Impian atau dream lebih kita kenal dengan istilah cita-cita. Cita-cita cenderung ke profesi
pekerjaan. Impian, dream, cita-cita merupakan segala bentuk harapan dan keinginan kita. Baik itu
berupa pekerjaan/profesi, atau materil, atau yang abstrak sekalipun.
Maria Nofaola, M.Psi., Psikolog pernah melakukan riset kecil terhadap siswa SMP di tahun
2008. Dia pernah bertanya, “Apa impian kamu?”, kepada anak-anak SMP. Respon mereka, langsung
melihat teman ke kiri dan ke kanan, seperti kebingungan. Lalu, dia betanya lagi, “Cita-cita kamu apa?”.
Mereka tetap masih bingung, meski beberapa menjawab dengan menyebutkan nama-nama profesi,
seperti guru, polisi, pedagang. Itu pun hanya beberapa orang saja yang dapat menyebutnya dengan
mantab. Akhirnya, rasa keprihatinannya terhadap generasi muda ini mendorong saya memberikan
pelatihan mental tentang impian dan cita-cita. Dia tahu bahwa tugas ini tidak ringan. Dia harus
membuka pikiran anak-anak SMP bahwa mereka butuh impian dan cita-cita supaya mereka punya arah
hidup. Setelah lulus sekolah mau apa. Kalau ingin jadi A, B, atau C, apa yang harus mereka lakukan.
Jika mau menjadi dokter, pelajaran apa yang harus ditekuni.
Kita memang tidak terbiasa dengan dengan istilah impian. Bahkan beberapa orang mengartikan
dream sebagai mimpi. Ya, jika diterjemahkan dari segi bahasa artinya memang mimpi. Namun,
maknanya jauh lebih dalam dari yang dibayangkan orang.
Menurut ilmu psikologi, dream atau mimpi itu sendiri merupakan harapan-harapan atau
keinginan-keinginan yang tersimpan ke alam bawah sadar manusia.
Mari meniru Hyvon Ngetich yang mencapai garis finish dengan cara merangkak. Dia terjatuh
karena kondisi gula darah yang menurun. Dia menolak kursi roda yang disiapkan untuknya. Itulah salah
satu contoh orang yang memiliki impian.
2. Video
LKPD
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh para profesor di USA, ada 2 ekor monyet yang
dimasukkan ke dalam satu ruangan kosong secara bersama-2. Kita sebut saja monyet tersebut Monyet A
dan B. Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah tiang, dan diatas tiang tersebut nampak beberapa
pisang yang sudah matang. Apa yang akan dilakukan oleh 2 monyet tersebut menurut anda ?
Setelah membiasakan diri dengan keadaan lingkungan di dalam ruangan tersebut, mereka mulai
mencoba meraih pisang-pisang tersebut. Monyet A yang mula-mula mencoba mendaki tiang. Begitu
monyet A berada di tengah tiang, sang profesor menyemprotkan air kepadanya, sehingga terpleset dan
jatuh. Monyet A mencoba lagi, dan disemprot, jatuh lagi, demikian berkali-kali sampai akhirnya
monyet A menyerah. Giliran berikutnya monyet B yang mencoba, mengalami kejadian serupa, dan
akhirnya menyerah pula.
Berikutnya ke dalam ruangan dimasukkan monyet C. Yang menarik adalah, para profesor tidak
akan lagi menyemprot para monyet jika mereka naik. Begitu si monyet C mulai menyentuh tiang, dia
langsung ditarik oleh monyet A dan B. Mereka berusaha mencegah, agar monyet C tidak mengalami
`kesialan’ seperti mereka. Karena dicegah terus dan diberi nasehat tentang bahayanya bila mencoba
memanjat ke atas, monyet C akhirnya takut juga dan tidak pernah memanjat lagi.
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh para profesor adalah mengeluarkan monyet A dan B,
serta memasukkan monyet D dan E. Sama seperti monyet-monyet sebelumnya, monyet D dan E juga
tertarik dengan pisang diatas tiang dan mencoba memanjatnya. Monyet C secara spontan langsung
mencegah keduanya agar tidak naik. “Hai, mengapa kami tidak boleh naik ?” protes keduanya”.
Ada teman-teman yang memberitahu saya, bahwa naik ke atas itu berbahaya. Saya juga tidak tahu,
ada apa di atas, tapi lebih baik cari aman saja, jangan keatas deh” jelas monyet C.
Monyet D percaya dan tidak berani naik, tapi tidak demikian dengan monyet E yang memang bandel.
“Saya ingin tahu, bahaya seperti apa sih, yang ada di atas … Dan kalau ada bahaya, masak iya saya
tidak bisa menghindarinya ?” tegas monyet E. Walaupun sudah dicegah oleh monyet C dan D, monyet
E nekad naik.
Dan karena memang sudah tidak disemprot lagi, monyet E dapat meraih pisang yang di inginkannya.
Pertanyaan apa hikmah yang bisa anda ambil dari kisah di atas?
HIKMAH :
Pisang menggambarkan impian seseorang.
Setiap orang pasti mempunyai impian.
Namun sayangnya,
banyak hal-hal yang terjadi di sekitar kita,
yang menyebabkan impian kita terkubur dalam-dalam. Kegagalan bukan sesuatu yang menakutkan.
Kalaupun orang lain gagal melakukan sesuatu,
belum tentu kita juga akan gagal.
Kegagalan merupakan tangga menuju
sebuah keberhasilan. Jangan biarkan orang lain
membunuh impian kita.
Tetaplah optimis dalam meraih cita-cita
ASESMEN
REFLEKSI YA TIDAK
Saya merasa sangat perlu bantuan dari guru BK untuk lebih dapat
mandiri.
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1
MANTUP
Jl. Raya Balongpanggang Telp. ( 0322 ) 4670445 Fax. 4670445 Email. sman1_mantup@yahoo.co.id
LAMONGAN 62283
No PERNYATAAN SKOR
1 2 3 4
1 Saya merasa senang menerima layanan Bimbingan
Klasikal
2 Saya memahami dengan baik tujuan yang diharapkan
dari materi yang disampaikan
3 Saya dapat mengembangkan perilaku yang lebih positif
setelah mendapatkan materi yang disampaikan
4 Setelah menerima layanan bimbingan klasikal, saya
menyadari bahwa itu sangat penting
5 Setelah menerima materi layanan bimbingan
klasikal timbul kesadaran saya bersikap sesuai dengan
materi yang disampaikan.
Bisa di akses melalui link: https://forms.office.com/r/xwH8a7dLsr
KETERANGAN :
4 = Sangat baik
3 = Baik
2 = Cukup
1 = Kurang
Skor minimal yang dicapai adalah 1x5 = 5 dan skor tertinggi adalah 5x4 = 20
Nilai = Jumlah skor x 5
KRITERIA:
Skor 86 -100 = Sangat baik
Skor 76 - 85 = Baik
Skor 66 - 75 = Cukup
Skor 0 - 65 = Kurang
LAMPIRAN
Kisah inspiratif datang dari siswa tunanetra di Ponorogo yang berhasil menulis sebuah novel.
Solopos.com, PONOROGO — Cacat fisik bukan berarti menjadi penghalang seseorang dalam berkarya.
Itulah yang menjadi prinsip Nabiel Ghali Azumi, 15, siswa kelas X IPS SMA Muhammadiyah Ponorogo
yang mengalami tunanetra sejak lahir.
Nabiel, panggilan akrabnya, merupakan satu-satunya siswa tunanetra di SMA tersebut. Nabiel merupakan
penulis novel yang karyanya sudah banyak beredar di toko buku. Saat ini, siswa yang tidak suka pelajaran
matematika dan bahasa Inggris ini tengah merampungkan novel keduanya.
Kepada Madiunpos.com, dia mengatakan novel pertamanya yang berjudul Nafas Sang Pekat sudah dua
kali dicetak, karena masih banyak permintaan dari pembaca. Dalam novel itu, Nabiel menceritakan kisah
seorang anak laki-laki yang mengalami tunanetra dan berharap kesembuhan.
Dalam novel setebal 130 halaman itu, dia menceritakan keinginan keluarga anak tunanetra itu supaya bisa
sembuh dan hidup normal seperti kehidupan anak pada umumnya.
Namun, kebutaan tersebut tidak dapat disembuhkan dengan berbagai pengobatan. Akhirnya sang anak
tunanetra itu pun menerima kenyataan dengan ikhlas.
“Sebenarnya kisah dalam novel itu adalah menceritakan kehidupan saya. Saya ingin berbagi cerita dan
motivasi kepada seluruh lewat novel itu,” ujar dia di ruang kelasnya, Senin (2/5/2016).
Novel Nafas Sang Pekat itu mulai ditulis pada 5 Mei 2015 dan rampung pada 14 September 2015.
Kemudian, naskah novel tersebut diedit oleh ayahnya yang juga penulis novel, selanjutnya naskah itu
dibawa ke penerbit yang ada di Jogja.
Dalam menuliskan cerita, Nabiel menggunakan laptop. Dia mengaku sudah hafal letak dan posisi huruf,
angka, dan tanda baca yang ada di keyboard laptop, sehingga tidak mengalami kesusahan saat mengetik.
Mengenai novel kedua, ujar dia, masih nyambung dengan novel pertamnya. Cerita di novel keduanya yang
saat ini sudah 53 halaman itu juga bercerita mengenai sesosok anak yang mengalami tunanetra.
Dari hasil penulisan buku itu, mulai Januari 2016 lalu, Nabiel setiap bulan mendapatkan royalti dari
penerbit senilai Rp600.000. Uang tersebut biasanya digunakan untuk membeli kebutuhan hidup dan
menabung.
“Meski saya cacat, saya tetap ingin mandiri. Meski hanya lewat tulisan,” ujar warga Bojonegoro, Jawa
Timur itu.
Nabiel yang merupakan warga Bojonegoro, Jawa Timur, ini hidup di Ponorogo bersama sejumlah anak
penyandang tunanetra di pondok khusus tunanetra Muhammadiyah di Jl. Ukel Ponorogo.
Dia mengakui meski terlahir dalam kondisi tunanetra, dirinya tidak pernah merasa minder dan malu.
Justru, kekurangannya itu menjadi penyemangat bagi dirinya untuk terus maju dan berkreasi dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Di sekolahan, dirinya juga tidak pernah mendapat perlakuan diskriminatif dari teman-temannya. Justru
teman-teman di kelasnya sering membantu Nabiel saat dirasa kesulitan dalam melakukan aktivitas.
“Teman-teman di sekolahan sini baik-baik, saya sering dibantu dan mereka juga menghargai saya. Kalau
untuk prestasi akademik, saya biasa-biasa saja,” jawab anak pertama dari lima bersaudara ini.