A. Keragaman Jenis
Keragaman merupakan jumlah dan kelimpahan dari suatu species
dalam sebuah komunitas biologis (Campbell & Reece, 2008).
Keragaman berkaitan dengan kestabilan ekosistem, apabila keragaman
suatu ekosistem relatif tinggi, maka kondisi ekosistem tersebut
cenderung stabil. Namun, dalam menyatakan keragaman organisme
pada suatu komunitas, tidak cukup hanya dengan mengetahui jumlah
jenis atau species penyusunnya, tetapi harus dilengkapi juga dengan
banyaknya individu dari setiap jenis atau species penyusunnya
(Soetjipta, 1993). Berdasarkan organisasi biologis, keragaman jenis
merupakan suatu karakteristik tingkat komunitas, hal ini dapat
digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Adapun menurut
Odum (1993) yang menyatakan bahwa keragaman jenis merupakan
gabungan dari jumlah jenis dengan jumlah individu dari masing-masing
jenis dalam suatu komunitas. Keragaman jenis dikatakan tinggi apabila
suatu komunitas disusun oleh jumlah jenis dan kelimpahan suatu species
yang sama atau hampir sama. Selain itu, keragaman jenis yang tinggi
menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi,
karena didalam komunitas tersebut terjadi interaksi species yang tinggi
(Soegianto, 1994).
Menurut Magurran (1988), pada dasarnya keragaman jenis (species
diversity) disusun oleh dua komponen. Komponen pertama yaitu jumlah
species dalam suatu area atau disebut juga kekayaan jenis (species
richiness). Komponen kedua yaitu kemerataan (species evenness).
Kemudian dikembangkan lagi suatu indeks untuk mengkombinasikan
antara kekayaan jenis dan kemerataan ke dalam suatu nilai tunggal
dengan sebutan sebagai indeks kelimpahan jenis. Kekayaan jenis adalah
jumlah jenis dalam sejumlah individu tertentu. Kemerataan
menunjukkan kelimpahan individu pada setiap jenisnya dan dapat
digunakan sebagai indikator adanya dominansi diantara setiap jenis
dalam suatu komunitas. Kelimpahan jenis merupakan parameter
kualitatif yang mencerminkan distribusi relatif suatu species dalam
komunitas yang berhubungan dengan kepadatan berdasarkan penaksiran
kualitatif (Magurran, 2004).
6
7
B. Holothuroidea
1. Morfologi dan Anatomi Holothuroidea
Echinodermata berasal dari bahasa Yunani (echinos artinya duri dan
derma artinya kulit), yang berarti hewan yang berkulit duri (Brusca &
Brusca, 2003). Kemampuan yang dimiliki oleh Echinodermata yaitu
autotomi serta regenerasi bagian tubuhnya yang hilang, putus bahkan
rusak (Jasin, 1984). Echinodermata terdiri dari 5 kelas, yaitu Asteroidea,
Ophiuroidea, Echinoidea, Crinoidea dan Holothuroidea. Semua hewan
dari phyllum Echinodermata memiliki bentuk tubuh simetri radial dan
sebagian besar mempunyai endoskeleton dari zat kapur dengan tonjolan
berupa duri (Jasin, 1984). Holothuroidea atau teripang atau yang sering
disebut juga mentimun laut (sea cucumber) merupakan salah satu hewan
invertebrata dan anggota dari phyllum Echinodermata. Namun tidak
semua jenis Holothuroidea memiliki duri pada kulitnya. Duri yang
dimaksud dari jenis Holothuroidea tersebut sebenarnya adalah kaki
tabung (tube feet/ podia), dimana kaki tabung tersebut tersusun dari zat
kapur yang terdapat didalam kulitnya (Martoyo & Winanto, 2000).
Holothuroidea bergerak dengan kaki tabung yang merupakan
bagian dari sistem saluran air ambulakral yang bekerja secara hidrolik.
Fungsi utama dari sistem saluran air tersebut, yaitu untuk mengatur
tekanan hidrolik, sehingga kaki tabung dapat bekerja atau digerakkan.
Pusat sistem saluran air tersebut merupakan saluran cincin (water ring
canal) yang terletak disekeliling faring. Saluran cincin ini bercabang ke
lima saluran radial, dimana masing-masing dihubungkan dengan kaki
tabung melalui cabang-cabang saluran lateral (Hyman, 1955; Nichols,
1966 dalam Darsono, 1998). Fungsi utama kaki tabung adalah sebagai
organ pergerakan yang berada disisi ventral tubuh dan disebut sebagai
“pedicel”. Namun sebagian dari kaki tabung termodifikasi sebagai organ
peraba dan respirasi, dimana organ tersebut berada disisi dorsal tubuh
dan disebut sebagai “papillae”. Kaki tabung dari beberapa jenis
Holothuroidea ada yang tereduksi atau hilang sama sekali, yaitu dari
ordo Apodida. Pergerakkan dari ordo Apodida dilakukan dengan
kontraksi peristaltik tubuh, yang dibantu oleh sifat kulitnya yang Iengket
(Cannon & Silver, 1986; Birtles, 1989 dalam Darsono, 1998).
Holothuroidea memiliki tubuh elastis dan lunak dengan bentuk
tubuh yang bervariasi, seperti membulat, silindris, segi empat, atau bulat
memanjang seperti ular (Darsono, 1998). Sekitar 80-90% berat tubuh
Holothuroidea terisi oleh air dan akan mengalir keluar tidak lama setelah
tubuhnya diangkat dari perairan. Bentuk tubuh Holothuroidea
merupakan ciri taksonomiknya pada tingkat ordo dan familia, khususnya
pada familia dari ordo Aspidochirotida (Canon & Silver, 1987 dalam
8
dorsal palillae
body wall
cuvierian organ
intestine
madreporic body gonad
ambulacrum
stone canal
interambulacrum
water ring canal
d
a b
c e
Keterangan:
Perkembangan tidak langsung: Telur yang telah dibuahi a-b-d-e-juvenil-
dewasa
Perkembangan langsung: Telur yang telah dibuahi a-c-d-e-juvenil-
dewasa
a. Tahapan gastrula
b. Larva auricularia
c. Taapan gastrula
d. Larva doliolaria
e. Larva pentactula
Informasi mengenai reproduksi Holothuroidea di daerah tropis,
khususnya di Indonesia sangatlah jarang. Jenis-jenis Holothuroidea di
daerah tropis pada umumnya cenderung memijah sepanjang tahun
(Bakus, 1973 dalam Aziz, 1996). Diduga siklus reproduksi tersebut
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, kelimpahan
makanan dan intensitas cahaya. Pemijahan pada Holothuroidea biasanya
dilakukan saat sore atau malam hari sesudah jam 17.00 (Yusron, 2004).
Proses pemijahan Holothuroidea diawali dengan mengeluarkannya
sperma ke air oleh Holothuroidea jantan, kemudian Holothuroidea
betina mengeluarkan sel telur yang dibantu oleh rangsangan feromon.
Sperma Holothuroidea jantan akan membuahi sel telur di dalam air, lalu
sel telur yang telah dibuahi akan tenggelam dan diangkat kembali oleh
Holothuroidea betina menggunakan tentakelnya, kemudian dimasukkan
ke dalam kantung pengeraman (Bakus, 1973 dalam Aziz, 1996). Kondisi
lingkungan yang baik saat pemijahan yaitu memiliki nilai pH 7, salinitas
32 0/00 dan suhu air sekitar 25,5-33oC (Yusron, 2004).
Holothuroidea bersifat dioecious, yaitu alat kelamin jantan dan
betina terdapat pada individu yang berbeda. Secara visual, kedua jenis
kelamin Holothuroidea cukup sulit untuk dibedakan. Perbedaan jenis
kelamin hanya dapat dilihat dengan melakukan pengamatan terhadap
gonadnya. Perbedaan tersebut akan tampak jelas bila dilihat dibawah
mikroskop, dengan menyayat bagian organ kelamin jantan dan betina.
Organ kelamin jantan berwarna bening keputihan, sedangkan organ
kelamin betina berwarna kekuningan dan berubah menjadi kecoklat-
coklatan bila sudah matang (Martoyo & Winanto, 2000). Gonad jantan
berisi spermatozoa, sedangkan gonad betina berisi sel telur (Darsono,
1999). Holothuroidea mempunyai gonad yang multitubular yang terletak
pada bagian anterior rongga tubuh. Secara morfologi, bentuk gonad
Holothuroidea menyerupai sikat dengan tabung-tabung halus yang
berhubungan dengan saluran tunggal pada bagian dorsal untuk
13
mengeluarkan telur yang matang keluar dari tubuh (Storer et al., 1979).
Reproduksi Holothuroidea ada 2 cara yaitu secara seksual dan aseksual.
Reproduksi seksual dilakukan dengan cara melepaskan gamet ke air,
sehingga dapat terjadi fertilisasi. Reproduksi aseksual dilakukan dengan
cara pembelahan melintang (Darsono, 1999).
3. Klasifikasi Holothuroidea
Secara taksonomi, klasisfikasi Holothuroidea menurut Hyman
(1955), adalah sebagai berikut (Tabel 2.1):
Tabel 2.1. Klasifikasi Holothuroidea
Phyllum Classis Ordo Familia Genus Species
Molpadia -
Molpadiidae
Caudina -
Cucumaria -
Dendrochirotae Thyone -
Psolus -
Actinopyga miliaris
Actinopyga mauritania
Actinopyga/
Actinopyga agassizi
Muelleria
Aspido- Muelleria lecanora
Echinoder- Holothuroi- chirotida Muelleria echinetes
mata dea
Holothuria scabra
Holothuriidae Holothuria nobilis
Holothuria Holothuria atra
Holothuria impatiens
Holothuria pervicax
Stichopus variegatus
Stichopus
Sticophus ananas
Bohadschia Bohadschia marmorata
Apodida Synaptidae Synapta Synapta maculata
2. Zona Intertidal
Zona intertidal terletak paling pinggir dari bagian ekosistem pesisir
dan laut serta berbatasan dengan ekosistem darat. Zona intertidal
merupakan daerah pasang surut yang dipengaruhi oleh kegiatan pantai
dan laut. Kondisi komunitas di daerah pasang surut, tidak banyak
perubahan kecuali pada kondisi ekstrim tertentu dapat merubah
komposisi dan kelimpahan organisme tersebut. Daerah ini merupakan
daerah yang paling sempit namun memiliki keragaman dan kelimpahan
organisme yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan habitat-habitat
yang ada di laut. Hanya pada daerah inilah penelitian terhadap
organisme perairan dapat dilakukan secara langsung selama air sedang
surut dan tanpa harus menggunakan peralatan yang khusus (Nybakken,
1988).
Zona intertidal sering disebut juga zona pasang surut, merupakan
zona terkecil dari semua zona yang terdapat pada ekosistem laut dan
terletak di antara air pasang tertinggi dan surut terendah. Pasang surut
tersebut disebabkan oleh adanya gaya tarik bulan dan matahari. Zona ini
dipengaruhi pasang surut sebanyak dua kali dalam sehari, dipengaruhi
juga oleh faktor abiotik (suhu, salinitas, intensitas cahaya) dan faktor-
faktor lingkungan lainnya seperti pasang surut dan gerakan ombak
(Nybakken, 1988). Meskipun luas dari daerah ini sangat terbatas, tetapi
variasi faktor lingkungannya lebih besar dibandingkan dengan daerah
bahari lainnya. Dengan demikian bisa dipastikan organisme laut yang
mampu bertahan bidup di zona ini adalah yang mampu beradaptasi
terhadap perubahan kondisi fisik yang ekstrim. Salah satu organisme
22
laut yang dapat hidup di zona ini yaitu dari phyllum Echinodermata.
Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian
tubuhnya yang hilang, sehingga memiliki kemampuan adaptasi yang
lebih tinggi (Jasin, 1984).
Kelangsungan hidup Holothuroidea yang ada di zona intertidal,
dipengaruhi oleh faktor abiotik. Faktor abiotik yang berpengaruh
terhadap keberadaan Holothuroidea diantaranya suhu, intensitas cahaya,
salinitas, pH, susbtrat, dan gerakan ombak (Nybakken, 1988). Suhu
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses
kimia dan biologi disuatu perairan. Reaksi kimia dan biologi meningkat
dua kali lipat setiap kenaikkan suhu 10˚C (Cholik et al., 1986). Menurut
Nybakken (1988), suhu merupakan salah satu faktor penting dalam
mengatur proses kehidupan dan persebaran suatu organisme.
Holothuroidea yang hidup di perairan karang daerah pantai mampu
menyesuaikan diri dengan rentangan suhu yang cukup luas.
Holothuroidea dapat mentolerir suhu air antara 25oC – 35oC. Apabila
suhu lebih dari 35oC, maka tubuh Holothuroidea akan mengalami inaktif
akan tetapi tentakelnya masih dapat bergerak (Bakus, 1973 dalam Aziz,
1996).
Cahaya sangat penting bagi organisme untuk dua alasan yang
berbeda. Pertama, cahaya umumnya digunakan sebagai stimulus waktu
harian dan ritme musiman untuk hewan dan tumbuhan. Kedua, cahaya
penting untuk organisme yang dapat melakukan fotosintesis (Krebs,
1978). Pada beberapa jenis Holothuroidea tubuhnya akan berkontraksi
dan menghindarkan diri jika ada cahaya yang kuat yang diarahkan pada
bagian tubuhnya. Cahaya ini sendiri membantu dalam pertumbuhan dan
perkembangan Holothuroidea (Pawson, 1996 dalam Aziz, 1996).
Salinitas merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi dan
kelimpahan organisme perairan, termasuk Holothuroidea. Pergoyangan
salinitas air laut normal secara global berkisar antara 33 0/00 sampai
dengan 37 0/00 dengan nilai tengah sekitar 35 0/00 (Kinne, 1964 dalam
Aziz, 1877). Holothuroidea hidup pada batasan pergoyangan salinitas air
laut normal (30 - 34 0/00), tetapi beberapa jenis diantaranya bisa bertahan
sampai dengan salinitas sekitar 21 0/00 (Bakus, 1973 dalam Aziz, 1996).
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu ukuran dari konsentrasi
ion hidrogen dan menunjukkan suasana air tersebut apakah dapat
bereaksi dengan asam atau basa. Air laut secara normal memiliki kisaran
pH sekitar 7,5 – 8,4, sedangkan Holothuroidea hidup dengan kisaran pH
6,5-8,5 (Pawson, 1970).
Jenis substrat pada suatu perairan sangat berpengaruh terhadap
komposisi dan distribusi dari organisme benthos, khususnya
23