Anda di halaman 1dari 25

KAJIAN TERHADAP LEMBAGA EKONOMI SYARIAH: ASURANSI

SYARIAH

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Syariah Program
Studi Hukum Tata Negara Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syariah dan Hukum Islam Semester 2

Oleh :

FARID ASHARI
NURALIM
742352021150

BIMA SAKTI

742352021134

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


2022
KATA PENGANTAR
‫ال َن ال ََر َح َي َم‬ ‫س َم‬
‫ََ م‬
‫رح‬
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tiada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah
menentukan segala sesuatu di tangan-Nya, sehingga tak sedikitpun yang lepas dari ketentuan dan
ketetapan-Nya. Dan tak lupa pula kita kirimkan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad
saw, karena atas berkatnyalah kita mampu mengenal agama yang benar yaitu Adinul Islam.
Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini berjudul “Kajian Terhadap Lembaga Eknomi Syariah: Asuransi

Syariah”.

Kemudian kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Anna Rahma Syam, S.Sy. M.H.
yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Pengantar Ekonomi Syariah sehingga kami
mampu mengerjakan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun,
selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala urusan kita. Aamiin yaa rabbal alamiin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Watampone, 28 Maret 2022

Penyusun,

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. iii

a. Latar belakang ................................................................................................. 1

b. Rumusan masalah ........................................................................................... 1

c. Tujuan penulisan ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2

a. Pengertian dan landasan hukum asuransi syariah.............................................. 2

b. Latar belakang lahirnya asuransi syariah .......................................................... 5

c. Tujuan asuransi syariah ................................................................................... 13

d. Prinsip operasional asuransi syariah ................................................................ 14

e. Akad dalam asuransi syariah ........................................................................... 14

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 21

a. Kesimpulan ................................................................................................... 21
b. Saran ............................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan, seorang manusia pasti akan mengalami sebuah musibah atau sebuah
masalah yang mana masalah tersebut akan menimbulkan sebuah kerugian atau risiko. Nah
dalam hal ini ada yang namanya asuransi, yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi hal
tersebut. Sebagai orang muslim disini kami akan membahas mengenai transaksi Asuransi
Syariah tentunya. Sehingga dengan adanya pembahasan ini maka kita akan tahu dan paham
mengenai akuntansi Asuransi. Akuntansi Asuransi yang akan kami bahas disini adalah yang
digunakan di lembaga keuangan syariah. Dalam asuransi syariah ada beberapa prinsip yang
ada didalamnya yang harus diterpakan Dan dengan ini kami akan mempersembahkan sebuah
makalah yang akan memaparkan hal-hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Asuransi Syariah dan landasan hukum asuransi syariah?
2. Apa tujuan dan latar balakang lahirnya asuransi syariah?
3. Apa saja prinsip operasional dan akad dalam asuransi syariah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Syariah dan landasan hukum asuransi syariah.
2. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai tujuan dan latar balakang lahirnya asuransi
syariah.
3. Untuk mengetahui prinsip operasional dan akad dalam asuransi syariah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Landasan Hukum Asuransi Syariah


Secara umum, pengertian asuransi adalah perjanjian antara penanggung (dalam hal ini
perusahaan asuransi atau reasuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) di mana
penanggung menerima pembayaran premi dari tertanggung.
Menurut bahasa arab, istilah asuransi adalah at-ta’min, di ambil dari kata amana memiliki
arti meberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Asuransi itu
dinamakan at-ta’min telah disebabkan pemengang polis sedikit banyak telah merasa aman
begitu mengikatkan dirinya sebagai anggota atau nasabah asuransi. Pengertian yang lain dari
at-ta’min adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar pemegang polis
atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau
untuk mendapatkan ganti rugi terhadap hartanya yang hilang. (Sula: 2004: 28)1
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Tahun 2001 dalam fatwa SDN No.
21/DSN-MUI/X/2001 bagian pertama mengenai Ketentuan Umum angka 1, disebutkan
bahwa Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset
dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah ( Wirdyaningsih. 2005: 178)2

Dalam pandangan yang membolehkan tentang asuransi Islam, terdapat beberapa landasan
hukum penting, di antaranya adalah:

a. Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an memang tidak dijelaskan secara utuh tentang praktik asuransi
Islam dan tidak ada satu pun ayat yang menjelaskan tentang praktik ta’min dan takaful.
akan tetapi, dalam Al-Qur’an terdapat ayat memuat tentang nilai-nilai asuransi Islam
(Syarifuddin, 2001: 1). Nilai-nilai yang diambil dalam Al-Qur’an antara lain:

1
Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan teoritis dan praktik (Cet. I; Jakarta:
Kencana, 2010), h. 152-153.
2
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21 /DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

2
1) Perintah Allah Mempersiapkan Hari Depan, terdapat dalam surah Al-Hasyr ayat 18
dan Yusuf ayat 47-49.
2) Perintah Allah untuk Saling Menolong dan Bekerjasama, terdapat dalam surah al-
Maidah ayat 2 dan al-Baqarah ayat 185.
3) Perintah Allah untuk Melindungi dalam keadaan Susah, terdapat dalam surah al-
Quraisy ayat 4 dan al-Baqarah ayat 126.
4) Perintah Allah untuk Bertawakal dan Optimis Berusaha, terdapat dalam surah at-
Taghabun ayat 11 dan Luqman ayat 34.

b. Sunnah Nabi saw. (Ali, 2004: 113-124)


1) Hadis tentang aqilah, “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., dia berkata; Berselisih
dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar
batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta
janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut
mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw.
memutuskan gani rugi kemtian wanita tersebut dengan uag darah (diyat) yang
dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)
2) Hadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang. Diriwayatkan oleh Abu
Hurairah r.a., Nabi Muhammad bersabda: “Barangsiapa yang menghilangkan
kesulitan duniawinya seorang muslim, maka Allah swt. akan menghilangkan
kesulian pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah urusannya di dunia dan
akhirat. (HR. Muslim)
3) Hadis tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya. Diriwayatkan dari Amir
bin Sa’ad bin Abi Waqas, telah bersabda Rasulullah saw..: “Lebih baik jika engkau
meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, daripada
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta
kepada manusia lainnya.” (HR. Bukhari)
4) Hadis tentang mengurus anak yatim (kifl-al-yatim). Diriwatkan dari Saba; bin Saad
r.a.. Mengatakan Rangung anak yatim nanti akan di surga seperti ini.” Rasulullah
bersabda sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari yang tengah. (HR. Bukhari)
5) Hadis tentang menghindari resiko. Diriwayakan dari Anas bin Malik r.a., bertanya
seseorang kepada Rasulullah saw. tentang (untanya): “Apa (unta) ini saya ikat saja

3
atau langsung saya bertawakal pada Allah swt.?” Bersabda Rasulullah saw.:
“Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakallah kepada Allah swt. (HR. At-
Tirmizdi)
6) Hadis tentang Piagam Madinah. “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyanyang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Nabi saw., di kalangan
mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang yang
mengikuti merekea, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.
c. Ijtihad
1) Fatwa Sahabat, praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi)
pernah dilaksanakan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab mereka bekata orang-
orang yang mana tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan dari
satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas
pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat
mereka Umar-lah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan
dafta secara professional per wilayah, dan orang-orang yag terdaftar diwajibkan
saling menanggung beban.
2) Ijma, para sahabat telah melakukan Ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah yang
dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma atau kesepakatan ini tampak
dengan tidak ada sahabat lainnya yang menentang pelaksanaan aqilah ini. aqilah
adalah iuran darah yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari
sisi pembunuh (orang yang menyebabkan kematian ini, kelompoklah yang
menanggung pembayaran, karena si pembunuh merupakan anggota dari kelompok
tersebut. Dengan tidak adanya sahabat yang menetang khalifah Umar r.a., bisa
disimpulakan bahwa telah terdapat ijma di kalangan sahabat Nabi saw., mengenai
persoalan ini.
3) Qiyas, yang dimaksud dengan qiyas adalah metode ijtihad dengan jaan menyamakan
hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuan di dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah/Al-Hadis dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah/Al-Hadis karena persamaan ilat (penyebab atau alasannya) (Ali, 2004: 120).
Sistem aqila pada zaman pra-Islam di qiyas –kan dengan sistem aqilah yang diterima
pada zaman Rasulullah saw.

4
4) Istihsan, Istihsan adalah beralih dari penetapan hukum berdasarkan adat kebiasaan.
(Syarifuddin, 2001) Adapun mekanisme istihsan berlaku dari kebiasaan aqilah di
kalangan suku Arab kuno/pra-Islam. Letak dari fenomena sebenarnya dari sistem ini
adalah dapat menubah dan meminimalisasi aksi balas dendam yang berkelanjutan di
masa yang akan datang.3

B. Latar Belakang Lahirnya Hukum Asuransi Syariah


a. Masa Sebelum Masehi
Kemudian dalam literatur yang lain disebutkan, bahwa Ali menggambarkan
konsep asuransi sudah dikenal sejak zaman sebelum Masehi. Sebagaimana contoh cerita
yang terekam dalam al-Qur'an yang artinya sebagai berikut: (42) Dan Yusuf berkata
kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua: "Terangkanlah
keadaanku kepada tuanmu. Maka syaitan menjadikan Dia lupa menerangkan (keadaan
Yusuf) kepada tuannya, karena itu tetaplah Dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun
lamanya. (43) Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya):
"Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk
dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang
hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka:
"Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi
(44) Mereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan Kami sekali-kali
tidak tahu menta'birkan mimpi itu." (45) Dan berkatalah yang selamat diantara mereka
berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan
memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan mimpi itu. Maka
utuslah aku (kepadanya)." (46) (setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf Dia
berseru): "Yusuf, Hai orang Jang Amat dipercaya, Terangkanlah kepada Kami tentang
tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina
yang kurus-kuru dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering
agar ab kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya." (47)
Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk

3
Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan teoritis dan praktik (Cet. I; Jakarta:
Kencana, 2010), h. 169.

5
kamu makan. (48) Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang Amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali
sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan, (49) Kemudian setelah itu akan datang
tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka
memeras anggur."
Pada tahun 200 SM para saudagar dan aktor di Italia membentuk suatu collegin
tennirium, semacam lembaga lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda
dan anak-anak yatim. Pada zaman Alexander Agung (336-323 SM) disinyalir ada juga
usaha manusia yang asuransi, yaitu upaya dari beberapa Kotapraja untuk mengisi
kasnya dengan meminjamkan uang dari perserorangan dengan syarat-syarat tertentu.
Pertengahan Ali menggambarkan, perkembangan asuransi pada zaman
pertengahan. Muncul praktik asuransi di Exeter wilayah Negeri Inggris, yang pada
waktu itu ada perkumpulan orang-orang yang mempunyai kesamaan bidang
pekerjaannya seperti tukang roti, tukang kayu, dan tukang batu, kemudian disebut
dengan "gilde". Nampak kebiasaan dari kegiatan anggota "gilde", mereka membuat
kesepakatan dengan mengumpulkan uang dari anggotanya, dan menyalurkannya dana
mereka bila mana rumah salah satu dari anggota "gilde" terbakar, maka akan
mendapatkan uang dana "gilde" tersebut. Penjelasan diatas menjelaskan bahwa asuransi
bukan merupakan suatu hal yang baru dalam asuransi konvensional maupun asuransi
syariah. Melainkan disinyalir sudah ada praktik yang dianggap mirip dengan asuransi.

b. Masa Pra-Islam Dan Pasca Islam


Ali menjelaskan, di Jazirah Arab yaitu pada zaman pra-Islam. Budaya Arab yang
dikenal dengan istilah "aqilah", merupakan budaya yang terjadi pada suku Arab kuno.
Jika seseorang anggota suku membunuh seseorang anggota suku lain, maka ada
keharusan keluarga yang membunuh untuk memberikan sejumlah uang kepada keluarga
korban. Praktik ini, jika dikaitkan dengan konteks kekinian mempunyai kemiripan
dengan praktik asuransi jiwa, adanya dana santunan kepada keluarga korban.
Asuransi telah lahir dan ditemukan jauh sebelum datangnya Islam yang digali
melalui sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia sejak zaman dulu, bahkan para
pakar sejarah mengaitkannya dengan sejarah nabi Yusuf as. Sebagaimana yang
disebutkan dalam kitab suci al-Qur'an. Riwayat lain menurut Clayton bahwa ide asuransi

6
muncul dan berkembang sejak zaman Babilonia sekitar 3000 tahun sebelum masehi.
Pada perkembangan asuransi yang tumbuh berkembang di barat kemudian berdirilah
Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Berbeda dengan asuransi syariah, sejarah lahirnya asuransi syariah berasal dari
budaya suku Arab dengan sebutan Al-Aqilah. Konsep al Aqilahini diterima dan menjadi
bagian dari hukum Islam. Hal ini didasarkan oleh hadits dari baginda nabi Muhammad
Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Dia berkata: berselisih dua orang
wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu melempar batu ke wanita yang lain
sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya.
Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan kepada baginda
Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw, memutuskan ganti rugi dari pembunuhan janin
tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki maupun perempuan dan
memutuskan ganti rugi kematian tersebut dengan diyat yang dibayarkan oleh aqilah-nya
(kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhori)
Dalam budaya suku Arab dulu, jika anggota suku membunuh anggota suku yang
lain, maka ahli waris terbunuh berhak atas kompensasi (bayaran uang darah) sebagai
penutupan. Kemudian Rasulullah Saw membuat ketentuan tentang penyelamatan jiwa
para tawanan yang tertahan oleh musuh karena perang, maka harus membayar tebusan
untuk membebaskannya. Selain itu, Rasulullah Saw juga telah menetapkan menejemen
sharing of risk dengan memberikan sejumlah kompensasi untuk berbagai kecelakaan
akibat perang seperti :
5 ekor unta untuk luka tulang dalam
10 ekor unta untuk kehilangan jari tangan atau kaki
12.000 dinar untuk kematian (untuk ahli waris)
Dari sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa sejak awal konsep asuransi syariah
berbeda dengan konvensional. Dimana sejarah asuransi syariah lebih kepada tolong
menolong satu sama lain sedangkan konvensional lebih kepada mencari keuntungan
semata. Perkembangan sejarah diatas akhirnya memunculkan sebuah pengertian berbeda,
dimana pengertian asuransi konvensional sebagaimana disebutkan diatas bahwa asuransi
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan pihak penanggung mengikat diri
pada tertanggung.

7
Pada periode Islam yaitu awal penanggalan Hijriah atau bertepatan dengan abad
ke-7 M. terpengaruhi oleh budaya sebelumnya. Nampaknya ada budaya oleh Islam
ditolak secara sepenuuhnya (seperti riba), ada budaya yang diadopsi tetapi diperbaruhi
dengan nilai dasar syariah (seperti pembagian harta waris), dan budaya yang diadopsi
karena tidak bertentangan dengan prinsip dasar syariah (seperti diyar). Ali menguraikan
praktik asuransi berawal dari konsep "aqilah" Arab kuno, di kaitkan dengan membayar
diyar. Hadis tentang 'aqilah diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita
tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian
wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita
yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw
maka Rasulullah saw memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin
tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan
memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang
dibayarkan oleh agilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki)".
Adanya kewajiban oleh keluarga pembunuh untuk membayar diyar kepada
keluarga kor yang terbunuh. Istilah diyat ini disinyalir juga praktinya mirip dengan
asuransi. Menurut Rasjid definisi diyat adalah "denda pengganti jiwa yang tidak berlaku
atau tidak dilakukan padanya hukum bunuh." Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.
yang diriwayatkan oleh Tirmizi,
barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahka kepada
keluarga terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda, yaitu 30
ekor unta betina umur tiga msuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat
masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah bunting."
Diyat seorang perempuan adalah seperdua dari diyat laki-laki, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Amir Ibn Hazm bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
"Denda perempuan seperdua dari laki-laki."

Menurut Anshori bahwa Piagam Madinah memuat tentang ketentuan kaum


mukminin tidak boleh membiarkan kaum mukminin jika ada seseorang mukmin berada
dalam kesulitan memnuhi kewajiban membayar diyat atau tebusan tawanan. Arti hadis
tentang piagam madinah adalah sebagai berikut:

8
"dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini
adalah piagam dari Muhammad, NAbi SAW. di kalangan mukminin dan muslimin
(yang bersal) dari Quraisy dan Yastrib, dan orang yang mengakui mereka,
menggabungkan diri dan bersama mereka. Sesungguhnya mereka satu umat, lain
dari (komunitas) manusia yang lain. Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai
keadaan (kebiasaa) mereka, bahu membahu membayar tebusan tawanan dengan
cara yang adil di antara mukminin."

Hadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang diriwayatkan oleh Abu


Hurairah;

"Nabi Muhammad saw bersabda: barang siapa menghilangkan kesulitan


duniawinya seseorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesulitan pada
hari kiamat. Barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang maka Allah
akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat."

Hadis tentang anjuran meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya, yang
diriwayatkan oleh Amin bin Sa'ad bin Abi Waqasy, bahwa Rasulullah saw bersabda

"lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam
keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin
(kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya."

Hadis tentang menghindari Risiko diriwayatkan dari Anas bin Malik bertanya
kepada Rasulullah saw. tentang untanya

"apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal pada (Allah
swt.)? Bersabda Rasulullah saw: Pertama ikatlah unta itu kemudian
bertawakallah kepada Allah swt."

Selanjutnya menurut Anshori bahwa sosok Umar ibn Khattab adalah orang yang
pertama kali mengeluarkan perintah dalam menyiapkan daftar secara professional.
Praktik pembayaran ganti rugi sebagai mana Umar ibn Khattab telah berkata:

9
“orang-orang yang namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak
menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk
pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak sengaja) yang
dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka."
Sedangkan asuransi syariah yang oleh beberapa ulama mendefinisikannya seperti
menurut Rofiq Yunus Al-Mashri, asuransi adalah perjanjian antara pihak penanggung
dan tertanggung untuk sesuatu yang dipertanggungkan.
Sedangkan Wahbah Zuhaili dalam Fikih Islami mendefinisikan sesuai dengan
pembagiannya. Menurutnya, asuransi itu ada dua bentuk, yaitu at-tamin at-ta'awuni
(asuransi dengan pembagian tetap).
c. Masa Kolonial
Pada perkembangan asuransi pada masa kolonial di Indonesia menurut Ali dibagi
menjadi 2 periode:
a. Periode kolonial Belanda sampai pada tahun 1942, ditandai dengan munculnya
maskapai-maskapai yang tercatat dalam sejarah asuransi jiwa di Indonesia waktu itu
mencapai 36 buah buah yang menyebar di kota kota seperti, Jakarta, Bandung,
Yogyakarta, dan Surabaya.
b. Periode kolonial Jepang dari tahun 1942 - 17 Agustus 1945, banyak maskapai yang
gulung tikar yang menunjukkan bahwa periode ini. hampir tidak ada perkembangan
asuransi yang signifikan.

d. Masa Modern Hingga Sekarang


Praktek asuransi modern pada fase awal diperkenalkan oleh William Gibbon
adalah seorang yang memperkenalkan praktik asuransi dalam instrumen perusahaan
yang lebih teratur dan tertata lebih baik pada zaman itu. Gibbon merupakan seorang
berkewarganegaraan Inggris. Dan Gibbon memperkenalkan praktik asuransi dalam
instrument perusahaan tersebut pada tahun 1870 atau paruh kedua abad ke-19 Masehi.
Pada paruh kedua abad ke-20 Maschi, Ali menggambarkan kodisi negara-negara di
Timur Tengah dan Afirka mulai muncul mempraktikkan asuransi syariah atau takaful.
Perkembangan asuransi di Indonesia dari Era Kemerdekaan sampai tahun 1960an,
ada beberapa perusahaan asuransi mulai mucul dan dipengaruhi oleh periode penjajahan
Belanda. Misalnya perusahaan asuransi Boemi Poetra, dan Dharma Nasional (1954)

10
bergabung ke PT (persero), Asuransi Jiwasraya Iman Adi (1961), Djamina (1962),
Sukma Sedjati (1962), dan Affan (1964).
Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia diawali dengan PT. Syarikat Takaful
Indonesia (PT. STI.) sebagai holding company dengan mendirikan dua anak perusahaan
pada tanggal 24 Febuari 1994 yaitu PT. Asuransi Takaful Umum (general Insurance),
dan PT. Asuransi Takaful Keluarga (life insurance). Asuransi Syariah pertama di
Indonesia adalah PT. Asuransi Takaful Keluarga, yang didirikannya oleh Pembentuk
Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui yayasan Andi bangsi,
Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen
Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia. PT. Asuransi Takaful Keluarga diresmikan
oleh Menteri Keuangan dengan Sk. Menkeu. Nomor keputusan 385/KMK.017/1994
pada tanggal 25 Agustus 1994.
Asuransi ini adalah kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang
sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat kecelakaan/kerugian.
Kecelakaan yang menimpa para peserta asuransi ini dapat berbentuk kecelakaan,
kematian, kebakaran, kebanjiran, kecurian dan bentuk-bentuk kerugian lainnya sesuai
dengan kesepakatan bersama. Asuransi seperti ini dapat juga berlaku bagi orang-orang
yang pensiun, tua renta, dan tertimpa sakit. Dan at-tamin bi gist sabit adalah aqad yang
mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas
beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapatkan
kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Lebih lanjut dikatakannya, bentuk asuransi yang berkembang saat ini adalah at-
tamin bi qist sabit. Sifat akad ini mengikat kedua belah pihak. Perbedaan antara kedua
asuransi ini, menurut Mustafa al-Buga terletak pada tujuan masing-masing. At-tamin at-
ta'awuni pada dasarnya tidak mencari keuntungan, tetapi semata-mata untuk kepentingan
bersama ketika terjadi kemudaratan atas diri salah seorang anggotanya. Tidak ada
perbedaan pendapat diantara ulama tentang hukum kebolehan at-tamn at-ta'wuni, karena
dasar dari jenis asuransi ini sejalan dengan prinsip Islam, yaitu: "... Dan tolong-
menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah : 2)

11
e. Perkembangan Asuransi Di Indonesia
Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang
didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912
orang-orang pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah
pengembangan dari NILIMIJ di atas. Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT
Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi konvensional
berkembang pesat hingga tahun 2005 telah tercatat sebanyak 157 perusahaan. Laju
pertumbuhannya (19%) setiap tahunnya. Diantara asuransi jiwa yang ada adalah:
American International Group Lippo (Aig Lippo), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi
Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Munculnya asuransi syariah pertama kali di Indonesia tak lepas dari nama
Asuransi Takaful, yang dibentuk oleh holding company PT Syarikat Takaful Indonesia
(STI) pada tahun 1994. Terbentuknya Asuransi Takaful saat itu memperkuat keberadaan
lembaga perbankan syariah yang sudah ada terlebih dahulu, yakni Bank Muamalat
karena asumsinya Bank Muamalat juga membutuhkan lembaga asuransi yang dijalankan
dengan prinsip yang sama. Pembentukan awal Takaful disponsori oleh, Yayasan Abdi
Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, dan Asuransi Jiwa Tugu Mandiri. Saat itu para wakil
dari tiga lembaga ini membentuk Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia atau
TEPATI, yang dipimpin oleh direktur utama PT STI, Rahmat Saleh.
Sebagai langkah awal. Lima orang anggota TEPATI melakukan studi banding ke
Malaysia pada September 1993. Malaysia memang merupakan negara ASEAN pertama
yang menerapkan asuransi dengan prinsip syariah sejak tahun 1985. Di negara jiran ini,
asuransi syariah dikelola oleh Syarikat Takafu Malaysia Sdn. Bhd.m Setelah berbagai
persiapan dilakukan, di Jakarta digelar seminar nasional, dan berikutnya STI mendirikan
PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum. Secara resmi, PT
Asuransi Takaful Keluarga didirikan pada 25 Agustus 1994, dengan modal disetor
sebesar Rp 5 miliar. Sementara PT Asuransi Takaful Umum secara resmi didirikan pada
2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful Umum dibuka, selanjutnya sejumlah lembaga ikut
mendirikan asuransi syariah, yakni Asuransi Syariah Mubarakah, Asuransi Jiwa Asih
Great Eastern, MAA Life Insurance, Asuransi Bringin Jiwa Sejahtera, dan pada akhir

12
2002 didirikan cabang syariah Asuransi Tri Pakarta. Pada Maret tahun ini (2003) AJB
Bumiputera 1912 juga akan mengembangkan asuransi syariah.
Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi
konvensional yang berpindah menjadi asuransi Syariat secara total atau memiliki dual
programme, yaitu menjual produk-produk konvensional dan syariat dalam satu waktu.
Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah adalah
PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994.
Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi Al
Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun
perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi
Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas. Walaupun begitu, perkembangan
asuransi Syariat jauh lebih pesat dari asuransi konvensional, karena sampai tahun 2005
telah tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga (8 %) dalam satu
tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.

f. Sejarah Asuransi Syariah Di Indonesia


Sebelum mengetahui tentang asuransi syariah, ini bisa dimulai dengan
mengetahui tentang sejarah terbentuknya asuransi syariah ini. Sejarah terbentuknya
asuransi syariah ini dimulai pada tahun 1979 dimana perkenalan tentang asuransi syariah
ini dipelopori oleh sebuah perusahaan asuransi jiwa yang berada di negara Sudan yang
terletak di benua Afrika yang bernama "Sudanese Islamic Insurance". Perusahaan
asuransi jiwa tersebut memang perusahaan yang berada di wilayah mayoritas beragama
Islam. Perusahaan asuransi tersebut yang pertama kali memperkenalkan produk asuransi
syariah.4

C. Tujuan Asuransi Syariah


Asuransi syariah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perjuangan umat
dengan mengemban misi aqidah, misi ibadah, misi iqtishodi, dan misi keumatan. Jadi
tujuan utamanya bukan mendapatkan laba besar seperti asuransi konvensional.5

4
Novi Puspitasari, Manajemen ASURANSI Syariah (Cet. I; Yogyakarta: UII Press, 2015), h. 15-23.
5
https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/apa-itu-asuransi-syariah (29 Maret 2021).

13
D. Prinsip Operasional Asuransi Syariah
Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong-
menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini
menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu
dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi
yang dibuat dalam asuransi tafakul adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad
tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu
pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.
Para pakar ekonomi Islam menemukakan bahwa asuransi Syariah atau asuransi tafakul
ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu:6
a. Saling Bertanggung Jawab
b. Saling Bekerja Sama atau Saling Membantu
c. Menghindari Unsur Gharar, Maysir dan Riba
1) Gharar
2) Maysir
3) Riba
E. Akad Dalam Asuransi Syariah
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta.
Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat
klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri.
Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah
akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah
(suap), barang haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :
a. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk akadnya
menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru'
bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga
menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.

6
Novi Puspitasari, Manajemen ASURANSI Syariah (Cet. I; Yogyakarta: UII Press, 2015), h. 80.

14
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan kepada
perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan
nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian
habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan beserta
bagi hasilnya (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari'ah).

b. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan
tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian akad dalam akad
tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai
pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syari'ah). Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari
satu Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta,
yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad


Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa kedudukan para Pihak dalam akad
tabarru’ adalah ;
1) Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah
2) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’
(mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku penanggung
(mu’ammin/mutabarri’)
3) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah
dari para peserta selain pengelolaan investasi.

15
Akad Tabarru' wajib memuat sekurang-kurangnya :
1) kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn'awuni)
2) hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:

3) hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok

4) cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/ kl aim

5) ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbali oleh peserta dalam
hal terjadi pembatalan oleh peserta

6) ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus Underwriting;

7) ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010


Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Untuk alad tijaroh dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang mengkuti dalam
pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :

1. Akad Wakalah bil Ujrah

Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau Dana
Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa
ujrah (fee). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang
Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah).

Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah yang
dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah mendapatkan
kuasa dari peserta.

16
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad
Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah
bil Ujrah meliputi antara lain:
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana

c. pembayaran klaim

d. underwriting

e. pengelolaan portofolio risiko

f. pemasaran

g. investasi

Akad Wakalnh bil Ujrah wajib memuat sekurang-kurangnya :


a. objek yang dikuasakan pengelolaannya

b. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu sebagai
mutoakkil (pemberi kuasa)

c. hak dan kewajiban perusahaan sebagai toakil (penerima kuasa) termasuk kewajiban
perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan
pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan nvestasi yang diakibatkan oleh
kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan

d. batasan kuasa atau wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan

e. besaran, cam, dan waktu pemotongan ujrah (fee)

f. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor


18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah

17
a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa) untuk
mengelola dana

b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru’,
bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana

c. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak sebagai


muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana

d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya,
kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)

e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan tanggungan (yad
dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi
dengan mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau
wanprestasi.

f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil
investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah (Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada
Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).

Pengelolaan investasi dana Tabarru' atau dana Investasi peserta dengan Akad
Wakalah bil Ujrah, perusahaan sebagai pengelola tidak berhak mendapatkan bagian
dari hasil investasi tetapi hanya mendapatkan fee.

2. Akad Mudharabah

Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahaan
sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tobarru' clan/atau dana investasi
peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi
hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya.

Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya :


a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu sebagai
shnhibul mal (pemilik dana)

18
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja,
kelalaian a tau wanprestasi yang dilakukan perusahaan

c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan

d. bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasi

e. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor


18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

3. Akad Mudharabah Musytarakah

Akad Mudharabah Musytarakah aclalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa


kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru' dan/
atau dana Investasi peserta, yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai
kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang
besarnya ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah
disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010
Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSNMUI/III/2006 Tentang


Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah menyebutkan bahwa akad ini
bisa dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah karena merupakan bagian dari
mudharabah dan merupakan gabungan dari akad Mudharabah dan Musytarakah.

Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal perusahaan


asuransi syariah dan nasabah digabungkan untuk diinvestasikan dan posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola.

Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya :

19
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu sebagai
shahibul mal (pemilik dana)

b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk


kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja,
kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan

c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan

d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan perusahaan

e. bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi

f.ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan Nomor


18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Kedudukan para pihak dalam akad Mudharabah Musytarakah :


a. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan
sebagai musytarik (investor).
b. Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai shahibul mal
(investor).

c. Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non saving, bertidan
bisa digunakan untuk produk tabungan maupun non tabungan.ndak sebagai
shahibul mal (investor) (Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah).7

7
Junaidi Abdullah, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah.” Vol. 1, No. 1 (2018), h. 18-23.
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/tawazun/index (Diakses 29 Maret 2022).

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan saling tolong
menolong di antara para pemegang polis (peserta), yang dilakukan melalui pengumpulan
dan pengelolaan dana tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan prinsip syariah. Landasan hukum
penting, yaitu; Al-Qur’an, Sunnah Nabi saw dan Ijtihad.

Terbentuknya Asuransi Takaful saat itu memperkuat keberadaan lembaga perbankan


syariah yang sudah ada terlebih dahulu, yakni Bank Muamalat karena asumsinya Bank
Muamalat juga membutuhkan lembaga asuransi yang dijalankan dengan prinsip yang
sama. Secara resmi, PT Asuransi Takaful Keluarga didirikan pada 25 Agustus 1994, dengan
modal disetor sebesar Rp 5 miliar. Sementara PT Asuransi Takaful Umum secara resmi
didirikan pada 2 Juni 1995. Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT
Asuransi Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun
perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi
Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.

Asuransi syariah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perjuangan umat


dengan mengemban misi aqidah, misi ibadah, misi iqtishodi, dan misi keumatan.

Akad-akad yang melekat pada asuransi syariah adalah akad tijarah dan akad tabarru’,
sedangkan akad yang mengikuti akad tijarah maupun akad tabarru’ adalah akad Mudharabah
Musytarakah, akad Mudharabah dan akad Wakalah bil Ujrah.

B. Saran
Semoga makalah yang kami buat ini, dapat membantu teman-teman dalam perkuliahan
dan para pembaca dapat memahami tentang Kajian Terhadap Lembaga Ekonomi Syariah:
Asuransi Syariah. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan
untuk itu kami menerima masukan dan kritikan dari pembaca sekalian untuk pembuatan
makalah selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan teoritis dan praktik.
Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010.

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21 /DSN-MUI/X/200. Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.

Puspitasari, Novi. Manajemen ASURANSI Syariah. Cet. I; Yogyakarta: UII Press, 2015.

https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/apa-itu-asuransi-syariah (29 Maret 2021).

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,
Cet. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Abdullah Junaidi, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah.” Vol. 1, No. 1 (2018), h. 18-23.
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/tawazun/index (Diakses 29 Maret 2022).

22

Anda mungkin juga menyukai