SYARIAH
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Syariah Program
Studi Hukum Tata Negara Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syariah dan Hukum Islam Semester 2
Oleh :
FARID ASHARI
NURALIM
742352021150
BIMA SAKTI
742352021134
Tiada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah
menentukan segala sesuatu di tangan-Nya, sehingga tak sedikitpun yang lepas dari ketentuan dan
ketetapan-Nya. Dan tak lupa pula kita kirimkan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad
saw, karena atas berkatnyalah kita mampu mengenal agama yang benar yaitu Adinul Islam.
Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini berjudul “Kajian Terhadap Lembaga Eknomi Syariah: Asuransi
Syariah”.
Kemudian kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Anna Rahma Syam, S.Sy. M.H.
yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Pengantar Ekonomi Syariah sehingga kami
mampu mengerjakan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun,
selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala urusan kita. Aamiin yaa rabbal alamiin.
Penyusun,
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
a. Kesimpulan ................................................................................................... 21
b. Saran ............................................................................................................. 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan, seorang manusia pasti akan mengalami sebuah musibah atau sebuah
masalah yang mana masalah tersebut akan menimbulkan sebuah kerugian atau risiko. Nah
dalam hal ini ada yang namanya asuransi, yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi hal
tersebut. Sebagai orang muslim disini kami akan membahas mengenai transaksi Asuransi
Syariah tentunya. Sehingga dengan adanya pembahasan ini maka kita akan tahu dan paham
mengenai akuntansi Asuransi. Akuntansi Asuransi yang akan kami bahas disini adalah yang
digunakan di lembaga keuangan syariah. Dalam asuransi syariah ada beberapa prinsip yang
ada didalamnya yang harus diterpakan Dan dengan ini kami akan mempersembahkan sebuah
makalah yang akan memaparkan hal-hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Asuransi Syariah dan landasan hukum asuransi syariah?
2. Apa tujuan dan latar balakang lahirnya asuransi syariah?
3. Apa saja prinsip operasional dan akad dalam asuransi syariah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Syariah dan landasan hukum asuransi syariah.
2. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai tujuan dan latar balakang lahirnya asuransi
syariah.
3. Untuk mengetahui prinsip operasional dan akad dalam asuransi syariah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pandangan yang membolehkan tentang asuransi Islam, terdapat beberapa landasan
hukum penting, di antaranya adalah:
a. Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an memang tidak dijelaskan secara utuh tentang praktik asuransi
Islam dan tidak ada satu pun ayat yang menjelaskan tentang praktik ta’min dan takaful.
akan tetapi, dalam Al-Qur’an terdapat ayat memuat tentang nilai-nilai asuransi Islam
(Syarifuddin, 2001: 1). Nilai-nilai yang diambil dalam Al-Qur’an antara lain:
1
Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan teoritis dan praktik (Cet. I; Jakarta:
Kencana, 2010), h. 152-153.
2
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21 /DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
2
1) Perintah Allah Mempersiapkan Hari Depan, terdapat dalam surah Al-Hasyr ayat 18
dan Yusuf ayat 47-49.
2) Perintah Allah untuk Saling Menolong dan Bekerjasama, terdapat dalam surah al-
Maidah ayat 2 dan al-Baqarah ayat 185.
3) Perintah Allah untuk Melindungi dalam keadaan Susah, terdapat dalam surah al-
Quraisy ayat 4 dan al-Baqarah ayat 126.
4) Perintah Allah untuk Bertawakal dan Optimis Berusaha, terdapat dalam surah at-
Taghabun ayat 11 dan Luqman ayat 34.
3
atau langsung saya bertawakal pada Allah swt.?” Bersabda Rasulullah saw.:
“Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakallah kepada Allah swt. (HR. At-
Tirmizdi)
6) Hadis tentang Piagam Madinah. “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyanyang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Nabi saw., di kalangan
mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang yang
mengikuti merekea, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.
c. Ijtihad
1) Fatwa Sahabat, praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi)
pernah dilaksanakan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab mereka bekata orang-
orang yang mana tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan dari
satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas
pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat
mereka Umar-lah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan
dafta secara professional per wilayah, dan orang-orang yag terdaftar diwajibkan
saling menanggung beban.
2) Ijma, para sahabat telah melakukan Ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah yang
dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma atau kesepakatan ini tampak
dengan tidak ada sahabat lainnya yang menentang pelaksanaan aqilah ini. aqilah
adalah iuran darah yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari
sisi pembunuh (orang yang menyebabkan kematian ini, kelompoklah yang
menanggung pembayaran, karena si pembunuh merupakan anggota dari kelompok
tersebut. Dengan tidak adanya sahabat yang menetang khalifah Umar r.a., bisa
disimpulakan bahwa telah terdapat ijma di kalangan sahabat Nabi saw., mengenai
persoalan ini.
3) Qiyas, yang dimaksud dengan qiyas adalah metode ijtihad dengan jaan menyamakan
hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuan di dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah/Al-Hadis dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah/Al-Hadis karena persamaan ilat (penyebab atau alasannya) (Ali, 2004: 120).
Sistem aqila pada zaman pra-Islam di qiyas –kan dengan sistem aqilah yang diterima
pada zaman Rasulullah saw.
4
4) Istihsan, Istihsan adalah beralih dari penetapan hukum berdasarkan adat kebiasaan.
(Syarifuddin, 2001) Adapun mekanisme istihsan berlaku dari kebiasaan aqilah di
kalangan suku Arab kuno/pra-Islam. Letak dari fenomena sebenarnya dari sistem ini
adalah dapat menubah dan meminimalisasi aksi balas dendam yang berkelanjutan di
masa yang akan datang.3
3
Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan teoritis dan praktik (Cet. I; Jakarta:
Kencana, 2010), h. 169.
5
kamu makan. (48) Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang Amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali
sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan, (49) Kemudian setelah itu akan datang
tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka
memeras anggur."
Pada tahun 200 SM para saudagar dan aktor di Italia membentuk suatu collegin
tennirium, semacam lembaga lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda
dan anak-anak yatim. Pada zaman Alexander Agung (336-323 SM) disinyalir ada juga
usaha manusia yang asuransi, yaitu upaya dari beberapa Kotapraja untuk mengisi
kasnya dengan meminjamkan uang dari perserorangan dengan syarat-syarat tertentu.
Pertengahan Ali menggambarkan, perkembangan asuransi pada zaman
pertengahan. Muncul praktik asuransi di Exeter wilayah Negeri Inggris, yang pada
waktu itu ada perkumpulan orang-orang yang mempunyai kesamaan bidang
pekerjaannya seperti tukang roti, tukang kayu, dan tukang batu, kemudian disebut
dengan "gilde". Nampak kebiasaan dari kegiatan anggota "gilde", mereka membuat
kesepakatan dengan mengumpulkan uang dari anggotanya, dan menyalurkannya dana
mereka bila mana rumah salah satu dari anggota "gilde" terbakar, maka akan
mendapatkan uang dana "gilde" tersebut. Penjelasan diatas menjelaskan bahwa asuransi
bukan merupakan suatu hal yang baru dalam asuransi konvensional maupun asuransi
syariah. Melainkan disinyalir sudah ada praktik yang dianggap mirip dengan asuransi.
6
muncul dan berkembang sejak zaman Babilonia sekitar 3000 tahun sebelum masehi.
Pada perkembangan asuransi yang tumbuh berkembang di barat kemudian berdirilah
Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Berbeda dengan asuransi syariah, sejarah lahirnya asuransi syariah berasal dari
budaya suku Arab dengan sebutan Al-Aqilah. Konsep al Aqilahini diterima dan menjadi
bagian dari hukum Islam. Hal ini didasarkan oleh hadits dari baginda nabi Muhammad
Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Dia berkata: berselisih dua orang
wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu melempar batu ke wanita yang lain
sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya.
Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan kepada baginda
Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw, memutuskan ganti rugi dari pembunuhan janin
tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki maupun perempuan dan
memutuskan ganti rugi kematian tersebut dengan diyat yang dibayarkan oleh aqilah-nya
(kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhori)
Dalam budaya suku Arab dulu, jika anggota suku membunuh anggota suku yang
lain, maka ahli waris terbunuh berhak atas kompensasi (bayaran uang darah) sebagai
penutupan. Kemudian Rasulullah Saw membuat ketentuan tentang penyelamatan jiwa
para tawanan yang tertahan oleh musuh karena perang, maka harus membayar tebusan
untuk membebaskannya. Selain itu, Rasulullah Saw juga telah menetapkan menejemen
sharing of risk dengan memberikan sejumlah kompensasi untuk berbagai kecelakaan
akibat perang seperti :
5 ekor unta untuk luka tulang dalam
10 ekor unta untuk kehilangan jari tangan atau kaki
12.000 dinar untuk kematian (untuk ahli waris)
Dari sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa sejak awal konsep asuransi syariah
berbeda dengan konvensional. Dimana sejarah asuransi syariah lebih kepada tolong
menolong satu sama lain sedangkan konvensional lebih kepada mencari keuntungan
semata. Perkembangan sejarah diatas akhirnya memunculkan sebuah pengertian berbeda,
dimana pengertian asuransi konvensional sebagaimana disebutkan diatas bahwa asuransi
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan pihak penanggung mengikat diri
pada tertanggung.
7
Pada periode Islam yaitu awal penanggalan Hijriah atau bertepatan dengan abad
ke-7 M. terpengaruhi oleh budaya sebelumnya. Nampaknya ada budaya oleh Islam
ditolak secara sepenuuhnya (seperti riba), ada budaya yang diadopsi tetapi diperbaruhi
dengan nilai dasar syariah (seperti pembagian harta waris), dan budaya yang diadopsi
karena tidak bertentangan dengan prinsip dasar syariah (seperti diyar). Ali menguraikan
praktik asuransi berawal dari konsep "aqilah" Arab kuno, di kaitkan dengan membayar
diyar. Hadis tentang 'aqilah diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita
tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian
wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita
yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw
maka Rasulullah saw memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin
tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan
memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang
dibayarkan oleh agilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki)".
Adanya kewajiban oleh keluarga pembunuh untuk membayar diyar kepada
keluarga kor yang terbunuh. Istilah diyat ini disinyalir juga praktinya mirip dengan
asuransi. Menurut Rasjid definisi diyat adalah "denda pengganti jiwa yang tidak berlaku
atau tidak dilakukan padanya hukum bunuh." Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.
yang diriwayatkan oleh Tirmizi,
barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahka kepada
keluarga terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda, yaitu 30
ekor unta betina umur tiga msuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat
masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah bunting."
Diyat seorang perempuan adalah seperdua dari diyat laki-laki, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Amir Ibn Hazm bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
"Denda perempuan seperdua dari laki-laki."
8
"dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini
adalah piagam dari Muhammad, NAbi SAW. di kalangan mukminin dan muslimin
(yang bersal) dari Quraisy dan Yastrib, dan orang yang mengakui mereka,
menggabungkan diri dan bersama mereka. Sesungguhnya mereka satu umat, lain
dari (komunitas) manusia yang lain. Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai
keadaan (kebiasaa) mereka, bahu membahu membayar tebusan tawanan dengan
cara yang adil di antara mukminin."
Hadis tentang anjuran meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya, yang
diriwayatkan oleh Amin bin Sa'ad bin Abi Waqasy, bahwa Rasulullah saw bersabda
"lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam
keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin
(kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya."
Hadis tentang menghindari Risiko diriwayatkan dari Anas bin Malik bertanya
kepada Rasulullah saw. tentang untanya
"apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal pada (Allah
swt.)? Bersabda Rasulullah saw: Pertama ikatlah unta itu kemudian
bertawakallah kepada Allah swt."
Selanjutnya menurut Anshori bahwa sosok Umar ibn Khattab adalah orang yang
pertama kali mengeluarkan perintah dalam menyiapkan daftar secara professional.
Praktik pembayaran ganti rugi sebagai mana Umar ibn Khattab telah berkata:
9
“orang-orang yang namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak
menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk
pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak sengaja) yang
dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka."
Sedangkan asuransi syariah yang oleh beberapa ulama mendefinisikannya seperti
menurut Rofiq Yunus Al-Mashri, asuransi adalah perjanjian antara pihak penanggung
dan tertanggung untuk sesuatu yang dipertanggungkan.
Sedangkan Wahbah Zuhaili dalam Fikih Islami mendefinisikan sesuai dengan
pembagiannya. Menurutnya, asuransi itu ada dua bentuk, yaitu at-tamin at-ta'awuni
(asuransi dengan pembagian tetap).
c. Masa Kolonial
Pada perkembangan asuransi pada masa kolonial di Indonesia menurut Ali dibagi
menjadi 2 periode:
a. Periode kolonial Belanda sampai pada tahun 1942, ditandai dengan munculnya
maskapai-maskapai yang tercatat dalam sejarah asuransi jiwa di Indonesia waktu itu
mencapai 36 buah buah yang menyebar di kota kota seperti, Jakarta, Bandung,
Yogyakarta, dan Surabaya.
b. Periode kolonial Jepang dari tahun 1942 - 17 Agustus 1945, banyak maskapai yang
gulung tikar yang menunjukkan bahwa periode ini. hampir tidak ada perkembangan
asuransi yang signifikan.
10
bergabung ke PT (persero), Asuransi Jiwasraya Iman Adi (1961), Djamina (1962),
Sukma Sedjati (1962), dan Affan (1964).
Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia diawali dengan PT. Syarikat Takaful
Indonesia (PT. STI.) sebagai holding company dengan mendirikan dua anak perusahaan
pada tanggal 24 Febuari 1994 yaitu PT. Asuransi Takaful Umum (general Insurance),
dan PT. Asuransi Takaful Keluarga (life insurance). Asuransi Syariah pertama di
Indonesia adalah PT. Asuransi Takaful Keluarga, yang didirikannya oleh Pembentuk
Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui yayasan Andi bangsi,
Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen
Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia. PT. Asuransi Takaful Keluarga diresmikan
oleh Menteri Keuangan dengan Sk. Menkeu. Nomor keputusan 385/KMK.017/1994
pada tanggal 25 Agustus 1994.
Asuransi ini adalah kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang
sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat kecelakaan/kerugian.
Kecelakaan yang menimpa para peserta asuransi ini dapat berbentuk kecelakaan,
kematian, kebakaran, kebanjiran, kecurian dan bentuk-bentuk kerugian lainnya sesuai
dengan kesepakatan bersama. Asuransi seperti ini dapat juga berlaku bagi orang-orang
yang pensiun, tua renta, dan tertimpa sakit. Dan at-tamin bi gist sabit adalah aqad yang
mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas
beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapatkan
kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Lebih lanjut dikatakannya, bentuk asuransi yang berkembang saat ini adalah at-
tamin bi qist sabit. Sifat akad ini mengikat kedua belah pihak. Perbedaan antara kedua
asuransi ini, menurut Mustafa al-Buga terletak pada tujuan masing-masing. At-tamin at-
ta'awuni pada dasarnya tidak mencari keuntungan, tetapi semata-mata untuk kepentingan
bersama ketika terjadi kemudaratan atas diri salah seorang anggotanya. Tidak ada
perbedaan pendapat diantara ulama tentang hukum kebolehan at-tamn at-ta'wuni, karena
dasar dari jenis asuransi ini sejalan dengan prinsip Islam, yaitu: "... Dan tolong-
menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah : 2)
11
e. Perkembangan Asuransi Di Indonesia
Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang
didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912
orang-orang pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah
pengembangan dari NILIMIJ di atas. Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT
Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi konvensional
berkembang pesat hingga tahun 2005 telah tercatat sebanyak 157 perusahaan. Laju
pertumbuhannya (19%) setiap tahunnya. Diantara asuransi jiwa yang ada adalah:
American International Group Lippo (Aig Lippo), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi
Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Munculnya asuransi syariah pertama kali di Indonesia tak lepas dari nama
Asuransi Takaful, yang dibentuk oleh holding company PT Syarikat Takaful Indonesia
(STI) pada tahun 1994. Terbentuknya Asuransi Takaful saat itu memperkuat keberadaan
lembaga perbankan syariah yang sudah ada terlebih dahulu, yakni Bank Muamalat
karena asumsinya Bank Muamalat juga membutuhkan lembaga asuransi yang dijalankan
dengan prinsip yang sama. Pembentukan awal Takaful disponsori oleh, Yayasan Abdi
Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, dan Asuransi Jiwa Tugu Mandiri. Saat itu para wakil
dari tiga lembaga ini membentuk Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia atau
TEPATI, yang dipimpin oleh direktur utama PT STI, Rahmat Saleh.
Sebagai langkah awal. Lima orang anggota TEPATI melakukan studi banding ke
Malaysia pada September 1993. Malaysia memang merupakan negara ASEAN pertama
yang menerapkan asuransi dengan prinsip syariah sejak tahun 1985. Di negara jiran ini,
asuransi syariah dikelola oleh Syarikat Takafu Malaysia Sdn. Bhd.m Setelah berbagai
persiapan dilakukan, di Jakarta digelar seminar nasional, dan berikutnya STI mendirikan
PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum. Secara resmi, PT
Asuransi Takaful Keluarga didirikan pada 25 Agustus 1994, dengan modal disetor
sebesar Rp 5 miliar. Sementara PT Asuransi Takaful Umum secara resmi didirikan pada
2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful Umum dibuka, selanjutnya sejumlah lembaga ikut
mendirikan asuransi syariah, yakni Asuransi Syariah Mubarakah, Asuransi Jiwa Asih
Great Eastern, MAA Life Insurance, Asuransi Bringin Jiwa Sejahtera, dan pada akhir
12
2002 didirikan cabang syariah Asuransi Tri Pakarta. Pada Maret tahun ini (2003) AJB
Bumiputera 1912 juga akan mengembangkan asuransi syariah.
Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi
konvensional yang berpindah menjadi asuransi Syariat secara total atau memiliki dual
programme, yaitu menjual produk-produk konvensional dan syariat dalam satu waktu.
Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah adalah
PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994.
Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi Al
Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun
perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi
Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas. Walaupun begitu, perkembangan
asuransi Syariat jauh lebih pesat dari asuransi konvensional, karena sampai tahun 2005
telah tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga (8 %) dalam satu
tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.
4
Novi Puspitasari, Manajemen ASURANSI Syariah (Cet. I; Yogyakarta: UII Press, 2015), h. 15-23.
5
https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/apa-itu-asuransi-syariah (29 Maret 2021).
13
D. Prinsip Operasional Asuransi Syariah
Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong-
menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini
menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu
dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi
yang dibuat dalam asuransi tafakul adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad
tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu
pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.
Para pakar ekonomi Islam menemukakan bahwa asuransi Syariah atau asuransi tafakul
ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu:6
a. Saling Bertanggung Jawab
b. Saling Bekerja Sama atau Saling Membantu
c. Menghindari Unsur Gharar, Maysir dan Riba
1) Gharar
2) Maysir
3) Riba
E. Akad Dalam Asuransi Syariah
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta.
Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat
klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri.
Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah
akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah
(suap), barang haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :
a. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk akadnya
menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru'
bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga
menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
6
Novi Puspitasari, Manajemen ASURANSI Syariah (Cet. I; Yogyakarta: UII Press, 2015), h. 80.
14
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan kepada
perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan
nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian
habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan beserta
bagi hasilnya (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari'ah).
b. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan
tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian akad dalam akad
tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai
pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syari'ah). Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari
satu Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta,
yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
15
Akad Tabarru' wajib memuat sekurang-kurangnya :
1) kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn'awuni)
2) hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
5) ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbali oleh peserta dalam
hal terjadi pembatalan oleh peserta
Untuk alad tijaroh dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang mengkuti dalam
pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :
Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau Dana
Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa
ujrah (fee). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang
Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah).
Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah yang
dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah mendapatkan
kuasa dari peserta.
16
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad
Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah
bil Ujrah meliputi antara lain:
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana
c. pembayaran klaim
d. underwriting
f. pemasaran
g. investasi
b. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu sebagai
mutoakkil (pemberi kuasa)
c. hak dan kewajiban perusahaan sebagai toakil (penerima kuasa) termasuk kewajiban
perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan
pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan nvestasi yang diakibatkan oleh
kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah
17
a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa) untuk
mengelola dana
b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru’,
bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya,
kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)
e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan tanggungan (yad
dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi
dengan mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau
wanprestasi.
f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil
investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah (Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada
Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).
Pengelolaan investasi dana Tabarru' atau dana Investasi peserta dengan Akad
Wakalah bil Ujrah, perusahaan sebagai pengelola tidak berhak mendapatkan bagian
dari hasil investasi tetapi hanya mendapatkan fee.
2. Akad Mudharabah
Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahaan
sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tobarru' clan/atau dana investasi
peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi
hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya.
18
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja,
kelalaian a tau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
19
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu sebagai
shahibul mal (pemilik dana)
d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan perusahaan
c. Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non saving, bertidan
bisa digunakan untuk produk tabungan maupun non tabungan.ndak sebagai
shahibul mal (investor) (Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah).7
7
Junaidi Abdullah, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah.” Vol. 1, No. 1 (2018), h. 18-23.
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/tawazun/index (Diakses 29 Maret 2022).
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan saling tolong
menolong di antara para pemegang polis (peserta), yang dilakukan melalui pengumpulan
dan pengelolaan dana tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan prinsip syariah. Landasan hukum
penting, yaitu; Al-Qur’an, Sunnah Nabi saw dan Ijtihad.
Akad-akad yang melekat pada asuransi syariah adalah akad tijarah dan akad tabarru’,
sedangkan akad yang mengikuti akad tijarah maupun akad tabarru’ adalah akad Mudharabah
Musytarakah, akad Mudharabah dan akad Wakalah bil Ujrah.
B. Saran
Semoga makalah yang kami buat ini, dapat membantu teman-teman dalam perkuliahan
dan para pembaca dapat memahami tentang Kajian Terhadap Lembaga Ekonomi Syariah:
Asuransi Syariah. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan
untuk itu kami menerima masukan dan kritikan dari pembaca sekalian untuk pembuatan
makalah selanjutnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan teoritis dan praktik.
Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21 /DSN-MUI/X/200. Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.
Puspitasari, Novi. Manajemen ASURANSI Syariah. Cet. I; Yogyakarta: UII Press, 2015.
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,
Cet. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Abdullah Junaidi, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah.” Vol. 1, No. 1 (2018), h. 18-23.
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/tawazun/index (Diakses 29 Maret 2022).
22