Anda di halaman 1dari 9

MATA KULIAH

GENETIKA DAN EMBRIOLOGI


TINJAUAN PUSTAKA SITOSKELETON

KELOMPOK 47:

NI MADE OPY SUTARIANI P07124217009

L. MAY HELEEN P07124217010

KUMARI MISEL AIDA P07124217011

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEBIDANAN PRODI PROFESI

2021
SITOSKELETON

A. Sitoskeleton pada sel eukariotik

Gambar. 1
Sumber : Rahmadina 2017

Gartner (2007) dalam Rimbun (2015) meyatakan bahwa sitoplasma sel


eukariota mengandung sitoskeleton berupa jaringan anyaman filamen-filamen
protein yang cukup rumit. Sitoskeleton bertanggung jawab untuk mempertahankan
morfologi sel. Selain itu, sitoskeleton juga berpartisipasi dalam pergerakan dalam
sel, baik pergerakan organel- organel di dalam sitoplasma, pergerakan suatu daerah
pada sel, maupun pergerakan keseluruhan dari sel tersebut (Moseley, 2013).
Awalnya banyak yang menganggap bahwa sitoskeleton hanya terdapat di dalam sel
eukariotik, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa sitoskeleton juga terdapat
di dalam sel prokariotik. Sitoskeleton yang terdapat pada sel – sel eukariota
mengandung tiga jenis filamen sitoskeleton, yaitu mikrotubulus, filamen
intermediat,dan mikrofilamen (Rahmadina, 2017). Ketiga filamen ini saling
berhubungan satu dengan yang lainnya dan saling berkoordinasi.
1. Filamen Aktin (Mikrofilamen)
Filamen aktin memiliki tebal 7-9,5 nm,terdiri dari dua rantai sub unit
globular (G-Aktin) yang berpolimerisasi, terjalin melingkar satu sama lain
membentuk pilinan filamen protein heliks ganda, yang dinamakan filamen F-aktin.
Berdasarkan titik isoelektrisnya, terdapat tiga macam aktin, yaitu α-aktin, yang
terdapat pada sel otot, serta β-aktin dan γ-aktin pada selain sel otot. β-aktin dan γ-
aktin, keduanya dapat ditemukan dalam satu sel yang sama, dan dapat juga
mengadakan polomerisasi pada filamen yang sama. Peran aktin ditentukan juga
oleh berbagai jenis protein yang terikat pada aktin. Protein–terikat aktin yang paling
banyak ditemukan adalah miosin. Selain miosin, terdapat beberapa jenis protein-
terikat aktin yang lain, contoh α-aktinin, spektrin, fimbrin, filamin, gelsolin, dan
talin (Rimbun, 2017).
2. Mikrotubulus
Mikrotubulus merupakan sitoskeleton yang panjang, kaku, lurus,
berbentuk silinder berlubang dengan diameter dalam sebesar 15 nm dan diameter
luar sebesar 25 nm. Tiap mikrotubulus terdiri dari 13 protofilamen yang tersusun
atas heterodimer dari subunit α- dan β- tubulin. Polimerisasi dari heterodimer
tersebut membutuhkan ion magnesium (Mg2+) dan Guanosine Triphosphate
(GTP), serta beberapa macam protein tertentu, yang disebut microtubule-
associated proteins (MAPs). MAPs selain berpengaruh dalam pertambahan panjang
mikrotubulus, juga berperan dalam pergerakan organel dan vesikel intraselular di
sepanjang monorail mikrotubulus, dengan dua arah gerak yaitu menuju ujung
positif dan menuju ujung negatif.) Peran ini dimainkan oleh dua MAPs utama, yaitu
kinesin dan dynein. Dengan adanya ATP, kinesin membawa vesikel dan organel
menuju ke arah ujung positif dari mikrotubulus, sebaliknya, dynein ke arah ujung
negative. Fungsi penting dari mikrotubulus antara lain mempertahankan bentuk sel
(contoh pada akson dan dendrit), meregulasi pergerakan organel dan vesikel
intraselular (termasuk endositik dan eksositik vesikel), pembentukan dan kinerja
benang-benang spindel pada proses mitosis, membagi sitoplasma dalam beberapa
kompartmen, dan berperan dalam kemampuan gerak silia dan flagel (Rimbun,
2017).
3. Filamen Intermediet
Intermediet filamen memiliki ukuran diameter sebesar 8-10 nm, berada di
antara filamen aktin dan mikrotubulus. Intermediet filamen merupakan molekul
fibrous yang berbentuk memanjang, dengan domain pusat berbentuk batang, gugus
amino pada ujung kepala, dan gugus karboksil pada ujung ekor. Terdapat empat
jenis intermediet filamen, yaitu lamin, keratin, vimentin, dan neurofilamen.
Intermediet filamen, kecuali laminin, berfungsi sebagai komponen protein
struktural utama dalam sel, sebagian besar bersifat cukup stabil, tidak mudah
memanjang dan memendek, juga tidak menghilang pada saat mitosis. Peran penting
intermediate filamen antara lain membentuk kerangka sel tiga dimensi,
mempertahankan inti sel pada tempatnya, menghubungkan membran sel dengan
sitoskeleton yang lain, serta mempertahankan struktur kerangka membran inti
Berdasarkan struktur dan garis tengahnya filamen – filamen yang
berbentuk jenis serabut yang dapat membentuk sitoskeleton dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yang merupakan protein yang dinamis. Untuk lebih
memahaminya marilah kita lihat uraiannya berikut ini :

1. Mikrotubula

Mikrotubula banyak ditemukan dalam sitoplasma pada semua sel


eukariotik. Mikrotubula ini berupa batang yang lurus dan berongga dengan
diameter sekitar 25 nm dengan panjang 200 nm – 25 µm. Pada dinding tabungnya
memiliki rongga yang dibangun dari protein globular yang disebut tubulin. Setiap
molekul tubulin terdiri atas dua subunit polipeptida yang sama, α – tubulin, dan β –
tubulin. Kedua protein tersebut diperkirakan memiliki berat molekul kira – kira
54.000 dalton. Mikrotubula bersifat lebih kokoh dari aktin. Mikrotubula memiliki
pemanjangan dengan menambah molekul tubulin di ujung – ujungnya.

Gambar. 2
Sumber : Rahmadina 2017

Mikrotubula terdapat dua bagian pada ujungnya yaitu : ujung negatif yang
terhubung dengan pusat pengatur mikrotubula, dan ujung positif yang terdapat di
dekat membran sel. Pada ujung positif, merupakan tempat dimer – dimer tubulin
yang bersatu membentuk heterodimer, sedangkan ujung negatif merupakan tempat
lepasnya dimer – dimer tubulin dari ikatan heterodimer mikrotubula. Hal ini
menyebabkan struktur dari mikrotubula tersebut menjadi labil atau bergerak.
Mikrotubula berperan sebagai pemberi bentuk dan mendukung sel, sebagai
alat transportasi intraseluler yang terhubung dengan dyneins dan kinesins yang
dapat mengangkut organel seperti mitokondria dan vesikel, sebagai jalur yang dapat
digunakan dalam melengkapi organel pada molekul motor agar dapat bergerak,
sebagai pengatur posisi organel di dalam sel. Organel dapat meluncur di sepanjang
mikrotubula dalam mencapai posisi yang berbeda di dalam sel, terutama saat
pembelahan sel, sebagai alat pergerakan kromosom dalam pembelahan sel, sebagai
pembantu dalam mitosis spindle, sebagai tempat pembentukan sentriol, flagella,
dan silia.

Gambar. 3
Sumber : Rahmadina 2017

Mikrotubula dapat memberikan bentuk dan dukungan terhadap sel serta


berfungsi sebagai penyalur yang dapat digunakan organel yang dilengkapi dengan
molekul motor agar dapat bergerak. Terdapat dua kelompok mikrotubula yakni
mikrotubula stabil yaitu mikrotubula yang dapat diawetkan dengan larutan fiksatif
apapun misalnya OsO4, MnO4 atau aldehid dan suhu tertentu. Kemudian
mikrotubula labil, yaitu mikrotubula yang dapat diawetkan hanya dengan larutan
fiksatif aldehid pada suhu sekitar 40C.
Mikrotubula bersifat labil terdapat di dalam sitolasma, sehingga disebut
mikrotubula sitoplasma.
2. Sentroma

Gambar. 4
Sumber : Rahmadina 2017

Dalam beberapa sel, mikrotubula tumbuh dari sentrosom, sentrosom ini


pada saat interpase terletak pada salah satu sisi yang dekat nukleus. Sentrosom ini
berfungsi sebagai balok penahan tekanan pada sitoskeleton. Sel yang berada dalam
tahapan pembelahan, mikrotubulanya bersifat labil, artinya mikrotubulanya akan
terus menerus terakit dan terurai. Akan tetapi sel – sel pada jaringan yang sudah
dewasa (terdiferensiasi) memiliki mikrotubula yang stabil. Kestabilan mikrotubula
ini ditentukan oleh modifikasi pasca translasi dan sebagian lagi oleh interaksi antara
mikrotubula dengan protein khusus pengikat mikrotubula yang disebut MAPs
(Mirkotubule associated proteins) yang berfungsi sebagai penghalang dalam
penguraian mikrotubula dan memacu interaksi mikrotubula dengan komponen sel
lainnya.
3. Silia dan flagella

Gambar. 5
Sumber : Rahmadina 2017

Dalam sel eukariotik, mikrotubula secara khusus berfungsi dalam


menggetarkan flagela dan silia, yang merupakan alat bantu dalam pergerakan yang
menonjol pada sebagian sel (Mirvis, 2018). Silia biasanya muncul dalam jumlah
yang banyak dengan diameter 0,25 µm dan panjangnya sekitar 2 - 20 µm. Diameter
flagela lebih panjang dari pada silia yaitu 10 – 200 µm, namun jumlah flagela lebih
terbatas dari pada silia. Flagela memiliki gerak yang bergelombang dengan
menghasilkan gaya yang searah dengan sumbu flagella, sedangkan pada silia
bekerja lebih seperti mendayung dimana kibasannya yang balik dan memiliki
tenaga yang berganti – ganti dengan arah yang tegak lurus terhadap sumbu silianya.
Meskipun berbeda panjangnya, jumlah per sel, dan pola kibasannya, silia dan
flagela memiliki kesamaan dalam ultrastrukturnya.
Silia dan flagela memiliki suatu inti yang terdiri dari mikrotubula yang
diselimuti oleh suatu membran yang memanjang. Sembilan doublet mikrotubula
memiliki anggota dari setiap pasangannya yang menggunakan sebagian dindingnya
secara bersama – sama tersusun ke dalam sebuah cincin. Pada bagian tengahnya
tersusun dua mikrotubula tunggal. Pada silia dan flagela, doublet mikrotubula
dipertahankan di tempatnya, mungkin oleh jari – jari radial atau unsur struktural
lain. Dengan demikian doublet disebelahnya tidak dapat saling meluncur melewati
doublet yang lain dengan jarak yang sangat jauh. Sebagai gantinya, gaya – gaya
yang dikerahkan oleh lengan dynein menyebabkan doublet ini melengkung, yang
akan membengkokkan silia dan flagel.
B. Sitoskeleton pada sel prokariotik

Sitoskeleton dahulunya hanya ditemukan di dalam sel eukariotik, tetapi


baru – baru ini telah ditemukan protein utama dari sitoskeleton di dalam sel
prokariota (Erickson, 2016). Pada sel prokariotik ini memiliki kesamaan dengan sel
eukariotik yaitu pada struktur dan fungsi dalam mempertahankan bentuk sel.
Berikut ini beberapa bagian yang terdapat pada sitoskeleton, diantaranya yaitu :

1. FtsZ
FtsZ adalah protein pertama pada sitoskeleton prokariotik yang telah
diidentifikasi, seperti pada tubulin. FtsZ memiliki bentuk seperti filamen, tetapi
filamen ini bukan bagian dari kelompok tubulus. Selama pembelahan sel, FtsZ
merupakan protein pertama yang pindah ke masing – masing bagian, dan dapat
mengantarkan protein lain yang mensintesis dinding sel antara sel – sel pembagi.

2. MreB dan ParM


Pada protein prokariotik, seperti MreB terlibat dalam pemeliharaan dalam
bentuk sel. Semua bakteri yang berbentuk non bulat mempunyai gen untuk
mengkode aktin, dan protein ini membentuk jaringan heliks di bawah membran sel
yang terlibat dalam biosintesis protein. Beberapa plasmid menyandikan sistem
partisipasi yang melibatkan aktivitas protein ParM. Filamen ParM memiliki
ketidakstabilan dinamis, dan kemungkinan partisi plasmid DNA ke dalam sel
pemisah oleh mekanisme yang kemungkinan hampir sama seperti yang digunakan
oleh mikrotubulus selama proses mitosis pada sel eukariotik.

3. Kresentin
Pada bakteri Caulobacter crescentus memiliki kandungan protein ke-3
yaitu kresentin (crescentin), yang berhubungan dengan filamen pada sel – sel
eukariotik lainnya. Kresentin berperan dalam mempertahankan bentuk sel, seperti
heliks dan bentuk vibrioid bakteri, tetapi mekanismenya belum terlihat dengan jelas
hingga sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Erickson, H.P. 2016. “The discovery of the prokaryotic cytoskeleton: 25th


anniversary”. Retrospective. Volume 28, pp 357-358.

Mivis, Mary., Tim Stearns & W. James Nelson. 2018. “Cilium structure, assembly
and disassembly regulated by the cytoskeleton”. Biochemical
Journal. Volume 475, pp. 2329-2353.

Moseley, James B. 2013. “An expanded view of the eukaryotic cytoskeleton”.


Perspective. Volume 24, pp. 1615-1618.

Rahmadina. 2017. “ Biologi Sel Unit Terkecil Penyusun Tubuh Makhluk Hidup”.
Surabaya : CV. Selembar Papyrus.

Rimbun. 2015. “Struktur Dan Peran Sitoskeleton Pada Eritrosit”. Departemen


Anatomi dan Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Volume 28 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai