Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 55 Tahun
Alamat : Manado
2. Anamnesis
a. Keluhan utama : kelemahan anggota gerak kiri dan bicara pelo.
b. Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluhkan kebas tangan kanan
MRS dan kelemahan anggota gerak kiri mendadak yang menetap terjadi 2
jam 45 menit SMRS, pasien berbicara tidak jelas namun masih dapat
dimengerti, wajah kiri miring dan tidak banyak bergerak.
c. Riwayat penyakit dahulu :
1) Riwayat alergi : tidak ada
2) Riwayat diabetes mellitus : tidak ada
3) Riwayat penyakit paru kronis : tidak ada
4) Riwayat penyakit jantung : tidak ada
5) Riwayat hipertensi : (+) muncul saat pertama terkena gejala stroke
6) Riwayat penyakit hati : tidak ada
7) Riwayat penyakit ginjal : tidak ada
8) Riwayat penyakit asma : tidak ada
d. Riwayat penyakit keluarga :
1) Riwayat sakit serupa : disangkal
2) Riwayat hipertensi : disangkal
3) Riwayat diabetes mellitus : disangkal
e. Riwayat kebiasaan :
1) Riwayat merokok : ada
2) Riwayat minum alkohol : ada
3) Riwayat konsumsi obat penenang : disangkal
4) Riwayat konsumsi narkotika : disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
1) Keadaan umum : Sadar
2) Kesadaran : Compos Mentis E4 V5 M6
3) Tekanan darah : 240/110mmHg
4) Nadi : 84x/menit
5) Respirasi : 24 x/menit
6) Suhu : 36.5’C
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala :
Bentuk mesochepal, rambut tumbuh merata, berwarna hitam dan
beruban, jenis rambut klien lurus, tidak terdapat bengkak dan lesi
serta ketombe pada kulit kepala klien.
2) Wajah :
Wajah simetris antara kiri dan kanan. Tidak ada lesi pada wajah, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, Nervus Cranial VII (fasialis). Saat
dahi dikerutkan tidak simetris.
3) Mata :
Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat benjolan,
pembengkakan dan kemerahan pada area mata klien. Mata berkedip
saat diberi reflek glabella. Saat dilakukan reflek glabella kornea mata
kiri dan kanan berkedip. Penyebaran bulu mata dan alis merata.
Pemeriksaan Nervus Cranial II (optikus) : klien bisa membaca
jarak 20 cm.
Pemeriksaan Nervus Cranial III (Okulomotoris) : saat diberi
cahaya pupil miosis dengan ukuran 3 mm. saat dijauhkan pupil
midriasis. Klien mampu memutar mata searah dan berlawanan
jarum jam.
Pemeriksaan Nervus Cranial IV (troklearis) : saat klien disuruh
melihat kearah tangan telunjuk yang diarahkan kea rah kanan dan
kiri kemudian tangan ditahan tidak ada diplopa (melihat dua jari)
dan tidak terdapat nystagmus.
Pemeriksaan Nervus Cranial VI (abdusen) : klien mampu
mengikuti delapan arah jari pemeriksa.
4) Hidung :
Tidak terdapat adanya perdarahan atau epiktasis maupun polip. Tidak
terjadi deviasi sputum, tidak ada sekret. Pada pemeriksaan Nervus
Cranial 1 (olfaktorius), lubang hidung kiri dan kanan mampu
membedakan bau-bauan seperti bau kopi dan jeruk. Tidak ada nyeri
tekan pada hidung.
5) Mulut dan Tenggorokan :
Tidak terdapat stomatitis, gigi klien lengkap, klien dapat menjulurkan
lidahnya.
Pemeriksaan Nervus VII (fasialis) : saat klien berbicara, kata-kata
yang terdengar tidak jelas/pelo.
Pemeriksaan Nervus IX (glosofaringeus) : dilakukan uji pengecapan
dengan menggunakan gula, kopi, jeruk, dan garam. Klien kurang
bisa membedakan rasa asam, manis, asin, pahit dan juga reflek
menelan.
Pemeriksaan Nervus X (vagus) : klien mampu menelan dengan baik
Pemeriksaan Nervus XII (hipoglosus) : mampu menggerakkan lidah
keluar masuk.
6) Telinga :
Bentuk daun telinga simetris, tidak ada seerumen pada telinga.
Pemeriksaan nervus cranial VIII (vestibulocochlearis/auditorius) :
klien mampu mendengar pada jarak 30cm karena pada saat dipanggil
klien langsung respon.
7) Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan, tidak
ada jaringan parut. Pada saat dipalpasi tidak terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaan nervus cranial XI (asesorius), klien tidak mampu
mengangkat bahu sebelah kiri. Namun untuk kekuatan otot trapezius,
pada pundak klien hanya mampu memberikan tekanan yang tidak
terlalu kuat terutama disisi kiri Pundak klien.
8) Thorax :
Bentuk dada klien normochest, tidak ada kelainan pada thorax,
Gerakan dada simetris antara kiri dan kanan 24x/menit, tidak ada
kesulitan bernapas, tidak ada massa atau benjolan, klien tidak
mengalami batuk. Saat perkusi suara paru sonor, suara napas klien
vesikuler diarea lapang paru.
9) Ekstremitas :
a) Superior Atas : tidak simetris kiri dan kanan, bahu kiri jatuh,
ROM (-), kekuatan otot tangan kiri 1 (kontraksi otot minimal
terasa/teraba pada otot bersangkutan tanpa menimbulkan gerakan),
kekuatan otot tangan kanan 5 (kekuatan normal dimana seluruh
Gerakan dilakukan otot dengan tahanan maksimal dari proses yang
dilakukan berulang-ulang tanpa menimbulkan kelelahan), tidak ada
edema.
b) Inferior : pasien mengalami kelemahan pergerakan ekstremitas
bawah kiri sehingga sulit untuk melakukan aktivitasnya. Kekuatan
otot kaki kiri 1 (kontraksi otot minimal terasa/teraba pada otot
bersangkutan tanpa menimbulkan gerakan), kekuatan otot kaki
kanan 5 (kekuatan normal dimana seluruh Gerakan dilakukan otot
dengan tahanan maksimal dari proses yang dilakukan berulang-
ulang tanpa menimbulkan kelelahan), tidak ada edema.
c. Status Neurologis
1) Kesadaran : Compos mentis, E4 V5 M6
2) Tanda Meningeal:
Kaku kuduk (nuchal rigidity) : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Brudzinski IV : -
Kernig Sign : -
3) Nervus Kranialis :
N I / nervus olfaktoris : klien mampu mengidentifikasi bau dengan
baik
N II / nervus optikus : klien mampu melihat tanpa alat bantu
N III / nervus okulomotoris : klien mampu menggerakkan bola
mata dengan baik
N IV / nervus trochlearis : mampu menggerakkan bola mata
dengan baik
N V / nervus trigeminus : mampu membedakan panas/dingin,
tajam/ tumpul pada ekstremitas bawah.
N VI / nervus abdusen : klien mampu menggerakkan bola mata
dengan baik
N VII / nervus fasalis ; wajah simetris kanan dan kiri, klien
mampu menggerakkan otot wajahnya, saat berbicara terdapat kata-
kata yang tidak terdengar jelas/ pelo.
N VIII / nervus vestibulocochlearis : klien mampu mendengar
dengan baik
N IX / nervus glossopharingeus, N X / nervus vagus : klien
mampu menelan, mengunyah, membuka mulutnya
N XI / nervus aksesorius : klien mampu menggerakkan tangannya
sebelah kiri dan lemah, bahu kiri tidak simetris.
N XII / nervus hipoglosus : klien mampu menggerakkan lidah.
4) Motorik
Pemeriksaan Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Kiri Kanan Kiri Kanan
a. Kekuata 1 5 1 5
n otot
b. Gerakan terbatas Bebas terbatas bebas
5) Refleks Fisiologis
Biceps : (+4/+2)
Triceps : (+4/+2)
Patella : (+4/+2)
Achilles : (+4/+2)
6) Refleks Patologis
Hoffman (-/-)
Tromner (-/-)
Babinsky (-/-)
Chadock (-/-)
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Lengkap : normal
b. GDS : normal
c. Faal ginjal : normal
d. Elektrolit : normsl
e. EKG : normal
f. Pemeriksaan Radiologi :
Rontgent toraks AP hasil kardiomegali dengan hipertrofi pada ventrikel
kiri jantung.
g. CT Scan
Hasil CT Scan : kepala aksial tanpa kontras hasil tidak terdapat lesi
hiperdens maupun hipodens dengan kesan gambaran CT scan otak normal
dengan Aspects Score sebesar 8-9.
5. Analisa Data
No. Data Fokus Problem Etiologi
1. DS : klien mengatakan Ketidakefektifan Penurunan
lemah pada bagian perfusi jaringan suplai O2 dan
tubuh kiri dan bicara serebral darah ke otak
pelo
DO : TD : 240/110
mmHg
Ekstremitas atas kiri 1
kanan 5, ekstremitas
bawah kiri 1 kanan 5
2. DS : klien mengatakan Hambatan Gangguan
tangan dan kaki kiri mobilitas fisik neuromuscular
lemah ekstremitas kiri
DO : atas dan bawah
kaki dan tangan
sebelah kiri sulit
digerakkan, kekuatan
otot tangan kiri 1/5
dan kaki kiri 1/5.
TD : 240/110 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36.5 x/menit
6. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah di otak
/ infark serebri
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular pada ekstremitas
kiri atas dan bawah
3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
7. Intervensi
Diagnosa 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan penurunan suplai O2 dan darah ke otak.
Tujuan:
Setelah dilalukan tindakan keperawatan perfusi jaringan serebral dapat efektif
dengan Kriteria hasil:
a. Tekanan darah sistolik dan diastolic normal
b. Tidak mengalami penuruna kesadaran
c. Tidak gelisah
d. Sakit kepala hilang
e. Tidak demam
Intervensi
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Pertahankan suhu normal
c. Monitor TIK
d. Monitor status pernafasan
e. Monitor status neurologis
f. Kurangi stimulus dalam lingkungan klien
g. Batasi cairan
h. Monitor intake dan output
i. Kolaborasi dengan terapi farmakologis
j. Kolaborasi dengan dokter
8. Penatalaksanaan Terapi
Penatalaksanaan terapi pada stroke infark trombolitik dapat dilihat sebagai
berikut.
a. Tujuan terapi
Tujuan terapi adalah mengurangi kerusakan neurologis, mengurangi
mortalitas dan kecacatan dalam waktu yang lama, mencegah terjadinya
komplikasi sekunder pada imobilitas dan disfungsi neurologis, mencegah
kekambuhan stroke (Fagan dan Hess, 2005).
b. Prinsip-prinsip manajemen stroke adalah :
1) Diagnosis yang cepat dan tepat terhadap stroke
2) Mengurangi meluasnya lesi di otak
3) Mencegah dan mengobati komplikasi stroke akut
4) Mencegah berulangnya serangan stroke
5) Memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi neurologik (Misbach,
2007).
c. Strategi terapi farmakologi
1) Terapi rt-PA intravena
Trombolisis rt-PA (recombinat tissue-Plasminogen Activator)
intravena Terapi trombolitik intravena dengan tujuan melakukan
reperfusi jaringan otak. Trombolisis rt-PA intravena merupakan
pengobatan stroke iskemik akut yang disetujui oleh FDA sejak tahun
1996 karena terbukti secara ilmiah efektif membatasi kerusakan otak
akibat stroke iskemik (Wahjoepramono, 2005)
Berdasarkan penelitian, pada pasien yang pemberiannya
terlambat (lebih dari 3 jam onset, atau bila waktu awitanyya tidak
dapat dipercaya), pemberian obat ini tidak dianjurkan karena tingginya
resiko komplikasi trombolitik.
Karakteristik pasien dengan stroke yang memungkinkan terapi
rt-PA intravena adalah sebagai berikut:
Tabel I. Kriteria pasien stroke yang sesuai terapi rt-PA intravena
(1) Usia > 18 tahun
(2) Diagnosis stroke iskemik menyebabkan defisit neurologis
secara klinis jelas
(3) Tidak ada stroke atau trauma kepala dalam 3 bulan sebelumnya
(4) Tidak ada pembedahan mayor dalam 14 hari sebelumnya
(5) Tidak ada riwayat perdarahan intrakranial
(6) Tekanan darah sistolik < 185 mmHg
(7) Tekanan darah diastolik < 110 mmHg
(8) Tidak ada gejala yang menghilang dengan cepat atau gejala
stroke yang ringan
(9) Tidak ada gejala yang memunculkan dugaan perdarahan
subarakhnoid
(10) Tidak ada perdarahan gastrointestinal atau perdarahan traktus
urinarius dalam 21 bulan sebelumnya
(11) Tidak ada pungsi arteri pada lokasi non-compressible dalam 7
hari sebelumnya
(12) Tidak ada bangkitan pada saat onset bangkitan
(13) Waktu protombin 15 detik atau international normalized ratio
<1,7 tanpa penggunaan obat antikoagulan
(14) Waktu parsial protombin dalam rentang normal, jika heparin
diberikan selama 48 jam sebelumnya
(15) Hitung trombosit > 100.000/mm3
(16) Konsentrasi glukosa darah > 50 mg/dl (2.7 mmol/l)
(17) Tidak ada kebutuhan untuk langkah agresif dalam
menurunkan tekanan darah hingga batas yang telah
disebutkan di atas (Gofir, 2009).
Tabel II. Kriteria eksklusi pasien stroke terhadap terapi rt-PA intravena
(1) Sedang menggunakan antikoagulan oral, waktu protrombin >15
detik atau INR (International Normalized Ratio) waktu
protrombin <1,7
(2) Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya
(3) Jumlah platelet kurang dari 100.000/mm3
(4) Bukan stroke atau cedera kepala berat 3 bulan sebelumnya
(5) Mengalami operasi besar dalam 14 hari sebelumnya
(6) Tekanan darah sistolik sebelum pengobatan lebih besar dari 185
mmHg, atau tekanan darah diastolik lebih besar dari 110 mmHg
(7) Perbaikkan cepat gejala neurologik
(8) Defisit neurologik terpisah dan ringan seperti hanya ataksia,
hanya kehilangan sensoris, hanya disartri, atau kelemahan
minimal
(9) Didahului perdarahan intrakranial
(10) Kadar gula darah kurang dari 50 mg/dL, atau >400 mg/dL
(11) Terjadi bangkitan (seizure) pada awitan stroke
(12) Terjadi perdarahan gastrointestinal atau uriner dalam 21 hari
sebelumnya
(13) Sedang menderita infark miokardial (Gofir, 2009).
2) Antikoagulan
Antikoagulan telah digunakan selama lebih dari 50 tahun untuk
menangani pasien dengan stroke iskemik akut (Wahjoepramono,
2005). Tujuan pemberian obat ini adalah untuk : mencegah
pembesaran trombus dan mencegah progesifitas defisit neurologik,
dan mencegah terjadinya stroke ulang (Setyopranoto, 2006).
4) Obat neuroprotektif
Obat ini terbukti pada percobaan binatang dan uji klink fase II
dapat mencegah dan membatasi kerusakkan jaringan otak akibat
iskemik dan mengurangi luas infark yang terjadi, dengan demikian
menurunkan angka kematian dan angka kecacatan (Setyopranoto,
2006). Obat neuroprotektif yang dianjurkan PERDOSSI (2007)
adalah: sitikolin, pirasetam, nicergolin, naftidrofuril, nimodipin dan
neuropeptida.