Makan adalah suatu kegiatan keseharian yang tidak luput dari ajaran Islam yang kaamil
( sempurna ) juga mengajarkan kita tata cara makan. Sebagai suatu ajaran Islam, kita selaku
umat Islam harus mengamalkannya sebagai rasa cinta kita kepada Allah, juga dengan
mengikuti sunnah Rasulullah SAW ( QS 3 : 31-32 )
َ
ون َّالل َه َف َّات ِب ُعو ِني ُي ْح ِب ْب ُك ُم َّالل ُه َو َي ْغ ِف ْر ل ُك ْم ُذ ُن َوب ُك ْم َو َّالل ُه َغ ُف ٌور َر ِح ٌيم
َ ُق ْل ِإ ْن ُك ْن ُت ْم ُت ِح ُّب
ْ اَل َّ
ق ْل َأ ِط ُيعوا َّالل َه َو َّالر ُس َول َفِإ ْن َت َول ْوا َفِإ َّن َّالل َه ُي ِح ُّب ال َك ِاف ِر َين ُ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Banyak sekali suri tauladan dan ajaran Rasulullah yang dapat kita aplikasikan.Salah
satunya adalah teladan beliau dalam tata krama makan ( adaabuth-tha'aam ).
2. Menyebut asma Allah ketika Makan dan Makan dengan Tangan Kanan
Dari Umar bin Abu Salamah berkata :" ketika saya masih kecil dan berada di
rumah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, saya pernah makan dengan tangan
kesana kemari mengambil makanan dari piring, lalu Rasulullah menegurku :
ْ َ َ َو ُك ْل ب َيم ِين َك َو ُك ْل ِم َّما َي ِل،َيا ُغ َال ُم َس ّم َّالل َه
َف َما َزال ْت ِتل َك ِط ْع َم ِتى َب ْع ُد, يك ِ ِ ِ
" Wahai anak! Sebutlah asma Allah dan makanlah dengan tangan kananmu, dan
makanlah dari apa yang terdekat darimu," cara makanku berubah sejak saat itu”.
( H.R Bukhari )
Imam nawawi berpendapat bahwa bacaan basmalah yang paling pendek adalah
bismillah, sedangkan bacaan basmalah yang afdhal ( lebih utama ) adalah
bismillaahirrahmaanirraahiim.
Makan dengan tangan kanan termasuk sunnah Rasulullah, sedangkan makan
dengan tangan kiri termasuk dari kebiasaan makannya syaithon sebagaimana
Diriwayatkan bahwa syaitan membiasakan makan dengan tangan kiri. Akankah kita
seperti syaitan dalam hal makan. Bahkan Imam Syafi'i, dalam kitab Al-Um dan Ar-
Risalah, menyatakan bahwa membaca basmalah merupakan amalan yang wajib hal ini
bisa dilihat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Salamah bin Al-
Akwa' tentang hadist yang senada dengan hadist di atas.
ْ َ ْ َ ْ ْ
ِإ َذا َأ َك َل َأ َح ُد ُك ْم َفل َيذ ُك ِر ْاس َم َّالل ِه َت َعالى َفِإ ْن َن ِس َى َأ ْن َي ذ ُك َر ْاس َم َّالل ِه َت َع الى ِفى َأ َّو ِل ِه َفل َي ُق ْل ِب ْس ِم
َ آ
َّالل ِه َأ َّول ُه َو ِخ َر ُه
"Dari a'isyah r.a berkata " Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: " jika
seseorang diantara kamu hendak makan, maka sebutlah asma Allah, jika lupa untuk
menyebut asma Allah pada saat hendak makan, maka hendaklah mengucapkan "
Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu."( HR. Abu Dawud dan Tirmidzi )
3. Menjilat Jemari
4. Makan seperlunya
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi
anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika
ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan,
sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR At-Tirmidzi)
dalam hadist diatas mempunyai dua pengertian, bisa berarti berbaring atau duduk
yang lama untuk makan. Ulama ada yang beristimbath bahwa hadist ini menjelaskan
pada kita bahwa makan sambil berbaring itu makruh hukumnya, karena hal ini
merupakan sifat para pembesar terdahulu seperti raja-raja terdahulu loh…Ibrahim An-
Nakha'i berkata bahwa para ulama melarang gaya makan sambil tidur karena ada
kemungkinan menyebabkan perut menjadi besar.
Dari Abu hurairah r.a, berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah
mencela makanan sekali pun , jika beliau menginginkannya beliau pun makan, jika
beliau tidak suka beliau pun meninggalkannya." (HR.Bukhari )
Dalam hadist diatas jelas bahwa Rasulullah tidak pernah mencela makanan, baik
yang hasil buatan siapa pun. Beliau tidak pernah berkata:" ah,gak enak, asin .Belum
mateng lagi." Atau ucapan-ucapan yang senada.
MATERI 2
Adab Sebelum & Bangun Tidur
Rasulullah sebagai suri tauladan kita telah mencontohkan adab tidur yang baik, beliau
selalu terbiasa tidur menggunakan tempat tidur yang sangat sederhana. Aisyah pernah
menceritakan, "Tikar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang beliau gunakan untuk
tidur terbuat dari kulit yang berisi sejenis sabut." (HR. Muslim)
6. Dilarang Tidur dengan Tengkurup
Tidur dengan posisi tengkurup tidak baik bagi kesehatan dan dibenci oleh Rasulullah
shalallahu alaihi wassalam. Beliau shalallahu alaihi wassalam mengingatkan bahwa cara
tidur seperti itu dibenci oleh Allah.
7. Menghindari Tidur di Atap Tanpa Pengaman
Islam sangat memperhatikan keselamatan jama’ahnya dari hal-hal yang
membahayakan. Saat tidur, seseorang tidak mengetahui dan menyadari apa yang terjadi
di sekitarnya. Oleh karenanya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
"Barangsiapa yang bermalam di atas atap rumah yang tidak memiliki pembatas
(pengaman) maka ia terlepas dari tanggungan Allah." (HR. Abu Dawud)
8. Menghindari Senda Gurau ketika Hendak Tidur
Senda gurau yang berlebihan dapat menyebabkan hati menjadi lalai. Sehingga tidak
ada semangat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal sholih. Senda gurau juga
dapat membuang-buang waktu. Sehingga, tak selayaknya seorang muslim membuang-
buang waktu yang telah dikaruniakan Allah. Sedangkan senda gurau menjelang tidur
akan menimbulkan rasa lelah. Hal itu bisa menyebabkan terlambatnya bangun pagi.
Diriwayatkan dari Bara' bin Azib ia berkata, "Rasulullah shalalllahu alaihi wassalam
bersabda kepadaku, 'Apabila kamu hendak tidur, maka berwudhulah seperti wudhu untuk
shalat, lalu berbaringlah dengan bertelekan pada bagian tubuh sebelah kanan." (HR.
Bukhari)
Islam memerintahkan tidur dengan miring ke kanan agar tidurnya tidak terlalu lelap,
sehingga diharapkan dapat bangun pagi-pagi untuk melaksanakan shalat tahajjud dan
shalat subuh tepat waktu. Sebaliknya Islam melarang tidur dengan miring ke kiri, karena
tidur dengan miring ke kiri hati berada dalam istirahat total sehingga tidurnya akan
menjadi pulas
2. Membaca :
َ َّ ْ
َال َح ْم ُد ِل َّل ِه ال ِذ ْي َأ ْح َي َانا َب ْع َد َما َأ َم َات َنا َوِإ ل ْي ِه ُّالن ُش ْو ِر.
“Segala puji bagi Allah, yang mem-bangunkan kami setelah ditidurkanNya dan
kepadaNya kami dibangitkan.”
4. Cuci Tangan
Saat tidur, kita tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kita, oleh karena itu,
Rasulullah saw mengajarkan agar bangun tidur kita mencuci kedua tangan kita
terlebih dahulu dan tidak memasukkan kedua tangan tersebut ke dalam bak mandi,
serta tidak juga memegang makanan dengannya.
Rasulullah saw bersabda :“Jika salah seorang di antara kalian bangun tidur, hendaknya
ia mencuci tangannya sebelum memasukkannya ke air yang akan ia gunakan untuk
berwudhu. Sebab, salah seorang di antara kalian tidak mengetahui di mana tangannya
tidur (tidak mengetahui apa yang diperbuat tangannya saat tidur).” (HR. Bukhari dan
Muslim)
5. Jangan diabaikan doa keluar kamar kecil, dan jangan disepelekan kaki kanan dulu.
Nabi menuntunkan ini pasti ada manfaat dan hikmahnya.ك َ َُغ ْف َران
“Aku minta ampun kepadaMu”.
1.Disunnahkan bagi orang yang hendak memasuki al-khalaa’ (kamar kecil/WC) agar
membaca:
ْ ْ
َا ّلل ُه َّم ِإ ِّن ْي َأ ُع ْو ُذ ِب َك ِم َن ال ُخ ُب ِث َوال َخ َباِئ ِث،هللا
ِ ِب ْس ِم
“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki-laki
dan syaitan perempuan.”
Do’a ini berdasarkan hadits ‘Ali Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
َ ْ َ َأ آ َ َ َأ ْ
ِ ِب ْس ِم:ات َب ِني َد َم ِإ ذا َد َخل َح ُد ُك ُم ال َخال َء ْن َي ُق ْول
هللا ِ ِس ْت ٌر َما َب ْي َن ال ِج ِّن َو َع ْو َر
“Penghalang antara jin dan aurat anak Adam jika salah seorang dari kalian memasuki al
khalaa’ adalah ia mengucapkan, “Bismillah”.”
ُغ ْف َر َان َك.
“(Ya Allah, aku mengharap) ampunan-Mu.”
3. Disunnahkan mendahulukan kaki kiri ketika masuk, dan kaki kanan ketika keluar
Karena adanya sunnah yang memerintah agar mendahulukan yang kanan untuk hal mulia,
dan mendahulukan yang kiri untuk hal yang tidak mulia. Banyak riwayat yang menunjukkan
hal tersebut secara global.
4. Jika di tempat terbuka, maka disunnahkan menjauh hingga tidak terlihat
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata:
ْ َأ َّ َّ َ َّ ُ َ َ ْ َ َّ َ َ َ َأ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ُ َ َّ َ ْ ُ َ َ ْ َأل
ِ ن الن ِب َّي صلى هللا علي ِه و َسل َم كان ِإ ذا َراد الحاجة ال يرفع ثوبه حتى يدنو ِمن ا ر.
ض
“Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak buang hajat, beliau tidak mengangkat
pakaiannya kecuali setelah dekat dengan tanah.”
Tidak boleh menghadap dan membelakangi kiblat, baik di lapangan terbuka maupun dalam
bangunan.
Dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda:
َ ْ ْ
َول ِك ْن َش ِّر ُقوا َأ ْو َغ ِّر ُب ْوا،ِإ َذا َأ َت ْي ُت ُم ال َغاِئ َط َف َال َت ْس َت ْق ِب ُلوا ال ِق ْب َل َة َو َال َت ْس َت ْد ِب ُر ْو َها
“Jika kalian hendak buang hajat, janganlah menghadap dan membelakangi kiblat. Tapi,
menghadaplah ke timur atau ke barat.”
Abu Ayyub berkata, “Kami datang ke Syam, kami dapati banyak WC yang dibangun
menghadap Kiblat. Kami pun miring darinya dan beristighfar kepada Allah Ta’ala.”
6. Dilarang buang hajat di jalan yang dilalui manusia dan tempat berteduh mereka.
Dari Abu Hurairah Raddhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اس َأ ْو ِفي ِظ ِّل ِه ْم َّ َّال ِذي َي َت َخ َّلى ِفي َطر ْيق:هللا؟ َق َال
الن ِ ل ِ
َّ َو َما: َق ُال ْوا.الالع َن ْين
َ الالع َنان َيا َر ُس ْو
ِ
َّ َّت ُقوا
ِا
ِ ِ ِ ِ ِ
“Jauhilah dua perkara yang mengundang laknat. Mereka bertanya, ‘Apakah dua perkara
yang mengundang laknat itu, ya Rasulullah?.’” Beliau berkata, “Orang yang buang hajat di
jalan orang-orang atau di tempat berteduh mereka.”
Kita katakan bahwa duduk lebih utama karena begitulah kebanyakan perbuatan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai-sampai ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata:
َما َك َان َي ُب ْو ُل ِإ َّال َجا ِل ًسا،هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َب َال َقاِئ ًما َف َال ُت َص ِّد ُق ْو ُه
ُ هللا َص َّلى َ َ َأ
ِ َم ْن َح َّدث ُك ْم َّن َر ُس ْول
“Barangsiapa mengatakan kepada kalian bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kencing sambil berdiri, maka janganlah kalian mempercayainya. Beliau tidak pernah
kencing melainkan dengan duduk.”
Perkataan ‘Aisyah tidak menafikan apa yang dibawakan oleh Khudzaifah. Karena ‘Aisyah
hanya mengabarkan apa yang dia lihat. Dan Khudzaifah juga mengabarkan apa yang dia
lihat. Sebagaimana diketahui (dalam kaidah) bahwa yang menetapkan lebih diutamakan
daripada yang menafikan. Karena pada yang menetapkan itu terdapat ilmu yang lebih.
11. Tidak boleh menyentuh kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing. Dan tidak
menggunakannya saat bercebok dengan air
Dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
12. Diperbolehkan bersuci dengan air, dan batu, atau yang serupa dengan batu, namun air
lebih utama.
Dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata:
ْ
، فََأ ْح ِم ُل َأ َنا َو ُغ َال ٌم َن ْح ِوي ِإ َد َاو ًة ِم ْن َم ٍاء َو َع َن َز ًة،هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َي ْد ُخ ُل ال َخ َال َء
ُ هللا َص َّلى ُ
ِ َك َان َر ُس ْول
ْ
َف َي ْس َت ْن ِجي ِبال َم ِاء.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki WC. Lalu aku dan anak lain
yang seusia denganku membawakan beliau setimba air dan sebuah tombak kecil. Beliau
lantas bersuci dengan air.”
Safar adalah keluar dari tempat tinggal untuk melakukan perjalanan yang jauh. Dalam
Islam, ada adab-adab yang hendaknya diperhatikan oleh orang yang safar. Diantaranya
1. Hendaknya Tidak Safar Sendirian
Seorang Muslim dimakruhkan bersafar sendirian terutama wanita muslimah,
hendaknya bersafar bersama beberapa orang. Sehingga lebih aman dan bisa saling
mengingatkan kebaikan dan melarang kemungkaran di perjalanan
Adab berpakaian utama adalah menutup aurat. Poin ini sudah menjadi hal yang
sangat penting untuk diperhatikan. Terutama bagi kaum wanita, mereka harus
memanjangkan pakaiannya dari atas ujung rambut sampai menutupi mata kaki kecuali
wajah dan telapak tangan.
Itu supaya dijauhkan oleh Allah dari berbagai fitnah dunia. Sebagaimana firmanNya
dalam Qs. Al Ahzab 39
ٰ َ َي ا َأ ُّي َه ا َّالنب ُّي ُق ْل َأِل ْز َو ِاج َك َو َب َنا ِت َك َو ِن َس ِاء ْال ُم ْؤ ِم ِن
ين َع َل ْي ِه َّن ِم ْن َجاَل ِب ِيب ِه َّن ۚ َذ ِل َك َأ ْد َن ٰى َأ ْن
َ ين ُي ْد ِن
ِ
ُي ْع َر ْف َن َفاَل ُيْؤ َذ ْي َن ۗ َو َك َان َّالل ُه َغ ُف ًورا َر ِح ًيما
"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.'
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs. Al-Ahzaab/33: 59)
هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم ُي ِح ُّب َّالت َي ُّم َن ِفي َت َن ُّع ِل ِه َو َت َر ُّج ِل ِه َو ُط ُه ِور ِه َو ِفي َشْأ ِن ِه ُك ِّل ِه
ُ هللا َص َّلى ُ
ِ َك َان َر ُسول.
"Adalah Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam menyukai dengan mendahulukan bagian
kanan saat memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam semua urusannya." [HR. Al-
Bukhari dan Muslim)
11. Berdoa Ketika Memakai Pakaian Baru
Apabila kalian mengenakan pakaian yang baru maka disunnahkan untuk berdoa.
Berikut ini doa ketika berpakaian yang baru,
َ ُ ْ َ
ُ َوَأ ُع ْو ُذ ِب َك ِم ْن َش ِّر ِه َو َش ِّر َما، َأ ْسَأ ل َك ِم ْن َخ ْي ِر ِه َو َخ ْي ِر َما ُص ِن َع له، َأ ْن َت َك َس ْو َت ِن ْي ِه،َا َّلل ُه َّم ل َك ال َح ْم ُد
َ
ُص ِن َع ل ُه
"Ya Allah, segala puji bagiMu, Engkau telah memberiku pakaian ini, aku mohon
kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang dijadikan untuknya, dan aku berlindung
kepadaMu dari keburukannya dan keburukan yang dijadikan untuknya." (HR. Tirmidzi
dan Abu Dawud)
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam merupakan orang yang paling wangi
aromanya. Maka dari itu beliau telah menyunnahkan agar kaum muslimin kalangan laki
laki untuk menggunakan minyak wangi.
MATERI 6
Adab Bekerja
Namun begitu, tidak semua pekerjaan mulia di mata Allah. Pekerjaan yang diridhai
oleh Allah adalah pekerjaan yang dilandasi oleh adab dan etika tertentu, yakni:
Etika ataupun akhlak yang diterapkan dalam pekerjaan merupakan suatu perwujudan
dari kesempurnaan iman seorang mu’min.
Dengan memegng teguh prinsip-prinsip syariah, kita akan terhindar dari dosa dan
harta yang kita dapatkan akan lebih berkah tentunya. Prinsip syariah ini terbagi menjadi
beberapa kelompok.
Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti dengan tidak
memporduksi barang yang haram, tidak menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi
dan permusuhan), riba, risywah dan lainnya.
Kemudian yang kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan
pekerjaan, seperti menutup aurat, menjaga pandangan, menghindari ikhtilat antara laki-
laki dengan perempuan, dan lainnya.
6. Menghindari Syubhat
Syubhat adalah sesuatu yang kehalalan dan keharamannya masih diragukan dan
samar yang berasal dari internal maupun eksternal. Contohnya seperti pemberian dari
pihak luar yang terdapat indikasi memiliki kepentingan khusus di luar keprofesionalan,
kemudian seperti bermitra kerja atau bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara
umum telah diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah.
Berhias tidak hanya sebatas meakai perhiasa akan tetapi juga termasuk berpakaian dan
wewangian.
Allah SWT. Berfirman: ” Katakanlah, semua itu (di sediakan) bagi orang -orang beriman
dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah kami
menjelaskan itu bagi orang-orang yang mengetahui,” (Q.S Al-A’raf : 32).
Itulah yang menjadi landasan buat kita agar kita memakai perhiasan yang baik-baik.
Menuntut ilmu itu wajib bagi Muslim maupun Muslimah. Ketika sudah turun perintah Allah
yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang harus kita lakukan adalah sami’na wa
atha’na, kami dengar dan kami taat. Sesuai dengan firman Allah Ta ‘ala:
َٰ ُ َ َ ِإ َّن َما َك َان َق ْو َل ْال ُمْؤ ِم ِن
ين ِإ َذا ُد ُعوا ِإ لى َّالل ِه َو َر ُسو ِل ِه ِل َي ْح ُك َم َب ْي َن ُه ْم َأ ْن َي ُقولوا َس ِم ْع َنا َوَأ َط ْع َنا ۚ َوُأ ولِئ َك
ْ
ُه ُم ال ُم ْف ِل ُحون
“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada
Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka
hanyalah dengan mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat”. Dan hanya merekalah
orang-orang yang berbahagia.” (QS. An-Nuur [24]: 51).
1. memberi salam kepada orang-orang yang di dalam majlis di saat masuk dan keluar
dari majlis tersebut.
Abu Hurairah ra telah meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Bila salah seorang
kamu sampai di suatu majlis, maka hendaklah memberi salam, lalu jika dilihat layak
baginya duduk maka duduklah ia. Kemudian jika bangkit (akan keluar) dari majlis
hendaklah memberi salam pula. Bukanlah yang pertama lebih berhak daripada yang
selanjutnya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).
2. Tidak berbisik berduaan dengan meninggalkan orang ketiga. Ibnu Mas`ud
Radhiallaahu ‘anhu menuturkan :
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihiwasallam telah bersabda, “Bila kamu tiga orang,
maka dua orang tidak boleh berbisik-bisik tanpa melibatkan yang ketiga sehingga
kalian bercampurbaur dengan orang banyak, karena hal tersebut dapat membuatnya
sedih.” (Muttafaq’alaih).
3. Hendaknya duduk di tempat yang masihtersisa. Jabir bin Samurah telah menuturkan:
“Adalah kami, apabila kami datang kepada Nabi SAW maka masing-masing kami
duduk di tempat yang masih tersedia di majelis.” (HR. Abu Daud).
Jangan memindahkan orang lain dari tempat duduknya kemudian mendudukinya,
akan tetapi berlapang-lapanglah di dalam majlis. Ibnu Umar ra telah meriwayatkan
bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda, “Seseorang tidak boleh
memindahkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia menggantikannya, akan tetapi
berlapanglah dan perluaslah.” (Muttafaq’alaih).
4. Para anggota majlis hendaknya tidak banyak tertawa. Rasulullah Shallallaahu
‘alaihiwasallam telah bersabda, “Janganlah kamu memperbanyak tawa, karena
banyak tawa itu mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-
Albani).
5. Tidak duduk di tengah-tengah halaqah (lingkaran majlis). Tidak duduk di antara dua
orang yang sedang duduk kecuali seizing mereka. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
halal bagi seseorang memisah di antara dua orang kecuali seizing keduanya.” (HR.
Ahmad)
6. Tidak boleh menempati tempat duduk orang lain yang kelua rsementara waktu untuk
suatu keperluan. Nabi SAW bersabda, “Apabila seorang di antara kamu bangkit
(keluar) dari tempat duduknya, kemudian kembali, maka ia lebih berhak
menempatinya.” (HR.Muslim)
7. Anggota majlis hendaknya tidak melakukan suatu perbuatan yang bertentangan
dengan perasaan orang lain, seperti menguap atau membuang ingus atau bersendawa
di dalam majlis.
8. Tidak melakukan perbuatan memata-matai. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah
kamu mencari-cari atau memata-matai orang.” (Muttafaq’alaih).
Hendaknya setiap anggota majlis menjaga pembicaraan yang terjadi di dalam forum
(majlis).
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Apabila seseorang membicarakan suatu pembicaraan kemudian ia menoleh, maka
itu adalah amanat.” (HR. At-Tirmidzi, dinilaihasan oleh Al-Albani).
9. Disunnatkan menutup majlis dengan do`a Kaffaratul majlis, karena Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Siapa yang duduk di dalam suatu
majlis dan di majlis itu terjadi banyak gaduh, kemudiansebelum bubar dari majlis itu
ia membaca :
“Subhaanakallaahumma wabihamdika asyhaduallaailaahailla anta astaghfiruka wa
atuubuilaika”
MATERI 10
Adab Bermedsos
Era modern tanpa batas membuat setiap orang mudah terhubung satu sama lain. Namun
di sisi lain, banyak kejelekan di balik kemajuan tersebut. Islam sebagai agama akhir zaman
selalu menuntun manusia pada kebaikan, pun dalam aktivitas media sosial.
Ada etika yang harus diperhatikan ketika bermedsos ria. Pasalnya, bermain media
sosial ibarat menghunus sebuah pedang. Jika salah mengayunkannya, maka kita sendiri yang
akan tertebas. Sedikitnya ada 10 etika yang mesti diperhatikan agar tak salah langkah dalam
menjelajah akses internet yang canggih tersebut.
1. Muraqabah
Etika pertama yakni merasa selalu diawasi oleh Allah. Apapun yang kita posting,
termasuk niat dibalik postingan tersebut, sadarilah selalu bahwa semua itu diketahui
oleh Sang Maha Tahu. Dengan selalu merasa diawasi Allah, maka pastilah kita takut
melanggar batasan-batasan agama dalam memanfaatkan medsos.
2. Hisab
Ingatlah selalu bahwa ada hisab atau perhitungan atas setiap apa yang kita
lakukan, meski seberat dzarrah. Setiap kalimat, foto, video yang kita unggah, akan
dipertanyakan kelak di akhirat. Allah berfirman,
3. Istifadah
Yakni menggunakan sarana yang ada untuk diambil manfaatnya. Jika media
sosial bermanfaat bagi kehidupan kita, maka tak ada salahnya untuk memanfaatkannya.
Namun jika medsos justru membawa lebih banyak kerugian daripada manfaatnya, maka
etika seorang muslim pastilah menghentikan aktivitas tersebut.
4. Bertanggung jawab
Menggunakan medsos berarti kita bertanggung jawab atas semua yang diposting
ke publik, termasuk saat follow, share, Iike, retweet, repost, comment dan lain
sebagainya. Seorang muslim beretika baik akan berhati-hati dalam menyampaikan
sesuatu atau menanggapi sesuatu.
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan dan hati akan diminta pertanggung jawabannya.” (QS. Al-
Isra’: 36)
Batasan ini terkhusus pada hubungan antara pria dan wanita. Meski tidak
bertatapan langsung, medsos mampu membawa jerat-jerat penyakit hati di setiap
interaksi lawan jenis. Maka batasilah interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram
dan yang tak ada keperluan penting dengannya.
6. Memperhatikan pertemanan
7. Wasilah
8. Tidak lalai
Inilah yang sering luput jika sudah asyik bermain medsos. Kita mudah terlalaikan
hingga waktu yang berhaga terbuang begitu saja.
9. Mengumpulkan kebaikan
10. Ikhlas
Selalu menjaga keikhlasan menjadi salah satu etika yang harus dilakukan muslimin saat
bermedia sosial. Termasuk didalamnya agar tidak memposting sesuatu dengan maksud
ria. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mampu merahasiakan amal salehnya,
maka hendaknya ia lakukan.” (HR. Al Khatib)
Ibnu Rajab pernah berkata, “Tidaklah seseorang yang ingin dilihat itu mencari
perhatian makhluk. Akan tetapi mereka melakukannya akibat kejahilan (kebodohan)
diri akan keagungan Sang Khalik.”
Dengan melaksanakan 10 etika ini, maka media sosial yang sejatinya berbahaya dapat
menjadi sebuah anugerah bagi manusia. Kemajuan teknologi tentu bersifat
memudahkan kehidupan manusia. Namun kemajuan tersebut harus dibarengi dengan
ilmu syar’i dan akhlakul karimah. Mari beretika muslim saat memanfaatkan media
sosial.
Materi 11
1. Hendaknya dalam mengunjungi orang yang sakit diiringi dengan niat yang ikhlas dan
tujuan yang baik. Seperti misalnya yang dikunjunginya adalah seorang ulama atau teman
yang shalih, atau engkau mengunjunginya dalam rangka untuk beramar ma’ruf atau
mencegah kemunkaran yang dilakukan dengan lemah lembut atau dengan tujuan memenuhi
hajatnya atau untuk melunasi hutangnya, atau untuk meluruskan agamanya atau untuk
mengetahui tentang keadaannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
2. Hendaknya memperhatikan situasi dan kondisi yang sesuai ketika hendak menjenguk.
Janganlah memberatkan orang yang dijenguk dan pilihlah waktu yang tepat. Jika orang yang
sakit dirawat di rumah hendaknya meminta izin terlebih dahulu sebelum menjenguknya,
mengetuk pintu rumahnya dengan pelan, menundukkan pandangannya, menyebutkan perihal
dirinya, dan tidak berlama-lama karena bisa jadi itu dapat membuatnya lelah.
3. Hendaknya orang yang menjenguk mendo’akan orang yang sakit dengan kesembuhan dan
kesehatan. Hal ini berdasarkan hadits berikut ini:
6. Apabila melihat orang yang tertimpa cobaan musibah dan penyakit hendaklah berdo’a
dengan suara yang pelan untuk keselamatan dirinya, do’a tersebut adalah:
َّ ْ
َال َح ْم ُد ِِهلل ال ِذ ْي َع َافا ِن ْي ِم َّما ْاب َت َال َك ِب ِه َو َف َّض َل ِن ْي َع َلى َك ِث ْي ٍر ِم َّم ْن َخ َل َق َت ْف ِض ْي ًال.
“Segala puji bagi Allah Yang menyelamatkan aku dari musibah yang Allah timpakan
kepadamu. Dan Allah telah memberikan kemuliaan kepadaku melebihi orang banyak.” [HR.
At-Tirmidzi no. 3431 dan Ibnu Majah no. 3892. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no.
602]
[Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-
Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki
Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret
2006M]