BAB I
PENDAHULUAN
e) Pengujian Daktilitas
f) Pengujian Kehilangan Berat akibat Pemanasan (TFOT)
g) Pengujian Kelarutan Aspal
h) Pengujian Viskositas
3. Membuat campuran aspal,
Campuran aspal yang dibuat adalah campuran aspal dengan metode Bina
Marga. Pembuatan Benda Uji melingkupi :
BAB II
PENGUJIAN BAHAN ASPAL
Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum
dikarakterisasi dengan baik. Didalam kebutuhan rekayasa (engineering), karakterisitik
aspal tidak diperhatikan dari ragam komposisi unsur penyusun bahannya, tetapi
didasarkan oleh beberapa parameter seperti nilai Penetrasi (PEN), Titik Lembek
(Softening Point), Viskositas, Titik Nyala dan Bakar Daktilitas, Kehilangan Berat
akibat Pemanasan, Berat Jenis, dan Kelarutan. Parameter-parameter tersebut
digunakan untuk mengetahui karakteristik dari aspal yang dimana didalam setiap
perencanaan campuran beraspal digunakan karakteristik aspal yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan aplikasinya di lapangan dan target perkerasan yang akan dicapai.
Aspal yang digunakan didalam praktikum ini yaitu aspal Pertamina atau Shell
dengan nilai Penetrasi 60/70. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah aspal yang
diuji memenuhi standar spesifikasi yang ada. Acuan spesifikasi yang digunakan dalam
pengujian ini yaitu spesifikasi dari Bina Marga (Spesifikasi Umum 2010 divisi 6).
Apabila terjadi penyimpangan nilai (diluar batas spesifikasi), maka hasil pengujian
akan di analisis dan bila terjadi kesalahan dari pengujian, maka pengujian akan
diulangi kembali dengan sampel yang sama. Proses pengujian bahan aspal dilakukan
sesuai dengan diagram alir yang tertera dibawah ini:
2.1 Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bahan-bahan bitumen
padat atau lunak (solid atau semi solid). Material dengan penetrasi dibawah 350
dapat diperiksa dengan peralatan sekunder, sedangkan aspal dengan penetrasi
diantara 350-500 dapat diperiksa dengan peralatan yang telah dimodifikasi. Hasil
pengujian dapat digunakan untuk menentukan kekerasan aspal padat (semen aspal).
2.2 Pengertian
Penetrasi adalah dalamnya suatu jarum dengan ukuran tertentu pada suhu tertentu
dan beban tertentu masuk kedalam aspal (dalam satuan 0,1 mm).
2.3 Peralatan
a. Alat penetrasi apapun yang dapat menggerakkan pemegang jarum secara naik
turun tanpa gesekan dan dapat mengukur dalamnya penetrasi hingga 0,1 mm.
b. Berat pemegang jarum yang dapat dilepas dengan mudah dari alat penetrasi.
c. Jarum penetrasi.
d. Cawan dengan ukuran sebagai berikut :
e. Bak perendam (water bath) yang terdiri dari bejana dengan isi sekurang-
kurangnya 10 liter.
f. Tempat air untuk pemindahan contoh.
g. Penunjuk waktu.
h. Termometer dengan ketelitian ±0,1 detik.
i. Pemanas (kompor).
a. Jika tak ditentukan lain, temperatur, beban dan lama pemeriksaan adalah
menurut urutan 25˚C, 100 gram dan 5 detik.
Kondisi lain adalah :
Pengujian
PENETRASI
SK SNI 21 – 1990 – 1
Pembukaan Contoh Contoh dipanaskan Pembacaan Waktu Pembacaan Suhu
Mulai jam Temp °C
Selesai jam
Mendinginkan Didefinisikan pada
Contoh suhu ruang
Mulai jam
Selesai jam
Mencapai Suhu Direndam pada suhu Pembacaan Suhu
Pemeriksaan 25° C Temp °C
Mulai jam
Selesai jam
Pemeriksaan Penetrasi pada suhu Pembacaan Suhu
25° C Temp °C
Mulai jam
Selesai jam
Kesulitan :
Pada saat menentukan ujung jarum tepat menyentuh benda uji, dan juga benda uji
selalu bergeser karena dasar cawan yang tidak rata.
Kesimpulan :
Dari hasil pengujian didapatkan percobaan didapatkan nilai rata-rata hasil pengujian
yaitu 66,25 dan 63 dimana hasil tersebut sesuai dengan SNI 06-2456-1991 yaitu penetrasi 60-
70.
Tanda Tangan Penguji Diperiksa
Oleh :
1.
2.
3. ( )
1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan angka titik lembek aspal dan ter
yang berkisar 30˚C sampai 175˚C dengan menggunakan cincin dan bola (ring and
ball).
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kepekaan aspal
terhadap suhu. Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama
pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama.
2. Pengertian
Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dengan berat tertentu mendesak turun
suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga
aspal atau ter tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak dibawah cincin pada tinggi
25,4 mm sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu.
3. Peralatan
a. Termometer.
b. Cincin kuningan.
c. Bola baja diameter 9,50 mm, berat 3,50 ± 0,05 gr.
d. Alat pengarah bola.
e. Bejana gelas kapasitas 800 ml.
f. Dudukan benda uji.
g. Penjepit.
4. Tuangkan contoh kedalam dua buah cincin, diamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 8˚C dibawah titik lembeknya sekurang-kurangnya selama 30 menit.
5. Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau yang tealh
dipanaskan.
5. Cara pengujian
1. Pasang dan aturlah kedua benda uji diatas dudukannya dan letakkan pengarah
bola diatasnya, kemudian masukkan seluruh peralatan tersebut ke dalam bejana
gelas.
2. Isilah bejana dengan air suling baru (ethyln glycol) dengan suhu (4±1)˚C
sehingga tinggi permukaan cairan berkisar antara 100 mm sampai 108 mm.
3. Letakkan termometer yang sesuai untuk pekerjaan ini diantar kedua benda
uji.Periksa dan aturlah jarak antara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji
sehingga menjadi 25,4 mm.
4. Letakkan bola-bola baja yang bersuhu 5˚C diatas dan ditengah permukaan
masing-masing benda uji yang bersuhu 5˚C menggunakan penjepit dengan
memasang kembali pengarah bola.
5. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5˚C/menit, kecepatan
pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan rata-rata dari awal
dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit yang pertama, perbedaan kecepatan
pemanasan tidak boleh melebihi 0,5˚C.
6. Apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan di no.5 maka pekerjaan
diulangi.
7. Apabila dari suatu pekerjaan duplo perbedaan suhu dalam cara pengujian ini
melebihi 1˚C maka pekerjaan diulangi.
6. Catatan
Prosedur pemeriksaan ini berbeda dengan ASTM D36-70. Hasil yang diperoleh 2,5ºC
lebih tinggi dari ASTM D 36 untuk titik lembek < 80ºC dan 1,5ºC lebih rendah dari
ASTM untuk titik lembek > 80ºC.
Pelaksanaan pemeriksaan dari persiapan sampai dengan selesai tidak boleh lebih dari
4 jam.
7. Dokumentasi
Pengujian
TITIK LEMBEK
SK SNI M 20 – 1990 – 1
Contoh dipanaskan Pembacaan Suhu
Pembukaan Contoh Mulai jam Pembacaan Waktu Temp °C
Selesai jam
Didefinisikan pada suhu
Mendinginkan ruang
Contoh Mulai jam
Selesai jam
Direndam pada suhu Pembacaan Suhu
Mencapai Suhu 25° C Temp 28 ° C
Pemeriksaan Mulai jam
Selesai jam
Titik Lembek
Pemeriksaan Mulai jam
Selesai jam
Kesulitan :
Kesimpulan :
Dari hasil pengujian didapatkan titik lembek aspal pada suhu 55 o C dan 50o C,
Dapat disimpulkan sesuai SNI 2434-2011 ditentukan titik lembek harus ≥ 48 0C
sehingga kedua bahan uji tersebut dapat digunakan dalam perkerasan jalan.
1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kekentalan dengan metode empiris
dari Saybolt dari aspal, minyak untuk jalan atau sisa destilasi aspal cair pada suhu
antara 21˚C dan 99˚C.
2. Pengertian
Saybolt universal viscosity adalah jumlah waktu dalam detik yang diperlukan oleh
benda uji sebanyak 60 ml untuk mengalirkan melalui lubang universal yang dikalibrasi
pada kondisi tertentu.
Saybolt Furol viscocity adalah jumlah waktu dalam detik yang diperlukan oleh benda
uji sebanyak 60 ml untuk mengalirkan melalui lubang furol yang dikalibrasi pada
kondisi tertentu. Besarnya kekentalan Furol kira-kira 1/10 kekentalan universal.
Pengukuran dilakukan dengan metode ini dianjurkan untuk bahan yang mempunyai
kekentalan universal lebih besar dari 1000 detik.
3. Peralatan
a. Saybolt viscometer.
b. Penyumbat lubang tabung viscosimeter.
c. Termometer untuk viskositas saybolt.
d. Penangas yang dilengkapi dengan dua lubang untuk menyangga tabung
viscosimeter secara vertikal dan dilengkapi dengan isolasi yang baik.
e. Termometer penangas.
f. Pemegang termometer.
g. Corong penyaring dengan ukuran saringan No. 100.
h. Labu penampung.
i. Alat pengontrol waktu dengan interval 0,1 detik dan ketelitian 0,1 % bila diuji
dengan interval tiap 60 menit.
j. Lubang universal yang digunakan untuk benda uji yang mempunyai kekentalan
(32-1000) detik.
k. Lubang furol yang digunakan untuk bahan yang mempunyai kekntalan lebih besar
dari 25 detik.
5. Persiapan Peralatan
1. Pergunakan lubang universal untuk benda uji yang mempunyai waktu alir lebih
besar dari 32 detik. Jika waktu alir lebih besar dari 1000 detik maka lubang
universal ini tidak cocok.
2. Pergunakan lubang furol untuk benda uji yang mempunyai waktu alir lebih besar
dari 25 detik.
3. Letakkan alat viscometer ditempat yang aman dan terlindung dari perubahan
temperatur yang tiba-tiba.
4. Suhu ruang tempat pengujian diantar 20˚C dan 30˚C. Pengujian pada suhu ruang
sampai dengan 37,8˚C tidak akan memberikan kesalahan lebih besar adri 1,0%.
5. Bersihkan viscometer dengan premium lalu keringkan kembali sampai semua
premium tidak ada didalam viscometer.
6. Bersihkan labu viscometer dengan premium.
7. Tuangkan media ke dalam penangas paling sedikit 6 mm diatas garis batas
pelimpas.
8. Tutp bagian atas viscometer.
9. Siapkan peralatan viscometer dan penangas.
10. Sumbat bagian bawah viscometer dengan rapat dan kuat menggunakan gabus
penutup.
11. Letakkan labu penampung tepat dibawah tengah-tengah tabung viscometer dengan
jarak 100-130 mm sehingga aliran contoh tepat masuk melalui tengah-tengah leher
labu.
12. Letakkan saringan No.100 diatas tabung viscometer.
13. Siapkan batang pengaduk gelas.
14. Atur pengontrol suhu dalam bak perendam sesuai pengujian tidak lebih dari
0,05˚C.
15. Pasang termometer pada tabung viscometer.
6. Cara pengujian
1. Aduk contoh hingga merata.
7. Dokumentasi
Pengujian
VISKOSITAS
AASHTO T 72 - 90
CONTOH
Viskositas s. F 60 C
Waktu detik Cst
Pengamatan I 165 439.44
Pengamatan II 122 283.69
Rata-rata 361.52
Kesulitan :
1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis aspal cair dengan
menggunakan hydrometer.
2. Pengertian
Berat volume adalah berat volume aspal cair pada suhu tertentu, satuan yang umum
adalah kg/lt/25ºC (kilogram per liter pada 25ºC).
Berat jenis (relative density) adalah perbandingan antara berat aspal cair dan berat air
suling isi yang sama pada suhu 25ºC.
3. Peralatan
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Hidrometer
b) Termometer dengan skala dari 0 sampai 100°C.
c) Bak perendam dengan air bersuhu ruang (25°C)
d) Gelas ukur kapasitas 250 ml.
4. Cara pengujian
1. Benda uji yang telah dipersiapkan dimasukkan seluruhnya ke dalam gelas ukur
secara perlahan-lahan sampai 20 ml untuk menjaga permukaan kaca pada gelas
ukur tetap bersih dari percikan aspal cair untuk memudahkan pembacaan nantinya
dan untuk menghindari gelembung-gelembung udara terperangkap.
2. Memasukan gelas ukur yang telah berisi benda uji ke dalam bak perendam yang
telah diatur suhunya pada 25°C agar didapatkan suhu yang tetap.
3. Ukur suhu benda uji dengan mencelupkan thermometer ke dalam benda uji secara
perlahan-lahan, jika sudah suhunya sudah sama dengan bak perendam maka
pengujian dapat dimulai.
5. Dokumentasi
Pengujian
BERAT JENIS ASPAL CAIR
AASHTO T 227 – 89
Kesulitan :
Mennaruh alat hidrometer agar tetep berada ditengah gelas ukur agar memudahkan
dalam pembacaan alat hidrometer.
Kesimpulan :
Dari hasil pengujian didapatkan berat rata-rata cair aspal sebesar 0,938. Sesuai
dengan spesifikasi umum divisi 6 PU tahun 2010 SNI 2441:2011 berat jenis aspal tersebut
memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu antara 0,92-1,06. Sehingga aspal tersebut baik untuk
digunakan sebagai perkerasan jalan.
(ASTM D 70-76*)
1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis aspal padat dengan
piknometer.
2. Pengertian
Berat jenis aspal padat adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling
dengan isi yang sama pada suhu tertentu.
3. Peralatan
a. Termometer.
b. Bak perendam yang dilengkapi dengan pengatur suhu dengan ketelitian
(25±0,1)˚C.
c. Piknometer.
d. Air suling sebanyak 1000 cm³.
e. Bejana gelas.
4. Persiapan piknometer yang akan digunakan.
1. Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer yang
tidak terendam 40 mm. Kemudian rendam dan jepitlah bejana tersebut dalam bak
perendam sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm. Aturlah suhu bak
perendam pada suhu 25˚C.
2. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg (=A).
3. Angkatlah bejana dari bak perendam dan isilah piknometer dengan air suling
kemudian tutuplah piknometer tanpa ditekan.
4. Letakkan piknometer kedalam bejana dan tekanlah penutup hingga rapat,
kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam. Diamkan bejana
tersebut didalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit, kemudian
angkatlah piknometer dan keringkan dengan lap. Timbanglah dengan ketelitian 1
mg (=B).
5. B-A = berat air suling dalam piknometer pada suhu 25˚C
= volume piknometer (berat jenis air suling dihitung = 1)
5. Cara pengujian
1. Panaskan contoh aspal padat sebanyak 50 gr, sampai menjadi cair dan aduklah
untuk mencegah pemanasan setempat. Pemanasan tidak boleh lebih dari 30
menit pada suhu 56˚C diatas titik lembek.
2. Tuangkan contoh kedalam piknometer yang telah kering, sehingga terisi ¾
bagian.
3. Biarkan piknometer dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan timbanglah
dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (=C).
4. Isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan tutuplah
piknometer tanpa ditekan, diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar.
5. Angkatlah bejana dari bak perendam dan letakkan piknometer didalamnya dan
kemudian tekanlah penutup hingga rapat. Masukkan dan diamkan bejana dalam
bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit. Kemudian angkatlah
piknometer dan keringkan dwngan lap. Timbanglah dengan ketelitian 1 mg
(=D).
6. Dokumentasi
I II
Berat Piknometer kosong + contoh 48,7 gr 72 gr
Berat Piknometer kosong 26,1 gr 38 gr
1. Berat contoh 22,6 gr 34 gr
Berat piknometer + air 117,9 gr 138 gr
Berat piknometer 26,1 gr 38 gr
2. Berat air 91,8 gr 100 gr
Berat piknometer + contoh + air 118,9 gr 140 gr
Berat piknometer + contoh 48,7 gr 72 gr
3. Isi air 70,2 gr 68 gr
Isi contoh 21,6 gr 32 gr
Berat Contoh 34
Berat jenis II = = =1,06
IsiContoh 32
Kesimpulan :
Berat jenis rata-rata aspal sebesar 1.055. Berat jenis aspal tersebut memenuhi standar
yang ditetapkan dalam spesifikasi SNI 2441:2011 yaitu ≥ 1,0 dan dapat dipakai dalam
perkerasan jalan.
1. Tujuan Praktikum
a. Tujuan Umum :
Dapat mengtahui kehilangan minyak pada aspal akibat pemanasan berulang dan
untuk perubahan kinerja aspal akibat kehinlangan berat.
b. Tujuan Khusus :
Dapat memahami prosedur pengujian kehilangan berat dengan pemanasan TFOT
Dapat menggunakan peralatan pengujian dengan baik dan benar
Dapat melakukan pencatatan dan analisa data pengujian kehilangan berat akibat
pemanasan
Dapat menyimpulkan besarnya nilai kehilangan barat dan membandingkan dengan
standar yang digunakan.
2. Dasar Teori
Cahaya diketahui memiliki efek yang merusak pada aspal. Kerusakan yang timbul
sering berasal dari sinar mata hari , yang akan merusak aspal dengan di bantu oleh air dan
cairan pelarut lainnya.
Kerusakan molekul dengan cara ini disebut factor oksidasi, untungnya sinar yang
merusak ini hanya dapat mempengaruhi beberapa lapisan molekul lapisan atas aspal. Oleh
karena itu , foto oksidasi dianggap kecil pengaruhnya apabila dilihat dari table aspal
keseluruhan. Namun proses di atas tidak dapat di abaikan dalam konstribusinya terhadap
proses pengrusakan akibat cuaca pada pad alapisan permukaan tipis aspal.
Karakteristik campuran aspal khususnya mengenai durabilitas sangat tergantung pada
karakteristik yang tersedia pada lapisan tipis aspal. Untuk mengevaluasi durabitas material
aspal tersedia prosedur yang disebut Thin film Oven Test (TFOT) dengan melakukan
pembatasan evaluasinya hanya pada karakteristik aspal, seperti kehilangan berat.
Pada pengujian ini kita menggnakan metoda TFOT , dimana suatu sampel tipis di
panaskan dalam oven selama periode tertentu, dan karakteristik sampel sesudah
dipanaskan kemudian diperiksa untuk meneliti indikasi adanya proses pengerasan dari
material aspal.
Pengujian TOFT bertujuan mengetahui kehilangan minyak pada aspal akibat
pemanasan berulang, pengujian ini mengukur perubahan kenerja aspal akibat kehilangan
berat. Cahaya diketahui mempunyai efek yang merusak pada aspal karena kerusakan yang
ditimbulkan sering berasal dari matahari dan dibantu oleh aspek air dan cairan pelarut
lainnya.
Kerusakan molekul aspal ini dinamakan oksidasi. Ini dianggap kecil pengaruhnya
apabila dari tebak aspal keseluruhannya, namun proses diatas akibat cuaca pada lapisan
permukaan agregat.
Untuk meentukan nilai kehilangan berat akibat pemanasan dapat menggunakan rumus:
A−B
penurunan berat= × 100 %
A
a. Peralatan :
Cawan kuningan logam diameter 15 mm dengan tinggi 31 mm
Termometer
Oven yang dilengkapi dengan
Pengatur suhu untuk memanasi aspal Pada Suhu TOFT
Piring logam berdiameter 25 cm, menggantung dalam oven pada proses vertical dan
berputar dengan kecepatan 5-6 putaran permenit.
Timbangan Digital, kapasitas 3 kg dengan ketelitian 0,001 gtr
b. Bahan :
Aspal cair
4. Keselamatan Kerja
5. Prosedur Pelaksanaan
6. Dokumentasi
Pemeriksaaan
Thin Film Oven Test (TFOT)
(SNI 06-2440-1991)
(ASTM D 113-79)
1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik
antara dua cetakan yang berisi bitumen padat sebelum putus, pada suhu dan kecepatan
tarik tertentu. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui
elastisitas bahan aspal.
2. Pengertian
Daktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang,
apabila antara dua cetakan berisi bitumen padat yang ditarik sebelum putus pada suhu
25˚C dan dengan kecepatan 50mm/menit.
3. Peralatan
h. Termometer.
i. Cetakan daktilitas kuningan dan pelat dasar.
j. Bak perendam, isi tidak kurang dari 10 liter.
k. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut:
- Dapat menarik benda uji dengan kecepatan yang tetap.
- Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan getaran selama
pemeriksaan.
b. Bahan methyl alkohol teknik atau glycerin teknik (3 gr glycerine dicampur
dengan 5 gr dextrine atau talc).
4. Persiapan benda uji
1. Lapisi semua bagian dalam cetakan daktilitas dan pelat dasar dengan campuran 3
gr glycerine dan 5 gr dextrine atau glycerine dan kaolin atau amalgam. Kemudian
pasanglah cetakan daktilitas diatas pelat dasar.
2. Panaskan contoh aspal kira-kira 100 gr sehingga cair dan dapat dituang. Untuk
menghindarkan pemanasan setempat, lakukanlah dengan hati-hati. Pemanasan
dilakukan sampai suhu antara 80˚C-100˚C diatas titik lembek.
3. Pada waktu mengisi cetakan, contoh dituang hati-hati dari ujung ke ujung hingga
penuh berlebihan.
4. Dinginkan cetakan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit lalu pindahkan
seluruhnya kedalam bak perendam yang telah disiapkan pada suhu pemeriksaan
(sesuai spesifikasi) selama 30 menit. Kemudian ratakan contoh yang berlebihan
dengan pisau atau spatula yang panas sehingga cetakan terisi penuh dan rata.
5. Cara pengujian
1. Benda uji didiamkan pada suhu 25˚C dalam bak perendam selama 85 sampai 95
menit, kemudian lepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi-sisi cetakannya.
2. Pasanglah benda uji pada alat mesin uji dan tariklah benda uji secara teratur
dengan kecepatan 50 mm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan
lebih kurang 5% masih diizinkan.
3. Bacalah jarak antara pemegang cetakan benda uji, pada saat benda uji putus
(dalam cm). Selama percobaan berlangsung benda uji harus selalu terendam
sekurang-kurangnya 25 mm dalam air dan suhu harus dipertahankan tetap
(25˚±0,5˚C).
6. Dokumentasi
Pengamatan 85
Kesulitan :
1. Menempelkan Aspal ke alat
Kesimpulan :
Dari hasil percobaan didapatkan nilai < 100 cm maka tidak sesuai dengan SNI 2432-2011.
2. Pengertian
a. Titik nyala adalah suhu yang terbaca pada termometer apabila terlihat nyala pada
suatu titik diatas permukaan aspal yang menyala singkat.
b. Titik bakar adalah suhu yang terbaca pada termometer apabila terlihat nyala pada
suatu titik diatas permukaan aspal yang menyala agak lama (lebih dari 5 detik).
3. Peralatan
c. Alat Cleveland open cup.
d. Pelat pemanas untuk meletakkan cawan Cleveland. Sumber panas dapat
disediakan darimana saja. Pemakaian brander gas, listrik atau sumber alkohol
dapat dibenarkan asal tidak terdapat asap dari bahan bakar atau nyala disekitar
bagian atas cawan. Pemanasan harus berpusat dibawah dan ditengah cawan tanpa
menimbulkan pemanasan setempat.
e. Termometer.
f. Stopwatch.
5. Cara pengujian
1. Letakkan cawan diatas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanas sehingga
terletak dibawah titik tengah cawan.
2. Letakkan nyala penguji dengan poros berada pada jarak 7,5 cm dari titik tengah
cawan.
3. Tempatkan termometer tegak lurus didalam cawan dan terletak satu garis yang
menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala penguji. Kemudian atur
sehingga poros termometer terletak pada jarak ¼ diameter cawan dari dinding
cawan.
4. Tempatkan penahan angin didepan nyala penguji.
5. Nyalakan sumber pemanas dan aturlah pemanasan sehingga kenaikan suhu adalah
14˚C-17˚C tiap menit sampai mencapai suhu 56˚C dibawah titik nyala yang
diperkirakan.
6. Kecilkan sumber pemanas sehingga kecepatan pemanasan 5˚C sampai 6˚C/menit
smapai mencapai suhu 28˚C dibawah titik nyala.
7. Nyalakan sumber pemanas dan aturlah pemanas sehingga kenaikan suhu menjadi
(15±1)˚/menit sampai benda uji mencapai 56˚C dibawah titik nyala perkiraan.
8. Kemudian aturlah kecepatan pemanasan sehingga mencapai 5˚C sampai 6˚C/menit
pada suhu antara 56˚C dan 28˚C dibawah titik perkiraan.
9. Nyalakan nyala penguji dan aturlah agar diameter nyala penguji tersebut menjadi
3,8 mm sampai 5,4 mm.
10. Putarlah nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi
cawan) dalam satu garis. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2˚C.
11. Lanjutkan pekerjaan ke 8 sampai ke 10 samapi terlihat nyala singkat pada titik
diatas permukaan benda uji. Lalau baca suhu pada termometer dan catat.
12. Lanjutkan pekerjaan diatas sampai nyala yang agak lama (sekurang-kurangnya 5
detik) diatas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada termometer lalu catat.
*Perhatikan bahwa saat pengujian tidak ada tiupan angin dan pengujian
dilakukan dalam ruangan yang bebas dari angin juga dalam ruang gelap .
6. Dokumentasi
o
C dibawah titik
Waktu o
C Titik nyala
nyala
56
51
46
41
36
31
26
21
16
11
6
1
Kesulitan : - Melihat titik nyala, karena lab terbilang pencahayaannya cukup sehingga
menyulitkan untuk melihat titik nyala.
Kesimpulan :
Dari hasil pengujian didapatkan nilai titik nyala 2400C dan titik bakar 2500C. Nilai
tersebut sesuai dengan pesyaratan yang dicantumkan dalam spesifikasi umum divisi 6 PU
tahun 2010 yaitu > 232 dan dapat dipakai dilapangan.
BAB II
PENGUJIAN BAHAN AGREGAT
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran,
yang berupa butiran atau pecahan. Mutu dan gradasi dari agregat yang akan digunakan
sebagai bahan campuran perkerasan harus sesuai dengan spesifikasi. Proses pengujian bahan
agregat dilakukan sesuai dengan diagram alir yang tertera dibawah ini:
Cek Terhadap
Pengujian Kekuatan Agregat Spesifikasi yang
Terhadap Tekanan
Tidak
Berlaku
perencanaan perkerasan digunakan tiga zona gradasi atau lebih dikenal sebagai
fraksi agregat, yakni fraksi agregat kasar, sedang, dan halus.
Fraksi agregat kasar adalah sekumpulan agregat bergradasi baik yang
didominasi oleh agregat kasar, sedikit agregat sedang dan agregat halus. Fraksi
agregat sedang adalah sekumpulan agregat bergradasi baik yang didominasi
oleh agregat sedang, sedikit agregat kasar dan agregat halus. Fraksi agregat
halus adalah sekumpulan agregat bergradasi baik yang didominasi oleh agregat
halus, sedikit agregat kasar dan agregat sedang. Sedangkan gradasi agregat
adalah susunan ukuran butiran dari kasar sampai halus secara menerus.
Penentuan gradasi agregat dapat ditentukan oleh dua cara yaitu:
1. Cara Grafis
Dari hasil analisis saringan diplotkan ke dalam grafik semi logaritma,
dimana sumbu x menunjukkan parameter saringan dalam skala logaritma
dan sumbu y menunjukkan parameter persentase (%) lolos saringan.
Hasilnya lebih bersifat visual. Dari pola kurva yang terbentuk, kita dapat
melihat:
Gradasi agregat yang bersifat well-graded, poor-graded, atau gap-
graded.
Persentase (%) agregat kasar, sedang, dan halus pada sumber
agregat tersebut dengan kombinasi analisa saringan.
2. Cara Analitis
Dengan membuat suatu parameter koefisien keseragaman/uniformity
coefficient (Cu) dan parameter koefisien kurvatur/curvature coefficient
(Cc). Hasilnya lebih bersifat eksak.
Uniform Graded
(Sumber: Materi Kuliah Sifat Bahan Konstruksi Jalan)
Gambar 2.2 Ilustrasi susunan butiran batuan
2. Peralatan
a) Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat sampel.
b) Satu set saringan : 75,0 (3"); 63,0 mm (2 1/2") ; 50,0 mm (2"); 37,5
mm (1 1/2") ; 25 mm (1,06") ;20 mm (3/4") ; 12,5 mm (1/2") ; 10
mm (3/8") ; No. 4; No. 6 ; No. 16 ; No. 30; No. 50 ; No. 100 ; No.
200.
c) Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi
sampai (110 ± 5)°C
d) Alat pemisah contoh
3. Prosedur Pengujian
4. Perhitungan
Hitunglah persentase berat sampel yang tertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total sampel. Laporan meliputi:
Jumlah persentase melalui masing-masing saringan atau jumlah
persentase di atas masing-masing saringan.
Grafik kumulatif
2.1.3 Data dan Perhitungan
Tabel 2.1 Analisis saringan Fraksi agregat kasar
Nomor saringan Berat Kumulatif Jumlah Persen
mm Inch (Gram) (gram) Tertahan Lewat
25.400 1”
19.100 3/4” 211,7 211,7 10,79 89,20
12.700 1/2” 940 1151,7 58,73 41,27
9.520 3/8” 511 1662,7 84,78 15,22
4.760 No. 4 157 1819,7 92,79 7,21
2.380 No. 8 115 1934,7 98,66 1,34
1.190 No. 16 6,7 1941,4 99,00 1,00
0.590 No. 30 1,1 1942,5 99,056 0,944
0.279 No.50 0,4 1942,9 99,077 0,923
0.149 No.100 1 1943,9 99,128 0,872
0.074 No.200 0,6 1944,5 99,158 0,842
Pan 0,8 1945,3 99,199 0,801
19.100 3/4”
12.700 1/2” 64,7 64,7 4,3 95,7
9.520 3/8” 132,5 197,2 13,1 86,9
4.760 No. 4 745 942,2 62,8 37,2
2.380 No. 8 456,5 1398,7 93,2 6,8
1.190 No. 16 65,7 1464,4 97,6 2,4
0.590 No. 30 13,9 1478,3 98,5 1,5
0.279 No.50 4,1 1482,4 98,8 1,2
0.149 No.100 5,1 1487,5 99,1 0,9
0.074 No.200 9,8 1497,3 99,8 0,02
Pan 2,5 1499,8 99,83 0,017
100
80
(% lolos)
60
40
20
0
1 10 100
Diameter (mm)
2.1.4 Diskusi
(sumber: http://teaching.ust.hk/~civl111/CHAPTER3.pdf)
Gambar 2.5 Tipe Gradasi
Jika dibandingkan dengan gambar lima tipe gradasi diatas, maka secara visual
dapat ditentukan jenis gradasi dari masing-masing fraksi agregat yang
diperoleh yaitu:
Agregat kasar : bergradasi seragam atau uniform graded
Agregat sedang : bergradasi senjang atau gap graded
Agregat halus : bergradasi menerus atau well graded
Serta banyaknya agregat yang hilang berupa debu yang dapat mengurangi berat
dari agregat tersebut, jika kehilangan berat melebihi 5% maka pengujian harus
diulang kembali serta, diusahakan pengujian dilakukan secara berhati-hati dan
ditutup secara rapat agar kehilangan berat tidak terlalu banyak dan diusahakan
pada saat penimbangan, benda uji dituangkan secara perlahan-lahan.