrol; (2)
pemakaian atau public pihak ketiga); (4) laporan observasional dan prosedur
standar; (5) uji kendali acak (randomize control trial); (6) pengaduan oleh
profesional; (7) teknologi mengalami kehilangan kepercayaannya dan erosi.
2. Proses pengembangan teknologi
Proses pengembangan teknologi dibedakan menjadi : (1) teknologi bakalan
(emerging technology) adalah teknologi yang sedang diterapkan dalam taraf
pengembangan di laboratorium inkubator atau sedang dalam uji coba
laboratorium; (2) teknologi baru (new technology). Teknologi baru secara
fundamental berbeda dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya. Teknologi
ini biasanya menunjukkan perbaikan dalam diagnosis dan ketepatan diagnosis,
demikian juga memberikan teknologi terapi yang baru. Contoh teknologi
diagnostik baru : Multislices CT (Computerized Tomograph ) Scan lebih baik bila
dibandingkan dengan CT scan tipe lama. Teknologi terapi baru : intervensi
endovaskuler, transplantasi organ, organ buatan (Artifisial Organ), katup jantung
prostetik. (3) teknologi masa kini (current technology, establish technology)
adalah teknologi yang sudah biasa dikenal, contohnya : MRI (Magnetic Resonance
Imaging). (4) teknologi masa depan (future technology) seperti : sistem
mikroelektro mekanik, robotik untuk membantu pembedahan sebagai
pengembangan dari kombinasi Ilmu Fisika, Tehnik dan Ilmu Informasi, Nano
tehnologi, Rekayasa Genetik dan sebagainya.
3. Difusi teknologi
Difusi teknologi adalah suatu proses dimana teknologi memasuki dan menjadi
bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Fase ini mengikuti tahap riset dan
pengembangan dan mungkin juga tidak mengikuti uji klinik yang teliti untuk
menunjukkan efikasi dan keselamatan pasien. Pada awal fase difusi biasanya
berjalan lambat, hal ini menunjukkan kehati-hatian dari sebagian pengguna
walaupun boleh jadi juga menunjukkan masalah komunikasi informasi tentang
inovasi yang sudah dikembangkan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa difusi ini dipengaruhi oleh pembuat keputusan dan kendala-
kendala yang dihadapi oleh perorangan terhadap keputusan untuk penggunaan
teknologi tersebut. Untuk rumah sakit biasanya terkendala dengan keterbatasan
anggaran atau kendala dalam penggunaannya.

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
554
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

4. Evaluasi
Evaluasi teknologi kesehatan menyangkut beberapa faktor, diantaranya : (a)
potensi terapi, (b) kemampuan diagnosis dan skrining, (c) efektivitas di
masyarakat, (d) kepatuhan pasien dan (e) cakupannya.
a. Potensi untuk terapi.
Evaluasi teknologi kesehatan hendaknya dikaitkan dengan kemampuan
teknologi baru itu untuk meningkatkan derajat kesehatan secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam hal ini yang perlu dipertanyakan adalah
apakah teknologi terapi yang baru itu lebih bermanfaat dibandingkan
dengan kerugian terhadap pasien yang diagnosanya tepat, diobati dengan
tepat dan taat pada rekomendasi pengobatan tersebut.
b. Kemampuan untuk diagnosis dan skrining.
Teknologi untuk diagnosis dan skrining kemungkinan merupakan area yang
tumbuh paling cepat dalam teknologi kesehatan, misalnya pengembangan
dalam CT Scan dan MRI. Biasanya teknologi untuk diagnosis dan skrining
dikaitkan dengan kemanfaatan terapi dan untuk meningkatkan perbaikan
hasil akhir (outcome).
c. Efektivitas di masyarakat
Untuk menentukan efektivitas teknologi di masyarakat perlu dilibatkan
penilaian terhadap besarnya peningkatan derajat kesehatan yang dapat
diharapkan sebagai akibat aplikasi dari teknologi spesifik di dalam
masyarakat atau populasi yang terjangkau. Kepatuhan profesional
kesehatan merupakan salah satu komponen efektivitas penggunaan
teknologi di masyarakat di sini diperlukan informasi sejauh mana profesional
kesehatan tersebut mematuhi aplikasi teknologi yang diperlukan untuk
aplikasi diagnosa yang tepat dan teknologi manajemen (pencegahan,
penyembuhan paliatif dan rehabilitasi).
d. Evaluasi kepatuhan pasien
Seberapa jauh kepatuhan pasien terhadap penyedia pelayanan kesehatan
dalam hal rekomendasi dan terapi dapat dinilai tergantung dari jenis
teknologi yang secara substansial mempengaruhi besarnya manfaat yang
diperoleh darinya.
e. Evaluasi cakupan (Evaluation Coverage)
Cakupan disini diartikan sebagai seberapa jauh teknologi yang bermanfaat
diterapkan secara tepat terhadap semua pasien atau masyarakat yang
memperoleh manfaat darinya. Cakupan melukiskan apakah pasien secara
individual memerlukan atau tidak teknologi tersebut.

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
555
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

C. Langkah-Langkah Penerapan Teknologi Tepat Guna


Dalam rangka penerapan teknologi tepat guna, terdapat beberapa langkah yang
dapat diaplikasikan, yaitu:
1. mengenali kebutuhan teknologi di masyarakat dengan melakukan riset pasar di
rumah sakit pemerintah maupun swasta dan sektor-sektor upaya pelayanan
kesehatan yang lain untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang teknologi
kesehatan apa saja yang diperlukan saat ini,
2. memahami dan merumuskan masalah teknologi dengan membuat
perencanaanperancanaan dan mengembangkan desainnya,
3. mengupayakan pemecahan masalah. Dalam upaya pemecahan masalah dibuat
suatu model atau prototip. Model adalah citra bayangan mengenai kenyataan
yang tergantung dari obyek atau proses yang digambarkan serta tujuan
penggunaannya,
4. merencanakan dan mengevaluasi alternatif-alternatif,
5. memilih alternatif yang sesuai dengan kebutuhan,
6. membuat produk atau proses teknologi diikuti dengan difusi dan distribusinya

VIII. REFERENSI
1. Kasmer.2007.kewirausahaan .Jakarta:PT.Bumi Aksara
2. Ambarwati,Eny Retna. 2009.Asuhan Kebidanan Komunitas.Yogyakarta: Nuha Medika
3. Dra Suryana, 1996. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK : EGC, Jakarta
4. Syafruddin, dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Mahasiswa.
CV.Transinfo media : Jakarta
5. Jurnal Sosioteknologi Edisi 13 tahun 7, April 2008
htth://jirzizaidan.wordpress.com/kebidanan/
6. World Healt Assembeley XXI; “National and Global SURVEILENS of communicable
Disease”, Geneva: WHO, 1968
7. Besari, M.S. 2008 ; Teknologi di Nusantara, Jakarta : Salemba Teknika
8. Rifai, H.Tb.B. 1986. Perspektif dari Pembangunan Ilmu dan Teknologi. Jakarta : PT
Gramedia

IX. LAMPIRAN
Panduan Diskusi :
1. Peserta dibagi dalam kelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok menyusun satu konsep/ skema tentang teknologi tepat guna
bidang keperawatan gigi, yang dapat memberikan manfaat bagi pelayanan
keperawatan gigi, disertai gambar dan manfaatnya selama 30 menit
4. Kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lainnya memberi
tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.

rKEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
556
MATERI INTI 8
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

MATERI INTI 8
PENGHITUNGAN ANGKA KREDIT DAN PENGAJUAN DUPAK

I. DESKRIPSI SINGKAT
Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
No. 23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan Angka Kreditnya,
dinyatakan bahwa untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, setiap Perawat
Gigi wajib mencatat danmenginventarisir seluruh kegiatan yang dilakukan paling kurang 1
(satu) kali dalam setahun.Perawat Gigi yang dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya,
penilaian dan penetapan angka kredit dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir
kegiatan yang harus dicapai Perawat Gigi dalam rangka pembinaan karier.Daftar Usulan
Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah formulir yang berisi keterangan perorangan
Perawat Gigi dan butir kegiatan yang dinilai dan harus diisi oleh Perawat Gigi dalam rangka
penetapan angka kredit. Setelah DUPAK Perawat Gigi dilakukan pemeriksaan dan disetujui
oleh Tim Penilai, maka diterbitkanlah Penetapan Angka Kredit (PAK), yaitu suatu formulir
yang berisi keterangan perorangan Perawat Gigi dan satuan nilai dari hasil penilaian butir
kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang telah dicapai oleh Perawat Gigi
yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.
Melalui modul ini akan dijabarkan bagaimana tata cara pengajuan dan pengisian formulir
pengajuan angka kredit untuk perawat gigi kategori keahlian sehingga dapat
memudahkan para perawat gigi dalam melakukan pengajuan angka kredit dan DUPAK.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan perhitungan dan pengajuan
DUPAK.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Angka Kredit Dan DUPAK
2. Melakukan Pengajuan DUPAK
3. Melakukan Pengisian Formulir

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Angka Kredit Dan DUPAK
Sub pokok bahasan :
a. Pengertian Angka Kredit
b. Pengertian DUPAK
c. Unsur-Unsur Yang Dinilai Dalam Angka Kredit
d. Jumlah Angka Kredit
e. Perhitungan dan Penetapan Angka Kredit dalam Jabatan Fungsional Perawat Gigi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
557
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Pokok Bahasan 2: Tata Cara Pengajuan DUPAK


Sub pokok bahasan :
a. Kelengkapan Pengajuan Usul Penetapan Angka Kredit
b. Tata Cara Pengajuan Usul Penilaian dan Penetapan Angka Kredit
c. Tata cara Penilaian Angka Kredit
d. Prosedur Penilaian Angka Kredit

Pokok Bahasan 3: Cara Pengisian Formulir


Sub pokok bahasan :
a. Formulir DUPAK
b. Formulir Surat Pernyataan Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
c. Formulir Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pelayanan Asuhan Keperawatan
Gigi dan Mulut
d. Formulir Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengembangan Profesi
e. Formulir Surat Pernyataan Melakukan Penunjang Tugas Perawat Gigi
f. Formulir Penetapan Angka Kredit

IV. METODE
1. Ceramah tanya jawab
2. Curah pendapat
3. Latihan menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. (Slide power point)
3. Laptop
4. LCD
5. Flipchart
6. Whiteboard
7. Spidol (ATK)
8. Formulir pengajuan angka kredit

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
558
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Langkah 2.Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
2. Pokok bahasan yang disampaikan dimulai dari materi tentang angka kredit dan dupak,
tata cara pengajuan dupak serta cara pengisian formulir
3. Materi disampaikandengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab,serta
latihan menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK.

Langkah 3. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk latihan
menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK
2. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.

Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan
tanggapan.
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.

Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan
4. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkan terima kasih.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
ANGKA KREDIT DAN DUPAK
A. Pengertian Angka Kredit
Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-
butir kegiatan yang harus dicapai Perawat Gigi dalam rangka pembinaan karier.

B. Pengertian DUPAK
Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah formulir yang berisi
keterangan perorangan Perawat Gigi dan butir kegiatan yang dinilai dan harus diisi
oleh Perawat Gigi dalam rangka penetapan angka kredit.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
559
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

C. Unsur-Unsur Yang Dinilai Dalam Angka Kredit


Unsur kegiatan yang dinilai dalam pemberian angka kredit, terdiri dari: unsur utama
dan unsur penunjang. Unsur utama terdiri dari: pendidikan, pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut serta pengembangan profesi, sedangkan unsur
penunjang adalah penunjang tugas perawat gigi.
Unsur dan sub unsur kegiatan perawat gigi yang dapat dinilai angka kreditnya tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan, meliputi:
a. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
b. Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut dan mendapatSurat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan
(STTPP) atau sertifikat; dan
c. Pendidikan dan pelatihan prajabatan.
2. Pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut, meliputi:
a. Persiapan pelayanan;
b. Pelaksanaan pelayanan;
c. Pelaksanaan tindakan kolaboratif kesehatan gigi dan mulut; dan
d. Pelaksanaan tugas khusus.
3. Pengembangan profesi, meliputi:
a. Pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut;
b. Penerjemahan/penyaduran buku dan bahan lainnya di bidang pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut;
c. Pembuatan buku pedoman/ketentuan pelaksanaan/ ketentuan teknis di bidang
pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut; dan
d. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut.
4. Penunjang tugas Perawat Gigi, meliputi:
a. Pengajar/pelatih di bidang pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut;
b. Keikutsertaan dalam seminar/lokakarya di bidang pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut;
c. Keanggotaan dalam organisasi profesi Perawat Gigi;
d. Keanggotaan dalam Tim Penilai Jabatan Fungsional Perawat Gigi;
e. Perolehan penghargaan/tanda jasa;
f. Perolehan gelar kesarjanaan lainnya; dan
g. Pelaksanaan kegiatan penunjang lainnya

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
560
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

D. Jumlah Angka Kredit


Jumlah angka kredit kumulatif paling rendah yang harus dipenuhi oleh setiap Pegawai
Negeri Sipil untuk dapat diangkat dalam jabatan dan kenaikan jabatan/pangkat
Perawat Gigi adalah:
1. Paling rendah 80% (delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur
utama,kecuali yang berasal dari pendidikan formal; dan
2. Paling tinggi 20% (dua puluh persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang.

E. Perhitungan dan Penetapan Angka Kredit dalam Jabatan Fungsional Perawat Gigi
1. Unsur Pendidikan
a. Bukti fisik yang dipergunakan sebagai dasar penilaian adalah:
1) Fotocopy ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; dan
2) Fotocopy STTPP/sertifikat kegiatan ilmiah.
b. Pemberian Angka Kredit
1) Pendidikan sekolah
Yang dimaksud pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diakui atau
diakreditasi oleh Kementerian yang membidangi pendidikan dan
kebudayaan, dan Kementerian Kesehatan yaitu:
 Diploma III Keperawatan Gigi diberikan angka kredit sebesar 60
(enam puluh)
 Diploma IV(D.IV) Keperawatan Gigi diberikan angka kredit sebesar
100 (seratus)
 Strata 2 (S-2) Keperawatan Gigi diberikan angka kredit sebesar 150
(seratus limapuluh)
 Perawat Gigi yang memperoleh Ijazah Diploma IV (D.IV) Strata 1 (S-1),
Strata 2 (S-2), dan Strata 3 (S-3) diluar bidang Keperawatan Gigi dan
Sarjana lainnya yang diakui oleh Kementerian yang membidangi
pendidikan dan kebudayaan diberikan angka kredit sebagai berikut:
 Strata 3 (S-3) : diberikan angka kredit sebesar 15 (lima belas)
 Strata 2 (S-2) : diberi angka kredit sebesar 10(sepuluh)
 Diploma IV (D.IV) atau Strata 1 (S-1):diberi angka kredit sebesar 5
(lima)

Bagi lulusan luar negeri, maka ijazahnya akan bisa dinilai dalam Jabatan
Fungsional Perawat Gigi apabila lulusan tersebut telah mendapatkan
sertifikat pengakuan ijazah luar negeri dari kementerian yang
membidangi pendidikan tinggi. Nilai angka kredit setara dengan lulusan
dalam negeri.

2) Pendidikan dan Pelatihan Teknis dibidang Keperawatan Gigi


 Yang termasuk pendidikan dan pelatihan teknis dibidang
Keperawatan Gigi adalah semua program pendidikan dan pelatihan
yang berhubungan dengan teknis dan manajemen Keperawatan Gigi
sehingga diperoleh peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
561
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

yang berguna dalam peningkatan mutu dalam pelaksanaan pelayanan


Keperawatan Gigi dan diselenggarakan oleh lembaga Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) yang berwenang/organisasi profesi Perawat Gigi
sesuai peraturan yang berlaku.

 Penilaian dilaksanakan dengan meneliti bukti berupa fotocopy


sertifikat pelatihan atau STTPP yang sudah disahkan oleh pejabat
berwenang.
 Angka kredit yang diberikan sesuai jumlah jam pelajaran yang diikuti
seperti tertulis dalam Lampiran I atau Lampiran II Permenpanrb
Nomor 22 Tahun 2014.

2. Pelayanan Asuhan Gigi dan Mulut


a. Bukti fisik yang dipergunakan sebagai dasar penilaian adalah hasil kegiatan
yang ditandatangani oleh atasan langsung unit kerja.
b. Pemberian angka kredit
Pemberian angka kredit untuk kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Perawat Gigi, diberikan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dan dilengkapi
dengan bukti fisik
3. Pengembangan Profesi
a. Bukti fisik yang dipergunakan sebagai dasar penilaian adalah dapat berupa
buku/ naskah/ makalah/ majalah/ pedoman/ petunjukpelaksanaan/ petunjuk
teknis/produk teknologi yang telah disahkan atau ditandatangani oleh atasan
langsung unit kerja.
b. Pemberian angka kredit
Pemberian angka kredit untuk kegiatan pengembangan profesi yang
dilaksanakan oleh Perawat Gigi sebagaimana tercantum pada rincian
kegiatan, akan mendapatkan nilai angka kredit yang besarnya sama untuk
semua tingkat Jabatan Fungsional Perawat Gigi.
4. Penunjang Tugas
a. Bukti fisik yang dipergunakan sebagai dasar penilaian adalah Surat tanda bukti
sebagai anggota organisasi profesi Perawat Gigi/Anggota Tim Penilai Angka
Kredit Jabatan Fungsional Perawat Gigi, sertifikat/ijazah dan tanda
kehormatan/penghargaan/tanda jasa yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
b. Pemberian angka kredit
Penilaian dilaksanakan dengan meneliti bukti telah melakukan kegiatan di
bidang Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut berupa surat
pernyataan/surat tugas sesuai dengan kegiatannya sebagai berikut:
1) Untuk mengajar/ melatih di bidang Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi
dan Mulut.
2) Untuk seminar/lokakarya berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh
lembaga yang diakui/terakreditasi sebagai penyelenggara.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
562
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

3) Sebagai Anggota organisasi profesi Perawat Gigi berupa kartu


keanggotaan.
4) Sebagai anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional Perawat Gigi berupa SK
Tim Penilai.
5) Gelar kesarjanaan berupa Ijazah dari institusi yang berwenang.
6) Memperoleh penghargaan/kehormatan/tanda jasa dengan bukti berupa
piagam/surat penghargaan dari lembaga atau institusi yang berwenang.
7) Memperoleh gelar kehormatan dibidang akademis berupa ijazah/gelar
dari lembaga yang berwenang.
8) Besarnya angka kredit sesuai dengan Lampiran I atau Lampiran II
Permenpanrb Nomor 23 Tahun 2014.

Pokok Bahasan 2:
TATA CARA PENGAJUAN DUPAK
A. Kelengkapan Pengajuan Usul Penetapan Angka Kredit
Setiap Perawat Gigi berdasarkan hasil investigasi kegiatan yang dituangkan dalam
Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) wajib mengusulkan paling kurang satu
kali dalam satu tahun dengan melampirkan bukti-bukti sebagai berikut :
1. Salinan/fotokopi sah Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) tahun terakhir yang diketahui
atasan langsung (Apabila usul angka kredit telah mencapai kumulatif minimal yang
dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi) yang
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
2. Salinan/fotokopi sah surat keputusan kenaikan jabatan dan pangkat terakhir yang
diketahui atasan langsung.
3. Salinan/fotokopi sah surat keputusan terakhir tentang pengangkatan
pertama/pengangkatan kembali dalam jabatan Perawat Gigi yang diketahui atasan
langsung.
4. Salinan/fotokopi sah penetapan angka kredit (PAK) terakhir yang diketahui atasan
langsung.
5. Bukti fisik hasil pelaksanaan tugas sebagai Perawat Gigi dengan melampirkan surat
pernyataan sebagaimana contoh surat pernyataan pelaksanaan tugas.
6. Surat Penugasan dan Uraian Tugas

B. Tata Cara Pengajuan Usul Penilaian dan Penetapan Angka kredit


1. Perawat Gigi yang bersangkutan mencantumkan perkiraan angka kredit prestasi
kerja Perawat Gigi ke dalam formulir Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit
(DUPAK) jabatan Perawat Gigi berikut kelengkapannya untuk disampaikan kepada
Kepala Unit Kerja/UPT/UPTD yang bersangkutan.
2. Kepala Unit Kerja/UPT/UPTD yang bersangkutan di bantu oleh tim verifikasi
meneliti ulang kebenaran DUPAK berikut kelengkapannya.
3. Daftar Usul Penetapan Angka Kredit diajukan dengan surat pengantar dari pejabat
sebagaimana diatur dalam PermenpanRB Nomor 23 tahun 2014 tentang Jabatan
Fungsional Perawat Gigi dan Angka Kreditnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
563
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

4. Pengajuan usul penetapan angka kredit harus telah sampai kepada pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit selambat-lambatnya:
a. Tanggal 15 Juni bagi Perawat Gigi yang akan naik jabatan/pangkat pada
periode Oktober tahun yang bersangkutan.
b. Tanggal 15 Desember bagi Perawat Gigi yang akan naik jabatan/pangkat pada
periode April tahun berikutnya.

C. Tata Cara Penilaian Angka kredit


Berdasarkan DUPAK yang disampaikan oleh Pembimbing Perawat Gigi, selanjutnya
TPAK melakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Persidangan Tim Penilai dilaksanakan 2 (dua) kali dalam setahun yaitu setiap bulan
Juni dan Desember.
2. Pengambilan keputusan dalam pemberian angka kredit dilakukan melalui prosedur
sebagai berikut :
a. Ketua Tim Penilai membagi tugas penilaian kepada anggota Tim Penilai.
b. Setiap usul dinilai oleh 2 (dua) orang anggota, dengan menggunakan formulir
yang telah ditetapkan.
c. Setelah masing-masing anggota melakukan penilaian, hasilnya disampaikan
kepada Ketua Tim Penilai melalui Sekretaris Tim Penilai untuk disahkan.
d. Apabila angka kredit yang diberikan oleh dua orang penilai tidak sama, maka
pemberian angka kredit dimusyawarahkan dalam sidang pleno untuk
didiskusikan antar Tim Penilai.
e. Pengambilan keputusan dalam sidang pleno Tim Penilai dilakukan secara
aklamasi atau melalui suara terbanyak.
f. Sekretaris Tim Penilai menuangkan angka kredit hasil keputusan musyawarah
dalam sidang pleno ke dalam formulir penetapan angka kredit seperti contoh
format G Peraturan Menteri ini.
3. Bagi Provinsi/Kabupaten/Kota yang belum memiliki TPAK Jabatan Fungsional
Perawat Gigi, maka Kepala Dinas yang membidangi kesehatan di
Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan dapat bekerjasama dengan TPAK
Jabatan Fungsional Perawat Gigi pada Provinsi/Kabupaten/Kota terdekat atau
mengadakan kerjasama dengan TPAK Jabatan Fungsional Perawat Gigi Tingkat
Unit Kerja untuk melakukan penilaian angka Kredit Perawat Gigi.

D. Prosedur Penilaian Angka kredit


1. Perawat Gigi menyiapkan bahan/berkas dan menuangkan angka kredit ke dalam
DUPAK dilengkapi dengan bukti-bukti fisik untuk diverifikasi oleh tim verifikasi
yang ditunjuk oleh lembaga masing-masing. Bahan/berkas dan DUPAK tersebut
disampaikan kepada Pimpinan Unit Kerja, UPT Kemenkes, Instansi pada
Kementerian/Lembaga Pemerintah non Kementerian selain Kementerian
Kesehatan, Kepala Dinas yang membidangi Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
564
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

2. Pimpinan Unit Kerja, UPT Kemenkes, Instansi pada Kementerian/Lembaga


Pemerintah non Kementerian selain Kementerian Kesehatan, Kepala Dinas yang
membidangi Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota menyampaikan
bahan/berkas usulan kepada Sekretariat TPAK Unit Kerja, Sekretariat TPAK
Instansi, Sekretariat TPAK Provinsi/Kabupaten/Kota untuk Perawat Gigi untuk
Pangkat Pengatur Golongan Ruang II/c s.d. Pembina IV/a dan kepada TPAK Pusat
untuk Perawat Gigi Pangkat Pembina Tingkat I Golongan Ruang IV/b s.d Pangkat
Pembina Utama Muda Golongan Ruang IV/c.;
3a. Sekretariat TPAK Unit Kerja, Sekretariat TPAK Instansi, Sekretariat TPAK
Provinsi/Kabupaten/Kota dan atau Pusat mendistribusikan bahan/berkas usulan
yang sudah lengkap kepada TPAK Unit Kerja, TPAK Instansi, TPAK Provinsi/
Kabupaten/Kota dan atau TPAK Pusat;
3b. Berkas usulan yang tidak lengkap diberitahukan kepada Perawat Gigi melalui
Pimpinan Unit Kerja, UPT Kemenkes, Instansi pada Kementerian/Lembaga
Pemerintah non Kementerian selain Kementerian Kesehatan, Kepala Dinas yang
membidangi Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota untuk dilengkapi;
4. TPAK Unit Kerja, TPAK Instansi, TPAK Provinsi/ Kabupaten/Kota dan atau TPAK
Pusat menyerahkan kembali hasil penilaian angka kredit kepada Sekretariat TPAK
Unit Kerja, Sekretariat TPAK Instansi, Sekretariat TPAK Provinsi, Sekretariat TPAK
Kabupaten/Kota dan atau Pusat untuk dituangkan ke dalam format PAK;
5a. Sekretariat TPAK Unit Kerja, Sekretariat TPAK Instansi, Sekretariat TPAK
Provinsi/Kabupaten/Kota dan atau TPAK Pusat menyampaikan PAK kepada
Pimpinan Unit Kerja, Pimpinan Instansi, Kepala Dinas yang membidangi
Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota dan atau Direktur Jenderal yang
membidangi Keperawatan Gigibagi Perawat Gigibagi Perawat Gigi yang
memenuhi syarat untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi;
5b. DUPAK yang belum memenuhi syarat dibuatkan surat keterangan hasil penilaian
angka kredit dan dikirim kepada Perawat Gigi yang bersangkutan melalui
Pimpinan Unit Kerja, Pimpinan Instansi, Kepala Dinas yang membidangi
Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota;
6a. Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit pada Unit Kerja, Instansi,
Dinas yang membidangi Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota menetapkan PAK
Perawat Gigi yang memenuhi syarat untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat
lebih tinggi;
6b. PAK Asli disampaikan kepada Perawat Gigi yang bersangkutan, dan Kepala
Bagian Kepegawaian yang bersangkutan; Tembusan PAK disampaikan kepada
Sekretariat TPAK Pusat, Kepala Badan Kepegawaian Negara/Kepala Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, Pimpinan Unit Kerja, Pimpinan
Instansi, Kepala Dinas yang membidangi Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota
dan atau Kepala Biro Kepegawaian Kemenkes

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
565
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

Pokok Bahasan 3.
CARA PENGISIAN FORMULIR
A. Formulir DUPAK
Formulir DUPAK diisi oleh yang Perawat Gigi yang bersangkutan dan ditandatangani
oleh pimpinan unit kerja sebagai pejabat pengusul. Disamping lampiran yang
dipersyaratkan, perlu dilengkapi dengan bukti-bukti yang disyaratkan dari unsur yang
dinilai.Contoh formulir DUPAK dan cara pengisiannya sebagaimanatertera dalam
lampiran
1. Formulir Surat Pernyataan Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Formulir ini dibuat untuk dapat dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka
Kredit.
Dibuat rangkap tiga masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit
2. Unit Kerja yang bersangkutan
3. Pejabat Perawat Gigi yang bersangkutan
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir
2. Formulir Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pelayanan Asuhan Keperawatan
Gigi
Formulir ini dibuat setiap 6 bulan satu kali dalam bulan Juni dan
Desember.Formulir ini merupakan rekapitulasi jumlah prestasi kerja bulanan,
dibuat rangkap 3 (tiga) masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit.
2. Unit Kerja yang bersangkutan.
3. Pejabat Perawat Gigi yang bersangkutan.
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir
3. FormulirSurat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengembangan Profesi
Formulir ini dibuat untuk dapat dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka
Kredit.
Dibuat rangkap tiga masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit
2. Unit Kerja yang bersangkutan
3. Perawat Gigi yang bersangkutan
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir.
4. FormulirSurat Pernyataan Melakukan Kegiatan Penunjang Tugas Perawat Gigi
Formulir ini dibuat untuk dapat dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka
Kredit.
Dibuat rangkap tiga masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit
2. Unit Kerja yang bersangkutan
3. Perawat Gigi yang bersangkutan
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
566
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN – JENJANG AHLI MADYA

5. Formulir Penetapan Angka Kredit (PAK)


Formulir penetapan angka kredit diisi oleh pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit.Formulir dibuat dalam rangkap 5 (lima), asli disampaikan kepada
Kepala Badan Kepegawaian (BKN) up. Deputi Bidang Pengadaan dan Mutasi
Kepegawaian atau Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan dengan
tembusan disampaikan kepada:
1. Perawat Gigi yang bersangkutan.
2. Pimpinan Unit Kerja Perawat Gigi yang bersangkutan.
3. Sekretaris Tim Penilai Perawat Gigi yang bersangkutan.
4. Pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit.
Contoh formulir dan cara pengisiannya terlampir

VIII. REFERENSI
1. Peraturan Menteri PAN-RB No. 23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi
dan Angka Kreditnya
2. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor: 4 Tahun 2015 dan Nomor: 5 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor.
23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan Angka Kreditnya.

IX. LAMPIRAN
Panduan Latihan menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK :
1. Peserta dibagi dalam kelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok berlatih mengisi formulir pengajuan angka kredit dan
DUPAK dengan memilih butir kegiatan sesuai yang biasa dilakukan di tempat kerjanya
4. Kelompok mempresentasikanhasil diskusinya dan kelompok lainnya memberi
tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
567
MATERI PENUNJANG 1
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI PENUNJANG 1
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Building learning commitment (BLC), merupakan aktifitas yang dilakukan untuk
mencairkan suasana agar proses pembelajaran selanjutnya dapat berlangsung secara
interaktif, baik antara peserta dengan fasilitator maupun antara peserta dengan peserta
lainnya. Hal ini menjadi penting karena peserta datang dengan latar belakang yang
berbeda baik dalam hal pendidikan, jabatan, agama,budaya dan social. Disamping itu tidak
semua peserta datang mengikuti pelatihan atas kemauannya senditi tetapi atas perintah
atasan sehingga mengikuti pelatihan merupakan siksaan bagi mereka.
Peserta dalam pelatihan umumnya adalah orang yang telah bekerja dan hampir semuanya
orang dewasa, sudah mempunyai pengetahuan baik dari pendidikan maupun pengalaman
praktik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan. Disamping itu pada orang dewasa
sudah memliki konsep yang diyakini kebenarannya dan akan dipertahankan sehingga
tidaklah mudah untuk menerima konsep atau pengetahuan baru dari luar. Oleh karena itu
dalam mengelola pelatihan pada orang dewasa diperlukan strategi khusus yang dapat
mendorong orag dewasa ini mencari tahu jawaban atas sesuatu yang selama ini menjadi
pertanyaannya. Keingin tahuannya inilah yang akan membuat orang dewasa mau dan
peduli terhadap informasi baru yang disampaikan kepada mereka.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu menerapkan konsep membangun
komitmen belajar.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Memahami konsep BLC. (pengertian, tujuan dan proses BLC)
2. Mengenal seluruh peserta, mengenal fasilitator dan panitia penyelenggara
pelatihan.
3. Menyusun harapan, kekhawatiran dan strategi mencapai harapan
4. Menyusun nilai dan norma yang akan diterapkan selama proses pembelajaran.

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Pengertian, dan tujuant BLC
Sub pokok bahasan:
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Proses BLC
Pokok Bahasan 2. Perkenalan
Pokok Bahasan 3. Menyusun harapan dan strategi mencapai harapan
Pokok Bahasan 4. Menyusunan norma, nilai dalam kelas

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
568
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

IV. METODE
1. Brainstorming
2. Games
3. Diskusi kelompok.

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Flifchart
5. Spidol
6. Peralatan “Games”
7. Modul

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan bina suasana dan memperkenalkan diri pada peserta dengan
menyebut nama asal instansi.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan dan melakukan brainstorming mengenai BLC.
Langkah 2. Perkenalan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 3 kelompok, dan meminta mereka untuk saling
berkenalan dengan menyebut nama, asal institusi dan asal daeah.
2. Setelah semua anggota dari kelompok saling megenal, kelompok tersebut dipecah dan
di bagi dalam 2 kelompok besar untuk saling mengenal.
3. Fasilitator meminta peserta untuk refleksi ”leason learning” dari proses perkenalan
tersebut.
Langkah 3. Pencairan dan kerjasama
Langkah pembelajaran:
1. Sebagai upaya untuk mencairkan suasana dan mengakrabkan peserta, fasilitator
mengadakan permainan.
2. Selesai permainan, peserta diminta untuk me refleksikan apa yang dialami dan
dirasakan dihadapan teman dan fasiltator.
3. Apabila setelah di evaluasi, peserta belum menunjukkan keakraban (cair), fasilitator
dapat memberikan permainan yang lain.
4. Untuk melihat adanya kerjasama diantara peserta dan jiwa kepemimpinan, fasilitator
memberikan tugas pada kelompok yang diselesaikan dalam waktu tertentu.
5. Fasilitator meminta peserta untuk refleksi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
569
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah 4. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk
merumuskan harapan dan strategi dalam mencapai harapan selama proses pelatihan
2. Tugas berikutnya diberikan pada kelompok untuk merumuskan norma dan nilai yang di
sepakati kelas berikut sanksi bila melanggar norma dan nilai-nilai tersebut.
3. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 5. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikanhasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
Langkah 6. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator mengevaluasi bagaimana perasaan dan respon peserta setelah mengikuti
proses pembelajaran BLC.
2. Fasilitator merangkum dan menyimpulkan materi pembelajaran BLC
3. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkanterima kasih.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
KONSEP BLC.
A. Pengertian BLC
Pada awal memasuki suatu pelatihan, pada umumnya peserta bersikap sangat formal,
kaku dan menunjukkan suasana kebekuan (freezing). Hal ini terjadi karena berbagai
sebab seperti : perasaan asing karena satu sama lainnya belum saling mengenal, rasa
curiga dengan orang sekitarnya, kahadirannya didalam pelatihan bukan karena
keinginannya akan tetapi karena disuruh atau ditugaskan oleh atasannya, bukan
merupakan kebutuhannya atau kemungkinan juga mereka sudah mengetahui materi-
materi yang akan dibahas dalam pelatihan.
Untuk mengatasi dan mengantisipasi hal tersebut diatas, perlu dilakukan pencairan
(unfreezing) diantara semua komponen yang terlibat dalam pelatihan agar
permasalahan tersebut diatas dapat diminimalkan atau dihilangkan sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. dan memberi
manfaat yang banyak bagi peserta. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah
melalui melakukan kegiatan “membangun komitmen belajar “ (Building learning
commitment disingkat BLC).
Membangun komitmen Belajar (BLC) adalah salah satu metode atau proses untuk
mencairkan kebekuan tersebut. BLC bukan team building ataupun dinamika kelompok,
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
570
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

akan tetapi merupakan bagian kecil ataupun dapat disebutkan sebagai entry point dari
kedua proses tersebut. BLC dapat mendorong peserta untuk berani dan mampu
mengemukakan harapan harapan mereka dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai
nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses
pembelajaran. Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua
peserta untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta
mentaati norma yang dibangun berdasarkan pembauran nilai nilai yang dianut dan
disepakati.

B. Tujuan BLC
Sebagaimana disebutka diatas bahwa BLC, bukan team building dan juga bukan
dinamika kelompok, akan tetapi merupakan entry point dari keduanya. Melalui BLC
peserta didorong untuk berani mengungkapkan apa yang ada didalam perasaannya,
saling berinteraksi satu sama lain dan terbangunnya komitmen peserta untuk
berkontribusi aktif dalm proses pembelajaran.

C. Proses BLC
Proses BLC adalah proses melalui tahapan sebagaimana tahapan dalam proses
dinamika kelompok yaitu forming, storming, norming dan performing, tahapan ini di
integrasikan kedalam tahapan BLC yang dimulai dengan saling kenal antara peserta,
mengidentifikasi dan merumuskan harapan serta strategi mencapai harapan sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakaati bersama denga control kolektif apabila
dalam pelaksanaannya terjadi pelanggaran terhadap norma yang telah disepakati
tersebut.

SALING MENGENAL ANTAR


PRIBADI

MENGIDENTIFIKASI

MERUMUSKAN HARAPAN

PEMBENTUKAN NORMA
KELAS

KONTROL KOLEKTIF

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
571
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Pokok Bahasan 2.
PERKENALAN / FORMING
Pada umumnya peserta latih yang mengikuti pelatihan berasal dari berbagai daerah
dengan latar belakang budaya yang berbeda, pendidikan dan pengalaman juga berbeda.
Disamping itu perasaan asing karena baru pertama kali datang ketempat pelatihan, takut
dan khawatir ketika bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal sebelumnya sehingga
menimbulkan rasa kecurigaan dan ketidak percayaan, kondisi ini sering menimbulkan
ketidaknyamanan. Melalui tahap ini peserta di stimulasi untuk saling berinteraksi satu
sama lain sehingga dapat menumbuhkan raca kepercayaan, ketenangan dan kenyamanan.
Tahap ini mendorong keaktifan anggota kelompok
Strategi perkenalan dilaksanakan dengan cara peserta dibagi dalam beberapa kelompok
tergantung besaran jumlah pesertanya. Peserta didalam kelompok tersebut melakukan
perkenalan sampai semuanya mampu menyebutkan nama peserta dalam kelompoknya.
Perkenalan selanjutnya dilakukan antar kelompok, setiap kelompok memperkenalkan
anggota kelompoknya kepada kelompok lainnya. . Proses perkenalan dapat dilaksanakan
dengan melalui permainan.

Pokok Bahasan 3.
PENCAIRAN (STORMING – PANCAROBA)
Pada fase ini anggota kelompok sudah mulai berpartisipasi dan saling berinteraksi satu
sama lainnya, tanpa disadari masing-masing anggota kelompok saling mendeteksi
kekuatan dan kelemahan anggota kelompok lainya. Masing – masing orang ingin selalu
didengar pendapat dan idea - ideanya tetapi tidak mau mendengar dan menerima
pendapat atau idea – idea orang lain, jadi semua menonjolkan keakuannya (ego), ada yang
menantang dan ada juga yang mengeksploitir anggota yang dipandangnya lemah, intinya
semua berupaya untuk saling mempengaruhi. . Pada kondisi ini kita dapat melihat
bagaimana sikap dan perilaku dari setiap individu dalam kelompok, siapa yang kuat, lemah,
mendominasi dan ada juga yang pandai menghimpun semua aspirasi dari kelompoknya
sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan diterima semua anggota kelompok. . Dari
konflik inilah timbul kesadaran bahwa sesungguhnya setiap individu memiliki kepribadian
yang unik, dan setiap iindividu dalam kelompok harus menerima dan menghargainya
sehingga tingkat efektifitas kelompok tinggi.

Pokok Bahasan 4.
HARAPAN MEMBANTU TERBENTUKNYA NORMA BARU (NORMING)
Norma, merupakan nilai yang diyakini suatu kelompok atau masyarakat, kemudian menjadi
kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari-hari
kelompok/masyarakat tersebut. . Norma dalam pelatihan adalah gagasan, kepercayaan
tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk
dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/fasilitator dan panitia)
Harapan, Adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam
pelatihan, harapan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang di
inginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Masing-masing peserta yang mengikuti

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
572
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

pelatihan mempunyai harapan yang berbeda satu dengan yang lainnya, namun demikian
harapan intinya adalah dapat mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang
didapatnya dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaannya. Oleh karena itu agar harapan
dapat tercapai, maka dalam menentukan harapan harus realistis dan rasional sehingga
kemungkinan untuk tercapainya harapan tersebut besar.
Harapan juga harus menimbulkan tantangan dan mendorong kerja kelompok untuk
mencapainya, dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai
akhir proses.
Strategi mencapai harapan dan mengeliminir kekhawatiran
Khawatir merupakan suasana hati dan pikiran yang tidak nyaman atau menyenangkan.
Perasaan dan pkiran ini timbul karena ketidak percayaan atau keraguan akan hasil dari
suatu kegiatan,sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Didalam pelatihan, peserta
mempunyai tujuan yaitu adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap dan juga
ketrampilannya, namun demikian terkadang timbul kekhawatiran tidak dapat mencapai
tujuan yang dinginkan sebagai hasil dari proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu
disusun strategi bagaimana mencapai tujuan yang diharapkan, seperti mengikuti seluruh
proses pembelajaran, terlibat aktif dalam setiap proses pembelajaran, kerja kelompok dan
lain sebagainya.
Komitmen
Adalah keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau yang
menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan terdorong berupaya
sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif
dan efisien. Komitmen belajar/ pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/
kelompok/ kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan
mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/ pembelajaran. Keadaan ini sangat
menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/ kelompok/ kelas, karena dalam
diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk
memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara keseluruhan.
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya, saling kerja
sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga tercipta suasana/
lingkungan pembelajaran yang kondusif
Kontrol Kolektif
Merupakan kesepakatan bersama untuk memelihara agar kesepakatan terhadap norma
kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan
apabila norma tidak ditaati atau dilanggar.

VIII. KESIMPULAN.
Building learning commitment pada setiap pelatihan diperlukan karena sebagian besar
peserta berasal dari latar beakang yang berbeda, baik dalam hal budaya, pendidikan,
status sosial maupun pengalaman. Melalui building learning commitmen ini peserta
didorong untuk saling mengenal satu sama lainnya, berinteraksi dan sharing pengalaman,
setiap peserta menjadi nara sumber bagi peserta lainnya untuk hal-hal tertentu sesuai

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
573
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

dengan bidangnya dan memiliki komitmen yang tinggi untuk mengikuti proses
pembelajaran dengan baik agar apa yang diharapkan dari pelatihan ini dapat dcapai.

IX. REFERENSI
1. LAN. RI (2009). Modul Prajabatan “Dinamika kelompok”, Jakarta.
2. Munir. Baderel, Drs, MA. 2001. Dinamika kelompok : Penerapannya dalam
Laboraturium Ilmu Perilaku. Universitas Sriwijaya. Palembang.
3. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Depkes RI, 2006. Modul TOT Pelatihan Desa Siaga
4. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Departemen Kesehatan RI, 2005. Modul Pelatihan
TOC .
5. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Depkes RI, 2001. Membangun Komitmen Belajar.
6. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Depkes RI (2009). Kurikulum dan Modul :Pelatihan
Manajemen Mutu Pelayanan Puskesmas”. Jakarta.

X. LAMPIRAN
1. Panduan Menentukan Harapan Pembelajaran dan kekhawatiran untuk mencapai
harapan tersebut, serta norma yang disepakati.

2. Panduan Menentukan Kontrol Kolektif

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
574
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 1.
Menentukan Harapan Pembelajaran dan kekhawatiran untuk mencapai harapan tersebut, serta
norma yang disepakati.

Tahap 1. Menentukan harapan kelompok.

- Peserta dibagi dalam kelompok kecil a 5-7 orang.


- Mula mula peserta bekerja secara individu.
- Secara sendiri sendiri setiap peserta mengidentifikasi apa yang menjadi harapannya terhadap
pelatihan ini. Tuliskan pada kertas catatan masing masing 3 harapan yang menjadi prioritas.
Tuliskan juga kekhawatiran untuk mencapai harapan
- Kemudian diskusikan harapan masing masing peserta dalam kelompok dipandu oleh ketua
kelompok.
- Dengan metode brainstorming setiap peserta menyampaikan pendapatnya tentang usulan
harapan kelompok berdasarkan hasil renungan dan analisis dari harapan harapan semua
anggota kelompok.
- Kelompok diharapkan dapat menentukan harapan kelompok dan kekhawatiran sebagai hasil
kesepakatan bersama. Setiap kelompok menentukan 3 harapan yang menjadi prioritas
kelompok.
- Tuliskan harapan kelompok dan kekhawatiran pada kertas flipchart.

Harapan Kekhawatiran Harapan Kekhawatiran


individu kelompok

Tahap 2. Menentukan harapan kelas.

- Setiap kelompok mempresentasikan harapan dan kekhawatiran kelompoknya .


- Fasilitator memandu brainstorming untuk menentukan harapan kelas berdasarkan hasil
analisis dari semua harapan kelompok dan kekhawatirannya

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
575
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

- Buat kesepakatan kelas untuk menentukan 5 harapan yang menjadi prioritas kelas serta
kekhawatiran mencapai harapan
- Tuliskan hasilnya pada kertas flipchart.

Harapan kelompok Harapan kelas

Tahap 3, Menentukan norma kelas

Dalam menentukan norma kelas,peserta difasilitasi untuk melakukan brainstorming. Fasilitasi


dapat dilakukan oleh fasilitator atau diplih salah seorang dari peserta untuk memandu kelas.

- Setiap peserta diminta mengemukakan pendapatnya tentang norma kelas berdasarkan


harapan kelas yang sudah disepakati (norma untuk mencapai harapan kelas)
- Tuliskan pendapat peserta pada kertas flipchart agar terbaca oleh semua orang. Dapat juga
dengan mengetik di komputer dan ditayangkan.
- Pendapat peserta tidak boleh dikomentari dahulu.
- Setelah semua pendapat peserta tertulis,kemudian dikompilasi/dipilah ,yaitu pendapat yang
serupa digabung jadi satu.
- Hasil penggabungan kemudian dibahas,sehingga menjadi beberapa butir norma.
- Buatlah kesepakatan bersama dan menjadikannya sebagai norma kelas yang harus ditaati.
- Tuliskan norma kelas yang sudah disepakati pada kertas flipchart dan tempelkan di dinding
agar dapat dibaca semua orang.
Norma Kelas yang disepakati

Norma yang disepakati

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
576
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Lampiran 2.

Menentukan Kontrol Kolektif

 Peserta kembali ke dalam kelompok kecil


 Norma yang di sepakati dibahas untuk ditentukan apa kontrol kolektif apabila ada yang tidak
mentaati norma kelas
 Hasil kelompok kemudian di presentasikan
 Fasilitator memandu peserta untuk menentukan control kolektif yang disepakati bersama
(kelas). Tuliskan hasil kesepakatan kontrol kolektif pada kertas flipchart.

Norma Kontrol Kolektif

 

 

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
577
MATERI PENUNJANG 2
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

MATERI PENUNJANG 2
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan kelanjutan dari proses pembelajaran yang
diberikan pada akhir pembelajaran. Rencana tindakan yang disusun ini merupakan suatu
berkas yang berisi uraian yang sangat terinci tentang rencana tindak lanjut atas
perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Tindakan-tindakan yang di inginkan ini
dimaksudkan untuk menghilangkan/ mengatasi atau mengurangi masalah-masalah yang
telah ditentukan sebelumnya. Materaai ini merupakan materi penunjang dalam suatu
pelatihan, dan sangat penting untuk merefleksikan kembali kompetensi diklat berupa
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku yang diperoleh dikelas dan di
implementasikan ditempat kerja.
RTL berupa rumusan (item – item) rencana kegiatan terkait pelatihan yang harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih menyadari bahwa masih ada tugas
tambahan yang harus dikerjakan setelah bertugas kembali ditempat kerjanya.
Rencana kegiatan paska pelatihan harus dirumuskan secara seksana, dengan
mempertimbangkan kesiapan sarana prasarana, sdm dan biaya ditempat tugas serta
metode pendekatan yang perlu ditempuh agar rumusan RTL dapat direalisir sebagamana
mestinya .

Masing-masing jenis kegitan dalam RTL dijabarkan kedalam variable tujuan, sasaran, cara
melaksanakan, tempat dan waktu, pelaksana, sumber biaya dan indokator keberhasilan
sehingga terlihat suatu perencanaan yang selektif, perioritas dan realistis Materi ini
didisain untuk memenuhi kebutuhan kompetensi tersebut dengan menggunakan metode
ceramah dan latihan dalam menyusun RTL tersebut. Materi yang akan dibahas dalam RTL
meliputi : pengertian, tujuan, diri-ciri RTL, ruang lingkup dan cara menyusun RTL.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu menyusun Rencana tindak lanjut.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian dan tujuan RTL
2. Menjelaskan cirri-ciri RTL
3. Menjelaskan ruang lingkup RTL
4. Menjelaskan tentang langkah-langkah penyusunan RTL
5. Menyusun RTL

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
578
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Pengertian dan Tujuan RTL
Sub pokok bahasan:
a. Pengertian
b. Tujuan
Pokok Bahasan 2. Ciri – cirri RTL
Pokok Bahasan 3. Ruang lingkup
Pokok Bahasan 4. Komponen dalam RTL
Pokok Bahasan 5. Cara penyusunan RTL kelompok dan individu
Sub pokok bahasan:
a. Cara penyusunan RTL kelompok.
b. Cara penyuaunan RTL individu.
c. Cara penetapan
Pokok Bahasan 6. Format RTL

IV. METODE
1. Brainstorming
2. Latihan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Laptop
3. LCD
4. Format RTL
5. Flifchart
6.Spidol
7. Modul

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1. Melakukan bina suasana dan memperkenalkan diri pada pesert, .
2. Menyampaikan lingkup yang akan dibahas dan melakukan brainstorming mengenai
RTL.
Langkah 2. Pemberian Materi
Langkah pembelajaran:
1. Penyampaian materi sub pokok bahasan tentang pengertian RTL tujuan,ciri-ciri,
ruang lingkup, komponen-komponen RTL dan cara penyusunan RTL.
2. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
3. Menjawab pertanyaan yang diajukan peserta
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
579
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Langkah 3. Diskusi Kelompok


Langkah pembelajaran:
1. Meminta kelas untuk membentuk kelompok, jumlah kelompok sesuai dengan asal
jumlah propinsi atau instansi sejenis, serta memilih ketua, sekretaris dan penyaji.
2. Meminta masing-masing kelompok merumuskan RTL yang mengacu pada variable
RTL yang diberikan serta menuliskan hasil-hasil diskusi kelompoknya kedalam
flipchart atau dengan laptop dan hasilnya di presentasikan
3. Meminta individu untuk menyusun RTL sendiri.
4. Memberikan bimbingan tentang jalannya proses diskusi
Langkah 4.
Rangkuman dan Kesimpulan
1. Menutup acara pemberian sesi dengan ucapan penghargaan atas waktu dan
perhatian yang telah diberikan selama sesi penyampaian materi berlangsung,
2. Mengucapkan permohonan maaf jika terdapat sesuatu yang tidak berkenan selama
proses pembelajaran.
3. Mengucapkan salam penutup sesi

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN DAN TUJUAN RTL
A. Pengertian RTL
Rencana tindak lanjut disebut rencana aksi, yakni suatu rencana mantan peserta latih
ditempat tugas tentang kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam hubungannya
penerapan kompetensi yang diperoleh dari pelatihan. Kompetensi pelatihan berupa
kemampuan bidang pengetahuan. sikap dan perilaku serta psikomotor sangat
diharapkan dapat diimplementasikan ditempat kerja sehingga memberi manfaat bagi
instansi peserta latih. Rencana kegiatan RTL dapat mencakup antara lain :
1. Sosialisasi terhadap teman sekerja, atasan dan atau instansi mantan peserta latih
untuk menjadi pemahaman dan pertimbangan dalam merencanakan penerapan
kompetensi materi pelatihan ditempat kerjanya.
2. Penerapan kompetensi materi pelatihan berupa pengetahuan, sikap dan perilaku
serta psikomotor pada metode atau prosedur kerja terkait tugas pokok dan
fungsi mantan peserta latih,
3. Perencanaan pengadaan sarana penunjang yang dibutuhkan dalam
merealisasikan penerapan kompetensi pelatihan baik berupa ruangan kerja,
perangkat keras seperti komputer dan laptop maupun perangkat lunak
pendukungnya serta instrumen lain yang diperlukan.
4. Perencanaan pelatihan sejenis untuk menambah tenaga dengan kompetensi
sejenis sehingga jumlah penyandang kompetensi lebih banyak dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi di instansi mantan peserta latih.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
580
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

B. Tujuan RTL
Tujuan akhir dari RTL adalah peningkatan kinerja khususnya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya. Peningkatan kinerja
dapat dicapai dengan penerapan kompetensi sebagai suatu standar proses.
Selanjutnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi berdasarkan standar proses yang
meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan
masyarakat. Selaras dengan tujuan akhir tersebut, secara spesifik tujuan RTL adalah
sebagai berikut :
1. Teridentifikasinya rencana kegiatan tentang penerapan kompetensi diklat yang
diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
2. Diketahuinya metode / cara pelaksanaan rencana kegiatan tentang penerapan
kompetensi diklat yang diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
3. Kemudian dapat ditambahkan bahwa rencana kegitan yang tercantum RTL
merupakan indikator penilaian pada waktu melakukan evaluasi paska pelatihan
(EPP).

Pokok Bahasan 2.
CIRI-CIRI RTL
Dalam merumuskan rencana kegiatan dalam suatu RTL, hendaknya kegiatan-kegiatan
tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi keritaria sebagai berikut :
A. Sederhana dan spesifik :
1. Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana, dibuat mudah
dilakukan dan tidak mewah ( biaya pengadaan atau pelaksanaan kegitannya
tidak mahal ) sehingga penerapannya tidak menimbulkan kesulitan bagi
pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari lingkungan sendiri atau
masyarakat.
2. Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat khusus.
Kegiatan spesifik merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pokok, misalnya
pada diagnosis penyakit sebagai kegiatan pokoknya, maka kegiatan spesifiknya
kegiatan seperti; anamnese, pemeriksaan klinis, konfirmasi laboratorium dan
lain-lain.
B. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan ukuran
seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses seperti trend
yang menurun / meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %, rate & ratio.
Misalnya sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja dilakukan terhadap seluruh
atau 5 orang perawat puskesmas.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
581
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

C. Achievable.
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan, maka tujuan
kegiatan akan dapat dicapai. Misalnya sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja
bertujuan agar setiap perawat juga memiliki kompetensi yang sejenis yaitu terampil
melaksanakan akupresur terhadap pasien apabila mantan peserta latih tidak berada
ditempat. Dengan demikian tujuan menggantikan peran mantan peserta latih dapat
dicapai sekalipun yang bersanhkutan berhalangan.
D. Relevant
Relevant artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan kompetensi
pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih ditempat kerja.
Sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja adalah kompetensi diklat mantan
peserta latih yang diharapkan diterapkan ditempat kerja dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
E. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL tepat waktunya
dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

Pokok Bahasan 3.
RUANG LINGKUP DAN PERUMUSAN RTL
A. Ruang lingkup
Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal mencakup hal – hal ,
seperti:
1. Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
2. Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai
3. Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan
4. Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan
5. Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan
6. Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap kegiatan
7. Menetapkan besar biaya dan sumbernya
B. Perumusan RTL
RTL dapat dirumuskan ketika pada saat mengikuti proses pembelajaran dan setelah
mengikuti prosesa pembelajaran ketika peserta latih sudah kembali dari pelatihan.
1. Perumusan RTL pada saat Pelatihan.
Perumusan RTL pada saat pelatihan ( sesi terakhir, di kelas ) adalah perumusan
RTL menurut format standar yang dilakukan dengan cara diskusi kelompok
diantara peserta latih (kelompok dibagi menurut instansi sejenis atau perpropinsi).
Melalui diskusi kelompok, rumusan rencana kegiatan yang dihasilkan akan lebih
banyak. Rumusan RTL pada saat pelatihan hendaknya dituangkan dalam tabel
yang memuat variabel ; Jenis kegiatan, tujuan kegiatan, sasaran kegiatan,
metode/cara pelaksanaan kegiatan, tim pelaksana, tempat dan waktu pelaksanaan
serta rincian alokasi biaya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
582
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

2. Perumusan RTL resmi paska pelatihan


Perumusan RTL paska pelatihan dikerjakan secara individual oleh setiap mantan
peserta latih. Rumusan rencana kegiatan diperoleh dengan cara menseleksi hasil
rumusan RTL perkelompok pada saat masih dikelas. Seleksi atas hasil rumusan RTL
perkelompok tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi
yang ada pada instansi mantan peserta latih.
Rumusan RTL resmi paska pelatihan disusun dengan mengacu pada dokumen
resmi sesuai dengan outline, yang terdiri dari ; Latar belakang, tujuan kegiatan,
sasaran, metodologi / cara pelaksanaan kegiatan, tim pelaksana, waktu dan
tempat serta biaya Selanjutnya “ rumusan RTL pada saat pelatihan “ disertakan
sebagai lampiran.
Dengan demikian rumusan RTL resmi paska pelatihan ini dianggap sebagai laporan
resmi dalam mengikuti pelatihan, diajukan sebagai pertanggungjawaban kepada
atasan serta sebagai suatu dokumen resmi tentang rencana kegiatan yang akan
dilakukan setelah diklat ditempat asal instansi peserta latih, atau rumusan RTL ini
dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari bahan pertimbangan dalam penyusunan
rencana umum asal instansi peserta latih yang dibuat tiap awal tahun anggaran

Pokok Bahasan 4.
KOMPONEN DAN CARA PENYUSUNAN RTL
Menurut format standar, Komponen – komponen RTL meliputi :
A. Jenis kegiatan dan cara menulisnya
Dalam menentukan rencana kegiatan, dilakukan langkah-langkah sbb :
1. Identifikasi masalah ditempat kantor anda, yang dengan melihat kesenjangan antara
capaian dengan target / tujuan yang telah ditetapkan, yaitu dengan melihat laporan
tahunan atau profil kesehatan.
2. Tetapkan masalah prioritas. Jika masalah prioritas tidak dicantumkan dalam laporan
atau profil tersebut, maka tetapkan masalah prioritas (masalah urgen, serius, dan
perkembangannya memburuk), dengan cara memberi nilai / bobot pada setiap
masalah yang diidentifikasi, kemudian tentukan pada score paling tinggi ( inilah
masalah prioritas )
3. Tentukan penyebab masalah prioritas yang dikarenakan kealpaan kompetensi SDM
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih.
4. Pilih rencana kegiatan yang dapat ditanggulangi atau diminimalisir dengan
penerapan kompetensi diklat mantan peserta latih
5. Rancang tahapan rencana kegiatan penerapan kompetensi yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai.
6. Usulkan rencana kegiatan terpilih dalam diskusi kelompok
(rumusan rencana kegiatan yang dihasilkan akan banyak dalam suatu diskusi
kelompok, karena kreasi kegiatan yang muncul dalam diskusi dilatar belakangi
kondisi dan situasi yang berbeda, seperti komitmen pimpinan instansi serta kesiapan
daya dukung tenaga dan sarana & prasarana yang tersedia.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
583
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

B. Tujuan Kegiatan
Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat dicapai dan dalam waktu tertentu.
Kondisi atau keadaan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang direncanakan
dikaitkan dengan harapan setelah kegiatan tersebut dilaksanakan. Biasanya keinginan
yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan cukup dinyatakan dalam capaian indikator
proses. Misalnya tujuan pelaksanaan pelatihan sejenis ( kompetensi mantan peserta
latih ), bertujuan agar seluruh perawat puskesmas terampil melaksanakan pijat
akupresur
C. Sasaran kegiatan
Sasaran kegiatan adalah seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi objek
kegiatan yang direncanakan dan dinyatakan dalam satuan jumlah orang

D. Cara pelaksanaan
Metode/cara pelaksanaan kegiatan adalah bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan.
Misalnya ; Jika jenis kegiatan sosialisasi, maka cara pelaksanaannya dengan pertemuan
/ tatap muka. Pada kegiatan pengadaan sarana dan prasarana, maka cara
pelaksanaannya dengan penunjukan langsung atau pelelangan barang / jasa oleh
panita dan seterusnya.
E. Tim pelaksanaan
Penetapan tim pelaksana dengan melakukan inventarisir kalangan struktural dan staf
terkait jenis kegiatan yang direncanakan. Keikutsertaan dalam tim pelaksana ini sangat
sensitive karena berhubungan dengan kesejahteraan dan keadilan, Dengan demikian
pemilihan tim pelaksana sebaiknya dikonsultasikan dengan atasan dan pimpinan
institusi. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengajukan tim pelaksana ini
adalah kemampuan, dedikasi dan kerjasama
F. Tempat
Prinsip efektifitas dalam arti tempat yang dipilih memiliki daya dukung yang optimal
dalam penyelenggaraan kegiatan, serta efisien dan hemat sesuai dengan alokasi biaya
agar tidak menimbulkan keresahan.
G. Waktu
Tetapkan waktu yang memastikan bahwa seluruh pejabat dan staf yang terlibat, hadir
dan berkontribusi maksimal dalam penyelenggaraan kegiatan. Untuk itu perlu
penjajakan dan konfirmasi sebelumnya. Penetapan waktu yang baik adalah dengan
dilengkapi tanggal pelaksanaan yang sesuai, dan diinformasikan selumnya, sehingga
memastikan tim pelaksana dapat bertugas sebagaimana mestinya.
H. Biaya
Rancangan biaya harus logis dan realitis, sesuai item-item kegiatan yang dibutuhkan,
pos–pos pengeluaran mengacu pada daftar harga yang ditetapkan fihak yang
berwenang.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
584
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA

Rumusan kegiatan ad a. sampai dengan ad.h diusulkan dalam diskusi kelompok, untuk
dimasukkan dalam format standar. RTL bentuk format standar ini dapat digunakan
sebagai pertimbangan dalam menyusun RTL resmi pasca pelatihan secara individual.

Jenis Tujuan Sasaran Cara Tim


No Tempat Waktu Biaya
kegiatan kegiatan Kegiatan pelaksanaan Pelaksana

VIII. KESIMPULAN.
Rencana tindak lanjut berupa rumusan (item – item) rencana kegiatan terkait pelatihan
yang harus dirancang diakhir pembelajaran. Rencana tindakan ini penting untuk
mengimplementasikan pengetahuan dan ketrampilan yang didapat didalam kelas dengan
pengalaman yang sudah dimiliki. Komponen – komponen minimal yang masuk kedalam
format standar RTL meliputi: jenis kegiatan, tujuan kegiatan, sasaran kegiatan, cara
pelaksanaan, Tim pelaksanaan, Tempat, waktu dan biaya.
Rencana tindak lanjut disusun secara sistimatis sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah
ditentukan dengan ruang lingkup ertetu dan memenuhi kriteria sehingga RTL yang
dirmuskan dapat di implementasikan sesuai dengan tujuan yang di inginkan.

IX. REFERENSI
1. Pusdiklat Aparatur, Standar Penyelenggaraan Pelatihan,2012, Jakarta

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR
585

Anda mungkin juga menyukai