MODUL PELATIHAN
JABATAN
FUNGSIONAL
PERAWAT GIGI
KATEGORI
TRAINING KEAHLIAN
OF TRAINER (TOT)
PELATIHAN TIM ADVOKASI
TENAGA KESEHATAN BERBASIS SURVEILANS
MATERI PENUNJANG 3
ANTI KORUPSI
KEMENTERIAN KESEHATAN
BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR
KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
JENJANG AHLI
SAMBUTAN
Dalam rangka pembinaan karir dan pengembangan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil
dalam menjalankan tugasnya khususnya di bidang Kesehatan, saat ini telah ditetapkan 28
jenis jabatan fungsional kesehatan. Salah satunya adalah jabatan Fungsional Perawat Gigi
yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional
Perawat Gigi dan Angka Kreditnya. Perawat Gigi berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional di bidang pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya di Lingkungan Instansi
Pemerintah.
Dalam mengatasi kondisi kesehatan gigi dan mulut diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten sehingga dapat berkontribusi mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut
tersebut. Perawat gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peran yang cukup
signifikan dalam mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut terutama pada bidang
promotif dan preventif. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat tentang
pelayanan keperawatan gigi dan mulut maka perawat gigi telah meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan peningkatan jenjang pendidikan hingga
Diploma IV Keperawatan Gigi. Pada tahun 2014 telah terbit Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan Angka Kreditnya.
Berkenaan dengan terbitnya regulasi terbaru jabatan fungsional perawat gigi, maka para
perawat gigi sangat membutuhkan sebuah sistem pelatihan jabatan fungsional terutama
untuk kategori keahlian yang merupakan kategori baru bagi perawat gigi. Untuk itu, maka
perlu disusun sebuah kurikulum dan modul sebagai acuan resmi bagi pelaksanaan
pelatihan jabatan fungsional perawat gigi kategori keahlian, yang disusun oleh
Kementerian Kesehatan RI, dalam hal ini Pusdiklat Aparatur Badan PPSDM Kesehatan.
Semoga Kurikulum dan Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Perawat Gigi Jenjang Ahli ini
dapat digunakan, sehingga bisa memberi dampak terhadap peningkatan kompetensi bagi
pemangku Jabatan Fungsional Perawat Gigi baik di pusat maupun di daerah.
Usman Sumantri
NIP. 195908121986111001
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, modul Pelatihan
Jabatan Fungsional Perawat Gigi Jenjang Ahli telah terselesaikan dengan baik pada tahun
2015. Kurikulum dan Modul pelatihan ini merupakan alat bantu yang akan dipakai sebagai
bahan belajar bagi para peserta pelatihan jabatan fungsional perawat gigi jenjang ahli baik
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota).
Penyusunan kurikulum dan modul ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor: 23 tahun 2014 yaitu tentang Jabatan
Fungsional Perawat Gigi Dan Angka Kreditnya.
Standar Kurikulum dan Modul Pelatihan Jabfung Perawat Gigi Jenjang Ahli ini disusun
berkat kerja sama antara Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Kesehatan
RI, Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik, dan Persatuan Perawat
Gigi Indonesia (PPGI). Untuk itu tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak atas kerjasama dan koordinasi yang baik serta kontribusi yang besar bagi
tersusunnya standar kurikulum dan modul ini. Kami mengharapkan saran dan masukan
dari semua pihak bagi penyempurnaan kurikulum dan modul ini.
Semoga kurikulum dan modul pelatihan ini dapat digunakan, sehingga bisa memberi
dampak terhadap peningkatan kompetensi bagi pemangku Jabatan Fungsional Perawat
Gigi.
Suhardjono, SE, MM
NIP 195608271979111001
Penasehat
Suhardjono, S.E, MM
(Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur)
Penanggung Jawab
Dr.dr. H. Eka Jusup Singka, M.Sc
(Kepala Bidang Diklat Teknis dan Fungsional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur)
Ketua
Dewi Sukorini, SKM, M.Pd
(Kepala Sub Bidang Diklat Fungsional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur)
Anggota Teknis
Sagung Ngurah Budastriwati, S.Pd
Nur Afifah Kurniati, S.Sos
Yanuardo G. D. Sinaga, ST
Afriani Tinurbaya, S.Kep
Anggota Administrasi
Muhammad, SE
Ary Kusdiana
Nurhayati
DAFTAR ISI
Sambutan ....................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................... ii
Tim Penyusun ................................................................................. iii
Daftar Isi .......................................................................................... iv
I. DESKRIPSI SINGKAT
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/ atau keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri. Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan 28 (dua puluh delapan)
jabatan fungsional kesehatan untuk diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak yang
penuh untuk melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan profesinya masing-masing.
Salah satu jabatan fungsional tersebut adalah jabatan fungsional perawat gigi.
Dalam rangka meningkatkan mutu profesionalisme perawat gigi pada tahun 2007 telah
diterbitkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, No. 23 tahun 2014
tentang Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka Kreditnya yang ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Kepala BKN No. 4 tahun
2015 dan No. 5 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksana Jabatan Fungsional perawat gigi dan
Angka Kreditnya.
Dalam modul ini akan dibahas mengenai jabatan fungsional perawat gigi dan
kedudukannya, dengan metode belajar yang digunakan meliputi ceramah tanya jawab, dan
curah pendapat.
Pokok Bahasan 2.
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI DAN KEDUDUKANNYA
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri.
Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi
Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian
dan jabatan fungsional keterampilan.
Penetapan Jabatan Fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas
disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi,
A. Pengertian
1. Perawat Gigi adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Kegiatan Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut adalah suatu pendekatan
asuhan keperawatan gigi dan mulut yang ditunjukan untuk mencegah terjadinya
penyakit gigi dan mulut serta meningkatkan derajat kesehatan pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang dilakukan secara berkesinambungan
dalam kurun waktu tertentu.
VIII. REFERENSI
1. Peraturan Presiden RI No:54 tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter,
Dokter gigi, Apoteker, Epidemiolog Keseharan, Entomolog Kesehatan, Administrator
Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan,Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan,
Perawat, Radiografer, Perekam Medis, Dan Teknisi Elektromedis
2. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, No. 23 tahun 2014 tentang
Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka Kreditnya
3. Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Kepala BKN No. 4 tahun 2015 dan No.
5 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksana Jabatan Fungsional perawat gigi dan Angka
Kreditnya.
MATERI DASAR 3
KODE ETIK PERAWAT GIGI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kode etik perawat gigi merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh perawat gigi
terhadap diri sendiri maupun dalam hubungannya dengan pasien, masyarakat dan tenaga
kesehatan lainya,
Dalam menjalankan pekerjaannya perawat gigi mengacu pada permenkes 58 tahun 2012
tentang penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi, dimana didalamnya mengatur
kewenangan pekerjaan perawat gigi baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun
pekerjaan sebagai perawat gigi mandiri yang harus di jalankan penuh tanggung jawab.
Perawat gigi sebagai tenaga professional memilki akuntabilitas terhadap keputusan dan
tindakannya dalam menjalankan tugasnya, Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat gigi melakukan kesalahan baik disengaja maupun yang
tidak disengaja, untuk itu perawat gigi perlu mengetahui aspek legalitas pekerjaannya.
Selain mengacu pada regulasi-regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam
melaksanakan tugasnya perawat gigi harus pula mengacu pada kode etik perawat gigi
yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi profesi yaitu Persatuan Perawat Gigi
Indonesia (PPGI) .
Dalam modul ini akan dibahas pengertian kode etik, fungsi kode etik, pelanggaran kode
etik serta kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan perawat gigi baik secara umum,
kewajiban terhadap masyarakat, terhadap teman sejawat dan terhadap diri sendiri.
Selanjutnya diharapkan kode etik ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pekerjaan dibidang keperawatan gigi maupun dalam tata hubungan dengan individu lain
dan masyarakat sekitar.
IV. METODE
1. CTJ
2. Curah pendapat
Pokok bahasan 2.
FUNGSI KODE ETIK PERAWAT GIGI
Kode etik perawat gigi, disusun bagi kepentingan perawat gigi dalam
melaksanakanpekerjaanya secara profesional, karena didalam kode etik mempunyai
fungsi yang mendasari perawat gigi menjalankan profesinya, antara lain :
1. Sebagai aturan dasar terhadap hubugan antara perawat gigi, pasien dan tenaga
kesehatan lainnya
2. Sebagai standar memberikan teguran kepada perawat gigi yang tidak mentaati
peraturan.
3. Sebagai dasar untuk melindungi perawatgigi yangmenjadi pihak tertuduh secara tidak
adil.
4. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan gigi dan untuk
meorientasikan lulusan baru pendidik keperawatan dalam memasuki jajaran praktik
keperawatan.
5. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan gigi secara
profesional.
Pokok bahasan3.
PELANGGARAN KODE ETIK PERAWAT GIGI
Perawat gigi sebagai tenaga kesehatan melakukan pekerjaannya selain berhubungan
dengan pasien juga dengan rekan kerja dan tenaga kesehatan lainnya, untuk itu perawat
gigi perlu menjaga perilaku dan bekerja dengan penuh tanggung jawab agar tidak
melakukan pelanggaran etika perawat gigi.
Pelanggaran Kode Etik perawat gigi yang mungkin terjadi antara lain adalah:
1. Perbuatan yang bersifat memuji diri, yang menyangkut dengan kemampuan dalam
memberikan pelayanan asuhan kepada masyarakat
2. Melakukan pelayanan kesehatangigi kepada masyarakat diluar kewenangannya
3. Melakukan tindakan dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang tidak
sesuai dengan indikasinya.
4. Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya kecuali dengan
keilklasan, sepengetahuan dan kehendak pasien.
5. Menggunakan gelar/ sebutan yang tidak resmi atau diakui
6. Melakukan atau mencoba melakukan tindakan yang bersifat asusila sewaktu
menjalankan profesinya.
Untuk menjaga agar tidak terjadi permasalahan yang akan berakibat menjadi masalah
hukum yang disebabkan pelanggaran kode etik, maka perawat gigi perlu memahami
beberapa ketentuan sebagai berikut: :
1. Memahami kewenangan pekerjaan perawat gigi sesuai Permenkes 58 tahun 2012
2. Memahami kode etik profesi perawat gigi
3. Jika melakukan pekerjaan bukan wewenangnya karena limpahan dari dokter gigi,
dituangkan dalam bentuk tertulis yang ditanda tangani oleh dokter gigi yang
memberi limpahan tugas
4. Format persetujuan (consent)
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang
cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit, fasyankesmemberikan format persetujuan
pada awal pasien masuk rumah sakit/fasyankes yang mengandung pernyataan
kesanggupan pasien untuk dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan
lain adalah format persetujuan operasi, dalam hal ini perawat gigi dalam proses
persetujuan ini berperan sebagai saksi
5. Menanda tangani pernyataan hukum
Perawat gigi sering kali diminta menandatangani atau diminta untuk sebagai saksi.
Dalam hal ini perawat gigi hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat
diinterprestasikan menghilangkan pengaruh. Dalam kesaksian perawat gigi
disarankan mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
6. Insident Report
Setiap kali perawat gigi menemukan kecelakaan baik yang mengenai pasien,
pengunjung maupun petugas kesehatan. Perawat gigi harus segera membuat suatu
laporan tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering
terjadi misalkan salah mencabutgigi, kesalahan memberikan obat dan lain-lain. Dalam
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
409
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Pelanggaran kode etikyang dilakukan oleh perawat gigi yang bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) akan dilaporkanke Majelis Etik Keperawatan Gigi tingkat Provinsi
dan dikoordinasikan ke fasyankesyang bersangkutan dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Selanjutnya akan dilakukan pengkajian tingkat kesalahan oleh Majelis
Etik Keperawatan Gigi yang berkoordinasi dengan fasyankes dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bersangkutan sehingga menghasilkan sanksi. Sanksi dilakukan
secara berjenjang sesuai tingkat pelanggaran dari teguran lisan sampai teguran tertulis.
Pada pelanggaran berat dan berulang dapat dikenakan sanksi pembekuan STR atau
bahkan dikeluarkan dari organisasi profesi.
Pelanggaran kode etik yang dilakukan perawat gigi di praktek mandiri akan dilaporkan ke
ketua Dewan Penguurus Cabang Persatuan Perawat Gigi Indonesia (DPC PPGI) tempat
wilayah kerjanya dan Majelis Etik Keperawatan Giigitingkat provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Selanjutnya Majelis Etik Keperawatan Gigi Provinsi berkoordinasi dengan
Majelis Etik Keperawatan Gigi tingkat Pusat untuk menentukan tingkat pelanggaran dan
penentuan sanksi organisasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pembuktian pelanggaran dilakukan karenadidalam mempergunakan tingkat
kepandaiankelalaian dari perawat gigidalam mengobati dan merawat pasien.Pelanggaran
malpraktek dibuktikan dengan :
Pokok bahasan4.
KEWAJIBAN PERAWAT GIGI
1. Kewajiban umum perawat gigi
Kode etik perawat gigi barang tentu memuat kewajiban yang harus dilakukan dalam
menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab, kewajiban umum perawat
gigi sebagai berikut :
a. Setiap perawat gigiharus senantiasa menjalankan profesinya secara optimal
b. Setiap perawat gigi wajib menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur
c. Dalam menjalankan profesi, setiap perawat gigi tidak dibenarkan
melakukanperbuatan yang bertentangan dengan kode etik.
d. Setiap perawat gigi harus memberikan keterangan atau pendapat yang
dapatdipertanggung jawabkan
e. Setiap perawat gigi agar menjalin kerjasama yang baik dengan perawat
gigilainnya.
f. Setiap perawat gigi bertindak sebagai motivator dan pendidik masyarakat.
g. Setiap perawat gigi wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan
mulutmasyarakatdalam bidang promotive, preventive dan kurative sederhana
2. Kewajiban Perawat Gigi Terhadap Masyarakat
Ruang lingkup pekerjaan perawat gigi tidak hanya di fasyankes tapi juga di
masyarakat dan lingkungan sekolah, untuk itu perlu diketahui kewajiban perawat gigi
terhadap masyarakat sebagai berikut :
a. Dalam menjalankan profesinya setiap perawat wajib memberikan pertolongan
wajib memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada individu dan
masyarakat tanpa membedakan budaya, etnik, kepercayaan dan status
ekonominya.
b. Dalam hal ketidak mampuan dan diluar kewenangan perawat gigi berkewajiban
merujuk kasus yang ditemukan kepada perawat gigi yang lebih ahli atau tenaga
kesehatan yang lebih kompeten.
c. Setiap perawat gigi wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang
kliennya
d. Setiap perawat gigi wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-batas
kemampuan sebagai suatu tugas perikemanusiaan kcuali pada waktu itu
adaorang lain yang lebih mampu memberikan pertolongan.
e. Setiap perawat gigi wajib memberikan pelayanan kepada pasien dengan bersikap
ramah, iklas sehingga pasien merasa tenang dan aman.
3. Kewajiban Perawat Gigi Terhadap Teman Sejawat
Perawat gigi sebagai tenaga profesional di bidang pelayanan kesehatan gigiterus
menjaga profesi dan juga teman seprofesi dengan kewajibanya sebagai berikut :
a. Setiap perawat gigi harus memperlakukan teman sejawatnya sebagai diri sendiri
ingin diperlakukan
b. Setiap perawat gigi harus berpartisipasi dalam pengembangan profesi baik
secara menyeluruh, kelompok dan induvidu.
c. Setiap perawatgigi harus menjaga kerahasiaan teman sejawat secara profesional
4. KewajibanPerawat Gigi Terhadap Diri Sendiri
Setiap perawat gigi kewajiban bekerja secara profesional dan penuh tanggung jawab
dan mengembangkan diri mengikuti perkembangan teknologi dengan:
a. Setiap perawat gigi mempertahankan dan meningkatkan martabat dirinya,
berpikir kritis dan analitis, bersikap kreatif, inisiatif dan cermat.
b. Setiap perawat gigi wajib mengikuti secara aktif perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
c. Setiap perawat gigi harus menjadi panutan didalam penampilan dan kebersihan
personal
d. Setiap perawat gigi harus berperilaku sopan, penuh dedikasi dan bertanggung
jawab
e. Setiap perawat gigi harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja
dengan baik.
VIII. REFERENSI :
1. Permenkes 58 tahun2012tentang pekerjaan perawat gigi
2. Undang-Undang No 36 Tahun2009 tentang kesehatan
3. AD ART Perawat Gigi
4. Modul BTCLS Perawat Gigi
5. Kode Etik Profesi Perawat Gigi
MATERI INTI 1
PERSIAPAN PELAYANAN KEPERAWATAN GIGI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan keperawatan gigi merupakan upaya-upaya dalam peningkatan derajat
kesehatan gigi dan mulut,pencegahan penyakit gigi dan mulut, pengurangan rasa
sakitpada kasus-kasus terbatas penyakit gigi dan mulut, pelaksanaan tindakan terapeutik
serta melaksanakan rujukan yang ditujukan bagi peningkatan derajat kesehatan gigi dan
mulut masyarakat.
Pelayanan keperawatan gigi ditujukan dalam rangka melaksanakan pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
serta berpedoman pada ilmu keperawatan gigi, standar profesi perawat gigi Indonesia,
standar pelayanan asuhan kesehatan gigi serta dilandasi oleh kode etik perawat gigi
Indonesia.
Berdasarkan Permenkes No. 58 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat
Gigi, pelayanan asuhan keperawatan gigi terdiri dari upaya peningkatan kesehatan gigi dan
mulut, upaya pencegahan penyakit gigi, tindakan medik dasar pada kasus penyakit gigi
terbatas, danpelayanan higiene kesehatan gigi yang dilaksanakan didalam maupun diluar
gedung.
Dalam melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut didalam gedung,
banyak hal-hal yang harus dipersiapkan demi kelancaran pelaksanaan pekerjaan tersebut,
dimulai dari menyusun rencana kerja, pengelolaan pengendalian mutu, pengelolaan
limbah medis serta identifikasi data program pelayanan keperawatan gigi dan mulut.
Melalui modul ini akan dibahas bagaimana proses persiapan pelayanan keperawatan gigi
dan mulut yang harus dilakukan oleh perawat gigi kategori keahlian jenjang ahli muda.
IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Latihan menyusun rencana kerja
4. Latihan menghitung dan mengelola hasil survei kepuasan pelanggan
5. Latihan menyusun dan merangkum data-data yang dapat dihasilkan dari pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di Poli Gigi
2. Mengurangi ketidakpastian.
Ketika seseorang membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan,
meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan
menyusun rencana untuk menghadapinya.
3. Meminimalisir pemborosan.
Dengan kerja yang terarah dan terencana, pegawai dapat bekerja lebih efisien dan
mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang pimpinan juga
dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan tidak
efisien dalam organisasi.
4. Menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu
proses pengontrolan dan pengevaluasian. Proses pengontrolan adalah usaha yang
sistematis untuk menentukan standaryang sesuai dengan sasaran perencanaan,
membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganilisis kemungkinan adanya
penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan agar sumber daya yang digunakan secara efektif dan
efisien dalam rangka mencapai sasaran. Proses pengevaluasian adalah proses
membandingkan rencana dengan hasil kerja, tanpa adanya rencana kerja,
pimpinan tidak akan dapat menilai kinerja organisasi.
dengan baik dan berhasil jika kita konsisten dan punya perencanaan yang jelas
dan spesifik.
2. Tentukan goal atau tujuan yang ingin dicapai. Mengetahui apa yang ingin dicapai
akan mempermudah kita untuk membuatkan urutan atau langkah-langkah kecil
agar kita bisa memulai perencanaan dengan baik dan melakukan pekerjaan
secara efektif dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai.
3. Disusun sesuai dengan tugas dan tanggung jawab, berdasarkan Job Description
yang di buat secara bertahap mulai dari perencanaan tahunan, triwulan, bulanan,
mingguan dan harian.
4. Tentukan prioritas pekerjaan, sehingga bila ada pekerjaan tambahan dapat
dilakukan secara efektif dan tidak mengganggu produktivitas kerja.
5. Lakukan peninjauan kembali pada daftar rencana yang sudah disusun dan
dikerjakan, selanjutnya dilakukan analisa apa yang sudah dikerjakan dan
diperbaiki bila ada pekerjaan yang kurang tepat sesuai dengan rencana.
6. Tentukan batas waktu (dateline) pekerjaan, misalnya dalam hitungan hari,
minggu dan bulan untuk bisa mengukur produktivitas kerja.
Pokok Bahasan 2.
PENGELOLAAN PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN
A. Pengertian Pengendalian Mutu
Pengendalian menurut kamus bahasa Indonesia secara umum yaitu proses, cara,
pembuatan, mengendalikan, atau pula dapat pengawasan atas kemajuan (tugas) dapat
membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan
hasilpengawasan, sehingga dengan kata lain, pengendalian adalah nama lain dari
pegawasan.
Mutu adalah suatu yang diputuskan oleh suatu pelanggan, bukan pula oleh pemasaran
atau manajemen umum. Mutu didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan pada
produk atau jasa, diukurberdasarkan persyaratan pelanggan tersebut dinyatakan atau
tidak dinyatakan, disadari atau hanya bisa dirasakan, dikerjakan secara teknis atau
bersifat subjektif dan selalu mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh
persaingan.
Pengendaian mutu adalah suatu prosespengendalian dan pengawasan atas kemajuan
dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha atau
kegiatan dengan hasil pengawasan agar konsumen atau pelanggan merasa tetap puas dengan
produk atau jasa yang ditawarkan.
Pengendalian mutu terpadu dapat didefinisikan sebagai : “Suatu sistem yang efektif
untuk memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu dan usaha-usaha
perbaikan mutu dari berbagai kelompok didalam suatu organisasi untuk
memungkinkan produksi dan jasa berada pada tingkat yang paling ekonomis yang
memungkinkan kepuasan konsumen secara penuh”
Dalam rangka pengendalian mutu pelayanan keperawatan gigi dan mulut baik dalam
maupun luar gedung, maka dapat dilakukan beberapa langkah yaitu: melakukkan
koordinasi antar individu pelaksanan pelayanan keperawatan gigi dan mulut maupun
dengan unit lainnya, melakukan survei kepuasan pelanggan dan analisis keluhan
pelanggan.
Sebagai contoh, untuk pelaksanaan tugas pada di bagian rawat jalan Rumah Sakit,
maka diperlukaan koordinasi baik sebelum maupun sesudah pelayanan (pre
conference dan post conference), baik antar perawat gigi di Rumah Sakit tersebut,
maupun dengan tenaga kesehatan lainnya yang ada di bagian rawat jalan. Untuk di
tingkat Puskesmas, kegiatan pertemuan antara poli termasuk staff meeting juga
termasuk dalam pelaksanaan koordinasi ini.
Selain itu kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja unit
penyelenggara, baik oleh masyarakat maupun instansi/ unit terkait sebagai bahan
untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik
Sasaran dan Ruang Lingkup
Adapun sasaran dari Penyusunan IKM ini adalah penetapan sistem, mekanisme dan
prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara lebih
berkualitas, berdayaguna dan berhasilguna pada unit penyelenggara pelayanan
publik
Ruang lingkup kegiatan adalah pada unit penyelenggara pelayanan publik di
lingkungan Instansi Pemerintah / BUMN dan Instansi di lingkungan Pemerintah
Daerah / BUMD
Manfaat
1. Mengetahui kelemahan/ kekurangan dari masing-masing unsur dalam
penyelenggara pelayanan publik
2. Mengetahui kinerja penyelenggara pelayananyang telah dilaksanakan
3. Sebgai bahan pentapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu
dilakukan
4. Mengetahui IKM secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik
5. Memacu persaingan positif antara unit penyelenggara pelayanan
6. Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit penyelenggara
pelayanan
Unsur – Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat
Berdasarkan prinsip pelayanan 14 (empat belas) unsur minimal yang harus ada untuk
dasar pengukuran IKM adalah sebagai berikut :
1. Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan
2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan
untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya
3. Kejelasan Petugas Pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya)
4. Kedisiplinan Petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang
berlaku
5. Tanggung jawab Petugas Pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan
6. Kemampuan Petugas Pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan / menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat
7. Kecepatan Pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan
Jumlah Bobot 1
Bobot nilai rata-rata tertimbang = = = 0,071
Jumlah Unsur 14
1
Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25 - 100 maka
hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus
sebagai berikut:
Tabel Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan
dan Kinerja Unit Pelayanan
NILAI INILAI MUTU KINERJA
NILAI
INTERVAL INTERVAL PELAYANAN UNIT
PERSEPSI
IKM KONVERSI IKM PELAYANAN
1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik
2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik
3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik
4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik
2. Pelanggan eksternal adalah semua orang yang berada diluar organisasi komersil
atau organisasi non komersil yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa
dari organisasi.
Jenis Keluhan Pelanggan
1. Keluhan langsung, merupakan keluhan yang disampaikan secara langsung baik
melalui tatap muka maupun komunikasi telepon.
2. Keluhan tidak langsung, merupakan keluhan yang disampaikan secara tertulis
yaitu via surat, form pengaduan yang disediakan atau melalui pihak ketiga seperti
pengacara dan melalui media massa.
Aspekpenanganankeluhan diantaranya adalah:
1. Empatiterhadappelangganyangmarah
Dalammenghadapipelangganyangemosiataumarah,staflayananpelangganhar
us‘berkepaladingin’ dan bersikapempati.Bilatidak, situasi bakal
bertambahrunyam.Untukitu
perludiluangkanwaktuuntukmendengarkankeluhanmerekadanberusahamem
ahamisituasiyangdirasakanolehpelanggantersebut.Dengandemikianpermasal
ahanyangdihadapidapatmenjadijelas,sehinggapemecahanyangoptimaldapatdi
upayakanbersama.
2. Kecepatandalampenanganankeluhan
Kecepatanmerupakanhalyangsangatpentingdalampenanganankeluhan.Apab
ilakeluhanpelanggantidaksegeraditanggapi,makarasatidakpuasterhadaporga
nisasi/institusiakanmenjadipermanendantidakdapatdiubahlagi.Sedangkanap
abilakeluhantersebutditanganidengancepat,maka ada
kemungkinanpelanggantersebutmenjadipuas.Apabilapelangganpuasdengan
carapenanganankeluhannya,makabesarkemungkinaniaakanmenjadipelangg
anorganisasi/institusikembali.Jikakeluhandibuatpadasaatpenyampaianlayana
n,makawaktuadalahesensiuntukmencapaipemulihanpenuh.Ketikalayanandib
uatsetelahfakta,banyakorganisasi/institusi telahmembuat kebijakan
untukmerespon dalam waktu 24 jam, ataulebih
cepat.Bahkanketikaresolusipenuhmemakanwaktulebihlama,responcepattet
appalingpenting.
3. Kewajaranataukeadilandalammemecahkanpermasalahanataukeluhan
Organisasi/institusiharusmemperhatikanaspekkewajarandalamhalbiayadanki
nerjajangkapanjang.Hasilyangdiharapkantentunyaadalahsituasi‘win-
win’(fair,realistis,danproporsional),dimanapelanggandanorganisasi/institusis
ama-samadiuntungkan.
4. Kemudahanbagipelangganuntukmenghubungiorganisasi/institusi
Halinisangatpentingbagikonsumenuntukmenyampaikankomentar,saran,kriti
k,pertanyaan,maupunkeluhannya.Disinisangatdibutuhkanadanyametodeko
munikasiyangmudahdanrelatiftidakmahal,dimanapelanggandapatmenyampa
ikankeluh-
kesahnya.Bilaperludanmemungkinkan,organisasi/institusidapatmenyediakan
saluranteleponbebaspulsa(hotlineservice)dan/atauwebsiteuntukmenampung
keluhanpelanggan.
Langkah-langkah penanganan keluhan:
1. Identifikasi dan penentuan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak
puas dan mengeluh.
2. Mengatasi sumber masalah, ditindaklanjuti dan diupayakan agar di masa
mendatang tidak timbul kembali.
3. Memeriksa apakan tindakan perbaikan telah dilaksanakan dengan baik atau tidak.
4. Analisis strategi terhadap keluhan yang ada.
5. Mengembangkan system informasi manajemen, dimana organisasi/institusi bisa
mendata setiap keluhan yang disampaikan dan belajar dari kesalahan yang pernah
dilakukan.
Cara penanganan keluhan pelanggan:
1. Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir
2. Jangan berkirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu
3. Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang complain
4. Untuk complain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik
5. Berikan tanggapan pibadi dengan spesifik
6. Ketika menghadapi pelanggan yang menyampaikan keluhan, ikutilah prinsip
empati
7. Jika komplain tidak ditujukan pada kita, dan tahu kepada siapa pelanggan harus
melapor, jelaskan secara rinci alasannya
8. Perjelas alternatif apa untuk menyelesaikan persoalan pelanggan yang komplain
9. Beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat sehubungan dengan
complain tersebut
10. Ingat, banyak keluhan akan menjadi kabar baik, itu tandanya pemberi complain
percaya pada organisasi/institusi/ instansi kita.
Pokok Bahasan 3.
SOSIALISASI HASIL DAN TINDAK LANJUT PROGRAM PELAYANAN KEPERAWATAN GIGI
DAN MULUT
A. Pengertian Sosialisasi dan Tindak Lanjut
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat. Sosialisasi dapat juga diartikan sebagai suatu proses pembelajaran
seseorang untuk mempelajari pola hidup sesuai nilai, norma dan kebiasaan yang ada
dijalankannya dalam masyarakat atau kelompok dimana dia berada. Unsur-unsur
sosialisasi adalah peranan pola hidup dalam masyarakat sesuai nilai, norma, dan
kebiasaan masyarakat.
Tindak lanjut adalah langkah selanjutnya tentang penyelesaian perkara, perbuatan dan
sebagainya. Selain itu tindak lanjut juga didefinisikan sebagai suatu aksi atau tindakan
koreksi (corrective action) sebagai lanjutan langkah dalam mencapai perbaikan dan
atau mengembalikan segala kegiatan pada tujuan yang seharusnya.
Macam-macam Sosialisasi
Proses sosialisasi berlangsung sepanjang hayat manusia. Secara garis besar sosialisasi
dibedakan menjadi dua macam, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi skunder.
1. Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang pertama dan utama yang
terjadi pada seseorang, yakni sejak dilahirkan, berkenalan dan sekaligus belajar
bermasyarakat sehingga dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat
tersebut. Proses sosialisasi ini dimulai dari sosialisasi di lingkungan keluarga.
2. Sosialisasi Skunder
Setelah menjalani sosialisasi primer, individu dianggap cukup mempunyai bekal
untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Individu kemudian berinteraksi
dengan orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Individu tersebut bergaul
dengan teman-teman sebaya atau orang-orang dewasa lain. Dari pergaulan
tersebut individu menyerap hal-hal baru yang ada di masyarakat. Sosialisasi tahap
lanjut yang memperkenalkan individu tersebut ke wilayah baru dari dunia
masyarakat disebut sosialisasi sekunder.
Tujuan sosialisasi.
Pelaksanaan sosialisasi mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada seseorang untuk dapat
hidup bermasyarakat.
2. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara
efektif dan efisien.
3. Membuat seseorang mampu mengembalikan fungsi-fungsi melalui latihan
introspeksi yang tepat.
4. Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan kepada seseorang yang mempunyai
tugas pokok dalam masyarakat
Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi dalam pembentukanperan dan status sosial adalah sebagai berikut:
1. Mampu mempelajari dan menghayati norma-norma yang ada dalam kelompok
tempat ia tinggal.
2. Dapat mengenal masyarakat lebih luas.
3. Mengetahui peran-peran yang dimiliki masing-masing anggota masyarakat.
4. Dapat mengembangkan kemampuan sesuai peran dan status sosialnya.
Perawat gigi ahli madya harus mempunyai kepekaan yang tinggi dalam menyikapi
permasalahan-permasalahan kesehatan gigi yang terjadi di masyarakat dan melakukan
berbagai analisis dari dat-data hasil pelayanan kesehatan yang dilakukannya. Dari hasil
analisis tersebut dapat dilakukan berbagai cara atau kegiatan sebagai langkah tindak
lanjut dalam mengatasi permasalahan kesehatan gigi masyarakat sesuai dengan
kewenangannya. Tindak lanjut yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
Sosialisasi hasil analisis pelayanan kesehatan yang telah dilakukan
1. Advokasi kepada pihak terkait seperti pimpinan instansi, pemerintah setempat
dan masyarakat untuk meminta dukungan pelaksanaan langkah tindak lanjut
2. Mengaktifkan program UKGS
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menentukan sekolah binaan UKGS,
dimana untuk sekolah binaan ini terus dipantau dan dikunjungi rutin satu bulan 2
sampai 4 kali untuk melakukan kegiatan-kegiatan promotif dan preventif. Untuk
sekolah lain cukup satu bulan sekali dengan kegiatan fokus pada promotif.
3. Mengaktifkan program UKGM
Pelaksanaan UKGM dapat dilakukan di Posyandu, Posbindu atau kelompok
masyarakat lainnya termasuk kelompok anak-anak Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Dalam pelaksanaan kegiatan inipun harus fokus dengan membina secara
rutin beberapa kelompok sesuai kemampuan.
4. Penyuluhan dalam dan luar gedung
Untuk penyuluhan dalam gedung dapat dilakukan langsung dengan metode
ceramah dan tanya jawab pada pengunjung yang sedang menunggu antrian, atau
dapat pula melalui media seperti film/ video, poster, leaflet dan lain-lain. Untuk
penyuluhan luar gedung dilakukan berbarengan dengan pelaksanaan program
UKGS dan UKGM atau bisa pula melalui kelomnpok-kelompok pengajian dan
kegiatan kepemudaan.
VIII. REFERENSI
1. Tjitpono&Chandra.(2011).Service,Quality,andSatisfaction.Edisi3.Yogyakarta:Andi
2. Supranto.(2011).PengukuranTingkatKepuasanPelangganUntukMenaikkanPangsaPa
sar.Jakarta:RinekaCipta
3. Damanhuri, E. 2009. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Bandung: FTSL ITB
4. Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun
5. Menteri Kesehatan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 Tahun 2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Pemerintah. 1999. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
7. Menteri Kesehatan. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tentanag Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
8. Kemenpan-rb 2014. Peraturan Menteri PAN-RB No. 16 Tahun 2014 tentang Pedoman
Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik
9. Bridge 2006, Dental reception and practice management
IX. LAMPIRAN
1. Panduan Latihan Menyusun Rencana Kerja:
2. Panduan Latihan Perhitungan dan Pengelolaan Survei Kepuasan Pelanggan:
3. Panduan Menyusun dan Merangkum Data-Data yang Dapat Dihasilkan dari Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi:
Lampiran 1.
Panduan Latihan Menyusun Rencana Kerja:
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok menyusun rencana kerja harian/bulanan/tahunan dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan gigi dan mulut di fasilitas pelayanan kesehatan, baik
didalam gedung maupun luar gedung sesuai format dibawah ini selama 15 menit:
4. Kelompok mempresentasikan hasil latihan menyusun rencana kerja dan kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.
Lampiran 2
Panduan Latihan Perhitungan dan Pengelolaan Survei Kepuasan Pelanggan:
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok melakukan perhitungan dan pengelolaan hasilSurvei Kepuasan
Pelanggan terhadap pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, selama 30 menit
4. Kelompok mempresentasikan hasil latihan menyusun rencana kerja dan kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.
Lampiran 3.
Panduan Menyusun dan Merangkum Data-Data yang Dapat Dihasilkan dari Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi:
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok menyusun dan merangkum data-data yang dapat dihasilkan dari
pelayanan keperawatan gigi dan mulut di Poli Gigi selama 15 menit.
4. Kelompok mempresentasikan hasil latihan menyusun rencana kerja dan kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta
MATERI INTI 2
PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Perawat gigi merupakan salah satu komponen pemberi layanan kesehatan dalam sebuah
fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, maka
tenaga kesehatan termasuk perawat gigi perlu meningkatkan pengetahuan dan
kemampuannyasesuai dengan arahan dan kebijakan pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan. Tugas utama perawat gigi adalah melakukan pelayanan asuhan keperawatan
gigi dan mulut sesuai standar yang ditetapkan, yang terdiri dari proses pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi serta evaluasi dan dokumentasi.
Dalam memberi pelayanan keperawatan gigi, para perawat gigi kategori keahlian harus
mempunyai kemampuan dan keahlian khusus untuk menangani pasien berkebutuhan
khusus. Berkebutuhan khusus yang di maksud di sini adalah individu/ kelompok penyandang
disabilitas/keterbatasan fisik, keterbelakangan mental, pasien dengan perawatan
spesialistik dan lain-lain.
Berdasarkan permenkes 58 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi,
pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut yang dilakukan adalah berupa berupa
promotif, preventif dan kuratif sederhana yang diberikan kepada individu, kelompok dan
masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut.
Dalam rangka membekali perawat gigi kategori keahlian jenjang ahli madya, maka
disusunlah modul ini sebagai bahan acuan pelaksanaan tugas perawat gigi di tempat
kerjanya masing-masing. Melalui modul ini akan dibahas pelaksanaan pengkajian pada
pasien, penegakan diagnosa keperawatan gigi, penyusunan rencana pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut pada individu, kelompok/ masyarakat berkebutuhan khusus,
implementasi asuhan keperawatan gigi dan mulut serta dokumentasi dan
evaluasipelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut.
IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Diskusi kelompok
4. Simulasi
5. Observasi Lapangan
Langkah 3. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk mengisi
format pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut sesuai kasus yang telah disiapkan
2. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
a. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan tanggapan.
b. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan
Langkah pembelajaran:
a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
c. Fasilitator membuat kesimpulan
d. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkan terima kasih.
Langkah pertama dalam melakukan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut adalah
dengan melakukan pengkajian. Adapun langkah-langkah dalam melakukan pengkajian
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pemeriksaan subyektif melalui anamnesis (anamnesa) untuk mendapatkan
keluhan utama, informasi riwayat medical dan dental pasien yang lengkap
2. Melaksanakan pemeriksaan subyektif, obyektif
3. Menganalisa data yang di peoleh
4. Menegakan diagnose yang tepat dan rencana perawatan
Hasil pemeriksaan suhu tubuh menjadi salah satu indikator kondisi kesehatan seseorang.
Adapun suhu tubuh yang normal dari berbagai usia dan kelompok dapat digambarkan
sebagai berikut:
Menghitung Pernapasan
Menghitung pernafasan adalah suatu tindakan dalam menghitung jumlah pernafasan
pasien dalam 1 menit.Pernafasan adalah peristiwa mengambil oksigen (menarik
nafas/inspirasi) danmengeluarkannya.
Melakukan perhitungan pernapasan dilakukan dengn menggunakan alat:
Jam tangan dengan jarum penunjuk detik.
Pena dan buku catatan.
Catatan: Jangan memberitahu klien bahwa perawat akan menghitung frekuensi
pernafasan.
Hasil perhitungan pernapasan normal dalam setiap menit dapat dari berbagai kelompok
dan usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
D. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut pada individu/ kelompok berkebutuhan khusus;
Secara umum tujuan diadakannya Penjaringan Kesehatan anak sekolah adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik secara optimal dan secara khusus
bertujuan untuk mendeteksi dini masalah kesehatan anak didik, tersedianya data atau
informasi untuk menilai perkembangan kesehatan peserta didik, maupun menjadi
pertimbangan dalam penyusunan program pembinaan kesehatan sekolah.Langkah–
langkah penjaringan:
1. Dinas kesehatan kabupaten menugaskan kepada puskesmas untuk melaksanakan
penjaringan kesehatan gigi peserta didik di wilayah kerjanya.
Melalui pemeriksaan OHI-S kita akan melihat nilai debris dan calculus pada gigi
seseorang. Adapun nilai/ skor dari pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Debris indek
Adalah Skor dan endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang
melekat pada gigi penentu.
Skor Kondisi
0 Tidak ada debris atau stain
1 Plak menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal atau
terdapat stain ekstrinsik dipermukaan yang diperiksa
2 Plak menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang
diperiksa
3 Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa
b. Kalkulus indek
Adalah skor dari endapan keras (karang gigi) yang terjadi karena debris yang
mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu.
Skor Kondisi
0 Tidak ada kalkulus
1 Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan
servikal yang diperiksa
2 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3
permukaan yang diperiksa, atau ada bercak-bercak kalkulus
subgingiva di sekeliling servikal gigi
3 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 2/3 permukaan atau ada
kalkulus subginggiva yang kontinu disekeliling servikal gigi.
c. Kriteria OHI-S
Kriteria Nilai
Baik 0 – 1,2
Sedang 1,3 – 3,0
Buruk 3,1 – 6,0
tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi peningkatan sedikit.
Tidak hanyaumur, beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan berkurangnya aliran
saliva. Padaindividu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan
meningkat secarasignifikan.
Pengukuran konsistensi saliva pada pasien dapat dilakukan dengan cara: menekan
dasar mulut dengan kaca mulut terus di angkat keatas. Apabila saliva tidak terangkat
berarti saliva encer dan apabila terangkat mengalir berarti kental.
Saliva yang normal adalah yang tidak kental sehingga mirip seperti air, sedangkan saliva
yang kental dan banyak buih mengindikasikan bahwa ada kelainan pada kekentalan
saliva.
Kriteria Kekentalan/ Viskositas Saliva.
a. Kriteria Baik (watery/ clear) jika saliva:
Bening
Cair
Tidak berbusa, bila berbusa tapi masih mengalir seperti air masih dikatakan
normal
Bila gelas dimiringkan, saliva langsung mengalir cepat seperti air
b. Sedang (frothy/ bubly) jika Saliva:
Putih
Berbusa
Bila gelas dimiringkan, saliva langsung mengalir perlahan
c. Buruk, jika saliva:
Lengket
Putih
Berbusa
Bila gelas dimiringkan, saliva hampir tidak mengalir
Pokok Bahasan 2.
PELAKSANAAN PENEGAKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN GIGI
A. Identifikasi diagnosa/masalah keperawatan gigi pada individu,
kelompok/masyarakat berkebutuhan khusus;
Diagnosa keperawatan gigi merupakan keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
449
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
FAKTOR
RISIKO TINGGI RISIKO RENDAH
RISIKO
Plak Plak banyak, berarti banyak Plak sedikit, jumlah bakteri
bakteri yang dapat memproduksi yang memproduksi asam juga
asam (pH berkurang, oral higiene baik
rendah, demineralisasi)
Bakteri Bakteri kariogenik banyak, Bakteri kariogenik sedikit
sehingga menyebabkan pH
rendah, plak mudah melekat
Pola makan Konsumsi karbohidrat tinggi Konsumsi karbohidrat rendah,
terutama sukrosa, makanan yang dan diet makanan yang tidak
mudah melekat pH rendah mudah melekat
dalam waktu lama
Sekresi Aliran saliva berkurang Sekresi saliva yang optimal,
saliva mengakibatkan gula bertahan sehingga dapat membantu
dalam waktu membersihkan
lama daya proteksi saliva sisa-sisa makanan
menurun
Pemantauan hasil analisa karies adalah proses melihat dan mengevaluasi pelaksanaan
perumusan dan rekomendasi hasil analisa resiko karies, apakah sudah sesuai dengan
prosedur, serta apakah rekomendasi sudah tepat dan sesuai dengan hasil rumusan
yang ditetapkan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan proses analisa resiko
karies berjalan sesuai prosedur dan keilmuan yang berlaku, sehingga pada akhirnya
dapat membantu pasien mengurangi resiko terjadinya karies.
Pokok Bahasan 3.
PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT PADA
INDIVIDU, KELOMPOK/ MASYARAKAT BERKEBUTUHAN KHUSUS.
Setelah diketahui diagnosa/ masalah keperawatan gigi segera di susun rencana pelayanan
apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut baik promotif, preventif
maupun kuratif sederhana, kemudian waktu yang diperlukan serta alat bahan yang di
gunakan.
Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah
pada gigi pasien. Jenis perencanaan yang dilakukan dapat mempertimbangkan hal-hal
dibawah ini:
1. Tindakan promotif terdiri dari penyuluhan dan membimbing cara menyikat gigi yang
benar
2. Preventif terdiri dari pembersihan karang gigi,oral propilaksis, pengolesan larutan
fluor, dan fissure sealant.
3. Tindakan kuratif sesuai kompetensi perawat gigi yaitu meliputi penambalan gigi 1
bidang dan 2 bidang, serta pencabutan gigi susu dan gigi permanent akar tunggal.
Apabila di temukan kasus yang memerlukan perawatan diluar kompetensi perawat
gigi, maka pasien harus di rujuk ke dokter gigi.
Dalam melakukan penyusunan rencana kerja, ada beberapa langkah-langkah pelaksanaan
pelayanan asuhan yang dapat dipertimbangkan, yaitu:
1. Menentukan kelompok sasaran, sesuai kebijaksanaan program kesehatan gigi dan
mulut
2. Konsultasi dengan pimpinan
3. Mengadakan pendekatan dengan lintas program dan lintas sektor terkait
4. Melakukan pengumpulan data
5. Analisa data dan informasi untuk membuat rencana kerja
6. Menyusun rencana kerja dan konsultasi dengan unsur kerja
7. Melaksanakan pelayanan asuhan
8. Pemantauan kegiatan pelayanan asuhan
9. Penilaian
10. Pembinaan dan pengembangan
Hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana perawatan adalah sebagai berikut:
• Ditujukan Untuk Memenuhi Kebutuhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pasien (Klien)
• Berdasarkan Keseluruhan Data Yang Dikumpulkan Pada Waktu Proses Pengkajian
Pokok Bahasan 4.
PELAKSANAAN IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT
Pengertian implementasi adalah melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah di tentukan
dari diagnosa /masalah keperawatan gigi yang ada. Hal yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan intervensi/implementasi asuhan keperawatan gigi adalah:
• Prinsip: Evidence Based / Berbasis Bukti
• Ditujukan Untuk Memenuhi Kebutuhan Klien/Pasien Sesuai Dengan Diagnosa Yang
Ditetapkan
• Dilaksanakan Dengan Tiga (Salah Satu Atau Tiga-tiganya) Kategori Intervensi:
Tindakan Klinis
Konseling
Intruksi?Intervensi Perawatan Di Rumah
Implementasi atau intervensi yang dilakukan perawat gigi ahli pertama adalah sebagaai
berikut:
A. Komunikasi therapeutik.
Adalah komunikasi yang dilakukan untuk mengkondisikan pasien mengerti bahwa
dirinya bermasalah dan siap untuk mendapatkan pelayanan asuhan keperawatan gigi.
Komunikasi terapeutik dapat juga diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan
patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam
memperbaiki klien dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman
belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosi klien.
Perawat yang terapeutik berarti melakukan interaksi dengan klien, interaksi tersebut
memfasilitasi proses penyembuhan. Sedangkan hubungan terapeutik artinya suatu
hubungan interaksi yang mempunyai sifat menyembuhkan, dan berbeda dengan
hubungan sosial. Therapeutic intimacy merupakan hubungan saling menolong
(helping relationship) antara perawat-klien. Hubungan ini dibangun untuk
keuntungan klien, sementara hubungan sosial dirancang untuk memenuhi kebutuhan
kedua belah pihak
Dengan profesi sebagai perawat, maka menjadi terapeutik adalah suatu hal wajib
dilakukan dan diharapkan akan akan memberikan kontribusi dalam melakukan
pelayanan kesehatan/keperawatan kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti
menjadikan diri perawat sebagai sarana untuk memfasilitasi proses penyembuhan
dalam hal ini perawat menggunakan komunikasi terapeutik sebagai sarananya
Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun hubungan dan
mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
1. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang
keluarga, budaya dan keunikan tiap individu.
2. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan
harga diri klien.
3. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih
dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative
pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik adalah:
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2. Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4. Kerahasiaan klien harus dijaga.
5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6. memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat.
7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar
rasional.
8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang
sangat menarik klien.
9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik.
e. Brush nilorr
f. Povidine iodine 10%
g. Chlorhexidine 5%
h. Pumice/pasta prophylaksis
3. Pelaksanaan Tindakan
a) Ucapkan salam dan perkenalkan diri
b) Pastikan identitas pasien
c) Lakukan anamnesa
d) Lakukan pengukuran tanda – tanda vital
e) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
f) Lakukan persetujuan tindakan asuhan keperawatan gigi.
g) Pasang slaberche pada pasien.
h) Pakai masker
i) Cuci tangan
j) Pakai sarung tangan
k) Siapkan alat-alat dan dekatkan pasien
l) Persilahkan pasien berkumur chlorhexidine 5%.
m) Lakukan pembersihan karang gigi per rahang dimulai dari rahang atas
terlebih dahulu kemudian rahang bawah.
n) Lakukan penyikatan dan pemolesan menggunakan brush nilorr yang telah
dibubuhi pumice.
o) Pasien diminta berkumur menggunakan obat kumur yang mengandung
chlorhexidine 5%.
p) Bersihkan area kerja intra dan ekstra oral
q) Rapihkan peralatan dan lakukan dekontaminasi untuk selanjutnya dilakukan
proses sterilisasi.
r) Buang sampah infeksius ke dalam plastik kuning dan sampah non infeksius
ke dalam plastik hitam. B3( bahan berbahaya dan beracun) ke dalamp lastik
coklat. Bahan sitostatika kedalam kantong ungu. Bahan daur ulang ke plastic
putih
s) Cuci tangan setelah berkontak dengan pasien dan area pelayanan.
t) Berikan pendidikan kesehatan gigi dan ucapkan terimakasih.
u) Dokumentasikan pada catatan perawat
C. Evaluasi kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada individu /kelompok
berkebutuhan khusus
Penyuluhan kesehatan gigi adalah upaya-upaya yang di lakukan untuk merubah
perilaku seseorang, sekelompok orang atau masyarakat sedemikian rupa sehingga
mempunyai kemampuan dan kebiasaan berperilaku hidup sehat di bidang kesehatan
gigi.
Pokok Bahasan 5.
PELAKSANAAN DOKUMENTASI DAN EVALUASI PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN
GIGI DAN MULUT
A. Pendokumentasian kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya bahan pustaka baik berupa
tulisan atau rekaman. Dokumentasi merupakan suatu catatan otentik atau semua
warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum.
Pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau peristiwa dan objek maupun
aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
Tujuan pendokumentasian
1. Sebagai sarana komunikasi Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan
lengkap dapat berguna untuk: a. Membantu koordinasi asuhan
keperawatan/kebidanan yang diberikan oleh tim kesehatan. b. Mencegah
informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau
mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan
keperawatan/kebidanan pada pasien c. Membantu tim perawat/bidan dalam
menggunakan waktu sebaik-baiknya.
2. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat Sebagai upaya untuk melindungi
pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan/kebidanan yang diterima dan
perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka
perawat/bidan diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap
pasien.
3. Sebagai informasi statistik Data statistik dari dokumentasi
keperawatan/kebidanan dapat membantu merencanakan kebutuhan dimasa
mendatang, baik SDM, sarana, prasarana dan teknis.
keperawatan gigi tercapai atau tidak dan melihat tingkat keberhasilan dari tindakan
yang telah dilakukan sehingga dapat dillakuakan pengkajian ulang.
Penilaian keperawatan gigi adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien.
Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi adalah:
• Evaluasi ditujukan untuk memastikan tercapainya tujuan perawatan
• Evaluasi dilaksanakan melalui tindakan monitoring/ pengkajian /pemeriksaan
ulang
• Penilaian dilakukan pada setiap tindakan
• Hasil evaluasi segera di catat dan di komunikasikan pada pasien/ keluarga
• Evaluasi di lakukan sesuai standar
D. Pengelolaan hasil evaluasi kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Pengelolaan hasil
evaluasi pelayanan asuhan adalah proses mengendalikan dan mengawasi
pelaksanaan evaluasi perawatan yang dilakukan berdasarkan rencana perawatan
untuk menjamin kesesuaiannya dan dapat dijadikan dasar penentuan keberhasilan
tujuan perawatan dalam rangka pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan gigi dan
mulut.
VIII. REFERENSI
1. Alkinson, (1990). Fundamental of Nursing : Concep and Practice, Mosby Adisson Wesle,
Toronto
2. Darby dan Wash 2003, Dental hygiene theory and practice. edition , , Saunders, Missouri
–USA
3. Depkes RI petunjuk teknis Pelaksanaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut
4. Wilkins EM 2005, Clinical practice of dental hyigienet 9edition, Lippincot Williams &
wilkin, Massachusetts- USA
5. Hurfst DP 2004, Dental practice tool kit
6. Forkom JKG se-Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
7. Gandifo 2006, Oral Medicine
8. Ibsen OAC 2000, Oral pathology for the dental hygienist
9. Bridge G 2006, Dental reception and practice management
10. Howe GL 1999, Pencabutan gigi geligi = The extraction of teeth
11. Muninjaya AG 2006, Manajemen Kesehatan, Jakarta
12. Muljantoro H 1999, Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut.
13. Syahlan JA 1999, Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut,Jakarta
IX. LAMPIRAN
1. Panduan Studi Kasus
2. Panduan Simulasi:
3. Odontogram
4. Kerangka acuan observasi lapangan
5. Petunjuk pengisiandaftar tilik penerapan standar pelayanan asuhan keperawatan gigi
6. Daftar tilikpelayanan asuhan keperawatan gigi jenjang ahli pada individu atau kelompok
berkebutuhan khusus
Lampiran 1.
Lembar Kasus
Panduan diskusi pengisian form asuhan keperawatan gigi
1. Peserta di bagi 5 kelompok
2. Masing- masing kelompok di bagi 1 kasus asuhan keperawatan gigi
3. Kasus tersebut untuk diselesaikan
4. Presentasikan hasil diskusi kelompok
5. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi
Lampiran 2.
Panduan Simulasi :
1. Peserta dibagi dalamkelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok mensimulasikan cara pengisian formulir pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut berdasarkan kasus yang telah ditentukan selama 45 menit
4. Kelompok mempresentasikan dan mensimulasikan hasil diskusinya, kelompok lainnya
memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta
Lampiran 3:
Odontogram
55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
PENGKAJIAN
Lampiran 4.
I. PENDAHULUAN
Praktek lapangan pelatiahan penjenjangan perawat gigi Ahli adalah bagian integral dari
proses pembelajaran pelatihan dan merupakan acuan bagi peserta latih dalam
melaksanakan OL
Teori perawat gigi jenjang ahli berupa prosedur telah di pelajari di kelas, di coba di terapkan
di lapangan, sehingga secara mandiri peserta latih dapat menerapkan langsung pada seluruh
pihak yang terkait di lapangan.
Kegiatan observasi, wawancara, pengumpulan, pengolahan, analisis sajian data perumusan
hasil OL dan seminar hasil OL di harapkan sebagai pengalaman penting dalam menerapkan
dan mengembangkan kegiatan perawat gigi Ahli dalam melakukan pelayanan asuhan
keperawatan gigi di tempat tugas masing-masing peserta latih.
II. TUJUAN OL
1. Tujuan Pelatihan Umum
Setelah melakukan OL ini, peserta latih mampu melakukan pelayanan asuhan
keperawatan gigi sesuai standar.
2. Tujuan Pelatihan Khusus
Setelah mengikuti OL ini peserta latih mampu :
a) Melakukan pengkajian pada pasien
b) Melakukan penegakan diagnosa keperawatan gigi
c) Melakukan penyusunan rencana pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut
pada individu, kelompok/ masyarakat berkebutuhan khusus
d) Melakukan implementasi asuhan keperawatan gigi dan mulut.
e) Melakukan dokumentasi dan evaluasi pelayanan asuhan keperawatan gigi dan
mulut
5. Analisis data
6. Penyiapan bahan seminar/ presentasi hasil OL
V. JADWAL OL
PETUGAS/
WAKTU KEGIATAN TEMPAT
PEMBIMBING
Hari……. Perjalanan menuju RS. Yang telah 2 orang instruktur
Tanggal lokasi melakukan asuhan OL dari RS…..
Jam………. Analisa/ kesehatan gigi 1 orang
observasi/wawancara Kelompok…… pendamping OL
Perjalanan kembali dari direktorat bina
keperawatan dan
ketehnisian medik
1 orang panitia
Jam………. Penyusunan laporan Aula pusdiklat/ ruang Fasilitator dari
Seminar (presentasi kelas direktorat bina
hasil OL)oleh peserta keperawatan dan
ketehnisian medik
VI. PENUTUP
Demikian kerangka acuan OL kami ajukan semoga bisa dilaksanakan sesuai rencana.
Jakarta, …………..
Panitia penyelenggara
Lampiran 5.
PETUNJUK PENGISIAN
DAFTAR TILIK PENERAPAN
STANDAR PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI
1. Instrumen observasi di gunakan oleh perawat gigi ahli pertama pada saat melaksanakan
bimbingan tehnis pada perawat gigi pelaksana, sehingga dapat di lihat apakah asuhan pada
individu, kelompok/ masyarakat berkebutuhan khusus di lakukan sesuai standar.
2. Cara pengisian dengan menggunakan tanda ceklist pada kolom pelayanan asuhan yang di
amati. Apabila unsur tersebut di lakukan.
3. Apabila tidak di lakukan, tuliskan tanda strip, dan tuliskan alasannya pada keterangan.
Masalah ini sebagai bahan pertimbangan pembinaan.
4. Data pengkajian sesuai dengan keluhan utama pasien
5. Daftar riwayat kesehatan gigi, kondisi fisik( tensi darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Psikologis pasien,
6. Membuat daftar masalah untuk menegakan diagnose keperawatan gigi
7. Menyusun rencana prioritas dari masalah pasien berdasarkan keluhan utama pasien
8. Tindakan sesuai kebutuhan pasien implementasi
9. Mempertimbangkan kebijakandan peraturan yang berlaku
10. Memperhatikan keunikan pasien sebagai mahkluk biopsiokososial, spiritual, dan budaya
artinya bahwa dalam mengimOLementasikan rencana tindakan pada klien bergantung pada
keadaan kliennya langsung , sangat bergantung pada keadaan pasein secara individu, tidak
dapat di samaratakan untuk seluruh pasien
11. Memperhatikan privacy pasien artinya dalam melaksanakan tindakan memperhatikan
kebutuhan rasa nyaman, perlindungan dan harga diri pasien
12. Mencatat semua tindakan yang telah di lakukan, maksudnya setelah melakukan
pemeriksaan dan tindakan hendaknya di tulis di status pasien
13. Pencatatan pelayanan asuhan keperawatan gigi, sudah cukup jelas
Lampiran 6.
DAFTAR TILIK
PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN GIGI JENJANG AHLI PADA INDIVIDU ATAU KELOMPOK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Petunjuk:
Berilah tanda (V) pada kolom YA, bila kegiatan dilakukan
Berilah tanda (V) pada kolom TIDAK, bila kegiatan tidakdi lakukan
Berilah tanda (V) padakolom TB, bila kegiatan tidak berlaku dalamasuhan yang di amati
PENGKAJIAN
2) Melaksanakan pemeriksaan
subyektif, obyektif
1) Identifikasi diagnosa/masalah
keperawatan gigi pada individu,
kelompok/masyarakat
berkebutuhan khusus
PERENCANAAN
Penyusunan pencana tindakan
berupa: promotif, preventif dan
kuratif sesuai kompetensinya
IMPLEMENTASI
Melaksanakanintervensi/
aktivitasyang telah di tentukan.
PENDOKUMENTASIAN
Pendokumentasian dengan SOAPIE
EVALUASI
……………………..,………..2015
Komentar/ ringkasan Evaluator/Penilai
……………………………………................
……………………………………................
……………………………………................ (………………………….)
MATERI INTI 3
TINDAKAN KOLABORATIF KESEHATAN GIGI DAN MULUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan gigi, perawat gigi menerapkan keilmuan,
kompetensi dan kewenangan sebagai dentalhygienist dan dental therapist yang juga
ditambahkan sebagai dental assistant. Kompetensi-kompetensi tersebut dapat dijabarkan
dalam kelompok kompetensi sebagai berikut: Pelayanan promotif preventif kesehatan gigi
dengan pendekatan Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut pada individu,
kelompok dan masyarakat, Pelayanan kolaborasi kesehatan gigi, serta pelayanan kuratif
pada kasus-kasus medik gigi terbatas sebagai hasil dari kolaborasi dengan dokter gigi serta
pelayanan manajemen klinik gigi dan mulut.Dalam melakukan pelayanan kesehatan gigi
seorang perawat gigi dapat bermitra dengan dokter gigi, dengan cara kolaboratif four
handed system.Kegiatan four handed dentistry meliputi transfering alat dan bahan,
manipulasi bahan dan kolaborasi dalam rujukan kesehatan gigi.
Perawat gigi dalam memberi pelayanan kesehatan tidak selalu sendirian, namun sering
berkaitan dan berkolaborasi dengan team kesehatan lainya seperti dokter gigi dan
tekniker gigi atau bahkan tenaga kesehatan lainnya. Hal tersebut ditujukan untukdapat
memberikan pelayanan kesehatan gigidan mulut yang optimal. Tindakan kolaboratif disini
dapat bermakna perawat gigi mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama dengan
dokter gigi yaitu sebagai dental asistent atau mengerjakan pekerjaan secara mandiri,
namun pekerjaan tersebut juga dilakukan oleh tenaga kesehatan lainnya yaitu dokter gigi.
IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Simulasi
4. Pemutaran video
2. Persiapan awal
Yaitu proses penyiapan baki, berisi seluruh instrument dan bahan bagi prosedur
perawatan yang tidak di sediakan di tahap penyusuna area kerja.Permukaan area
kerja dan baki yang sudah di siapkan harus saling melengkapi, sehingga selama
perawatan tidak perlu membuka laci lemari. Misalnya: four handed pada tindakan
penambalan, baki yang disiapkan alat diagnostic set, set konservasi, bur dan bahan
tambal yang disusun berdasarkan urutan pemakaian dan di siapkan sebelum
memasukan pasien.
3. Pengaturan
Pentingnya pengaturan di karenakan pengaturan perlengkapan yang benar
mempengaruhi efesiensi dan produktivitas dalam praktek kedokteran gigi, serta
meminimalkan kejengkelan dan frustasi yang akan menghasilkan keletihan.
Pendekatanya dalah jalan di mana tujuan dapat di capai dan dalam praktek
kedokteran gigi hal ini berarti aksesibilitas. Tujuan pertama meningkatkan
penyampaian dalam praktek kedokteran gigi, yang kedua penghematan energy dari
dokter gigi dan asistenya. Faktor- faktor yang mempengaruhi pendekatan adalah area
yang akan dirawat dan di aksesibilitas ke area tersebut dengan jalan pengaturan
perlengkapan, aksesibilitas instrument yang di perlukan, dan posisi duduk dari dokter
gigi dan sistennya. Pendekatan di tentukan oleh posisi jarum jam, yang menunjukan
pengaturan perlengkapan kedokteran gigi dan posisi operator, pasien, dan asisten
dapat di rencanakan dan di hubungkan secara logis.
Table posisi kerja fourhanded dentistry:
Tangan
Tangan
Peletakan Asisten
Kuadran/ Posisi Posisi Posisi Asisten
Ujung Untuk
Area Pasien Operator Asisten Untuk Ujung
Pembuangan Threeway
Pembuangan
Syiringe
Jam 3
Bukal palatal Kanan Kiri
RA kiri telentang Jam 10 menghadap
menyilang dada kiri kanan
drg
Jam 3
Bukal Kiri Kanan
RA kanan telentang Jam 10 menghadap
Palatal Kanan Kiri
drg
Jam 3
Bukal Kanan Kiri
RB kiri telentang Jam 10 menghadap
lingual Kiri kanan
drg
Jam 2
Bukal Kiri Kanan
RB kanan 45 derajat Jam 9 menghadap
lingual Kiri Kanan
drg
Jam 2
RA kanan Oklusal
telentang Jam 9 menghadap Kiri Kanan
bukal
drg
Jam 2
RA kiri
telentang Jam 9 menghadap Oklusal Kiri Kanan
bukal
drg
RA dan Jam 3
Palatal/lingual/ Kanan Kiri
RB telentang Jam 12 menghadap
labial kanan kiri
anterior drg
Pokok bahasan 2.
PENCABUTAN GIGI PERMANEN AKAR TUNGGAL DENGAN PENYULIT
Dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut seorang perawat gigi dapat
bertindak secara kolaborasi dengan dokter gigi maupun mandiri yang di di delegasikan
oleh dokter gigi atau karena di suatu fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak
ada dokter giginya
Pengertian:
Pencabutan gigi tetap anterior dan posterior yang terpaksa dilakukan karena gigi tidak
dapat dirawat (restorasi atau endodontik) atau gigi tersebut perlu diekstraksi untuk
kepentingan perawatan dan pencegahan (interceptiveorthodontic). Tindakan ini juga
dilakukan pada gigi tetap dengan karies mencapai pulpa baik vital maupun non vital
dengan kelainan sistemik yang kontraindikasi (kelainan jantung dan ginjal) untuk dirawat
endodontic.
Tujuan pencabutan adalah mengeluarkan gigi tetap dari rongga mulut yang memang
diindikasikan untuk dicabut guna menghindari kelainan lebih lanjut.
Prosedur:
Persiapan alat
1. Set instrumen dasar
a. Kaca mulut
b. Sonde
c. Pinset dental
2. Set anesthesi
a. Citoject/
b. spuit
3. Set pencabutan
a. Tang anterior rahang atas/rahang bawah
b. Tang posterior rahang atas/rahang bawah
c. Bein elevator
d. Crayer
e. Bone File
f. Kuret
4. Pre klinik
a. Tensi meter
b. Stetoskop
5. Persiapan lain-lain
a. Masker
b. Sarung tangan
c. Gelas kumur
d. Slaber
e. Saliva ejector
Persiapan obat dan bahan
1. Povidine iodine 10%
2. Hemostatic gelatine Sponge
3. Dispossible Spuit
4. Topical Anesthesi gel
5. Carpule 0,22x16
6. Cartrige dental anastesi lokal 2% / 3%
7. Tampon
8. Kasa
9. Cotton pellet
10. NaCl
Pelaksanaan
1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri
2. Pastikan identitas pasien
3. Lakukan anamnesa
4. Lakukan pengukuran tanda – tanda vital
Pokok Bahasan 3.
RUJUKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DAN MULUT
A. Pengertian Rujukan dan Sistem Rujukan
Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau
masalah kesehatan yang timbul baik secara vertikal (dan satu unit ke unit yang lebih
lengkap / rumah sakit) untuk horizontal (dari satu bagian lain dalam satu unit).
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan
pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus
penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang terkecil
atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal
atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya
B. Tujuan Rujukan
Rujukan mempunyai berbagai macam tujuan antara lain :
1) Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan sebaik-baiknya
2) Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium
dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya
3) Menjalin perubahan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of knowledge &
skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah perifer
C. Jenis-jenis rujukan
1. Rujukan medik gigi
Rujukan kasus dengan atau tanpa pasien, untuk keperluan diagnostic,
pengobatan, tindakan operatif dan pemulihan
Rujukan specimen,untukpemeriksaan penunjang
Rujukanilmu pengetahuan danteknologi, mendatangkan tenaga ahli
2. Rujukan kesehatan gigi dan mulut
Bantuan tehnologi berupa tehnologi tepat guna
Bantuan saran dan prasarana:alat peraga
Bantuan operasional berupa dana dan pemeliharaan peralatan
D. Alur rujukan:
Alur pelayanan dan rujukan
Pasien berobat melalui Diperiksa Input data
1. puskesmas dipuskesmas jaminan
pulang
KESIMPULAN :
1. konsep tindakan kolaborasi
Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi adalah proses dimana dokter gigi dan perawat gigi merencanakan dan
praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan
lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai
terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan
masyarakat.
2. Penambalan permanen2(dua) bidang
Pengertian:
Suatu tindakan mengembalikan struktur gigi yang hilang dengan mengaplikasi bahan
tambalan ke dalam kavita gigi, menggunakan bahan tambalanpada karies 2 (dua)
bidang.
Tujuan:
a. Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri
b. Mengembalikan fungsi pengunyahan
c. Mengembalikan bentuk anatomi gigi
d. Mengembalikan bentuk estetik gigi
e. Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rahang
f. Mencegah infeksi lebih lanjut
3. Pencabutan akar tunggal tanpa penyulit
Pengertian :Pencabutan gigi tetap anterior dan posterior yang terpaksa dilakukan karena
gigi tidak dapat dirawat (restorasi atau endodontik) atau gigi tersebut perlu diekstraksi
untuk kepentingan perawatan dan pencegahan (interceptiveorthodontic). Tindakan ini
juga dilakukan pada gigi tetap dengan karies mencapai pulpa baik vital maupun non vital
dengan kelainan sistemik yang kontraindikasi (kelainan jantung dan ginjal) untuk dirawat
endodontic
Tujuan: Mengeluarkan gigi tetap dari rongga mulut yang memang diindikasikan untuk
dicabut guna menghindari kelainan lebih lanjut.
4. Rujukan kesehatan gigi dan mulut dan mulut
Jenis-jenis rujukan
a. Rujukan medik gigi
Rujukan kasus dengan atau tanpa pasien , untuk keperluan diagnostic,
pengobatan, tindakan operatif dan pemulihan
Rujukan specimen,untukpemeriksaan penunjang
Rujukan ilmu pengetahuan danteknologi, mendatangkan tenaga ahli
b. Rujukan kesehatan gigi dan mulut
Bantuan tehnologi berupa tehnologi tepat guna
Bantuan saran dan prasarana :alat peraga
Bantuan operasional berupa dana dan pemeliharaan peralatan
VIII. REFERENSI
1. Darby dan Walsh 2003, Dental Hygiene theory and practice 2nd edition, Saunders,
Missouri- USA
2. Depkes EM 2005, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan
Mulut
3. Wilkins EM 2005. Clinical practice of dental hygiene 9 edition, Lippincot Williams &
Wilkins, Massachusetts
4. Harfst DP 2004, Dental practice tool kit
5. Nurhayati 1996, Penggunaan dan Pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi
6. Novak DE 2001, Contemporary dental assisting
IX. LAMPIRAN
1. Panduan simulasi: kolaborasi tindakan spesialistik odontectomy
2. Panduan simulasi: pencabutan gigi mandiri
Lampiran 1.
Panduan simulasi: kolaborasi tindakan spesialistik odontectomy
1. Peserta berperan sebagai pasien
2. Peserta berperan sebagai perawat gigi asisten
3. Peserta berperan sebagai dokter gigi
4. Alat dan bahan yang diperlukan
5. Fasilitator dan peserta lainya mengamati
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil simulasi
Bahan simulasi
Pasien tuan X umur 30 tahun datang dengan keluhan gigi 48 tumbuh sebagian. Dan pada hari ini
sudah buat perjanjian untuk dilakukan odontectomy. Dengan pemeriksaan penunjang rongten
panoramic. Pasien tidak mempunyai penyakit kelainan sistemik. Lakukan tahap-tahap kolaborasi
pada tindakan odontectomy, dengan posisi operator di jam 9 dan asisten dijam 2 menghadap ke
operator
Persiapan alat
1. Set alat diagnostik
a. Kaca mulut
b. Sonde
c. Excavator
d. Pinset
2. Set Alat Bedah Minor Odontektomi
a. Scalpel handle/gagang pisau operasi
b. Raspatorium
c. Pinset chirurgis
d. Pinset anatomis
e. Tang mahkota M3 atas/bawah
f. Tang Radix (sisa akar) atas/bawah
g. Curet
h. Crayer
i. Bein
j. Needle holder
k. Knabel Tang
l. Bone file
m. Klem lurus
n. Arteri klem
o. Duk klem
p. Langen back
q. Bengkok/nearbeken
r. Kom
s. Spuit
t. Citojeck
u. Gunting jaringan
v. Gunting benang
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
486
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
3. Alat preparasi
a. Bor tulang/bor operasi panjang baik yang round bor /fissure bor (low speed)
b. Bor operasi pendek/Bor fissure (hight speed).
Bahan dan Obat
1. Benang jahit
2. Mata pisau sesuai kebutuhan
3. Kassa steril
4. Kapas gulung besar steril
5. Spongostan
6. Povidon iodine, Alkohol 70%
7. Obat anaestesi anhydrous lydocaine/Mepivacaine hydrochloride 30 mg.
8. Masker dan sarung tangan
9. Gelas kumur
10. Saliva ejector
Persiapan penunjang:
1. Dental unit dan slaberce
2. Tensimeter
3. Rontgen foto dental/panoramic
4. Duk rapat, duk bolong
Pelaksanaan Tindakan
1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri
2. Pastikan identitas klien
3. Lakukan anamnesa
4. Lakukan pengukuran tanda – tanda vital
5. Informasikan kepada operator hasil dari anamnesa
6. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
7. Siapkan formulirpersetujuan tindakanuntuk diisi oleh klien
8. Pakai masker
9. Siapkan area kerja dalam keadaan steril
10. Cuci tangan
11. Pakai sarung tangan
12. Siapkan alat-alat dan dekatkan klien.
13. Siapkan dan pasang mata bor yang akan digunakan
14. Siapkan set anastesi injeksi
15. Siapkan set incisi
16. Lakukan asepsis ekstra dan intra oral
17. Pasang duk rapat
18. Siapkan alat penghisap lendir
19. Berikan set incise pada operator
20. Lakukan pengendalian perdarahan menggunakan alat penghisap lendir di areakerja operator
selama tindakan dilakukan
21. Berkan raspatorium pada operator dan langen back jika diperlukan
22. Beikan bur tulang atau knable tang jika diperlukan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
487
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Lampiran 2.
Panduan simulasi: pencabutan gigi mandiri
1. Peserta berperan sebagai pasien
2. Peserta berperan sebagai perawat gigi yang melakukan tindakan pencabutan
3. Alat dan bahan yang diperlukan
4. Fasilitator dan peserta lainya mengamati
5. Fasilitator membuat kesimpulan hasil simulasi
Bahan simulasi
Pasien tuan D umur 25 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan gigi 2.1 tinggalsisa akar.
Pasien tersebut tidak memiliki kelainan sistemik, tensi darah saat ini: 120/ 70 mmhg. Pasien ingin
gigi tersebut di ambil karena tidak nyaman
Siapkan alat dan bahan apa saja yang diperlukan untuk mengatasi masalah tuan D tersebut.
Tahap- tahap pelaksanaan tindakan.
Prosedur:
Persiapan alat
1. Set instrumen dasar
Kaca mulut
Sonde
Pinset dental
2. Set anesthesi
Citoject/
spuit
3. Set pencabutan
Tang anterior rahang atas/rahang bawah
Tang posterior rahang atas/rahang bawah
Bein elevator
Crayer
Bone File
Kuret
4. Pre klinik
Tensi meter
Stetoskop
5. Persiapan lain-lain
Masker
Sarung tangan
Gelas kumur
Slaber
Saliva ejector
Pelaksanaan
1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri
2. Pastikan identitas pasien
3. Lakukan anamnesa
4. Lakukan pengukuran tanda – tanda vital
5. Informasikan hasil anamnesa pada operator
6. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
7. Lakukan persetujuan tindakan
8. Pakai masker
9. Cuci tangan
10. Pakai sarung tangan
11. Siapkan alat-alat dan dekatkan pasien.
12. Lakukan asepsis ekstra dan intra oral menggunakan povidine iodine 10 %
13. Anjurkan klien kumur-kumur chlorhexidine 5 %
14. Siapkan obat anestesi
15. Siapkan citoject atau disposible spuit.
16. Siapkan set pencabutan sesuai dengan gigi yang akan di ekstraksi.
17. Lakukan pengendalian perdarahan saat proses pencabutan.
18. Lakukan bein lanjut dengan pencabutan
19. Siapkan spoel NaCl dan hemostatic gelatine sponge.
20. Siapkan tampon povidene iodine 10%.
21. Rapihkan area kerja intra dan ekstra oral.
22. Rapihkan peralatan dan lakukan dekontaminasi untuk selanjutnya dilakukan proses
sterilisasi.
23. Buang sampah infeksius ke dalam plastik kuning dan sampah non infeksius ke dalam plastik
hitam.
24. Cuci tangan setelah berkontak dengan pasien dan area pelayanan.
25. Berikan komunikasi terapeutik tahap terminasi.
26. Ucapkan terimakasih dan semoga lekas sembuh.
27. Dokumentasikan pada catatan perawat.
MATERI INTI 4
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN GIGI DAN MULUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.
Pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut adalah pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dalam bidang promotif, preventif, dan kuratif sederhana yang diberikan kepada individu,
kelompok, dan masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan
mulut yang optimal.
Kegiatan pelayanan asuhan keperawatan gigi dilaksanakan sesuai dengan standar profesi
yaitu mempunyai batasan minimal yang dilaksanakan secara professional. Sesuai
Permenkenkes 58 tahun 2012 perawat gigi dalam menjalankan pekerjaannya memiliki
kewenangan yaitu:
1. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut.
2. Upaya pencegahan penyakit gigi.
3. Tindakan medik dasar pada kasus penyakit gigi terbatas ;dan
4. Pelayanan hygiene kesehatan gigi
Salah satu kewenangan diatas yaitu perawat gigi dapat melakukan tindakan medik dasar
pada kasus penyakit gigi terbatas yaitu meliputi tindakan kegawatdaruratan pada kasus
gigi dan mulut sesuai standar pelayanan. Untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan perawat gigi dalam melakukan kegiatan kegawatdaruratan tersebut, maka
diperlukan pendidikan dan pelatihan sebagai refreshing keilmuan untuk menunjang
pelaksanaan pekerjaan perawat gigi di tempat kerjanya.
IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Simulasi
Langkah 3. Simulasi
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok.
2. Fasilitator mensimulasikan cara penanganan kegawatdaruratan pada perdarahan dan
semua peserta mengikutinya
3. setiap kelompok mendiskusikan dan merangkum langkah-langkah penanganan
kegawatdaruratan yang telah disampaikan
4. Hasil diskusi dan rangkuman dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan dan mensimulasikan
cara penanganan kegawatdaruratan pada perdarahan didepan teman yang lain dan
fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan tanggapan.
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
Langkah 5. Rangkuman dan kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan
4. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkan terima kasih.
Pokok Bahasan 2.
PRINSIP PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Prinsip dasar penatalaksanaan kegawatdaruratan adalah bahwa seorang petugas
kesehatan diharuskan melihat secara utuh bahwa pasien adalah manusia yang harus
diperhatikan juga haknya. Dalam prinsip secara umum, petugas kesehatan dan pasien
adalah sama-sama subjek, sebagai mitra yang bekerja sama dalam menangani suatu kasus
kegawatdaruratan. Prinsip dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan adalah sebagai
berikut:
1. Stabilisasi Pasien
Setelah kita mengenali kondisi kegawatdaruratan, lakukan stabilisasi keadaan pasien
sebelum melakukan rujukan. Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien:
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, pemulihan sistem respirasi dan sirkulasi.
b. Menghentikan sumber perdarahan dan infeksi.
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang.
d. Mengatasi rasa nyeri atau gelisah.
2. Terapi Cairan
a. Antisipasi ini dilakukan pada tahap awal untuk persiapan jika kemudian
penambahan cairan dibutuhkan.
b. Pemberian cairan ini harus diperhatikan baik jenis cairan, banyaknya cairan yang
diberikan, dan kecepatan pemberian cairan harus dengan diagnosis kasus.
c. Misal, pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang pada kasus syok
hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok
septik.
d. Cairan yang diberi sebaiknya berupa Ringer Laktat dan NaCl fisiologis yang dapat
menggantikan cairan dalam tubuh.
3. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a. Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan pernapasan
(bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seseorang
mengalami henti jantung dan henti napas.
b. Dalam melakukan RJP, sebagai seorang penolong harus:
1) Mempertahankan terbukanya jalan napas (Airway = A)
2) Memberi nafas untuk pasien (Breathing = B)
3) Mengusahakan kembalinya sirkulasi pasien (Circulation = C)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
494
MODUL PELATIHAN
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT GIGI
KATEGORI KEAHLIAN - JENJANG AHLI MADYA
Pokok Bahasan 3.
JENIS KEGAWATDARURATAN GIGI DAN MULUT
Kegawatdaruratan gigi adalah suatu keadaan dimana terdapat trauma terhadap mulut
yang melibatkan gigi yang tercabut, rahang yang bergeser dan trauma wajah atau fraktur.
Sebagai tambahan adalah perlukaan soft tissue seperti bibir, gusi, atau pipi. Perlukaan
pada mulut sering menimbulkan sakit yang cukup hebat dan harus dirawat sesegera
mungkin. Kegawatdaruratan ini menyangkut rasa sakit, perdarahan, infeksi dan estetika
dimana ada keadaan-keadan tertentu yang irreversible bila tidak ditangani dengan cepat.
Berikut adalah beberapa jenis kegawatdaruratan gigi dan mulut:
1. Sakit Gigi, seperti: Nyeri Pulpa, Nyeri Periodontitis dan Abses Gigi Kronik
2. Perdarahan karena luka, diantaranya:
a. Luka pada soket pembedahan
b. Luka trauma pada rongga hidung
Pokok Bahasan 4.
CARA PENANGANAN KEGAWATDARURATAN GIGI DAN MULUT
Penanganan kegawatdaruratan gigi dan mulut tergantung pada jenis atau kasus
kegawatdaruratannya. Berikut adalah cara penanganan kegawatdaruratan gigi dan mulut
berdasarkan jenis kegawatdaruratannya:
1. Sakit Gigi
Nyeri pulpa adalah nyeri yang spontan, kuat, sering berdenyut, dipicu oleh suhu, dan
masih terasa beberapa saat setelah penyebab dihilangkan. Lokasinya pada tempat
yang buruk dan cenderung menjalar ke telinga, pelipis, atau pipi. Nyeri dapat hilang
spontan, namun klien harus diarahkan untuk melakukan perawatan endodontik atau
pencabutan karena dikhawatirkan terjadi nekrosis pulpa, periodontitis apikalis akut
dan abses gigi.
Nyeri periodontitis apikalis berupa nyeri yang spontan dan hebat. Berlangsung
selama beberapa jam terlokalisir dengan baik dan ditimbulkan oleh proses
pengunyahan. Gusi dari gigi yang bersangkutan sering teraba lunak. Abses dapat
berbentuk pembengkakan wajah (gumboil atau abses subperiosteal pada gusi).
Pembengkakan biasanya disertai demam dan rasa sakit. Infeksi pada rongga wajah
dapat membahayakan saluran napas.
Abses gigi kronik pada gusi yang bersangkutan berhubungan dengan gigi molar yang
mengalami kerusakan. Terapi terbaik adalah mengincisi abses, pemberian
antimikroba dan analgesic. Pada situasi yang akut dapat sembuh dan timbul
kembaliapabila pulpa uang nekrotik terinfeksi kembali, kecuali dilakukan perawatan
endodontik atau pencabutan gigi. Hipersekresi sinus yang asimtomatik dapat
merupakan gejala dari adanya abses kronik. Abses ini jarang terbuka sampai ke kulit
2. Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah yang tidak dapat berhenti sendiri tanpa suatu
perawatan.
Menurut kausanya perdarahan terbagi dalam 2 kategori:
a. Perdarahan karena trauma, yang disebabkan kecelakaan, berkelahi, tindakan
pembedahan, pencabutan gigi atau aktivitas mekanis yang mempengaruhi
pembekuan darah, seperti terlalu banyak berkumur, gesekan lidah atau
menghisap-hisap luka dan pemberian tampon yang kurang padat.
i. Pemberian tetanus toksoid dilakukan jika belum atau lama tidak mendapatkan
booster TT. Jika telah mendapat booster sebelumnya, cukup diberikan anti
tetanus serum yang terlebih dahulu dilakukan skin test.
j. Observasi.
Penanganan Luka Pada Soket Pembedahan
Untuk penanganan luka pada socket pasca pembedahan, maka cara penanganannya
adalah:
a. Gunakan suction tip dengan diameter kecil dan lembut.
b. Lakukan kuretase dan irigasi soket dengan NaCL dan amatilebih spesifik area
perdarahan.
c. Lakukan local injeksi di area soket pembedahan untuk menghentikan perdarahan
( vasokontriksi )
d. Aplikasikan hemostatik sponge ke dalam soket.
e. Gigitan tampon atau kasa dan observasi selama 20 menit. Jika masih terdapat
perdarahan setelah penekanan pertama dengan kasa, basahi kasa dengan topical
thrombin / sirup antifibrinolytic, epsilon amonicaproic atau 5 % tranexamic acid
kemudian gigitkan kembali kasa pada soket selama 20 menit.
f. Sementara melakukan penanganan perdarahan secara local, lakukan
pemeriksaanlaboratorium darah, jika ditemukan kelainan pada nilai
tromboplastinentime (APTT) dianjurkan untuk melakukan konsultasi medis.
g. Jika terdapat rembesan perdarahan disekitar soket, gunakan couter untuk
menghentikan perdarahan.
h. Jika perdarahan dari trauma tulang, hentikan perdarahan dengan aplikasi bone
wax.
i. Penjahitan pada soket yang mengalami perdarahan
j. Berikan penjelasan tertulis pada pasien mengenai hal – hal yang harus
diperhatikan agar tidak terjadi perdarahan kembali.
k. Segera lakukan rujukan ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut jika
ditemukan adanya anomaly dari hasil pemeriksaan darah
Penanganan Luka Trauma Pada Rongga Hidung
Gunakan tampon anterior yang dibasahi dengan adrenalin 1:1000 dan pantocain
2%/boorzalf/bismuth iodine paraffin paste selama 1-2 hari. Bila perdarahan berasal dari
posteriot dapat dilakukan penekanan dengan tampon bellocq.
Cara pemasangan tampon bellocq adalah sebagai berikut:
a. Gunakan tampon yang terdiri dari gulungan kasa yang mempunyai dua benang di
sisi satu dan satu sisi lainnya.
b. Gunakan kateter karet yang dimasukan dari nares anterior ke dalam sampai
tanpak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut.
c. Pada ujung kateter diikatkan salah satu dari dua benang yang ada pada satu ujung
dan kateter ditarik kembali melalui lubang hidung yang lain.
d. Kemudian kedua benang yang telah keluar melalui lubang hidung ditarik, sedang
telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ke arah nasofaring
sampai tepat menutup koana
e. Lalu kegua benag diikatkan pada tampon lain terletak dekat dengan rongga
hidung. Benang dari lain dikeluarkan melalui mulut dan diletakkan secara longgar
di pipi. Benang ini bertujuan untuk menarik kembali tampon jika sudah waktunya
untuk dilepas.
f. Penderita harus dirawat dan tampon ini diangkat setelah 1-2 hari, dan disertai
penatalaksanaan prophylaksis antibiotik yang sesuai.
g. Penanganan selanjutnya di rumah sakit sangat penting, dikhawatirkan jika
terdapat perdarahan yang menetap meski telah dilakukan tindakan pemasangan
tampon bellocq.
3. Trauma Maksilofasial
Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras
dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan
lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olahraga dan trauma akibat senjata api. Trauma
pada wajah sering mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan,
perdarahan, luka jaringan lunak, hilangnya dukungan terhadap fragmen tulang dan
rasa sakit.
Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi sebagai
berikut:
a. Fraktur Frontal
Terjadi akibat dari pukulan berat pada dahi, bagian anterior/posterior sinus frontal
mungkin terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding posterior
sinus frontal retak, duktus nasofrontal sering terganggu.
b. Fraktur Nasal
Kondisi ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma langsung akibat
perpanjangan kekuatan trauma dari hidung ke tulang ethmoid dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada canthus medial, aparatus lacrimalis atau saluran
nasofrontal.
c. Fraktur Dentoalveolar
Fraktur pada gigi susu mungkin tidak memerlukan perawatan darurat gigi.
Tetapicidera yang tampak ringan dapat merusak gigi pengganti yang akan
menjadi gigi tetap. Fraktur pada enamel tidak memerlukan perawatan darurat.
Tetapi tetap memerlukan pengawasan.
Kebanyakan cidera berat pada dentin harus dirawat dengan segera karena dapat
menimbulkan infeksi pulpa. Hal yang pertama dilakukan adalah ketahui apakah
gigi fraktur tersebut masih vital atau non vital dengan melakukan pemeriksaan
klinis.
Jika fraktur gigi mengakibatkan rkspose terhadap pulpa vital dengan volume yang
relative keci dilakukan pulp capingl sebelum dirujuk dapat dilakukan pulp caping
guna mempersiapkan pasien untuk mendapatkanperawatan selanjutnya. Namun
jika gigi fraktur lebih dari 24 jam dengan keadaan gigi non vital maka rujukan
pasien untuk dilakukan pulpektomi atau perawatan saluran akar.
Perawatan darurat pada gigi fraktur seperti penambalan dengan material khusus
pada dentin yang patah atau perawatan secara cepat atau paling lambat dapat
diberikan pada keesokan harinya.
d. Gigi Avulsi
Avulsi pada gigi tetap anterior dapat ditanam kembali pada anak – anak,, apabila
apeks pada akar belum terbentuk dengan sempurna ( dibawah 16 Tahun ). Avulsi
pada gigi susutidak perlu ditanam kembali. Semakin muda usia anak, maka
penanaman kembali semakin semakin cepat yaitu 15 menit dan 98 % kasus serupa
dapat kembali normal dengan perawatan berkala.
Penanaman segera memberikan hasil terbaik. Jika gigi tersebut terkontaminasi
cucilah dengan larutan air garam steril, dan apabila soket terisi bekuan darah
hilangkan dengan irigasi laritan garam.
Tanam kembali gigi dengan benar sesuai permukaan nya kemudian lakukan
penekanan pda soket secara manual dan balut giginya. Rujuk pasien untuk
diobservasi dan jika membutuhkan penanganan selanjutnya dalam waktu 72 jam
setelah kejadian.
Jika penanaman kembali tidak dapat dilakukan segera, simpan gigi di dalam
larutan yang lama isotonic seperti susu segar seperti yang terpasteurisasi , larutan
garam atau larutan lensa kontak. Atau bila anak cukup kooperatif, letakan gigi
pada sulcus buccalis.
Selama perjalanan menuju rumah sakityang mempunyai spesialis bedah mulut.
Cairan yang tidak sesuai dan merusak adalah air ( terjadi pemaparan yang lama
dan mengakibatkan kerusakan keseimbangan isotonis ), desinfeksi, pemutih, dan
jus buah.
Penggunaan larutan minyak doxycilin sebelum penanaman kembali oleh dokter
gigi dapat membantu pencegahan resorpsi akar dikemudian hari. Balut gigi
selama 7 -10 hari,, tidak boleh menggigit pada gigi yang dicabut. Diet lunak dan
lakukan perawatan kebersihan mulut.
Hal – hal yang harus diperhatikan pada saat akan dilakukan replantasi :
1. Gigi yang akan direplantasi merupakan gigi sehat
2. Tidak ada fraktur tulang alveolar
3. Lamanya gigi diluar mulut tidak .> 2 jam
4. Penyimpanan gigi yang teravulasi tidak boleh dalam keadaan ( rendam dalam
larutan fisiologis )
e. Fraktur Soket Gigi
Fraktur dinding socket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding
socket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding
socket
2) Penilaian GCS disajikan dalam symbol E M V, nilai GCS tertinggi adalah 15 yaitu
E4M6V5 dan terendah adalah 3 yaitu E1M1V1
e. Exposure/Environtment/Body Temperature
1) Buka pakaian penderita untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh
2) Periksa kembali hal-hal yang mungkin terlewat pada pemeriksaan sebelumnya.
Sangat mungkin terdapat perlukaan yang tertutup oleh pakaian, contoh darah
yang keluar dari anus dn lain-lain.
3) Segera selimuti penderita untuk mencegah hipotermi.
VIII. REFERENSI
1. Atkinson, (1990), Fundamental of Nursing : Concept and Practice, Mosby Adisson
Wesley Torontodo
2. Darby dan Walsh 2003, Dental Hygiene theory and practice 2 nd edition, Saunders,
Missouri- USA.
3. Depkes EM 2005, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan
Mulut
4. Wilkins EM 2005. Clinical practice of dental hygiene 9 edition, Lippincot Williams &
Wilkins, Massachusetts
5. Harfst DP 2004, Dental practice tool kit
6. Nurhayati 1996, Penggunaan dan Pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi
7. Novak DE 2001, Contemporary dental assisting
8. Modul BTCLS bagi Perawat Gigi
IX. LAMPIRAN:
Panduan Simulasi
Lampiran
Panduan Simulasi :
1. Peserta dibagi dalam kelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok mendiskusikan dan merangkum cara dan langkah penanganan
kegawatdaruratan pada perdarahan selama 15 menit
4. Kelompok mempresentasikan dan mensimulasikan hasil diskusi dan rangkumannya dan
kelompok lainnya memberi tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.
MATERI INTI 5
KARYA TULIS/ KARYA ILMIAH DI BIDANG KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Menulis karya ilmiah merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai nilai kredit yang
relatif tinggi yang tak dapat ditinggalkan oleh seorang pemangku jabatan fungisonal
kesehatan. Karya ilmiah yang diciptakan harus dituangkan dalam bentuk tulisan atau
disebut juga karya tulis. Kepiawaian seseorang dalam menulis dapat terasah bila yang
bersangkutan sering melakukannya.
Sebagai seorang pemangku jabatan fungsional perawat gigi kategori keahlianyang
profesional haruslah memahami berbagai bentuk karya tulis dan terlebih lagi bagi tim
penilai jabatan fungsional harus benar-benar memahami apakah tulisan yang dinilai
merupakan suatu karya ilmiah yang murni atau plagiat.
Modul ini akan membahas tentang pengertian dan jenis-jenis karya tulis/ilmiah; prinsip dan
teknik penulisan karya tulis/ilmiah; dan penyusunan karya tulis/ilmiah bidang keperawatan
gigi dan mulut.
Pokok bahasan 2.
PRINSIP-PRINSIP DAN TEKNIK PENULISAN KARYA TULIS/ILMIAH
A. Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah
Dalam penulisan karya ilmiah beberapa prinsip yang perlu kita ketahui:
1. Etika dalam penulisan karya ilmiah
Etika bagi seorang penulis ilmiah adalah memasukkan nilai-nilai moral dan tanggung
jawab ketika menggunakan komunikasi ilmiah dengan tujuan-tujuan mulia.
Beberapa landasan etika:
a. Penulis ilmiah harus akurat dalam menulis, penulis ilmiah harus betul-betul
seksama.
b. Penulis ilmiah harus jujur dalam menulis.
c. Penulis ilmiah harus menjunjung tinggi tanggung jawabnya; bekerja sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan.
d. Penulis ilmiah tidak boleh mengganti fakta dengan dugaan.
e. Penulis ilmiah tidak boleh menyembunyikan kebenaran dengan menggunakan
dwimakna (ambiguitas).
f. Penulis ilmiah tidak boleh menggunakan ide orang lain tanpa memberi
keterangan secara jelas. Penulis ilmiah harus mencantumkan sumber informasi
suatu gagasan.
g. Penulis ilmiah tidak boleh melanggar hak cipta.
h. Penulis ilmiah tidak boleh berbohong dengan mengacu data statistik. Penulis
ilmiah yang memanipulasi data atau grafik, menggunakan uji statistik secara
ceroboh dan tidak tepat atau sengaja mengubah sampel dikatakan tidak etis.
i. Penulis ilmiah tidak boleh memasukkan dugaan pribadi dalam laporannya.
Penulis ilmiah yang kurang obyektif dalam tulisannya disebut tidak etis.
2. Proses berpikir ilmiah
a. Berpikir deduktif
Berpikir deduktif merupakan sebagian dari berpikir ilmiah. Logika deduktif
merupakan salah satu unsur dari methode logiko hipotetiko verifikatif, dimana
kita menarik kesimpulan dari pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Kata pengantar
Abstraksi
Daftar isi
Daftar tabel (bila ada)
Daftar lampiran (bila ada)
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan masalah
Tujuan penulisan
Manfaat penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Populasi dan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Prosedur Penelitian
BAB IV PEMBAHASAN
(Sub bab disesuaikan dengan butir-butir pertanyaan
dalam masalah)
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka
Lampiran (instrument, paparan data, biodata dan foto)
Pokok bahasan 3.
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN KARYA TULIS/ILMIAH
Dalam rangka penyusunan karya tulis/ilmiah yang baik, diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
A. Pemilihan Topik
Dalam pemilihan topik, Keraf menyatakan, penyusun karya ilmiah lebih bak menulis
sesuatu yang menarik perhatian dengan pokok persoalan yang benar-benar diketahui.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan:
1. Topik yang dipilih berada disekitar kita, baik disekitar pengalaman kita maupun
pengetahuan yang kita kuasai.
2. Topik yang dipilih hendaknya yang paling menarik perhatian kita.
3. Topik yang dipilih terpusat pada suatu segi lingkup yang sempit dan terbatas. Hindari
pokok masalah yang menyeret anda pada pengumpulan informasi yang beraneka
ragam.
4. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif. Hindari topik yang bersifat
subyektif, seperti kesenanganatau angan-angan anda.
5. Topik yang dipilih harus anda ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya walaupun serba
sedikit. Artinya topik yang dipilih jangan hal baru bagi anda.
6. Topik yang dipilih harus memilih sumber acuan, memiliki bahasa kepustakaan yang
akan memberikan informasi tentang pokok masalah yang akan ditulis. Sumber
kepustakaan dapat berupa buku, majalah, surat kabar, brosur, surat keputusan, situs
web atau undang-undang.
Institusi Diklat
Pelat.Teknis Penjenjangan
Prajabatan
PIM
VIII. REFERENSI
1. Arifin, Zaenal, E., 2006, Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah, PT Grasindo, Jakarta.
2. Hariwijaya dan Triton P.B., 2007, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis, Oryza, Yogyakarta.
3. Hariwijaya, M., 2006, Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah, Citra Pustaka,
Yogyakarta.
4. Imron Rosidi, 2005, Ayo, Senang Menulis Karya Tulis Ilmiah, Media Pustaka, Jakarta.
5. Pusdiklat, 2001, Kumpulan Makalah Fasilitatoran Karya Tulis Ilmiah, Jakarta.
6. Sujana, Nana, 2001, Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah, Sinar Baru Algensindo,
Bandung
IX. LAMPIRAN
1. Panduan Diskusi Kelompok
2. Kiat-kiat penulisan KTI
MATERI INTI 6
PENYUSUNAN PETUNJUK TEKNIS
PERAWATAN GIGI DAN MULUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Perawat gigi merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
keperawatan gigi diberbagai pelayanan, sebagaimana tenaga kesehatan lainnya. Oleh
karena itu pelayanan keperawatan gigi merupakanbagian integral dari pelayanan
kesehatan. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kesehatan,
perawat gigi dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada
masyarakat. Upaya untuk meningkatkan kompetensi dapat dilakukan dengan berbagai
strategi, selain melalui pendidikan perawat gigi ke jenjang yang lebih tinggi, juga dapat
dilakukan dengan mengadakan pelatihan - pelatihan dan salah satunya adalah pelatihan
jabatan fungsional.
Sesuai dengan Permenpan no 23 tahun 2014, bahwa jabatan fungsional perawat gigi terdiri
dari trampil dan ahli, kenaikan jabatan dan pangkat bagi pemangku jabatan fungsional
ditentukan oleh jumlah kumulatif angka kredit yang dapat dikumpulkan.
Butir kegiatan yang nilai angka kreditnya tinggi adalah pengembangan profesi yang meliputi
penulisan KTI, penerjemahan dan penyusunan pedoman/Juklak/Juknis.
Penyusunan pedoman/juklak dan juknis ini penting karena peraturan-peraturan dalam SK
Menkes RI dan Permenkes RI masih sangat umum, sehingga perlu dibuat aturan, patokan
dan indikator kinerja yang lebih rinci. Peraturan – peraturan tersebut perlu di jabarkan
dalam bahasa operasional berupa pedoman, juklak dan juknis sebagai acuan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Dalam Modul ini focus bahasan mengenai Juknis, namun demikian pedoman dan juklak
akan dibahas sebagai pengantar karena juknis merupakan uraian yang lebih detail dari suatu
kegiatan dari juklak dan pedoman, disajikan secara sistematis, yang dimulai dari pengertian
pedoman, juklak dan juknis kemudian secara khusus akan diuraikan mengenai penyusunan
juknis itu sendiri.
IV. METODE
1. Ceramah
2. Brainstorming
3. Tanya jawab
4. Kerja kelompok
Langkah 4. Penugasan
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok
2. Setiap kelompok diminta untuk menyusun 1 (satu) petunjuk teknis atau SPO yang
diperlukan di unit kerjanya masing-masing.
3. Hasil diskusi penyusunan di tuangkan dalam power point dan mempresentasikannya
didepan kelas.
4. Fasilitator memberikan umpan balik dan masukkan terhadap masalah-masalah dalam
diskusi terkait penyusunan petunjuk teknis atau SPO.
5. Fasilitator mengarahkan hasil diskusi agar lebih focus sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Langkah 5. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah Pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi
yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan.
Pokok bahasan 1.
PENGERTIAN DAN PERBEDAAN PEDOMAN, JUKLAK DAN JUKNIS
Dalam tatalaksana organisasi kementerian, diperlukan peraturan – peraturan Kementerian
yang mengatur seluruh proses pelaksanaan kegiatan. Untuk dapat terlaksana Peraturan –
peraturan, perlu di buat pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
Perawat gigi sebagai pemangku jabatan fungsional mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk selalu mengembangkan dirinya, dan salah satu pengembangan diri dapat dilakukan
melalui menulis karya tulis ilmiah. Penyusunan pedoman, juklak dan juknis merupakan karya
tulis ilmiah dengan angka kredit yang tinggi yaitu 2 AK. oleh karena itu pemangku jabfung
perawat gigi perlu memotivasi dirinya untuk menulis atau terlibat dalam penyusunan
pedoman, juklak dan juknis.
Perawat gigi mempunyai tugas utama untuk melakukan kegiatan pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut. Pelayanan dan asuhan keperawatan gigi diberikan dalam
berbagai tatanan pelayan kesehatan baik primer, sekunder maupun tertier.
Sebagai profesi perawat gigi melakukan kegiatan pelayanan ini secara professional yaitu
berdasarkan kebutuhn pasien, mengacu pada standard dan etika profesi.
Dalam pelaksanaan perangkat kerja organisasi yang baik kita membutuhkan aturan
pelaksanaan kegiatan pelayanan berupa dokumen yang dirumuskan secara formal dan
mempunyai dasar hukum yang kuat, dapat merumuskan dan menetapkan acuan kerja bagi
seluruh komponen yang terkait, saling berkoordinasi, bekerjasama, melaksanakan peran
dan tugasnya yang diatur dalam dokumen, sehingga tujuan kegiatan dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Dalam menyangkut teknis medis, pelaksanaan aturan menjadi lebih
kompleks, oleh karena itu aturan yang dibuat harus dapat menggambarkan secara rinci
SIADIBA (siapa, melakukan apa, dimana , kapan, siapa bertanggung jawab ?) dan bagaimana
pelaksanaannya, menentukan dan menetapkan komponen in put, proses, out put dan
outcome sebagai dampak terhadap pelayanan.
A. Pengertian pedoman
Dalam kamus bahasa Indonesia pedoman di definisikan sebagai kumpulan yang memberi
arah bagaimna sesuatu harus dilakukan. Pedoman merupakan kumpulan ketentuan
dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dijalankan. Pedoman adalah hal-hal
pokok yang menjadi dasar untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu kegiatan.
Buku pedoman buku yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan sesuatu.
Pelayanan keperawatan Menurut Tomey 1994, adalah bentuk pelayanan professional
mencakup pelayanan fisiologis, psikologis, social, spiritual dan cultural yang diberikan
kepada klien karena ketidak tahuan, ketidak mauan, ketidak mampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya yang tidak optimal, focus pelayanan keperawatan
adalah respon pasien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan.
Pedoman pelayanan keperawatan, adalah sebagai pernyataan yang dibuat secara
sistimatis untuk membantu para praktisi dan pasien memutuskan tentang pelayanan
kesehatan yang tepat sekitar klinik tertentu.
Pedoman pelayanan keperawatan ini adalah dokumen yang berfungsi sebagai acuan
dalam melaksanakan pelayanan keperawatan. Dalam SK Menteri Kesehatan RI
No.19/Menkes /SK / I / 2002 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Administrator
Kesehatan disebutkan bahwa menyusun pedoman pelaksanaan kebijakan adalah proses
penyusunan dokumen yang menjelaskan tentang sistem kerja pelaksanaan program
program kesehatan dalam rangka pencapaian tujuan dan tugas pokok suatu unit
organisasi kesehatan
Dari penyataan tersebut bahwa substansi material buku pedoman adalah uraian tentang
sistem kerja pelaksanaan program program kesehatan.
Jadi bila pada bidang pelayanan keperawatan gigi, buku pedoman pelayanan
keperawatan gigi merupakan dokumen yang menjelaskan tentang pelaksanaan system
pelayanan keperawatan gigi dalam rangka pencapaian dan tugas pokok suatu organisasi
kesehatan khususnya kesehatan gigi.
Dalam kementerian kesehatan , SK Menteri Kesehatan dan SK Permenkes yang berisi
peraturan mengenai pelayanan, dalam pelaksanaan peraturan tersebut harus dibuat
pedoman yang mengatur ketentuan dan disusun lebih rinci, berisi ketentuan bagaimana
cara melaksanakan (standar proses ) klausul yang terdapat dalam peraturan dan apa
hasil yang diharapkan (standar out put dan out came).
B. Pengertian petunjuk pelaksanaan
Petunjuk pelaksanaan berasal dari dua suku kata, yaitu petunjuk yang artinya sesuatu
(tanda,syarat) untuk menunjukkan atau ketentuan yang member arah atau bimbingan
bagaiman sesuatu itu harus dilaksanakan. Comtoh: lampu-lampu dilapangan itu dipakai
sebagai petunjuk pesawat terbang yang akan mendarat pada malam hari. ( Kamus
umum bahasa indonesia, WJS Purwadarminta ). Dari contoh tersebut memberikan
makna bahwa tanda, syarat atau alat yang di informasikan “petunjuk” menjadi lebih
spesifik dibandingkan dengan pedoman. Sedangkan pelaksanaan adalah proses, cara
bagaimana sesuatu itu dilaksanakan .
Petunjuk Pelaksanaan, mengandung arti bahwa ketentuan yang patut dituruti dalam
melaksanakan sesuatu. Ketentuan disini maksudnya adalah sesuatu yang telah
ditetapkan atau ditentukan organisasi.
Dengan demikian petunjuk pelaksanaan ini merupakan perangkat kerja organisasi dalam
bidang kegiatan dan administrasi yang di jadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan di kementerian kesehatan.
Petunjuk Pelaksanaan ini sifatnya lebih deteil dibanding pedoman , karena disamping
menguraikan ketentuan umum seperti pengertian jargon / istilah, tugas-tugas masing-
masing fihak tetapi juga menyertakan secara lengkap instrumen berupa formulir yang
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. Contohnya Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya.(Keptusan Bersama Menteri Kesehatan dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor:733/MENKES/SKB/VI/2002 dan nomo 10 tahun
2002)
C. Pengertian petunjuk teknis
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa petunjuk adalah sesuatu (tanda,syarat) yang
dijadikan untuk menunjukkan atau ketentuan yang member arah atau bimbingan
bagaiman sesuatu itu harus dilaksanakan sehingga apa yang menjadi tujuan dapat
tercapai. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisiensi perlu
diperhatikan bagaimana proses kegiatan itu berlangsung. Disini diperlukan petunjuk
teknis operasional yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan secara lebih
detail.
Jadi petunjuk teknis merupakan perangkat kerja bidang persyaratan proses / standar
prosedur yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di Kementerian
Kesehatan. Setiap butir kegiatan dalam pedoman yang menyangkut hal-hal teknis medis
dan operasional diatur secara rinci didalam petunjuk teknis. Petunjuk teknis berisi selain
ketentuan umum, cara pelaksanaan dan persyaratan dilaksanakannya kegiatan dan apa
Pokok Bahasan 2.
PENYUSUNAN JUKNIS
Didalam Permenpan dan Reformasi Birorasi no 21 tahun 2014, penulisan petunjuk teknis
termasuk kedalam pengembangan profesi dengan nilai angka kredit yang tinggi. Oleh
karena itu penulisan petunjuk teknis ini merupakan tantangan bagi pemangku jabatan
fungsional agar dapat memenuhi kebutuhan angka kredit dan kenaikan jabatan. Oleh
karena itu seorang pemangku jabatan fungsional harus mengetahui bagaimana cara
menyusun petunjuk teknis dengan baik.
A. Sistimatika penulisan
Petunjuk teknis merupakan rincian pelaksanan operasional dari pedoman sehingga
didalam penulisannya harus mengacu pada pedoman bidang kesehatan. Butir-butir
kegiatan didalam pedoman menjadi dasar dalam merumuskan prosedur tindakan medis
dan operasionalnya yang menjadi program-program kesehatan.
Secara garis besar isinya dituangkan dengan susunan sebagai berikut :
SAMBUTAN
KATA PENGANTAR
I. Pendahuluan
1. Latar belakang
2. Tujuan
3. Definisi operasional
II. Kebijakan tentang muatan petunjuk teknis
1. Kebijakan teknis dalam SK Menkes RI
2. Kebijakan dalam pedoman
III. Petunjuk teknis dan medis pelaksanaan kegiatan
1. Cara pelaksanaan
2. Standar Pelaksanaan
IV. Sistem jejaring dan informasi
1. Peran unit-unit terkait
2. Pencatatan dan pelaporan
B. Bahasa dan gaya bahasa dalam penulisan
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia (dr.Grys Kerap, 1980). Bahasa yang disampaikan
melalui tulisan dalam bentuk kalimat menjelaskan pikiran dan perasaan penulis dengan
bahasa formal.
Dalam penulisan ptumjuk teknis, agar ide, maksud dan tujuan dapat dipahami oleh
pembaca, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. Gunakan bahasa Indonesia dengan baik (ejaan yang disempurnakan).
2. Susun kalimat efektif, sehingga mudah difahami dan dimengerti pembaca.
3. Gunakan bahasa degan kalimat aktif, bukan kalimat pasib.
4. Ungkapan dalam kalimat harus jelas sehingga tidak meimbulkan salah tapsir.
C. Langkah-langkah penyusunan
Langkah – langkah penyusunan petunjuk teknis dilakukan sebagai berikut :
1. Dapatkan buku pedoman pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan juklak yang
anda akan susun, kemudian telaah seluruh kegiatan medis dan teknis operasional
berupa pernyataan yang tertuang didalamnya yang akan menjadi materi petunjuk
teknis. Selanjutnya masukkan dalam Bab II “Kebijakan tentang muatan petunjuk
teknis “
2. Catat penyataan “ muatan materi juklak “ dalam buku juknis yang berupa kegiatan
medis dan teknis operasional .
3. Temukan dan kumpulkan acuan atau notelensi dan kesepakatan / komitmen pakar
tentang bagaimana cara pelaksanaan ( proses persiapan, proses pelaksanaan ),
persyaratan-persyaratan untuk melaksanakan kegiatan ( standar input ), dan
perolehan, harapan, dampak positif pelaksanaan kegiatan ( standar proses,
standar output / cakupan ( kinerja ), standar out come / dampak kesehatan, standar
benefit / dampak kesejahteraan ) yang terkait dengan seluruh kegiatan medis dan
teknis operasional, sehingga seluruh item kegiatan tersebut dapat dijadikan acuan
rinci untuk tujuan efektifitas.
4. Acuan atau notelensi dan kesepakatan / komitmen pakar tersebut 3) ditulis secara
cermat dalam bab III “Petunjuk teknis medis pelaksanaan.
5. Bab IV ” Sistem jejaring dan informasi ”, diuraikan peran unit-unit terkait secara
rinci, yakni unit – unit organisasi yang bertindak selaku penanggung jawab,
supervisor dan pelaksana kegiatan baik secara lintas program maupun secara lintas
sektor, kemudian hendaknya juga diuraikan secara deteil tentang ke-pertanggung
jawaban, ke-supervisoran dan kepelaksanaan kegiatan bidang teknis medis dan
teknis operasional secara terbuka ( lisan, tulisan & elektonik ) dengan dilengkapi
instrumen yang diperlukan seperti ; formulir-formulir dan check list serta cara
pengisiannya.
Selanjutnya diuraikan secara rinci bagaimana cara pencatatan dan pelaporan yang
merupakan tugas dan kewajiban unit – unit organisasi yang terlibat dalam
pencacatan dan termasuk dengan kelengkapan instrumen pencacatan, misalnya ;
formulir-formulir dan check list serta cara pengisiannya .
6. Bab I. Pendahuluan
Yang terakhir, uraikan pendahuluan, yakni meliputi minimal tentang latarbelakang
dan sistematika. Membahas latar belakang berarti menguraikan peraturan per
undang-undangan yang mendasari kegiatan penyusunan pedoman dan tujuan
penyusunan pedoman. Sedangkan sistematika menguraikan tentang apa-apa yang
diuraikan dalam buku juklak.
7. Bab VI “ Penutup “
Uraian ucapan terimakasih telah berhasil diterbitkannya buku juknis kepada seluruh
fihak yang terlibat dalam penyusunan buku juknis.
8. Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah susunan dokumen resmi yang dijadikan acuan dalam
menyusun juknis. Dokumen resmi tersebut hendaknya digunakan dari sumber yang
berkompeten dari terbitan yang terakhir (aktual) sesuai dengan perkembangan
IPTEK.
D. Standar Prosedur Operasional (SPO)
Standar prosedur operasional (SPO) adalah ketentuan yang disepakati mengenai
langkah-langkah dalam melakukan suatu kegiatan/ tindakan tertentu. Depkes RI 2004
dalam modul pelatihan manajemen kinerja perawat dan bidan 2006 mengatakan bahwa
SPO adalah suatu perangkat instruksi atau langkah langkah kegiatan yang dibakukan
untuk memenuhi kebutuhan klien, sementara KARS (2000) dalam modul yang sama
mengatakan bahwa SPO merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan harus
dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.
2. Fungsi SPO
a. Memperkuat tugas petugas atau tim
b. Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan
c. Mengetahui dengan jelas adanya hambatan – hambatan
d. Mengarahkan perawat untuk disiplin dalam bekerja
e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.
3. Penulisan SPO
a. SPO ditulis cukup detail sehingga orang yang tidak/belum berpengalaman
dengan prosedur, tapi dengan pengetahuan dasar yang dimiliki dapat berhasil
melakukan prosedur tersebut tanpa di supervisi
b. SPO ditulis dengan tepat, langkah demi langkah secara berurutan.
c. Kalimat pendek dan sederhana (simple), informasi jelas dan eksplisit
d. Prosedur (kegiatan) ditulis dalam format dengan jelas menggambarkan langkah-
langkah yang dilakukan mulai dari awal hingga akhir (selesainya) suatu kegiatan
yang ditandai dengan dicapainya tujuan aktivitas (out put), lebih baik
menggunakan flow chart.
e. SPO disusun dengan memakai ketentuan berikut :
1) Memakai kertas ukuran legal atau disesuaikan dengan logo Bakti Husada di
sudut kiri atas.
2) Bentuk penulisan landscape atau disesuaikan.
3) Jenis huruf arial, dengan ukuran 11 atau disesuaikan.
JUDUL SPO
TUJUAN
KEBIJAKAN
PROSEDUR
UNIT TERKAIT
Pengkajian
kebutuhan SPO
Pengembang
-an SPO
Evaluasi
SPO
Monitoring Penerapan
SPO
b. Pengkajian kebutuhan
Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana organsasi membutuhkan pengembangan
SPO. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun SOP adalah
mempertimbangkan factor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan SOP. Faktor – faktor internal yang mempengaruhi SPO: meliputi
komposisi unit kerja, jumlah SDM, jumlah jenis pelayanan, sumber daya yang
dibutuhkan, tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan dan sarana & prasarana
lainnya. Sedangkan factor –faktor eksternal yang dapat mempengaruhi SPO adalah
tuntutan dan keinginan pelanggan, hubungan organisasi dengan organisasi lain dan
kebijakan atau peraturan – perauran.
Kegiatan meliputi:
a. Menyusun rencana kegiatan pengkajian kebutuhan
b. Melaksanakan pengkajian kebutuhan
c. Identifikasi SPO yang mau dikembagkan
d. Dokumentasikan kegiatan pengkajian kebutuhan SPO
Contoh Formulir Identifikasi SPO berdasarkan Tugas dan Fungsi (draft SOP Hukor, 2011)
c. Pengembangan SPO
1) Mengumpulkan informasi dan identifikasi kebutuhan yang diperlukan terkait
SPO yang ingin disusun
2) Menyusun draft SPO (out line, step & sub step)
3) Rujukan dan ahli (konsultasi)
4) Draft SPO di edit
5) Draft SPO di ketik dan didistribusikan untuk di kkoreksi/kaji dalam waktu
terbatas untuk umpan balik.
6) Draft SPO yang dikembalikan, digunakan untuk revisi SPO.
7) Manuskrip/naskah revisi di kirim pada manajemen untuk persetujuan.
8) Bila sudah mendapat persetujuan SPO dicetak.
d. Penerapan SPO
1) Rencana penerapan
2) Distribusi SPO
3) Inservice training SPO pada semua personil staf.
e. Monitoring dan Evaluasi SPO
1) Monitoring selama pelaksanaan SPO
2) Evaluasi pelaksanaan SPO dalam periode tertentu.
3) Kaji kebijakan dan SPO untuk memastikan SPO tetap terkini dan dapat
dilaksanakan, , bila perlu revisi untuk memperbaharui SPO.
VIII. KESIMPULAN
Peraturan-peraturan dalam SK Menkes RI dan Permenkes RI bersifat sangat umum, belum
operasional sehingga banyak peraturan yangdibuat tidak dapat dilaksanakan, oleh karena
itu aturan, patokan dan rincian kinerja perlu dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan
kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Petunjuk teknis merupakan rincian
pelaksanan operasional dari pedoman dan bagian dalam pengembangan profesi bagi
pemangku jabatan fungsional sehingga penulisannya harus mengacu pada penulisan karya
ilmiah dengan memperhatikan sistimatika penulisan , bahasa dan gaya bahasa penulisan.
Petunjuk teknis ini penting sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan, oleh karena itu
dalam penyusunannya haarus melibatkan para ahli dibidangnya dan mengumpulkan banyak
referensi sebagai rujukan. Standar prosedur operasional merupakan suatu perangkat
instruksi atau langkah langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan klien.
SPO pada setiap jenis tindakan ini penting untuk efisiensi dan efektifitas serta menghindari
terjadinya kelalaian. Mekanisme penyusunan SPO dimulai dari melakukan identfikasi
kebutuhan kegiatan/ tindakan medis apa yang memerlukan atau yang belum ada sponya,
pengambangan SPO. Pelaksanaan SPO, moitoring dan evaluasi SPO secara terus menerus.
IX. REFERENSI
1. Depkes RI tahun 2007. Peraturan – peraturan Jabfung Perawat
2. Loka karya “ Manajemen Bidang Keperawatan”, PPKC, mei 2000.
3. Pusdiklat Kesehatan Bekerjasama dengan Dit. Bina Pelayanan Keperawatan, 2006.
Modul Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan: Standar dan Standar Prosedur
Operasional. Departemen Kesehatan, Jakarta.
4. Lintang Suharto Rivai.2009. Rambu – Rambu Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Widyaiswara.
Buku Ilmiah Populer, Bogor.
5. Keraf. Goryes, DR 1980. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Nusa Indah
Yayasan Kansius, Percetakan Arnoldus, Endah-Flores.
6. EPA. 2007. Guidance for Preparing Standar Operating Procedure. QA/G-6
7. Naskah Modul Pedoman, Juklak dan Juknis Jabfung Adminkes, 2014. Alam Harahap.
MATERI INTI 7
TEKNOLOGI TEPAT GUNA BIDANG KEPERAWATAN GIGI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan asuhan keperawatan gigi adalah suatu pendekatan asuhan keperawatan gigi
yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut serta meningkatkan
derajat kesehatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dilakukan
secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu.
Dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gigi terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan, para perawat gigi membutuhkan sarana dan prasarana penunjang dalam
melaksanakan tugasnya. Sarana prasarana tersebut bisa berupa alat kesehatan, bahan
medis habis pakai atau sistem komputerisasi yang keseluruhannya sangat berkaitan
dengan teknologi. Alat-alat kesehatan gigi yang sekarang ini digunakan banyak yang
mempergunakan teknologi modern dan canggih yang tentunya memerlukan skill khusus
dalam mempergunakannya dan perlu perawatan berkala agar tetap terpelihara dengan
baik.
Dengan semakin meningkatnya animo masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gigi,
dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perawat gigi
dituntut juga untuk terus belajar dan memperdalam pemahaman tentang teknologi tepat
guna dibidang keperawatan gigi sehingga akhirnya dapat juga membuat atau menciptakan
berbagai inovasi-inovasi berbagai produk yang mempergunakan teknologi tepat guna
dibidang keperawatan gigi.
Dalam modul ini akan dibahas tentang pengertian, tujuan, manfaat, ciri-ciri dan kriteria dari
teknologi tepat guna, sampai beberapa contoh-contoh teknologi tepat guna baik dari
bidang kesehatan gigi maupun dari bidang lain. Selain itu akan dibahas juga tentang
tahapan dan langkah pengembangan teknologi tepat guna, sehingga pada akhirnya
perawat gigi kategori keahlian mampu untuk menyusun konsep/skema teknologi tepat
guna bidang keperawatan gigi yang nantinya akan dapat diaplikasikan dalam pelayanan
keperawatan gigi dan mulut pada masyarakat.
Pokok Bahasan 2. Pengembangan teknologi tepat guna bidang keperawatan gigi dan mulut
Sub pokok bahasan :
a. Teknologi kesehatan
b. Tahapan-tahapan pengembangan teknologi kesehatan
c. Langkah-langkah penerapan teknologi tepat guna
IV. METODE
1. Curah pendapat
2. CTJ
3. Diskusi kelompok menyusun rancangan teknologi tepat guna
2. Pokok bahasan yang disampaikan dimulai dari materi tentang teknologi tepat guna dan
selanjutnya tentang pengembangan teknologi tepat guna bidang keperawatan gigi dan
mulut
3. Materi disampaikan dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab, serta
latihan menyusun konsep/ skema tentang teknologi tepat guna bidang keperawatan
gigi, yang dapat memberikan manfaat bagi pelayanan keperawatan gigi.
Langkah 3. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk menyusun
konsep/ skema tentang teknologi tepat guna bidang keperawatan gigi, yang dapat
memberikan manfaat bagi pelayanan keperawatan gigi
2. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan tanggapan.
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan gigi masyarakat. Contoh untuk
bidang kesehatan/ keperawatan gigi diantaranya adalah:
a. Alat peraga dan media kesehatan gigi
Dalam melakukan tindakan promotif dan preventif kesehatan/keperawatan gigi
diperlukan media sebagai alat bantu untuk memudahkan menyampaikan pesan
kepada pasien/ masyarakat. Alat peraga yang termasuk dalam teknologi tepat
guna diantaranya adalah:
Phantoom gigi, untuk memperagakan cara menggosok gigi yang baik dan
benar
Model gigi, untuk menggambarkan kondisi gigi dan jaringan penyangganya
serta dapat pula menggambarkan kondisi gigi yang mengalami penyakit
b. Disclosing
Disclosing adalah suatu cairan khusus yang berwarna merah yang digunakan
untuk membantu melihat plak dan kotoran gigi lainnya yang menempel pada
gigi, dimana plak dan kotoran gigi inilah yang harus dibersihan pada waktu
proses menyikat gigi.
c. Alat dan bahan pengukuran konsistensi dan PH Saliva
Pengukuran PH saliva adalah untuk untuk mengetahui keadaan/ kategori asam
dalam saliva. Kondisi keasaman dalam saliva nantinya akan mempengaruhi
resiko terjadinya karies gigi. Salah satu alat sederhana yang dapat digunakan
untuk mengukur PH Saliva adalah adalah Kertas Lakmus.
d. Aplikasi simulator Resiko Karies “Donut Irene”
Aplikasi ini dimaksudkan untuk menyadarkan orang tua murid atau murid
tentang factor risiko karies dan memberikan menu tentang cara mengatasi
penyakit karies. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat memberdayakan
masyarakat untuk mandiri dalam memeliharan kesehatan giginya.
e. Bahan untuk Terapi Remineralisasi
Terapi remineralisasi adalah suatu tindakan dengan memberikan sediaan
calciumphosphate khusus agar terjadi proses kembalinya calcium dan
phosphate ke dalam email gigi yang mengalami demineralisasi, yaitu hilangnya
mineral gigi dalam proses karies pada gigi. Dengan terapi remineralisasi proses
karies dapat dihentikan bahkan dikembalikan seperti semula (disembuhkan).
Bahan sediaan untuk terapi remineralisasi adalah:
CPPACP (Casein PhosphoPeptide-Amorphous Calcium Phosphate
nanocomplexes) CPP-ACP (RecaldentTM) produk paten dari Australia.
GC Tooth-mousse (tut-mus) dalam bentuk krem (dipasarkan di Indonesia
terbatas kepada tenaga kesehatan)
Pokok Bahasan 2
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA BIDANG KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT
Menurut UU RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan yang tercantum dalam pasal 42
dinyatakan bahwa :
Ayat 1. Teknologi dan produk teknologi kesehatan diadakan diteliti, diedarkan dan
dikembangkan dan dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat.
Ayat 2. Teknologi kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mencakup segala
metode dan yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya
penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil
komplikasi dan memulihkan kesehatan setelah sakit.
A. Teknologi Kesehatan
Teknologi kesehatan dibagi dalam 5 kelompok sebagai berikut : (1) Obat-obat;
meliputi : bahan-bahan kimia dan subtansi biologis yang dipakai untuk dimakan,
diinjeksikan ke tubuh manusia untuk kepentingan medis; (2) alat-alat (device) meliputi
: alat-alat khusus untuk tujuan : diagnostik, terapi; (3) prosedur bedah dan medis atau
kombinasinya yang sering kali sangat komplek; (4) sistem penunjang atau support
system : adalah teknologi yang digunakan untuk memberikan pelayanan medis di
rumah sakit.; (5) system organisasional, adalah teknologi yang digunakan untuk
menjamin penyampaian pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
B. Tahapan-Tahapan Pengembangan Teknologi Kesehatan
Pengembangan mempunyai makna proses, cara mengembangkan agar menjadi maju,
baik atau sempurna. Pengembangan teknologi kesehatan dapat dibedakan dalam 4
tahapan : (1) inovasi; (2) pengembangan; (3) difusi atau disiminasi; (4) evaluasi.
1. Inovasi
Kata inovasi yang digunakan disini menunjukkan kepada kreasi baru alat atau
teknik atau kombinasi alat yang lama menjadi konfigurasi yang baru atau untuk
aplikasi yang baru. Inovasi memunculkan kebaruan (novelty) dalam pengetahuan
ilmu kesehatan/kedokteran,. Kebanyakan inovasi adalah sebagai hasil dari
banyaknya kemajuan-kemajuan yang kecil yang secara individual mungkin tidak
berarti tetapi mempunyai efek yang kumulatif. Teknologi yang baru jarang
berkembang dalam satu langkah saja. Modikasi dan pengembangan teknologi
merupakan proses yang berjalan berkesinambungan. Ada tujuh tahap dalam
inovasi medis sebagai berikut : (1) laporan pendahuluan yang menjanjikan
berdasarkan evikasi, inovasi medis terhadap beberapa kasus tanpa kontrol; (2)
pemakaian atau public pihak ketiga); (4) laporan observasional dan prosedur
standar; (5) uji kendali acak (randomize control trial); (6) pengaduan oleh
profesional; (7) teknologi mengalami kehilangan kepercayaannya dan erosi.
2. Proses pengembangan teknologi
Proses pengembangan teknologi dibedakan menjadi : (1) teknologi bakalan
(emerging technology) adalah teknologi yang sedang diterapkan dalam taraf
pengembangan di laboratorium inkubator atau sedang dalam uji coba
laboratorium; (2) teknologi baru (new technology). Teknologi baru secara
fundamental berbeda dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya. Teknologi
ini biasanya menunjukkan perbaikan dalam diagnosis dan ketepatan diagnosis,
demikian juga memberikan teknologi terapi yang baru. Contoh teknologi
diagnostik baru : Multislices CT (Computerized Tomograph ) Scan lebih baik bila
dibandingkan dengan CT scan tipe lama. Teknologi terapi baru : intervensi
endovaskuler, transplantasi organ, organ buatan (Artifisial Organ), katup jantung
prostetik. (3) teknologi masa kini (current technology, establish technology)
adalah teknologi yang sudah biasa dikenal, contohnya : MRI (Magnetic Resonance
Imaging). (4) teknologi masa depan (future technology) seperti : sistem
mikroelektro mekanik, robotik untuk membantu pembedahan sebagai
pengembangan dari kombinasi Ilmu Fisika, Tehnik dan Ilmu Informasi, Nano
tehnologi, Rekayasa Genetik dan sebagainya.
3. Difusi teknologi
Difusi teknologi adalah suatu proses dimana teknologi memasuki dan menjadi
bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Fase ini mengikuti tahap riset dan
pengembangan dan mungkin juga tidak mengikuti uji klinik yang teliti untuk
menunjukkan efikasi dan keselamatan pasien. Pada awal fase difusi biasanya
berjalan lambat, hal ini menunjukkan kehati-hatian dari sebagian pengguna
walaupun boleh jadi juga menunjukkan masalah komunikasi informasi tentang
inovasi yang sudah dikembangkan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa difusi ini dipengaruhi oleh pembuat keputusan dan kendala-
kendala yang dihadapi oleh perorangan terhadap keputusan untuk penggunaan
teknologi tersebut. Untuk rumah sakit biasanya terkendala dengan keterbatasan
anggaran atau kendala dalam penggunaannya.
4. Evaluasi
Evaluasi teknologi kesehatan menyangkut beberapa faktor, diantaranya : (a)
potensi terapi, (b) kemampuan diagnosis dan skrining, (c) efektivitas di
masyarakat, (d) kepatuhan pasien dan (e) cakupannya.
a. Potensi untuk terapi.
Evaluasi teknologi kesehatan hendaknya dikaitkan dengan kemampuan
teknologi baru itu untuk meningkatkan derajat kesehatan secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam hal ini yang perlu dipertanyakan adalah
apakah teknologi terapi yang baru itu lebih bermanfaat dibandingkan
dengan kerugian terhadap pasien yang diagnosanya tepat, diobati dengan
tepat dan taat pada rekomendasi pengobatan tersebut.
b. Kemampuan untuk diagnosis dan skrining.
Teknologi untuk diagnosis dan skrining kemungkinan merupakan area yang
tumbuh paling cepat dalam teknologi kesehatan, misalnya pengembangan
dalam CT Scan dan MRI. Biasanya teknologi untuk diagnosis dan skrining
dikaitkan dengan kemanfaatan terapi dan untuk meningkatkan perbaikan
hasil akhir (outcome).
c. Efektivitas di masyarakat
Untuk menentukan efektivitas teknologi di masyarakat perlu dilibatkan
penilaian terhadap besarnya peningkatan derajat kesehatan yang dapat
diharapkan sebagai akibat aplikasi dari teknologi spesifik di dalam
masyarakat atau populasi yang terjangkau. Kepatuhan profesional
kesehatan merupakan salah satu komponen efektivitas penggunaan
teknologi di masyarakat di sini diperlukan informasi sejauh mana profesional
kesehatan tersebut mematuhi aplikasi teknologi yang diperlukan untuk
aplikasi diagnosa yang tepat dan teknologi manajemen (pencegahan,
penyembuhan paliatif dan rehabilitasi).
d. Evaluasi kepatuhan pasien
Seberapa jauh kepatuhan pasien terhadap penyedia pelayanan kesehatan
dalam hal rekomendasi dan terapi dapat dinilai tergantung dari jenis
teknologi yang secara substansial mempengaruhi besarnya manfaat yang
diperoleh darinya.
e. Evaluasi cakupan (Evaluation Coverage)
Cakupan disini diartikan sebagai seberapa jauh teknologi yang bermanfaat
diterapkan secara tepat terhadap semua pasien atau masyarakat yang
memperoleh manfaat darinya. Cakupan melukiskan apakah pasien secara
individual memerlukan atau tidak teknologi tersebut.
VIII. REFERENSI
1. Kasmer.2007.kewirausahaan .Jakarta:PT.Bumi Aksara
2. Ambarwati,Eny Retna. 2009.Asuhan Kebidanan Komunitas.Yogyakarta: Nuha Medika
3. Dra Suryana, 1996. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK : EGC, Jakarta
4. Syafruddin, dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Mahasiswa.
CV.Transinfo media : Jakarta
5. Jurnal Sosioteknologi Edisi 13 tahun 7, April 2008
htth://jirzizaidan.wordpress.com/kebidanan/
6. World Healt Assembeley XXI; “National and Global SURVEILENS of communicable
Disease”, Geneva: WHO, 1968
7. Besari, M.S. 2008 ; Teknologi di Nusantara, Jakarta : Salemba Teknika
8. Rifai, H.Tb.B. 1986. Perspektif dari Pembangunan Ilmu dan Teknologi. Jakarta : PT
Gramedia
IX. LAMPIRAN
Panduan Diskusi :
1. Peserta dibagi dalam kelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok menyusun satu konsep/ skema tentang teknologi tepat guna
bidang keperawatan gigi, yang dapat memberikan manfaat bagi pelayanan
keperawatan gigi, disertai gambar dan manfaatnya selama 30 menit
4. Kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lainnya memberi
tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.
MATERI INTI 8
PENGHITUNGAN ANGKA KREDIT DAN PENGAJUAN DUPAK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
No. 23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan Angka Kreditnya,
dinyatakan bahwa untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, setiap Perawat
Gigi wajib mencatat danmenginventarisir seluruh kegiatan yang dilakukan paling kurang 1
(satu) kali dalam setahun.Perawat Gigi yang dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya,
penilaian dan penetapan angka kredit dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir
kegiatan yang harus dicapai Perawat Gigi dalam rangka pembinaan karier.Daftar Usulan
Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah formulir yang berisi keterangan perorangan
Perawat Gigi dan butir kegiatan yang dinilai dan harus diisi oleh Perawat Gigi dalam rangka
penetapan angka kredit. Setelah DUPAK Perawat Gigi dilakukan pemeriksaan dan disetujui
oleh Tim Penilai, maka diterbitkanlah Penetapan Angka Kredit (PAK), yaitu suatu formulir
yang berisi keterangan perorangan Perawat Gigi dan satuan nilai dari hasil penilaian butir
kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang telah dicapai oleh Perawat Gigi
yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.
Melalui modul ini akan dijabarkan bagaimana tata cara pengajuan dan pengisian formulir
pengajuan angka kredit untuk perawat gigi kategori keahlian sehingga dapat
memudahkan para perawat gigi dalam melakukan pengajuan angka kredit dan DUPAK.
IV. METODE
1. Ceramah tanya jawab
2. Curah pendapat
3. Latihan menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK
Langkah 3. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk latihan
menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK
2. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 4. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator, kemudian kelompok yang lain memberikan
tanggapan.
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
B. Pengertian DUPAK
Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah formulir yang berisi
keterangan perorangan Perawat Gigi dan butir kegiatan yang dinilai dan harus diisi
oleh Perawat Gigi dalam rangka penetapan angka kredit.
E. Perhitungan dan Penetapan Angka Kredit dalam Jabatan Fungsional Perawat Gigi
1. Unsur Pendidikan
a. Bukti fisik yang dipergunakan sebagai dasar penilaian adalah:
1) Fotocopy ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; dan
2) Fotocopy STTPP/sertifikat kegiatan ilmiah.
b. Pemberian Angka Kredit
1) Pendidikan sekolah
Yang dimaksud pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diakui atau
diakreditasi oleh Kementerian yang membidangi pendidikan dan
kebudayaan, dan Kementerian Kesehatan yaitu:
Diploma III Keperawatan Gigi diberikan angka kredit sebesar 60
(enam puluh)
Diploma IV(D.IV) Keperawatan Gigi diberikan angka kredit sebesar
100 (seratus)
Strata 2 (S-2) Keperawatan Gigi diberikan angka kredit sebesar 150
(seratus limapuluh)
Perawat Gigi yang memperoleh Ijazah Diploma IV (D.IV) Strata 1 (S-1),
Strata 2 (S-2), dan Strata 3 (S-3) diluar bidang Keperawatan Gigi dan
Sarjana lainnya yang diakui oleh Kementerian yang membidangi
pendidikan dan kebudayaan diberikan angka kredit sebagai berikut:
Strata 3 (S-3) : diberikan angka kredit sebesar 15 (lima belas)
Strata 2 (S-2) : diberi angka kredit sebesar 10(sepuluh)
Diploma IV (D.IV) atau Strata 1 (S-1):diberi angka kredit sebesar 5
(lima)
Bagi lulusan luar negeri, maka ijazahnya akan bisa dinilai dalam Jabatan
Fungsional Perawat Gigi apabila lulusan tersebut telah mendapatkan
sertifikat pengakuan ijazah luar negeri dari kementerian yang
membidangi pendidikan tinggi. Nilai angka kredit setara dengan lulusan
dalam negeri.
Pokok Bahasan 2:
TATA CARA PENGAJUAN DUPAK
A. Kelengkapan Pengajuan Usul Penetapan Angka Kredit
Setiap Perawat Gigi berdasarkan hasil investigasi kegiatan yang dituangkan dalam
Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) wajib mengusulkan paling kurang satu
kali dalam satu tahun dengan melampirkan bukti-bukti sebagai berikut :
1. Salinan/fotokopi sah Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) tahun terakhir yang diketahui
atasan langsung (Apabila usul angka kredit telah mencapai kumulatif minimal yang
dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi) yang
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
2. Salinan/fotokopi sah surat keputusan kenaikan jabatan dan pangkat terakhir yang
diketahui atasan langsung.
3. Salinan/fotokopi sah surat keputusan terakhir tentang pengangkatan
pertama/pengangkatan kembali dalam jabatan Perawat Gigi yang diketahui atasan
langsung.
4. Salinan/fotokopi sah penetapan angka kredit (PAK) terakhir yang diketahui atasan
langsung.
5. Bukti fisik hasil pelaksanaan tugas sebagai Perawat Gigi dengan melampirkan surat
pernyataan sebagaimana contoh surat pernyataan pelaksanaan tugas.
6. Surat Penugasan dan Uraian Tugas
4. Pengajuan usul penetapan angka kredit harus telah sampai kepada pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit selambat-lambatnya:
a. Tanggal 15 Juni bagi Perawat Gigi yang akan naik jabatan/pangkat pada
periode Oktober tahun yang bersangkutan.
b. Tanggal 15 Desember bagi Perawat Gigi yang akan naik jabatan/pangkat pada
periode April tahun berikutnya.
Pokok Bahasan 3.
CARA PENGISIAN FORMULIR
A. Formulir DUPAK
Formulir DUPAK diisi oleh yang Perawat Gigi yang bersangkutan dan ditandatangani
oleh pimpinan unit kerja sebagai pejabat pengusul. Disamping lampiran yang
dipersyaratkan, perlu dilengkapi dengan bukti-bukti yang disyaratkan dari unsur yang
dinilai.Contoh formulir DUPAK dan cara pengisiannya sebagaimanatertera dalam
lampiran
1. Formulir Surat Pernyataan Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Formulir ini dibuat untuk dapat dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka
Kredit.
Dibuat rangkap tiga masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit
2. Unit Kerja yang bersangkutan
3. Pejabat Perawat Gigi yang bersangkutan
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir
2. Formulir Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pelayanan Asuhan Keperawatan
Gigi
Formulir ini dibuat setiap 6 bulan satu kali dalam bulan Juni dan
Desember.Formulir ini merupakan rekapitulasi jumlah prestasi kerja bulanan,
dibuat rangkap 3 (tiga) masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit.
2. Unit Kerja yang bersangkutan.
3. Pejabat Perawat Gigi yang bersangkutan.
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir
3. FormulirSurat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengembangan Profesi
Formulir ini dibuat untuk dapat dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka
Kredit.
Dibuat rangkap tiga masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit
2. Unit Kerja yang bersangkutan
3. Perawat Gigi yang bersangkutan
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir.
4. FormulirSurat Pernyataan Melakukan Kegiatan Penunjang Tugas Perawat Gigi
Formulir ini dibuat untuk dapat dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka
Kredit.
Dibuat rangkap tiga masing-masing untuk:
1. Dilampirkan pada Daftar Usul Penetapan Angka Kredit
2. Unit Kerja yang bersangkutan
3. Perawat Gigi yang bersangkutan
Contoh Formulir dan cara pengisiannya terlampir.
VIII. REFERENSI
1. Peraturan Menteri PAN-RB No. 23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi
dan Angka Kreditnya
2. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor: 4 Tahun 2015 dan Nomor: 5 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor.
23 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan Angka Kreditnya.
IX. LAMPIRAN
Panduan Latihan menghitung angka kredit dan mengajukan DUPAK :
1. Peserta dibagi dalam kelompok 6 yang terdiri dari 5 orang
2. Masing-masing kelompok memilih ketua, sekretaris dan penyaji
3. Masing-masing kelompok berlatih mengisi formulir pengajuan angka kredit dan
DUPAK dengan memilih butir kegiatan sesuai yang biasa dilakukan di tempat kerjanya
4. Kelompok mempresentasikanhasil diskusinya dan kelompok lainnya memberi
tanggapan
5. Fasilitator dan peserta bersama-sama membahas hasil diskusi
6. Fasilitator membuat kesimpulan hasil diskusi dan rangkuman pertanyaan peserta.
MATERI PENUNJANG 1
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Building learning commitment (BLC), merupakan aktifitas yang dilakukan untuk
mencairkan suasana agar proses pembelajaran selanjutnya dapat berlangsung secara
interaktif, baik antara peserta dengan fasilitator maupun antara peserta dengan peserta
lainnya. Hal ini menjadi penting karena peserta datang dengan latar belakang yang
berbeda baik dalam hal pendidikan, jabatan, agama,budaya dan social. Disamping itu tidak
semua peserta datang mengikuti pelatihan atas kemauannya senditi tetapi atas perintah
atasan sehingga mengikuti pelatihan merupakan siksaan bagi mereka.
Peserta dalam pelatihan umumnya adalah orang yang telah bekerja dan hampir semuanya
orang dewasa, sudah mempunyai pengetahuan baik dari pendidikan maupun pengalaman
praktik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan. Disamping itu pada orang dewasa
sudah memliki konsep yang diyakini kebenarannya dan akan dipertahankan sehingga
tidaklah mudah untuk menerima konsep atau pengetahuan baru dari luar. Oleh karena itu
dalam mengelola pelatihan pada orang dewasa diperlukan strategi khusus yang dapat
mendorong orag dewasa ini mencari tahu jawaban atas sesuatu yang selama ini menjadi
pertanyaannya. Keingin tahuannya inilah yang akan membuat orang dewasa mau dan
peduli terhadap informasi baru yang disampaikan kepada mereka.
IV. METODE
1. Brainstorming
2. Games
3. Diskusi kelompok.
Langkah 4. Penugasan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan meminta mereka untuk
merumuskan harapan dan strategi dalam mencapai harapan selama proses pelatihan
2. Tugas berikutnya diberikan pada kelompok untuk merumuskan norma dan nilai yang di
sepakati kelas berikut sanksi bila melanggar norma dan nilai-nilai tersebut.
3. Hasil diskusi dituliskan dalam plift chart atau bahan tayang.
Langkah 5. Presentasi
Langkah pembelajaran:
1. Masing – masing kelompok diminta untuk mempresentasikanhasil diskusi didepan
teman yang lain dan fasilitator
2. Fasilitator memberikan umpan balik dan mengarahkan hasil diskusi sesuai tujuan
pembelajaran.
Langkah 6. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator mengevaluasi bagaimana perasaan dan respon peserta setelah mengikuti
proses pembelajaran BLC.
2. Fasilitator merangkum dan menyimpulkan materi pembelajaran BLC
3. Fasilitator memberikan apresiaasi pada peserta, dan menutup proses pembelajaran
dengn mengucapkanterima kasih.
akan tetapi merupakan bagian kecil ataupun dapat disebutkan sebagai entry point dari
kedua proses tersebut. BLC dapat mendorong peserta untuk berani dan mampu
mengemukakan harapan harapan mereka dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai
nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses
pembelajaran. Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua
peserta untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta
mentaati norma yang dibangun berdasarkan pembauran nilai nilai yang dianut dan
disepakati.
B. Tujuan BLC
Sebagaimana disebutka diatas bahwa BLC, bukan team building dan juga bukan
dinamika kelompok, akan tetapi merupakan entry point dari keduanya. Melalui BLC
peserta didorong untuk berani mengungkapkan apa yang ada didalam perasaannya,
saling berinteraksi satu sama lain dan terbangunnya komitmen peserta untuk
berkontribusi aktif dalm proses pembelajaran.
C. Proses BLC
Proses BLC adalah proses melalui tahapan sebagaimana tahapan dalam proses
dinamika kelompok yaitu forming, storming, norming dan performing, tahapan ini di
integrasikan kedalam tahapan BLC yang dimulai dengan saling kenal antara peserta,
mengidentifikasi dan merumuskan harapan serta strategi mencapai harapan sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakaati bersama denga control kolektif apabila
dalam pelaksanaannya terjadi pelanggaran terhadap norma yang telah disepakati
tersebut.
MENGIDENTIFIKASI
MERUMUSKAN HARAPAN
PEMBENTUKAN NORMA
KELAS
KONTROL KOLEKTIF
Pokok Bahasan 2.
PERKENALAN / FORMING
Pada umumnya peserta latih yang mengikuti pelatihan berasal dari berbagai daerah
dengan latar belakang budaya yang berbeda, pendidikan dan pengalaman juga berbeda.
Disamping itu perasaan asing karena baru pertama kali datang ketempat pelatihan, takut
dan khawatir ketika bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal sebelumnya sehingga
menimbulkan rasa kecurigaan dan ketidak percayaan, kondisi ini sering menimbulkan
ketidaknyamanan. Melalui tahap ini peserta di stimulasi untuk saling berinteraksi satu
sama lain sehingga dapat menumbuhkan raca kepercayaan, ketenangan dan kenyamanan.
Tahap ini mendorong keaktifan anggota kelompok
Strategi perkenalan dilaksanakan dengan cara peserta dibagi dalam beberapa kelompok
tergantung besaran jumlah pesertanya. Peserta didalam kelompok tersebut melakukan
perkenalan sampai semuanya mampu menyebutkan nama peserta dalam kelompoknya.
Perkenalan selanjutnya dilakukan antar kelompok, setiap kelompok memperkenalkan
anggota kelompoknya kepada kelompok lainnya. . Proses perkenalan dapat dilaksanakan
dengan melalui permainan.
Pokok Bahasan 3.
PENCAIRAN (STORMING – PANCAROBA)
Pada fase ini anggota kelompok sudah mulai berpartisipasi dan saling berinteraksi satu
sama lainnya, tanpa disadari masing-masing anggota kelompok saling mendeteksi
kekuatan dan kelemahan anggota kelompok lainya. Masing – masing orang ingin selalu
didengar pendapat dan idea - ideanya tetapi tidak mau mendengar dan menerima
pendapat atau idea – idea orang lain, jadi semua menonjolkan keakuannya (ego), ada yang
menantang dan ada juga yang mengeksploitir anggota yang dipandangnya lemah, intinya
semua berupaya untuk saling mempengaruhi. . Pada kondisi ini kita dapat melihat
bagaimana sikap dan perilaku dari setiap individu dalam kelompok, siapa yang kuat, lemah,
mendominasi dan ada juga yang pandai menghimpun semua aspirasi dari kelompoknya
sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan diterima semua anggota kelompok. . Dari
konflik inilah timbul kesadaran bahwa sesungguhnya setiap individu memiliki kepribadian
yang unik, dan setiap iindividu dalam kelompok harus menerima dan menghargainya
sehingga tingkat efektifitas kelompok tinggi.
Pokok Bahasan 4.
HARAPAN MEMBANTU TERBENTUKNYA NORMA BARU (NORMING)
Norma, merupakan nilai yang diyakini suatu kelompok atau masyarakat, kemudian menjadi
kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari-hari
kelompok/masyarakat tersebut. . Norma dalam pelatihan adalah gagasan, kepercayaan
tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk
dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/fasilitator dan panitia)
Harapan, Adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam
pelatihan, harapan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang di
inginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Masing-masing peserta yang mengikuti
pelatihan mempunyai harapan yang berbeda satu dengan yang lainnya, namun demikian
harapan intinya adalah dapat mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang
didapatnya dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaannya. Oleh karena itu agar harapan
dapat tercapai, maka dalam menentukan harapan harus realistis dan rasional sehingga
kemungkinan untuk tercapainya harapan tersebut besar.
Harapan juga harus menimbulkan tantangan dan mendorong kerja kelompok untuk
mencapainya, dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai
akhir proses.
Strategi mencapai harapan dan mengeliminir kekhawatiran
Khawatir merupakan suasana hati dan pikiran yang tidak nyaman atau menyenangkan.
Perasaan dan pkiran ini timbul karena ketidak percayaan atau keraguan akan hasil dari
suatu kegiatan,sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Didalam pelatihan, peserta
mempunyai tujuan yaitu adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap dan juga
ketrampilannya, namun demikian terkadang timbul kekhawatiran tidak dapat mencapai
tujuan yang dinginkan sebagai hasil dari proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu
disusun strategi bagaimana mencapai tujuan yang diharapkan, seperti mengikuti seluruh
proses pembelajaran, terlibat aktif dalam setiap proses pembelajaran, kerja kelompok dan
lain sebagainya.
Komitmen
Adalah keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau yang
menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan terdorong berupaya
sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif
dan efisien. Komitmen belajar/ pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/
kelompok/ kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan
mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/ pembelajaran. Keadaan ini sangat
menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/ kelompok/ kelas, karena dalam
diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk
memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara keseluruhan.
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya, saling kerja
sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga tercipta suasana/
lingkungan pembelajaran yang kondusif
Kontrol Kolektif
Merupakan kesepakatan bersama untuk memelihara agar kesepakatan terhadap norma
kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan
apabila norma tidak ditaati atau dilanggar.
VIII. KESIMPULAN.
Building learning commitment pada setiap pelatihan diperlukan karena sebagian besar
peserta berasal dari latar beakang yang berbeda, baik dalam hal budaya, pendidikan,
status sosial maupun pengalaman. Melalui building learning commitmen ini peserta
didorong untuk saling mengenal satu sama lainnya, berinteraksi dan sharing pengalaman,
setiap peserta menjadi nara sumber bagi peserta lainnya untuk hal-hal tertentu sesuai
dengan bidangnya dan memiliki komitmen yang tinggi untuk mengikuti proses
pembelajaran dengan baik agar apa yang diharapkan dari pelatihan ini dapat dcapai.
IX. REFERENSI
1. LAN. RI (2009). Modul Prajabatan “Dinamika kelompok”, Jakarta.
2. Munir. Baderel, Drs, MA. 2001. Dinamika kelompok : Penerapannya dalam
Laboraturium Ilmu Perilaku. Universitas Sriwijaya. Palembang.
3. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Depkes RI, 2006. Modul TOT Pelatihan Desa Siaga
4. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Departemen Kesehatan RI, 2005. Modul Pelatihan
TOC .
5. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Depkes RI, 2001. Membangun Komitmen Belajar.
6. Pusdiklat Kesehatan Badan PPSDM Depkes RI (2009). Kurikulum dan Modul :Pelatihan
Manajemen Mutu Pelayanan Puskesmas”. Jakarta.
X. LAMPIRAN
1. Panduan Menentukan Harapan Pembelajaran dan kekhawatiran untuk mencapai
harapan tersebut, serta norma yang disepakati.
Lampiran 1.
Menentukan Harapan Pembelajaran dan kekhawatiran untuk mencapai harapan tersebut, serta
norma yang disepakati.
- Buat kesepakatan kelas untuk menentukan 5 harapan yang menjadi prioritas kelas serta
kekhawatiran mencapai harapan
- Tuliskan hasilnya pada kertas flipchart.
Lampiran 2.
MATERI PENUNJANG 2
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan kelanjutan dari proses pembelajaran yang
diberikan pada akhir pembelajaran. Rencana tindakan yang disusun ini merupakan suatu
berkas yang berisi uraian yang sangat terinci tentang rencana tindak lanjut atas
perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Tindakan-tindakan yang di inginkan ini
dimaksudkan untuk menghilangkan/ mengatasi atau mengurangi masalah-masalah yang
telah ditentukan sebelumnya. Materaai ini merupakan materi penunjang dalam suatu
pelatihan, dan sangat penting untuk merefleksikan kembali kompetensi diklat berupa
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku yang diperoleh dikelas dan di
implementasikan ditempat kerja.
RTL berupa rumusan (item – item) rencana kegiatan terkait pelatihan yang harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih menyadari bahwa masih ada tugas
tambahan yang harus dikerjakan setelah bertugas kembali ditempat kerjanya.
Rencana kegiatan paska pelatihan harus dirumuskan secara seksana, dengan
mempertimbangkan kesiapan sarana prasarana, sdm dan biaya ditempat tugas serta
metode pendekatan yang perlu ditempuh agar rumusan RTL dapat direalisir sebagamana
mestinya .
Masing-masing jenis kegitan dalam RTL dijabarkan kedalam variable tujuan, sasaran, cara
melaksanakan, tempat dan waktu, pelaksana, sumber biaya dan indokator keberhasilan
sehingga terlihat suatu perencanaan yang selektif, perioritas dan realistis Materi ini
didisain untuk memenuhi kebutuhan kompetensi tersebut dengan menggunakan metode
ceramah dan latihan dalam menyusun RTL tersebut. Materi yang akan dibahas dalam RTL
meliputi : pengertian, tujuan, diri-ciri RTL, ruang lingkup dan cara menyusun RTL.
IV. METODE
1. Brainstorming
2. Latihan
B. Tujuan RTL
Tujuan akhir dari RTL adalah peningkatan kinerja khususnya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya. Peningkatan kinerja
dapat dicapai dengan penerapan kompetensi sebagai suatu standar proses.
Selanjutnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi berdasarkan standar proses yang
meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan
masyarakat. Selaras dengan tujuan akhir tersebut, secara spesifik tujuan RTL adalah
sebagai berikut :
1. Teridentifikasinya rencana kegiatan tentang penerapan kompetensi diklat yang
diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
2. Diketahuinya metode / cara pelaksanaan rencana kegiatan tentang penerapan
kompetensi diklat yang diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
3. Kemudian dapat ditambahkan bahwa rencana kegitan yang tercantum RTL
merupakan indikator penilaian pada waktu melakukan evaluasi paska pelatihan
(EPP).
Pokok Bahasan 2.
CIRI-CIRI RTL
Dalam merumuskan rencana kegiatan dalam suatu RTL, hendaknya kegiatan-kegiatan
tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi keritaria sebagai berikut :
A. Sederhana dan spesifik :
1. Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana, dibuat mudah
dilakukan dan tidak mewah ( biaya pengadaan atau pelaksanaan kegitannya
tidak mahal ) sehingga penerapannya tidak menimbulkan kesulitan bagi
pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari lingkungan sendiri atau
masyarakat.
2. Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat khusus.
Kegiatan spesifik merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pokok, misalnya
pada diagnosis penyakit sebagai kegiatan pokoknya, maka kegiatan spesifiknya
kegiatan seperti; anamnese, pemeriksaan klinis, konfirmasi laboratorium dan
lain-lain.
B. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan ukuran
seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses seperti trend
yang menurun / meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %, rate & ratio.
Misalnya sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja dilakukan terhadap seluruh
atau 5 orang perawat puskesmas.
C. Achievable.
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan, maka tujuan
kegiatan akan dapat dicapai. Misalnya sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja
bertujuan agar setiap perawat juga memiliki kompetensi yang sejenis yaitu terampil
melaksanakan akupresur terhadap pasien apabila mantan peserta latih tidak berada
ditempat. Dengan demikian tujuan menggantikan peran mantan peserta latih dapat
dicapai sekalipun yang bersanhkutan berhalangan.
D. Relevant
Relevant artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan kompetensi
pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih ditempat kerja.
Sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja adalah kompetensi diklat mantan
peserta latih yang diharapkan diterapkan ditempat kerja dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
E. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL tepat waktunya
dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
Pokok Bahasan 3.
RUANG LINGKUP DAN PERUMUSAN RTL
A. Ruang lingkup
Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal mencakup hal – hal ,
seperti:
1. Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
2. Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai
3. Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan
4. Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan
5. Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan
6. Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap kegiatan
7. Menetapkan besar biaya dan sumbernya
B. Perumusan RTL
RTL dapat dirumuskan ketika pada saat mengikuti proses pembelajaran dan setelah
mengikuti prosesa pembelajaran ketika peserta latih sudah kembali dari pelatihan.
1. Perumusan RTL pada saat Pelatihan.
Perumusan RTL pada saat pelatihan ( sesi terakhir, di kelas ) adalah perumusan
RTL menurut format standar yang dilakukan dengan cara diskusi kelompok
diantara peserta latih (kelompok dibagi menurut instansi sejenis atau perpropinsi).
Melalui diskusi kelompok, rumusan rencana kegiatan yang dihasilkan akan lebih
banyak. Rumusan RTL pada saat pelatihan hendaknya dituangkan dalam tabel
yang memuat variabel ; Jenis kegiatan, tujuan kegiatan, sasaran kegiatan,
metode/cara pelaksanaan kegiatan, tim pelaksana, tempat dan waktu pelaksanaan
serta rincian alokasi biaya.
Pokok Bahasan 4.
KOMPONEN DAN CARA PENYUSUNAN RTL
Menurut format standar, Komponen – komponen RTL meliputi :
A. Jenis kegiatan dan cara menulisnya
Dalam menentukan rencana kegiatan, dilakukan langkah-langkah sbb :
1. Identifikasi masalah ditempat kantor anda, yang dengan melihat kesenjangan antara
capaian dengan target / tujuan yang telah ditetapkan, yaitu dengan melihat laporan
tahunan atau profil kesehatan.
2. Tetapkan masalah prioritas. Jika masalah prioritas tidak dicantumkan dalam laporan
atau profil tersebut, maka tetapkan masalah prioritas (masalah urgen, serius, dan
perkembangannya memburuk), dengan cara memberi nilai / bobot pada setiap
masalah yang diidentifikasi, kemudian tentukan pada score paling tinggi ( inilah
masalah prioritas )
3. Tentukan penyebab masalah prioritas yang dikarenakan kealpaan kompetensi SDM
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih.
4. Pilih rencana kegiatan yang dapat ditanggulangi atau diminimalisir dengan
penerapan kompetensi diklat mantan peserta latih
5. Rancang tahapan rencana kegiatan penerapan kompetensi yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai.
6. Usulkan rencana kegiatan terpilih dalam diskusi kelompok
(rumusan rencana kegiatan yang dihasilkan akan banyak dalam suatu diskusi
kelompok, karena kreasi kegiatan yang muncul dalam diskusi dilatar belakangi
kondisi dan situasi yang berbeda, seperti komitmen pimpinan instansi serta kesiapan
daya dukung tenaga dan sarana & prasarana yang tersedia.
B. Tujuan Kegiatan
Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat dicapai dan dalam waktu tertentu.
Kondisi atau keadaan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang direncanakan
dikaitkan dengan harapan setelah kegiatan tersebut dilaksanakan. Biasanya keinginan
yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan cukup dinyatakan dalam capaian indikator
proses. Misalnya tujuan pelaksanaan pelatihan sejenis ( kompetensi mantan peserta
latih ), bertujuan agar seluruh perawat puskesmas terampil melaksanakan pijat
akupresur
C. Sasaran kegiatan
Sasaran kegiatan adalah seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi objek
kegiatan yang direncanakan dan dinyatakan dalam satuan jumlah orang
D. Cara pelaksanaan
Metode/cara pelaksanaan kegiatan adalah bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan.
Misalnya ; Jika jenis kegiatan sosialisasi, maka cara pelaksanaannya dengan pertemuan
/ tatap muka. Pada kegiatan pengadaan sarana dan prasarana, maka cara
pelaksanaannya dengan penunjukan langsung atau pelelangan barang / jasa oleh
panita dan seterusnya.
E. Tim pelaksanaan
Penetapan tim pelaksana dengan melakukan inventarisir kalangan struktural dan staf
terkait jenis kegiatan yang direncanakan. Keikutsertaan dalam tim pelaksana ini sangat
sensitive karena berhubungan dengan kesejahteraan dan keadilan, Dengan demikian
pemilihan tim pelaksana sebaiknya dikonsultasikan dengan atasan dan pimpinan
institusi. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengajukan tim pelaksana ini
adalah kemampuan, dedikasi dan kerjasama
F. Tempat
Prinsip efektifitas dalam arti tempat yang dipilih memiliki daya dukung yang optimal
dalam penyelenggaraan kegiatan, serta efisien dan hemat sesuai dengan alokasi biaya
agar tidak menimbulkan keresahan.
G. Waktu
Tetapkan waktu yang memastikan bahwa seluruh pejabat dan staf yang terlibat, hadir
dan berkontribusi maksimal dalam penyelenggaraan kegiatan. Untuk itu perlu
penjajakan dan konfirmasi sebelumnya. Penetapan waktu yang baik adalah dengan
dilengkapi tanggal pelaksanaan yang sesuai, dan diinformasikan selumnya, sehingga
memastikan tim pelaksana dapat bertugas sebagaimana mestinya.
H. Biaya
Rancangan biaya harus logis dan realitis, sesuai item-item kegiatan yang dibutuhkan,
pos–pos pengeluaran mengacu pada daftar harga yang ditetapkan fihak yang
berwenang.
Rumusan kegiatan ad a. sampai dengan ad.h diusulkan dalam diskusi kelompok, untuk
dimasukkan dalam format standar. RTL bentuk format standar ini dapat digunakan
sebagai pertimbangan dalam menyusun RTL resmi pasca pelatihan secara individual.
VIII. KESIMPULAN.
Rencana tindak lanjut berupa rumusan (item – item) rencana kegiatan terkait pelatihan
yang harus dirancang diakhir pembelajaran. Rencana tindakan ini penting untuk
mengimplementasikan pengetahuan dan ketrampilan yang didapat didalam kelas dengan
pengalaman yang sudah dimiliki. Komponen – komponen minimal yang masuk kedalam
format standar RTL meliputi: jenis kegiatan, tujuan kegiatan, sasaran kegiatan, cara
pelaksanaan, Tim pelaksanaan, Tempat, waktu dan biaya.
Rencana tindak lanjut disusun secara sistimatis sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah
ditentukan dengan ruang lingkup ertetu dan memenuhi kriteria sehingga RTL yang
dirmuskan dapat di implementasikan sesuai dengan tujuan yang di inginkan.
IX. REFERENSI
1. Pusdiklat Aparatur, Standar Penyelenggaraan Pelatihan,2012, Jakarta