Anda di halaman 1dari 5

KERANGKA ACUAN DISKUSI TERBATAS

WORKSHOP #5:
Implementasi Penanganan Pendidikan Pengungsi Anak dari Luar Negeri
di Indonesia
Bagian ke-5 dari 6 Seri Diskusi Terbatas Pengelolaan Pendidikan Pengungsi Anak dari Luar Negeri di Indonesia

Latar Belakang

Workshop “Implementasi Penanganan Pendidikan Pengungsi Anak dari Luar Negeri (LN) di
Indonesia” ini adalah workshop kelima dari rangkaian enam workshop terkait pendidikan anak
pengungsi di Indonesia. Workshop ini bersifat kolaboratif antara lembaga negara, organisasi
internasional, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil. Latar belakang utama dari
penyelenggaraan workshop berseri ini adalah dalam rangka mendukung terwujudnya kebijakan
yang komprehensif terkait penanganan dan perlindungan pengungsi anak LN serta mengisi gap
seputar data dan inisiatif dalam rangka mendukung terwujudnya kebijakan tersebut.

Perlindungan terhadap pengungsi anak LN merupakan salah satu isu utama dalam problematika
penanganan pengungsi di Indonesia. Seiring dengan perkembangan situasi pengungsi yang
berlarut-larut (protracted refugee situation) di negara transit, termasuk kerentanan pengungsi
anak dari luar negeri akibat tidak terpenuhinya hak-hak dasar hidupnya menjadi persoalan yang
tidak dapat diabaikan. Data terakhir menunjukan pengungsi di Indonesia mencapai 13.459 orang,
yang diantaranya diperkirakan sekitar 27 % merupakan pengungsi anak dan 114 diantaranya
datang sendiri atau terpisah dengan keluarga (UNHCR, 2021). Pengungsi anak di Indonesia
memang sudah tidak lagi mengalami detensi sejak 2018 sebagai hasil dari kampanye pengakhiran
pendetensian anak oleh berbagai pihak akademisi maupun organisasi masyarakat sipil serta
organisasi PBB. Namun, upaya pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi anak masih jauh dari
memadai. Belum ada kebijakan atau peraturan afirmatif yang mengatur tentang hak-hak
pengungsi anak untuk mendapatkan hak sosial dan hak pendidikannya.

Isu pendidikan bagi pengungsi anak LN sangat krusial karena pendidikan termasuk hak dasar anak
yang diatur dalam The United Nations Convention on The Right of Childs 1989 (CRC) terlepas dari
statusnya sebagai pengungsi atau bukan. Meskipun bukan negara pihak dari The Convention
Relating to the Status of Refugees 1951 and Protocol 1967, Indonesia merupakan negara yang
menandatangani dan meratifikasi The United Nations Convention on The Rights of Child 1989
(yang selanjutnya disebut CRC). Oleh karena itu, sudah seharusnya Indonesia melakukan

1
perlindungan terhadap pengungsi anak LN dan memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak
anak yang tercantum dalam butir-butir pasal yang tertulis di dalam CRC. Komitmen atas
perlindungan terhadap hak pendidikan pengungsi anak LN sejauh ini ditunjukkan melalui surat
Sekretaris Jenderal Kemdikbud Nomor 75253/A.A4/HK/2019 tanggal 10 Juli 2019 perihal
Pendidikan Anak Pengungsi dan Surat Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian a.n.
Direktur Jenderal Imigrasi, Kemhumham Nomor IMI.5-UM.01.01-748 tanggal 29 Juli 2019 perihal
Rekomendasi Pendidikan bagi Anak Pengungsi. Meskipun demikian, tantangan terbesar dalam
upaya implementasi maupun pengembangan kebijakan pendidikan yang inklusif bagi pengungsi
anak adalah menyamakan pemahaman tentang hak pendidikan pengungsi anak, bentuk
perlindungan terhadap akses pendidikan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan hidup pengungsi anak, serta tentang sinergi peran antara pemerintah sebagai
representasi negara dan aktor non negara yang terlibat.

Diskusi dalam workshop #5 akan fokus membahas tentang praktik pemenuhan hak pendidikan
bagi pengungsi anak LN yang berada di Indonesia melalui perspektif penyedia layanan di
lapangan. Berdasarkan hasil diskusi dalam empat workshop sebelumnya, selama ini praktik baik
penanganan dan pemenuhan hak bagi pengungsi anak LN di Indonesia sebenarnya telah banyak
dilakukan di tengah berbagai keterbatasan khususnya oleh organisasi masyarakat sipil, pihak
sekolah dan pemerintah daerah, serta organisasi internasional. Para aktor di lapangan ini juga
berperan krusial dalam implementasi regulasi terkait pendidikan pengungsi anak LN.
Sebagaimana dijelaskan dalam workshop-workshop sebelumnya pula, upaya pemenuhan
pendidikan untuk pengungsi anak LN khususnya melalui jalur formal masih bergantung pada
pendekatan personal dan perhatian terhadap kemanusiaan dari pihak sekolah. Belum ada suatu
sistem atau mekanisme nasional yang integratif dan inklusif untuk bisa menjamin pemenuhan
hak pendidikan bagi pengungsi anak LN. Meskipun demikian, International Organization for
Migration (IOM, Juli 2021) mencatat sekitar 566 anak usia sekolah telah memperoleh layanan
pendidikan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di beberapa kota, termasuk Medan,
Batam, Pekanbaru, Tangerang, Semarang, Makassar, dan Kupang. Selain itu juga terdapat
pengungsi anak LN yang memperoleh layanan pendidikan yang dikoordinasikan lembaga lain,
seperti United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Indonesia, IOM, Church World
Service (CWS), Catholic Relief Services (CRS), Dompet Dhuafa, Pos Keadilan Peduli Ummat-Human
Initiative (PKPU-HI), dan lain-lain. Inisiatif-inisiatif di luar platform pendidikan formal ini telah
berusaha mengisi celah dengan menyediakan berbagai kegiatan pelatihan dan program
pendidikan khususnya berkaitan dengan pelatihan bahasa yang juga dapat menjadi bekal
persiapan memasuki sekolah formal.

Diskusi dalam workshop #5 ini diharapkan dapat memperdalam wawasan tentang realitas
penanganan pengungsi anak di Indonesia dan sejauh mana hak pendidikannya telah

2
diakomodasi. Peluang dan tantangan ke depan dari sudut pandang praktisi di lapangan juga
menjadi fokus bahasan dalam workshop kali ini agar usaha pelindungan hak pengungsi anak di
tengah keterbatasan dapat menjangkau komunitas pengungsi secara menyeluruh dan lebih
berkelanjutan, serta seimbang antara pendidikan formal dan informal. Diskusi ini juga ingin
menggali alternatif mekanisme pemenuhan hak pendidikan pengungsi anak dan potensi
kolaborasi pemerintah dan aktor non-pemerintah dalam isu pendidikan pengungsi anak LN.

Tujuan

1. Mewujudkan komitmen global Indonesia terhadap pemenuhan Hak Anak


2. Mengidentifikasi praktik baik, peluang, dan tantangan dalam mengimplementasikan
sistem dan kebijakan pendukung pendidikan anak
3. Mendapatkan masukan untuk perbaikan sistem dan kebijakan pendidikan ke depan yang
lebih inklusif bagi pengungsi anak

Waktu Penyelenggaraan

Hari/Tanggal : Selasa, 22 Februari 2022


Waktu : 13.30 - 16.30 WIB
Venue : Diskusi Daring melalui Zoom:
https://us02web.zoom.us/j/81375906564?pwd=VHdNdzVwN1BuUTljQU
tVMXpqZ08wdz09

Meeting ID: 813 7590 6564


Passcode: 228893

Peserta Workshop

Peserta Workshop terdiri dari kalangan pemerintah, non-pemerintah, akademisi, dan organisasi
internasional yang memberikan perhatian pada isu pengungsi anak, khususnya terkait hak
pendidikannya.

3
Susunan Acara

Waktu Agenda Pembicara

13.30 - 13.45 Pembukaan dan Pemaparan Dyah Fariani, SPd, MA


rangkuman dari Workhsop #4 (Senior Protection Assistant (Community-
based Protection) - UNHCR)

Sesi 1: Gelar Wicara tentang Moderator:


Praktik Baik dari Sekolah Rizka F. Prabaningtyas
(Pusat Riset Politik - BRIN)

13.45 - 14.25 Topik Diskusi: “Pengalaman - Bapak Wasrad, S.Pd (Kepala Sekolah
Sekolah Untuk Mengakomodasi SDN 03 Cireundeu)
Hak Pendidikan Pengungsi Anak - Ibu Decy Natalia (Kepala Sekolah SD
LN” Kania Tangerang)
- Bapak Arisno (Kepala Sekolah SDN 07
Kalideres)
- Dr. Asbullah, M.Pd (Kepala Sekolah
SMPN 25 Kota Pekanbaru)

14.25 – 14.45 Tanya jawab

Sesi 2: Diskusi Terbatas tentang Moderator:


Implementasi Pendidikan yang Chandra Rodja
Inklusif Untuk Pengungsi Anak LN (Regional Migrant Care Coordinator -
IOM)

14.45 – 15.00 Pembicara 1: “Keterlibatan Dina Nahdiana, M.Pd


Pendidikan dalam Upaya Inklusi (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI
Pendidikan Pengungsi Anak LN di Jakarta)
Indonesia”

15.00 – 15.15 Pembicara 2: “Praktik Baik Arif R. Haryono


Pendidikan untuk Pengungsi Anak (GM Strategic Alliance and Advocacy
LN: School for Refugees” Dompet Dhuafa)

15.15 - 15.30 Pembicara 3: “Pendidikan Dr. Nino Viartasiwi


Pengungsi Anak dalam Konteks (Dosen pada Program Studi Hubungan
Pengungsi Perkotaan (Urban Internasional, Fakultas Humaniora,
Refugees)” Universitas Presiden dan Senior Research

4
Fellow pada Resilience Development
Initiative)

15.30 – 15.40 Tanggapan: Penanggap:


Respon terhadap paparan Aswin Wihdiyanto, ST., MA.
narasumber tentang Surat Sesjen (Koordinator Fungsi Penilaian, Direktorat
Kemendikbud, best practices PMPK, Kemdikbudristek RI)
pemenuhan hak pendidikan
pengungsi anak, dan mekanisme
implementasi kebijakan di sekolah
formal (termasuk pendaftaran dan
pembiayaan)

15.40 - 16.15 Diskusi dan Tanya Jawab

16.15-16.30 Rangkuman dan Tindak Lanjut Suhaeni Kudus


(Education Specialist - UNICEF)

Jakarta, 3 Februari 2022

Anda mungkin juga menyukai