Anda di halaman 1dari 22

PARADIGMA MANAJEMEN PEMERINTAHAN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar


Manajemen Pemerintahan Program Studi Hukum Tatanegara (Siyasah
Syar’iyyah) Fakultas Syariah dan Hukum Islam IAIN Bone

Oleh

RISKA KARDILLA
742352021141

PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKIM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

2022
KATA PENGANTAR

‫الر ِحي ِْم‬


َّ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ِ‫بِس ِْم هللا‬
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tiada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah
SWT, yang telah menentukan segala sesuatu di tangan-Nya, sehingga tak
sedikitpun yang lepas dari ketentuan dan ketetapan-Nya. Dan tak lupa pula kita
kirimkan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad saw, karena atas
berkatnyalah kita mampu mengenal agama yang benar yaitu Adinul Islam.
Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Paradigma Manajemen
Pemerintahan”.

Kemudian kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Marjana Fahri,
S.ST., M.S yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Dasar-Dasar
Manajemen Pemerintahan sehingga kami mampu mengerjakan makalah ini
dengan baik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu
saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir kata, saya
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala urusan kita. Aamiin yaa rabbal alamiin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Watampone, 13 Juni 2022

Penulis,

Riska Kardilla

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

a. Latar belakang ...................................................................................... 4

b. Rumusan masalah ................................................................................. 5

c. Tujuan penulisan .................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 7

a. Perubahan Paradigma Manajemen Pemerintahan ................................ 7

b. Paradigma Baru Pemerintahan Daerah................................................. 13

c. Mengelola Ketatapemerintahan yang Baik di Daerah .......................... 17

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 20

a. Kesimpulan........................................................................................... 20

b. Saran ..................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di

Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa

konsekuensi terhadap makin besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah

pusat ke pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah memiliki kewenangan

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara otonomi.

Otonomi daerah dengan azas desentralisasi yaitu memberi kewenangan dan

kesempatan yang luas kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan

pemerintahan secara bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat. Kewenangan yang luas yang dimiliki oleh pemerintahan daerah

membutuhkan pengawasan, karena tanpa pengawasan akan memberikan

peluang terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat

pemerintah.

Memasuki era transparansi atau keterbukaan, sudah selayaknya kita

berbenah untuk melakukan perubahan di berbagai hal dalam menjalani roda

kehidupan. Roda kehidupan itu bisa sangat dipengaruhi oleh dinamika

birokrasi yang menjadi pelayan publik sebagai mitra kerja masyarakat.

Seiring diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka daerah

otonom memiliki kewenangan yang besar untuk mengatur dan membangun

daerahnya masing-masing. Daerah otonom yang memiliki jajaran birokrat

yang kompeten, professional dan visioner serta memiliki paradigma baru

dalam menjalankan roda pemerintahannya, akan dapat mewujudkan

masyarakat yang sejahtera sesuai visi dan misi pemerintahan daerah tersebut.
4
Sayangnya sampai saat ini masih ada beberapa pemerintah daerah yang

menjalankan roda pemerintahan gaya lama, yakni gaya pemerintahan yang

lebih menonjolkan kekuasaan, birokratis dan tertutup. Paradigma

pemerintahan baru yang mesti dijalankan pada era otonomi daerah ini antara

lain bercirikan; transparansi, akuntabilitas, mengutamakan pelayanan publik

dan pemberdayaan masyarakat. Dengan menerapkan paradigma baru

pemerintahan, maka diharapkan pemerintah daerah dapat mewujudkan visi

dan misinya yang telah disusun dan ditetapkan sesuai dengan harapan warga

masyarakat.

Dengan memiliki paradigma baru dalam pemerintahan, maka para

pejabat akan menjadi birokrat sejati, yaitu birokrat yang memandang dirinya

milik masyarakat (public) sehingga segala perilaku dan kebijakan yang

ditelorkannya akan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat bukan

mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan. Mereka akan senantiasa

memberikan pelayanan prima atau pelayanan yang terbaik demi kesejahteraan

warga masyarakatnya,

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perubahan paradigma manajemen pemerintahan ?

2. Bagaimana cara membangun paradigma baru pemerintahan daerah ?

3. Bagaimana cara mengelola ketatapemerintahan yang baik di daerah ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perubahan paradigma manajemen pemerintahan.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara membangun paradigma baru

pemerintahan daerah.

5
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengelola ketatapemerintahan yang

baik di daerah.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perubahan Paradigma Manajemen Pemerintahan1

1. Paradigma Lama

- Teori Klasik

Paradigma lama manajemen pemerintahan di Negara kita

dipengaruhi oleh sekumpulan konsep tentang pengorganisasian yang

telah dikembangkan pada akhir tahun 1800-an, sekarang dikenal

sebagai teori klasik. Pengaruh teori klasik yang kuat terhadap

pengorganisasian tersebut tetap sangat besar. Efeknya dapat terlihat

dalam berbagai seluk beluk organisasi yang sebenarnya.

Pengorganisasian yang berdasarkan birokrasi dan beberapa

komponen lainnya dari teori klasik keberadaannya telah ada pada

ratusan tahun. Seperti contohnya, yaitu adanya birokrasi-birokrasi

besar pada zaman Mesir Kuno yang dikembangkan sepenuhnya di

Cina dan juga di Kerajaan Romawi. Manajemen pemerintahan kita

telah memiliki birokrasi tersebut, walaupun selama ratusan tahun

belum mengenal namanya. Mengenai analisis pengorganisasian secara

tertulis yang diberikan oleh para ahli teori klasik baru dimulai pada

Abad ini. Sebelumnya, walaupun konsep-konsep klasik sering

digunakan, telah dilakukan sedikit penelitian yang umum mengenai

analisis pengorganisasian secara tertulis tersebut.

1
Ali Sadikin Wear, "Perubahan Paradigma Manajemen Pemerintahan", Website
alisadikinwear, https://alisadikinwear.wordpress.com/2012/05/12/perubahan-paradigma-
manajemen-pemerintahan/ (13 Juni 2022).
7
Teori klasik berkembang dalam tiga jalur yaitu birokrasi, teori

administrative, dan manajemen secara ilmiah. Pemahaman mengenai

ketiga jalur ini adalah sebagai berikut:

a) Birokrasi

Birokrasi telah dikembangkan dalam berbagai bagian oleh para ahli

sosiologi, yang secara luas mengusahakan menjadi suatu yang ilmiah,

memisahkannya dari pandangan yang deskriptif. Salah satunya

adalah Max Weber yang telah mengembangkan teori Tipe Ideal

Organisasi yang disebutnya Birokrasi, yang menggambarkan kegiatan

organisasi yang didasarkan pada sejumlah hubungan wewenang. Jadi

birokrasi adalah bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja,

hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang

rinci dan sejumlah hubungan impersonal. Dalam praktek desain

organisasi ideal mengalami adaptasi, tetapi jiwanya masih tetap melekat

pada pembentukan organisasi pemerintahan.

b) Teori Manajemen Administratif

Teori administratif merupakan komponen kedua dari teori organisasi

klasik. Pelopor teoritikus administrasi Mooney dan Reiley menyatakan

bahwa organisasi dalam pengertian formal adalah tata tertib, sehingga

membutuhkan pengorganisasian dan prosedur ketatatertiban. Tata

tertib dianggap sebagai pondasi organisasi formal. Seperti teori

birokrasi, jalur ini juga menegaskan obyektifitas, rasionalitas, kepastian,

hierarki, dan keahlian. Henry Fayol selaku pelopor teori manajemen

administratif menganggap yang penting dalam organisasi adalah pada

tingkatan teratas, karena segala sesuatu dapat berjalan baik jika para

8
manajer dapat menggerakkan organisasi sesuai prinsip-prinsip

manajemen.

c) Manajemen Ilmiah (Scientific Management)

Pelopor teori manajemen ilmiah adalah Charles Babbage. Ia merupakan

orang yang pertama kali menganjurkan prinsip pembagian kerja atau

sistem spesialisasi. Dia percaya bahwa setiap pekerjaan dalam pabrik

harus dipecah sehingga bermacam ketrampilan yang terlibat dapat

dipisahkan. Usaha Babbage diteruskan oleh Frederick W. Taylor.

Taylor mengatakan bahwa manajer pada tingkat bawah sangat penting,

karena berhubungan langsung dengan proses produksi. Ada empat

prinsip yang dijadikan dasar Taylor dalam manajemen ilmiah ini, yaitu :

1. Melakukan pengembangan manajemen ilmiah yang sebenarnya,

2. Menyeleksi dan melatih pekerja secara ilmiah,

3. Kerja sama antara manajemen dan buruh untuk menyelesaikan

tujuan pekerjaan yang sesuai dengan metode ilmiah,

4. Pembagian tanggung jawab yang lebih merata antara manajer dan

pekerja.

- Teori Organisasi Neo Klasik

Teori organisasi neo klasik merupakan teori yang menjembatani

peralihan dari teori klasik ke teori organisasi modern. Teori ini timbul

karena mulai tampak gejala-gejala tidak puas dikalangan pekerja

akibat penerapan teori organisasi dan manajemen klasik. Penerapan

teori klasik membuat manusia yang bekerja bagaikan mesin, tidak

memperhatikan perasaan. Fokus utama dari teori neo klasik adalah

manusia harus dipandang sebagai mahluk yang berperasaan, bukan

sebagai mesin saja, seperti pandangan teori klasik. Teori


9
organisasi neo klasik memiliki 2 macam aliran, yaitu: (1) aliran

perilaku dengan pendekatan teoritis dan empiris, (2) aliran kuantitatif.

a. Aliran perilaku dengan Pendekatan Teoritis

Menurut Munstenberg, sesungguhnya manusia itu memiliki

kesamaan, secara psikologis manusia akan bekerja dengan senang

hati jika ada manfaat yang diperolehnya dari pekerjaan tersebut dan

tidak menemui hambatan psikologis, seperti rasa takut, rasa

tertekan, dan sebagainya. Menurut Barnard, perusahaan akan dapat

tetap bertahan jika dia dapat menjaga keseimbangan antara tujuan

organisasi dan tujuan individu yang bekerja di sana, Hal inilah

yang disebut sebagai teori keseimbangan (Balance Theory). Jika

karyawan tidak puas, maka mereka akan lari ke organisasi informal

atau keluar dari perusahaan tersebut. Herbert Simon memiliki

pendapat sedikit berbeda mengenai hal yang harus diseimbangkan.

Menurut Simon, keseimbangan terjadi bila Inducement yang

ditawarkan organisasi seimbang dengan kontribusi yang diberikan

oleh anggota organisasi untuk organisasinya. Inducement terdiri

dari tiga hal, yaitu tujuan organisasi, insentif yang diterima

karyawan, serta nilai (values) yang ditawarkan organisasi.

b. Aliran perilaku dengan pendekatan empiris

Tokoh pendekatan empiris adalah Elton Mayo, yang terkenal

dengan percobaan Hawthorne mengenai tingkah laku manusia

dalam situasi kerja. Berdasarkan hasil penelitiannya, disimpulkan

bahwa tinggi rendahnya produktifitas karyawan tidak semata-mata

ditentukan oleh imbalan ekonomi yang diberikan oleh pihak

perusahaan. Akan tetapi ada beberapa aspek lain yang turut


10
menentukan tingkat produktifitas karyawan, seperti suasana kerja

yang kondusif dan norma kelompok kerja (organisasi informal)

yang ada.

c. Aliran Kuantitatif

Termasuk dalam aliran kuantitatif ini adalah management

science atau ilmu manajemen. Miller dan Starr mendefinisikannya

sebagai teori keputusan terapan yang menggunakan matematika,

pemikiran logis, dan alat ilmiah yang lain dalam mengatasi

masalah secara rasional. Jadi dalam memecahkan masalah, yang

dipergunakan adalah metode kuantitatif.

Kelebihan dari teori ini adalah dapat meramalkan masa depan

(forecasting) berdasarkan data yang ada, dengan menggunakan

metode ilmiah yang ada. Tetapi, seperti teori-teori yang lain, aliran

ini memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat dipergunakan untuk

menghadapi masalah manusia dalam perusahaan, karena masalah

ini tidak dapat diselesaikan secara kuantitatif. Aliran ini paling

banyak dan paling baik dipakai untuk mengatasi masalah

perencanaan dan pengendalian.

2. Paradigma Baru

- Perubahan Manajemen Pemerintahan

Manajemen pemerintahan (public management) adalah faktor utama

dalam suatu administrasi publik (public administration) untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan sarana dan prasarana

yang ada, termasuk organisasi serta sumber dana dan sumber daya

yang tersedia (Ramto, 1997). Dengan demikian, manajemen

pemerintahan tidak lain adalah faktor upaya dalam suatu organisasi.


11
Upaya tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan pemerintah yang

mencakup berbagai aspek kehidupan dan penghidupan warga Negara

dan masyarakatnya (Kristiadi, 1994).

Perubahan yang terjadi pada manajemen secara umum terjadi pula

pada manajemen pemerintahan, seiring dengan adanya berbagai

kelemahan dari karakter birokrasi yang telah dipraktekkan selama ini.

Birokrasi sebagai suatu bentuk organisasi modern dengan para

birokrat yang bekerja didalamnya, telah banyak mendapat kritikan

yang tajam. Akibat kekecewaan terhadap birokrasi pemerintahan

mendorong lahirnya berbagai pemikiran akan perlunya perubahan

dalam organisasi dan manajemen pemerintahan. Pemikiran-pemikiran

ini berkembang menjadi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat lebih

mendasar seperti sejauh mana diperlukannya peran Negara atau

Pemerintah dalam kehidupan sehari-hari.

- Manajemen Pelayanan Masyarakat (New Public Services)

Paradigma baru manajemen pemerintahan banyak diilhami oleh

pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler yang telah sukses

meluncurkan karya terkenal pertamanya berjudul Reinventing

Government (19921), ia telah berhasil membuka mata dan pikiran

banyak pihak untuk memulai membenahi birokrasi. Dalam buku

pertamanya beliau hanya mengurai secara deskriptif karateristik

pemerintahan wirausaha melalui sepuluh prinsipnya, yang intinya

mengurangi peran pemerintah dengan cara memberdayakan

masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah lebih efisien. Topik

bahasan ini ini telah lama diberikan dalam bentuk Diklat oleh badan

Diklat Depdagri maupun Badan Diklat Propinsi.


12
B. Paradigma Baru Pemerintahan Daerah2

1. Perubahan mindset.

Perubahan mindset dalam Paradigma baru Pemerintah antara lain adalah :

a. Dari Penguasa menjadi pelayan

Perubahan perilaku ini memberikan implikasi yang luas di jajaran

pemerintahan daerah dan pemerintahan tingkat bawah dengan

tantangan yang cukup berat yang menyangkut dengan perubahan

perilaku yang bersifat kejiwaan bagi setiap aparatur pemerintah daerah

yang sangat kontradiktif yaitu, dari bermental sebagai penguasa

menjadi berperilaku sebagai pelayan bagi masyarakat (public

services).

b. Dari perilaku tertutup menjadi terbuka (Openess)

Perubahan perilaku ini merupakan perubahan perilaku kejiwaan yang

selama ini tertutup/resistan terhadap ide, saran/masukan dan kritik dari

masyarakat menjadi perilaku yang terbuka yang bersedia diberi saran

dan kritikan serta mau memperbaiki kinerjanya.

c. Dari terkotak-kotak menjadi bersinergi Perilaku aparat yang selama

ini bersikap parsial oleh kepentingan maupun egosectoral nya masing-

masing, menjadi bersinergi dan berkolaborasi untuk mencapai visi

bersama sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

d. Berfikir sejenak menjadi berfikir strategik Perilaku yang selama ini

hanya bertindak tanpa tujuan yang jelas, menjadi bertindak mengikuti

visi dan misi organisasi yang memiliki tujuan yang jelas dan terukur.

2
Agung Basuki, "Implementasi Paradigma Baru Pemerintahan dalam
Manajemen Pemerintahan Daerah", Jurnal Lingkar Widyaiswara, Vol. 1, No. 2 (2014), h. 29-32.
13
e. Penyelenggaraan wewenang menjadi menjalankan peran Aparat yang

selama ini kaku dan terdokmasi dengan pembatas wewenang yang

dimilikinya, menjadi seorang aparat yang mampu mengambil peran

pada sektoral yang dibutuhkan tidak hanya sebatas yang dimilikinya,

paradigma ini memerlukan komitmen yang jelas dari para pimpinan.

f. Berfikir reaktif menjadi berfikir proaktif

Perilaku aparat yang selama ini bereaksi apabila sudah ada masalah,

atau menunggu orang untuk dilayani, menjadi aparat yang mampu

mengejar permasalahan dan makin mendekatkan pelayanan ke

masyarakat serta mau mengambil inisiatif-inisiatif dalam

meningkatkan pelayanan publik.

g. Trouble shooting menjadi problem solving

Perilaku aparat yang selama ini hanya mampu memecahkan masalah

dan bahkan menimbulkan masalah baru, menjadi aparatur yang

mampu memecahkan masalah secara tuntas sampai keakar-akarnya

atau mencari jalan keluar (solusi) atas sebuah masalah. Perubahan

pola pikir (mindset) di kalangan aparatur pemerintah daerah dan

pemerintah tingkat bawah merupakan hal yang sangat mendesak,

karena dengan terjadinya perubahan pola pikir (mindset) itulah

prinsip-prinsip ketata pemerintahaan yang baik (good governance)

dapat terwujud.

2. Perubahan Budaya Kerja

Budaya kerja pemerintah termasuk pemerintah daerah selama ini

masih sangat tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien. Masih banyak

kita saksikan pemandangan di kantor-kantor pemerintah yang membuang-

14
buang waktu, tidak disiplin dan kurang peduli serta kurang ramah dalam

memberikan pelayanan kepada warga masyarakat.

Budaya kerja sebagaimana gambaran di atas perlu diubah menjadi

budaya kerja yang lebih produktif, lebih efektif dan lebih efisien. Budaya

kerja dapat dibangun melalui perubahan karakter setiap individu yang

bergabung dalam organisasi/instansi pemerintah. Budaya merupakan

kolektifitas karakter seluruh individu dalam organisasi. Suatu organisasi

pemerintah yang diisi oleh individuindividu berkarakter baik maka akan

membentuk budaya kerja organisasi yang baik, demikian pula sebailknya,

organisasi yang dihuni oleh individu-individu pecundang maka akan

membentuk organisasi yang sangat tidak produktif. Jadi mengubah

budaya kerja organisasi pemerintah haruslah dimulai dari mengubah

karakter masing-masing individu pimpinan dan staf pelaksana instansi

pemerintah tersebut. Karakter yang mesti dibangun oleh individu-individu

dalam organisasi pemerintah antara lain: kejujuran, disiplin, tanggung

jawab, visioner, adil, peduli dan kerjasama. (Tujuh Budi Utama).

Selain membangun karakter individu-individu dalam organisasi,

maka langkah lain yang tidak kalah pentingnya adalah membangun

system kerja yang didasarkan pada nilai dan norma yang disepakati

bersama. Dengan dibangun system atas dasar kesepakatan bersama, maka

para birokrat akan bekerja berpedoman pada system bukan bekerja

berdasarkan kepatuhan atau/apalagi berdasarkan ketakutan kepada

pimpinan. Bekerja dengan menjunjung tinggi nilai tujuh budi utama itulah

yang ditargetkan menjadi budaya kerja organisasi pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah.

15
Satu hal lagi yang tidak dapat diabaikan adalah adanya keteladanan

pimpinan tingkat tertinggi (top leadership), pimpinan tingkat menengah

(middle leadership) maupun pimpinan tingkat bawah (lower leadership).

Keteladanan yang baik, ketegasan serta tetap menerapkan pemberian

hadiah dan pemberian sanksi (reward and punishment) akan dapat

mempercepat terwujudnya budaya kerja yang produktif, efektif dan

efisien.

3. Perubahan Manajemen

Pemerintah daerah dan pemerintah tingkat bawah yang selama ini

cendrung dengan gaya manajemen klasik danbBirokratik harus segera

berubah ke gaya pemerintahan modern yang berisikan: pemerintah yang

berorientasi pada pelayanan pelanggan, pemerintah yang berjiwa

kewirausahaan, pemerintah menjadi milik masyarakat dan pemerintah

yang digerakkan oleh misi, Osborne (1992).

Banyak kasus di berbagai pemerintah kabupaten/kota yang selalu

mengabaikan investasi swasta dan mencoba membangun daerahnya

dengan APBD atau dana pemerintah yang sangat terbatas, yang harus

menerima kenyataan bahwa daerahnya makin tertinggal. Hal ini

disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan aparat pemerintah

daerah menggandeng pihak swasta untuk ikut terlibat dan berkontribusi

dalam pembangunan daerah, ketidakmampuan aparat pemerintah daerah

inilah yang perlu jadi pemikiran kita bersama yakni bagaimana

menambah wawasan, pemahaman dan kemauan mereka untuk mampu

menjalankan prinsip-prinsip manajemen pemerintahan modern pada

jajaran pemerintah daerah.

16
Pada sisi yang lain lagi kita juga menemukan banyak pemerintah

daerah yang cenderung sibuk membiayai dirinya sendiri dan sedikit sekali

pembiayaan sektor publik yang teralokasi dalam APBD yang mereka

buat. Bukanlah hal yang tidak mungkin kalau kecenderungan ini terus

dibiarkan terhadap kekhawatiran bahwa pemerintah daerah akan

ditingggalkan oleh masyarakat dan para pelanggannya. Perubahan

manajemen dalam paradigma baru pemerintahan, merupakan suatu hal

yang harus terjadi (condition sine quanon) bagi terwujudnya

ketatapemerintahan yang baik.

C. Mengelola Ketatapemerintahan yang Baik di Daerah

1. Domain Pemerintah

Pemerintah daerah beserta seluruh jajarannya termasuk pemerintah

kecamatan dan pemerintah kelurahan/desa dalam ketatapemerintahan

yang baik disebut domain pemerintah. Dalam ketatapemerintahan, domain

pemerintah berperan sebagai formulator pembangunan, dinamisator,

fasilitator, regulator, transformator dan penyediaan barang-barang publik

seperti jalan, jembatan, irigasi, air bersih, sarana pendidikan, dan barang-

barang pabrik lainnya.

Aparat pemerintah daerah harus memahami bahwa esensi

keberadaan Pemerintahan Daerah di tengah-tengah masyarakat hanyalah

untuk tiga hal :

a. Sebagai regulator (pengatur)

b. Sebagai penyedia barang-barang publik

c. Sebagai perangsang pertumbuhan ekonomi rakyat

Kita melihat adanya kecenderungan adanya pemerintah daerah

yang sibuk mengurus hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan esensi
17
keberadaan pemerintah daerah , yang berakibat hilangnya kredibilitas

pemerintah daerah dalam pandangan masyarakat, Prasodjo (2011).3

Berkenaan dengan hal-hal di atas maka tatakelola domain pemerintah

perlu diarahkan kepada prinsip-prinsip manajemen pemerintah modern

sebagaimana yang telah disebut diatas.

2. Domain Masyarakat

Menurut Putman (2002), Prinsip tatakelola domain masyarakat

adalah pemberdayaan dalam arti yang luas yaitu, dengan “membangun

kemampuan rakyat” sehingga terwujudnya social capital yang mampu

menghantarkan kepada kesejahteraan rakyat. Hal tersebut di atas dapat

terjadi apabila sosial capital benar-benar dapat diwujudkan, karena

dengan terwujudnya sosial capital inilah financial capital (dana

pembangunan) dapat dikelola secara optimal, yang pada akhirnya

berwujud kepada kesejahteraan.

Memberikan kecakapan hidup secara perorangan, memberikan

kewenangan untuk mengelola Sumberdaya Publik secara kolektif,

merupakan langkah-langkah yang efektif untuk” Membangun

Kemampuan Rakyat” yang merupakan social capital, Swasono (2004).4

3. Domain Swasta (Investor)

Tatakelola domain swasta terkait dengan kebijakan investasi di

daerah, di mana diasumsikan bahwa apabila investasi terjadi maka dengan

perhitungan ICOR akan menghasilkan pertumbuhan pada suatu kawasan,

Macomber (2011). Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan Efek

3
Eko Prasodjo, Multi Stakeholder Partnership dalam Pemerintah Daerah ( Collaborative
Governance) Bahan Kuliah Transforming Leader Indonesia (Cambridge: Harvard Kennedy
School, 2011).
4
Robert D. Putman, The Evolution Of Social Capital in Contemporary Society (Inggris:
Oxford University Press, 2002).
18
Menetes Kebawah (trickledown effect) dan Efek Penglipatan (multiplayer

effect) pada akhirnya akan melahirkan kesejahteraan dikawasan tersebut.

Pehamaman tentang arti keberadaan investasi di suatu daerah sering

dipahami secara dangkal oleh para pejabat publik di daerah, hal ini

mengakibatkan adanya rasa antipasti yang membuat prilaku “mempersulit

investasi” di daerah.

Tantangan besar bagi Intansi pembina di pemerintah pusat untuk

memberi pencerahan tentang arti penting suatu investasi bagi pejabat-

pejabat publik di daerah. Pemerintah daerah dapat mengambil peran

sebagai formulator, fasislitator, dinamisator serta membangun motivasi

bagi domain swasta dan masyarakat, yang dilaksanakan dengan prinsip-

prinsip ketatapemerintahan yang baik, antara lain: prinsip akuntabilitas,

prinsip transparansi, prinsip partisipatif, prinsip responsibility, prinsip

supremasi hukum.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Paradigma baru pemerintahan daerah meliputi perubahan pola piker

(mindset), perubahan budaya kerja organisasi dan perubahan manajemen.

Perubahan pola piker (mindset ) mencakup perubahan perilaku setiap

individu aparatur pemerintah daerah, pergeseran dari mental penguasa

menjadi sikap pelayan, dari tertutup menjadi terbuka (Openess), dari kerja

parsial menjadi bersinergi, dari berfikir sesaat menjadi berfikir stratejik,

dari pelaksana wewenang menjadi pengambil peran dan dari trouble

shooting menjadi promlem solving. Perubahan ini masih belum terjadi di

kalangan Aparatur pemerintah daerah.

2. Perubahan budaya kerja organisasi, dimulai dari membangun karakter

individu, membangun system, keteladanan pemimpin dan penerapan

reward and punishment.

3. Perubahan Manajemen meliputi penerapan prinsip-prinsip pemerintahan

modern, hal ini juga belum dikenal di jajaran pemerintah daerah.

4. Pemahaman tentang paradigma baru pemerintahan, akan menetukan

efektifnya pelaksanaan prinsip-prinsip ketatapemerintahan yang baik di

daerah. Ketatapemerintahan yang baik, yang harus dipahami oleh aparatur

dan pejabat public di daerah, meliputi: tata kelola domain pemerintah, tata

kelola domain masyarakat dan tata kelola domain swasta/investor.

Akhirnya tergantung kepada manajemen pemerintah daerah

kemauan politiknya, apakah akan tetap sibuk mengurus hal-hal yg tidak urgen

dan ditinggalkan pelanggannya, atau mampu melaksanakan agenda

perubahan dengan paradigma baru pemerintahan, yaitu perubahan pola pikir


20
(mindset) bagi setiap individu aparaturnya, perubahan budaya kerja organisasi

pemerintah daerah dan perubahan manajemen ke manajemen pemerintahan

modern.

B. Saran

Semoga makalah yang kami buat ini, dapat membantu teman-teman

dalam perkuliahan dan para pembaca dapat memahami paradigma

manajemen pemerintahan. Kami menya dari bahwa makalah ini masih

memiliki banyak kekurangan untuk itu kami menerima masukan dan kritikan

dari pembaca sekalian untuk pembuatan makalah selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Agung. "Implementasi Paradigma Baru Pemerintahan dalam

Manajemen Pemerintahan Daerah". Jurnal Lingkar Widyaiswara, Vol. 1, No.

2 (2014).

Prasodjo, Eko. Multi Stakeholder Partnership dalam Pemerintah Daerah (

Collaborative Governance). Bahan Kuliah Transforming Leader Indonesia

(Cambridge: Harvard Kennedy School, 2011).

Putman, Robert D. The Evolution Of Social Capital in Contemporary Society

(Inggris: Oxford University Press, 2002).

Wear, Ali Sadikin. "Perubahan Paradigma Manajemen Pemerintahan". Website

alisadikinwear, https://alisadikinwear.wordpress.com/2012/05/12/perubahan-

paradigma-manajemen-pemerintahan/ (13 Juni 2022).

22

Anda mungkin juga menyukai