Disusun oleh :
Nama : SEPTIA PRIHANDINI (190141630)
FAKULTAS PENDIDIKAN
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayangNya yang telah
memberikan kekuatan dalam menjalani semua ujian, kesehatan dan berkah yang tak terhingga,
karena sesungguhnya atas kehendak dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan contoh proposal
penelitian pengembangan ini sebagai tugas mata kuliah Metodologi Penelitian di Program
Magister Keguruan , Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mulawarman.
Sholawat serta salam juga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat,
dan pengikutnya.
Penulis juga menyadari bahwa tugas ini tidak sepenuhnya bisa terselesaikan dengan baik tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr.Eka Rachma Kurniasi, M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah
Metodologi Penelitian.
2. Teman-teman satu kelompok kerja yang sudah bersatu saling mendukung dan saling
membantu penuh kekompakan dalam menyelesaikan tugas ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan
moril maupun materi kepada kelompok kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna karena masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat
membangun demi penyempurnaan penulisan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dalam
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
C.TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, dapat diuraikan tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui profil kemandirian belajar mahasiswa.
2. Menghasilkan modul karakter tanggungjawab untuk meningkatkan kemandirian belajar
Mahasiswa.
D. MANFAAT
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai sarana untuk
mengembangkan karakter tanggung jawab sehingga tercapai peningkatan kemandirian belajar di
perguruan tinggi. Hal ini bermanfaat untuk menunjang keberhasilan dan kesuksesan akademik
mahasiswa. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi UNMUH BABEL
khususnya program studi S1 Bimbingan Guru Sekolah Dasar dalam memfasilitasi para
mahasiswa khusunya penerapan media pembelajaran yaitu modul karakter tanggung jawab untuk
meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hakikat Karakter
1. Pengertian Karakter
Sumber pustaka mengenai karakter sangat beragam. Sebagian sumber menyebutkan karakter
sama dengan karakter dan sebagian menyatakan berbeda. Feist dan Feist (2011: 15) menjelaskan
bahwa “istilah kepribadian berasal dari bahasa latin persona atau topeng yang digunakan orang
untuk menampilkan dirinya pada dunia luar. Kepribadian meliputi semua sifat atau karakteristik
yang relatif permanen yang menyebabkan konsistennya perilaku manusia”. Persamaan antara
karakter dan kepribadian adalah keduanya memiliki sifat dan karakteristik yang relatif permanen
yang menyebabkan perilaku manusia menjadi konsisten. Perbedaan antara kepribadian dan
karakter adalah, pada kepribadian tidak ada judgement atau penilaian baik-buruk, sedangkan
pada karakter ada karakter baik dan ada karakter buruk. Mu’in (2011: 83) mendefinisikan
karakter sebagai kumpulan tata nilai yang menuju suatu sistem, yang melandasi pemikiran,
sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Selanjutnya Koesoema (2007: 80) memahami bahwa
karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik, atau
gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukanbentukan yang diterima
dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir (Sjarkawi, 2006:
53) Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bawha karakter adalah
watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur,
berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan
orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Pendidikan karakter sering
juga disebut dengan pendidikan nilai karena karakter adalah value in action nilai yang
diwujudkan dalam tindakan (Lickona,1991: 15). Karakter juga sering disebut operative value
atau nilai-nilai yang dioperasionalkan dalam tindakan (perilaku). Oleh karena itu, pendidikan
karakter pada dasarnya merupakan upaya dalam proses menginternalisasikan, menghadirkan,
menyemaikan, dan mengembangkan nilai-nilai kebaikan pada diri peserta didik. Dengan
internalisasi nilai-nilai kebajikan pada diri peserta didik di atas, diharapkan dapat mewujudkan
perilaku baik. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilainilai tersebut.
Menurut Scerenko (1997: 85) Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use
of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu si kurikulum, proses pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan,
dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai
sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter. Menurut Elkind & Sweet (2004: 55), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut:
“character education is the deliberate effort to help people understand care about, and act upon
core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is
clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and
then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation
from within” Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari
nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the
golden rule. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai
karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih
tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
lingkungan sekolah itu sendiri.
2. Urgensi Penanaman Nilai-Nilai Karakter
Pendidikan karakter merupakan kebutuhan yang penting dan mendesak. Peranan sekolah sebagai
pendidik moral menjadi lebih vital karena jutaan anak-anak hanya mendapat tuntutan moral
sekadarnya dari orangtuanya. Demokrasi secara khusus memerlukan pendidikan formal. Tidak
ada satu pendidikan pun yang bebas nilai. Tidak ada pendidikan bebas nilai. Maka pendidikan
karakter dipandang penting khususnya bagi siswa-siswi para generasi penerus bangsa. Lickona
(1991: 55) menyatakan mengenai pentingnya pendidikan karakter yaitu:
(1) There is a clear and urgent need
(2) Transmitting values is and always has been the work of civilization
(3) The school’s role as moral educator becomes more vital at a time when millions of children
get little moral teaching from their parents nd when value-centered influence such as church or
temple are also absent from theor lives
(4) There is common ethical ground even in our values-conflicted society
(5) Democracies have a special need for moral education
(6) There is no such things as value-free education
(7) Moral questions are among the great question facing both the individuals and human race
(8) There is abroad-based, growing, support for values education in the school Pendidikan
karakter di sekolah dimaksudkan untuk memfasilitasi peserta didik mengembangkan karakter
terutama yang tercakup dalam butir-butir Standar Kompetensi Lulusan (Permendiknas No 23
Tahun 2006) sehingga mereka menjadi insan yang bertakwa, berkepribadian mulia dan memiliki
jati diri keindonesiaan yang kuat (takwa, cerdas dan kompetitif). Pendidikan karakter bertujuan
untuk “meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan (Kemendiknas, 2010: 3). Melalui pendidikan
karakter para peserta didik diharapkan mampu meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Secara rinci, tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
(1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara
yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa;
(2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilainilai kemanusiaan/nilai-nilai kebajikan yang religius;
(3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa;
(4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan; dan
(5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan (dignity). 3. Nilai Karakter Tanggung jawab Pendidikan karakter meliputi sembilan
pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan
dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah,
diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong
royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;
kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Nilai-nilai dasar kemanusiaan yang harus dikembangkan melalui pendidikan bervariasi antara
lima sampai sepuluh aspek. Disamping itu, pendidikan karakter memang harus dimulai dibangun
di rumah (home), dan dikembangkan di lembaga pendidikan sekolah (school), bahkan diterapkan
secara nyata di dalam masyarakat (community) dan bahkan termasuk di dalamnya adalah dunia
usaha dan dunia industri. Nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas (2010: 23) yang perlu
ditanamkan pada siswa antara lain: “religius, toleransi, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggungjawab”. Dalam mengembangkan nilai-nilai karakter terdapat beberapa strategi. Sekolah
atau guru dapat menambah atau pun mengurangi nilai-nilai tersebut sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang dilayani sekolah dan hakekat materi Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar
dan materi bahasan mata pelajaran (Kemendikbud, 2010: 10).
Karakter bertanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Individu yang bertanggungjawab
diharapkan mampu menyelesaikan setiap tugas dan kewajibannya yang diberikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan dalam berbagai hal baik kewajiban terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
4. Metode Penanaman Nilai-Nilai Karakter Pendidikan karakter
di sekolah lebih banyak berurusan dengan penanaman nilai. Untuk mencapai pertumbuhan
integral dalam pendidikan karakter, memerlukan metode dalam menanamkan nilai-nilai karakter
dan mencapai idealisme serta mencapai tujuan pendidikan karakter. Menurut Kosoema (2010:
212) “lima unsur yang perlu dipertimbangkan dalam metode penanaman nilai-nilai karakter
antara lain (a) mengajarkan, (b) keteladanan, (c) menentukan prioritas, (d) praksis prioritas, dan
(e) refleksi”. Berikut ini penjabaran metode penanaman nilai-nilai karakter:
a. Mengajarkan Untuk dapat melakukan yang baik, yang adil, yang bernilai, kita pertama-
tama perlu mengetahui dengan jernih apa itu kebaikan, keadilan, dan nilai. Pendidikan
karakter mengandaikan pengetahuan teoritis tentang konsep nilai tertentu. Proses
diseminasi nilai ini tidak hanya dapat dilakukan secara langsung di dalam kelas, melalui
sebuah proses pembelajaran di kelas, melainkan bisa memanfaatkan berbagai macam
unsur lain dalam dunia pendidikan yang dapat membantu anak didik semakin menyadiri
sekumpulan nilai yang memang berharga dan berguna bagi pembentukan karakter dalam
dirinya. Cara lain untuk mempertajam pemahaman tentang nilai-nilai adalah dengan cara
megundang pembicara tamu dalam sebuah seminar, diskusi, publikasi, dan lain-lain
untuk secara khusus membahas nilai-nilai utama yang dipilih sekolah dalam kerangka
pendidikan karakter bagi anak didik mereka.
B. Keteladanan Anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Keteladanan memang
menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter.
Tumpuan pendidikan karakter ini ada di pundak para guru. Konsistensi dalam
mengajarkan pendidikan karakter tidak sekedar melalui apa yang dikatakan melalui
pembelajaran di dalam kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri sang guru, dalam
kehidupannya yang nyata diluar kelas. Karakter guru menentukan (meskipun tidak selalu)
warna kepribadian anak didik. Indikasi adanya keteladanan dalam pendidikan karakter
adalah apakah terdapat model peran dalam diri insan pendidik (guru, staf, karyawan,
kepala sekolah, direktur, pengurus perpustakaan, dan lain-lain). Demikian juga, apakah
secara kelembagaan/korporat terdapat contoh-contoh dan kebijakan serta perilaku
(institutuional policy and behavior) yang bisa diteladani oleh siswa sehingga apa yang
dipahami tentang nilai-nilai memang bukan sesuatu yang jauh dari hidup mereka,
melainkan ada dekat dengan mereka dan mereka dapat menemukan peneguhan dan
afirmasi dalam perilaku individu atau lembaga sebagai manifestasi nilai.
C. Menentukan Prioritas Lembaga pendidikan
D. memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas karakter yang ingin diterapkan di lingkungan
mereka. Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap penting
bagi pelaksanaan dan realisasi atas visi lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan harus menentukan tuntutan standar atas karakter yang akan ditawarkan
kepada peserta didik sebagai manifestasi nilai. Tanpa adanya priorotas yang jelas, proses
evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter akan menjadi tidak jelas.
Ketidakjelasan tujuan dan tata cara evaluasi pada gilirannya akan akan memandulkan
program pendidikan karakter di sekolah karena tidak akan pernah terlihat adanya
kemajuan atau kemunduran. Hal ini terjadi bukan karena sistem penilaian yang tidak
jelas, melainkan terutama karena lembaga pendidikan tidak menentukan nilai tertentu
yang mesti menjadi pedoman untuk penilaian pendidikan karakter.
E. Praksis Prioritas
Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti dilaksanakannya
prioritas nilai pendidikan karakter tersebut. Berkaitan dengan tuntutan lembaga pendidikan
atas prioritas nilai yang menjadi visi kinerja pendidikannya, lembaga pendidikan mesti
mampu membuat verifikasi sejauh mana visi sekolah telah dapat direalisasikan dalam
lingkup pendidikan skolastik melalui berbagai macam unsur yang ada di dalam lembaga
pendidikan itu sendiri.
F. Refleksi Karakter
yang ingin dibentuk oleh lembaga pendidikan melalui berbagai macam program dan
kebijakan senantiasa perlu dievaluasi dan direfleksikan secara berkesinambungan dan kritis.
Keberhasilan dan kegagalan ini lantas menjadi sarana untuk meningkatkan kemajuan yang
dasarnya adalah pengalaman itu sendiri.
Mengajarkan
Refleksi Memberikan
Teladan
Praktis Menentukan
prioritas Prioritas