Anda di halaman 1dari 72

PROPOSAL

EFEKTIVITAS LATIHAN RANGE OF MOTION ( ROM ) TERHADAP


KEKUATAN OTOT LANSIA DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN
TOTAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RADAMATA KABUPATEN
SUMBA BARAT DAYA

OLEH :

AGUSTINUS SAMUEL METUDUAN


181111001

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
PROPOSAL
EFEKTIVITAS LATIHAN RANGE OF MOTION ( ROM ) TERHADAP
KEKUATAN OTOT LANSIA DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN
TOTAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RADAMATA KABUPATEN
SUMBA BARAT DAYA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep.)


Pada Program Studi Ners Tahap Akademik
Universitas Citra Bangsa

OLEH :

AGUSTINUS SAMUEL METUDUAN


181111001

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya:


Nama : Agustinus Samuel Metuduan
NIM : 181111001
Program Studi : Ners
Alamat Rumah : Jl. AKL, Liliba
No. Telepon : 081339628581

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Proposal ini adalah asli dan benar-benar hasil karya sendiri, dan bukan hasil
karya orang lain dengan mengatasnamakan saya, serta bukan merupakan hasil
peniruan atau penjiplakan (Plagiarism) dari hasil karya orang lain. Proposal ini
belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik di Universitas Citra
Bangsa Kupang, maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Di dalam Proposal ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain. Kecuali tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai
acuan dan disebutkan nama pengarang serta dicantumkan daftar pustaka.
3. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dan apabila kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar saya yang telah
diperoleh, serta sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Kupang, Juni 2022


Yang membuat pernyataan

Agustinus Samuel Metuduan


181111001

iii
PENGESAHAN

Di pertahankan di depan Tim Penguji Ujian Proposal


Program Studi Ners Tahap Akademik Universitas Citra Bangsa dan di terima
Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
(S.kep) tanggal….Juni 2022

Mengesahkan,

Rektor
Universitas Citra Bangsa

Prof. Dr. Frans Salesman, SE., M.Kes


NIP: 195505091980031015

iv
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL

Judul : Efektivitas Latihan Range of motion ( ROM ) Terhadap Kekuatan Otot


Lansia Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Wilayah Kerja
Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya
Nama : Agustinus Samuel Metuduan
NIM : 181111001

Proposal ini telah disetujui


Tanggal, Juni 2022

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Yulia M. K. Letor, S.Kep., MAN Ns. Sebastianus Kurniadi Tahu, S.Kep., M.Kep
NIDN: 080948803 NIDN: 0804088802

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kesehatan Ketua Program Studi

Vinsensius Belawa Making, SKM., M.Kes Ns. B. Antonelda M. Wawo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J
NIDN: 0827118301 NIDN : 0813068403

v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Judul : Efektivitas Latihan Range of motion ( ROM ) Terhadap Kekuatan Otot


Lansia Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Wilayah Kerja
Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya
Nama : Agustinus Samuel Metuduan
NIM : 181111001

Proposal ini telah diuji


Pada tanggal …. Juni 2022

Panitia Penguji,

Ketua : (….….…….)

Anggota : 1. Ns. Yulia M. K. Letor, S.Kep., MAN (….….…….)

2. Ns. Sebastianus Kurniadi Tahu, S.Kep., M.Kep (….….…….)

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kesehatan Ketua Program Studi

Vinsensius Belawa Making, SKM., M.Kes Ns. B. Antonelda M. Wawo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J
NIDN: 0827118301 NIDN : 0813068403

Ditetapkan dengan surat keputusan Rektor Universitas Citra Bangsa


Nomor :
Tanggal :

vi
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal
ini denan judul Efektivitas Latihan Range of motion ( ROM ) Terhadap Kekuatan
Otot Lansia Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Wilayah Kerja Puskesmas
Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya dengan baik. Proposal ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep.) di
Universitas Citra Bangsa Kupang.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dan keberhasilan penyusunan
proposal ini telah melibatkan banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
ijinkan saya untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ns.
Yulia M. K. Letor, S.Kep., MAN. selaku pembimbing 1 dan Ns. Sebastianus
Kurniadi Tahu, S.Kep M.Kep selaku pembimbing 2 yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dan dengan sabar membimbing bahkan
memotivasi penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini
serta................................. selaku ketua penguji yang sudah bersedia meluangkan
waktunya dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyempurnakan
proposal ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Frans Salesman, SE., M.Kes selaku Rektor Universitas Citra Bangsa
Kupang.
2. Ns. Balbina Antonelda M. Wawo, M.Kep., Sp.Kep.J selaku Ketua Program
Studi Ners Universitas Citra Bangsa Kupang dan dosen wali yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
proposal penelitian ini.
3. Bapak Ibu Dosen serta staf pengajar Program Studi Ners Universitas Citra
Bangsa Kupang yang telah mendidik dan membimbing serta memberikan ilmu
selama masa perkuliahan.

vii
4. Kedua Orang tua yang tercinta Bapak Paulus Karowe Niron dan ibu Sarlotha
Yuliana Metuduan, kaka Hendji, adik Aldo, adik Marlis, adik Karel yang telah
memberi dukungan, doa, dan materi agar dapat menyelesaikan proposal ini.
5. Kepala puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melalukan pengambilan data awal pada
penulisan proposal ini
6. Kepalah penangung jawab lansia puskesmas Radamata Kabupaten Sumba
Barat Daya yang telah bersedia memberikan data awal kepada penulis
7. Seluruh responden yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya untuk
menjadi responden dalam penulisan proposal ini
8. Teman Inka Chandra, Jordan, Remy, Hendry, Therenci, Elin, Yuni, Mirna,
Lian, Jerny, Jessica,Noventya, Dini, Virna, Tika, Linda, Fernando, Gedion,
Thuty, Leki, Mekos, Osna, Erni, Andry, Cintami, Remy, Alson, Pmk
Universitas Citra Bangsa, Bem Universitas Citra Bangsa Dan Atapos Squaad.
Terima kasih atas motivasi, dukungan, dan bantuannya selama penyelesaian
proposal ini.
9. Teman-teman seperjuangan Kelas A Program Studi Ners angkatan XI
Universitas Citra Bangsa yang sudah memberi dukungan selama penyelesaian
proposal ini.
Semoga Tuhan membalas budi baik dari semua pihak yang telah memberi
kesempatan dan dukungan dalam menyelesaikan proposal ini. Penulis menyadari
bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis berharap semoga
proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan keperawatan

Kupang, ..Juni 2022

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Sampul Depan............................................................................................................
Sampul Dalam dan Persyaratan Gelar.....................................................................ii
Surat Pernyataan.....................................................................................................iii
Pengesahan..............................................................................................................iv
Lembar Persetujuan..................................................................................................v
Lembar Penetapan Panitia Penguji.........................................................................vi
Kata Pengantar.......................................................................................................vii
Daftar Isi.................................................................................................................ix
Daftar Tabel............................................................................................................xi
Daftar Gambar.......................................................................................................xii
Daftar Lampiaran..................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................5
1.3.1 Tujuan Khusus.........................................................................................4
1.3.2 Tujuan Umum..........................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................5
1.5 Keaslian Penelitian............................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Konsep Dasar....................................................................................................7
2.1.1 Konsep Lansia.........................................................................................7
2.1.2 Konsep Dasar Kekuatan Otot................................................................15
2.1.3 Latihan ROM.........................................................................................22
2.1.4 Klasifikasi Latihan ROM.......................................................................23
2.1.5 Prinsip Dasar Latihan ROM..................................................................24
2.2 Kerangka Teori...............................................................................................27
2.3 Kerangka Konsep............................................................................................28
2.4 Hipotesis Penelitian.........................................................................................29
BAB III METODE PENEITIAN...........................................................................30
3.1 Jenis dan Desain Penelitian.............................................................................30

ix
3.2 Defenisi Operasional.......................................................................................30
3.3 Populasi dan Sampel.......................................................................................32
3.3.1 Populasi.................................................................................................32
1.1.1.1 Populasi Target..........................................................................32
1.1.1.2 Populasi Terjangkau..................................................................32
1.1.2 Sampel...................................................................................................32
3.4 Rencana Waktu Dan Tempat Penelitian.........................................................33
3.5 Pengumpulan Data..........................................................................................33
3.5.1 Proses Pengumpulan Data.....................................................................33
3.5.2 Instrumen Pengumpulan Data...............................................................33
3.6 Uji Validitas Dan Reabilitas Instrumen..........................................................34
3.7 Analisa Data....................................................................................................35
3.7.1 Editing...................................................................................................35
3.7.2 Coding...................................................................................................35
3.7.3 Scoring...................................................................................................36
3.7.4 Tabulating..............................................................................................36
3.7.5 Uji Statistik............................................................................................36
3.8 Kerangka Kerja...............................................................................................38
3.9 Etika Penelitian...............................................................................................39
3.9.1 Respeck for Human (Menghargai Harkat Dan Martabat) .....................39
3.9.2 Benefivience (Berbuat Baik)..................................................................40
3.9.3 Non Malaficience (Tidak Merugikan)...................................................40
3.9.4 Justice (Keadilan)..................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian...................................................................................6


Table 3.1 Desain Pre Test Dan Post Test Efektivitas Latihan ROM Terhadap
Kekuatan Otot Lansia Dengan Tingkat Ketrengutungan Total Di
Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya..........................30
Table 3.2 Defenisi Operasioanal Efektivitas Latihan ROM Terhadap Kekuatan
Otot Lansia Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Puskesmas
Radamata Kabupaten Sumba Barat
Daya.......................................................................................................31

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Latihan ROM........................................................................26


Gambar 2.2 Kerangka Teori...................................................................................27
Gambar 2.3 Kerangka Konsep...............................................................................28
Gambar 3.1 Kerangka Kerja..................................................................................38

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pra Penelitian............................................................................40


Lampiran 2 Lembar Penjelasan Sebelum Persetujuan (PSP)…………………….41
Lampiran 2 Saurat Persetujuan Responden............................................................43
Lampiran 4 SOP.....................................................................................................44
Lampiran 5 Lembar Observasi...............................................................................49
Lampiran 6 Kartu Konsul Proposal........................................................................51

xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan usia harapan hidup yang semakin meningkat
berpengaruh pada jumlah populasi lansia di tiap tahunnya, peningkatan
jumlah lansia ini akan membawa dampak tehadap berbagai kehidupan. Efek
utama dari peningkatan ini adalah peningkatan ketergantungan lansia yang
akan berdampak pada usia harapan hidup serta produktivitas lansia, Proses
menua bukanlah merupakan suatu penyakit walaupun banyak para lanjut usia
memiliki beberapa penyakit. Menua merupakan suatu siklus kehidupan yang
dialami oleh setiap individu yang ditandai adanya penurunan kemampuan
fungsi tubuh yang bersifat fisiologi baik dari segi fisik maupun psikis.
Salah satu bentuk penurunan kemampuan fisik pada lansia adalah penuruanan
kekuatan pada otot yang di akibatkan oleh osteoatritis sehingga menghambat
aktifitas fungsional (Soeryadi et al., 2017).

Apabila otot-otot lansia termasuk otot ekstremitas tidak dilatih


terutama pada klien yang mengalami gangguan fungsional motorik kasar
dalam jangka waktu tertentu maka otot akan kehilangan fungsi motoriknya
secara permanen, hal ini terjadi karena otot cenderung dalam keadaan
imobilisasi. Jika penurunan kekuatan otot ini tidak di atasi maka akan
menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang diperkirakan akan mucul
pada lansia diantaranya adalah osteoporosis, penyakit kardiovaskular,
obesitas dan diabetes serta komplikasi dan penyakit muskoluscaletal lainnya.
Pada lansia kebugaran jasmani dalam hal ini peningkatan kekuatan otot dapat
di pertahankan den gan latihan fisik yang teratur sejak dini (Nuraeni et al,
2019).
Menurut World Health Organization (WHO 2018 ) proporsi populasi
lansia di dunia selama 60 tahun akan meningkat hampir dua kali lipat dari
12% menjadi 22%. Populasi lansia di dunia yang berusia 60 tahun ke atas
diperkirakan mengalami peningkatan dari 900 juta pada tahun 2015 menjadi 2
milyar pada tahun 2050 (Latif et al, 2018). Populasi lansia saat ini meningkat
sangat cepat Pada tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di

1
2

Indonesia (9,03%), pada 2018 proporsi penduduk usia 60 tahun ke atas


sebesar 24.754.500 jiwa (9,34%) dari total populasi, jumlah penduduk lansia
tahun 2020 (27,08 juta), Diprediksi tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030
(40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta) (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Satu dari empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih
mudah menemukan penduduk lansia di bandingkan bayi atau balita. Besarnya
jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah
penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan
kesehatan, penurunan pendapatan atau penghasilan, peningkatan disabilitas,
dan tidak adanya dukungan social dan lingkungan yang ramah bagi penduduk
lansia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur, jumlah
lansia tahun 2015 berjumlah 350.000, tingginya presentasi populasi lansia di
Nusa Tenggara Timur turut mempengaruhi status kondisi kesehatan di Nusa
Tenggara Timur sendiri, salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi
pada lansia pada umunya di Nusa Tenggara Timur adalah penurunan fungsi
system musculoskeletal yaitu salah satunya adalah masalah Osteoarthritis
yang akan berdampak pada penurunan kekuatan otot pada lansia, jumlah
lansia yang menderita osteoarthritis sebanyak 14.583( Badan Pusat Statistic
NTT, 2015). Data awal yang di dapat dari Puskesmas Radamata pada tahun
2020 untuk jumlah lansia pada Puskesmas Radamata berjumlah 893 orang,
berdasarkan data dari KPJ (kepalah penanggung jawab) lansia Puskesmas
Radamata terdapat 30 orang lansia dengan tingkat ketergantungan total dan
rata-ratanya memiliki masalah pada pergerakan sendi dan otot untuk kegiatan
sehari-hari seperti makan minum, mandi dan berpakain.
Pada umumnya lansia sering mengalami keterbatasan baik fisik,
mental maupun sosial, sehingga kualitas hidup pada lansia mengalami
penurunan. Lansia juga sering mengalami masalah kesehatan, masalah
kesehatan ini berawal dari kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan
daya tahan tubuh serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Pada
lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi, hal tersebut
menyebabkan masa otot dan penyembuhannya berkurang serta terjadi
kehilangan jumlah serat otot akibat atrofi myofibril dan mengalami
3

pergantian fibrosa, yang mulai terjadi pada dekade ke empat kehidupan.


Penurunan kekuatan otot merupakan salah satu perubahan yang nyata dari
proses penuaan. Menurunnya kekuatan otot disebabkan oleh banyak faktor.
Faktor penyebab yang utama yaitu penurunan massa otot. Para peneliti dari
Columbia University Medical Center menemukan bahwa menurunnya
kekuatan otot pada penuaan terjadi akibat kebocoran kalsium dari kelompok
protein dalam sel otot yang disebut ryanodine yang kemudian memicu
terjadinya rangkaian kejadian yang membatasi kontraksi serabut otot. Dengan
berkurangnya kalsium yang tersedia, kontraksi otot melemah. Salah satu
akibat dari penuaan adalah hilangnya massa, kekuatan dan fungsi otot diluar
kendali. Massa otot mengalami penurunan kira-kira 3-8% per dekade sesudah
usia 30 tahun Penurunan kekeuatan otot ini atau saecepenia biasanya terjadi
lebih cepat pada usia 75 tahun dan paling lambat pada usia 80 tahun
(Setiorini, 2021).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 12 orang lansia
(rentang usia 50-68 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Radamata, seluruh
lansia tersebut (100%) memiliki masalah dengan kekuatan otot yang
menurun secara total dikarenakan memiliki penyakit bawaan seperti stroke
dan masalah pada system musculoskeletal yang berdampak pada
ketidakmampuan lansia untuk memanfaatkan anggota gerak yang masih bisa
digerakan. Kebanyakan efek proses penuaan yakni masalah otot dapat diatasi
bila tubuh di jaga tetap sehat dan aktif. Hal ini tentu perlu adanya
penatalaksanaan untuk masalah imobilisasi pada lansia, imobilisasi dapat
berefek secara fisik menimbulkan beberapa masalah antara lain: masalah
musculoskeletal, eliminasi urine, metabolisme gastro-intestinal, respirasi, dan
masalah kardiovaskuler. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan
osteoporosis. Jaringan fibrosa yang terjadi akibat atrofi degeneratif juga
memiliki kecenderungan untuk memendek yang disebut dengan kontraktur
(Rohman, 2019). Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam
kedudukan yang tidak berfungsi, imobilisasi yang terlalu lama juga akan
menyebabkan penekanan yang berat dan terus-menerus pada bagian-bagian
4

yang menonjol, sehingga sirkulasi darah ke area tersebut menjadi berkurang


yang lama-kelamaan menjadi nekrosis (dekubitus), intervensi yang dapat di
lakukan pada lansia adalah latihan fisik. Terdapat berbagai macam bentuk
latihan fisik untuk lansia salah satunya adalah latihan rentang gerak atau
Range Of Motion (ROM ) (Ferawati. et al, 2020).
Range of mation ( ROM ) merupakan latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaaan kemampuan
pergerakan sendi secara normal dan lengkap untuk meningatkan massa otot
dan tonus otot. Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan
kekuatan otot karena dapat menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak
motor unit yang terlibat maka akan menjadi peningkatan kekuatan otot.
Tujuan lain dari latihan ROM adalah memperlancar sirkulasi darah dan
meningkatkan atau mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan (Potter &
Pery 2009; Andarawati et al 2013).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh dari
pemberian latihan ROM terhadap kekuatan otot lansia, penelitian yang di
lakukan oleh Nurus (2013) membuktikan bahwa terdapat pengaruh latihan
ROM terhadap kekuatan otot lansia. Selajutnya Menurut (Ridha & Putri
2015) saat lansia melakukan latihan ROM dengan benar dan rutin maka akan
meningkatkan tonos otot, masa otot dan kekuatan otot pada lansia yang
mengalami penurunan kekuatan otot. Penelitian yang dilakukan oleh
(Hartinah et al, 2019) juga menyatakan bahwa dengan melakukan latihan
ROM kekuatan otot lansia akan bertambah, ketika kekuatan otot pada lansia
bertambah maka dapat mengurangi keterbatasan gerak dan membantu
menambah kekuatan otot dan aktivitas sehari-hari lansia akan terpenuhi.
Sementara itu penelitian yang di lakukan oleh Hartinah et all (2019)
mengatakan bahwa setelah di berikan intervensi ROM kepada lansia sebagai
sasaran intervensi di dapatkan bahwa ROM kurang efektif pada ektremitas
bawah, kerena tidak memberikan dampak yang signifikan pada ektremitas
bawah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan di dukung oleh
penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa intervensi ROM pada
5

beberapa penelitian efektif, sementara pada beberapa penelitian lain kurang


efektif, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk membuktikan
keefektivitas latihan ROM terhadap kekuatan otot lansia ditempat yang
berbeda, dengan judul Efektivitas Latihan Range of motion ( ROM )
Terhadap Kekuatan Otot Lansia Dengan Tingkat Ketergentungan Total di
wilayah kerja Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah
yaitu “apakah latihan ROM efektif terhadap peningkatan kekuatan otot pada
lansia dengan tingkat ketergantungan total di wilayah kerja Puskesmas
Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas latihan ROM terhadap kekuatan otot lansia
dengan tingkat ketergantungan total di wilaya kerja Puskesmas Radamata
Kabupaten Sumba Barat Daya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi kekuatan otot lansia dengan tingkat
keterantungan total sebelum dilakukan latihan ROM di wilayah kerja
Puskesma Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya
2. Untuk mengidentifikasi kekuatan otot lansia dengan tingkat
keterantungan total sesudah dilakukan latihan ROM di wilayah kerja
Puskesma Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya
3. Untuk menganalisis efektivitas latihan ROM terhadap kekuatan otot
lansia dengan tingkat ketergantungan total di wilayah kerja Puskesmas
Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat menamba literature dan
informasi ilmia tentang efektivitas latihan ROM sebagai latihan
meningkatkan kekuatan otot atau dijadikan sebagai dokumen akademik
2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat di gunakan sebagai sumber informasi
mengenai manfaat latihan ROM sebagai latihan meningkatkan kekuatan
6

otot serta dapat di gunakan sebagai acuan untuk pengablikasian teraapi


ROM di rumah.
3. Bagi tempat penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi Puskesmas manatapem kupang terkait pemberian latihan
ROM.
4. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan terkait pengaruh latihan ROM
sebagai latihan meningkatkan kekuatan otot.
7

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan dan persamaan


Peneliti penelitian
1 Safaah, Nurus 2013 Pengaruh latihan Terdapat Perbedaan :
ROM terhadap peningkatan otot Tempat penelitian dan
peningkatan yang berarti pada sasaran penelitian
kekuatan otot lansia setelah di persamaan :
lansia di UPT berikan latihan Peningkatan kekuatan otot
pelayanan social ROM pada lansia dan latihan
lansia ( pasuruan ) ROM
kec.Babat kab
lamongan
2 Muhith, 2020 Pengaruh latihan Terdapat perbedaan Perbedaan :
Abdul relaksasi otot antara sebelum dan Tempat penelitian dan
progresif terhadap sesudah diberikan sasaran penelitian serta jenis
kekuatan otot dan latihan relaksasi latihan
kualitas tidur lansia otot progresif Persamaan :
terhadap kekuatan Peningkatan kekuatan otot
otot dan kualitas pada lansia
tidur lansia
3 Adriani dan 2019 Pengaruh latihan Menunjukan Perbedaan :
Nurfatma sari ( ROM ) aktf terdapat pengaruh Tempat penelitian dan
terhadap latihan sasaran penelitian
peningkatan ( ROM ) aktif Persamaan :
kekuatan otot terhadap Peningkatan kekuatan otot
ekremitas bawa peningkatan pada lansia dan latihan
lansia. kekuatan otot ROM
ekstremitas bawa
pada lansia
4 Siti Hartinah 2019 Efektivitas Menujukan Perbedaan :
( ROM ) aktif perbedaan otot Tempat penelitian dan
terhadap kekuatan ekstremitas atas sasaran penelitian
otot ekstremitas sebelum dan Persamaan :
atas dan sesudah latihan peningkatan kekuatan otot
ekstremitas bawa ROM pada lansia dan latihan
pada lansia ROM
5 Puspita, 2020 Efektivitas Terdapat pengaruh Perbedaan :
Yunia kombinasi mirror hasil kombinasi Tempat penelitian dan
therapy dan latihan ROM dan sasaran penelitian serta jenis
latihan ROM mirror therapy latihan dan metode
dalam terhadap Persamaan :
meningkatkan peingkatan peningkatan kekuatan otot
kekuatan otot kekuatan otot
pasien gangguan
mobilitas fisik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Menurut Word Health Organization (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Kelompok yang diketegorikan lansia ini akan terjadi
suatu proses yang disebut aging process atau proses penuaan. Lansia
merupakan salah satu kelompok atau populasi dengan risiko yang
semakin meningkat jumlahnya. Populasi dengan risiko merupakan
sekelompok orang yang masalah kesehatannya memiliki kemungkinan
akan berkembang lebih buruk karena adanya faktor-faktor risiko yang
mempengaruhinya (Mendes et al, 2018).
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998, lansia adalah
seseorang yang mencapai umur lebih dari 60 tahun, namun tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah. Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun
dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).
2. Batasan Umur Lansia
Terdapat beberapa batasan-batasan lansia dari berbagai sumber
diantaranya:
a. Menurut Word health organization ( WHO ) 2016
Klasifikasi lansia menurut Word health organization dibagi menjadi
tiga yakni :
1) Eldery : 60-74 tahun
2) Old : 75-89 tahun
3) Very old : lebih dari 90 tahun

8
9

b. Menurut undang-undang Republik Indonesia No.13 tahun 1998


tentang kesejateraan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas.
c. Menurut (WHO dalam Sunaryo et al 2016) usia lanjut dibagi menjadi
empat yaitu :
1) Lanjut usia pertengahan (middle age) umur 45-59 tahun
2) lanjut usia (elderly) umur 60-74 tahun
3) lanjut usia tua (old) umur 75-90 tahun
4) lanjut usia sangat tua (very old) umur 90 tahun keatas
d. Klasifikasi lansia menurut Depertemen Kesehatan ( Depkes) RI
(2013) terdiri dari:
1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan
4) Lansia potensial adalah lasia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari
nafka, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Menua atau menjaidi tua membawa perubahan serta pengaruh
menyeluruh baik mental, fisik, moral, spiritual dan social yang
keseluruan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya saling
memiliki keterikatan. Perubahan-perubahan memerlukan penyesuaian
diri (Padilla, 2013). Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
diantaranya adalah :
a. Perubahan fisik
Perubahan yang bersifat fisik antara lain adalah penurunan
kekuatan fisik, stamina dan penampilan. hal ini dapat menyebabkan
beberapa orang menjadi depresi atau merasa tidak senang saat
memasuki masa usia lanjut. mereka menjadi tidak efektif dalam
10

pekerjaan dan peran sosial, jika mereka bergantung pada energi fisik
yang sekarang tidak dimilikinya lagi (Azizah, 2017). Secara umum
penuaan ditandai dengan kemunduran biologis dan dilihat sebagai
kemunduruan fisik, yakni :
1) Kulit wajah mulai mengeriput, mengendur, serta garis-garis yang
menetap
2) Penciuman mulai berkuarang
3) Gigi mulai tangal dan lepas (ompong)
4) Pola tidur berubah
5) Rambut kepalah mulai memutih dan beruban
6) Nafsu makan menurun
7) Mudah lelah dan mudah jatuh
8) Pengelihatan dan pandangan berkurang
9) Gerakan menjadi lamban
10) Mudah terserang penyakit.
b. Perubahan sosial
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya
dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia
yang memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-
kehilangan sebagai berikut:
a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
c. Perubahan mental
Perubahan psikis atau mental yang terjaid pada lansia, dapat
berupa sikap yang mudah curiga dan bertambah pelit apabila memiliki
sesuatu dan semakin egosentrik. Terdapat hal penting yang perlu di
pahami yaitu keinginan untuk memiliki umur panjang dan seminimal
mungkin dengan hemat tenaga, ingin tetap berwiba dengan tetap
mempertahankan hak dan hartanya, mengharapkan tetap memberikan
11

peran dalam masyarakat, dan menginginkan meninggal secara


terhormat (Nugroho et al, 2018)
d. Perubahan psikologis
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan
proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia
seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan
yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh
pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan
keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan
kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Bahaya psikologis pada lansia dianggap memiliki dampak lebih besar
dibandingkan dengan usia muda, karena penyesuaian pribadi dan
sosial pada lansia jauh lebih sulit. Dengan demikian dibutuhkan
kondisi hidup yang menunjang agar lansia dapat menjalani masa
lansia dengan baik dan memuaskan, kondisi hidup yang menunjang.
Kondisi hidup ini antara lain adalah sosial ekonomi, kesehatan,
kemandirian, kesehatan mental (Kemensos RI, 2012).
4. Perubahan Pada Organ
a. Otak dan Sistem Saraf
Terjadi pengurangan sel otak, pengecilan gyrus, pelebaran
sulcus, dan pengurangan suplai darah, sehingga kemampuan respon
refleks menurun, kemampuan sensori menurun, respon otonom lebih
lambat, dan kemampuan kognitif lebih lambat. Perubahan-perubahan
sel yang terjadi pada jaringan lansia adalah jumlah sel pada lansia
lebih sedikit, ukurannya lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan
intraseluler berkurang. Selain itu, jumlah sel otak akan mengalami
penurunan seperti otak menjadi atropi, beratnya berkurang 5-10% dan
terganggunya mekanisme perbaikan sel (Sunaryo et al, 2016).
b. Kardiovaskular
Perubahan struktur yang terjadi pada sistem kardiovaskular
akibat proses menua adalah sebagai berikut :
12

1) Pertama
Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas
kolagen dan hilangnya fungsi serat-serat elastis sehingga
ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan kekuatan
kontraktil.
2) Kedua
Jumlah sel-sel peace maker mengalami penurunan dan berkas his
kehilangan serat konduksi yang membawa impuls ke ventrikel
sehingga terjadinya disritmia.
3) Ketiga
Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena
peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan
medial arteri sehingga penumpulan respons baroreseptor dan
penumpulan respon terhadap panas dan dingin.
4) Keempat
Vena merengang dan mengalami dilatasi sehingga terjadinya
oedema pada ekstremitas bawah dan penumpukan darah (Sunaryo
et al, 2016).
c. Neuroendokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin karena proses
menua adalah sebagai berikut :
1) Pertama, kadar glukosa darah meningkat sehingga glukosa darah
puasa 140 mg/dl dianggap normal.
2) Kedua, ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat sehingga
kadar glukosa darah 2 jam PP 1400200 mg/dl dianggap normal.
3) Ketiga, residu urin di dalam kandung kemih meningkat sehingga
pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4) Keempat, kelenjar tiroid menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4
sedikit menurun dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat sehingga
serum T3 dan T4 tetap stabil (Sunaryo et al, 2016)
13

d. Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari
tulang, sendi, dan otot. Sistem tersebut paling erat kaitannya dengan
mobilitas fisik individu. Seiring bertambahnya usia, terdapat berbagai
perubahan yang terjadi pada sistem musculoskeletal yang terdiri dari
tulang, otot, sendi, dan saraf. Sistem skeletal pada manusia tersusun
dari 206 tulang termasuk dengan sendi yang menghubungkan antar
keduanya. Kerangka yang dibentuk dari susunan tulang tersebut
sangat kuat namun relatif ringan. Fungsi utama sistem skeletal ini
adalah memberikan bentuk dan dukungan pada tubuh manusia. Selain
itu, sistem ini juga berperan untuk melindungi tubuh, misalnya tulang
tengkorak yang melindungi otak dan mata, tulang rusuk yang
melindungi jantung, serta tulang belakang yang melindungi sumsum
tulang belakang. Struktur pada kerangka ini juga terdapat tendon otot
yang mendukung adanya pergerakan.
Setiap orang mengalami proses penuaan. Proses penuaan
mengakibatkan terjadinya perubahan anatomi dan fungsional pada
organ-organ tubuh. salasatunya perubahan pada sistem otot dan
tulang, perubahan fisiologis pada tulang lansia adalah kehilangan
kandungan mineral tulang (Setiorini, 2021). Selain itu, terjadi juga
penurunan massa tulang atau disebut dengan osteopenia. Perubahan-
perubahan lain yang terjadi menurut ( Miller 2012) antara lain:
1) Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang
diperlukan untukremodeling)
2) Arbsorbsi kalsium berkurang
3) Meningkatnya hormon serum paratiroid
4) Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast
5) Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi
osteoblastik darimatriks tulang
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia terjadi pada
jaringan:
14

1) Kartilago: Salah satu proses penuaan yang terjadi yaitu pada sistem
muskuloskeletal adalah terjadi kemunduran kartilago sendi yang
memungkinkan terjadinya inflamasi, nyeri sendi, penurunan
mobilitas sendi dan deformitas, terutama pada persendian yang
menjadi lunak dan mengalami granulasi disertai dengan turunnya
kemampuan regenerasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata
dan rentan terhadap gesekan (Atifah et al, 2015 )
2) Tulang: Perubahan sistem muskulo- skeletal yang terjadi pada
tulang yaitu kehilangan kepadatan tulang sehingga menjadi rapuh,
kehilangan cairan sendi menyebabkan persendi- an menjadi kaku,
pergerakan ter- batas, dan sendi membesar. Tendon mengerut dan
mengalami sclerosis, juga adanya atrofi serabut otot sehingga
gerakan melambat, otot mudah kram dan tremor, kecuali otot polos
tidak begitu terpengaruh ( Senjaya, 2016 ).
3) Otot: Perubahan struktur otot pada lansia dapat menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot, penurunan
kekuatan otot, penurunan fleksibilitas dan penurunan kemampuan
fungsional otot (Pranata et al, 2019 ).
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sistem
Muskuloskeletal Berdasarkan Rilis Joint Essential pada tahun 2013
berjudul ‘What Are The Effects Of Aging On The Musculoskeletal
System?’ adalah sebagai berikut :
1) Gangguan hormon
Riwayat gangguan hormon yang tidak teratasi dengan baik
dapat menyebabkan metabolisme ke tulang maupun otot tidak
optimal. Sebagai contoh, hipertiroidisme berhubungan erat dengan
kelemahan otot dan meningkatkan risikofraktur akibat
demineralisasi tulang.
15

2) Penyakit sistemik
Dapat berupa gangguan vaskuler atau metabolik. Sebagai
contoh, lansia dengan diabetes akan mengalami gangguan lajut atau
volume pengiriman nutrisi yang dibutuhkan untuk remodeling
jaringan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol proses
patologis untuk mengoptimalkan penyembuhan dan potensi
perbaikan sistem muskuloskeletal.
3) Faktor diet
Kekurangan nutrisi vitamin esensial (seperti vitamin D dan
vitamin C yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan
fungsional otot dan tulang), kurangnya mineral tertentu (seperti
kalsium, fosfor dan kalium dll) dapat menjadi hasil dari masalah
pencernaan yang berkaitan dengan usia. Dengan demikian, terjadi
penurunan penyerapan dari usus atau ketidakseimbangan dalam
produksi hormone tertentu yang mengatur konsentrasi serum
vitamin dan mineral seperti kalsitonin, vitamin D, hormon
paratiroid (karena tumor yang sangat lazim di usia lanjut). Dietyang
sangat baik ialah diet yang kaya akan mikro-nutrisi dalam kualitas
tinggi sehingga mampu menurunkan risiko pengembangan cacat
tulang dan kelemahan otot sebagai bagian dari proses penuaan.
4) Minimnya aktivitas fisik.
Perubahan system muskuloskeletal dapat diperlambat
dengan melakukan olahraga karena dapat meningkatkan
kemampuan untuk mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas
sistem muskuloskeletal. Normalnya dalam satu hari, setidaknya 30
menit aktivitas lansia diisi dengan olahraga ringan (Miller, 2012).
Penurunan fungsi muskuloskeletal dipicu oleh tiga factor
(Fillit, Rockwood & Young, 2017) yaitu :
1) Efek penuaan pada komponen sistem musculoskeletal
Misalnya tulang rawanartikular, kerangka, jaringan lunak,
memberikan kontribusi untuk pengembangan osteoporosis dan
16

osteoarthritis serta penurunan gerakan sendi, kekakuan, dan


kesulitan dalam memulai gerakan.
2) Gangguan muskuloskeletal
Berhubungan dengan penuaan yang mulai terjadi pada
masa dewasa muda menyebabkan peningkatan rasa sakit dan cacat
tanpa memperpendek rentang hidupnya, misalnya seronegatif
spondyloarthritis, trauma muskuloskeletal.
3) Tingginya angka kejadian gangguan muskuloskeletal tertentu pada
lansia
2.1.2 Konsep Dasar Kekuatan Otot
1. Pengertian Otot
Otot adalah sebuah jaringan konektif dalam tubuh dengan tugas
utama kontraksi otot. merupahkan salah satu bagian dari system
muskuloskaletal di dalam tubuh. Ada tiga jenis otot pada system otot
tubuh manusia yaitu jantung, polos, dan lurik atau otot rangka
a. Otot jantung
Otot jantung merupakan otot involunter (tak sadar) yang
dikendalikan oleh saraf otonom, baik saraf simpatik yang
mempercepat denyut jantung, maupun saraf parasimpatik yang
memperlambat denyut jantung. Pada permukaan dalam jatung terdapat
sel khusus berukuran lebih besar dan lebih tebal, disebut serat
Purkinje. Serat Purkinje berperan dalam sistem penghantar rangsangan
(Irnaningtyas, 2013).
b. Otot polos
Otot polos merupakan otot involunter (otot tak sadar) karena
gerakannya tidak menuruti perintah yang diinginkan. Jaringan otot
polos terdapat pada saluran pencernaan makanan, dinding pembuluh
darah, pembuluh limfa, saluran pernapasan, saluran reproduksi,
kandung kemih, dermis, iris dan korpus siliaris pada mata
(Irnaningtyas, 2013).
17

c. Otot rangka
Otot Rangka atau otot lurik merupakan otot volunter (otot
sadar) yang bekerja di bawah pengaruh saraf sadar, cepat bereaksi jika
terdapat stimulus (rangsangan), kontraksinya kuat, tetapi cepat lelah.
Ujung-ujung sel meruncing, tetapi agak membulat pada perbatasan
otot dengan tendon. Otot dapat bertambah besar akibat latihan karena
terjadi penebalan pada serat-serat otot (hipertrofi), bukan karena
bertambah banyaknya serat otot (Irnaningtyas, 2013).
2. Fungsi Sistem Otot
Jaringan otot menyusun 40-50 % dari berat badan total, secara
umum fungsi sistem otot adalah melakukan pergerakan, stabilisasi posisi
tubuh, mengatur postur atau volume organ (Wangko, 2014). Sistem otot
yang ada di seluruh tubuh memiliki fungsi yang berbeda-beda, fungsi
sistem otot pada tubuh diantaranya adalah :
a. Melakukan gerakan tubuh
Fungsi utama dari sistem otot pada tubuh adalah untuk
melakukan gerakan. Otak akan mengirimkan sinyal ke otot untuk
berkontraksi sedemikian rupa dan menghasilkan gerakan yang di
inginkan.
b. Menjaga keseimbangan tubuh
Terdapat otot yang di sebut dengan otot inti, yaitu otot yang
terlatak pada punggung, perut, dan panggul. Semakin kuat otot-otot
inti ini, tubuh akan semakin stabil, sehingga mampu menjaga
keseimbangan.
c. Mengatur postur
Otot juga berfungsi mengatur postur tubuh, kekuatan otot pada
bahu, punggung, pinggul dan lutut menentukan postur tubuh,
kelemahan atau kekuatan pada otot ini akan memepengaruhi postur
tubuh.
d. Mengerakan sistem pencernaan dan pembuangan
Setelah masuk kedalam tubuh, makan dan minuman akan
melewati sistem pencernaan, mulai dari mulut dan kerongkongan
18

sampai pada usus besar, hingga di buang keluar sebagai tinja. Proses
perjalanan makanan ini bisa berjalan karena bantuan otot polos pada
sistem pencernaan, begitu juga pada urine, mulai dari ginjal hingga
kandung kemih.
e. Pernapasan
Ketika bernapas, terdapat sistem otot yang bekerja, diagfragma
adalah otot yang digunakan untuk pernapasan. Otot ini digunakan
untuk bernapas sehari-hari, otot ini bekerja sendiri tanpa perintah.
f. Penglihatan
Otot polos yang ada di mata adalah otot yang bertanggung
jawab untuk pergerahkan mata seperti berkedip dan membuat mata
mampu menyesuaikan lapang pandang serta mengerahkan bola mata
ke segalah arah.
3. Pengertian Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kekuatan suatu otot atau grup otot yang
dihasilkan agar dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum
(Kamariah, 2018). Kekuatan otot merupakan kemampuan otot untuk
dapat menghasilkan tegangan dan secara dinamis statis atau kemampuan
maksimal otot untuk berkontraksi (Suminar, 2018). Kekuatan otot sangat
berkolerasi dengan massa otot namun jumlah masa otot yang sama
mampu menghasilkan tingkat kekuatan yang berbedah, dengan demikian
ukuran kekuatan otot yang harus di gunakan untuk menentukan
penurunan kekeuatan otot.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot
Proses penuaan mengubah pola serat otot dan ini menyebabkan perlambatan
waktu kontraksi dan perlambatan kecepatan kontraksi otot. ( Morley et all., 2014)
oleh karena itu pengukuran kekuatan otot dan massa otot merupahkan hal yang
penting untuk dilakukan, Menurut ( Sulistyaningsih, 2015). Kekuatan otot
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu subjektif, psikologis, metodological
faktor, faktor otot itu sendiri, serta faktor dari pengukuran :

1) Faktor Subjektif, Faktor ini meliputi hasil pemeriksaan kesehatan


secara menyeluruh, adanya penyakit, gender, tingkat aktifitas dan usia
19

2) Faktor psikologi, status kognitif, harapan, motivasi, depresi, tekanan


dan kecemasan menjadi faktor yang mempengaruhi pada kekuatan otot
3) Faktor metodological yaitu posisi subjek, peralatan yang
digunakan, stabilitas, posisi persendian
4) Faktor otot faktor ini terdapat pada otot tiap individu yang didalam
struktur otot terdapat tipe serat otot, panjang otot,
Kekuatan otot juga dapat dipengaruhi oleh factor lain, beberapa
factor yang berperan dalam kekuatan otot diantaranya adalah :
a. Usia dan jenis kelamin
Kekuatan otot mulai timbul sejak lahir sampai dewasa dan
terus meningkat terutama pada usia 20 sampai 30-an dan secara
gradual menurun seiring dengan peningkatan usia. Pada umumnya
bahwa pria lebih kuat dibandingkan dengan wanita. Kekuatan otot pria
muda hampir sama dengan wanita muda sampai menjelang usia puber,
setelah itu pria akan mengalami peningkatan kekuatan otot yang
signifikan dibanding wanita, Peningkatan kekuatan ini berkaitan
dengan peningkatan massa otot setelah puber, karena setelah masa
puber massa otot pria 50% lebih besar dibandingkan dengan massa
otot wanita.
b. Ukuran cross sectional otot
Semakin besar diameter otot maka akan semakin kuat.
Kekuatan otot skeletal manusia dapat menghasilkan kekuatan kurang
lebih 3-8 kg/cm2 pada cross sectional area tanpa memperhatikan jenis
kelamin. Namun variabilitas cross sectional area pada suatu otot akan
berbeda setiap saat karena pengaruh latihan dan inaktifitas.
c. Hubungan antara panjang dan tegangan otot
Pada waktu kontraksi Otot menghasilkan tegangan yang tinggi
pada saat terjadi sedikit perubahan panjang otot ketika berkontraksi.
Tenaga pada otot dapat terus berkurang Ketika otot berkontraksi
(memendek).
20

d. Recruitment motor unit


Peningkatan recruitment motor unit akan meningkatkan
kekuatan otot. Motor unit adalah unit fungsional dari sistem
neumuscular yang terdiri dari anterior motor neuron dan serabut otot
Kontraksi otot dengan tenaga kecil akan mengaktifkan sedikit motor
unit, tetapi kontraksi dengan tenaga besar akan mengaktifkan banyak
motor unit.
e. Tipe kontraksi otot
Otot mengeluarkan tenaga paling besar ketika kontraksi
eksentrik (memanjang) melawan tahanan. Otot juga mengeluarkan
tenaga lebih sedikit ketika kontraksi isometrik serta mengeluarkan
tenaga yang paling sedikit ketika kontraksi konsentrik (memendek)
melawan beban.
f. Jenis serabut otot
Karakteristik tipe serabut otot memiliki peranan pada sifat
kontraktil otot. Tipe serabut slow twitch fiber lebih tahan lelah, otot
warna merah karena kadar myoglobin banyak, diameter lebih kecil,
mitikondria banyak, kapiler banyak, laju kontraksi lambat dan daya
kontraksi kurang kuat. Fast twich fiber yang lebih cepat lelah
mempunyai ciri-ciri sebaliknya, otot warna putih, diameter lebih
besar, mitikondria sedikit, kapiler sedikit, laju kontraksi cepat, dan
daya kontraksi yang lebih kuat.
g. Ketersediaan energi dan aliran darah.
Otot membutuhkan sumber energi yang adequat untuk
berkontraksi, menghasilkan tegangan, dan mencegah kelelahan. Tipe
serabut otot yang predominan dan suplai darah yang adequat, serta
transport oksigen dan nutrisi ke otot, akan mempengaruhi hasil
tegangan otot dan kemampuan untuk melawan kelelahan/ fatigue.
h. Motivasi
Motivasi yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan untuk
menghasilkan kekuatan yang maksimal. Oleh karena itu subjek
21

penelitian harus mau melakukan usaha yang maksimal agar


menghasilkan kekuatan maksimal.
5. Manfaat Peningkatan Kekuatan Otot
Terdapat berbagai manfaat dalam menigkatkan kekuatan otot,
beberapa manfaat tersebut diantanranya adalah sebagai berikut :
a. Melatih kekuatan dan daya tahan menambah kekuatan dalam aktivitas
fisik, biasanya orang dengan tingkat kekuatan otot rendah akan mudah
merasa lelah dalam beraktifitas
b. Mencegah terjadinya cidera, karena dengan melatih kekuatan dan
daya tahan otot dapat membuat sel-sel tendon, ligament, dan kartilago
menjadi lebih kuat sehingga mengurangi terjadinya cidera.
c. Menurunkan kadar lemak dalam tubuh
d. Kekuatan otot yang bagus juga dapat mencegah degenerasi otot
e. Meningkatkan kualitas hidup karena dapat meningkatkan energi,
mencegah terjadinya cidera, dan membuat aktivitas sehari-hari lebih
mudah.
6. Pengukuran Kekuatan Otot
Menurut Kamariah (2018). Pengukuran kekuatan otot merupkan
suatu pengukuran untuk mengevaluasi kontraktilitas termasuk mengukur
otot dan tendon serta kemampuannya saat menghasilkan suatu usaha.
Penilaian Kekuatan Otot memiliki skala ukur yang pada umumnya
digunakan untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan serta
mendiagnosa status kelumpuhan juga dapat dipakai untuk melihat apakah
ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau
sebaliknya apakah mengalami perburukan pada penderita (Suminar,
2018). Pengukuran kekuatan otot adalah suatu pengukuran untuk
mengevaluasi kontraktilitas termasuk didalamnya otot dan tendon dan
kemampuannya dalam menghasilkan suatu usaha. Pemeriksaan kekuatan
otot diberikan kepada individu yang dicurigai atau aktual yang
mengalami gangguan kekuatan otot maupun daya tahannya. Pengukuran
kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot
secara manual yang disebut dengan MMT (Manual Muscle Testing).
22

MMT (Manual Muscle Testing) merupakan salah satu bentuk


pemeriksaan kekeuatan otot yang paling sering di gunakan. Hal tersebut
Karena penatalaksanaan, interprestasi hasil serta validitas dan
rehabilitasnya telah teruji, Manual Muscle Testing (MMT) pertama kali
dijelaskan pada tahun 1912 untuk menilai status pasien dengan
poliomielitis. Dalam pengaturan klinis modern, kekuatan paling sering
dinilai menggunakan skala MMT yang ditetapkan oleh Dewan Penelitian
Medis dari Royal College of Physicians and Surgeons. Dalam bentuk
aslinya, skala ini menilai kekuatan otot individu pada skala dari 0 hingga
5, dengan 0 menunjukkan tidak ada fungsi otot dan 5 menunjukkan
kekuatan normal. Grade 1 menyiratkan pengamatan aktivasi otot tanpa
gerakan, grade 2 membutuhkan kemampuan untuk bergerak dengan
gravitasi dihilangkan sebagai kekuatan, grade 3 berarti bahwa otot dapat
menggerakkan anggota tubuh melawan gravitasi, dan grade 4
membutuhkan kekuatan otot yang baik tetapi tidak normal (Shefner,
2017).
Tujuan melakukan pengukuran kekuatan otot dengan MMT
adalah untuk membantu menegakan diagnosis, menentukan jenis-jenis
terapi latihan yang harus di berikan, menentukan jenis-jenis alat bantu
yang di peroleh oleh pasien, untuk menentukan prognosis (Helen et all,
2014 dalam Kuswardani 2019). Saat mengukur kekuatan otot, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Posisikan lansia sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi
sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan
kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.
b. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang
menghambat.
c. Usahakan lansia dapat berkontraksi saat dilakukan pengukuran.
d. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
e. Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi yang
antigravitasi. Jika otot terlalu lemah, maka sebaiknya lansia
ditempatkan pada posisi terlentang.
23

f. Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil
untuk menghindari kompensasi dari otot yang lain selama
pengukuran.
g. Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobsevasi baik palpasi
pada tendon atau otot.
h. Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran.
i. Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba.
j. Catat hasil pengukuran pada lembar observasi.

2.1.3 Latihan ROM


2.1.4 Definisi
ROM merupakan istilah baku untuk menunjukkan besaran sendi
baik normal. ROM berfungsi untuk menunjukkan kelainan batas gerak
sendi abnormal. Range Of Motion ROM merupakan suatu gerakan yang
keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan.
Klasifikasi ROM dibagi menjadi dua jenis yaitu ROM aktif dan ROM
pasif (Kurnia dan Purwoko, 2015). ROM juga di gunakan sebagai dasar
untuk menetapkan adanya kelaianan atau untuk menyatakan batas gerak
sesndi abnormal (Helmi, 2012).
2.1.5 Indikasi Dan Kontraindikasi ROM
Pemeriksaan ROM diindikasikan pada pasien dengan
keterbatasan gerakan. Hal ini dapat disebabkan oleh masalah di dalam
sendi, pembengkakan jaringan di sekitar sendi, kekakuan otot, ataupun
masalah muskuloskeletal lain seperti pada kasus trauma ekstremitas dan
osteoarthritis. Selain itu, pemeriksaan ROM juga dapat digunakan untuk
tujuan pengobatan, mengevaluasi gerakan sendi secara rutin, dan
membuat orthosis. Tujuan lain dari latihan ROM adalah memperlancar
sirkulasi darah dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi jantung
dan pernafasan (Potter And Pery 2009 Dalam Andrawati 2013).
Kontraindikasi pemeriksaan ROM adalah pada orang yang
diketahui mengalami dislokasi sendi, fraktur yang tidak sembuh, pasca
tindakan bedah jika gerakan diketahui akan mengganggu penyembuhan,
24

dan osteoporosis berat dimana gerakan dapat menyebabkan cedera


iatrogenik (Gandbhir, 2020). Selain dari itu, pemeriksaan ROM dapat
dilakukan namun perlu berhati-hati pada kondisi di mana terdapat infeksi
atau inflamasi di sekitar sendi, nyeri derajat berat yang diperparah
dengan gerakan, dan hipermobilitas atau instabilitas sendi.
Pengablikasian latihan ROM yang salah dapat menyebabkan kompikasi
atau efek samping. Hal ini bisa menyebabkan hasil pengukuran tidak
akurat yang dapat berdampak pada perawatan pasien, ataupun
menyebabkan cedera introgenik.
2.1.6 Klasifikasi Latihan ROM
Terdapat dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif,
Klasifikasi Latihan ROM ( Purba et al, 2022) meliputi:
1) Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien
dengan bantuan perawat setiap gerakan,
2) Latihan ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri
oleh pasien tanpa bantuan perawat di setiap gerakan yang
dilakukan.
2.1.7 Tujuan Latihan ROM
Latihan (ROM) akan dapat memelihara dan mempertahankan
kekeuatan sendi, memelihara mobilitas persendihan, merangsang sirkulasi
darah, serta meningkatkan massa otot, sehingga di harapkan dapat
mencegah imobilisasi pada lansia dan kulaitas hidup di masa tua adapat
meningkat (Surratun, 2008 dalam Setyorini 2018 ). Berdasarkan individu
yang menggerakkan, latihan ROM dibagi menjadi 2, yaitu :
1. ROM aktif: pasien menggerakkan sendiri ekstremitasnya, tanpa bantuan
pasien atau fisiolatihans. Latihan ini diberikan pada pasien yang memang
mampu melakukan gerakan pada ekstremitasnya dan kooperatif. ROM
aktif juga dapat dilakukan dengan pengawasan atau bantuan
2. ROM pasif: gerakan ekstremitas pasien dibantu oleh perawat atau
fisiolatihans karena pasien tidak dapat menggerakkan sendiri
ekstremitasnya.
25

2.1.9 Prinsip Dasar Latihan ROM


Pemberian terapi ROM pasif berupa latihan gerakan pada bagian
pergelangan tangan, siku, bahu, jari-jari kaki atau pada bagian ektermitas
yang mengalami hemiparesis sangat bermanfaat untuk menghindari adanya
komplikasi akibat kurang gerak, seperi kontraktur, kekakuan sendi, menurut
Irfan dalam (So’emah, 2014) namun dalam pemberian intervensi latihan
ROM perlu memerhatikan prinsip dasar sebelum melakukan ROM, Prinsip
dasar latihan (ROM) yaitu :
1. ROM harus di lakukan sekitar 6 hari.
2. ROM di lakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien.
3. Diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring. ROM sering di
programkan oleh dokter dan di kerjakan oleh ahli Fisiolatihan
4. Bagian bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher,
jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, dan pergelangan kaki. Prosedur pelaksanaannya
yaitu sebagai berikut:
a. ROM pada bagian jari-jari (fleksi dan ekstensi)
1) Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang pergelangan.
2) Bengkokkan (tekuk/fleksikan) jari-jari ke bawah.
3) Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang
(hiperekstensikan).
4) Gerakkan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5) Kembalikan ke posisi awal.

Sumber supriatna. (2019)


Gambar 2.1 ROM pada bagian jari-jari (fleksi dan ekstensi)
26

b. ROM pada pergelangan kaki (fleksi dan ekstensi)


1) Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang
lain di atas
2) Pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke
bagian atas tubuh pasien.
4) Kembalikan ke posisi awal.
5) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki
diarahkan ke bawah.

Sumber supriatna. (2019)

Gambar 2.2 ROM pada pergelangan kaki (fleksi dan ekstensi)

c. ROM pada pergelangan kaki (infersi dan efersi)


1) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita
(pelaksana) dan pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan
satunya.
2) Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke
kaki lainnya.
3) Kembalikan ke posisi semula.
4) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain.
5) Kembalikan ke posisi awal.

Sumber supriatna. (2019)

Gambar 2.3 ROM pada pergelangan kaki (infersi dan efersi)


27

a. ROM pada bagian paha (rotasi)


1) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas lutut pasien.
2) Putar kaki ke arah pasien.
3) Putar kaki ke arah pelaksana.
4) Kembalikan ke posisi semula.
b. ROM pada paha (abduksi dan adduksi)
1) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit.
2) Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan
pertahankan posisi tetap lurus. Gerakan kaki menjauhi badan pasien
atau ke samping ke arah perawat.
3) Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4) Kembalikan ke posisi semula.
5) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Sumber supriatna. (2019)

Gambar 2.3 ROM pada pergelangan kaki (rotasi, Abduksi Dan Adduksi)

c. ROM pada bagian lutut (fleksi dan ekstensi)


1) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
2) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
3) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan
semampu pasien.
4) Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas.
5) Kembalikan ke posisi semula.
6) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Sumber supriatna. (2019)

Gambar 2.4 ROM pada Bagian Lutut(fleksi dan ekstensi)


28

2.2 Kerangka Teori

Lansia adalah Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,


karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial
(Nugroho, 2012).

Batasan lansia :

- Usia pertengahan ( middle age ) 45-59 tahun


- Lansia early 60-74 tahun
- Lansia tua ( Old ) 70-90 tahun
- Lansia sangat tua ( very old ) diatas 90 tahun
-

Perubahan pada lansia

- Perubahan Fisik Perubahan Organ :


- Perubahan social
- Perubahan mental - Otak Dan Sistem Saraf
- Perubahan psikologis - Kardio Vascular
- Neuroendoktrin
- Muskuloskaletal

Dampak perubahan

- Tulang : Kekurangan kepadatan


- Sendi : Kaku
- Otot : Atrofil serabut otot

Mobilisasi berkurang
Bentuk ROM

- ROM aktif
- ROM pasif
Pemberian latihan ROM Peningkatan kekuatan
otot

Bagan 2.2 Kerangka Teori Efektivitas Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot Lansia
Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat
Daya
29

2.3 Kerangka Konsep

Latihan ROM ( ROM ) Kekuatan otot

Peningkatan kekuatan otot

Keterangan Bagan :
: Diteliti : Berpengaruh
: Tidak di teliti : Hubungan

Bagan 2.3 Kerangka Konsep Efektivitas Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot
Lansia Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba
Barat Daya
30

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah pernyataan awal penelitain yang belum terbukti
kebenaranya sehingga perlu di lakukan uji kebenaran melalui metodologi
yang standar yang di akui. Hipotesis dari penelitian melihat pengaruh antar
variabel yang merupakan jawaban peneliti, kemungkinnan tentang hasil
penelitiann (Dharma, 2013). Hipotesis dalam peneliitain in adalah sebagai
berikut :
H0 : Latihan ROM tidak Efektif terhadap peningkatan kekuatan otot lansia
dengan tingkat ketergantungan total di wilayah kerja Puskesmas
Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya
H1 :
Latihan ROM Efektif terhadap peningkatan kekuatan otot lansia dengan
tingkat ketergantungan total di wilayah kerja Puskesmas Radamata
Kabupaten Sumba Barat Daya
31
BAB III
METODE PENEITIAN.

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Desain penelitian adalah rancangan penelitian yang terdiri atas
beberapa komponen yang menyatu satu sama lain untuk memperoleh data dan
atau fakta dalam rangka menjawab pertanyaan atau masalah penelitian
(Nursalam, 2016) Penelitian ini menggunakan rancangan pre-experiment
design, dengan rancangan pre dan post tanpa kelompok kontrol atau pre and
post test without control grup yaitu penulis hanya melakukan intervensi pada
satu kelompok tanpa pembanding. Efektivitas perlakuan dinilai dengan cara
membandingkan nilai pre test dengan post test.
Table 3.1 Desain Pre Test Dan Post Test Efektivitas Latihan ROM
Terhadap Kekuatan Otot Lansia Dengan Tingkat Ketrengutungan Total Di
Puskesmas Radamata
Pre Intervensi Post
X1 ROM X2
Keterangan :
X1 : Pre test
ROM : Intervensi
X2 : Post test
Pada penelitian ini peneliti akan memberikan intervensi berupa latihan
ROM sesuai dengan standar operasional prosedur ROM, sebelum melakukan
intervensi peneliti melakukan pengukuran skala kekuatan otot pada lansia
terlebih dahulu selanjutnya setelah intervensi di lakukan peneliti melakukan
pengukuran kembali skala kekuatan otot kepada responden.
3.2 Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah mendefenisikan variable secera
operasional berdasarkan karakteristik yang di amati yang memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap
suatu objek atau fenomena (Nurdin & Hartati, 2019).

32
33

Table 3.2 Defenisi Operasioanal Efektivitas Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot Lansia Dengan Tingkat
Ketergantungan Total Di Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya
No Variabel Defenisi operasional Parameter Cara ukur Instrume Skala Skor
nt/alat
ukur
1 Variabel independen ROM (ROM) adalah Kesesuaian tindakan Observasi Lembar - -
: latihan ROM latihan rentang gerak sendi latihan ROM (ROM) checklist
( ROM ) pasif yang di lakukan 2 dengan Standar
kali/hari selama 6 hari oprasional prosedure
berturut turut dengan ( SOP )
durasi 15 menit/latihan
untuk meningkatkan
kekuatan otot pada lansia
di Puskesmas Radamata
kabupaten Sumba barat
daya
2 Variabel Dependen: Kekuatan otot adalah 1.Gerakan Otot Observasi Lembar Ordinal Dinyatakan dalam :
Kekuatan otot kemampuan otot 2.Kontraksi saat observasi 1) 0 Jika : menunjukkan tidak ada fungsi otot
melakukan pergerakan. palpasi Derajat ( paralisis sempurna )
Pada rentang tertentu 3. Kemampuan otot kekuatan 2) 1 Jika : Grade 1 menyiratkan pengamatan
melawan gravitasi otot aktivasi otot tanpa gerakan. ( ada kontraksi otot
4. Kemampuan otot dapat di palpasi atau di lihat )
melawan tahanan 3) 2 Jika : grade 2 membutuhkan kemampuan
untuk bergerak dengan gravitasi dihilangkan
sebagai kekuatan.( gerakan otot penuh melawan
grafitasi dengan topangan )
4) Jika : grade 3 berarti bahwa otot dapat
menggerakkan anggota tubuh melawan
gravitasi.
5) 4 Jika : grade 4 membutuhkan kekuatan otot
yang baik tetapi tidak normal ( melawan tahana
minimal )
6) 5 Jika : menunjukkan kekuatan normal.
( shefner, 2017 )
34

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Sugiyono (2018) mengartikan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya . (Nursalam, 2013).
Populasi terdiri dari 2 yaitu:
3.3.1.1 Populasi Target
Populasi target adalah sekumpulan elemen-elemen atau obyek yang memiliki
informasi yang dicari oleh peneliti dan akan digunakan dalam membuat kesimpulan.
Populasi target harus didefinisikan secara tepat. Dalam mendefinisikan populasi target
mencakup terjemahan dari definisi problem ke dalam pernyataan yang tepat yang
akan dan tidak akan dimasukan dalam sample (Amirullah, 2015). Populasi target
dalam penelitian ini adalah semua lansia di Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba
Barat Daya pada bulan Mei 2022 dengan tingkat ketergantungan total yang berjumlah
30 orang.
3.3.1.2 Populasi Terjangkau
populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi criteria peneltian dan
biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya (Miati, 2020 ). Populasi
terjangkau dalam penelitian ini adalah semua lansia di Puskesmas Radamata
Kabupaten Sumba Barat Daya yang memenuhi kriteria inklusi:
1. Bersedia menjadi responden
2. Lansia yang tidak menjalani latihan fisioterapi
3. Lansia yang tidak memiliki kontra-indikasi dilakukan ROM
4. Memiliki tingkat ketergantungan total
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan objek yang dapat mewakili populasi yang ada. Degan kata
lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang di pilih berdasarkan kemampuan
mewakilinya (Nursalam, 2016). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia di wilayah
kerja Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya, yang terdaftar dalam
posyandu lansia serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
3.3.3 Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Total sampling, Menurut Sugiyono
(2014) mengatakan bahwa total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel.
35

3.4 Rencana Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelian ini akan di lakukan pada wilayah kerja Puskesmas Radamata Kabupaten
Sumba Barat Daya, pada bulan Juni sampai dengan Juli 2022
3.5 Pengumpulan Data
3.5.1 Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2013). Sebelum melakuka penelitian peneliti meminta surat pengantar
untuk pengambilan data yang diperoleh dari institusi yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan. Surat pengantar tersebut ditujukan kepada kepala Puskesmas
Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya. Setelah itu surat pengantar di keluarkan lagi
oleh bagaian administrasi ke bagian penanggung jawab pasien lansia. Setelah
mendapatkann ijin peneliti mulai melakukan pengambilan data awal di Puskesmas
Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya.
Teknis pelaksanaan pengumpulan data penelitian, peneliti melakukan
pendekatan kepada responden, untuk mendapatkan persetujuan dari responden dengan
menggunakan surat persetujuan menjadi responden (informed consent). Setelah
mendapatkan informed consent peneliti melakukan proses pengambilan dan
pengumpulan data dengan cara melakukan pengukuran kekuatan otot sebelum
diberikan intervensi latihan ROM (pre test) dan mencatat hasil pengukuran, kemudian
peneliti melakukan intervensi latihan ROM lalu melakukan pengukuran kekuatan otot
(post test) untuk mengukur kembali skala kekuatan otot lansia setelah di lakukan
intervensi ROM. Latihan ini akan terus berlanjut selama 6 hari berturut turut.
3.5.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrument pengumpulan data merupakan dua karakteristik alat sebaagi
pengamatan dan observasi yang secara prinsip sangat penting yaitu validitas, reabilitas
dan ketetapan fakta/kenyataan hidup (data) yang di kumpulkan dari alat dan cara
pengumpulan data maupun kesalahan-kesalahan yang sering terjjadi pada
pengamatan/pengukuran oleh pengumpul data (Nursalam, 2016). Instrument penelitian
yang di gunakan dala penelitian ini adalah lembar observasi skala kekuatan otot. Serta
Standar operasional prosedure (SOP) latihan ROM yang diadopsi dari (Rice, 2007 )
Observasi atau pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam
melihat situasi penelitian. Pengamatan dapat dilakukan secara bebas dan terstruktur.
36

Menurut Sugiono (2013) mengemukakan bahwa observasi merupaka suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua
diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Lembar
observasi skala kekuatan otot berisikan biodata responden yaitu: nama, nomor
responden, usia, jenis kelamin, pekerjaan, penyakit yang di derita, lama mengalami
gangguan muskoluskeletal, serta bagan observasi yang berisikan : hari dan tanggal,
waktu pelaksanaan, skala kekuatan otot 15 menit pertama, skala kekuatan otot 15 menit
ke dua, dan keterangan.
Menurut Budiharjdo (2014) standar operasional prosedur adalah suatu
perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau proses kerja
tertentu, oleh karena proses tersebut bersifat tetap, rutin, dan tidak berubah-ubah,
prosedur kerja tersebut dilakukan menjadi dokumen tertulis yang di sebut sebagai
standar operasional peosedure atau yang di singkat SOP. Standar operasional prosedure
latihan ROM berisikan pengertian latihan ROM, tujuan latihan ROM, indikasi dan
kontra-indikasi latihan ROM, peralatan yang dibutukan diantaranya: handscoon, tempat
tidur, bantal, dan masker. Serta mencantumkan prosedure pelaksanaan latihan ROM
dan evaluasi.
3.6 Uji Validitas Dan Reabilitas Instrumen
Ada dua karateristik alat ukur yang harus di perhatikan peneliti, yaitu validitas
dan reabilitas. Validas menyatakan apa yang harus di ukur sedanngkan reabilitas adanya
suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang-orang yang berbedah
atau waktu yang berbeda (Nursalam, 2016). Uji validitas di gunakan untuk mengetahui
kelayakan butir-butir dalam mendefenisikan suatu variabel.
Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau
kenyataan di ukur atau dimati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam,
2016). Dalam penelitian ini uji validitas tidak di lakukan karena peneliti menggunakan
instrument penelitian yang sudah baku yaitu Standar Operasional Prosedure (SOP)
Manual Muscle Testing (MMT).
3.7 Analisa Data
Menurut Sugiyono (2018) yang dimaksud dengan analisa data adalah merupakan
kegiatan setelah seluruh data dari seluruh responden terkumpul, analisa data merupakan
bagian yang sangat penting untuk tujuan pokok penelitian yaitiu menjawab pertanyaaan-
pertanyaan yang mengungkap fenomena (Nursalam, 2013). Menurut Afiyanti et al
(2014) pengelolaan data pada penelitain ini berdasarkan pada buku metodologi
37

penelitaian kesehatan yaitu setelah data terkumpul langkah-langkah pengelolaan data di


lakukan dengan editing, scoring, coding, tabulating, sebagai berikut:

3.7.1 Editing
Pada kegiatan ini editing peneliitian ini dilakukan dengan cara peneliti
mengecek ulang kelengkapan dan kejelasan lember observasi. Dalam penelitian ini
proses editing dilakukan dengan cara mengecek kelengkapan standar operasional
porsedure (SOP) dan lembar observasi
3.7.2 Coding
Adalah cara mengkode pertanyaan-pertanyaan dari responden dan segalah hal
yang dianggap perlu, Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data dengan tujuan untuk memudahkan pengolahan data. Misalnya jenis
kelamin dan pekerjaan
1) Jenis kelamin : 1 = laki-laki
2 = Perempuan
2) pekerjaaan : 1 = Wiraswasta
: 2 = Pegawai negeri sipil (PNS)
: 3 = Guru
: 4 = Dosen
: 5 = Petani
: 6 = Ibu rumah tangga
: 7 = Pedangang
: 8 = POLRI
3.7.3 Scoring
Menentukan skor atau nilai untuk tiap item pertanyaan, tentukan nilai terendah
dan tertinggi, tentukan jumlah dan bobot lembar observasi. Pengelolaan data skala
kekuatan otot lansia dengan tingkat ketergantungan total di lakukan dengan cara
menggunakan skor sebagai berikut:
1. 0 jika : paralis sempurna
2. 1 Jika : tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau di lihat
3. 2 jika : Gerakan Otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
4. 3 jika : gerakan yang normal melawan gravitasi
38

5. 4 jika : gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dengan melawan tahanan
minimal
6. 5 jika : kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan garvitasi dan tahanan
penuh

3.7.4 Tabulating
Tabulating adalah proses mentabulasi data yang di peroleh sesuai dengan item
pertanyaan, Tabulating adalah penyajian dalam bentuk tabel yang terdiri dari beberapa
baris dan beberapa kolom. Tabel dapat digunakan untuk memaparkan sekaligus
beberapa variabel hasil observasi, survey atau penelitian sehingga dapat mudah dibaca
dan dimengerti.
3.7.5 Uji Statistik
Dalam penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah uji parametik T-Test.
Dependen sampel T-test atau paired sampel t-test adalah jenis uji statistiik yang
bertujuan untuk membangdingkan rata-rata dua kelompok yang saling berpasangan
(Sugiyono, 2012)
39

3.8 Kerangka Kerja

Populasi Target semua lansia di Puskesmas Radamata


Kabupaten Sumba Barat Daya pada bulan Mei 2022 yang
berjumlah 30 orang

Populasi terjangkau,Lansia Di Wilaya Kerja Puskesmas


Radamata Yang Terdaftar Dalam Posyandu Lansia Serta
Memenuhi Kriteria Inklusi

1. Bersedia menjadi responden


2. Lansia yang tidak menjalani latihan
fisiolatihan
3. Lansia yang tidak memiliki kontra-indikasi
dilakukan ROM
4. Memiliki tingkat ketergantungan total

Total sampling
Sampel sebanyak 30 orang

Pengumpulan data

observasi

Pre test: mengukur Intervensi: latihan ROM Post test: mengukur


kekuatan otot kekuatan otot

Pengelolaan data

Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa data

Uji statistic (T-Test )

Hasil

kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Efektivitas Latihan ROM Terhadap Kekuatan Otot Lansia Dengan Tingkat
Ketergantungan Total
40

3.9 Etika Penelitian


Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Menurut Afiyanti et al (2014),
ada 4 prinsip utama dalam etika penelitian yaitu :
3.9.1 Respeck for Human (Menghargai Harkat Dan Martabat)
Menurut Afiyanti et al (2014)beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh
peneliti dalam menghargai harkat dan martabat partisipan adalah sebagai berikut :
1) Respeck for autonomy (menghargai otonomi)
Partisipan memiliki hak bebas untuk menentukan secara sukarela tanpa
paksaan untuk berpartisipasi atau menolak terlibat dalam penelitian. Peneliti harus
menghargai keputusan partisipan apabila partisipan memutuskan untuk tidak terlibat
dalam penelitian.
2) Tanpa Nama (Anonimity)
Memberikan jaminan kerahasiaan dalam penggunaan responden penelitian
dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data
yang di isi oleh responden tetapi hanya menuliskan kode tertentu pada lembar
tersebut (Hidayat, 2019). Dalam penelitian ini untuk menjaga kerahasiaan identitas
responden yang diteliti, maka peneliti tidak akan mencantumkan identitas responden
pada lembar pengumpulan data (lembar kontrol) yang diisi oleh responden dan
hanya menuliskan kode tertentu pada lembar pengumpulan data.
3) Kerahasiaan (Confidentiality)
Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil riset (Hidayat, 2019). Dalam penelitian ini peneliti menjamin kerahasiaan hasil
penelitian maupun masalah-masalah lain yang ditemukan saat penelitian oleh
peneliti.
3.9.2 Benefivience (Berbuat Baik)
Pada prinsip etik Benefivience, peneliti akan memperhatikan kesejateraan
partisipan dengan memperhatikan kemanfaatan dari penelitian yang di lakukan, peneliti
berkewajiban menghargai partisipan sebagai sumber informasi dalam penelitian yang di
lakukan.
41

3.9.3 Non Malaficience (Tidak Merugikan)


Peneliti meminimalkan resiko dari kegiatan penelitian yang dilakukan dengan
tidak merugikan partisipan, selain itu, peneliti akan memperhatikan agar partisipan
bebas dari bahaya, eksploitasi dan ketidaknyamanan saat proses penelitian berlangsung.
3.9.4 Justice (Keadilan)
Semua partisispan memiliki hak yang sama untuk terlibat dalam penelitian
tanpa paksaan, tekanan, dan deskriminasi. Peneliti memiliki kewajiban untuk
memperlakukan semua partisipan secara adil dan memberikan kesempatan yang sama
pada partisipan untuk memberikan informasi terkait penelitan. Perhargaan yang sama
juga diberikan tanpa membeda-bedakan suku, agama, etnis dan status social partisipan.
42

DAFTAR PUSTAKA

Andarwati,A. Nur and , Arif Widodo, A.Kep., M.Kes and , Wiwik Setiyawati, S.Kep.,


Ns (2013) Pengaruh Latihan ROM Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien
Hemiparese Post Stroke Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Amirullah, 2015.POPULASI DAN SAMPEL (pemahaman, jenis dan teknik) Disarikan dari
buku; Metode Penelitian Manajemen

Afiyanti,Cahyono E, dan Haryani S. 2014. Keefektifan Inkuiri Terbimbing


Berorientasi Green Chemistry Terhadap Keterampilan Proses Sains. Jurnal
Inovasi Pendidikan Kimia

Atifah N.K , Warseno. A , Prabowo T. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Skala
Nyeri Sendi Pada Lansia Di Dusun Rejoso Wijimulyo Nanggulan Kulon Progo

Azizah, F.D, 2017. Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Resiko Jatuh Pada Lanjut Usia
Di Desa Jaten Kecamatan Juwiring Klaten

Badan pusat statistik penduduk lansia, susenas 2016.

Badan pusat statistik penduduk lansia nusa tenggara timur 2015.

Budihardjo, M. ( 2014 ) menyusun standar operasional prosedure ( SOP ), jakarta

Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buletin jendela data dan Informasi
Kesehatan. Diakses pada tanggal 13 Januari 2016

Ferawati, Rita Ira, A Salma, Ida R Yayuk. Stroke Bukan Akhir Segalahnya Cegah Dan Atasi
Sejak Dini.Guepedia 2020

Fillit H,Rockwood K, Young J. ( 2017). Brocklehurst's Textbook Of Geriatric Medicine And


Gerontology.Philadelpihia: Elsevier

Gandbhir VN, Cunha B. Goniometer. [Updated 2020 Jun 12]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan

Hartinah,S. Pranata, L. Koerniwan, D. 2019 Efektivitas Range Of Motion (ROM) Aktif


terhadap kekuatan Otot Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah pada lansia

Helmi,N.Z.( 2012). Buku ajar gangguan muskoluskeletal. Selemba medika

Hidayat, Asmuji, F. P. (2019). Hubungan Kinerja Petugas PROMosi Kesehatan Dengan


Perilaku Hidup Bersih Sehat Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pakusari Jember.
43

Irnaningtyas, Sri Ayu. Biologi untuk SMA/MA Kelas XI, Jakarta: Erlangga, 2013

Kamariah. 2018. Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien
Pasca Stroke Dengan Hemiparese Di Ruang Fisioterapi RSUD Ulin Banjarmasin.

Kementrian dalam negeri, Hasil sensus penduduk 2020 provinsi nusa tenggara timur 2020,
badan pusat statistic

Kementerian Sosial Republik Indonesia,2012 tentang Pedoman Pelayanan social lansia

Kemenkes RI 2017. Analisis Lansia di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, 1–2. Retrieved from www.depkes.go.id/download.php?file
=download/.../infodatin lansia 2016.pdf%0A.

Kurnia, N., & Purwoko, Y. (2015). Perbedaan Nilai Range Of Motion ( ROM ) Sendi
Ekstremitas Atas Sebelum dan Sesudah Pelatihan Senam Lansia Menpora pada
Kelompok Lansia Kemuning Banyumanik

Kuswardani, 2019 PengaruhTerapi Latihan Dan Kinesio Taping Pada Lesi Nerve Peroneus
E.C Kusta Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 3, No. 1, ISSN 2548 -
8716
Kholifa, siti nur. modul bahan ajar cetak keperawatan, keperawatan gerontik 2016

Latif. Rudiansyah.Ichwandie,B,H.( 2018 ).faktor-faktor yang berhubungan dengan


pemanfaatan pelayanan posyandu lansia

Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older Adults (6th Ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins

mendes,S. sahar, j. permatasari, H. (2018). Pendahuluan Metode. 21 21(2), 109–116.

Miati,lis. 2020. Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Keputusan Pembelian
Kerudung Deenay (Studi pada Konsumen Gea Fashion Banjar)

Muhith, Abdul and Herlambang, Teguh and Fatmawati, Atika and Hety, Dyah


Siwi and Merta, I Wayan Surya (2020) Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Kekuatan Otot Dan Kualitas Tidur Lanjut Usia. Care: Jurnal Ilmiah Ilmu
Kesehatan

Morley JE. Validating the SARC-F: A suitable community screening tool for sarcopenia? J
Am Med Dir Assoc 2014

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, (2016), Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi3,


Jakarta: Salemba Medika

Nuraeni, A. and Hartini, S. (2019) ‘Penurunan Risiko Jatuh Melalui Penilaian Tinetti
Performance Oriented Mobility Assessment (Poma) Dengan Latihan Keseimbangan
Fisik Pada Lansia’, Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
44

Nurdin, Ismail and Hartati, Sri (2019) METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL. Media


Sahabat Surabaya, Surabaya. ISBN 9786239098438

Nugroho, Alief Septya (2018) Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Hipertensi pada


Lansia Yang Mengalami Hipertensi di Puskesmas Sidokerto Kabupaten Magetan
Tahun 2018. Undergraduate thesis, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang

Padilla (2013) Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

Pranata L., Koernawan,D Daeli,E,D.( 2019 ) Efektifitas ROM Terhadap Gerak Rentang
Sendi Lansia The Effectivity Of ROM To Range Of Joint Motion In Elderly

Puspita, Yunia (2020) EFEKTIVITAS KOMBINASI MIRROR THERAPY DAN TERAPI ROM


DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PASIEN GANGGUAN MOBILITAS
FISIK. Undergraduate thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Purba, S,d. Sidiq,B. Purba,K. Hutapea,E. Silalahi,K. Sucahyo,D. Dian. 2022 Efektivitas
ROM (Range off Motion) terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke di
Rumah Sakit Royal Prima Tahun 2021

Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Rohman, U.( 2019 ). Perubahan fisiologis tubuh selama immobilisasi dalam waktu
lama.Journal Sport

Ridha M, Putri M. Pengaruh Latihan ROM (ROM) Aktif Terhadap Kekuatan Otot
Ekstremitas Bawah Pada Lansia Dengan Osteoarthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas
Koni Kota Jambi. J Akad Baiturrahim. 2015

Safa’ah, Nurus. pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot lansia di UPT
pelayanan social lansia (pasuruan) kec. babat kab lamongan 2013

Setiorini,A. 2021. Kekuatan otot pada lansia, Departemen Anatomi, Histologi dan Patologi
Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Senjaya, A. ( 2016 ) Gigi Lansia. Jurnal Skala Husada Volume 13 Nomor 1 April 2016

Shefner, J. M. (2017). Strength Testing in Motor Neuron Diseases. Neurotherapeutics, 154–


160. https://doi.org/10.1007/s13311-016- 0472-0

Soeryadi, A., Gesal, J. & Sengkey, L. S. J. E.-C. 2017. Gambaran Faktor


RisikoPenderita Osteoartritis Lutut Di Instalasi Rehabilitasi Medik Rsup Prof.
Dr. Rd Kandou Manado Periode Januari– Juni 2017.

So’emah, Eko Nur. (2014). Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) Pasif Terhadap .
Peningkatan Kemampuan Motorik Pada Pasien CVA Infark Di Ruang Pajajaran
RSUD Prof Dr. Soekandar Moosari Mojokerto. Dikutip dari ejournal.stikes–ppni.ac.id
45

Sulistyaningsih, D.R. 2015. Latihan Otot Dasar Panggul Efektif Untuk Mengatasi
Inkontinensia Urine Pada Klien Post Operasi Prostatectomy. Jurnal Keperawatan
Dan Pemikiran Ilmiah.

Supriani, anik. Kifitia, rosyida, 2021 analisis domain kualitas hidup lansia

Sugiono, metode penelitian kombinasi. Bandung, alfabeta,2013.

Suminar.I. 2018. Pengaruh Range Of Motion Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Penderita
Stroke Non Hemoragik di Ruang Flamboyan RSUD Jombang.

Sunaryo, Wijawayanti, R., Kuhu, M.M., Sumedi, T., Widayanti, E. D., Sukrillah, U.A.,
Riyadi. S., & Kuswati A., (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Andi.
Yogyakarta

Suwito,A.Sari nurfatma. 2019.pengaruh latihan Range of motion ( ROM ) aktif terhadap


peningkatan kekuatan otot ekstremitas bawa lansia.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta

Sugiyono, M. T. (2014). Metode penelitian kuantitaif, kualitatif, dan kombinasi (mixed


methods). Bandung: anggota ikatan penerbit Indonesia (IKAPI)

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Supriatna,w. 2019. Gambar Latihan Range of motion ( ROM )


Setryorini andri, 2018.pengaruh latihan ROM aktif terhadap rentang gerak sendi pada lansia
yang mengalami imobilisasi fisik

Rice.2007 Standar Operasional Prosedure Range Of Motion: The ohio state university
wexner medical center, 2014.

Undang-undang Republik Indonesia No.13 tahun 1998 tentang kesejateraan lansia.

Wangko S. ( 2014 ) Jaringan Otot Rangka Sistem Membran Dan Struktur Halus Unit
Kontraktil. J BIOMEDIK

World Health Organization. World Health Organization, Elderly Population. Searo. Your
muscles scaccia A. Hekthline (2016) functions of the muscular system.
46

Lampiran 1
Surat pra penelitian
47

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN (PSP)


48

Perkenalkan nama saya, Agustinus Samuel metuduan. Mahasiswa dari Program Studi
Ners Fakultas Kesehatan Universitas Citra Bangsa, akan melakukan penelitian berjudul “
Efektivitas Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Lansia
Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Wilayah Kerja Puskesmas Radamata
Kabupaten Sumba Barat Daya “ Penelitian bertujuan untuk Mengetahui efektivitas
latihan ROM terhadap kekuatan otot lansia dengan tingkat ketergantungan total di wilaya
kerja Puskesmas Radamata Kabupaten sumba barat daya.
a. Kesukarelaan Untuk Ikut Dalam Penelitian
Anda bersedia secara sukarela untuk berpartisipasi dalam penelitian tanpa ada
paksaan. Bila anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk mengundurkan
diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda apapun. Peneliti berharap anda dapat
memberikan jawaban sesuai dengan yang diketahui, dirasakan, dan dialami. Identitas anda
akan dirahasiakan dan hanya dipergunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga tidak
perlu ragu-ragu untuk memberikan jawaban secara leluasa.
b. Prosedur Penelitian
Apabila anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, anda diminta menandatangani
lebar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk disimpan oleh responden dan satu lagi
disimpan untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah:
1) Dilakukan pendekatan terlebih dahulu pada responden untuk membangun hubungan
emosional
2) Dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner, serta bantuan alat tulis dan
buku catatan.
c. Kewajiban Responden Penelitian
Responden berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk penelitian seperti yang
tertulis diatas. Bila ada yang belum jelas, boleh ditanyakan kepada peneliti.
d. Manfaat
Manfaat langsung yang dapat anda peroleh adalah medapatkan informasi mengenai
hubungan adaptasi stres dengan resiliensi mahasiswa dalam menghadapi
(kombinasi/blanded metode pembelajaran offline dan online saat pandemi covid – 19 di
prodi ners universitas citra bangsa kupang.
e. Resiko dan Efek Samping
Untuk menghindari resiko dan efek samping terhadap responden/informan seperti rasa
takut dan tidak nyaman saat diwawancara, peneliti akan mewawancara di tempat dan
kondisi yang nyaman menurut responden.
49

f. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas informan akan dirahasiakan dan
hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas
informan
g. Pembiayaan
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti.
h. Informasi Tambahan
Anda diberikan kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu terjadi kekeliruan atau
membutuhkan penjelasan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Agustinus Samuel
metuduan pada nomor 081339628581 atau juga bisa melalui email:
elfanmetuduan55@gmail.com.

Lampiran 3
Informed Consent
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
50

Untuk penelitian berjudul : “ Efektivitas Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap


Kekuatan Otot Lansia Dengan Tingkat Ketergantungan Total Di Wilayah Kerja
Puskesmas Radamata Kabupaten Sumba Barat Daya “
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Agama :
Status Pernikahan :
Masa Kerja :
Alamat :
Status Kepegawaian :
Setelah memperoleh penjelasan tentang maksud, tujuan, dan manfaat penelitian,
dengan ini saya menyatakan bersedia berpartisipasi secara sukarela menjadi
responden/subyek penelitian yang dilaksanakan oleh Agustinus Samuel Metuduan dari
program studi Ners Fakultas Kesehatan, Universitas Citra Bangsa Kupang
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa adanya alasan dari
pihak manapun

Kupang, 2022

Saksi Responden

(……………………) (……………………)
51

Lampiran 4
Standar Operasional Prosedur (SOP) ROM Pasif

STANDARD ROM PASIF


GAMBAR
OPERSIONAL
PROSEDUR

Range Of Motion ( ROM ) adalah latihan rentang gerak sendi yang di lakukan 2 kali/hari selama 6 hari
PENGERTIAN
berturut turut dengan durasi 15 menit/latihan untuk meningkatkan kekuatan otot pada lansia di Puskesmas
Radamata Sumba

 Memperbaiki tingkat mobilitas fungsional ekstremitas klien,

 mencegah kontraktur dan pengecilan otot dan tendon, serta


TUJUAN
 meningkatkan sirkulasi darah pada ekstremitas,

 menurunkan komplikasi vaskular imobilisasi, dan

 meningkatkan kenyamanan klien

 Pasien dengan masalah mobilisasi


INDIKASI
 Pasien dengan masalah kekakuan sendi
KONTRA-INDIKASI  Kontra-indikasi pemeriksaan Range Of Motion (ROM) adalah pada orang yang diketahui
mengalami dislokasi sendi, fraktur yang tidak sembuh, pasca tindakan bedah jika gerakan
diketahui akan mengganggu penyembuhan, dan osteoporosis berat dimana gerakan dapat
menyebabkan cedera iatrogenik (Gandbhir, 2020 )
52

 Selain dari itu, pemeriksaan ROM dapat dilakukan namun perlu berhati-hati pada kondisi di
mana terdapat infeksi atau inflamasi di sekitar sendi, nyeri derajat berat yang diperparah dengan
gerakan, dan hipermobilitas atau instabilitas sendi

PETUGAS Mahasiswa Perawat

1. Handscoon
2. Tempat tidur
PERALATAN
3. Bantal
4. Masker
PROSEDURA. Tahap Pra Interaksi
PELAKSANA
AN 1. Menyiapkan alat dan pasien dengan benar (Mengatur posisi lateral lurus (terlentang
biasa))
2. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar dan posisi pemeriksa dengan benar

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
3. Memberikan kesempatan pasien bertanya
53

4. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

C. Tahap Kerja

1. Mencuci tangan
2. Menjaga privasi pasien

1. Leher dan Tulang Servikal (Sendi Putar)


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Fleksi. Ajarkan responden untuk mengarahkan dagunya ke arah dada.
d. Ekstensi. Lalu tegakkan kembali ke posisi tegak
e. Fleksi Lateral. Miringkan kepala kea rah bahu kiri, tegakkan lalu ke arah kanan
f. Rotasi. Putarkan kepala ke arah kanan lalu ke arah kiri
g. Catat respon yang muncul
2. Jari (Sendi Engsel Sinovial dan Pelana)
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Fleksi. Lakukan pengepalan pada kelima jari tangan
d. Ekstensi. Luruskan kembali jari tangan
e. Abduksi. Renggangkan jari tangan
f. Adduksi. Raptkan jari tangan
g. Untuk sendi Pelana, arahkan jempol ke jari telunjuk, tengah, manis, dan kelingking
h. Catat respon yang muncul
54

3. Pergelangan Tangan (Sendi Sinovial)


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Fleksi. Tekuk telapak tangan ke bagian dalam lengan bawah
d. Ekstensi, tegakkan kembali pergelangan tangan
e. Hiperekstensi. Bawa permukaan punggung tangan ke arah sejauh mungkin
f. Fleksi Ulnaris. Tekuk pergelangan tangan ke arah kelinging
g. Fleksi Radialis. Tekuk Pergelangan Tangan kea rah ibu jari
h. Catat respon yang muncul

4. Lengan bagian bawah (sendi putar)


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Supinasi, buka telapak tangan menengadah ke atas
d. Pronasi, buka telapak tangan menengadah ke bawah
e. Catat respon yang muncul
5. Siku (sendi engsel)
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur posisi klien senyaman mungkin
c) Fleksi : tekuk lengan sehingga tangan dapat menyentuh bahu
d) Ekstensi : luruskan kembali lengan
e) Rotasi Eksternal : lipat siku, lalu putar bahu dengan menggerakkan lengan samapi
55

ke arah atas
f) Rotasi Internal : lipat siku, lalu putar bahu dengan menggerakkan lengan sampai
kea rah atas
g) Catat respon yang muncul
6. Bahu (sendi peluru)
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Fleksi : angkat lengan dari bagian bawah hingga melewati bagian kepala
d. Ekstensi : kembalikan posisi lengan ke arah bawah
e. Abduksi : jauhkan lengan ke arah samping sisi tubuh
f. Adduksi : dekatkan kembali lengan ke arah sisi tubuh
g. Rotasi : Gerakan lengan untuk membuat lingkaran penuh.
7. Jari Kaki (Sendi sinovial)
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Fleksi : arahkan jari kaki ke arah atas lantai
d. Ekstensi kembalikan kembali posisi jari kaki ke lantai
e. Abduksi : lebarkan jari kaki hingga satu dan lainnya memisah
f. Adduksi : Rapatkan kembali jari kaki
g. Catat respon yang muncul

8. Pergelangan Kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Fleksi Dirsal : arahkan pergelangan kaki hingga hanya tumit yang menyentuh lantai
d. Ekstensi Plantar : kembalikan kembali posisi kaki ke arah lantai, namun dalam keadaan
56

posisi jinjit
e. Inversi daneversi : Arahkan telapak kaki ke arah kanan dan kiri
f. Catat respon yang muncul

9. Lutut (sendi engsel)


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Ekstensi : angkat dan luruskan kaki sehingga kedua kaki tidak menyentuh lantai
d. Fleksi : tekuk kembali lutut sehingga kedua kaki menyentuh lantai
e. Catat respon yang muncul
10. Panggul (sendi peluru)
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien senyaman mungkin
c. Fleksi : angkat kaki ke arah atas bagian tubuh
d. Ekstensi : turunkan kembali kaki ke arah lantai
e. Abduksi : gerakan kaki secara lateral menjauhi tubuh
f. Adduksi : gerakan kaki kembali secara medial mendekat ke tubuh
g. Catat respon yag muncul

The ohio states university wexner medical center,2014


57
Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI SKALA KEKUATAN OTOT

Nama :

No responden :

Usia :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

Penyakit yang di derita :

Lama mengalami gangguan musculoskeletal :

Pre Test

No Hari/tanggal waktu Skala kekuatan otot keterangan

Intervensi

No Hari/tanggal Waktu Kesesuaian Keterangan paraf


dengan SOP

58
59

10

11

12

Post Test

No Hari/tanggal waktu Skala kekuatan otot keterangan

Keterangan skala:
5 : Normal
4 : Baik
3 : Cukup
2 : Kurang
1 : Sangat lemah
0 : Tidak ada kekuatan otot sama sekali ( paralisis sempurna ).

Anda mungkin juga menyukai