Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM BUDIDAYA ARTEMIA

DISUSUN OLEH

JULIYANTI

SHERINA

PROGRAM STUDI

AGRIBISNIS PERIKANAN DAN KELAUTAN

POLITEKNIK NEGERI SAMBAS

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
nikmat dan kesehatan sehingga kami dapat menyusun laporan praktikum Budidaya
Pakan Alami dengan baik. Laporan ini berisi tentang uraian hasil riset mengenai "
Penetasan Artemia".

Laporan ini kami susun secara cepat dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga dan pikirannya yang
telah memberikan. Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil laporan
praktikum ini masih jauh dari kata sempurna.

Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata Semoga laporan praktikum ini dapat
memberikan manfaat untuk kelompok kami khususnya, dan mahasiswa umumnya.

Sambas, 5 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ......................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 3
2.1 Definisi .......................................................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Artemia ....................................................................................................... 3
2.3 Siklus Hidup .................................................................................................................. 4
BAB III METODE PRAKTEK..................................................................................................... 5
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................................ 5
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................................. 5
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................................................... 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................... 7
4.1 Hasil .............................................................................................................................. 7
4.2 Pembahasan ................................................................................................................... 7
1) Suhu............................................................................................................................... 9
2) Salinitas ....................................................................................................................... 10
3) Ph................................................................................................................................. 10
BAB V PENUTUP ..................................................................................................................... 11
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 11
5.2 Saran............................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 12

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Alat Dan Bahan ............................................................................................... 5

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Penebaran Kista ........................................................................................... 7


Gambar 4. 2 Sudah Menjadi Naupli ................................................................................. 7

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan
usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton yaitu
fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami untuk larva atau benih ikan mempunyai
beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil serta sesuai dengan bukaan mulut larva
dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan, gerakannya dapat
merangsang ikan untuk memangsanya, dapat berkembang biak dengan cepat sehingga
ketersediaanya dapat terjamin serta biaya pembudidayaannya relatif murah. Pakan
merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup
ikan. Salah satu pakan alami yang penting dan cocok untuk kebutuhan larva ikan
maupun ikan hias adalah Artemia salina (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut,
krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karenaArtemia memiliki
nilai gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh
jenis larva ikan tersebut. Mengingat hal itu, maka keterampilan di dalam menetaskan
Artemia seperti yang tertuang dalam modul ini dapat diterapkan di berbagai
pembenihan ikan dan udang, baik itu air laut, payau maupun tawar. Artemia adalah
filter feeder, sebab cara makannya dengan menyaring bahan apa saja yang berada
disekitarnya. Ukuran pakan yang dapat dimakan adalah lebih kecil dari 60 mikron.
Dengan demikian, pemeliharaan Artemia membutuhkan pakan tambahan berupa pakan
buatan atau pakan alami (plankton). Jenis pakan buatan yang mudah diperoleh dan
memiliki kualitas cukup baik untuk makanan Artemia adalah dedak halus (Mudjiman,
1985).

1
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses penetasan kista Artemia sampai
menjadi nauplius, sehingga nantinya Artemia dapat digunakan sebagai pakan alami bagi
larva ikan. Juga untuk mengetahui kualitas air yang baik pada pembudidayaan Artemia.

1.3 Manfaat
Adapun manfaatnya adalah praktikan dapat menambah wawasan dalam mengetahui
proses penetasan kista Artemia hingga menjadi nauplius. Juga menambah wawasan
untuk mengetahui kualitas air yang baik pada pembudiaan Artemia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Artemia merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton ini
hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara 15 – 300
permil. Sebagai plankton, Artemia tidak dapat mempertahankan diri terhadap
pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela diri (Mudjiman,
2007).

Kista merupakan tempat atau telur dari Artemia yang berbentuk bulat kecil dan
berwarna coklat. Diameternya bervariasi antara 224,7-267,0 mikrometer (µm) dan
beratnya rata-rata 1,885 mikrorogram (µg). Secara anatomi, susunan
kista Artemia terdiri dari dua lapisan yaitu korion dan selaput embrio. Selaput ini
adalah semacam membran atau selaput yang membungkus embrio (Harefa, 1996).

2.2 Klasifikasi Artemia


Menurut Bougis (2008) klasifikasi Artemia adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia.
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Branchiopoda
Order : Anostraca
Family : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia sp

3
2.3 Siklus Hidup
Awal hidup Artemia dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15 - 20
jam pada suhu 25°C, kista akan menetas manjadi embrio. Pada fase ini, embrio akan
menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang akan
berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih
mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut
dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan
ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini Artemia sp. akan mulai
makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada
dasarnya Artemia sp. tidak memilih jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan
tersebut tersedia di air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak
15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata
berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat
mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan
mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli (Purwakusuma, 2008).

Menurut Daulay (1998), ada dua metode untuk dilakukan proses penetasan kista
Artemia yaitu metode dekapsulasi dan non dekapsulasi. Metode tersebut bertujuan
untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista Artemia yang keras (korion).
Perbedaan kedua metode tersebut hanya terdapat pada penambahan larutan seperti
natrium hipoklorit terhadap metode dekapsulasi, sedangkan non dekapsulasi tanpa
menggunakan larutan tambahan.

Menurut Harefa (1996), untuk melakukan kegiatan penetasan diperlukan wadah


dan perangkat suplai oksigen. Adapun bentuk wadah untuk penetasan tersebut berupa
kerucut dengan ukuran tergantung kebutuhan. Suplai oksigen dijamin dengan dibuatnya
sistem aerasi dalam wadah. Kepadatan maksimal telur adalah 3 gr/ltr air dan tingkat
kepadatan optimal adalah sekitas 2 – 5 gr/ltr air. Sebagai media tetas digunakan air
yang di campur garam, dengan salinitas antara 30 – 35 ppt dan suhu air 250- 350C.
Dalam keadaan normal, kurang dari 48 jam kemudian telur akan menetas menjadi
bentuk nauplius.

4
BAB III

METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat


Praktek ini dilaksanakan pada hari Selasa 23 November 2021, pukul 09:15 di
Laboratorium Perikanan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat Bahan
 Wadah penetasan  Deterjen
 Blower  Garam tanpa yodium
 Selang aerasi dan batu aerasi  Air tawar
 Tisu
 Selang air
 Refractometer
 Thermometer
 Baskom
tabel 3. 1 alat dan bahan

3.3 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja persiapan wadah dan media adalah sbb:

1. Siapkan alat dan bahan


2. Semprot wadah dengan air tawar lalu cuci menggunakan deterjen
3. Bilas dengan air tawar dan di lap menggunakan tisu
4. Isi wadah dengan air tawar yang sudah difilter
5. Masukkan garam sebanyak 1,5 sendok makan untuk membuat air dengan
kadar garam antara 25-30 ppt (25-30 g garam per liter air).

5
6. Masukkan kista kedalam wadah penetasan (botol aqua)
7. Aerasi yang kuat agar garam tercampur merata.

Adapun prosedur kerja persiapan penetasan artemia adalah sbb:

1. Siapkan alat dan bahan


2. Siapkan wadah penetasan artemia
3. Isilah air tawar di dalam baskom
4. Perhatikanlah warna media penetasan, jika sudah terjadi perubahan warna
dari coklat muda ke orange maka artemia sudah menetas
5. Pisahkan cangkang telur artemia
6. Masukkan artemia ke wadah yang sudah terisi air laut dan di aerasi

6
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

gambar 4. 1 penebaran kista

gambar 4. 2 sudah menjadi naupli

4.2 Pembahasan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kista artemia menetas menjadi nauply pada
hari Rabu, pukul 12.00 WIB. Penetasan tersebut kurang lebih 24 jam dengan kadar
garam 25ppt dan Ph berkisar 5-7. Penetasan kista Artemia adalah suatu proses inkubasi
kista Artemia di media penetasan (air laut ataupun air laut buatan) sampai menetas.

Menurut Gusrina (2008) menyatakan bahwa proses penetasan terdiri dari beberapa
tahapan yaitu proses penyerapan air, pemecahan dinding cyste oleh embrio, embrio
terlihat jelas masih diselimuti membran, menetas dimana nauplius berenang bebas yang

7
membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam. Akan tetapi hal ini berbeda dengan hasil
praktikum kami dimana cyste artemia mulai menetas sekitar 12 jam setelah penebaran
cyste pada media.

Waktu penetasan cyste artemia dipengaruhi oleh faktor kualitas air, yaitu : kadar
salinitas pada media penetasan, kepadatan cyste yang ditetaskan, intensitas cahaya dan
aerasi. Agar diperoleh hasil penetasan yang baik maka oksigen terlarut di dalam air
harus lebih dari 5 ppm. Untuk mencapai nilai tersebut dapat dilakukan dengan
pengaerasian yang kuat. Disamping untuk meningkatkan oksigen, pengaerasian juga
berguna agar cyste yang sedang ditetaskan tidak mengendap. Suhu sangat
mempengaruhi lamanya waktu penetasan dan suhu optimal untuk penetasan Artemia
adalah 26-29º C. Pada suhu dibawah 25º C Artemia akan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk menetas dan pada suhu diatas 33º C dapat menyebabkan kematian
cyste. Kadar salinitas optimal untuk penetasan adalah antara 5 – 35 ppt, namun untuk
keperluan praktis biasanya digunakan air laut (kadar garam antara 25–35 ppt). Nilai pH
air harus dipertahankan pada nilai 8 agar diperoleh penetasan yang optimal.

Kista menetas menjadi Artemia stadia nauplius. Setelah menetas sempurna, secara
visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna dari coklat muda menjadi oranye. Hal
yang penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan nauplius Artemia adalah jangan
sampai tercampur antara Artemia dan cangkang. Hal ini perlu dihindari mengingat
cangkang Artemia tersebut mengandung bahan organik yang dapat menjadi substrat
perkembangbiakan bakteri.

Setelah 18 jam dimasukan dalam bak penetasan maka pengecekan apakah Artemia
dalam wadah penetasan sudah menetas atau belum. Pengecekan dilakukan dengan cara
mematikan aerasi. Sesaat setelah aerasi dimatikan, jika secara kasat mata keseluruhan
nauplius sudah berenang bebas maka pemanenan dapat dilakukan dan aerasi tetap
dimatikan. Jika sebagian besar nauplius masih terbungkus membran dan belum
berenang bebas maka aerasi dihidupkan kembali. Selanjutnya 1 atau 2 jam kemudian
dilakukan pengecekan ulang. Langkah awal pemanenan Artemia yaitu dengan
mematikan aerasi serta menutup bagian atas wadah dengan bahan yang tidak tembus

8
cahaya. Hal ini dilakukan dengan tujuan memisahkan antara nauplius dan cangkang
Artemia. Cangkang Artemia akan mengambang dan berkumpul di permukaan air.
Nauplius Artemia akan berenang menuju ke arah cahaya. Karena bagian bawah wadah
tranparan dan ditembus cahaya maka nauplius Artemia akan berkumpul di dasar wadah
penetasan.

Dalam penetasan artemia, salinitas dan suhu berpengaruh pada terhadap penetasan
artemia tersebut. Salinitas dan suhu yang sesuai untuk penetasan akan mempengaruhi
penetasan kista artemia. Apabila suhu dan salinitas tidak sesuai maka kista artemia akan
sulit untuk menetas. Kista artemia yang kering dapat bertahan pada suhu -2730C dan
1000C, tetapi untuk telur yang basah tidak demikian halnya. Temperatur optimal untuk
penetasan kista dan pertumbuhan adalah 25 - 30°C. Sedangkan Artemia sp.
menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan dapat hidup dalam air tawar salama
5 jam sebelum akhirnya mati.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam


penetasan artemia, diantaranya:

1) Suhu
Artemia tidak dapat hidup pada suhu kurang dari 60°C atau lebih dari 350°C, akan
tetapi hal ini jelas sangat bergantung pada individunya dan kebiasaan tempat hidup
mereka. Misalnya saja Artemia yang hidup di tambak garam di Thailand, walaupun dia
berasal dari Macau (Brazil), ternyata mereka dapat bertahan sampai beberapa minggu
pada suhu 400C. Sedangkan Artemia dari Tuticorin (India) biasa hidup pada suhu antara
27-360C. Pertumbuhan Artemia yang baik suhu berkisar antara 25-300C. Berbeda
dengan Artemia dewasa, telurnya yang kering lebih tahan terhadap suhu. Walaupun
tidak pernah terjadi di alam, tetapi telah kita ketahui bahwa telur yang kering dapat
bertahan pada suhu -2730C dan 1000C, tetapi untuk telur yang basah tidak demikian
halnya (Mudjiman, 1989).

Artemia sp. dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40°C. Sedangkan
temperatur optimal untuk penetasan kista dan pertumbuhan adalah 25 - 30°C. Meskipun
demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia sp.

9
2) Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan
dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter. Salinitas
merupakan konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Salinitas
diduga berpengaruh terhadap perkembangan Artemia sp., makanya perlu dilakukan
penelitian tentang hal tersebut yang menyakut dengan kandungan protein dan lemak
Artemia sp.

Salah satu keunggulan jasad renik ini adalah kemampuannya dalam beradaptasi
terhadap berbagai kondisi lingkungan, khususnya terhadap salinitas. Hewan ini mampu
hidup pada rentang salinitas 5 -150 ppt. Beberapa jenis bahkan mampu hidup di perairan
dengan salinitas sampai 350 ppt. Menurut Mudjiman (2004) menyarankan
menggunakan salinitas 30 ppt saat penetasan untuk mendapatkan hasil yang optimum.

Artemia sp. memiliki keunggulan yaitu mudah dalam penanganan, karena dapat
bertahan dalam bentuk kista untuk waktu yang lama. Selain itu, Artemia sp. juga
beradaptasi dalam kisaran salinitas lingkungan yang lebar, makan dengan cara
menyaring sehingga mempermudah dalam penyedian pakannya. Artemia sp.
menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan Artemia sp. dapat hidup dalam air
tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.

3) Ph
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH dapat mengontrol tipe
dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-
mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya
nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang
kehidupan organisme yang kita budidayakan. Variable lain yang penting adalah pH
dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau
lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia sp.

10
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dapat di simpulkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Proses perkembangan artemia terdiri dari kista, umbrella, dan naupli.


2. Proses perkembangan kista artemia untuk menjadi naupli membutuhkan waktu
yang lama sekitas 12-24 jam.
3. Tidak semua kista artemia mampu menetas dan menjadi naupli, hal tersebut juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor dari lingkungan.

5.2 Saran
Saran dari kami adalah sebaiknya pada saat praktikum benar-benar diperhatikan
prosedur penetasan artemia agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungannya serta ada
interaksi yang lebih baik antara praktikan dan asisten.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abatzopoulos, Th. J., Beardmore, J. A., Clegg, J.S., dan Sorgeloos, P. 1996. Biology of
Aquantic Organism: Artemia-Basic and Applied Biology.
http://www.captain.at/artemia/. Di akses [25 Agustus 2009].

Hamdani ,H & Astuti,S .2001. “Pengaruh Salinitas Terhadap Laju Pertumbuhan


populasi Artemia sp” . Jurnal Bionatura,Vol 3, No.1, Maret 2001 : 18-26.Fakultas
pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung 40600.

Pujiati, I., S. Ningsih, S. Palupi dan Tri Windono, 2002. Uji toksisitas ter-hadap larva
Artemia salina Leach. Dari fraksi n-heksan, khloroform, etil asetat dan air ekstrak etanol
rimpang temumangga (Curcuma mangga VaL). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan
Obat Indonesia XXI. Universitas Surabaya, Surabaya : 109-115.

Panggabean, MGL.1984.”Teknik Penetasan Dan Pemanenan Artemia Salina “.


Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI Jakarta, Oseana, Volume IX No.2,1984. ISSN
0216-1877. Pusat penelitian Ekologi Laut, Jakarta.

Kurniaji, Ardana. 2011. Penetasan Artemia dalam Accelerating the world's research.
Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo.

12

Anda mungkin juga menyukai