Anda di halaman 1dari 7

BAB 

 I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan industri dewasa ini telah memberikan dampak positif bagi kekuatan
ekonomi nasional yang ditandai dengan terus bertambahnya berbagai jenis industridengan
berbagai macam produksinya. Kondisi ini secara otomatis membuka lapangan pekerjaan yang
lebih luas, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan bagi para tenaga kerja dan
keluarganya.
Sampai saat ini, jumlah angkatan kerja yang bekerjapada sektor-sektor industri baik
industri pemerintah maupun swasta, sektor formal maupun informal, semakin bertambah seiring
dengan perkembangan proses industrialisasi.
Akibat perkembangan industrialisasi, maka diperkirakan kedepan akan terdapat dua
wilayah pola penyakit di Indonesia yang dapat mengenai tenaga kerja, yaitu penyakit infeksi
yang memang akan terus ada dan penyakit non infeksiyang disebabkan oleh non-living
organisme atau non-living contaminants seperti zat-zat kimia, debu, panas,logam-logam berat,
tekanan mental, perilaku hidup tidak sehat, dan lain-lain.
Beberapa jenis penyakit non infeksi sebagai salah satu dampak industrialisasi antara lain :
pneumokoniosis, penyakit kanker, penyakit kardiovaskuler, keracunan zat-zat kimia/logam berat,
ketulian akibat bising, kecelakaan akibat kerja dan lain-lain. Semua dampak tersebut di atas
dengan mudah dapat terjadi apabila upaya-upaya perlindungan terhadap tenaga kerja dan
pembinaan atau pengawasan lingkungan kerja tidak mendapatperhatian.
1.2 Tujuan
a)      Mengetahui pengertian higienen industry.
b)      Memahami higiene industry dalam K3.
c)      Mengidentifikasi potensi bahaya di lingkungan perusahaan atau industri.
d)     Pencegahan, pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan, peningkatan
kesehatan, mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga kerja.
e)      Pemberantasan kelelahaan ,penglipat gandaan kegairahan dan kenikmatan kerja, perlindungan
bagi masyarakat sekitar industri, serta perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk industri.
1.3 Ruang Lingkup
a)      Ilmu dan Seni Merupakan ilmu pengetahuan yang berisikan teori, metode, dan implementasi
keilmuan yang memenuhi kaidah ilmiah.
b)      Antisipasi Kegiatan memprediksi potensi bahaya yang ada di tempat kerja
c)      Rekognisi Melakukan pengenalan atau identifikasi terhadap bahaya yang ada di tempat kerja.
d)     Evaluasi Melakukan sampling dan pengukuran bahaya di tempat kerja dengan metode yang
spesifik.
e)      Kontrol Kegiatan untuk mengendalikan bahaya di tempat kerja sehingga
keberadaannya tidak menimbulkan dampak kesehatan bagi pekerja khususnya dan masyarakat
umumnya.
f)       Faktor lingkungan/stres Merupakan faktor lingkungan kerja yang meliputi segala sesuatu yang
ada di tempat kerja.
g)      Di tempat kerja Terdapat di lingkungan kerja atau di tempat lain namun berasal dari lingkungan
kerja.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Higiene Industri
Higiene industri adalah Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan,
evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin
menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau menimbulkan
ketidaknyamanan pada tenaga kerja maupun lingkungan. Faktor lingkungan kerja yang dapat
menimbulkan bahaya di tempat  kerja(occupational health hazards) adalah bahaya faktor fisika,
bahaya faktor kimia, bahaya faktor biologi,faktor ergonomi dan psikologi.

2.2 Sejarah Higiene Industri
Seperti halnya profesi yang lain, menentukan kapan pertama kalinya praktek higiene
industri dilakukan sangat sulit untuk ditentukan, bahkan hampir mustahil. Namun, kita bisa
mulai menjawabnya dengan mengidentifikasi kapan manusia mulai menyadari adanya bahaya di
tempat kerja dan bagaimana cara mengendalikannya.

Pada tahun 370 SM, seorang dokter yang bernama Hippocrates (460-370SM) membuat
tulisan tentang penyakit akibat kerja, keracuan timbal pada pekerja pertambangan dan metalurgi.
Tulisannya ini merupakan tulisan pertama dalam bidang kedokteran kerja
(occupationalmedicine).

Pada awal abad pertama setelah masehi, Plinius Secundus (Pliny the Elder) menulis bahwa
”sedikit penambang  menyelimuti mukanya dengan loose bladder (kain penutup yang terbuat dari
kandung kemih binatang), yang memungkinkan mereka melihat tanpa menghirup debu-debu
yang berbahaya”. Dari tulisannya tersebut kita melihat bahwa pada awal abad pertama setelah
masehi, Pliny berhasil mengidentifikasi adanya bahaya debu di tempat kerja dan menuliskan
bagaimana sebagian pekerja telah berusaha melakukan kontrol terhadap bahaya tersebut dengan
menggunakan alat pelindung diri berupa loose bladder.
Pada tahun 1473, Ellenbog mengenali bahaya dari uap logam dan menggambarkan gejala-gejala
akibat keracunan uap logam timbal dan merkuri. Ellenbog juga memberikan beberapa saran
bagaimana cara mencegah keracunan tersebut.

Pada tahun 1556, Georgius Agricola menerbitkan tulisan De Re Metallica menyatakan


bahwa semua aspek di industri pertambangan, peleburan dan penyulingan, tidak ada yang
terbebas dari penyakit dan celaka, dan alat yang bisa digunakan untuk mencegah penyakit dan
celaka tersebut adalah ventilasi.

Dilanjutkan dengan adanya hasil penelitian yang luar biasa dari Paracelsus, pada tahun
1567 tentang penyakit respirasi pada pekerja pertambangan disertai penjelasan tentang keracunan
merkuri.
De Morbis Artificium Diatriba ( penyakit para pekerja ) merupakan tulisanpertama yang
dianggap sebagai risalah lengkap dalam bidang penyakit akibat kerja. Tulisan ini adalah hasil
karya Bernardino Ramazzini ( 1633-1714 ), yang dikenal sebagai Bapak kedokteran kerja
( occupational Medicine ) dan diterbitkan pada tahun 1713. Melalui observasinya sendiri,
Ramazzini menggambarkan dengan sangat akurat stratifikasi dari pekerjaan, bahaya yang ada di
tempat kerja tersebut dan penyakit yang mungkin muncul akibat pekerjaan tersebut. Meskipun
Ramazzini memberikan cara pencegahan penyakit tersebut, seperti perlunya  menutupi wajah
untuk menghindari debu, tetapi kebanyakan dari rekomendasinya bersifat terapi dan kuratif.

Pada tahun 1775 Percival Pott, menyatakan bahwa para pekerja pembersih cerobong asap
di Inggris menderita penyakit kanker skrotum. Percival Pott menekankan bahwa adanya jelaga
dan kurangnya higiene di cerobong asap yang menyebabkan terjadinya kanker skrotum. Dari
penelitiannya ini, maka Percival Pott menjadi Occupational epidemiologist pertama didalam
sejarah.

Baru pada abad ke-19, dua orang  dokter  yakni  Charles Thackrah di Inggris dan Benjamin
W. Mc Cready di Amerika, memulai lahirnya literatur modern dalam bidang rekognisi penyakit
akibat kerja. On the influenece of Trades, Professions, and Occupations in the United States, in
the Production of disease, hasil karya Benjamin Mc Cready, merupakan literatur kedokteran
kerja pertama yang dipublikasikan di Amerika.

2.3 Pengertian Antisipasi


Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di tempat
kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene industri di tempat kerja.

2.3.1 Tujuan Antisipasi


a)   Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang
nyata
b)      Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki
c)      Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu
area dimasuki

2.3.2 Langkah-langkah dalam antisipasi


Pengumpulan Informasi
  Melalui studi literature
  Mempelajari hasil penelitian
  Dokumen-dokumen perusahaan
  Survey lapangan
Analisis dan diskusi
  Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten
Pembuatan Hasil
  Berdasarkan lokasi atau unit
  Berdasarkan kelompok pekerja
  Berdasarkan jenis potensi bahaya
  Berdasarkan tahapan proses produksi dll

2.4 Pengertian Rekognisi


Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya lebih detil dan
lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan
suatu hasil yang objektif dan bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita
melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis,
ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, sifat, dll.
2.4.1 Tujuan Rekognisi
a)      Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek, severity, pola
pajanan, besaran)
b)       Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko
c)       Mengetahui pekerja yang berisiko

2.4.2 Metode – metode Rekognisi


a.         Accident or Injury Report ( Kecelakaan atau Laporan Cedera )
      rekognisi bahaya yang menimbulkan traumatic injury
      analisis statistik terhadap data kecelakaan dan injury yang ada dapat membantu menemukan
proses atau area yang berisiko
      memerlukan data investigasi kecelakaan yang detail dan banyak
      pada banyak kasus, metode ini hanya bisa dilakukan setelah terjadi banyak kejadian kecelakaan
b.         Physical Examinations ( Pemeriksaan Fisik )
      pemeriksaan fisik ( kesehatan ) pekerja dapat dijadikan media untuk rekognisi bahaya yang ada
di tempat kerja
      sering dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi kronik yang mungkin disebabkan kontak
dengan bahaya ditempat kerja
      memerlukan data pemeriksaan awal ( pre-employment examination ), dan harus dilakukan
pengukuran/pemantauan kesehatan secara periodik ( annual check-up ).
c.         Employee Notification ( Pemberitahuan terhadap Karyawan )
      dibeberapa kasus, pekerja dilapangan mengenali bahaya K3 sebelum dilakukan rekognisi oleh
petugas K3
      harus didukung dengan manajemen yang kondusif sehingga pekerja mau menyampaikan
masalah yang ada di tempat kerja
      kontribusi pekerja terhadpa K3 akan merangsang pekerja untuk mau berdiskusi dengan petugas
K3  tentang masalah – masalah K3 yang ada di tempat kerja
d.        Required  Inspection ( Diperlukan Pemeriksaan )
      beberapa bagian dari satu alat harus di inspeksi yang rutin
      inspeksi ini dapat mengindikasi masalah – masalah sebelum menjadi bahaya K3 ditempat kerja
bagi pekerjanya
e.         Literature & Discussion with Other Profesional ( Kutipan dan Diskusi dengan Ahli lain )
      dengan melakukan review secara periodik terhadap suatu masalah melaluli meeting dan training
dimana suatu masalah dapat didiskusikan dengan para ahli yang lain
      menjaga komunikasi dengan tenaga ahli di industri lain
      mungkin masalah yang dihadapi sekarang pernah di alami oleh perusahaan lain sebelumnya,
sehingga input untuk perbaikan didapatkan dari tenaga ahli yang lain
f.          Walk through inspection ( Pemekrisaan dengan mengelilingi tempat kerja )
      digunakan untuk melakukan rekognisi bahaya yang sudah jelas diketahui keberadaannya di
tempat kerja
      sebaiknya ada orang yang memahami berbagai jenis bahaya pada saat melakukan walk through
plan,
      tidak semua bahaya dapat direkognisi pada saat melakukan walk through inspection
      dilakukan oleh tim
      biasanya menggunakan form rekognisi atau check-list
g.         Sampling & spot Inspection ( Sampling dan Inspeksi Tempat )
      kadang hanya terbatas untuk melakukan rekognisi terhadap bahaya atsmosfir ( air quality
studies)
      masalah yang dihadapi adalah untuk menentukan jumlah sampel dan titik pengukuran yang tepat
      dapat merekognisi berbagai tipe bahaya, efisiensi dari segi waktu
      tetapi kadangkala hasil spot sampling belum tentu menggambarkan kondisi sebenarnya
h.         Preliminary Hazard Analysis ( Awal Bahaya Analisis )
      dilakukan untuk mempelajari potensi bahaya
      pendekaktan ini sangat baik jika dilakukan pada sistem operasi baru atau yang sudah
dimodifikasi untuk menentukan potensi bahaya yang akan timbul pada sisitem tersebut jika
dioperasikan
i.           Review of process flows ( Mengulang Jalannya Proses Pekerjaan )
      rekognisi bahaya dengan mengevaluasi potensi bahaya pada setip langkah proses produksi atau
langkah kerja yang sudah ada dari awal sampai akhir
      sering digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya kimia dan kualitas udara, untuk
menentukan reaksi – reaksi mana yang menimbulkan bahya kimia baik proses awal,
intermediate, maupun akhir
      pendekatan ini juga sering diguankan untuk identifikasi bahaya yang terkait dengan mekanik dan
elektrik untuk mereview potensi kontak antara pekerja dengan benda yang bergerak, bahaya
ergonomik, dan pajanan panas, dll
j.           Fault tree analysis ( Analisis dengan menggunakan metode pohon untuk mengetahui kesalahan )
      analisis pohon kesalahan, yang berawal dari suatu kejadian, kemudian dicari akar permasalahan
atau penyebab dasar dari kejadian tersebut
      merupakan model probabilitas terhadap suatu event atau kejadian
      dapat menentukan besar kemungkinan dan urutan kejadian terhadap satu event atau kejadian
      banyak digunakan untuk safety analysis   
k.         Critical incident technique ( Kritik inside teknik )
      beberapa pekerja di interview mendapatkan informasi tentang perilaku tidak aman ( unsafe act )
yang mungkin terjaid saat mereka bekerja
      critical incident kemudian dikelompokkan dan kemudian secara sistematik disusun area yang
mempunyai potensi bahaya dan harus dikontrol, suatu teknik rekognisi bahaya dengan cara
mengansumsikanjika terjadi kegagalan pada suatu komponen atau elemen di dalam suatu sistem,
lalu di  tentukan efek atau dampak dari kegagalan pada komponen atau elemen tersebut
      teknik ini membantu untuk menentukan kemungkinan terjadinya kegagalan kecil yang dapat
menghasilkan suatu kejadian yang besar
l.           Job safety analysis ( Analisis Keselamatan Pekerjaan )
      setiap pekerjaan diuraikan dalam bentuk task – task dan komponen lain yang terlbat
      setiap task kemudian di review menentukan potensi bahaya yang mungkin akan memajan
pekerja
      banyak dilakukan untuk mengevaluasi langkah atau prosedur kerja
      tindakan yang diambil untuk mengendalikan potensi bahaya adalah dengan memodifikasi
prosedur kerja peralatan yang digunakan, dan pengendalian yang bisa dilakukan untuk
mengurangi pajanan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam melakukan antisipasi,
rekognisi, evaluasi, dan pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan atau stresses, yang
timbul di atau dari tempat kerja, yang bisa menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan
kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat.
Higene industri dapat dikatakan sebagai juru bicara antara profesi keselamatan dan
kedokteran.Adapu ruang lingkup hygiene industry terdiri dari antisipasi, rekognisi, evaluasi dan
pengontrolan.Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan industry yaitu bahaya fisik, bahaya
kimia, factor biologi, ergonomic dan factor psikologi.

Antisipasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memprediksi


kemungkinan atau potensi-potensi bahaya yang ada di tempat kerja khusunya bahaya kesehatan
kerja.

Rekognisi merupakan serangkaian kegiatan dalam mengenali dan mengukur semua faktor-


faktor lingkungan kerja agar diperoleh suatu metoda yang logis sistematis untuk memungkinkan
suatu masalah dievaluasi secara obyektif.

3.2 Saran
Dalam sebuah industri harus memiliki seorang ahli industrial higyeni yang mampu
mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi, permasalahan-permasalahan kerja
serta resikonya, menganalisa kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk mencari permasalan yang
timbul, mengembangkan strategi sampling dan menggunakan peralatan-peralatan sampling yang
dimiliki untuk mengukur seberapa besar sumber bahaya di tempat kerja, melakukan pengamatan
terhadap bagaimana dampak sumber-sumber bahaya kimia dan fisika dapat mempengaruhi
kesehatan pekerja dengan melakukan pengukuran, serta membandingkan hasil sampling dengan
standart atau petunjuk yang relevan untuk menentukkan apakah pengontrolan khusus diperlukan,
melakukan evaluasi terhadap proses industri untuk mengetahuai ada atau tidaknya korelasi kasus
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya, mengerti segala bentuk peraturan
pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja,memastikan pekerja terbebas
dari bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai