Anda di halaman 1dari 2

SARIKAH

19.2200.027

HUKUM EKONOMI SYARIAH

UAS QAWAID FIQH IYAH FILM IQTIHSAN

1. “hak hajat terkadang menduduki posisi darurat baik umum atau khusus”

secara parsial hal Hajat sesuatu kepentingannya jika terpenuhi penuhi akan
menghilangkan kesusahan dan kesulitan dan jika tidak dipenuhi maka akan
membuat hilangnya tujuan-tujuan yang dimaksud. Adapun definisi dari kaidah
adalah sebuah kebutuhan atau hajat baik yang bersifat umum (kolektif) atau yang
khusus (individual) diposisikan Sama halnya dengan dharurah akan tetapi tentu
saja hajat yang dimaksud dalam kaidah ini tidak mutlak hanya hajat dengan
kriteria dan syarat khusus. Jika dihubungkan dengan dampak dari penyebaran
covid-19, maka dapat dianalisis bahwa hajar disini adalah bisa dicontohkan
sebagai seperti seseorang yang melakukan isolasi Mandiri atau karantina karena
baru saja sampai dari daerah penyebaran virus. Hal ini sifatnya mendesak karena
potensi penyebaran virus dari orang yang baru saja sampai dari daerah penyebaran
virus sangat tinggi sehingga seandainya hal ini di terbiarkan maka akan dapat
menimbulkan kerusakan Ancaman bagi keselamatan.

2. Kaidah ‫ما حرم إستعماله حرم إتخاذ‬

“Sesuatu yang dilarang memanfaatkannya, maka dilarang pula memilikinya”.

setiap yang haram digunakan, maka usaha untuk memperolehnya juga


diharamkan.

Contoh : Haram hukumnya memiliki bejana yang terbuat dari emas dan perak.
Hal ini dikarenakan keharaman menggunakannya baik untuk wadah makanan atau
hiasan. Rasulullah saw bersabda: “ Janganlah kamu meminum dengan
menggunakan bejana yang terbuat dari emas atau perak, dan jangan makan
dengan piring yang terbuat dari keduanya, karena keduanya itu untuk orang-orang
musyrik semasa mereka di dunia, dan untuk kamu nantinya di akhirat.

3.

ِ ‫ع ِإالَّ بِالقَب‬
‫ْض‬ ُ ُّ‫الَ يَتِ ُّم التَّبَر‬

“ Tidak sempurna akad Tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang”

berbicara tentang kaidah ini maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu,
yaitu: Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka
berbuat kebaikan, sehingga pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’
adalah dari Allah, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut boleh meminta kepada rekan transaksi-nya untuk sekedar
menutupi biaya yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad, tanpa
mengambil laba dari tabarru’ tersebut. Contoh dari akad tabarru’ adalah qard,
wadi’ah, wakalah, rahn, hibah, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai