Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

PENYAKIT KATARAK
Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen : Adi Nurapandi, S. Kep., Ners., M. Kep.

Disusun oleh :
 Deti Hertise (1903277011)
 Efik Kurniawan (1903277012)
 Farda Fauziah (1903277013)
 Fauzan Azis (1903277014)
 Gita Yuliansari (1903277015)
 Heksa Rangga Walis (1903277016)
 Ina Nurhasanah (1903277017)
 Kaisa Dien Nabila (1903277018)
 Lidya Sri Rahayu (1903277019)
 Lutfi Qois Yasir (1903277020)

PRODI S1 KEPERAWATAN (3A)


STIKes Muhammadiyah Ciamis
Jalan K. H. Ahmad Dahlan No. 20 Ciamis, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat 46216
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan kabur.
Pada keadaan normal, lensa yang jernih berfungsi meneruskan cahaya ke dalam mata agar
mata dapat memfokuskan benda dari jarak yang berbeda-beda. Seseorang yang menderita
katarak akan melihat benda seperti ditutupi kabut. Penderita katarak akan melihat seakan-
akan melalui kaca mobil dengan banyak butiran air hujan sehingga berada tidak terlihat
jelas, melainkan berkabut (Gindjing, 2006).

Masih banyak orang yang menyangka, bahwa katarak merupakan selapis selaput
kulit yang terletak di depan mata. Hal ini tidak benar, karena yang keruh adalah lensa mata.
Kelainan ini juga bukan merupakan pertumbuhan jaringan maupun tumor, melainkan
berupa kondisi lensa yang menjadi berkabut (Gindjing, 2006).

Kekeruhan pada lensa yang kecil tidak banyak menggangu penglihatan. Namun bila
kekeruhannya tebal, penglihatan akan sangat terganggu sehingga perlu dilakukan tindakan
pada lensa yang keruh tersebut. Biasanya katarak yang mengakibatkan penglihatan kabur
dapat mengganggu, dapat sampai berkabut sekali, atau bahkan tidak melihat (Gindjing,
2006).

Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga
pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah
usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik
(seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007).

Pada banyak kasus penyakit katarak sering tidak diketahui penyebabnya. Penyakit
katarak biasanya terjadi pada usia lanjut, tetapi bisa juga menimpa pada usia muda dan bisa
bersifat menurun. Katarak senilis merupakan proses kemunduran fungsi lensa mata secara
bertahap. Gejalanya berupa pandangan kabur secara bertahap dikarenakan kekeruhan lensa
mata. Apabila katarak ini masih muda yaitu kurang dari 35% masih bisa diobati dengan
pengobatan tradisional. Namun, bila tingkat keparahannya lebih dari 40% sebaiknya
pengobatan dilakukan dengan operasi. Kebanyakan lensa mata agak keruh ketika mencapai
usia diatas 60 tahun. Sebagian besar penderita mengalami perubahan yang serupa pada
kedua matanya, meskipun perubahan pada salah satu mata lebih buruk daripada mata yang
lainnya. Banyak penderita katarak yang hanya mengalami gangguan penglihatan yang ringan
dan tidak sadar bahwa mereka telah mengalami katarak (Gindjing, 2006).

2|Page
Katarak merupakan penyebab paling utama bagi kebutaan, tidak hanya di Indonesia
tetapi juga di negara berkembang lain di dunia. Lebih dari separuh kasus kebutaan di
Indonesia disebabkan oleh katarak. Jumlah katarak yang tak mampu dioperasikan oleh para
dokter ahli mata terus menumpuk dari tahun ke tahun (Gindjing, 2006).

Menurut WHO, angka kebutaan di Indonesia 1,5% dari jumlah penduduk di Indonesia
atau sekitar 20 juta orang. Angka kejadian buta katarak diperkirakan 0,1% atau sekita
210.000 orang per tahun. Tetapi kemampuan operasi katarak hanya 80.000 orang per tahun
sehingga tiap tahun terjadi penumpukan sekitar 130.000 orang penderita (Gindjing, 2006).

Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50%
dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury,
2007). Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat
mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab
kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia.
Setidaknya terdapat 18 juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak.

Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey Riset Kesehatan tahun 2013 prevalensi
kebutaan nasional sebesar 0,4%, jauh lebih kecil dibanding prevalensi kebutaan tahun 2007
(0,9%). Prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas tertinggi ditemukan di
Gorontalo (1,1%) diikuti Nusa Tenggara Timur (1,0%), Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung
(masing-masing 0,8%). Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di Papua (0,1%) diikuti
Nusa Tenggara Barat dan DI Yogyakarta (masing-masing 0,2%).

Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun ke atas secara nasional sebesar
0,9%. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Lampung (1,7%), diikuti Nusa
Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-masing 1,6%). Provinsi dengan prevalensi
severe low vision terendah adalah DI Yogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua
(masing-masing 0,4%). Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea dan katarak secara nasional
berturut-turut adalah 8,3%; 5,5%; dan 1,8 %. Prevalensi pterygium tertinggi ditemukan di
Bali (25,2%), diikuti Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat (17,0%). Provinsi DKI Jakarta
mempunyai prevalensi pterygium terendah, yaitu 3,7%, diikuti oleh Banten 3,9%. Prevalensi
kekeruhan kornea tertinggi juga ditemukan di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta
(10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di
Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi katarak tertinggi di Sulawesi Utara
(3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi katarak terendah ditemukan di
DKI Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat (1,1%).

Tiga alasan utama penderita katarak belum dioperasi adalah karena ketidaktahuan
(51,6%), ketidakmampuan (11,6%), dan ketidakberanian (8,1%). Prevalensi ketulian
Indonesia sebesar 0,09% dan prevalensi tertinggi ditemukan di Maluku (0,45%), sedangkan
yang terendah di Kalimantan Timur (0,03%) (Riset Kesehatan, 2013).
3|Page
Di Kalimantan Barat, terdapat sekitar 1,6% penderita katarak. Angka setinggi itu
merupakan masalah terbesar bagi tenaga kesehatan Kalimantan Barat. Dengan demikian
perlu dan penting bagi kami sebagai mahasiswa keperawatan yang nantinya akan bekerja
menghadapi masalah tersebut untuk mengetahui tentang katarak, agar dapat membantu
mengobati dan mengurangi angka kesakitan bahkan kebutaan bagi klien.

2. Rumusan Masalah

a. Apa definisi dari katarak?


b. Apa klasifikasi dari katarak?
c. Apa yang menjadi etiologi dari katarak?
d. Apa saja faktor predisposisi dan presipitasi katarak?
e. Bagaimana patofisiologi katarak?
f. Apa saja manifestasi klinis katarak?
g. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penyakit katarak?
h. Bagaimana penatalaksanaan medis dalam penanganan katarak?
i. Apa saja pencegahan pada penyakit katarak?
j. Apa saja komplikasi dari penyakit katarak?
k. Bagaimana perawatan pasien pre operasi dan post operasi klien katarak?
l. Bagaimana pendidikan pasien setelah pembedahan katarak?
m. Bagaimana asuhan keperawatan dengan klien katarak?

3. Tujuan Penulisan
Tujuan umum: untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Sistem Sensori Persepsi.

Tujuan khusus dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa dapat:

a. Mengetahui pengertian katarak.


b. Mengetahui klasifikasi katarak.
c. Mengetahui etiologi katarak.
d. Mengetahui faktor predisposisi dan prespitasi katarak.
e. Mengetahui patofisiologi katarak
f. Mengetahui manifestasi klinis katarak.
g. Mengetahui pemeriksaan diagnosis katarak.
h. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan katarak.
i. Mengetahui pencegahan katarak.
j. Mengetahui komplikasi katarak.
k. Mengetahui perawatan pasien pre operasi dan post operasi katarak.
l. Mengetahui pendidikan pasien setelah pembedahan katarak.
m. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien katarak
4|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI PENGLIHATAN
I. Pengertian Mata
Mata adalah sistem optik yang memfokuskan berkas cahaya pada foto reseptor, yang
mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf (Stoane, Eyhel 2003).

Mata adalah organ indera yang komplek yang peka cahaya. Dalam wadah pelindungnya,
masing-masing mata mempunyai suatu lapisan sel-sel reseptor suatu sistem optik
(kornea, lensa, akuos humoor, korpus vitreum) untuk memusatkan cahaya pada reseptor
dan sistem saraf untuk mengantarkan impuls dari reseptor ke otak (Guyton, 1996).

II. Struktur Aksesori mata

A. Orbita adalah lekukan yang terisi bola mata.


1) Hanya seperlima rongga yang terisi bola mata; sisa rongga berisi jaringan ikat
dan adiposa, serta otot mata ekstrinsik yang berasal dari orbita dan
menginsersi bola mata.
2) Ada 2 lubang pada orbit; foramen optik berfungsi untuk lintasan saraf optik
dan arteri oplamik dan fisura orbital superior berfungsi untuk lintasan saraf
dan arteri yang berkaitan dengan otot mata.
3) Tiga pasang otot mata (dua pasang otot rektus dan satu pasang otot oblik)
memungkinkan mata untuk bergerak bebas ke arah vertikal, horizontal dan
menyilang).
4) Alis mata melindungi mata dari keringat; kelopak mata (palpebrae) atas dan
bawah melindungi mata dari kekeringan dan debu.
5) Fisura palpebral atau ruang antara kelopak mata atas dan bawah, ukurannya
bervariasi di antara individu dan menentukan penampakan mata.
6) Kantus medial terbentuk dari sambungan (junction) medial kelopak mata atas
dan bawah; kantus lateral terbentuk dari sambungan lateral kelopak mata
atas dan bawah.
7) Karunkel adalah elevasi kecil pada sambungan medial. Bagian ini berisi
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
8) Konjungtiva adalah lapisan pelindung tipis epitelium yang melapisi setiap
kelopak (konjungtiva palpebral) dan terlipat kembali di atas permukaan
anterior bola mata (bulbar atau okular, kongjungtiva)

5|Page
9) Lempeng tarsal pada setiap kelopak mata adalah hubungan jaringan ikat yang
rapat. Kelenjar melbomian yang merupakan pembesaran kelenjar sebasea
pada lempeng tarsal, mensekresi barier berminyak untuk mencegah air mata
yang berlebihan pada kelopak mata bagian bawah
10) Aparatus lakrimal penting untuk produksi dan pengaliran air mata.
 Air mata mengandung garam, mukosa dan lisozim, suatu
bakterioksida. Cairan ini membasahi permukaan mata dan
mempertahankan kelembabannya.
 Berkedip menekan kelenjar lakrimal dan menyebabkan produksi air
mata
 Airmata keluar melalui pungtum papila lakrimal, yang menyambung
kantong lakrimal. Kantong membuka ke dalam duktus nasolakrimal,
yang pada gilirannya akan masuk rongga nasal.

III. Strukrtur mata

A. Lapisan terluar yang keras pada bola mata adalah tunika fibrosa. Bagian posterior
tunika fibrosa adalah sklera opaque yang berisi jaringan ikat fibrosa putih.
1) Sklera, memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat perlekatan
untuk otot ekstrisik
2) Kornea, adalah perpanjngan anterior yang transparan pada sklera di bagian
depan mata. Bagian ini menstransmisi cahaya dan memfokuskan berkas
cahaya.
B. Lapisan tengah bola mata disebut tunika vaskular (uvea), dan tersusun dari
koroid, badan siliaris dan iris.
1) Lapisan koroid adalah bagian yang sangat terpigmentasi untuk mencegah
refleksi internal berkas cahaya. Bagian ini juga sangat tervaskularisasi untuk
memberikan nutrisi pada mata, dan elastik sehingga dapat menarik ligamen
suspensori.
2) Badan Siliaris, suatu penebalan dibagian anterior lapisan koroid, mengandung
pembuluh darah dan otot siliaris. Otot melekat pada ligamen suspensorik,
tempat perlekatan lensa. Otot ini penting dalam akomondasi penghilatan
atau kemampuan untuk mengubah fokus dari objek berjarak jauh ke objek
dekat di depan mata.
3) Iris, perpanjangan sisi anterior koroid merupakan bagian mata yang berwarna
bening. Bagian ini terdiri dari jaringan ikat dan otot radialis serta sirkularis,
yang berfungsi untuk mengendalikan diameter pupil
4) Pupil adalah ruang terbuka yang bulat pada iris yang harus dilalui cahaya
untuk dapat masuk ke interior mata.

6|Page
C. Lensa adalah struktur bikonveks yang bening tepat di belakang pupil.
Elastisitasnya sangat tinggi, suatu sifat yang akan menurun seiring proses
penuaan.
D. Rongga mata. Lensa memisah interior mata menjadi 2 rongga; rongga interior
dan posterior.
1) Ruang anterior terbagi menjadi dua ruang.
 Ruang anterior terletak di belakang kornea dan di depan iris. Ruang
posterior terletak di depan lensa dan di belakang iris.
 Ruang tersebut berisi aqueous humor, suatu cairan bening yang
diproduksi prosesus silliaris untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
 lensa dan kornea. Aqueous humor mengalir ke saluran schlemm dan
masuk ke sirkulasi darah vena.
 Tekanan intraokular pada aqueous humor penting untuk
mempertahankan bentuk bola mata. Jika aliran aqueous humor
terhambat. Tekanan akan meningkat dan mengakibatkan kerusakan
penglihatan, suatu kondisi yang disebut glaukoma.
2) Rongga posterior terletak diantara lensa dan retina dan berisi vitreus humor,
semacam gel transparan yang juga berperan untuk mempertahankan bentuk
bola mata dan mempertahankan posisi retina terhadap kornea.
E. Retina, lapisan terdalam mata adalah lapisan yang tipis dan transparan. Lapisan
ini terdiri dari lapisan terpigmentasi luar dan lapisan jaringan saraf dalam.
1) Lapisan terpigmentasi luar pada retina melekat pada lapisan koroid. Lapisan
ini adalah lapisan tunggal sel epitel kunoidal yang mengandung pigmen
melanin dan berfungsi untuk menyerap cahaya berlebih dan mencegah
refleksi internal berkas cahaya yang melalui bola mata. Lapisan ini juga
menyimpan vitamin A.
2) Lapisan jaringan saraf dalam (optikal) yang terletak bersebelahan dengan
lapisan terpigmentasi adalah struktur kompleks yang terdiri dari berbagai
jenis neuron yang tersusun dalam sedikitnya sepuluh lapisan terpisah.
a. Sel batang dan kerucut adalah reseptor fotosensitif yang terletak
berdekatan dengan lapisan terpigmentasi
 Sel batang adalah neuron silindirs bipolar yang bermodifikasi menjadi
dendrit sensitif cahaya. Setiap mata berisi sekitar 120 juta sel batang
terletak terutama pada perifer retina. Sel batang tidak sensitif
terhadap warna dan bertanggung jawab untuk penglihatan di malam
hari.
 Sel kerucut berperan dalam persepsi warna. Sel ini berfungsi pada
tingkat intesitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di
siang hari.

7|Page
b. Neuron bipolar membentuk lapisan tengah yang menghubungkan sel
batang dan sel kerucut ke sel-sel ganglion
c. Sel ganglion mengandung akson yang bergabung pada regia khusus dalam
retina untuk membentuk saraf optik.
d. Sel horizontal dan sel amakrin merupakan sel lain yang ditemukan dalam
retina. Sel ini berepan untuk menghubungkan sinaps-sinaps lateral.
e. Cahaya masuk melalui lapisan ganglion, lapisan bipolar dan badan sel
batang serta kerucut untuk menstimulasi prosesus dendrit dan memicu
impuls saraf. Kemudian impuls saraf jalar dengan arah terbalik melalui
kedua lapisan sel saraf.
3) Bintik Buta (diskus optik) adalah titik keluar saraf optik. Karena tidak ada foto
reseptor pada area ini, maka tidak ada sensasi penglihatan yang terjadi saat
cahaya jatuh ke area ini.
4) Lutea makula adalah aera kekuningan yang terletak agak lateral terhadap
pusat.
5) Jalur visual ke otak (9-28).
a. Saraf optik terbentuk dari akson sel sel ganglion yang keluar dari mata
dan bergabung tepat di sisi superior kelenjar hipofisis membentuk klasma
optik.
b. Pada klasma optik, serabut neuron yang berasal dari separuh bagian
temporal (lateral) setiap retina tetap berada di sisi yang sama sementara
serabut neuron yang berasal dari separuh bagian nasal (medial) setiap
retina menyilang ke sisi yang berlawanan.
c. Setelah klasma optik, serabut akson membentuk traktus optik yang
memanjang untuk bersinapsis dengan neuron dalam nuklei genikulasi
lateral talamus. Aksonya menjalar ke korteks lobus oksipital.
d. Sebagian akson berhubungan dengan kolikuli dalam refleks pupilaris dan
siliaris (Stoane, Eyhel 2003).

8|Page
BAB III
PEMBAHASAN

1. DEFINISI KATARAK
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, pengggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama dari sinar
ultraviolet atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Smeltzer, 2002).

Menurut Corwin (2011), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak
terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal terurai dan mengalami koagulasi.

Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan


pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.

Katarak adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan seperti kristal,
jernih. Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari penuaan namun dapat saja terjadi saat lahir.
Katarak juga dapat berkaitan dengan trauma tumpul atau penetrasi, penggunaan
kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus,
hipoparatiroidisme, pemajanan terhadap radiasi, pemajanan terhadap cahaya yang terang
atau cahaya matahari yang lama (cahaya ultraviolet), atau kelainan mata lainnya (Brunner &
Suddart, 2001).

Katarak adalah keluhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan.
Penyakit katarak disebabkan oleh lensa mata buram dan tidak elastis. Hal ini terjadi akibat
pengapuran pada lensa sehingga daya penglihatan mata berkurang. Proses alami
metabolisme, yaitu radikal bebas juga dapat menyebabkan kerusakan lensa mata. Apabila
tidak dinetralisir oleh antioksidan, oksidasi yang terlalu lama berpeluang merusak lipid,
protein dan komponen lensa mata lainnya. Akibatnya lensa semakin keruh (buram) yang
semula transparan (Gindjing, 2006).

2. KLASIFIKASI KATARAK
Jenis- jenis katarak menurut Vaughan, Dale (2000) terbagi atas :

a. Katarak terkait usia (katarak senilis)


Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
9|Page
b. Katarak anak-anak
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak
katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin
terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau
metabolik, atau berkaitan dengan berbagai sindrom.
2) Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-
sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul
maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan
obat.
c. Katarak traumatic
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan
kadang-kadang korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa.
d. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal di daerah sub kapsul posterior dan akhirnya
mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering berkaitan
dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa dan pelepasan retina.
e. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut: Diabetes
Mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
Syndrom Lowe, Werner atau Down.
f. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu
makan).Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik
maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
g. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik
yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.
Menurut mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens,
matur, imatur, dan hipermatur.
1) Stadium Insipien
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini. Visus belum terganggu dengan
koreksi masih bisa 5/5-5/6. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer
berupa bercak-bercak seperti jari-jari roda.
2) Stadium Imatur
10 | P a g e
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa, terutama terdapat di bagian
posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Shadow test positif. Saat ini
mungkin terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan lensa menjadi cembung
sehingga indeks refraksi berubah dan mata menjadi myopia. Keadaan ini disebut
intumesensi. Cembungnya lensa akan mendorong iris ke depan, menyebabkan
sudut bilik mata depan menjadi sempit dan menimbulkan komplikasi glaukoma.
3) Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan berukuran normal
kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua sinar yang masuk
pupil dipantulkan kembali. Shadow test negatif. Dipupil tampak lensa seperti
mutiara.
4) Stadium Hipermatur (Katarak Morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nukleus lensa turun
karena daya beratnya. Melalui pupil, nukleus terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda dari yang di atasnya yaitu
kecoklatan. Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih
permeabel sehingga isi korteks dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang di
bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.

3. ETIOLOGI KATARAK
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-macam.
Umumnya adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara kongenital akibat
infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan. Dapat juga
terjadi karena traumatik, terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau
metabolik, seperti Diabetes Mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan
konsumsi alkohol meningkatkan resiko katarak.

Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi pada usia
lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti
merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak bisa disebabkan oleh: cedera mata penyakit
metabolik (misalnya diabetes) obat-obatan tertentu (misalnya kortikosteroid) (Corwin,
2007).

Katarak kongenitalis adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir (atau
beberapa saat kemudian). Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan
(diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh:

a. Infeksi kongenital, seperti campak Jerman


b. Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia. Faktor resiko terjadinya
katarak kongenitalis adalah:
11 | P a g e
c. Penyakit metabolik yang diturunkan
d. Riwayat katarak pada keluarga
e. Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.

Katarak pada dewasa biasanya berhubungan dengan proses penuaan. Banyak


penderita katarak yang hanya mengalami gangguan penglihatan yang ringan dan tidak
sadar bahwa mereka menderita katarak (Corwin,2007). Menurut Corwin, 2007, faktor yang
mempengaruhi terjadinya katarak adalah:

a. Kadar kalsium darah yang rendah


b. Diabetes
c. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
d. Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik
e. Faktor lingkungan (trauma, penyinaran, sinar ultraviolet).

Diperkirakan, penderita katarak akan semakin meningkat terutama dengan


meningkatkanya usia harapan hidup manusia, artinya semakin banyak orang berusia lanjut.
Namun, bukan hanya karena usia, pengaruh lingkungan terhadap proses terjadinya katarak
semakin besar, baik karena pekerjaan maupun alam (dr. Anies, 2006).

Penyebab yang pasti belum diketahui, ada yang mengatakan bahwa katarak
merupakan suatu proses alamiah pada orang tua. Keadaan usia lanjut berperan pada
berkembangnya penyakit katarak ini, walaupun tidak jarang ditemui juga pada orang muda,
bahkan pada bayi yang baru lahir sebagai cacat bawaan (dr. Anies, 2006).

Beberapa pekerjaan tertentu, misalnya pekerja las tanpa memakai alat pelindung
diri, dapat mengakibatkan kekeruhan pada lensa mata. Demikian pula seseorang yang sering
terpajan pada matahari atau sinar inframerah, karena sering terpajan tanpa pelindung,
berpotensi menimbulkan kekeruhan pada lensa mata. Masih sederet panjang pekerjaan
maupun aktivitas sehari-hari yang memungkinkan seseorang mengalami katarak (dr. Anies,
2006).

Cedera mata dapat mengakibatkan katarak pada semua usia. Pukulan keras, tumpul,
menyayat, panas tinggi, serta bahan kimia, dapat mengakibatkan kekeruhan pada lensa
mata yang disebut dengan katarak traumatik (dr. Anies, 2006).

Penyakit Diabetes Mellitus penderitanya semakin banyak, akibat gaya hidup modern
serta faktor keturunan. Salah satu komplikasi penyakit tidak menular ini adalah katarak,
yang dikenal dengan katarak komplikata (dr. Anies, 2006).

Beberapa jenis infeksi tertentu, dapat mengakibatkan katarak. Bahkan katarak yang
ditemukan pada anak-anak, yang merupakan kelainan bawaan karena infeksi Rubella pada
ibu yang sedang hamil muda (dr. Anies, 2006).
12 | P a g e
Katarak juga disebabkan oleh Diabetes Mellitus, kelainan metabolic lain
(galaktosemia, penyakit Fabry, hipokalsemia), obat-obatan sistemik (klorpomazrin, steroid),
infeksi (Rubella Kongenital), distrofi miotonik, dermatitis atopik, sindrom sistemik (Down,
lowe), kongenital termasuk katarak turunan dan radiasi sinar X (Bruce James, 2006).

4. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESPITASI


a. Faktor Predisposisi
1) Usia
Sebagian besar penyebab terjadinya penyakit katarak karena bertambahnya usia
atau proses degeneratif seseorang. Pada umunya penyakit ini terjadi pada usia
lanjut, data setatistik juga menunjukkan sekitar 90% penderita katarak berada
pada usia diatas 65 tahun. Sekitar 50% orang yang berusia 75 sampai 85 tahun
daya penglihatannya berkurang akibat katarak (Ilyas, 2006).
Sebab para penderita katarak pada awalnya tidak menyadari jika dirinya terkena
penyakit tersebut. Sehingga pada umumnya mereka menganggap daya
penglihatannya berkurang diakibatkan faktor usia. Makanya mereka enggan
untuk berobat atau berkonsultasi kepada dokter. Hal ini karena penyakit tersebut
memang tidak langsung menyerang atau terasa sakitnya. Sebab penyakit ini
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak merasakannya (Ilyas,
2006).
Pada awal serangan, penderita katarak merasa gatal-gatal pada mata, air
matanya mudah keluar, pada malam hari penglihatan terganggu, dan tidak bisa
menahan silau sinar matahari atau sinar lampu. Selanjutnya penderita akan
melihat selaput seperti awan di depan penglihatannya. Awan yang menutupi
lensa mata tersebut akhirnya semakin merapat dan menutup seluruh bagian
mata. Bila sudah sampai tahap ini, penderita akan kehilangan penglihatannya
(Ilyas, 2006).
2) Gangguan Sistemik
Diabetes juga dapat menyebabkan penderita mengalami katarak atau pandangan
menjadi buram akibat rusaknya lensa mata. Rusaknya lensa mata ini disebabkan
karena gula membentuk suatu lapisan dan menutup lensa mata sehingga
menghalangi cahaya yang masuk ke bola mata. Katarak dapat disembuhkan
melalui operasi mata dengan cara menggantikan lensa mata yang rusak dengan
lensa plastik (Ilyas, 2006).
Katarak umumnya merupakan masalah bagi orang usia lanjut, tetapi pada
penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan baik. Katarak dapat
terjadi pada usia yang lebih muda. Diperkirakan proses terjadinya katarak pada
penderita Diabetes Mellitus adalah akibat penumpukkan zat-zat sisa metabolisme
gula oleh sel-sel lensa mata. Dalam keadaan kadar gula normal, penumpukkan at-
zat sisa ini tidak terjadi. Bila kadar gula darah meningkat, maka perubahan
13 | P a g e
glukosa oleh aldose reduktase menjadi sorbitol meningkat. Selain itu perubahan
sorbitol menjadi fruktosa relatif lambat dan tidak seimbang sehingga kadar
sorbitol dalam lensa mata meningkat (Ilyas, 2006).
Disusun suatu hipotesa bahwa sarbitol menaikkan tekanan osmose intraseluler
dengan akibat meningkatkan water uptake dan selanjutnya secara langsung
maupun tidak langsung terbentuklah katarak. Pengaruh klinis yang lama akan
mengakibatkan terjadinya katarak lebih dini pada pasien diabetes dibandingkan
dengan pasien non diabetes (Ilyas, 2006).
b. Faktor Presipitasi
1) Cedera atau trauma pada lensa mata.
Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan
bertulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk
penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan
tanpa mengalami kerusakan. Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya
bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi
kebutaan atau mata harus diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk
menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan (Ilyas, 2006).
Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan
merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea
dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Benturan
tumpul juga bisa menyebabkan patah tulang di sekeliling mata (Ilyas, 2006).
Dalam 24 jam pertama setelah terjadinya cedera, darah yang merembes ke
dalam kulit di sekitar mata biasanya menyebabkan memar (kontusio), biasanya
disebut mata hitam. Jika suatu pembuluh darah di permukaan mata pecah,
maka permukaan mata akan menjadi merah. Perdarahan ini biasanya bersifat
ringan (Ilyas, 2006).
Kerusakan pada mata bagian dalam seringkali lebih serius dibandingkan
kerusakan pada permukaan mata. Perdarahan di dalam bilik anterior (hifema
traumatik) merupakan masalah yang serius dan harus segera ditangani oleh
dokter spesialis mata. Perdarahan berulang dan peningkatan tekanan di dalam
mata bisa menyebabkan kornea menjadi merah sehingga penglihatan menjadi
berkurang dan meningkatkan resiko terjadinya glaukoma (Ilyas, 2006).
Penyebab cedera permukaan mata lainnya adalah pecahan kaca, partikel yang
terbawa angin dan ranting pohon. Pegawai yang di tempat kerjanya cenderung
banyak memiliki pecahan-pecahan kecil yang berterbangan di udara, sebaiknya
menggunakan kacamata pelindung. (Ilyas, 2006).
Setiap cedera pada permukaan mata biasanya menyebabkan nyeri dan
menimbulkan perasaan ada sesuatu di mata. Gejala lainnya adalah kepekaan
terhadap cahaya, mata merah, perdarahan dari pembuluh darah pada

14 | P a g e
permukaan mata atau pembengkakan mata dan kelopak mata. Penglihatan bisa
menjadi kabur. (Ilyas, 2006)
2) Pekerjaan yang beresiko mengalami paparan sinar ultraviolet berlebihan.
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada lensa mata.
Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar ultraviolet
meningkatkan faktor risiko katarak, seperti petani, nelayan, tukang lass dan
pekerjaan-pekerjaan yang lebih banyak menuntut pekerja berada di bawah terik
matahari. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa paparan dengan waktu yang
lama radiasi ultraviolet, dihubungkan dengan peningkatan risiko dari katarak sub
kapsular. Berbagai penelitian telah berhasil membuktikan adanya hubungan
antara radiasi ultraviolet yang berasal dari sinar matahari dan kejadian katarak
(Ilyas, 2006).
Hasil penelitian ilmu dasar seperti biokimia, fotokimia dan bistologi sangat
menunjang konsep bahwa radiasi ultraviolet dapat mempercepat proses
terjadinya katarak. Sinar ultraviolet akan diserap oleh protein lensa terutama
asam amino aromatik, yaitu triptofan, fenil alanin dan tirosin sehingga
menimbulkan reaksi foto kiraia dan menghasilkan fragmen molekul yang disebut
radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan spesies oksigen reaktif
seperti hidrogen peroksida yang semuanya bersifat toksis. Selanjutnya radikal
bebas ini akan menimbulkan reaksi patologis dalam jaringan lensa dan senyawa
toksis lainnya sehingga terjadi reaksi oksidatif pada gugus sulfhidril protein.
Reaksi oksidatif akan mengganggu struktur protein lensa sehingga terjadi cross
link antar dan intra protein dan menambah jumlah high molecular weight protein
sehingga terjadi agregasi protein tersebut, kemudian akan menimbulkan
kekeruhan lensa yang disebut katarak (Ilyas, 2006).

5. PATOFISIOLOGI KATARAK
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung 3
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju
pada jendela (Smeltzer, 2002).

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.


Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan siliar ke sekitar
daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi.

15 | P a g e
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa (Smeltzer, 2002).

Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak. (Smeltzer, 2002)

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2002).

Bagian tengah lensa tidak mendapat suplai kapiler secara langsung. Dengan demikian
saat individu menua, sel di bagian tengah lensa adalah bagian yang paling tua dan paling
sedikit mendapat oksigen. Apabila sel di bagian tengah lensa mati, sel tersebut tidak diganti.
Hilangnya sel ini cenderung menyebabkan lensa menjadi kaku dan kurang transparan. Lensa
menjadi kurang mampu mengubah bentuknya untuk memfokuskan benda pada retina
sehingga menyebabkan benda tampak kabur. Kualitas penglihatan sering menurun pada
lansia. Lensa juga dapat menjadi legap (keruh) sejalan dengan penuaan, kondisi yang dikenal
sebagai katarak. Katarak lebih lanjut membatasi penglihatan. (Corwin, 2007)

Pada metabolisme lensa normal, transparansi lensa dipertahankan oleh


keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour
aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan
kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar
ke aqueous humour, dari luar ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior
untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase (Corwin, 2007).

Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP
shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas
glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang merubah
glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol
dehydrogenase. (Corwin, 2007)

16 | P a g e
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan
secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Katarak merupakan kondisi
penurunan ambilan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan
berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut. Pada proses penuaan, lensa
secara bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya.
Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serat lensa yang lebih tua. Saat
serat lensa yang baru diproduksi dikorteks, serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-serat
lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa
nyeri dan sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan
gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini, menyebabkan
perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada akhirnya
menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang diberbagai bagian lensa atau
kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea dihalangi oleh lensa yang
keruh atau buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai pada retina.
Akibatnya otak menginterpretasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang
tidak diterapi, lensa menjadi putih susu kemudian berubah kuning, bahkan menjadi coklat
atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam membedakan warna (Indriana, 2004).

6. PATHWAY KATARAK

17 | P a g e
7. MANIFESTASI KLINIS KATARAK
a. Penurunan ketajaman penglihatan, ketidakmampuan untuk membelalak,
penglihatan menjadi redup atau kabur dengan penyimpangan gambar, penglihatan
malam hari memburuk.
b. Pupil mata dapat terlihat kekuningan, abu-abu, putih. Terjadi secara bertahap selama
periode tahunan, dan sejalan dengan memburuknya katarak, maka kacamata yang
paling kuat sekali pun tidak akan dapat menolong lagi. (Brunner & Suddart, 2001)

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan


penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat
tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya
meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun
dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan
mampu memperbaiki penglihatan (Smeltzer, 2002).

Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk


menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya,
ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung
menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kacamata hitam

18 | P a g e
dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer,
2002).

Lensa mata terletak di bagian depan di dalam bola mata. Lensa akan memusatkan
sinar pada selaput jala mata yang terletak di bagian belakang bola mata. Sinar melalui lensa
akan menghasilkan bayangan yang tajam pada retina. Tergantung pada besar dan letak
kekeruhannya. Penderita menyadari atau tidak bahwa telah terjadi kekeruhan pada lensa
matanya. Pada permulaan katarak, akan memerlukan penggantian kacamata yang lebih
sering. Apabila katarak menjadi lebih memburuk, kacamata yang tebal pun tidak mampu
menolong (dr. Anies, 2006).

Katarak yang terjadi pada bagian tepi lensa mata, tajam penglihatan tidak akan
mengalami perubahan. Namun jika letak kekeruhan di tengah lensa, penglihatan tidak akan
jernih. Apabila katarak yang telah terbentuk cukup tebal dan menutupi pupil, akan
mengganggu sinar yang masuk sehingga terjadi penurunan tajam penglihatan. Tandanya
mudah dikenali, yaitu jika mengendarai kendaraan malam hari penglihatan akan silau
terhadap sinar yang datang (dr. Anies, 2006).

Salah satu gejala yang mudah dikenali penglihatan untuk pembaca dirasakan silau
bila lampu peneranggannya terlalu kuat sehingga lebih suka membaca di tempat
penerangannya kurang (dr. Anies, 2006).

Gejala lain, penderita perlahan akan mengeluh penglihatannnya seperti terhalang


tabir asap. Tabir asap ini semakin lama dirasakan semakin tebal. Katarak yang semakin terus
berkembang dirasakan bahwa penglihatan akan seperti berasap, berkabut, bahkan matahari
seakan kelihatan tertutupi kabut tebal (dr. Anies, 2006).

Pada umumnya katarak dapat disembuhkan terutama dengan semakin majunya


teknologi kedokteran saat ini. Katarak dapat menimbulkan kebutaan karena lensa yang
keruh dapat menghalangi pemeriksaan dokter untuk bagian dalam mata yang lain seperti
misalnya perubahan keadaan pada retina atau kerusakan saraf mata yang meneruskan
perintah dari mata ke otak sehingga menyebabkan kebutaan pada mata (dr. Anies, 2006).
Suatu opastitas pada lensa mata:

 Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri


 Menyebabkan rasa silau
 Dapat mengubah kelainan refraksi

Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kegagalan perkembangan


penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Bayi dengan dugaan
katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital harus dianggap sebagai masalah
yang penting oleh spesialis mata (Bruce James, 2006).

19 | P a g e
Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien tajam penglihatan yang diukur
di ruangan gelap mungkin tampak memuaskan, sementara bila tes tersebut dilakukan dalam
keadaan terang maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan
hilangnya kontras (Bruce James, 2006).

Katarak terlihat hitam terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskopi direk. Pemeriksaan slift lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci
dan identifikasi lokal opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak di
subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat
ditemukan. Sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya
atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (Bruce James, 2006).

Berat tidaknya gangguan penglihatan tergantung pada lokasi dan kematangan


katarak. Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri. Biasanya
penyakit ini muncul secara bertahap dengan gangguan sebagai berikut (Gindjing, 2006).

 Kesulitan melihat pada malam hari.


 Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan di mata.
 Penurunan ketajaman penglihatan bahkan pada siang hari sekalipun.
 Sering berganti kacamata.
 Penglihatan ganda pada salah satu.

Katarak pada orang biasanya berhubungan dengan proses penuaan. Katarak


tersebut dikelompokkan sebagai berikut:

 Katarak immature yaitu lensa masih memiliki bagian yang jernih.


 Katarak matur yaitu lensa yang seluruhnya sudah keruh.
 Katarak hipermatur yaitu ada bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui
kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada struktur mata yang lainnya.

Pada banyak kasus penyakit katarak sering tidak diketahui penyebabnya. Penyakit
katarak biasanya terjadi pada usia lanjut, tetapi bisa juga menimpa pada usia muda, dan bisa
bersifat menurun. Katarak senilis merupakan proses kemunduran fungsi lensa mata secara
bertahap. Gejalanya berupa pandangan kabur secara bertahap dikarenakan kekeruhan lensa
mata. Apabila katarak ini masih muda yaitu kurang dari 35% masih bisa diobati dengan
pengobatan tradisional. Namun, bila tingkat keparahannya lebih dari 40% sebaiknya
pengobatan dilakukan dengan operasi. Kebanyakan lensa mata agak keruh ketika mencapai
usia diatas 60 tahun. Sebagian besar penderita mengalami perubahan yang serupa pada
kedua matanya, meskipun perubahan pada salah satu mata lebih buruk dari pada mata yang
lainnya. Banyak penderita katarak yang hanya mengalami gangguan penglihatan yang ringan
dan tidak sadar bahwa mereka telah mengalami katarak (Bruce James, 2006).

20 | P a g e
Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya. Faktor-faktor lain yang memicu timbulnya penyakit katarak
diantaranya sebagai berikut.

 Penyakit peradangan dan metabolik, misalnya Diabetes Mellitus.


 Kekurangan vitamin A, B1, B2, dan C.
 Mengonsumsi makanan panas atau dingin yang berlebihan.
 Kadar kalsium darah yang rendah.
 Pemakaian obat-obat tertentu (kortikosteroid) dalam jangka waktu lama.
 Faktor lingkungan seperti trauma, penyinaran dan sinar ultraviolet.
 Cedera mata.
(Bruce James, 2006)

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS KATARAK


A. Pemeriksaan biasanya dilakukan yaitu:
1) Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat ketajaman penglihatan. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan kartu Snellen yang merupakan kartu untuk melihat ketajaman
penglihatan seseorang. Satu mata ditutup untuk menguji mata lainnya untuk
membaca huruf yang makin lama ukurannya semakin kecil.
2) Pemeriksaan Lampu Celah (Slit-lamp)
Melihat semua susunan mata bagian depan dengan pembesaran. Dengan alat ini
dapat dilihat keadaan kornea, manik mata (pupil), selaput hitam dan lensa.
Pemeriksaan mata dengan pupil mata dilebarkan untuk melihat lensa yang keruh dan
retina di belakangnya.
3) Oftalmoskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng
optik, papiledema, serta perdarahan. Bila telah terdiagnosis katarak dan
dipertimbangkan untuk dilaksanakan operasi katarak, maka diperlukan pemeriksaan
prabedah yang mencakup kesehatan tubuh secara umum untuk menentukan apakah
ada kelainan yang menjadi halangan untuk dilakukan pembedahan, pemeriksaan
tersebut termasuk:
 Gula darah
 Tekanan darah
 Elektrokardiografi
 Pernafasan
 Riwayat alergi obat
 Tekanan bola mata

21 | P a g e
4) Uji Ultrasonografi Sken.
Ultrasonografi Sken uuntuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien tertentu
kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata.
Dengan cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanamkan untuk
mendapatkan kekuatan refraksi pasca bedah. Kelengkungan kornea dapat
menentukan kekuatan lensa intraokuler yang akan ditanam.
5) Keratometri.
Keratometri yaitu mengukur kelengkungan kornea untuk bersama Ultrasonografi
dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam. Dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan khusus mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti
adanya infeksi sekitar mata, glaukoma dan penyakit mata lainnya yang dapat
menimbulkan penyulit waktu pembedahan dan sesudah pembedahan.
6) Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata
selain katarak.
7) CT-Scan orbita: adanya fraktur, benda asing dan kelainan lainnya.
8) Pemeriksaan khusus mata yang penting Ultrasonografi (USG) dan biametri untuk
menentukan ukuran kekuatan (power) Lensa Intra Okuler (IOL) dan adalah
astigmatism (silinder) pada mata penderita.
9) Pengukuran gonioskopi: membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma. (Brunner & Suddart, 2001)
B. Pemeriksaan diagnostiki menurut Smeltzer, 2002):
1) Kartu mata snellen/ mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi penyakit sistem saraf
penglihatan ke retina.
2) Keratometri adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea.
3) Oftalmoskop adalah suatu alat yang dipakai untuk memeriksa bagian dalam mata.
Oftalmoskops sangat berguna untuk menilai keadaan retina yaitu lapisan mata
bagian dalam yang mengandung sel-sel penerima rangsang cahaya. tampak warna
hitam di atas dasar orange disebut fundus reflek.
4) A-Scan Ultrasound (Echography).
5) Hitung sel endotel : Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3 pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL .

9. PENATALAKSANAAN KATARAK
Tidak terdapat pengobatan untuk katarak, meskipun tersedia 2 teknik pembedahan
yaitu Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK).

22 | P a g e
A. Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang mengganggu aktivitas
normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma.
B. Katarak diangkat dibawah anestesi lokal dengan rawat jalan.
C. Kehilangan penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan
pembedahan. (Brunner & Suddart, 2001)

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa


sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti
glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000).

Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat
selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau
matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan
matanya dilindungi dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung
logam diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan
beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui
lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen (Vaughan, 2000).

Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dari penggantian
lensa dengan implant plastic. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan
anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan
kelopak mata atau diberikan secara topikal.

Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan
sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit (Bruce James, 2006). Operasi ini dapat
dilakukan dengan :

a. Insisi pada luas perifer kornea atau sclera anterior, diikuti oleh ekstraksi katarak
ekstrakapsular (EKKE). Insisi harus dijahit.
b. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang
lebih kecil dikornea atau sclera anterior. Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan.

Kekuatan implant lensa intraocular yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea
(maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa sebelumnya dihitung sehingga
pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga
dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan terdeteksi katarak mata tersebut yang
membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua
mata (Bruce James, 2006).

23 | P a g e
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh.
Rehabilitasi visual dan peresapan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan
metode fakoemulsifikasi karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan
membutukan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata
untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraocular multifocal. Lensa intrafaskular yang
dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan (Bruce James, 2006).

Ada beberapa cara dalam mengatasi katarak antara lain menurut Anni (2001):

a. Prosedur operasi/bedah
Ada beberapa jenis operasi ataupun pembedahan dalam penanganan katarak, antara
lain:
1) Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari mata
melalui incisikorneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Kontraindikasi
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan
yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun karena dapat terjadi prolapse vitreum, serta
pada kasus rupture traumatik. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
yaitu astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.
Kontraindikasi
Tindakan ini memerlukan integritas zonular untuk pengangkatan nukleus dan
korteks, maka kontraindikasi untuk kasus-kasus dimana integritas zonular tidak kuat.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder.

24 | P a g e
3) Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi mengacu pada operasi, dimana katarak rusak dengan energi
ultrasound dan diangkat melalui sayatan kecil. Karena operasi dilakukan melalui
sayatan kecil, pemulihan pun cepat. Banyak pasien mencapai penglihatan yang baik
pada hari pertama setelah operasi. Dalam kebanyakan kasus, jahitan tidak
diperlukan, sehingga pemulihan lebih cepat dan kenyamanan yang lebih baik setelah
operasi. Karena fakoemulsifikasi merupakan operasi cepat dan aman, kebanyakan
pasien melakukan operasi ini sebagai prosedur yang tidak harus inap rumah sakit.
Operasi fakoemulsifikasi biasanya membutuhkan waktu 20-30 menit. Kontraindikasi.
Apabila terjadi robekan pada kapsul posterior, material lensa bisa bercampur dengan
vitreus. Dapat terjadi kerusakkan iris akibat getaran pada jarum. Apabila lensa mata
penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan lensa pengganti untuk
memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut:
 Kacamata afakia yang tebal lensanya
 Lensa kontak
 Lensa intra okular,
Dengan menanamkan pengganti lensa, tidak dibutuhan kacamata tebal atau lensa
kontak setelah operasi. Selain itu, dengan menyesuaikan implant lensa, operasi
katarak telah menjadi salah satu solusi, dimana penglihatan dapat ditingkatkan dan
kebebasan dari kacamata menjadi mungkin.
Berbagai formula telah diciptakan berdasarkan kelengkungan kornea mata serta
panjang bola mata, untuk membantu memilih lensa terbaik untuk jangkauan
kekuatan terendah. Hampir semua derajat pemandangan panjang atau pendek dapat
diperbaiki dengan cara ini. Mengukur panjang bola matase cara tradisional dilakukan
dengan menggunakan mesin ultrasound. Baru-baru ini, menggunakan sinar laser
dengan mesin IOL master memungkinkan pengukuran dilakukan dengan 5 kali lebih
akurat. Dalam kebanyakan kasus, penggunaan alat semacam ini untuk memprediksi
kekuatan akhir mata dalam kemampuan bias +/-50 derajat (0,50dioptris) setelah
operasi katarak dan implan lensa.
b. Penggunaan kacamata

Jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak perlu dilakukan. Hal
yang cukup dilakukan yaitu dengan mengganti kacamata.

c. Obat aldose reductase inhibitor

Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun,
aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol,
dan obat ini sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula
pada hewan.

25 | P a g e
d. Obat-obat lainnya

Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang
menurunkan kadar sorbitol, aspirin, ageng lutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan
E 2,5,7,9.

10.PENCEGAHAN KATARAK
Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan mengontrol penyebab yang
berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat
terbentuknya katarak. Cara pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan
kacamata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari. cara ini dapat mengurangi
sinar UV yang masuk ke dalam mata. Selain itu berhenti merokok juga bisa mengurangi
resiko terjadinya katarak (Gindjing, 2006).

Cara pencegahan katarak yang terbaik adalah mengurangi atau mengendalikan


faktor-faktor risiko terjadinya katarak. Faktor-faktor risiko katarak itu ada yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi faktor umur, gender dan genetik, pengaruh
faktor ini tidak mungkin dimanipulasi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi penyakit,
penggunaan obat tertentu, paparan sinar matahari, merokok, minuman beralkohol,
ketidakseimbangan nutrisi dan adanya ruda paksa pada bola mata. Faktor-faktor ini masih
dapat dikendalikan seperti mengonsumsi cukup protein dan vitamin, menghentikan
kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol, memakai pelindung mata atau
kacamata dan lain-lain. (djatikusumo, 2002)

11.KOMPLIKASI KATARAK
A. Komplikasi Pre Operasi Katarak

Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma. Dhawan (2005) dalam


tulisanya mengemukakan timbulnya glaukoma sekunderr akibat katarak dapat melalui
tiga cara, yaitu:

1) Glaukoma fakomorfik
Lensa dapat membengkak (intumesen) dengan menyerap cukup banyak cairan dari
kamera anterior yang menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut sehingga
jalan trabekular terblok serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup.
2) Glaukoma fakolitik
Pada katarak stadium hipermatur terjadi kebocoran protein lensa dan masuk ke
dalam kamera anterior terutama pada bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya protein
lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau
makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut. Tumpukan akan
menutup sudut kamera okuli anterior sehingga terjadi penyumbatan trabecular yang

26 | P a g e
memicu terjadi peningkatan TIO. Glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sudut
terbuka.
3) Glaukoma fakotopik
Lensa hipermatur dapat mengalami dislokasi, iris terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar
sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat
dan timbul glaukoma.
B. Komplikasi Intra Operasi Katarak
1) Hifema
Perdarahan dapat terjadi dari insisi korneo-skeral, korpus siliaris, atau vaskularisasi
iris abnormal.Bila perdarahan berasal dari insisi, harus dilakukan kauterisasi.Irigasi
dengan BSS dilakukan sebelum ekstraksi lensa. Perdarahan dari iris yang normal
jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis, uveitis heterokromik dan
iridosiklitis.
2) Iridodialisis
Komplikasi ini dapat disebabkan oleh instrumen.Biasanya pada bagian proksimal dari
insisi.Clayman mengemukakan bahwa iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan
gangguan visus dan bisa berfungsi sebagai iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang
parah dapat menimbulkan gangguan pada visus.Keadaan ini dapat terjadi pada
waktu memperlebar luka operasi, iridektomi atau ekstraksi lensa.Perbaikan harus
dilakukan segera dengan menjahit iris perifer pada luka.
3) Prolaps korpus vitreum
Prolaps korpus vitreus merupakan komplikasi yang serius pada operasi katarak, dapat
menyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan stromal downgrowth, prolaps iris,
uveitis, glaukoma, ablasi retina, edema macular kistoid, kekeruhan korpus vitreum,
endoftalmitis dan neuritis optik.Untuk menghindari hal tersebut, harus dilakukan
vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas dan korpus vitreum.
4) Perdarahan ekspulsif
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius yang dapat
menimbulkan ekspulsi dari lensa, vitreus, uvea. Keadaan ini biasanya ditandai dengan
peningkatan tekanan intra okuler yang mendadak diikuti dengan refleks fundus
merah tua, luka insisi terbuka, prolaps iris serta diikuti keluarnya lensa, vitreus dan
darah. Penanganannya segera dilakukan temponade dengan jalan penekanan pada
bola mata dan luka ditutup dengan rapat. Bila perdarahan sudah berhenti, luka
dibuka kembali dan dilakukan vitrektomi. Beberapa penulis menganjurkan dilakukan
sklerotomi posterior (4-6 mm posterior dari limbus) untuk drainase.
C. Komplikasi Post Operasi Katarak Awal
1) Hifema
Bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya berasal dari luka insisi atau iris, pada
umumnya hilang spontan dalam waktu 7- 10 hari.Perdarahan berasal dari pembuluh
27 | P a g e
darah kecil pada luka. Bila perdarahan cukup banyak dapat menyebabkan glaukoma
sekunder dan corneal staining, dan TIO harus diturunkan dengan
pemberian asetazolamid 250 mg 4 kali sehari, serta parasintesis hifema dengan
aspirasi-irigasi.
2) Prolaps iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari setelah operasi dan
penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi
prolapse vitreus selama operasi. Keadaan ini merupakan penanganan (jahitan ulang)
untuk menghindari timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka yang lama,
epithelial downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis, edema macular kistoid
dan kadang – kadang ophtalmia simpatika.
3) Endoftalmitis Akut
Secara umum endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri, penurunan visus, injeksi
siliar, kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca
operasi. Penyebab endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis
(gram positif) dan Staphylococcus coagulase negatif yang lain. Kuman gram positif
merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan dengan gram
negatif.Untuk gram negatif, kuman penyebab terbanyak adalah Pseudomonas
aeroginosa. Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya
cukup untuk inokulasi, atau sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-obat
imunosupresan, penyakit, trauma, atau bedah, dimana COA lebih resisten terhadap
infeksi dibandingkan dengan kavum vitreus.
4) Descemet Fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh operasi pada endotel
kornea.Pencegahannya adalah penggunaan cairan viskoelastik untuk melindungi
kornea. Pada umumnya akan hilang spontan beberapa hari setelah operasi.
D. Komplikasi Post Operasi Katarak Lanjut
1) Edema kornea
Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada epitel
atau stroma yang diakibatkan trauma mekananik, inflamasi dan peningkatan TIO,
insidennya meningkat pada disfungsi endotel. Biasanya akan teresobsi sempurna 4-6
minggu setelah operasi, tetapi edema menetap bila disebabkan perlekatan vitreus
pada endotel kornea.
2) Kekeruhan kapsul posterior
Komplikasi ini merupakan penyebab tersering penurunan visus setelah EKEK, dimana
kapsul posterior masih utuh, berasal dari sel-sel epitel lensa yang masih hidup yang
tertinggal pada kapsul anterior dan posterior setelah pengeluaran nukleus dan
korteks. Penyebabnya adalah plak subkapsular posterior residual dimana insidennya
bisa diturunkan dengan polishing kapsul posterior, juga disebabkan fibrosis kapsular
karena perlekatan sisa kortek pada kapusl posterior, atau dapat diakibatkan
28 | P a g e
proliferasi epitel lensa pada kapsul posterior di tempat aposisi kapsul anterior
dengan kapsul posterior. Faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi antara lain
umur pasien, riwayat inflamasi intraokuler, model LIO, bahan optik LIO, capsular
fixation dari implant.
Kekeruhan pada kapsul posterior setelah EKEK dapat diatasi dengan disisio atau
kapsulotomi posterior. Kapsulotomi dapat menggunakan pisau Zingler, jarum kecil
dan dapat menggunakan Nd: YAG laser.
3) Residual Lens Material
Pada umumnya disebabkan EKEK yang tidak adekuat, dimana terjadi kegagalan
pengeluaran seluruh material lensa bagian perifer yang berada di bawah iris. Bila
material yang tertinggal sedikit akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila
jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis anterior
kronik dan glaukoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nuklear yang besar
dan keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi atau
irigasi nukleus.
4) Dekompensasi kornea
Edema kornea yang disebabkan karena gangguan fungsi pompa endotel merupakan
salah satu komplikasi katarak yang paling sering dijumpai. Penyebab terjadinya
gangguan fungsi pompa endotel ini dapat disebabkan oleh trauma mekanis yang
terjadi selama operasi, antara lain manipulasi berlebihan dalam bilik mata depan,
instrumen yang menyentuh endotel, penekanan pada kornea atau perlekatan
implant pada endotel. Penyebab lain edema kornea menetap yang diakibatkan
perlekatan vitreus atau hialoid yang intak pada endotel kornea. Pemberian agent
hiperosmotik sistemik akan menimbulkan dehidrasi vitreus, sehingga dapat
melepaskan perlekatan.
5) Glaukoma sekunder
Peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48 jam setelah operasi, mungkin
berkaitan dengan penggunaan zonulolyzis dan tidak memerlukan terapi spesifik.
Peningkatan TIO yang berlangsung lama, dapat disebabkan oleh hifema, blok pupil,
sinekia anterior perifer karena pendangkalan COA, epithelial ingrowth. Glaukoma
maligna atau blok siliar adalah komplikasi pasca operasi yang jarang terjadi,
disebabkan humor akuos mengalir ke posterior dan mendorong vitreus anterior ke
depan. Penanganannya secara medikamentosa dengan pemberian agent
hiperosmotik sistemik, dilatasi pupil maksimum dengan atropin 4% dan fenilefrin
10% atau dengan melakukan aspirasi akuos humor/vitreus posterior.
6) Endoftalmitis Kronik
Endoftalmitis kronis dapat timbul dalam beberapa bulan sampai 1 tahun atau lebih
setelah operasi.Endoftalmitis kronis ditandai dengan reaksi inflamasi kronik atau
uveitis (granulomatosus) dan penurunan visus. Umumnya organisme dapat
menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup untuk inokulasi, atau sistem
29 | P a g e
pertahanan mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan, penyakit, trauma, atau
bedah, dimana COA lebih resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan kavum
vitreus. Organisme penyebab endoftalmitis kronik mempunyai virulensi yang rendah,
penyebab tersering adalah Propionibacterium acnes organisme tersebut
menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi yang menetap.
7) Epithelial Ingrowth
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi sangat mengganggu, disebabkan masuknya epitel
konjungtiva melalui defek luka.Sel – sel epitel masuk segmen anterior dan trabekular
meshwork sehingga menimbulkan glaukoma.Faktor predisposisi adalah tiap
konjungtiva fornix-base, penyembuhan luka yang tidak baik dan prolaps iris.Tanda –
tanda yang menyertai meliputi uveitis anterior pasca operasi menetap, fistula (50%
dari kasus), membran transparan dengan tepi berlipat pada bagian superior endotel
kornea, pupil distorsi dan membran pupilar.Penanganannya adalah cryodestruction
sel epitel dan eksisi epitel yang terlihat pada iris dan vitreus anterior.
8) Ablasi retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui.Faktor
predisposisinya meliputi prolaps vitreus, myopia tinggi perlekatan vitreo-retinal dan
degenarasi latis. Ablasi retina pada mata afakia khas ditandai adanya tear kecil
berbentuk “U” yang pertama kali mengenai makula. Apabila ablasi retina terjadi pada
mata afakia, resiko terjadinya ablasi retina pada satunya bila belum dioperasi adalah
7%, sedangkan insiden pada mata satunya yang sudah afakia adalah 25%.
9) Edema makula kistoid
Keadaan ini sering merupakan penyebab penurunan visus setelah operasi katarak,
baik yang terjadi komplikasi maupun yang tanpa komplikasi. Patogenesisnya tidak
diketahui, kemungkinan karena permeabilitas perifoveal yang meningkat, inflamasi,
vitreomacular traction, dan hipotoni yang lama atau yang sementara waktu. Pada
pemeriksaan fluorescein angiography, tampak gambaran flower petal.Mata bisa
tetap tampak normal atau mudah iritasi dan fotofobia, tampak ciliary flush dengan
iritis ringan, ruptur hyaloid anterior dengan adhesi vitreus pada bagian dalam
luka.Penurunan visus biasanya terjadi 2-6 bulan setelah operasi dan bertahan
beberapa minggu sampai beberapa bulan.Sebagian besar kasus pulih spontan dalam
6 bulan dan tidak memerlukan terapi spesifik.Pada kasus – kasus yang kronis
(berlangsung lebih dari 9 bulan), penurunan visus permanen karena pembentukan
lamelar mucular hole.Kortikosteroid dan anti inflamasi non steroid topical dapat
bermanfaat pada beberapa kasus. Ada beberapa laporan mengenai keberhasilan
pengobatan dengan anti inflamasi non steroid dan carbonic anhydrase inhibitor oral.
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan
atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000).

30 | P a g e
12.PERAWATAN PASIEN PRE OPERASI DAN POST OPERASI
A. Perawatan Pasien Pre Operasi Katarak :
1) Observasi retina. Retina harus baik yang diperiksa dengan tes proyeksi sinar
2) Observasi tanda infeksi. Tidak ada oleh ada infeksi pada mata atau jaringan
sekitar
3) Observasi adanya tanda glaukoma. Pada keadaan glaukoma pembuluh darah
retina telah menyesuaikan diri dengan TIO yang tinggi. Jika dilakukan operrasi,
pada waktu kornea dipotong, TIO menurun, pembuluh darah pecah
danmenimbulkan perdarahan hebat. Juga dapat menyebabkan prolap dari isi
bulbus okuli seperti iris, badan kaca dan lensa.
4) Periksa visus
5) Observasi keadaan umum. Keadaan umum harus baik : tidak ada hipertensi,
tidak ada diabetes militus ( kadar gula darah < 150 mg/dl), tidak ada batuk
menahun dan penyakit jantung, seperti dekompensasi kordis.
6) Anjurkan pasien mandi dan keramas sebelum operasi, untuk mengurangi resiko
infeksi.
7) Berikan obat-obat premedikasi, dan cukur buli mata sesuai saran dokter.
(Barbara, 2003)
B. Perawatan Pasca Operasi :
1) Observasi tanda-tanda vital sampai stabil.
2) Perawatan pasca bedah rutin berhubungan dengan ansietas yang dialami.
3) Melindungi mata selama empat minggu pertama. Anjurkan pasien memakai
kacamata pada siang hari dan memakai pelindung mata pada malam hari
4) Mengurangi nyeri. Pastikan untuk melaporkan ketidaknyamanan dan terutama
nyeri yang melibatkan mata.
5) Batasi pasien untuk melakukan tindakan yang dapat menimbulkan ketegangan,
diantaranya: batuk, membungkuk, mengejan, bersin, mengangkat benda berat
>10 kg, tidur berbaring disisi yang dioperasi.
6) Mata tidak boleh terkena air selama tiga minggu pertama.
7) Membersihkan bagian-bagian keras pada bulu mata dengan salep antibiotic
dan/atau Q-Tip.
8) Berikan obat-obat tetes mata mata sesuai resep dokter. Untuk mencegah infeksi,
mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa
minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata.
9) Observasi adanya peningkatan TIO yang ditandai dengan : Nyeri hebat, mual,
muntah.

31 | P a g e
10) Obserrvasi adanya tanda-tanda infeksi, dan anjurkan pasien untuk tidak
menggosok mata untuk mencgah terjadinya infeksi. Anjurkan paien mencuci
tangan sebelum memberikan salep/obat tetes mata.
11) Observasi adanta tanda-tanda perdarahan ruang mata anterior yang ditandai
dengan perubahan pandangan
12) Observassi adanya tanda Retinal detachment, yang ditandai dengan tampaknya
titik hitam, peningkatan jumlah floaters atau sinar dan hilangnya
sebagian/seluruh lapang pandang.
13) Membantu semua aktivitas untuk meminimalkan ketegangan
14) Memeriksa balutan dan melaporkan adanya drainase. (Barbara, 2003)

13.PENDIDIKAN PASIEN SETELAH PEMBEDAHAN KATARAK


A. Diperbolehkan
1) Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama
2) Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
3) Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau pancuran
4) Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit
kepala kebelakang saat mencuci rambut
5) Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan
kacamata pada siang hari
6) Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring tidak boleh telengkup
7) Aktivitas dengan duduk
8) Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
9) Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai
10) Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
11) Tidur pada sisi yg sakit
12) Menggosok mata; menekan kelopak untuk menutup
13) Mengejan saat defekasi
14) Hindari menggunakan make-up
15) Memakai sabun mendekati mata
16) Mengangkat benda yang berlebihan
17) Hubungan seks
18) Mengendarai kendaraan
19) Batuk, bersin, dan muntah
20) Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan punggung
tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai (Barbara, 2003)

14.ASUHAN KEPERAWATAN

32 | P a g e
A. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi identitas pribadi pasien.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat hospitalisasi
f. Riwayat psikologi
g. Riwayat kebiasaan
3) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum Kesadaran dan TTV
b. Pengkajian fisik :
c. Kepala dan leher : Inspeksi: rambut tampak kering, tampak pengembunan
seperti mutiara keabuan pada pupil, bentuk mata simetris, mulut klien
berbau, tidak terpasang oksigen, orbita mata menghitam, tidak ada
pembesaran vena jugularis, sianosis (-), ikterik (-), mukosa bibir kering, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid.
d. Pengkajian pola :
- Pola aktivitas/istirahat :
Sebelum MRS: klien mengatakan sulit untuk beraktivitas dan melakukan
hobinya karena pandangannya yang kabur. Klien mengatakan ia dapat
beristirahat dengan tenang.
Setelah MRS: klien mengatakan semakin sulit untuk melihat bahkan ia
hanya bisa terbaring di atas tempat tidur dan meminta bantuan kepada
keluarga jika ia ingin beraktivitas. Klien mengatakan sulit untuk tidur saat
ia masuk RS.
- Pola makan dan minum :
Sebelum MRS: klien mengatakan dia makan 3x sehari dengan porsi yang
normal.
Setelah MRS: klien mengatakan ia merasakan mual dan ingin muntah, ia
diberi makan 3x sehari namun makanan tersebut sering bersisa.
- Pola neurosensori :
Klien mengatakan matanya kabur, jika melihat sinar yang terang terasa
silau, dan benda yang ia lihat tampak berbayang dan ia sering mengganti
kacamatanya.
- Pola kebersihan dan personal hyghine :
Klien sulit untuk melakukan personal hyghinenya karena keterbatasan
penglihatannya.
33 | P a g e
- Pola nyeri/ketidaknyamanan :
Klien mengatakan ketidaknyamanan yang ia rasakan karena
penglihatannya yang semakin kabur dan silau saat melihat sinar terang.
4. Pemeriksaan penunjang :
Snellen chart : tidak dapat melihat dengan jelas huruf-huruf yang ada di snellen chart.
Pengukuran tonografi : (n 12-25mmHg)
Pengukuran gonioskopi : Pengukuran gonioskopi : membantu membedakan sudut
terbuka dari sudut tertutup glaucoma
Pemeriksaan penunjang : CT-scan orbita: adanya fraktur, benda asing dan kelainan
lainnya
USG : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain katarak.
Pemeriksaan khusus mata yang penting ultrasonografi (USG) dan biametri untuk
menentukan ukuran kekuatan (power) lensa intra okuler (IOL) dan adakah astigmatism
(silinder) pada mata penderita.
Slit lamp : lensa yang terlihat keruh.
Oftalmoskopi : atrofi lempeng optic, papiledema, serta perdarahan
Gula darah : 140 mg/Dl
Riwayat alergi obat : tidak ada riwayat alergi dengan obat
Sel endotel : 2000 sel/mm3
Uji Ultrasonografi Sken.A untuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien terentu
kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata. Dengan
cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanamkan untuk mendapatkan
kekuatan refraksi pasca bedah.
Keratometri yanitu mengukur kelengkungan kornea untuk bersama Ultrasonografi dapat
menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam. Dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan
khusus mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti adanya infeksi
sekitar mata, glaucoma, dan penyakit mata lainnya yang dapat menimbulkan penyulit
waktu pembedahan dan sesudah pembedahan.
B. Diagnosa Keperawatan Pra bedah
1) Gangguan sensori visual yang berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori
atau transmisi.
2) Kecemasan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang
pandangan.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pra dan
pascaoperasi, perawatan diri di rumah berhubungan dengan kurang terpapar akan
informasi.
C. Rencana Intervensi
Dx : Gangguan sensori visual berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau
transmisi
Tujuan : Gangguan sensori dirasakan minimal
34 | P a g e
Kriteria hasil : Pasien memahami bahwa gangguan presepsi sensori normal akan terjadi.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji dan dokumentasikan ketajaman Menetukan seberapa bagus visus pasien
penglihatan (visus) dasar,
Orientasikan pasien akan lingkungan fisik Memberikan data dasar tentang
sekitarnya, bunyi dan pendengarannya. pandangan akurat pasien dan bagaimana
hal tersebut mempengaruhi perawatan
Pendekatan pada sisi yang tidak dioperasi Bantuan orientasi
Jelaskan bahwa pandangan tidak akan Meningkatkan kesadaran akan gangguan
normal sampai luka sembuh dan bila perlu sensori yang terjadi
menggunakan kacamata
Cegah sinar yang menyilaukan Mencegah distres dari sinar yang
menyilaukan
Optimalisasi lingkungan untuk Pengaturan posisi tempat tidur berada
menurunkan risiko cedera dalam posisi rendah dan pasang pengaman
tempat tidur.menyingkirkan
benda-benda yang mudah jatuh pada area
yang dilewati pasien untuk ambulasi dan
meletakkan bel pemanggil, tisu, telepon
atau pengontrol di tempat yang mudah
dijangkau.

Dx : Kecemasan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang


pandangan

Tujuan : kecemasan berkurang

Kriteria evaluasi :

1) Tanda-tanda cemas berkurang


2) Mengungkap perasaan secara verbal dan rileks

INTERVENSI RASIONAL
Berikan pasien suatu kemungkianan untuk Memberitahukan bisa membantu mengurangi
mengeksplorasikan perhatian tentang kecemasan dan mengidentifikasi ketakutan
kemungkinan hilangnya penglihatan spesifik
Eksplorasi pemahaman tentang katarak, Informasikan mengurangi ketidakpastian
kejadian pra dan pasca operasi, koreksi dan membantu pasien meningkatkan
beberapa kesalahpahaman dan jawab Kontrol dan merasa kecemasan
pertanyaan dengan sabar berkurang

Dx : Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pra dan pasca operasi,
perawatan diri dirumah berhubungan dengan kurang terpapar akan informasi
35 | P a g e
Tujuan : pengetahuan pasien akan meningkat

Kriteria evaluasi :

1) Pasien mampu menjelaskan katarak dan gejala-gejala dasar


2) Pasien mampu menjelaskan perawatan pra dan pasca operasi serta perawatan diri di
rumah

INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan tentang mata dan peran lensa bagi
Meningkatkan pemahaman dan kerjasama
penglihatan pasien
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
Pasien dan anggota keluarga harus
pelaksanaan operasi dipersiapkan untuk prosedur ini dengan
memberikan informasi mengenai yang
mungkin akan dialami sebelum dan
setelah pembedahan laser. Kebanyakan
orang takut terhadap laser, dan ansietas
ini dapat mengakibatkan agitasi, gerakan,
atau sinkop selama prosedur
dilaksanakan. Pasien harus diberi
informasi bahwa akan diberi tetes
anestesi sebelum tindakan, bahwa mereka
akan didudukkan dengan nyaman dengan
kepala diposisikan pada penyangga
kepala, dan ahli bedah akan
menstabilisasi mata. Mereka harus diberi
tahu akan terasa kesemutan, kilatan
cahaya, dan suara berdenting logam
setiap kali pemberian. Pasien diberi
informasi untuk segera memberi tahu ahli
bedah bila mereka merasa akan pingsan.
Jelaskan kepada pasien aktivitas yang Kegiatan yang bisa meningkatkan TIO
boleh dilakukan pasca operasi dapat dihindari. Pascaoperasi pasien
kemungkina akan mengalami penglihatan
yang kabur setiap 1 jam dan sedikit rasa
tak nyaman. Maka, harus direncanakan
bagaimana transportasi ke rumah. Pasien
mungkin merasakan nyeri tumpul pada
mata. Nyeri kepala pascaoperasi dapat
dikurangi dengan acetaminophen.
Biasanya tak ada pantangan diet maupun
aktivitas
Demonstrasikan teknik membersihkan Teknik yang baik mengurangi resiko
mata, yaitu dari kuntus dalam ke luar penyebaran bakteri di mata

36 | P a g e
menggunakan kapas bersih
Anjurkan pasien untuk segera lapor Memerlukan penanganan yang segera
dokter bila ada keluhan-keluhan

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

37 | P a g e
Katarak adalah suatu keabnormalan yang terjadi di lensa mata, yang mana
menyebabkan penglihatan menjadi berkurang. Keabnormalan ini disebabkan oleh terurainya
protein-protein.

Katarak ini memiliki klasifikasi antara lain : Katarak terkait usia (katarak senilis),
katarak anak-anak, katarak traumatik, katarak komplikata, katarak akibat penyakit sistemik,
katarak toksik dan katarak ikutan.

Katarak dapat diatasi dengan cara prosedur operasi/bedah, penggunaan kacamata,


obat aldose reductase inhibitor, dan obat-obat lainnya.

B. SARAN
Agar katarak tidak dapat menyerang kita, maka pencegahan utama penyakit katarak
dilakukan dengan mengontrol penyebab yang berhubungan dengan katarak dan
menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak. Cara pencegahan yang
dapat dilakukan dengan menggunakan kacamata hitam ketika berada di luar ruangan pada
siang hari. cara ini dapat mengurangi sinar UV yang masuk ke dalam mata. Selain itu
berhenti merokok juga bisa mengurangi resiko terjadinya katarak (Gindjing, 2006)

Selain itu, cara pencegahan katarak yang terbaik adalah mengurangi atau
mengendalikan faktor-faktor risiko terjadinya katarak. Faktor-faktor risiko katarak itu ada
yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi faktor umur, gender dan
genetik, pengaruh faktor ini tidak mungkin dimanipulasi. Sedangkan faktor ekstrinsik
meliputi penyakit, penggunaan obat tertentu, paparan sinar matahari, merokok, minuman
beralkohol, ketidakseimbangan nutrisi dan adanya ruda paksa pada bola mata. Faktor-faktor
ini masih dapat dikendalikan seperti mengonsumsi cukup protein dan vitamin,
menghentikan kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol, memakai pelindung
mata atau kacamata dan lain-lain (Djatikusumo, 2002).

DAFTAR PUSTAKA

38 | P a g e
 Anni Nur Aini, Yunita Dyah Puspita Santik (2018) Kejadian katarak senilis di RSUD
Tugurejo https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/issue/view/1296

 Dian Anggraini Wikamorys, Thinni Nurul Rochmach (2017) APLIKASI THEORY OF


PLANNED BEHAVIOR DALAM MEMBANGKITKAN NIAT PASIEN UNTUK MELAKUKAN
OPERASI KATARAK http://dx.doi.org/10.20473/jaki.v5i1.2017.32-40
 Rame R Girsang, Hasanul Fahmi (2019) SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT
MATA KATARAK DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR BERBASIS WEB
HTTPS://DOI.ORG/10.18860/MAT.V11I1.7673

 Dewi Nurahayu, Sulastri Sulastri (2019) HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT


DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RUANG
KENANGA RSUD dr. H. SOEWONDO KENDAL, https://doi.org/10.38102/jsm.v1i1.30
 Budi Antoro, Gustop Amatiria (2018) Pengaruh Tehnik Relaksasi Guide Imagery
terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Katarak
http://dx.doi.org/10.26630/jkep.v13i2.938

39 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai