Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN TEORI

1. SITOSKELETON
Pada masa-masa awal mikroskopi elektron, ahi biologi menduga bahwa organel-
organel sel eukariotik mengambang bebas dalam sitosol. Namun karena perkembangan
mikroskop, maka adanya mikroskop elektron menjadikan penelitian tahu adanya keberadaan
sitoskeleton (cytoskeleton), jejaring serat yang membentang diseluruh sitoplasma (Campbell,
2010).
Untuk dapat berfungsi secara penuh, sel harus mengorganisasi diri dan menempati
ruang, serta berinteraksi dengan lingkungannya. Sel-sel ini harus mempunyai bentuk yang
benar, kokoh secara fisik, dan mempunyai struktur internal yang tepat. Mereka juga dapat
berubah bentuk, bergerak, mengubah struktur internal ketika masa pertumbuhan sel, dan
membelah atau beradaptasi terhadap lingkungan tertentu. untuk melakukan hal-hal tersebut,
sel eukariotik dilengkapi oleh suatu sistem filamen yang disebut sitoskeleton. Secara harfiah,
sitoskeleton dapat diterjemahkan sebagai “sistem rangka” dari sel. Hingga saast ini, diyakini
bahwa sitoskeleton hanya dimiliki oleh sel eukariotik dan tidak terdapat pada sel prokariotik.
Sitoskeleton berfungsi untuk menjaga agar kedudukan organel relatif tetap pada
posisinya. Tanpa sitoskeleton, seluruh organel akan mengendap pada bagian basal sel.
Fungsi lain dari sitoskeleton adalah ketika proses pembelahan sel, diketahui terdapat
gelendong pembelahan, itu adalah suatu jenis sitoskeleton. Khusus pada sel-sel tertentu
yang memiliki silia dan flagela, itu juga merupakan bagian sitoskeleton. Sitoskeleton juga
menggerakan dan mengarahkan lalu lintas organel, menautkan sel satu dengan lainnya,
menyokong membran sel yang rapuh. Pada sel sperma, sitoskeleton memungkinkan sperma
bergerak. Pada fibroblas dan sel darah putih, bergerak lambat melintasi permukaan. Pada
sel otot, memberikan mekanisme untuk kontraksi dan pada sel saraf, memperpanjang akson
dan dendrit. Pada sel tumbuhan, bertanggung jawab atas pertumbuhan dinding sel.
Beragam fungsi sitoskeleton ini bergantung pada perilaku tiga golongan molekul
protein yang akan menyusun tiga macam filamen. Masing-masing tipe filamen memiliki
sifat mekanis, dinamis, dan juga peranan biologis yang berbeda, tetapi fungsi normal
ketiganya berkontribusi secara kolektif untuk memberikan kekuatan, bentuk, dan
pergerakan pada sel. Setiap macam filamen ini merupakan polimer dari subunit protein yang
terikat secara lemah dengan ikatan non-kovalen. Konstruksi semacam ini memungkinkan
sitoskeleton dapat tersusun dan terurai secara cepat, tergantung pada pengaturan sel.
2. FILAMEN SITOPLASMA
Ada tiga jenis filamen sitoplasma penyusun sitoskeleton, yaitu filamen aktin (dikenal
juga sebagai mikrofilamen), mikrotubula dan filament intermediet. (Gambar 1.). Filament
aktin menentukan bentuk permukaan sel dan penting untuk pergerakan sel, mikrotubula
menentukan posisi organel bermembran dan transport interseluler, sedangkan filament
intermediet memberikan kekuatan mekanis.

Gambar 1. Tiga tipe filamen protein yang membentuk sitoskeleton.


1. FILAMEN AKTIN (MIKROFILAMEN)
Filamen aktin mempunyai struktur yang padat, tipis, berdiameter sekitar 5-9 nm, dan
sering terorganisir menjadi jaringan bercabang. Komponen utama filamen ini adalah protein
globular aktin. Protein globular aktin tersusun berangkai seperti rantai, dengan dua rantai
yang saling membelit membentuk rantai heliks yang disebut protofilamen atau protein aktin-
F. Fungsi dari filamen aktin adalah berperan dalam semua aktivitas sel yang berhubungan
dengan gerakan. Meskipun filamen aktin ini dapat tersebar di seluruh sel, sebagian besar
terkonsentrasi tepat di bawah permukaan membran sel. Perhatikanlah Gambar 2.

Gambar 2. Struktur dari monomer aktin dan filament aktin.

Struktur filamen aktin terbentuk melalui beberapa proses yaitu fase lag (nucleation), fase
pertumbuhan (elongation), dan fase equilibrium (steady state). Petama, fase nucleation adalah
fase dimana sub-unit aktin saling berikatan membentuk oligomer. Fase ini adalah fase yang
oligomernya mudah lepas karena penghalang berupa gerak dan sangat butuh waktu yang lama,
tergantung seberapa banyak sub-unit aktin yang bergabung bersama-sama membentuk nukleus.
Kedua, fase elongation adalah fase dimana oligomer mendapat pasangan dari subunit aktin
tambahan sehingga filamen aktin semakin panjang (tumbuh). Ketiga, fase equilibrium adalah
fase dimana laju sub-unit aktin yang bergabung disalah satu ujung sama dengan laju sub-unit
yang lepas di ujung lainnya. Kondisi ini disebut dengan critical concentration (Cc). Ada dua
tipe pembentukan yaitu: a) dimulai dari fase elongation, b) dimulai dari fase pertumbuhan
(Alberts, et al. 2008). Berikut ini adalah gambar dari skema pembentukan filamen aktin.
Gambar 3. Pembentukan Filamen Aktin
2. MIKROTUBULA
Mikrotubula berbentuk silinder panjang dan bolong yang dibangun oleh senyawa
protein alfa tubulin dan beta tubulin. Dengan diameter sekita r 25 nm dan ketebalan
dindingnya sekitar 4 nm, mikrotubula lebih kaku daripada filamen aktin. Mikrotubula
merupakan komponen dari beragam struktur memancar di dalam sel, seperti gelendong
pembelahan pada sel yang sedang membelah serta merupakan bagian inti dari silia dan
flagela. Mikrotubula yang berbentuk panjang dan lurus serta mempunyai satu ujung yang
melekat pada Microtubula Organizing Center (MTOC) disebut sentrosom. Mikrotubula
juga berperan dalam hal gerakan (motilitas).
Mikrotubula terbuat dari subunit protein tubulin. Subunit sendiri merupakan
heterodimer yang terbentuk dari dua protein globular yang disebut α-tubulin dan β-tubulin
yang terikat secara non-kovalen. (Gambar 3.) heterodimer ini akan tersusun menjadi lajur
longitudinal yang disebut protofilamen, paralel dengan sumbu mikrotubula. Sebanyak 13
protofilamen tersusun dalam pola sirkuler membentuk tabung menjadi mikrotubula.

Pembentukan mikrotubula diawali dengan tahap pertama yang disebut nucleation


(pemusatan). Proses ini membtuhkan alfa tubulin dan beta tubulin, Mg ++ dan GTP; tahap
ini relatif lambat. Selama tahap ini, satu molekul alfa tubulin dan beta tubulin bergabung
membentuk heterodimer (dimer tubulin). Setiap dimer membawa dua molekul GTP.
Kemudian, sebanyak 13 dimer membentu satu putaran heliks yang berdiameter 24 nm, dan
disebut oligomer tubulin. Saat pembentukan oligomer, GTP dihidrolisis menjadi GDP.
Selanjutnya tahap kedua disebut olongation (pemanjangan). Pada tahap ini,
oligomer menempel ke oligomer yang lain sehingga membentuk banyak oligomer yang
tampak tersusun memanjang menjadi sumbu silindris atau berbentuk seperti tabung
memanjang dan disebut protofilamen. Mikrotubula mempunyai dua ujung polar, ujung
positif atau ujung plus (pembentukan cepat) dan ujung negatif atau ujung minus
(pembentukan lambat). Ujung plus memerlukan lebih banyak dimer tubulin untuk
dipolimerisasi membentuk protofilamen. Beberapa protofilamen bergabung membentuk
berkas mikrotubula (Gambar 3.).

Gambar 4. Struktur Mikrotubul dan Subunitnya (Albert, 2008).

Beberapa sifat mikrotubula, termasuk stabilitas dan kemampuannya berinteraksi,


dipengaruhi oleh anggota kelompok protein microtubule-associated protein (MAPs). MAPs
mempunyai satu domain yang melekat pada sisi suatu mikrotubula dan domain lainnya
muncul keluar sebagai filamen dari permukaan mikrotubula. Beberapa MAPs pada
pengamatan mikrograf elektron terlihat sebagai jembatan yang menghubungkan satu
mikrotubula ke mikrotubula lainnya, sehingga mempertahankan posisi paralelnya. MAPs
dapat meningkatkan stabilitas mikrotubula dan mengawali pembentukan mikrotubula.
Pengikatan MAPs dengan mikrotubula dikontrol oleh penambahan atau penghilangan gugus
fosfat dari residu asam amino tertentu. pada penderita sel otak penyakit Alzheimer, terdapat
filamen asing disebut neurofibril yang berisi molekul tau – suatu MAPs tertentu yang
mengalami over foforilasi sehingga tidak dapat berikatan dengan mikrotubula. Filamen
neurofiblier ini dapat menyebabkan kematian sel.

3. FILAMEN INTERMEDIET
Filamen intermediet berbentuk serabut seperti tali, kuat, berdiameter sekitar 10 nm, dan
berfungsi dalam hal struktural. Selain itu juga memberikan kekuatan pada sel yang sering
mengalami cekaman fisik seperti sel saraf, sel otot, dan sel-sel epitelial yang membatasi
rongga tubuh. Sampai saat ini, filamen intermediet ditemukan hanya pada sel hewan.
Polipeptida dari filamen intermediet ini merupakan molekul yang memanjang dengan
perluasan domain α heliks sentral yang membentuk pilihan paralel dengan monumer lainnya.
Sepasang dimer paralel selanjutnya bergabung secara antiparalel membentuk tetramer.
Tetramer ini analog dengan struktur αβ tubulin atau monumer aktin yang merupakan subunit
terlarut. Namun, berikatan dengan nukleosida trifosfat (Gambar 4.).

Gambar 5. Susunan Dimer Filamen Intermediet.

Tidak seperti mikrofilamen dan mikrotubula, filamen intermediet mempunyai struktur


kimia yang beragam yang dikode dari sekitar 70 gen yang berbeda. Berdasarkan jenis sel
yang mengadung filamen ini, terdapat 5 jenis protein, yaitu desmin di dalam sel otot, vimentin
di dalam sel mesenkim, sitokeratin di dalam sel epitel, neurofilamen di dalam sel saraf, dan
glial fibrillary acidic di dalam sel astrosit. Filamen intermediet adalah lamina inti yang
terdapat tepat dibawah membran sel bagian dala. Filamen intermediet lain yang melintasi
sitosol guna memberikan kekuatan mekanis bagi sel. Pada sel epitelial, filamen ini merentang
pada sitoplasma satu sel ke sel lainnya, sehingga memperkuat jaringan epitelium secara
keseluruhan.
Salah satu fungsi dari filamen intermediet adalah membantu sel dalam mempertahankan
diri dari tekanan mekanis. Kumpulan dari monumer-monumer yang bergabung dan
membentuk dimer tersebut lama kelamaan akan berbentuk seperti tali dan jaring. Berikut
merupakan gambar ilustrasi struktur filamen intermediet dalam mempertahankan diri dari
tekanan mekanis:
Gambar 6. Ilustrasi Fungsi Filamen Intermediet
Unit struktural dasar filamen intermediet terdiri dari dua polipeptida. Domain heliks
pusat dari dua polipeptida sejajar secara paralel, dengan daerah N dan C menjadi terminal
menonjol dsebagai domain bulat disetiap ujungnya. Dua dimer tersebut kemudian
menyelaraskan lateral untuk mmebentuk protofilamen tetrametrik. Protofilamen berinteraksi
satu sama lain, bergabung dengan cara yang tumpang tindih untuk membangun struktur
berserabut secara lateral dan longitudinal. Ketika dirakit sepenuhnya, filamen perantara
teridiri dari delapan protofilamen tebal pada titik tertentu, dengan protofilemn mungkin
bergabung sampai ujung ke ujung dengan cara tumpang tindih.

Gambar 7. Perakitan Filamen Intermediet

4. TIPE DAN FUNGSI BEBERAPA FILAMEN INTERMEDIET


Filamen keratin menyusun struktur primer dari sel-sel epitelial, termasuk sel epidermal,
hepatosit hati, dan sel asinar pankreas. Filamen ini memanjang dari bagian pusat sel hingga
ke tepi luar sel, tempat filamen ini bertautan dengan plak sitoplasmik dari hemidesmosom
dan desmosom. Dengan pola sepeerti ini, filamen intermediet ini dapat menahan cekaman
fisik dan mempertahankan struktur seluler. Manipulasi yang dilakukan pada mencit dengamn
menghilangkan gen K14 (pembuat keratin tipe I) mengakibatkan mencit tersebut tidak tahan
terhadap tekanan yang lembut sekalipun, terutama saat dilahirkan atau periode awal
kelahirannya karena lecet (blistering) di kulit maupun lidah. Demikian pula pada manusia
yang menderita Epidermolysis Bullosa Simplex (EBS) – suatu penyakit lesi kulit yang langka
– ternyata diakibatkan oleh adanya mutasi gen K14 (Gambar 5.). Hal tersebut menunjukan
bahwa peran filamen intermediet ini adalah menyokong kekuatan mekanis pada sel-sel
epitelial.

Gambar 8. Mikrograf elektron yang menunjukkan – (A) sel epidermis normal; (B) sel epidermis yang
menderita EBS; dan (C) skematik dari gambar (B) yang menunjukkan adanya sobekan pada sel basal
epidermis yang terdapat antara inti dan hemidesmosom (panah merah) (Alberts, 2008).

5. PROTEIN MOTOR
Protein motor berasosiasi dengan mikrotubula dalam menjalankan fungsi pengangkutan
dan pergerakan. Protein motor mengubah ATP menjadi energi mekanis yang digunakan
sebagai tenaga atau penggerak muatan yang diangkut, seperti partikel ribonukleoprotein,
vesikula, mitokondria, lisosom, dan filamen sitoskeletal lainnya. Ada tiga golongan utama
dari protein motor dalam sel yaitu kinesin, dinein dan miosin. Kinesin dan dinein bergerak di
sepanjang mikrotubula, sementara miosin bergerak di sepanjang mikrofilamen. Hingga saat
ini, tidak ditemukan adanya protein motor pada filamen intermediet.
Struktur kinesin terdiri atas 2 rantai berat yang saling berpilin mejadi satu dan dua rantai
ringan yang berasosiasi dengan ujung globular dari rantai berat. Bagian kepala akan berikatan
dengan mikrotubula dan bagian ekor berikatan dengan muatan yang diangkt. Jika
dibandingkan dengan dinein dan miosin, kinesin adalah protein motor yang paling kecil.
Dinein merupakan protein mikrotubular antara lain terdapat di silia dan flagela. Dinein
sitoplasmik merupakan protein besar (BM 1,5 juta dalton) yang terdiri atas dua rantai berat
yang identik serta beberapa rantai sedang dan ringan. Masing-masing rantai berat dinein
memiliki kepala globular yang besar dengan satu tonjolan memanjang (tanduk), tempat
dinein berikatan dnegan mikrotubula. Kepala ini bertindak sebagai mesin pembangkit tenaga.
Terdapat dua peran penting protein dinein yaitu pertama sebagai agen pembangkit tenaga pada
penempatan gelendong pembelahan dan pergerakan kromosom selama mitosis. Kedua
sebagai motor mikrotubular arah ujung minus yang berperan dalam penempatan sentrosom
dan komplek golgi serta pergerakan organel, vesikula dan partikel melalui sitoplasma.
Protein motor lainnya adalah miosin yang memberikan tenaga pada kontraksi otot. Salah
satu tipe miosin adalah miosin II yang merupakan suatu protein memanjang dan terbentuk dari
dua rantai berat serta dua pasang rantai ringan. Setiap rantai berat memiliki kepala globular
yang mengandung perangkat pembangkit tenaga pada ujung N-nya yang diikuti oleh rangkaian
panjang urutan asam amino. Dua rantai ringan dekat gugus kepala ujung N, sedangkan
bagaian ekor berikatan dengan bagian ekor miosin lainnya. Interaksi ekor-ekor ini
membentuk filamen tebal bipolar yang memiliki beberapa ratus kepala miosin yang
berorientasi dalama rah yang berlawanan pada kedua ujung filamen tebag tersebut.
Setiap kepala miosin II mengikat dan menghidrolisis ATP, kemudian menggunakan
energi hasil hidrolisis tersebut untuk bergerak menuju ujung plus dari filamen aktin. Pada
otot ranka, filamen aktin tersusun filamen aktin tersusun searah dalam suatu “filamen tipis”
yang melingkupi filamen tebal miosin, gerakan meluncur bertenaga ATP dari filamen aktin
menyebabkan otot berkontraksi. Otot jantung dan otot polos juga mengandung miosin II,
dikode oleh gen yang berbeda.

Gambar 9. Struktur skematik dari Kinesi, Dinein, dan Miosin.

6. STRUKTUR OTOT RANGKA


Sel otot merupakan sel “raksasa” karena satu sel otot memiliki ketebalan 10 sampai
dengan 100 µm, dengan panjang lebih dari 100 µm, serta mengandung ratusan inti yang
terdapat tepat dibawah membran selnya. Sitoplasma dari sel otot dipenuhi oleh miofibril,
suatu serat otot yang silindris memanjang dengan diameter 1 – 2 µm dan panjangnya
sepanjang sel otot. Miofibril ini mengandung deretan unit kontraktil berantai panjang dan
berulang yang disebut sarkomer. Setiap sarkomer menunjukkan pola yang diakibatkan oleh
dua filamen yang berbeda, yaitu filamen tipis (aktin dan protein) dan filamen tebal (miosin).

Gambar 10. Sel otot rangka – skematis satu sel potongan otot rangka yang mengandung banyak inti
dan miofibril (Alberts, 2008).
7. SENTROSOM, SENTRIOL, DAN TUBUH BASAL
Pembentukan mokrotubula di dalam sel dimulai pada suatu struktur khusus yang disebut
microtubule-organizing center (MTOC). Sentrosom terletak di dekat nukleus. Dari sentrosom
ini, terpancar mikrotubula sitoplasmik dalam konfirmasi seperti bintang yang disebut “astral”
melalui kompleks cincin γ-tubulin yang melekat pada matriks sentrosom. Sentriol merupakan
struktur silindris dengan diameter 0,2 µm dan panjang 0,4 µm yang tertanam di dalam matriks
sentrosom. Kedua sentrosom ini tersusun sedemikian rupa membentuk konfigurasi L satu
sama lain. Struktur sentriol dibangun dari sembilan triplet (trimer) tubulin yang tersusun
sirkuler, tanpa tubulin dibagian tengah. Setiap triplet terdiri atas satu molekul alfa tubulin dan
dua molekul beta tubulin. Struktur sentriol semacam ini mirip dengan struktur tubuh basal
yang terdapat pada pangkal silia. Sentriol berperan dalam pembentukan matriks sentrosom
dan juga duplikasi sntrosom ketika berlangsunganya pembelahan sel. Sentrosom akan
melakukan duplikasi dan membelah diri menjadi dua pada interfase, masing-masing berisi
sepasang sentriol. Kedua sentrosom anak ini akan bergerak ke arah kutub yang berlawanan
pada nukleus ketika mitosis dimulai dan mereka membentuk dua kutub gelendong
pembelahan yang akan berguna untuk menggerakan kromosom ke bidang ekuator (tahap
metafase, metafase I, dan II), kemudian menariknya ke kutub yang berseberangan (tahap
anafase, anafase I, dan II).
Selain sentrosom, ada satu MTOC lagi yang terdapat di dalam sel, dikenal sebagai tubuh
basal (basal body) yang terdapat di dasar silia dan flagela. Tubuh basal memiliki struktur
yang mirip dengan sntriol, bahkan dapat membentuk satu sama lain. Contohnya, tubuh basal
yang membentuk silia dan flagela dari sel sperma dibentuk dari sentriol yang merupakan
bagian dari gelendong meiosis spermatosit. Sebaliknya, tubuh basal sperma sering menjadi
sentriol selama pembelahan mitosis pertama dari sel telur yang telah dibuahi.

8. SILIA DAN FLAGELA


Silia dan flagela merupakan bagian sitoskeleton yang dimunculkan keluar. Keduanya
bersifat motil dan dibangun dengan fungsi untuk melakukan gerak bagi sel ataupun untuk
menggerakan senyawa di permukaan atau sekitar sel. Keduanya dibangun dari tubulin.
Tujuan utama silia pada sel mamalia adalah untuk menggerakan cairan, mukus, atau sel-sel
lain di permukaan sel yang bersilia tersebut. Silia dan flagela mempunyai struktur internal
yang sama, hanya berbeda dalam hal ukuran panjang.
Pada bagian dasar atau basal silium dan flagelum, terdapat tubuh basal yang dibangun
dari sembilan triplet tubulin (masing-masing satu molekul alfa tubulin dan dua molekul beta
tubulin). Tubuh basal ini kemudian bergerak ke wilayah periferi sel dan mengorganisasikan
pembentukan sepuluh dimer tubulin. Bagian utama dari silium disebut aksonema yang
mengandung juluran mikrotubula memanjang.
Gambar 11. (a) - Mikrograf elektron penampang melintang dari aksonema silium; (b) –
mikrograf elektron penampang memanjang dari silium.

9. AMOEBA
Amoeba adalah sel predator. Amoeba bergerak dengan cara merayap pada permukaan
lingkungannya untuk mencari makanan atau menyerang makhluk bersilia dan berflagel
lainnya. Sel yang merayap melakukan suatu proses terintegrasi dengan kompleksitas tinggi.
Hal ini tergantung pada jangkauan filamen aktin pada bagian korteks di bawah membran
plasma untuk merentang dan menempel pada permukaan lingkungannya.
Tiga aktivitas berbeda terjadi ketika sebuah sel bergerak merayap (lamellipodium).
Menonjol keluar (protrusium) yaitu dimana struktur aktin membuat jangkauan menonjol ke
depan dari sel tersebut. Menempel (attachment) yaitu sitoskeleton aktin terhubung melintasi
membran plasma menuju lapisan substratum dan pada bagian belakang melakukan kontraksi
mendorong badan sel. Terakhir, daya tarik (traction) dimana hal ini adalah yang utama
dengan menyeret sitoplasma ke arah depan (Alberts, 2008).

Gambar 12. Aktin menghasilkan gaya sehingga sel merayap ke depan

Daftar Pustaka

Albert, B. Johnson. 2008. Molecular Biology of the Cell Jilid 4. Garland Science: New
York.
Campbell, NA, John Reece. 2002. Biologi Jilid 1 Ed 5. Erlangga: Jakarta.
Karp G, dkk. 2020. Cell and Molecular Biology Sixth Edition. New York: John Wiley &
Sons Inc.
Santoso, Lucia Maria. 20016. Biologi Molekuler Sel. Penerbit Salemba Teknika: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai