Anda di halaman 1dari 22

Adab-adab Ketika Makan dan Minum

1. Berdo’a sebelum makan

Permasalahan yang sungguh sangat ringan, namun sering terlalaikan oleh


sebagian kaum muslimin, yaitu berdo’a sebelum makan. Padahal lebih ringan
daripada sekedar mengangkat sesuap nasi ke mulut dan tidak lebih berat dari
menahan rasa lapar.

Rasulullah saw bersabda:

‫ ِبْس ِم ِهللا ِفْي َأَّو ِلِه َو آِخ ِر ِه‬: ‫ َفِإْن َنِس َي ِفْي َأَّو ِلِه َفْلَيُقْل‬,‫ بسم هللا‬: ‫ِإَذ ا َأَك َل َأَح ُد ُك ْم َطَع اًم ا َفْلَيُقْل‬

“Apabila salah seorang kalian makan suatu makanan, maka hendaklah dia
mengucapkan “Bismillah” (Dengan nama Allah), dan bila dia lupa diawalnya
hendaklah dia mengucapkan “Bismillah fii awwalihi wa akhirihi” (Dengan nama
Allah di awal dan diakhirnya).”(Shahih Sunan At-Tirmidzi 2/167 no.1513 oleh
Asy-Syaikh Al-Albani )

Dalam hadits yang lain dari Shahabat yang membantu Rasulullah saw selama 18
tahun, dia bercerita bahwa: “Dia selalu mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam apabila mendekati makanan mengucapkan ‘bismillah’.”(HR. Muslim)

Berdasarkan dalil yang shahih dan sharih (tegas) di atas, menerangkan bahwa
membaca ‘bismillah’ ketika makan dan minum adalah wajib dan berdosa bila
meninggalkannya. Rasulullah saw berkata kepada ‘Umar bin Abi Salamah:

‫َسِّم َهللا َو ُك ْل ِبَيِم ْيِنَك‬, ‫…َياُغَالُم‬

“Wahai anak! Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan


kananmu…”(HR.Al Bukhari dan Muslim).

2. Menggunakan tangan kanan

Makan dan minum dengan tangan kanan adalah wajib, dan bila seseorang makan
dan minum dengan tangan kiri maka berdosa karena dia telah menyelisihi perintah
Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya serta merupakan bentuk perbuatan
tasyabbuh (meniru) perilaku setan dan orang-orang kafir. Rasulullah saw
bersabda:
‫ِإَذ ا َأَك َل َأَح ُد ُك ْم َفْلَيْأُك ْل ِبَيِم ْيِنِه َو ِإَذ ا َش ِر َب َفْلَيْش َر ْب ِبَيِم ْيِنِه َفِإَّن الَّش ْيَطاَن َيْأُك ُل ِبِش َم اِلِه َو َيْش َر ُب ِبِش َم اِلِه‬

“Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah makan dengan tangan
kanan dan apabila dia minum, minumlah dengan tangan kanan. Karena setan
apabila dia makan, makan dengan tangan kiri dan apabila minum, minum dengan
tangan kiri.”(HR. Muslim)

3. Makan dari arah pinggir dan disekitarnya

Makan dari arah pinggir atau tepi dan memakan apa yang ada disekitarnya (yang
terdekat) merupakan bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan pada
bimbingan beliau terkandung barakah serta merupakan penampilan adab yang
baik.

Rasulullah saw bersabda:

‫ِإَذ ا ُوِضَع الَّطَع اُم َفُخ ُذ ْو ا ِم ْن َح اَفِتِه َو َذ ُرْو ا َو ْس َطُه َفِإَّن اْلَبَر َكَة َتْنِز ُل ِفْي َو ْس ِطِه‬

“Jika makanan diletakkan, maka mulailah dari pinggirnya dan jauhi (memulai)
dari tengahnya, karena sesungguhnya barakah itu turun di tengah-tengah
makanan.”(Shahih Sunan Ibnu Majah no.2650 oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
Rasulullah saw berkata kepada ‘Umar bin Abi Salamah:

‫َسِّم َهللا َو ُك ْل ِبَيِم ْيِنَك َو ُك ْل ِمَّم ا َيِلْيَك‬, ‫َياُغَالُم‬

“Wahai anak! Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan
makanlah yang ada disekitarmu (didekatmu).”(HR.Al Bukhari dan Muslim).

4. Duduk saat makan

Islam mengajarkan bagaimana cara duduk yang baik ketika makan yang tentunya
hal itu telah dipraktekkan oleh Rasulullah saw. Sifat duduk Rasulullah saw ketika
makan telah diceritakan oleh Abdullah bin Busr radhiallahu ‘anhu: “Nabi
memiliki sebuah qas’ah (tempat makan/nampan) dan qas’ah itu disebut Al-
Gharra’ dan dibawa oleh empat orang. Di saat mereka berada di waktu pagi,
mereka Shalat Dhuha, lalu dibawalah qas’ah tersebut ¬dan padanya ada tsarid
(sejenis roti) ¬ mereka mengelilinginya. Tatkala semakin bertambah (jumlah
mereka), Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam duduk di atas kedua betis beliau.
Seorang A’rabi (badui) bertanya: “Duduk apa ini, wahai Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku dijadikan oleh Allah
sebagai hamba yang dermawan dan Allah tidak menjadikan aku seorang yang
angkuh dan penentang.”(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih)

Kenapa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam duduk dengan jatsa (di atas kedua
lutut dan kaki)? Ibnu Baththal mengatakan: “Beliau melakukan hal itu sebagai
salah satu bentuk tawadhu’ beliau.” {Fathul Bari, 9/619}

Al Hafidzh Ibnu Hajar juga menerangkan:”…maka cara duduk yang disunnahkan


ketika makan adalah duduk dengan jatsa. Artinya duduk di atas kedua lutut dan
kedua punggung kaki, atau dengan mendirikan kaki yang kanan dan duduk di atas
kaki kiri.”(Fathul Bari)

5. Tidak boleh mencerca makanan

Semua yang kita makan dan minum merupakan rizki yang datang dari Allah
subhanahu wata’ala, maka tidak boleh bagi kita untuk menghina ataupun
mencerca sedikitpun dari apa yang telah diberikan Allah swt. Rasulullah saw
mengajarkan kepada kita suatu adab yang mulia ketika tidak menyukai makanan
yang dihidangkan sebagaimana dalam hadits:

Dari Sahabat Abu Hurairah r.a, beliau berkata:

‫ ِإِن اْش َتَهاُه َأَك َلُه َو ِإْن َك ِرَهُه َتَر َك ُُه‬,‫َم ا َعاَب الَّنِبُّي َص لى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َطَع اًم ا َقُّط‬

“Rasulullah saw tidak pernah mencerca makanan sama sekali. Bila beliau
mengiginkan sesuatu beliau memakannya dan bila tidak suka beliau
meninggalkannya.”(HR. Al Bukhari dan Muslim)

6. Berdo’a sesudah makan

Sesungguhnya Allah swt meridhai terhadap seorang hamba yang makan


dan minum, kemudian memuji-Nya. Rasulullah saw bersabda:

‫ِإَّن َهللا َلَيْر َض ى َع ِن اْلَع ْبِد َأْن َيْأُك َل ْاَألْك َلَة َفَيْح َم َد ُه َع َلْيَها َأْو َيْش َر َب الُّش ْر َبَة َفَيْح َم َد ُه َع َلْيَها‬
“Sesungguhnya Allah betul-betul ridha terhadap seorang hamba yang
memakan makanan, kemudian memuji-Nya dan yang meminum minuman lalu
memuji-Nya.” {HR. Muslim}

Adapun di antara beberapa contoh do’a sesudah makan dan minum adalah
sebagai berikut ini. Rasulullah saw bersabda:

‫َم ْن َأَك َل َطَع اًم اَفَقاَل “اْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ي َأْطَع َم ِني َهَذ ا َو َر َز َقِنْيِه ِم ْن َغْيِر َح ْو ِل ِم ِّني َو َال ُقَّوٍة” ُغ ِفَر َلُه َم ا َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه‬

“Barangsiapa memakan makanan dan dia mengatakan “Segala puji bagi


Allah yang telah memberiku makan ini, dan memberiku rizki dengan tanpa ada
daya dan kekuatan dariku.” Maka akan diampuni dosanya.”{HR. Abu Dawud dan
Ibnu Majah. Shahih}

Rasulullah saw bersabda:

‫اْلَحْم ُد ِهَّلِل َحْم ًدا َك ِثْيًرا َطِّيًبا ُمَباَر ًك ا ِفْيِه َغْيَر َم ْك ِفٍّي َو َال ُمَو َّد ٍع َو َال ُم ْسَتْغًنى َع ْنُه َر ُّبَنا‬

“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan berkah. Dia tidak
membutuhkan pemberian makanan (karena Dia yang memberi makanan), tidak
ditinggalkan dan tidak membutuhkan makanan itu ya Rabb kami.” {HR. Al
Bukhari, Tirmidzi dengan lafadznya}.

6. Makan secara berjamaah

Rasulullah saw bersabda sebagaimana dalam riwayat Jabir ra

‫َأَح ُّب الَّطَع اِم ِإَلى ِهللا َم ا َك ُثَر ْت َع َلْيِه ْاَأل ْيِد ي‬

“Makanan yang paling dicintai oleh Allah adalah bila banyak tangan (berjama’ah
pada makanan tersebut).” (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan selain beliau
dan hadits ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam kitab Silsilah Al-
Ahadits Ash-Shahihah, 2/562 no 895). Rasulullah saw bersabda:

‫َفاْج َتِم ُعْو ا َع َلى َطَع ا ِم ُك ْم َو اْذ ُك ُرْو ا اْس َم ِهللا َع َلْيِه ُيَباَر ْك َلُك ْم ِفْيِه‬

“berjama’ahlah kalian pada makan kalian dan bacalah nama Allah, niscaya Allah
akan menurunkan barakah.” (HR. Ibnu Majah. Shahih)
7. Menjilat tangan dan bejana (tempat makan)

Rasulullah saw bersabda:

‫ َفِإَّنُه َالَيْد ِر ي ِفي َأَّيِتِهَّن اْلَبَر َك ُة‬,‫ِإَذ ا َأَك َل َأَح ُد ُك ْم ِم َن الَّطَع اِم َفَال َيْمَس ْح َيَد ُه َح َّتى َيْلَع َقَهاَأْو ُيْلِع َقَها‬

“Apabila salah seorang dari kalian makan, maka janganlah dia mengusap
tangannya sampai dia menjilatnya atau memberikan kepada orang lain untuk
menjilatnya, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui tempat terletaknya
barakah.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ad-Darimi.
Shahih).

8. Mengambil makanan yang terjatuh

Termasuk dalam tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah


mengambil bila makanan tersebut terjatuh dari tangan. Ini bukan berarti bahwa
Islam tidak menjaga kebersihan dan kesehatan. Oleh karena itu ketika mengambil
makanan yang jatuh tersebut harus dibersihkan bila terdapat kotoran padanya.

Rasulullah saw bersabda:

‫ِإَذ ا َو َقَع ْت ُلْقَم ُة َأَحِد ُك ْم َفْلَيْأُخ ْذ َها َفْلُيِم ْط َم اَك اَن ِم َن ْاََألَذ ى َو ْلَيْأُك ْلَهاَو َال َيَد ْع َها ِللَّش ْيَطا‬

“Apabila terjatuh makanan salah seorang dari kalian, maka ambilah lalu bersihkan
kotoran yang ada padanya kemudian makanlah dan jangan membiarkannya bagi
syetan.” (HR. Muslim)

9. Tidak bernafas di bejana atau meniup makanan

dari sahabat Ibnu ‘Abbas r.a:

‫َأَّن الَّنِبَّي َص َّلىاُهلل َع َلْيِه َو َس َّلَم َنَهي َأْن َيَتَنَّفَس ِفي ْاِإل َناِء َأْو َيْنُفَخ ِفْيِه‬

“Bahwa Rasulullah saw telah melarang bernafas di dalam bejana atau melarang
untuk meniup padaya.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1539 dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani.
2.2 Cara Makan dan Minum Rasulullah saw

Rasulullah saw selalu mengawali aktifitas makannya dengan


membaca Bismillah dan mengakhirinya dengan bacaan Alhamdulillah. Rasulullah
selalu makan dengan tangan kanan, memperkecil suapan agar mudah dimasukkan
ke dalam mulut, mudah dikunyah dan ditelan, sehingga tidak berhenti di
tenggorokan. Rasulullah selalu mengunyah makanan dengan baik sehingga
lambungnya tidak akan bersusah payah atau tidak akan mengalami kesulitan saat
mencerna. Sebab, tubuh manusia tidak dapat mengambil manfaat dari makanan
yang tidak dapat dicerna dengan baik oleh usus.

Rasulullah saw selalu makan dengan cara mengambil makanan yang


terdekat terlebih dahulu dan tidak pernah mengambil makanan yang terdapat
ditengah terlebih dahulu. Rasuluullah menganjurkan agar tidak tergesa-gesa
saat makan dan minum. Tunggu hidangnan yang dimakan atau diminum itu
mencapai suhu normal. Beliau selalu menyantap setiap makanan yang
dihidangkan kepadanya, dan tidak pernah mencela makanan tersebut. Jika tidak
menyukai suatu makanan, beliau tidak akan mendekatinya. Sebagai contoh,
Rasulullah pernah menolak untuk memakan Biawak karena tidak terbiasa makan
binatang tersebut. Meski demikian, Rasul tidak mengharamkan Biawak bagi
umatnya.

Rasulullah tidak pernah makan dengan lahap atau rakus seperti yang sering
dilakukan sebagian orang. Selain itu, beliau telah memberikan contoh berkaitan
dengan sikap tidak berlebih-lebihan dalam hal makan. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa Rasulullah selalu bersikap zuhud dalam menjalani kehidupannya.
Maksudnya Rasulullah tidak berlebih-lebihan ketika makan.

Diriwayat al Thabrani dalam al Ausath, dari hadits Ka'b bin 'Ujrah, "aku melihat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam makan dengan tiga jari; yaitu ibu jari,
telunjuk, dan jari tengah. Kemudian aku melihat beliau menjilati ketiga jarinya
tersebut sebelum mengusapnya. Jari tengah dulu, lalu jari telunjuk, kemudian ibu
jari. Hikmahnya, karena jari tengah lebih kotor karena lebih panjang sehingga sisa
makanan lyang menempel lebih banyak dibandingkan jari yang lain. Karena
panjang, sehingga lebih dulu jatuh ke makanan. Boleh jadi, yang dijilat dulu
adalah bagian dalam telapak lalu ke bagian luarnya. Dimulai dari jari tengah, lalu
berpindah ke jari telunjuk dan berakhir ke ibu jari.

2.3 Hikmah Melaksanakan Adab Makan dan Minum

Membaca bismillah sebelum makan berfungsi mencegah setan dari ikut


berpartisipasi menikmati makanan tersebut. Hudzaifah r.a mengatakan, “Apabila
kami makan bersama Nabi saw, maka kami tidak memulainya sehingga Nabi
memulai makan. Suatu hari kami makan bersama Nabi, tiba-tiba datanglah
seorang gadis kecil seakan-akan anak tersebut terdorong untuk meletakkan
tangannya dalam makanan yang sudah disediakan. Dengan segera Nabi
memegang tangan anak tersebut. Tidak lama sesudah itu datanglah seorang Arab
Badui. Dia datang seakan-akan di dorong oleh sesuatu. Nabi lantas memegang
tangannya. Sesudah itu Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya syaitan turut
menikmati makanan yang tidak disebut nama Allah padanya. Syaitan datang
bersama anak gadis tersebut dengan maksud supaya bisa turut menikmati
makanan yang ada karena gadis tersebut belum menyebut nama Allah sebelum
makan. Oleh karena itu aku memegang tangan anak tersebut. Syaitan pun lantas
datang bersama anak Badui tersebut supaya bisa turut menikmati makanan. Oleh
karena itu, ku pegang tangan Arab Badui itu. Demi Allah yang jiwaku ada di
tangan-Nya sesungguhnya tangan syaitan itu berada di tanganku bersama tangan
anak gadis tersebut.” (HR Muslim no. 2017)

Hikmah dari larangan mengambil makanan yang berada di hadapan orang lain,
adalah perbuatan kurang sopan, bahkan boleh jadi orang lain merasa jijik dengan
perbuatan itu.

Mengambil posisi duduk tegak tanpa bersandar, posisi duduk tegak tidak
membungkuk tidak menyebabkan perut terlipat dan diafragma lebih terdorong ke
bawah rongga dada sebagai wadah membantu pernapasan juga menjadi lebih
lapang.
Perintah untuk menjilati sisa makanan yang menempel pada tangan dan piring
sebelum dibersihkan, baik dengan dilap atau dicuci, memiliki beberapa alasan.
Dalam beberapa hadits disebutkan dengan jelas, yaitu untuk meraih berkah
makanan. Namun bukan berarti hadits-hadits itu membatasi hikmah lainnya.

Sesungguhnya makanan yang kita santap mengandung barakah. Namun kita tidak
mengetahui letak keberkahan tersebut. Apakah dalam makanan yang sudah kita
santap, ataukah yang tersisa dan melekat di jari, ataukah yang tersisa di piring,
ataukah berada dalam suapan yang jatuh ke lantai. Karenanya kita harus menjaga
hal ini agar mendapat barakah. Ibnu Daqiq al-'Ied rahimahullah, berkata, "alasan
tentang hal ini sangat jelas dalam beberapa riwayat. Yaitu, "karena dia tidak tahu
pada makanan mana terdapat barakah."

Hikmah lainnya, agar tidak tumbuh sifat sombong dalam diri dengan meremehkan
makanan yang sedikit dan menurut kebiasaan dianggap sesuatu yang remeh. Al
Qadli 'Iyadh berkata, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam memerintahkan hal itu agar tidak meremehkan makanan yang sedikit."
(Dalam al Fath)
PUASA SUNNAH DAN MANFAAT BAGI KESEHATAN

A. Pengertian Puasa Sunnah

Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib.
Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali
Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah
seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam
hadits qudsi,

‫ َوَبَصَرُه اَّلِذ ى ُيْبِص ُر‬، ‫ َفِإَذ ا َأْح َبْبُتُه ُكْنُت َسْمَع ُه اَّلِذ ى َيْس َم ُع ِبِه‬، ‫َو َم ا َيَزاُل َع ْبِد ى َيَتَقَّرُب ِإَلَّى ِبالَّنَو اِفِل َح َّتى ُأِح َّبُه‬
‫ َو َلِئِن اْسَتَع اَذ ِنى ُألِع يَذَّنُه‬، ‫ َو ِإْن َس َأَلِنى ُألْع ِطَيَّنُه‬، ‫ َو َيَد ُه اَّلِتى َيْبُطُش ِبَها َو ِر ْج َلُه اَّلِتى َيْمِش ى ِبَها‬، ‫ِبِه‬

“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah


sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan
memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi
petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk
pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku,
pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan
melindunginya”

B. Pahala dan Keutamaan Berpuasa

Puasa merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
yang mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang
mengamalkannya,

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:

‫ َف ِإَذ ا َك اَن َي ْو ُم َص ْو ِم‬.‫ َو الِّص َياُم ُج َّنٌة‬.‫ َفِإَّنُه ِلي َو َأَنا َأْج ِز ي ِبِه‬. ‫ ُك ُّل َع َمِل اْبِن آَد َم َلُه إال الِصَياَم‬:‫َقاَل ُهللا َع َّز َو َج ّل‬
‫ ِإِّني َص اِئٌم – َم َّرَتْيِن – َو اَّل ِذ ي َنْفُس‬: ‫ َفْلَيُقْل‬،‫ َفِإْن َشاَتَم ُه َأَح ٌد َأْو َقاَتَلُه‬. ‫َأَحِد ُك ْم َفال َيْر ُفْث َو ال َيْص َخْب َو ال َيْج َهْل‬
‫ ِإَذ ا َأْفَطَر‬:‫ َو ِللَّصاِئِم َفْر َح َتاِن َيْفَر ُحُهَم ا‬.‫ َلَخ ُلْو ُف َفِم الَّصاِئِم َأْطَيُب ِع ْنَد ِهللا َيْو َم الِقَياَم ِة ِم ْن ِر ْيِح الِم ْسك‬.‫ُمَحَّمٍد ِبَيِدِه‬
‫ َو ِإَذ ا َلِقَي َر َّبُه َفِر َح ِبَص ْو ِمِه‬.‫َفِر َح ِبِفْطِر ِه‬

“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya
kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan
membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian
berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan
janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang
mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya
saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya,
sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari
kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan
yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia
dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia
dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫ َو ْج َهُه َع ِن الَناِر َس ْبِع ْيَن َخ ِرْيفًا‬، ‫ ِبَذ ِلَك الَيْو ِم‬،‫ إال َباَعَد ُهللا‬.‫ال َيُصْو ُم َع ْبٌد َيْو ًم ا ِفي َس ِبْيِل هللا‬

“Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Allah kecuali Allah akan
menjauhkan wajahnya dari api neraka (dengan puasa itu) sejauh 70 tahun jarak
perjalanan.” (HR. Bukhari Muslim dan yang lainnya).

Sebagaimana jenis ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar
yakni beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Secara Syar’i makna puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan jima’
serta segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari dengan niat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala” , Maka jika
seseorang menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di
atas atau menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah saw. maka tentu
saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk perbuatan yang
sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala,
Penyimpangan yang bisa terjadi dalam berpuasa diantaranya:
1. Berpuasa tidak dalam rangka beribadah kepada Allah.

Semisal seseorang yang berpuasa karena hendak mendapatkan bantuan dari


jin/syaitan berupa sihir atau yang lainnya, atau bernadzar puasa kepada selain
Allah, maka perbuatan ini termasuk kesyirikan yang besar karena memalingkan
ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun seseorang yang berpuasa
semata-mata karena alasan kesehatan, walaupun hal ini boleh-boleh saja akan
tetapi ia keluar dari pengertian puasa yang syar’i sehingga tidaklah ia termasuk
orang yang mendapatkan keutamaan puasa sebagaimana yang dijanjikan Allah
subhanahu wa ta’ala.

2. Menyelisihi tata cara Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:

Mengkhususkan tata cara tertentu yang tidak dituntunkan oleh Nabi saw.,
semisal puasa mutih (menyengaja menghindari makan daging atau yang lainnya),
puasa sehari semalam tanpa tidur atau tanpa berbicara dengan menganggap hal ini
memiliki keutamaan dan yang lainnya.

Mengkhususkan waktu tertentu yang tidak dikhususkan oleh Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam semisal mengkhususkan puasa pada hari atau bulan tertentu
tanpa dalil dari al-Qur’an dan sunnah, ataupun mengkhususkan jumlah hari yang
tidak dikhususkan dalam syariat.

Maka seyogyanya kaum muslimin menahan diri dari beribadah tanda dasar ilmu
atau tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah hadits dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َم ْن َع ِمَل َع َم ًال َلْيَس َع َلْيِه َأْم ُرَنا َفُهَو َر ٌّد‬

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami
maka tertolak.” (HR. Muslim).

Maka berikut ini adalah beberapa jenis puasa yang dianjurkan di dalam Islam di
luar puasa yang wajib (Puasa Ramadhan) berdasarkan dalil-dalil yang syar’i,
semoga kita diberi kemudahan untuk mengamalkannya berdasarkan ilmu dan
terhindar dari perkara-perkara yang menyelisihi syariat Allah subhanahu wa ta’ala
sehingga kita dapat memperoleh berbagai keutamaan dari apa-apa yang dijanjikan
Allah subhanahu wa ta’ala.

C. Macam-macam Puasa Sunnah

Disamping puasa wajib di bulan Ramadhan, disyariatkan beberapa macam puasa


sunat diluar Ramadhan, yaitu:

a. Puasa enam hari bulan Syawal

Puasa ini disyariatkan berdasarkan hadits Nabi SAW berikut:

‫ان ثم اتبعه ستا من شوال كان كصيام‬²‫عن أبي أيوب قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من صام رمض‬
)‫الدهرز (رواه مسلم‬

Dari Abi Ayyub r.a., Rasulullah SAW bersabda:”bang siapa puasa pada bulan
Ramadhan kemudian ia puasa pula enam hari pada bulan Syawal adalah seperti
puasa sepanjang masa.” (HR. Muslim)

Para ahli memahami hadits tersebut dengan mengaitkannya kepada hadits yang
menerangkan bahwa satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Jadi satu
bulan (30 hari) berpuasa pada bulan Ramadhan sama nilainya dengan sepuluh
bulan (300 hari) berpuasa di luar Ramadhan, dan enam hari berpuasa pada bulan
Syawal sama nilainya dengan dua bulan (60 hari). Dengan demikian jadilah
puasanya seperti 12 bulan (1 tahun)

b. Puasa hari senin dan hari kamis, sebagaimana dianjurkan Nabi SAW melalui
sabdanya:

)‫عن عا ئشة رضي هللا عنها كان النبي صلى هللا عليه وسلم يتحر صيام اإلثنين والخمس (زواه ابو داود‬

dari Aisyah r.a., bahwa Nabi SAW memilih waktu puasa pada hari senin dan hari
kamis. (HR. Abu Daud).

Pada hadits lain, hadits shahih yang menerangkan bahwa Nabi saw.
mementingkan untuk melakukannya, sabdanya: Amal-amal perbuatan dilaporkan
pada hari senin dan kamis, maka aku senang bila amalku dilaporkan dalam
keadaan aku sedang berpuasa; maksudnya dilaporkan kepada Allah.[3]
Adapun dibawanya amal-amal tersebut oleh Malaikat, adalah satu kali malam dan
satu kali siang hari; dan tentang dibawanya pada bulan sya’ban adalah dibelokkan
pada pengertian, dibawanya amal satu tahun secara keseluruhan. Puasa hari senin
lebih Afdhal dari pada kamis, karena adanya kekhususan-kekhususan yang
banyak dikemukakan oleh para Ulama

c. Puasa pada hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak sedang haji,
sedangkan bagi orang yang haji puasa itu tidak disunatkan, sebagaimana
diterangkan dalam hadits berikut:

( ‫عن ابى قتادة أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال ما من يوم أكثر من أن يعتق هللا فيه من النار من يوم غرفة‬
) ‫زواه مسلم‬

Dari Abi Qatadah, Nabi SAW bersabda: tiadalah dari hari yang paling banyak
Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka selain hari ‘Arafah (HR.
Muslim).

Hukum puasa ini sunnah muakad. Dosa yang dilebur adalah dosa-dosa kecil yang
tidak ada sangkut pautnya dengan hak-hak Adam, sebab dosa besar bisa dilebur
hanya dengan bertaubat yang sah, sedangkan hak Adam terserah pada kerelaan
yang bersangkutan sendiri. Jikalau tak punya dosa kecil maka kebajikan-
kebajikannya akan ditambah.

d. Puasa tiga hari setiap bulan (hari Bidl), yaitu pada hari 13, 14 dan 15. Tapi
bila dilaksanakan pada selain hari-hari tersebut dipandang sah. Nabi SAW
bersabda:

‫ة عشرة وأربع‬²²‫ة فثم ثالث‬²²‫عن ابي ذر قال رسول هلل صلى هللا عليه وسلم يا أبا ذر إذا صمت من الشهر ثالث‬
)‫عشرة وخمس عشرة (رواه أحمد والنسائى‬

Dari Abi Zarr, Nabi SAW. Bersabda: “Hai Abu Zarr, apabila engkau hendak
puasa tiga hari dalam sebulan, hendaklah engkau puasa pada hari ke 13, 14, dan
15.” (HR. Ahmad dan Nasa’i)

e. Puasa hari ke-9 pada bulan Muharram (puasa Tasu’a), sebagaimana


dijelaskan pada hadits:
)‫عن ابن عباس رضي هللا عنه لو بقيت على قابل ألصومّن التسع والعاشر (زواه مسلم‬

Dari Ibn Abbas, berkata:” Jika aku masih hidup sampai masa (bulan) depan, aku
akan melaksanakan puasa pada hari yang ke-9 dan 10 (Muharram).”(HR. Muslim)

Dari keterangan ini, bagi orang yang tidak bepuasa tasu’a disunnahkan berpuasa
pada tanggal 11-nya, bahkan telah berpuasa tanggal 9 sekalipun; tersebut didalam
Al-Umm : tidaklah mengapa, bila berpuasa pada tanggal 10 nya juga.

f. Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram), sesuai dengan hadits Nabi berikut:

)‫عن قتادة قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم صوم يوم عشوراء يكفر سئة ماضية (رواه مسلم‬

Dari Abi Qatadah, Rasulullah bersabda:”Puasa hari ‘Asyura itu menhapuskan


dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)

Hukum puasa ini sunnah muakad. Diterangkan dalam haadits Muslim bisa
melebur dosa selama 1 tahun yang telah lewat. Adapun hadits-hadits tentang
bercelak mata, mandi, dan memakai harum-haruman di hari ‘Asyura adalah
palsuan para pemalsu hadits

g. Puasa bulan Sya’ban. Dalam hal ini Nabi Bersabda:

)‫عن عائشة رضي هللا عنها قالت لم يكن النبي صلى هللا عليه وسلم يصوم أكثر من الشعبان (رواه الخمسة‬

Dari Aisyah berkata:”Nabi tidak berpuasa lebih banyak selain dari pada bulan
Sya’ban.” (HR. Al-Khamsah)

Terdapat suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa.
Bahkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika bulan
Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

‫ َفَم ا َر َأْيُت‬. ‫ َو ُيْفِط ُر َح َّتى َنُقوَل َال َيُصوُم‬، ‫َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – َيُصوُم َح َّتى َنُقوَل َال ُيْفِط ُر‬
‫ َو َم ا َر َأْيُتُه َأْكَثَر ِصَياًم ا ِم ْنُه ِفى َشْع َباَن‬، ‫َر ُسوَل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – اْسَتْك َم َل ِصَياَم َشْهٍر ِإَّال َر َم َض اَن‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan
bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa
beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada
bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih
banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim
no. 1156)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,

‫ َفِإَّنُه َك اَن َيُصوُم َشْع َباَن ُك َّلُه‬، ‫َلْم َيُك ِن الَّنِبُّى – صلى هللا عليه وسلم – َيُصوُم َش ْهًرا َأْكَثَر ِم ْن َشْع َباَن‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang
lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no.
1156)

Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

‫َك اَن َيُصوُم َشْع َباَن ُك َّلُه َك اَن َيُصوُم َشْع َباَن ِإَّال َقِليًال‬.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban


seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no.
1156)

Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,

‫َأَّنُه َلْم َيُك ْن َيُصوُم ِم َن الَّسَنِة َش ْهًرا َتاًّما ِإَّال َشْع َباَن َيِص ُلُه ِبَر َم َض اَن‬.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh
selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.”
(HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)

Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa
pada bulan Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)?

Asy Syaukani mengatakan, “Riwayat-riwayat ini bisa dikompromikan dengan


kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata “kullu” (seluruhnya) di situ
adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya, sebagaimana dinukil oleh At
Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau mengatakan bahwa boleh dalam bahasa
Arab disebut berpuasa pada kebanyakan hari dalam satu bulan dengan dikatakan
berpuasa pada seluruh bulan.” (Nailul Author, 7/148). Jadi, yang dimaksud
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di seluruh hari bulan Sya’ban adalah
berpuasa di mayoritas harinya.

Lalu Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan
Sya’ban?

An Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan,


“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan
penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan
adalah wajib. ”(Syarh Muslim, 4/161)

Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di


bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah
sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat
yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau
sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat
dekat dengan puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan
puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif
Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 233)

h. Puasa berselang hari, yaitu puasa satu hari berbuka satu hari (Puasa Daud),
sebagaimana hadits Nabi SAW:

‫ل الصيام صوم داود كان يصوم يوما ويفطر‬²‫عن عبد هللا بن عمر أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال أفض‬
)‫يوما (متفق عليه‬

Dari Abdullah bin Umar r.a., sesungguhnya Nabi SAW bersabda:”Puasa yang
lebih adalah puasa Nabi Daud, yaitu puasa satu hari dan buka puasa satu.” (HR.
Muttafaaq ‘alaih)

i. Puasa delapan hari bulan Dzulhijjah sebelum hari ‘Arafah (puasa


Tarwiyah). Hukum puasa ini sunnah muakad. Puasa ini dianjurkan baik kepada
orang yang sedang haji maupun yang bukan melaksanakan haji, karena dalam
sebuah riwayat yang diterima dan hafshah diterangkan bahwa amal yang
dilaksanakan 10 hari awal Dzulhijjah mempunyai keutamaan, termasuk
kedalamnya amal ibadah puasa. (HR. Abu Daud dan Nasa’i)

j. Puasa pada bulan-bulan yang terhormat (al-asyhar al-hurum), yaiitu bulan


Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:

‫ل الصالة بعد المكتوبة جوف الليل‬²²‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال أفض‬
)‫وأفضل الصيام بعد زمضان شهز هللا المحترم (رواه مسلم‬

Dari Abi Hurairah ra., sesungguhnya Nabi SAW bersabda:”Shalat yang paling
baik setelah shalat yang diwajibkan adalah shalat ttengah malam dan puasa yang
lebih baik setelah bulan Ramadhan ialah puasa pada bulan-bulan terhormat.” (HR.
Muslim)

Menurut ahli fiqh Hanafiyah puasa yang dianjurkan itu ialah tiga setiap bulan
tersebut, yaitu hari Kamis, Jum’at dan Sabtu

Barangsiapa mengalami Talabbus (terkacaukan) dengan puasa sunnah atau shalat


sunnah, maka diperbolehkan memotong di tengah jalan (tidak diteruskan sampai
akhir); tidak boleh bila itu haji sunnah. Barangsiapa Talabbus dengan melakukan
qadla wajib, maka tidak boleh memotong di tengah jalan

Haram melakukan puasa pada hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 bulan Dzul Hijjah),
Idul Fitri, idul Adha, dan juga hari Syak bagi selain yang telah membiasakan
puasa pada hari-hari tertentu misalnya senin kamis, hari syak yaitu tanggal 30
Sya’ban

An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut


adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang
dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan
oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki
hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib
ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi
gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa
diakhirkan.” Beliau rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika si suami
bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi istri,
ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya

Manfaat puasa bagi kesehatan

1. Memperbaiki Gula Darah

Puasa membawa manfaat bagi mereka yang mengidap diabetes karena dapat
membantu mengurangi resistensi terhadap insulin serta kadar gula darah berlebih.
Hal ini bisa terjadi karena insulin membantu mengontrol kadar gula darah dalam
tubuh dengan cara membawa gula menuju sel tubuh dan menjadikannya sebagai
sumber energi.

2. Mengurangi Kolesterol Tubuh

Manfaat puasa yang kedua dapat dirasakan pada kadar kolesterol tubuh. Pasalnya,
puasa mampu mengurangi kolesterol jahat LDL (low-density
lipoproteins). Dengan begitu, Anda tidak perlu khawatir kolesterol menghambat
arteri dan mengakibatkan komplikasi, seperti serangan jantung. Selain berpuasa
yang dapat menurunkan kolestrol

3. Mengurangi Lemak Tubuh

Terkadang, dokter akan mendorong Anda mengurangi lemak tubuh atau


menurunkan berat badan demi menghindari risiko penyakit tertentu, seperti
hipertensi, stroke, serta penyakit jantung. Jika Anda sedang mengurangi lemak
karena alasan kesehatan, puasa dapat membantu meredakan asupan kalori Anda
dan mendorong tubuh untuk membakar lemak berlebih.

4. Menjadi Metode Detoks

Selanjutnya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) juga


menyatakan bahwa manfaat puasa salah satunya adalah untuk mendorong proses
detoksifikasi. Detoksifikasi berguna dalam membuang toksin atau zat-zat buruk
yang tidak bermanfaat bagi tubuh kita.

5. Membantu Menghentikan Merokok


Pendapat seputar merokok dapat membatalkan puasa ada beragam. Namun, Anda
bisa memanfaatkan berpuasa untuk mengurangi dan bahkan menghentikan
kebiasaan merokok. Selain untuk meningkatkan pengalaman berpuasa, Anda
dapat terhindar dari risiko penyakit seperti kanker paru-paru.

6. Mengurangi Peradangan

Saat sistem imun tengah melawan infeksi, peradangan pada tubuh merupakan hal
yang wajar. Tetapi, selain tidak terasa nyaman, peradangan yang terus berlanjut
justru akan berujung pada penyakit lain, seperti diabetes atau penyakit jantung.
Untungnya, puasa juga dapat mengurangi radang pada tubuh.

Demikian tadi beberapa kebaikan serta manfaat puasa yang bisa Anda rasakan.
Sebelum lanjut berpuasa, pastikan Anda juga mengacu pada saran dokter agar
dapat menjalaninya secara aman sesuai dengan kondisi kesehatan. Selain itu,
beberapa kondisi, seperti diabetes tipe 1, mungkin memang tidak
direkomendasikan berpuasa.
Hikmah Dan Keutamaan Berbuka Puasa dan Sahur
Keutamaan hikmah sahur ini bagi kita umat Islam adalah bahwasannya sahur
dalam kita berpuasa ini membedakan puasa kita dengan puasanya ahli Kitab.
Karena selain agama Islam, agama yang lain juga mempunyai ibadah seperti
halnya puasa kita ini. Hanya saja perbedaannya terletak salah satunya adalah
dalam hal makan sahur ini. Kita disunahkan untuk makan sahur sedangkan ahli
kitab tidak mengenal akan sahur ini. Yang dimaksud dengan pengertiaan sahur ini
adalah makan sesuatu sebelum kita memulai berpuasa dan sebelum waktu imsak
datang.
Hukum sahur adalah sunnah hal ini adalah berdasarkan atas hadits dari Anas bin
Malik radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur terdapat barakah.”
(Muttafaqun ‘alaih). Dan selanjutnya adalah mengenai waktu sahur pula.
Waktu yang utama untuk makan sahur adalah dengan mengakhirkan waktunya
hingga mendekati terbit fajar. Dan mengakhirkan waktu sahur ini merupakan
sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu, beliau bekata
:” Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian
(setelah makan sahur) kami berdiri untuk melaksanakan shalat. Aku (Anas bin
Malik) berkata: ‘Berapa perkiraan waktu antara keduanya (antara makan sahur
dengan shalat fajar)?’ Zaid bin Tsabit radiyallahu ‘anhu berkata: ’50 ayat’.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Selain itu ada beberapa Keutamaan Dalam Sahur yaitu :
1. Terdapat Keberkahan Dalam Sahur.
Dalam sunnah makan sahur ini kita akan juga mendapatkan keberkahan. Sahur
yang barokah berarti mengikuti sunnah Rasulullah dalam sahur , menumbuhkan
semangat serta meringankan beban yang berat bagi yang berpuasa, dalam makan
sahur juga menyelisihi Ahlul Kitab karena mereka tidak melakukan makan sahur.
Hal ini diperkuat dengan hadist Dari Abdullah bin Al Harits dari seorang shahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : Aku masuk menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika dia makan sahur, beliau berkata : “Sesungguhnya makan
sahur adalah barokah yang Allah berikan pada kalian maka janganlah kalian
tinggalkan.” (HR An Nasaa`i dan Ahmad).
2. Allah dan Malaikat-Nya Bershalawat Kepada Orang-orang Yang Sahur.
Untuk itulah kita sebagai umat Islam tidak menyia-nyiakan kebaikan lewat sahur
ini dan juga pahala yang besar Dari Allah Ta’ala. Dari Abu Sa’id Al Khudri
radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya), “Sahur itu makanan yang barokah, janganlah kalian meninggalkannya
walaupun hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan malaikat-Nya
bershalawat kepada orang-orang yang sahur.” (HR. Ahmad).
Selanjutnya adalah mengenai beberapa sunnah berbuka puasa yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW pula sebagai panutan kita dalam kehidupan
dunia maupun akheratnya.
Ketika berbuka puasa sebenarnya terdapat berbagai amalan sunnah berbuka puasa
yang membawa kebaikan dan keberkahan. Namun seringkali kita melalaikannya,
lebih disibukkan dengan hal-hal lainnya. Hal yang utama yang seringkali
terlupakan oleh kita ketika akan berbuka puasa adalah do’a. Terlebih adalah doa
buka puasa. Karena terburu-buru mendengar suara adzan langsung saja berbuka
tanpa berdoa terlebih dahulu.
Berikut beberapa amalan sunnah buka puasa menurut Rasulullah SAW yaitu :
1. Menyegerakan Berbuka Puasa.
Maka ketika kita mendengar suara adzan Magrib sebagai tanda akan dimulainya
kewajiban sholat magrib da selain itu dalam ramadhan dijadikan sebagai tanda
untuk buka puasa, maka kita segera untum berbuka puasa. Rasulullah shallallahu
a’alaihi wa sallam bersabda mengenai keutamaan segera berbuka yaitu : “Manusia
akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”
(HR. Bukhari no 1957 – Muslim no.1098)
2. Berbuka Puasa Dengan Kurma.
Sunnah Rasulullah SAW berbuka puasa dengan kurma ini dalilnya adalah sebagai
berikut :”bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :”Apabila salah
seorang di antara kalian berbuka, hendaklah berbuka dengan kurma, karena dia
adalah berkah, apabila tidak mendapatkan kurma maka berbukalah dengan air
karena dia adalah bersih.’ (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud ).
3. Berdoa Sebelum Berbuka Puasa.
Berikut adalah contoh doa Rasulullah SAW ketika berbuka puasa yaitu :
‘Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah ( yang
artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah
ditetapkan insya Allah)’.” (HR. Abu Daud no. 2357, hasan).
4. Berdoa Umum Tatkala Berbuka Puasa.
Ketika berbuka adalah salah satu dari sekian banyak waktu mustajabnya
terkabulnya do’a. Jadi marilah kita sebagai seorang muslim untuk tidak
melewatkannya saat berbuka ini dengan berdoa dengan berbagai macam doa.
Tentunya akan lebih baik lagi bila berdoa dengan doa-doa sunnah yang diajarkan
Rasulullah shallalalahu ‘alaihi wa sallam.
Hal ini tercermin dalam sebuah hadist yang artinya :”Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ada tiga orang yang
tidak akan tertolak do’a mereka : seorang yang puasa ketika sedang berbuka,
seorang imam yang adil, dan do’a seorang yang terzholimi.” (HR Tirmidzi, Ibnu
Majah, Ibnu Hibban).

Anda mungkin juga menyukai