Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGANTAR HUKUM BISNIS


“ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT”

Dosen Pengampu :
Muslimah Hayati, S.Ag., S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 12
1. Aina Liani 2110312320001
2. Aprilia Rahmah Sari 2110312320002
3. Muhammad Naufal Fa’iz 2110312310028
4. Muhammad Sony Chandra 2110312310027

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai “MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT”.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mohon kepada teman-teman maupun dosen untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun kami.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya
bagi aktivitas pendidikan dan umumnya bagi para pembaca.

Banjarmasin, 28 April 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................................................1
I. Latar Belakang Masalah..............................................................................................................................1
II. Perumusan Masalah...................................................................................................................................2
III. Tujuan Permasalahan.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................................3
I. PENGERTIAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT.......................................................................3
II. ASAS DAN TUJUAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT.............................................................4
III. KEGIATAN YANG DILARANG DALAM MONOPOLI..................................................................................5
IV. PERJANJIAN YANG DILARANG DALAM MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT...........................7
V. HAL-HAL YANG DIKECUALIKAN DALAM MONOPOLI................................................................................10
VI. KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA......................................................................................11
VII. SANKSI DALAM MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA.......................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................................................14
I. SIMPULAN.................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara besar di
Asia Tenggara dan juga negara Indonesia merupakan negara berkembang di
kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat populasi penduduk yang tinggi
sehingga perekonomian di Indonesia harus selalu baik guna dapat meningkatkan
taraf hidup penduduknya. Semakin banyaknya bermunculan pelaku-pelaku bisnis
baru maka dipastikan makin ketatnya persaingan diantara pelaku bisnis tersebut,
sehingga diharapkan terjadinya pembangunan dalam bidang ekonomi yang
mengarah terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Sejak dahulu juga masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat senang
dan mudah gotong-royong. Terkadang tindakan bersaing atau berkompetisi
secara tidak sehat tidak memiliki tempat di masyarakat kita suka bergotong-
royong. Namun pada kenyataannya, pada era globalisasi dan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membuat semakin banyak
pelaku usaha berlomba-lomba meningkatkan taraf hidup masing-masing, semakin
banyak timbul persaingan usaha yang tidak sehat. Salah satu hal yang terjadi
mengenai timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat contohnya para
pengusaha yang dekat dengan atau memiliki koneksi dengan elit kekuasaan
memiliki kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak
kesenjangan sosial. Munculnya sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak
didukung dengan semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor
yang mengakibatkan perekonomian menjadi sangat rapuh dan tidak mampu
bersaing secara sehat.
Melihat kondisi tersebut diatas, kita dituntut untuk mencermati dan menata
kembali kegiatan usaha di Indonesia yang sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan
tujuan perekonomian Indonesia yaitu yang tertera dalam Undang-undang no.5
tahun 1999 yaitu tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, agar dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan
benar sehingga terciptanya iklim persaingan yang sehat sehingga terhindar dari
bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
1
2
II. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian anti monopoli dan persaingan tidak sehat?.
2. Bagaimana asas dan tujuan monopoli dan persaingan tidak sehat?.
3. Kegiatan seperti apa yang dilarang dalam monopoli?.
4. Perjanjian seperti apa yang dilarang dalam monopoli dan persaingan tidak sehat?.
5. Hal-hal apa saja yang dikecualikan dalam monopoli?.
6. Bagaimana sistem kerja komisi pengawasan persaingan usaha?.
7. Sanksi apa saja yang akan dikenakan dalam masalah monopoli dan persaingan tidak
sehat?.

III. Tujuan Permasalahan


Adapun tujan permasalahan dalam makalah ini, diantaranya:
1. Untuk mengetahui definisi anti monopoli dan persaingan tidak sehat.
2. Untuk mengetahui asas dan tujuan dalam monopoli dan persaingan tidak sehat.
3. Untuk mengetahui kegiatan yang dilarang dalam melakukan monopoli.
4. Untuk mengetahui perjanjian yang dilarang dalam monopoli dan persaingan tidak
sehat.
5. Untuk mengetahui hal-hal yang dikecualikan dalam monopoli.
6. Untuk mengetahui sistem kerja pengawasan persaingan usaha.
7. Sanksi yang dikenakan dalam monopoli dan persaingan tidak sehat.
BAB II

PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti
sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana
orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada
satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie
Siswanto:2002).
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk
pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang
dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”.
Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan
pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah
tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang
menguasai pasar, dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang
potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan
harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar
atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan
mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata
mengenai perbuatan melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah atas tindakan persaingan curang bila memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.
2. Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka mendapatkan,
melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan.
3. Perusahaan, baik milik pelaku maupun perusahaan lain, diuntungkan karena
persaingan curang tersebut.
4. Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak
umum atau orang tertentu.
5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut menimbulkan kerugian bagi
konkruennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan pelaku.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang
dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan
berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku
usaha dapat dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau
pemasaran barang atau jasa, jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan
dahulu adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan
kepentingan umum.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.

II. ASAS DAN TUJUAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT


Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku
usaha. Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama
bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha.
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
III. KEGIATAN YANG DILARANG DALAM MONOPOLI
Dalam UU No.5 Tahun 1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai
dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti
halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara
sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak
maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Undang-undang no.5 tahun
1999 merumuskan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana maksud dalam ayat (a)
apabila: barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;
c. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan dan atau
jasa yang sama; atau,
d. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pasangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli
tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai
penjual jumlahnya banyak. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur
tentang larangan praktik monopsoni, yaitu sebagai berikut.;
a. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (a) apabila satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan
praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan;
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada
beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam
Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:
a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan
usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.
c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar
barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas
maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan
menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
a. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75%
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang
yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap
menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama.
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu
yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis,
melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama,
atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut
mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan
posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang
bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-
menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan
penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan
persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan
yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999
Pasal 14.

IV. PERJANJIAN YANG DILARANG DALAM MONOPOLI DAN PERSAINGAN


TIDAK SEHAT
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5 tahun 1999
lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam
undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau
lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih
menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut
sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini
sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam
pelaksanaannya di UU No.5 Tahun 1999 masih belum dapat menerima adanya
”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan
hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan
conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian”
kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori
kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang
dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai
berikut, ;
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah
sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa.
b. Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara
lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang
dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga
yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan
atau jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga
pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa
yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau
jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik
untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga
perbuatan tersebut berakibat:
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain,
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan
atau jasa dari pasar bersangkutan.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar
dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau
peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas,
diantaranya:.
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama
agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar yang bersangkutan.
b. Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
8. Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak
langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
dan atau tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha
yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,
b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.

V. HAL-HAL YANG DIKECUALIKAN DALAM MONOPOLI


Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang
dikecualikan,yaitu :
Pasal 50
a. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten,
merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak
mengekang dan atau menghalangi persaingan;
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada
harga yang telah diperjanjikan;
e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup
masyarakat luas;
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
g. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu
kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
h. Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang
dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

VI. KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no.5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk
secara bersama-sama mengontrol produksi dan pemasaran barang atau jasa yang
dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat seperti
perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup,
oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan
perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan pemasaran
melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang
dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau
menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian perseillegal, yaitu
sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang
selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker.
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan
pilihan.
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam.
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas
seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli.
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan
kualitas dan layanannya.
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya
produksi.
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih
banyak.
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan.

VII. SANKSI DALAM MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA


Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan
penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama,
KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

Pasal 48
1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16
sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20
sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana penjara pengganti
denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1. Pencabutan izin usaha; atau
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Antimonopoli menjadi aneh lantaran tidak
menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana.
BAB III

PENUTUP
I. SIMPULAN
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan
pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi.
Adapun kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli, diantaranya: monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,
pemilikan saham, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Perjanjian yang dilarang dalam anti monopoli dan persaingan usaha, diantaranya:
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni,
integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan
penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama,
KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
DAFTAR PUSTAKA

http://rischaandriana.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan- usaha.html
http://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/anti-monopoli-dan-persaingan- tidak-sehat/
http://nataliadwi.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan- usaha.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan- usaha-tidak-sehat/-
guzbragazul at 4:26AM

Anda mungkin juga menyukai