Anda di halaman 1dari 63

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

CORPUS ALIENUM MAE


1. Pengertian (definisi) Benda asing yang masuk pada MAE
berupa binatang,biji-bijian, kapas yang
tertinggal, mainan kecil dan lain-lain
2. Anamnesis Telinga terasa buntu atau grebek-grebek
akibat masuknya benda asing
3. Pemeriksaan Fisik Tampak benda asing pada MAE
4. Kriteria 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis Kerja Corpus Alineum MAE
6. Diagnosis Banding 1. Serumen
2. Tumor
3. Polip MAE
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Otoskopi
8. Tata Laksana 1. Spoeling
2. Ekstraksi dengan menggunakan haak
atau pinset
9. Edukasi Menjelaskan terhadap penyakit yang
(Hospital Health Promotion) diderita, kemungkinan penyembuhan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Corpus Alineum MAE bisa
membaik dalam waktu 3 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung Dan Tenggorok Edisi III Tahun
2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

AURIKEL ABSES
1. Pengertian (definisi) Merupakan komplikasi dari Perikondritis
aurikularis : adalah infeksi supuratif pada
perikondrium tulang rawan daun telinga.
2. Anamnesis - Daun telinga terasa nyeri, merah dan
bengkak.
- Kadang-kadang disertai demam
3. Pemeriksaan Fisik - Daun telinga hiperemi, udim, dan nyeri
tekan.
- Terdapat fluktuasi bila terjadi supurasi.
- Dapat disertai deformitas daun telinga
4. Kriteria 1. Seringkali tanpa di sertai fluktuasi
2. Rasa nyeri pada telinga yang makin
lama meningkat
3. Khas : Lobulus bebas, tidak terkena
4. Oedem pada daun telinga, warna
merah, keras dan nyeri tekan
5. Diagnosis Kerja Aurikel Abses
6. Diagnosis Banding 1. Furunkel MAE
2. Perikondritis Aurikula
3. Othaematoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Lengkap
2. Pungsi Aspirasi

8. Tata Laksana 1. Antibiotik : Kloksasilin 4 x 250-500


mg/hari per oral, atau Gentamisin 2 x
80 mg/hari i.m selama 5 hari.
2. Analgesik : Parasetamol Asetosal bila
diperlukan.
3. Insisi, debridemand bila sudah terjadi
supurasi dengan general anestesi
9. Edukasi Memberi pengetahuan tentang makanan
(Hospital Health Promotion) yang harus dihindari dan yang sebaiknya
dikonsumsi.
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Aurikel Abses bisa membaik
dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung Dan Tenggorok Edisi III Tahun
2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

IMPACTED SERUMEN
1. Pengertian (definisi) Impacted serumen adalah serumen yang
terkumul di dalam liang telinga.
Terkumulnya serumen ini bisa menyumbat
sebagian atau total liang telinga.
2. Anamnesis - Asimptomatik
- Sensasi telinga penuh
- Tinnitus
- Nyeri telinga
- Gatal telinga
- Penurunan pendengaran
- Vertigo
3. Pemeriksaan Fisik - Di dalam liang telinga tampak
kumpulan serumen berwarna coklat
kehitaman yang bercampur epitel
skuamosa yang biasanya berbentuk
seperti bola
- Liang telinga normal / disertai otitis
eksterna
4. Kriteria 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja Impacted serumen
6. Diagnosis Banding Kolesteatoma eksterna / keratosis
obturans
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Otoskopi
2. Tes bisik
3. Tes garpu tala
4. Audiogram
8. Tata Laksana 1. Ekstraksi manual
2. Irigasi / spoeling
3. Penghisapan / suctioning
4. Bahan pelunak serumen
9. Edukasi - Menjelaskan diagnosis penyakit dan
(Hospital Health Promotion) pilihan tatalaksana.
- Tidak boleh melakukan pembersihan
telinga sendiri menggunakan cotton
bud, karena pada dasarnya serumen
akan keluar sendiri.
- Pada individu dengan serumen padat,
disarankan kontrol teratur 2-4 kali
setahun untuk pembersihan telinga.
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Impacted Serumen bisa
langsung membaik setelah perawatan.
15. Kepustakaan Pengurus Pusat Perhati-KL. Panduan
Praktik Klinis Di Bidang Telinga Hidung
Tenggorok – Kepala Leher Volume 2
Tahun 2016.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

FURUNKEL MAE (OTITIS EKSTERNA SIRKUMKRIPTA)


1. Pengertian (definisi) Furunkel MAE ( Otitis Eksterna
Sirkumskripta ) adalah infeksi akut folikel
rambut liang telinga (MAE)
2. Anamnesis - Nyeri telinga spontan dan bertambah
nyeri waktu mengunyah / daun telinga
tersentuh
- Pendengaran biasanya tidak terganggu
- Sebelumnya ada riwayat mengorek
telinga
- Otore bercampur darah bila furunkel
pecah
3. Pemeriksaan Fisik - Nyeri tekan tragus dan atau nyeri tarik
daun telinga
- Dapat terjadi limfadenitis di depan
tragus, di bawah atau belakang daun
telinga, posisi daun telinga dapat
berubah
- Liang telinga bagian luar (bagian tulang
rawan) udim dan hiperemi, lumen
menyempit, bagian tulang dan
membrana timpani normal.
4. Kriteria 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja Furunkel MAE
6. Diagnosis Banding Furunkel MAE dengan limfadenitis
retroaurikuler perlu di DD dengan
mastoiditis akut.
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Otoskopi
2. Tes bisik
3. Tes garpu tala
4. Audiogram
5. Rontgen mastoid posisi Schuller
8. Tata Laksana 1. Liang telinga diisi tampon pita yang
telah dibasahi dengan larutan Burowi,
kemudian ditetesi secara periodik
dengan larutan yang sama agar tetap
basah. Dievaluasi dan diganti tampon
setelah satu atau dua hari.
2. Sebagai analgesik dapat diberikan
Parasetamol 500 mg atau Asetosal
500 mg, bila diperlukan.
3. Bila terjadi penyulit, dapat diberikan
Kloksasilin kapsul 3 x 500 mg selama
5-7 hari, atau amoksisilin 3 x 500 mg
(dewasa)
4. Bila terbentuk abses, dilakukan insisi
9. Edukasi Menjelaskan terhadap penyakit yang
(Hospital Health Promotion) diderita, kemungkinan penyembuhan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Furunkel MAE bisa membaik
dalam waktu 3 hari perawatan.
15. Kepustakaan 3. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung Dan Tenggorok Edisi III Tahun
2005
4. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OTITIS EKSTERNA DIFUSA


1. Pengertian (definisi) Otitis eksterna difusa adalah infeksi pada
kulit meatus akustikus eksternus (MAE)
2. Anamnesis - Rasa gatal sampai nyeri di dalam
telinga
- Telinga berair (otore)
- Pendengaran normal / sedikit
berkurang
3. Pemeriksaan Fisik - MAE terisi sekret serous (alergi),
purulen (infeksi kuman), keabu-abuan
atau kehitaman (jamur)
- Kulit MAE edem, hiperemi merata
sampai ke membrana timpani.
4. Kriteria 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja Otitis eksterna difusa
6. Diagnosis Banding 1. Furunkel MAE
2. Otitis media
3. Otitis eksterna bulosa
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Otoskopi
2. Tes bisik
3. Tes garpu tala
4. Audiogram
8. Tata Laksana 1. Membersihkan dan mengeringkan
telinga setiap hari
2. Menghilangkan faktor predisposisi
3. Tampon pita ½ cm x 3 cm bila perlu
dapat dipasang didalam MAE. Tampon
dibiarkan 48 jam, dan dapat ditetesi
dengan larutan tetes telinga yang
mengandung antiseptik dan steroid
agar tetap basah
4. Pada infeksi jamur dapat digunakan
tetes telinga Nistatin yang diberikan 3
kali sehari, selama satu minggu
(jangan digunakan pada perforasi MT)
9. Edukasi Menjelaskan terhadap penyakit yang
(Hospital Health Promotion) diderita, kemungkinan penyembuhan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Otitis Eksterna Difusa bisa
membaik dalam waktu 3 hari perawatan.
15. Kepustakaan 5. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung Dan Tenggorok Edisi III Tahun
2005
6. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OTITIS MEDIA AKUT


1. Pengertian (definisi) Otitis media supuratif akut ialah infeksi akut yang
mengenai mukoperiosteum kavum timpani
dengan disertai pembentukan sekret purulen.
2. Anamnesis Sesuai Stadium
STADIUM OKLUSI TUBA
Diawali dengan ISPA akut dan diikuti dengan
gejala di telinga :
- Terasa penuh
- Grebeg-grebeg.
Pemeriksaan Otoskopi
- Membran timpani : retraksi, namun kadang
tetap normal tidak ada kelainan atau hanya
berwarna keruh pucat.
- Posisi maleulus lebih horizontal.
- Reflek cahaya berkurang.
STADIUM HIPEREMI / PRE SUPURATIF
Diawali dengan keluhan batuk dan pilek, dengan
gejala di telinga :
- Nyeri pada telinga
- Grebeg-grebeg
- Telinga terasa penuh
- Demam
- Gangguan pendengaran.
Pemerisaan Otoskopi
- Membran timpani : retraksi, warna mulai
hyperemia, edema mukosa
- Eksudat serosa yang sulit terlihat.
STADIUM SUPURASI / BOMBANS
- Otalgia hebat
- Gangguan pendengaran
- Febris, batuk, pilek
- Pada bayi dan anak kadang disertai dengan :
gelisah, rewel, konvulsi, gastroenteritis
- Belum terjadi otore.
Pemeriksaan Otoskopi
- Membran timpani : bombans dan hyperemia
- Belum ada sekret di liang telinga luar.
STADIUM PERFORASI
- Otore, mukopurulen
- Otalgi dan febris mereda
- Gangguan pendengaran
- Masih ada batuk dan pilek.
Pemeriksaan Otoskopi
- Membran timpani : perforasi, sentral, kecil di
kuadran anteroinferior
- Sekret : mukopurulen kadang tampak pulsasi
( light house sign )
- Warna membran timpani hyperemia
STADIUM RESOLUSI
Gejala-gejala pada stadium sebelumnya sudah
banyak mereda.
Kadang masih ada gejala sisa :
Tinitus dan gangguan pendengaran.
Pemeriksaan Otoskopi
- Membran timpani :
sudah pulih menjadi normal kembali.
- Masih dijumpai lubang perforasi
- Tidak dijumpai sekret lagi ( telinga telah kering ).
3. Pemeriksaan Fisik 1. Sesuai Stadium
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Otitis Media Akut
6. Diagnosis Banding 1. Furungkel MAE
2. Otitis Eksterna
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgent Mastoid Schuller
8. Tata Laksana: 1. Antibiotika
Lini I :
Amoksisilin : Dewasa 3 x 500 mg /
hari
Bayi / anak : 50 mg / kg BB / hari
Eritromisin : Dosis dewasa / anak
sama dengan dosis
amoxicilin
Co-trimoksazol : ( kombinasi
Trimethoprim 80 mg
dan SMZ 400 mg
tablet )
Dewasa : 2 x 2 tablet
Anak-anak : ( Trimethoprim 40 mg
dan Sulfametho-
xazole 200mg )
suspensi 2 x 1 cth
Lini II :
Bila ditemukan kuman sudah resisten ( infeksi
berulang )
Kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat :
Dewasa : 3 x 625 mg / hari
Bayi / anak-anak : disesuaikan dengan berat
badan dan usia.
Cefalosporin II / III oral ( Cefuroxim, Cefixim,
Cefadroxil dsb.)
Antibiotik diberikan 7-10 hari. Pemberian
yang tidak adekuat dapat menyebabkan
kekambuhan. Penderita alergi penicillin dapat
diberikan makrolid ( Azithromycine,
Roxithromycine ).
2. Memperbaiki fungsi drainase dan ventilasi
tuba Eustachius ( bila diperlukan
dengan Dekongestan : oral / topical ).
3. Evakuasi Mukopus ( bila diperlukan, pada
stadium bombans ).
Dilakukan miringotomi ( parasintesis ) pada
kuadran postero inferior membran timpani
dengan menggunakan bius lokal
( Larutan Xylocain 8 % ).
a. Lama perawatan Perawatan lewat poliklinik
9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
(Hospital Health Promotion) pemeriksaan penunjang.
2. Penjelasan perkiraan lama rawat.
3. Perubahan modifikasi makanan dan
lingkungan.
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
14. Indikator 95 % dengan bisa membaik dalam waktu 5 hari
perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi
III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OTITIS MEDIA KRONIS


Otitis media supuratif kronik ialah keradangan
1. Pengertian (definisi) kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang
di dalam kavum timpani dan tulang mastoid.
Otorea terus menerus / kumat-kumatan lebih dari
2. Anamnesis 6-8 minggu ( ≥ 2 bulan ).
Pendengaran menurun ( tuli ).
Otoskopi : Melihat tipe perforasi, mukosa kavum
timpani, secret. Untuk persiapan operasi
3. Pemeriksaan Fisik diperlukan pemeriksaan dengan mikroskop.
Pemeriksaan hidung dan tenggorok untuk
mencari faktor penyebab kronik.
Memenuhi kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Otitis Media Kronik Benigna / Maligna
1. Labirintitis
6. Diagnosis Banding
2. Langerhans sel histiositosis
a. Tes fungsi tuba Eustachius.
7. Pemeriksaan Penunjang b. Audiogram nada murni dan nada tutur.
c. X-foto mastoid posisi Schuller.
1. Tipe benigna yang aktif ( eksaserbasi akut )
 Antibioik : Clindamicin ( 3 x 150-300 mg
oral) per hari selama 5-7 hari.
 Pengobatan sumber infeksi di rongga
hidung dan sekitarnya.
 Perawatan lokal dengan Perhidrol 3 % dan
tetes telinga ( Ofloxacin ).
 Pengobatan alergi bila ada latar belakang
8. Tata Laksana: alergi.
 Pada stadium tenang ( kering ) dilakukan
timpanoplasti.
 Macam teknik pembedahan : atiko-
antrotomi dengan miringoplasti.
2. Tipe maligna
Terapi pembedahan ( mastoidektomi radikal,
radikal modifikasi, radikal dengan
rekonstruksi)
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
pemeriksaan penunjang.
9. Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan,
(Hospital Health Promotion) resiko dan komplikasi.
3. Penjelasan alternative tindakan.
4. Penjelasan perkiraan lama rawat.
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
95 % dengan bisa membaik dalam waktu 5 hari
14. Indikator
perawatan.
1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok
15. Kepustakaan
Edisi III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PRESBIAKUSIS
1. Pengertian (definisi) Presbiakusis adalah gangguan kurang
pendengaran yang disebabkan oleh
proses ketuaan
2. Anamnesis 1. Gangguan pendengaran dan sulit
berkomunikasi
2. Telinga mendenging
3. Suara terdengar dobel (diplakusis)
4. Kadang-kadang disertai vertigo
3. Pemeriksaan Fisik 1. Fisik telinga dalam batas normal
2. Tes Bisik
3. Tes Garpu Tala
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis (No. 1-4)
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
(No. 1-3)
3. Memenuhi kriteria pemeriksaan
penunjang
5. Diagnosis Kerja Presbiakusis
6. Diagnosis Banding 1. Post trauma kapistis
2. Tinitus et causa HT
3. Tinitus et causa DM
4. Tinitus et causa obat-obat ototoksis
5. Tinitus et causa trauma akustik
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Audiometri
2. Audiogram nada murni menunjukkan
tuli persepsi bilateral simetris, dengan
penurunan pada frekuensi diatas 1000
Hz
8. Tata Laksana Tidak ada terapi definitif yang memuaskan
- Vasodilator  asam nikotinat
- Vit B, C + Vit A  selama 1 bulan +
Neurotropik
- Bilamana perlu dengan “Alat Pembantu
Mendengar (APM)
- Pengobatan kardiovaskuler bila ada
keluhan jantung
9. Edukasi Pencegahan :
(Hospital Health Promotion)  Menghindari kebisingan
 Diet rendah lemak
 Menghindari rokok, ketegangan,
avitaminosis, anemi
Makanan 4 sehat 5 sempurna
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis dr. ERIE TRIJONO, Sp. THT-KL
14. Indikator 95% dengan penatalaksanaan dini
mencegah terjadinya perburukan
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung
Dan Tenggorok Edisi III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TINITUS
1. Pengertian (definisi) Tinitus adalah kelainan sensasi suara
pada seseorang yang tidak ada
hubungannya dengan rangsangan sumber
suara dari luar. Suara yang terdengar
dinyatakan sebagai suara yang
mendenging, mendengung, menderu,
berdenyut atau seperti suara jangkrik /
suara lainnya.
2. Anamnesis 1. Onset mendadak, hilang
timbul/menetap
2. Terdapat pemicu / pencetus
3. Terdapat keluhan yang menyertai :
gangguan pendengaran, vertigo dan
rasa penuh di telinga
4. Terdapat riwayat penyakit lain : Infeksi
telinga, HT, DM, metabolisme lipid,
Trauma akustik, Obat ototoksik,
Gangguan fungsi tiroid, gangguan
hematologik, dan gangguan sendi
tempoto-mandibularis
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tekanan darah
2. Tinitus Pulsatif : auskultasi leher dan
kepala
3. Pemeriksaan Somatognatia
4. Kontrol THT rutin
5. Pemeriksaan fungsi tuba eustachius
(otopneumatoskopi)
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
3. Memenuhi kriteria pemeriksaan
penunjang
5. Diagnosis Kerja Tinitus
6. Diagnosis Banding 1. Meniere’s disease
2. Neuroma Akustik
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Tes Bisik
2. Audiometri
3. Tes Garpu Tala
8. Tata Laksana Terapi dapat diberikan salah satu /
kombinasi dari :
- Medikamentosa
o Memperbesar aliran darah koklear
dan saraf sentral dengan preparat
Betahistin, atau terapi SWD.
o Menenangkan saraf dengan
tranquiliser, anti depresant dan
sedatif, karena tinitus makin keras
terdengar bila penderita stress.
o Memperbaiki integritas vaskuler
dengan vitamin dan mineral.
o Anti konvulsif untuk mengurangi
eksitasi spontan saraf pendengar
seperti Carbamazepin / Clonazepam /
Oxazepam.
o Memperbaiki aliran darah ke otak
yang langsung mempengaruhi fungsi
otak, menurunkan tingkatan stress,
kemudian memperbaiki tinitusnya :
Ginkgobiloba ( Egb 761 / Gingoid /
Tanakan ).
- Selain dengan obat-obatan diatas,
diet perlu diatur dengan menghindari
kopi, alkohol, nikotin, mengurangi
garam karena dapat merangsang
terjadinya tinitus.
- Untuk penderita tinitus ringan dapat
dihilangkan dengan adanya suara
kipas angin, suara radio atau TV.
- Tinnitus Masker : alat yang
mengeluarkan suara sesuai dengan
frekuensi secara intermiten selang
waktu 30 detik, dengan kontrol
intensitas berkisar antara 40 – 85 db.
yang dapat diatur oleh penderita.
- ABD ( Alat Bantu Dengar )
- Walkman mini stereo sistem
9. Edukasi Pencegahan :
(Hospital Health Promotion)  Menghindari kebisingan
 Diet rendah lemak
 Menghindari rokok, ketegangan,
avitaminosis, anemi
Makanan 4 sehat 5 sempurna
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis dr. ERIE TRIJONO, Sp. THT-KL
14. Indikator 95% dengan penatalaksanaan dini
mencegah terjadinya perburukan
15. Kepustakaan 1. Bashiruddin, Jenny dan Sosialisman.
Tinitus. Dalam: Soepardi, EA. et al,
editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
leher. Edisi ke-7. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI; 2017 Hal. 89-91
2. Buku Pedoman Standard SOP 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

CORPUS ALIENUM HIDUNG


1. Pengertian (definisi) Benda asing yang masuk pada lubang
hidung berupa binatang,biji-bijian, baterai
kecil, mainan kecil dan lain-lain. Paling
sering dialami anak-anak dan balita.
2. Anamnesis - Hidung tersumbat
- Onset tiba-tiba
- Umumnya unilateral
- Dapat timbul nyeri
- Bila benda asing organik, terasa ada
yang bergerak-gerak di lubang hidung
3. Pemeriksaan Fisik - Tampak benda asing pada lubang
hidung
- Sekret purulen (bila sudah
berlangsung 2-3 hari)
4. Kriteria 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis Kerja Corpus Alineum Hidung
6. Diagnosis Banding 1. Rinolit
2. Polip hidung
7. Pemeriksaan Penunjang - Rinoskopi anterior
- Foto Rontgen kranium (Schedel)
posisi AP dan lateral
8. Tata Laksana Ekstraksi manual menggunakan pengait
tumpul atau pinset
9. Edukasi Menjelaskan terhadap penyakit yang
(Hospital Health Promotion) diderita, kemungkinan penyembuhan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Corpus Alineum Hidung
bisa membaik dalam waktu 3 hari
perawatan.
15. Kepustakaan Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
Edisi Revisi Tahun 2014.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RHINITIS AKUT
1. Pengertian (definisi) Rinitis akut adalah peradangan pada
mukosa hidung yang berlangsung akut
(<12 minggu). Hal ini dapat disebabkan
oleh infeksi virus, bakteri, ataupun iritan.
Radang sering ditemukan karena
manifestasi dari rinitis simpleks (common
cold), influenza, penyakit eksantem
(seperti morbili, variola, varisela, pertusis),
penyakit spesifik, serta sekunder dari
iritasi lokal atau trauma.
2. Anamnesis Keluhan :
1. Keluar ingus dari hidung (rinorea)
2. Hidung tersumbat
3. Dapat disertai rasa panas atau gatal
pada hidung
4. Bersin-bersin
5. Dapat disertai batuk
Faktor Risiko :
1. Penurunan daya tahan tubuh.
2. Paparan debu, asap, atau gas yang
bersifat iritatif.
3. Paparan dengan penderita infeksi
saluran napas
3. Pemeriksaan Fisik 1. Suhu dapat meningkat
2. Rinoskopi anterior:
a. Tampak kavum nasi sempit,
terdapat sekret serous atau
mukopurulen, mukosa konka udem
dan hiperemis.
b. Pada rinitis difteri tampak sekret
yang bercampur darah. Membran
keabuabuan tampak menutup
konka inferior dan kavum nasi
bagian bawah, membrannya
lengket dan bila diangkat mudah
berdarah.
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Rhinitis Akut
6. Diagnosis Banding 1. Rinitis alergi pada serangan akut
2. Rinitis vasomotor pada serangan akut
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan
8. Tata Laksana - Non medikamentosa
a. Istirahat yang cukup
b. Menjaga asupan yang bergizi dan
sehat
- Medikamentosa
a. Simtomatik: analgetik dan
antipiretik (Paracetamol),
dekongestan topikal, dekongestan
oral (Pseudoefedrin,
Fenilpropanolamin, Fenilefrin).
b. Antibiotik: bila terdapat komplikasi
seperti infeksi sekunder bakteri,
Amoksisilin, Eritromisin,
Sefadroksil.
c. Untuk rinitis difteri: Penisilin
sistemik dan anti-toksin difteri.
9. Edukasi Memberitahu individu dan keluarga untuk:
(Hospital Health Promotion) 1. Menjaga tubuh selalu dalam keadaan
sehat
2. Lebih sering mencuci tangan, terutama
sebelum menyentuh wajah.
3. Memperkecil kontak dengan orang-
orang yang telah terinfeksi.
4. Menutup mulut ketika batuk dan bersin.
5. Mengikuti program imunisasi lengkap,
sepertivaksinasi influenza, vaksinasi
MMR untuk mencegah terjadinya rinitis
eksantematosa.
6. Menghindari pajanan alergen bila
terdapat faktor alergi sebagai pemicu
7. Melakukan bilas hidung secara rutin.
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
Ad Fungtionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis dr. ERIE TRIJONO, Sp. THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Rhinitis akut bisa membaik
dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Adam, G.L. Boies, L.R.
Higler.Boies.Buku Ajar Penyakit THT.
Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997.
2. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head
and Neck Surgery. Ed. Ke-8.
McGrawHill. 2003.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RHINITIS ALERGI
1. Pengertian (definisi) Rinitis Alergi adalah suatu reaksi
hipersensitif sel target di hidung yang
bersifat khas, yang timbul pada penderita
atopi. Reaksi timbul bila terjadi kontak
dengan bahan alergen tetapi bahan ini
tidak menimbulkan reaksi apapun
terhadap orang normal.
2. Anamnesis Gejala / Tanda :
- Gejala timbulnya mendadak setelah
terjadi kontak dengan alergen.
- Didahului rasa gatal pada hidung, mata
dan kadang tenggorok.
- Bersin-bersin yang tidak tidak dapat
ditahan.
- Pilek (keluar ingus encer) dan hidung
rasa buntu, gangguan pembauan.
- Rongga hidung terlihat sembab dengan
warna pucat livida.
- Terdapat sekresi sero-mukus,
kemungkinan ada riwayat alergi pada
keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu
gerakan pasien menggosok hidung
dengan tangannya karena gatal.
2. Wajah:
a. Allergic shiners yaitu dark circles di
sekitar mata dan berhubungan
dengan vasodilatasi atau obstruksi
hidung.
b. Nasal crease yaitu lipatan
horizontal (horizontal crease) yang
melalui setengah bagian bawah
hidung akibat kebiasaan
menggosok hidung keatas dengan
tangan.
c. Mulut sering terbuka dengan
lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan gigi-geligi
(facies adenoid).
3. Faring: dinding posterior faring tampak
granuler dan edema (cobblestone
appearance), serta dinding lateral
faring menebal. Lidah tampak seperti
gambaran peta (geographic tongue)
4. Rinoskopi anterior: a. Mukosa edema,
basah, berwarna pucat atau kebiruan
(livide), disertai adanya sekret encer,
tipis dan banyak. Jika kental dan
purulen biasanya berhubungan dengan
sinusitis. b. Pada rinitis alergi kronis
atau penyakit granulomatous, dapat
terlihat adanya deviasi atau perforasi
septum. c. Pada rongga hidung dapat
ditemukan massa seperti polip dan
tumor, atau dapat juga ditemukan
pembesaran konka inferior yang dapat
berupa edema atau hipertropik.
Dengan dekongestan topikal, polip dan
hipertrofi konkatidak akan menyusut,
sedangkan edema konka akan
menyusut.
5. Pada kulit kemungkinan terdapat tanda
dermatitis atopi
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
3. Memenuhi kriteria pemeriksaan
penunjang
5. Diagnosis Kerja Rhinitis Akut
6. Diagnosis Banding 1. Rinitis vasemotorika
2. Rinitis akut infeksiosa
3. Rinitis medikamentosa
4. Rinitis iritasi (kontak rinitis)
5. Rinitis hormonal

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan


sekret hidung.
2. Pemeriksaan Ig E total seru
Pemeriksaan penunjang lanjutan Bila
diperlukan, dilakukan:
1. Uji kulit atau Prick Test, digunakan
untuk menentukan alergen penyebab
rinitis alergi pada pasien.
2. Pemeriksaan radiologi dengan foto
sinus paranasal.
8. Tata Laksana 1. Meningkatkan daya tahan tubuh
(makan standar gizi, olah raga)
2. Hindari alergen penyebab
3. Hindari stres
4. Terapi Simtomatik
a. Anthistamin (CTM,
loratadin/astemizole)
b. Dekongestan (lokal, sistematik)
c. Steroid (hati-hati kontra indikasi)
5. Kaustik
9. Edukasi Memberitahu individu dan keluarga untuk:
(Hospital Health Promotion) 1. Menyingkirkan faktor penyebab yang
dicurigai (alergen). 2. Menghindari suhu
ekstrim panas maupun ekstrim dingin. 3.
Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran
jasmani. Hal ini dapatmenurunkan gejala
alergi.
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis dr. ERIE TRIJONO, Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Rhinitis Allergi bisa membaik
dengan menghindari paparan alergen.
15. Kepustakaan 1. International Consensus Report of the
Diagnosis and Management of
Rhinitis. International Rhinitis
Management Working Group.
Mechanisme of Rhinitis. Allergy
1994;49(Suppl.)7-9.
2. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. In:
Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds.
Head and Neck Surgery –
Otolaryngology Vol. I Philadelphia:JB
Lippincott Company. 1993:269-89.
3. Mabry RL. Allergic Rhinosinusitis. In:
Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds.
Head and Neck Surgery –
Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB
Lippincott Company. 1993:290-301.
4. Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma (ARIA). Executive Summary
2000.
5. Gluckman JL, Stegmeyer RJ. Non
allergic rhinitis. In: Paparella NN,
Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff
WL, eds. Otolaryngology 3rd ed. Vol.
III, Head and Neck.. Philadelphia,
London, Toronto, WB Saunders, Co,
1991:1889-98.
6. Boyles JH. Allergic rhinosinusitis:
Diagnosis and treatment. In: Paparella
NN, Shumrick DD, Stuckman JL,
Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology
3rd ed. Vol. III, Head and Neck..
Philadelphia, London, Toronto, WB
Saunders, Co, 1991:1873-88.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

SINUSITIS MAKSILARIS AKUT


1. Pengertian (definisi) Sinusitis paranasal akut merupakan proses
infeksi dari mukosa sinus maksilaris yang akut
yaitu kurang dari 4 minggu yang disebabkan oleh
mikroorganisme.
 4 minggu – 3 bulan : sinusitis maksilaris sub
akut.
 > 3 bulan : sinusitis maksilaris kronis.
2. Anamnesis GEJALA KLINIK
- Nyeri pada daerah hidung, pipi atau dahi
(tergantung lokasi sinus), dan dapat terjadi pada
gigi atas (pada sinusitis maksila )
GEJALA LAINNYA
- Dapat terjadi buntu hidung, pilek, nafas berbau,
panas badan, malaise dan kelesuan.
- Pilek berbau busuk pada sinusitis maksila
dentogen.
- Sekret mukopurulen, dapat terjadi periorbital
edema pada infeksi yang berat.
3. Pemeriksaan Fisik - Nyeri tekan daerah fosa kanina dan sulkus
gingivobukalis ( pada sinusitis maksila ), nyeri
tekan supra orbita ( pada sinusitis frontal ).
- Rinoskopi anterior:
1. Mukosa edema + hiperemi
2. Sekret muko purulen, terutama di meatus
medius
3. Rinoskopi Posterior : post nasal sekret
purulen
4. Trans iluminasi : pada sinus yang terkena
tampak gelap ( sinus maksila).
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Sinusitis Maksilaris Akut
6. Diagnosis Banding 1. Sinusitis Maksilaris Kronik
2. Rhinitis Alergika
3. Rhinitis Akut
7. Pemeriksaan Penunjang - Plain foto sinus ( posisi Water ) : penebalan
mukosa, perselubungan atau adanya air fluid
level.
- CT scan : walaupun dapat memberi
gambaran yang lebih jelas, tetapi tidak
diperlukan sebagai penentu diagnosis.
8. Tata Laksana:
b. Terapi Konservatif Antibiotik:
Lini pertama: Amoksisilin, Trimetoprim
Sulfametoksazol ( Cotrimoxazol),
atau Eritromicin.
Lini kedua: Bila ditengarai kuman menghasilkan
enzim beta-laktamase diberikan
kombinasi Amoksisilin + Asam
Clavulanat, Cefaklor, atau
Cefalosporin generasi II atau III oral.
Antibiotik diberikan minimal 2 minggu.
Dekongestan:
- Topikal : Solutio Efedrin 1% tetes hidung,
Oksimetazolin 0,025% tetes hidung untuk
anak atau 0,050% semprot hidung.
Jangan digunakan lebih dari 5 hari.
- Sistemik : Fenil Propanolamin, Pseudo-
Efedrin.
Mukolitik : N-Acetytilcystein, Bromheksin.
Analgesik / antipiretik bila perlu.
Antihistamin : diberikan pada penderita dengan
latar belakang alergi.
c. Tindakan Irigasi sinus maksila : bila resorpsi sekret sinus
maksila tidak adekuat.
d. Lama perawatan Pegobatan rawat jalan.
9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
(Hospital Health Promotion) pemeriksaan penunjang.
2. Penjelasan perkiraan lama rawat.
3. Edukasi menjaga kesehatan makanan dan
lingkungan.
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis 1. SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan
2. SMF Gigi
14. Indikator 95 % dengan Fraktur Os Nasale bisa membaik
dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi
III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

SINUSITIS MAKSILARIS KRONIS


1. Pengertian (definisi) Sinusitis paranasal kronik adalah proses
keradangan dari mukosa sinus paranasal yang
kronis, yaitu lebih dari 3 bulan.
2. Anamnesis 1. Gejala utama:
 Ingus mukopurulen
 Ingus belakang hidung
 Hidung tersumbat
 Nyeri wajah
 Hiposmia dan anosmia
2. Gejala tambahan:
 Nyeri kepala
 Halitosis/ bau mulut
 Nyeri daerah gusi atau gigi rahang atas
 Batuk
 Nyeri telinga
 Kelelahan
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan rinoskopi anterior dan atau
nasoendoskopi dapat ditemukan :
 Sekret mukopurulen dari meatus medius
 Edema dan/atau hiperemis dan/atau
polip di meatus medius,
 Ingus di belakang hidung
 Septum deviasi/ konka paradoks/
defleksi prosesus unsinatus ke lateral
4. Kriteria Diagnosis 1.Memenuhi kriteria anamnesis
2.Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Sinusitis Maksilaris Kronik
6. Diagnosis Banding Keganasan
Sinusitis karena jamur
7. Pemeriksaan Penunjang - Foto polos sinus : penebalan mukosa,
perselubungan, atau bentukan polip /
mukokel.
- Nasal endoskopi : melihat rongga hidung dan
meatus medius lebih jelas. Kondisi KOM
dapat dievaluasi lebih cermat.
- CT Scan kadang-kadang diperlukan
khususnya pada yang unilateral untuk
menyingkirkan kemungkinan malignansi atau
bila disiapkan untuk tindakan pembedahan.
- Pemeriksaan gigi atas untuk mencari
kemungkinan penyebab dari gigi ( dentogen ).
8. Tata Laksana: - Terutama menghilangkan faktor penyebab.
Untuk patologi di KOM perlu pembedahan.
- Bedah Sinus Endoskopi Fungsional ( BSEF )
untuk mengembalikan fungsi drainase dan
ventilasi sinus.
- Irigasi sinus maksila (untuk sinusitis maksila).
- Bedah Caldwell – Luc untuk sinusitis maksila
kronik.
- Pemberian antibiotik disesuaikan dengan
kuman penyebab, terutama juga untuk
eradikasi kuman penghasil β laktamase dan
kuman anaerob. Dapat diberikan Amoxicilin,
Amoxicilin + Asam Clavulanat, Cefalosporin
generasi II / III oral, Clindamicin. Bila
diperlukan penambahan Metronidazol untuk
infeksi kuman anaerob. Perawatan gigi bila
ada penyebab dentogen.
9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
(Hospital Health Promotion) pemeriksaan penunjang.
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan,
resiko dan komplikasi.
3. Penjelasan alternative tindakan.
4. Penjelasan perkiraan lama rawat.
5.Penjelasan perubahan makanan dan
lingkungan.
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam
Ad sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
14. Indikator 95 % membaik dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi
III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

POLIP NASAL
1. Pengertian (definisi) Polip Nasal / Hidung adalah pengertian
morfologis (bentuk) yang berarti adanya
penonjolan mukosa rongga hidung yang
bertangkai. Jadi disini terjadi perubahan
mukosa yang irreversible” pada mukosa
hidung
2. Anamnesis - Didahului pilek beringus yang lama
tidak sembuh-sembuh
- Hidung rasa tersumbat yang makin
berat dan menetap
- Suaranya sengau dan kepala pusing

3. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi – pelebaran rongga hidung


sisi sakit
b. Rinoskopi tampak masa polip terlihat
pucat mengkilat dengan permukaan
licin/rata (kecuali yang telah mengalami
trauma dikorek-korek)
Masa polip bila didorang dapat
bergerak (mobil) dan tidak melekat
Pada polip koanal akan terlihat masa
polip dinasofaring tetapi pangkalnya
tetap di intra nasal.
4. Kriteria 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis Kerja Polip Nasal
6. Diagnosis Banding 1. Angiofibroma nasofaring --- riwayat
sering mimisen
2. Inverted papiloma --- berbenjol dan
memberikan deformitas hidung,
unilateral dan biasanya pada usia
lanjut
3. Meningokel --- pada bayi
4. Konka hipertrofi

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Endoskopi nasal


2. Foto waters
8. Tata Laksana 1. Ekstraksi massa polip
2. Terapi dasar faktor penyebab (alergi,
infeksi)
3. CWL / Etmoidektomi --- bila telah
meluas ke dalam sinus maksilaris.

9. Edukasi 1. Memberi pengetahuan tentang


(Hospital Health Promotion) makanan yang harus dihindari dan
sebaikinya dikonsumsi oleh pasien
2. Memberi penjelasan kepada pasien
agar menghindari faktor pencetus
terjadinya flu, seperti debu, hawa
dingin, penggunaan bantal dari kapok
sebaaiknya diganti dengan spon
3. Jika menderita flu, sebaiknya langsung
diberikan ke dokter terdekat untuk
mencari pengobatan

10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Polip Nasal bisa membaik
dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung Dan Tenggorok Edisi III Tahun
2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

FRAKTUR OS NASALE

Fraktur Os Nasale adalah fraktur atau kelainan


1. Pengertian
pada septum nasi yang dapat disertai dari fraktur
piramid hidung akibat trauma

1.Kulit / jaringan lunak : udem, hematoma, laserasi,


2. Anamnesis luka robek atau perdarahan.
2.Epistaksis.
3.Obstruksi nasi.
1.Deformitas / perubahan bentuk hidung : depresi /
cekungan, dislokasi kesalah satu sisi, hidung
datar
2.Nyeri tekan dan teraba pergerakan fragmen
tulang / false movement, dan krepitasi.
3. Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan intranasal / Rinoskopi Anterior
terlihat : bekuan darah, dislokasi septum ( ICD :
839.6 ), fraktur septum nasi ( ICD : 839.7 ),
deviasi septum nasi, hematoma septum nasi atau
udem / robekan mukosa

1. Krepitasi pada regio nasal


2. Nyeri tekan pada daerah fraktur
4. Kriteria diagnosis 3. Hidung ambles
4. Hidung bengkok ke kanan / ke kiri
5. Perdarahan dari hidung
5. Diagnosis Fraktur Os Nasale
1. Tumor Hidung
6. Diagnosis banding 2. Angiofibroma Nasofaring
3. Fraktur Lefort I / II / III
1. BOF Os Nasale Posisi Lateral
7. Pemeriksaan penunjang 2. BOF Water’s
3. Skull AP / Lateral
1. Reposisi Fraktur Os Nasale
2. Amoxicillin 3x500mg
8. Terapi 3. Dexametason 3x1
4. Pasang tampon khloramphenicol salep
5. Pasang gips kupu-kupu

1. Menjelaskan kepada pasien setelah di di pasang


gips berfungsi untuk mobilisasi
9. Edukasi 2. Memberi pengetahuan kepada pasien untuk
banyak istirahat dan menjaga daya tahan tubuh
agar kondisinya cepat membaik
Ad vitam : Dubia ad bonam
10. Prognosis Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat evidens
IV
12. Tingkat rekomendasi
C
13. Penelaah kritis
Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT

14. Indikator medis 95 % dengan Fraktur Os Nasale bisa membaik


dalam waktu 5 hari perawatan.
1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
15. Kepustakaan Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi III
Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

EPISTAKSIS
1. Pengertian Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari cavum
nasi.
2. Anamnesis Keluarnya darah dari hidung

3. Pemeriksaan fisik Adanya pedarahan yang keluar dari hidung (cavum nasi)

Adanya pedarahan dari hidung (cavum nasi)


4. Kriteria diagnosis
5. Diagnosis Epistaksis
1. Cancer hidung
6. Diagnosis banding 2. Post trauma Os nasal
3. ITP
1. Pemeriksaan laboratorium
7. Pemeriksaan penunjang 2. Pemeriksaan radiologik hidung
Penatalaksanaan epistaksis dapat dilakukan
dengan memencet ke dua cuping hidung,
pemasangan daun sirih, pemasangan tampon
anterior, pemasangan tampon Bellocq, bila perlu
dilakukan ligasi arteri. Ligasi etmoid anterior dan
posterior dapat dilakukan dengan membuat sayatan
8. Terapi didekat kantus medialis dan kemudianmencari
kedua pembuluh darah tersebut di dinding medial
orbita. Ligasi arteri maksilaris interna yang terletak
di fosa pterigopalatina dapat dilakukan melalui
operasi Cadwell Luc dan kemudian mengangkat
dinidng posterior sinus maksilaris.

1. Memberi pengetahuan tentang makanan yang


harus dihindari dan sebaikinya dikonsumsi oleh
pasien
2. Memberi penjelasan kepada pasien agar
9. Edukasi menghindari faktor pencetus terjadinya
epitaksis.
3. Jika menderita epitaksis (mimisan), sebaiknya
langsung diberikan ke dokter terdekat untuk
mencari pengobatan
Ad vitam : Dubia ad bonam
10. Prognosis Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat evidens
IV
12. Tingkat rekomendasi
C
13. Penelaah kritis
Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
14. Indikator medis 95 % dengan Epistaksis bisa membaik dalam waktu
5 hari perawatan.
1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
15. Kepustakaan Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi III
Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

COMMON COLD

Kelainan berupa inflamasi pada hidung dengan


16. Pengertian gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen
yang diperantarai oleh antigen IgE

1. Bersin-bersin
17. Anamnesis 2. Rinore
3. Rasa gatal pada hidung
4. Hidung tersumbat
18. Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior

1. Tampak mukosa yang pucat kebiruan


19. Kriteria diagnosis
2. Ditemukan Eosinophilia pada laboratorium
20. Diagnosis Common Cold
NARES (non-allergic rhinitis with eosinophilic
21. Diagnosis banding
syndrome)
1. Darah Lengkap
22. Pemeriksaan penunjang
2. Tes kulit alergi
1. Roborantia tab 3x1
23. Terapi
2. Demacollin tab 3x1

1. Menjelaskan kepada pasien supaya menghindari


penyebab, dan mengunakan masker.
2. Menjelaskan tentang penyebab, perjalanan
penyakit, dan kemungkinan kekambuhan
24. Edukasi
penyakit yang diderita.
2. 3. Memberi pengetahuan kepada pasien untuk
banyak istirahat dan menjaga daya tahan tubuh
agar kondisinya membai.

Ad vitam : Dubia ad bonam


25. Prognosis Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
26. Tingkat evidens
IV
27. Tingkat rekomendasi
C
28. Penelaah kritis
Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT

29. Indikator medis 95 % dengan Common Cold bisa membaik dalam


waktu 3 hari perawatan.
1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
30. Kepustakaan Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi III
Tahun 2005.
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

LARINGITIS AKUT (NON SPESIFIK)


1. Pengertian (definisi) Laringitis Akut (Non Spesifik) adalah
infeksi akut pada mukosa laring.
Walaupun epiglotis termasuk laring,
batasan ini tidak untuk epiglotitis akut..
2. Anamnesis - Biasanya didahului dengan panas badan
(subfebril), batuk dan pilek
- Kemudian diikuti dengan suara
membesar, kemudian parau dapat
sampai afoni (tidak ada suara sama
sekali)
- Sering didapatkan sesak nafas
3. Pemeriksaan Fisik - Suara parau, bila berat dapat afoni
- Panas badan subfebris
- Sering terdapat gejala sumbatan jalan
nafas atas, yaitu :
 stridor inspirasi
 sesak nafas inspirasi
 retraksi supraklavikuler, interkostal,
epigastrium
- Anak tampak sakit berat dan gelisah
- Laringoskopi dilakukan bila sesak sudah
berkurang atau sudah dilakukan
trakeotomi. Tampak :
 Korda vokalis dan mukosa laring
lainnya udim dan hiperemi
 Rima glotis sempit
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Laringitis Akut
6. Diagnosis Banding Laringitis difteri
- terdapat pseudomembran
- sesak tidak berkurang dengan
kortikosteroid

7. Pemeriksaan Penunjang Laringoskopi


8. Tata Laksana - Kortikosteroid : Deksametason 0,1 –
0,2 mg/kgBB/hr p.0
- Ampisilin 4 x 25 mg/kgBB/p.0 atau
Koramfenikol 4 x 12,5 mg/kg BB p.o
sehari
- Obat-obatan diberikan selama 5-10
hari.
- Bila ada gejala sumbatan jalan nafas
atas :
 Oksigen
 Kortikosteroid : Deksametason 0,3
mg/kgBB i. Kalau masih sesak
diulang
 Stoom uap air, untuk
mengencerkan lendir dengan
kelembaban tinggi.
- Antibiotik, dan Infus
9. Edukasi Memberitahu individu dan keluarga untuk:
(Hospital Health Promotion) 1. Menjaga daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi makan bergizi dan
olahraga teratur.
2. Menghentikan merokok
3. Mengistirahatkan pasien berbicara dan
bersuara atau tidak bersuara
berlebihan.
4. Menghindari makanan yang mengiritasi
atau meningkatkan asam lambung.
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
Ad Fungtionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis dr. Erie Trijono, Sp. THT-KL
14. Indikator 95 % dengan laringitis akut bisa membaik
dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Bastian RW. Acute inflamatory
diseases of the larynx. In: BallengerJJ.
Ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear,
Head and Neck. 14th ed.Philadelphia,
London: Lea & Febiger, 1991:605-15.
2. Fried MP, Shapiro J. Acute and
chronic laryngeal infections.
in:PaparellaNN, Shumrick DD,
Stuckman JL, Meyerhoff WL,
eds.Otolaryngology 3rded. Vol. III,
Head and Neck. Philadelphia,
London,Toronto, WB Saunders,Co,
1991:2245-56.
3. Feehs RS, Koufman JA. Laryngitis. In:
Bailey BJ and Pillsburry IIIHC.Eds.
Head and Neck Surgery –
Otolaryngology Vol. I
Philadelphia:JBLippincott Company.
1993:612-19.
4. Pedoman diagnosis dan
PENATALAKSANAAN Lab / UPF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok 1994. RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

LARINGITIS KRONIK
1. Pengertian (definisi) Peradangan pada laring yang terjadi
secara persisten akibat laringitis akut
yang berulang.
2. Anamnesis - Suara serak
- Batuk
- Nyeri tenggorokan yang tidak
signifikan
- Riwayat merokok
- Riwayat penyalahgunaan suara
(vocal abuse) seperti berteriak-teriak
atau bicara keras
- Riwayat TBC paru
3. Pemeriksaan Fisik - Mukosa laring hiperemis
- Dapat ditemukan nodul, ulkus dan
penebalan mukosa pita suara.
4. Kriteria 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis Kerja Laringitis Kronik
6. Diagnosis Banding 1. Benda asing pada laring
2. Laringitis TBC
3. Pneumonia
4. Tumor pada laring
5. Kelumpuhan pita suara
7. Pemeriksaan Penunjang - Laringoskopi indirek
- Foto rontgen soft tissue leher AP
lateral
- Foto toraks AP
- Pemeriksaan laboratorium darah
lengkap
8. Tata Laksana - Istirahat suara (vocal rest)
- Pemberian antibiotik golongan
Penisilin dilakukan bila peradangan
dari paru
- Parasetamol atau Ibuprofen sebagai
antipiretik dan analgetik
- Kortikosteroid dapat diberikan jika
laringitis berat
- Laringitis tuberkulosis: obat
antituberkulosis
9. Edukasi Menjelaskan terhadap penyakit yang
(Hospital Health Promotion) diderita, kemungkinan penyembuhan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Laringitis Kronik bisa
membaik dalam waktu 7 hari perawatan.
15. Kepustakaan Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
Edisi Revisi Tahun 2014.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

INFILTRAT PERITONSIL
1. Pengertian (definisi) Infiltrat Peritonsil adalah radang di jaringan
ikat kendor tonsil yang mengakibatkan
timbunan infiltrate (darah) yang terdapat
diantara fosa tonsilaris dan kapsul tonsil
(di jaringan peritonsil).
2. Anamnesis Nyeri menelan unilateral, panas badan,
suara berubah (plummy voice)
3. Pemeriksaan Fisik 4. Daerah peritonsil udim, bombans,
hiperemi, tonsil terdorong ke medio
antero – caudal
5. Adanya Ptialismus
4. Kriteria 1. Nyeri menelan unilateral, panas badan,
suara berubah (plummy voice)
2. Daerah peritonsil udim, bombans,
hiperemi, tonsil terdorong ke medio
antero – caudal
3. Adanya Ptialismus
4. Pungsi aspirasi berisi darah
5. Diagnosis Kerja Infiltrat Peritonsil
6. Diagnosis Banding 1. Abses Peritonsil
2. Tumor Tonsil
3. Tonsilitis Difteri
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Swab Tenggorok
8. Tata Laksana 1. pungsi - aspirasi atau pungsi - insisi
(lihat protokol tindakan)
2. Antibiotika : amoksilin 3 - 4 x 500 mg
/hr/oral, atau ampicillin 3 x 1 gr.iv, atau
eritromisin 3 x 500 mg / hr
3. Bila masih sulit menelan dapat
dipasang naso gastrik tube
9. Edukasi Memberikan penjelasan kepada keluarga
(Hospital Health Promotion) penderita, serta memberitahukan terapi
yang tepat pada keluarga & penderita agar
tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. ERIE TRIJONO, SP. THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Infiltrat peritonsil bisa
membaik dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung
Dan Tenggorok Edisi III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

ABSES PERITONSIL
1. Pengertian (definisi) Abses Peritonsil adalah radang di jaringan ikat
kendor tonsil yang mengakibatkan abses /
timbunan pus yang terdapat diantara fosa
tonsilaris dan kapsul tonsil ( di jaringan peritonsil).
2. Anamnesis 1. Nyeri menelan unilateral,
2. Demam,
3. Suara berubah (plummy voice).

3. Pemeriksaan Fisik 1. Daerah peritonsil odem, bombans dan


hiperemi,
2. Tonsil terdorong ke medio antero – caudal.
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria anamnesis (No. 1).
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik (No. 1).

5. Diagnosis Kerja Abses Peritonsil


6. Diagnosis Banding Infiltrat peritonsil.

7. Pemeriksaan Penunjang Kultur Abses

8. Tata Laksana:
1. Perawatan RS : rawat nginap bila ada penyulit
2. Terapi :
 Pungsi - aspirasi atau pungsi – insisi.
 Antibiotika : Amoksilin 3-4 x 500 mg /hr/oral,
atau Ampicillin 3 x 1 gr.iv, atau Eritromisin 3
x 500 mg / hr.
 Bila masih sulit menelan dapat dipasang
naso gastrik tube
3. Dari segi waktu pelaksanaan tonsilektomi
dapat dilakukan 3 cara, yaitu
 Tonsilektomi a chaud atau tonsilektomi
Quinsy: dilakukan segera mungkin, dengan
tujuan untuk drainase dan pencegahan
kekambuhan.
 Tonsilektomi a tiede: dilakukan 3–4 hari
setelah insisi / drainase.
 Tonsilektomi a froid: dilakukan 4-6 minggu
setelah abses sembuh.
9. Edukasi 1. Mencegah penularan
(Hospital Health Promotion) o tidak bergantian alat makan atau minum
o tutup mulut atau hidung bila batuk atau
bersin
2. Meningkatkan kondisi badan
o olah raga teratur
o makanan bergizi
3. Meningkatkan daya tahan lokal
o menghindari makanan dan minuman yang
meng-iritasi mukosa
10. Prognosis Dubia Adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis SMF Bedah (THT), Anesthesia
14. Indikator Keluhan berkurang
Abses bersih

15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu


Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi
III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

BENDA ASING TONSIL

Benda asing tonsil adalah adanya benda asing


2. Pengertian
yang terhenti di belakang tonsil.

- tertelan sesuatu
- terasa ngganjel pada tenggorok
3. Anamnesis - sakit/sulit waktu menelan
- nyeri retrosternal
- nyeri kontraksi otot leher

Pada pemeriksaan faring menggunakan tong


4. Pemeriksaan fisik
spatel, terlihat benda asing yang tertinggal.

1. Memenuhi kriteria anamnesis (No. 1).


5. Kriteria diagnosis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik (No. 2).
6. Diagnosis Benda Asing Tonsil

1. Faringitis Akut
7. Diagnosis banding
2. Tonsilitis Akut

 Laringoskopi indirek,
 Foto polos leher AP/lateral,
 Foto toraks,
8. Pemeriksaan penunjang
 CT-scan,
 Endoskopi dengan alat endoskopi rigid atau
fleksibel.

1. Mempertahankan jalan napas,


9. Terapi 2. Menghilangkan benda asing,
3. Mencegah komplikasi.

1. Menjelaskan kepada pasien supaya menghindari


penyebab.
2. Menjelaskan tentang penyebab dan perjalanan
10. Edukasi penyakit.
3. Memberi pengetahuan kepada pasien untuk
banyak istirahat dan menjaga daya tahan tubuh
agar kondisinya membaik.

Ad Vitam : Dubia ad bonam


11. Prognosis Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

12. Tingkat evidens IV


13. Tingkat rekomendasi A
14. Penelaah kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
95 % dengan benda asing tonsil membaik setelah
15. Indikator
dilakukan pengambilan benda asing.

1. Thompson JN, Browne JD. Caustic ingestion and


foreign bodies in theaerodigestive tract. In:
Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Headand
Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I.
Philadelphia: JB LippincottCompany. 1993:725-
16. Kepustakaan 37.
2. McNab Jones RF. Foreign bodies in esophagus.
In: Ballantyne J,Groves J, eds. Scott-Brown's
diseases of the ear, nose, throat. 4 thed. Vol IV.
The pharynx and larynx. London: Butterwoths,
1979:237-43.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

FARINGITIS AKUT
Radang akut yang mengenai mukosa faring dan
1. Pengertian (definisi)
jaringan limfonodular di dinding faring.
- Tenggorok rasa kering dan panas, kemudian
timbul nyeri menelan dibagian tengah
2. Anamnesis
tenggorok.
- Demam, sakit kepala, malaise.
- Mukosa faring tampak merah dan edema,
terutama di daerah lateral band, kadang-
kadang terdapat eksudat. Sekret yang
3. Pemeriksaan Fisik
terbentuk awalnya bening, lama kelamaan
kental berwarna kuning.
- Granula tampak lebih besar dan merah.
1. Memenuhi kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Faringitis Akut
6. Diagnosis Banding Tonsilitis Akut
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
- Istirahat, banyak minum hangat.
- Analgestik / antipiretik : Parasetamol 3-4 x
500 mg, 3-5 hari.
8. Tata Laksana:
- Obat kumur Gargarisma Kan.
- Tidak diperlukan antibiotika, kecuali untuk
infeksi berat.
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
9. Edukasi pemeriksaan penunjang.
(Hospital Health Promotion) 2. Penjelasan perkiraan lama rawat.
3. Modifikasi makanan dan kebersihan makanan.
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
95 % dengan bisa membaik dalam waktu 5 hari
14. Indikator
perawatan.
Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi III
15. Kepustakaan
Tahun 2005
Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

FARINGITIS KRONIS
Faringitis Kronis merupakan peradangan /
inflamasi jaringan mukosa faring yang telah lama.
1. Pengertian (definisi)
Biasanya telah disertai hipertrofi granular
didinding belakang.
1. rasa tidak enak ditenggorok
2. Anamnesis
2. (rasa kering, pancingen, rasa ngganjel)
1. Mukosa faring terlihat granular hipertrofi
2. Sekret mukoid dan lengket
3. Pemeriksaan Fisik
3. Plika faring lateral menebal
4. Mukosa kemerahan
1. Memenuhi kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Faringitis kronis
6. Diagnosis Banding Tonsilitis
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
Pencegahan gangguan :hindari faktor penyebab
8. Tata Laksana: Diet makanan segar, Obat kumur
Tindakan : Kauterisasi, (kimia, elektris)
Lama perawatan 1. 3 hari
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
pemeriksaan penunjang.
9. Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan,
(Hospital Health Promotion) resiko dan komplikasi.
3. Penjelasan alternative tindakan.
4. Penjelasan perkiraan lama rawat.
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
95 % dengan bisa membaik dalam waktu 5 hari
14. Indikator
perawatan.
1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok
15. Kepustakaan
Edisi III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

BENDA ASING LARING


1. Pengertian (definisi) Benda asing laring adalah benda asing
yang secara tidak sengaja terhirup masuk
ke laring
2. Anamnesis - Pada awalnya timbul batuk mendadak,
hebat, bertubi-tubi dan dapat sampai
biru ( sianosis ). Kemudian diikuti
dengan fase tenang, tidak batuk, sebab
benda asing berhenti pada salah satu
cabang bronkus. Bila "lepas", dapat
timbul batuk-batuk lagi.
- Sesak napas terjadi bila ada
penyumbatan pada laring atau trakea.
- Anamnesis yang cermat, sangat penting
dalam menegakkan diagnosis.
3. Pemeriksaan Fisik - Kadang-kadang tidak dapat ditemukan
gejala yang jelas.
- Bila ada penyumbatan jalan napas atas,
tampak :
 Gelisah
 Sesak
 Stridor inspirasi
 Retraksi supraklavikuler, interkostal,
epigastrial, suprasternal.
 Biru ( sianosis ).
- Bila benda asing berhenti pada salah
satu cabang bronkus :
 Gerak napas satu sisi berkurang
 Suara napas satu sisi berkurang
- Pada fase tenang, mungkin gejala
tersebut di atas tidak ada.
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Benda Asing Laring
6. Diagnosis Banding 1. Laringitis akut
2. Trakeitis
3. Bronkitis
7. Pemeriksaan Penunjang X-foto dada, hanya dikerjakan pada kasus-
kasus tertentu, karena bila masih baru dan
bendanya non radio opaque, sering tidak
tampak kelainan.
8. Tata Laksana - Ekstraksi benda asing melalui
bronkoskopi. Bila tidak tersedia fasilitas,
kirim segera, sebaiknya dengan
ambulans dan persediaan oksigen yang
cukup. Di daerah, bila sesak dapat
dilakukan trakeotomi.
- Cara-cara pengiriman penderita :
 Duduk, miring ke sisi obstruksi
( anak dipangku ibunya ).
 Jangan banyak bergerak atau
menangis, sebab benda asing
dapat "terlepas", dibatukkan dan
mungkin dapat terjepit pada rima
glottis sehingga menimbulkan
penyumbatan jalan napas yang
fatal.
 Diberikan oksigen.
9. Edukasi 1. Menjelaskan perjalanan penyakit dan
(Hospital Health Promotion) komplikasi yang dapat timbul
2. Menjelaskan indikasi operasi dan
komplikasinya
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis dr. ERIE TRIJONO, SP. THT-KL
14. Indikator 95 % dengan Corpal laring bisa membaik
dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Mohz RM. Endoscopy and foreign
body removal. In: Paparella
NN,Shumrick DD, Stuckman JL,
Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology
3rd ed.Vol. III, Head and Neck..
Philadelphia, London, Toronto, WB
Saunders,Co, 1991:2399-428.
2. Snow JB. Bronchology. In: Ballenger
JJ. Ed. Diseases of the Nose,Throat,
Ear, Head and Neck. 14th ed.
Philadelphia, London: Lea &Febiger,
1991:1278-96.
3. Jackson C, Jackson CL. Diseases of
the nose, throat, and ear. 2nded.
Philadelphia, London: WB Saunders
Co, 1963:842-55.
4. Thompson JN, Browne JD. Caustic
ingestion and foreign bodies in theaero
digestive tract. In: Bailey BJ and
Pillsburry III HC. Eds. Headand Neck
Surgery – Otolaryngology Vol. I.
Philadelphia: JB Lippincott Company.
1993:725-37.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TONSILITIS AKUT
Tonsilitis Akut adalah peradangan akut pada jaringan
1. Pengertian
tonsil

1. Nafsu makan berkurang


2. Badan rasa lesu, panas (demam) dan nyeri
kepala
17. Anamnesis
3. Mula-mula tenggorokan terasa panas dan kering
4. Disusul timbulnya nyeri telan yang makin hebat
5. Nyeri menjalar ke telinga (referred pain)

1. Gangguan bicara seperti menggulum kentang


panas (plummy voice)
2. Pada pemeriksaan mulut berbau busuk (foetoe ex
ore)
3. Tonsil terlihat sembab, merah, kripte tertutup oleh
bercak putih kekuningan yaitu penumpukan lekosit
18. Pemeriksaan fisik dan jaringan nekrotik epitel bercampur bakteri
(detritus)
4. Ismus fausium menyempit
5. Adenoid biasanya juga ikut meradang demikian
pula palatum mole dan pilar tonsilaris
6. Hipersekresi kelenjar mukosa (ptialismus)
7. Kelenjar limfe regional bengkak dan nyeri

1. Nafsu makan berkurang


2. Badan rasa lesu, panas (demam) dan nyeri
kepala
3. Timbulnya nyeri telan yang makin hebat
4. Nyeri menjalar ke telinga (referred pain)
5. Gangguan bicara seperti menggulum kentang
panas (plummy voice)
6. Pada pemeriksaan mulut berbau busuk (foetoe ex
19. Kriteria diagnosis
ore)
7. Tonsil hiperemi dan membengkak, banyak
detritus
8. Ismus fausium menyempit
9. Palatum mole, arkus anterior dan posterior (pilar)
tonsilaris udema dan hiperemi
10. Hipersekresi kelenjar mukosa (ptialismus)
11. Kelenjar limfe regional bengkak dan nyeri
20. Diagnosis Tonsilitis Akut
3. Tonsilitis difteri : ada pseudomembran warna
keabuan, melekat dan bila dilepas timbul
perdarahan meluas keluar dari tonsil
21. Diagnosis banding
4. Tonsilitis monokleosis : masa tonsil tertutup
membran
5. Tonsilitis ulserto membranosa

1. Swab tenggorok
22. Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap

1. Antibiotika
2. Antiinflamasi
23. Terapi
3. Analgetika / antipiretika
4. Suportif : istirahat dan makan lembek

1. Mencegah penularan dengan tidak bergantian


alat makan atau minum dan tutup mulut atau
hidung bila batuk atau bersin.
2. Meningkatkan kondisi badan dengan olah raga
24. Edukasi
teratur dan makanan bergizi.
3. Meningkatkan daya tahan lokal dengan
menghindari makanan dan minuman yang meng-
iritasi mukosa.

Ad vitam : Dubia ad bonam


25. Prognosis Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

26. Tingkat evidens IV


27. Tingkat rekomendasi C
28. Penelaah kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT

95 % dengan Tonsilitis Akut bisa membaik dalam


29. Indikator
waktu 5 hari perawatan.

1. Ballenger JJ. Diseases of the oropharynx. In:


Ballenger JJ, ed.Diseases ofthe nose, throat, ear
and neck. 14th ed. Philadelphia,London: Lea
&Febiger, 1991:243-58.
2. Brodsky L. Tonsillitis, tonsillectomy and
adenotonsillectomy. In:Bailey BJand Pillsburry III
HC. Eds. Head and Neck Surgery –
30. Kepustakaan Otolaryngology Vol. IPhiladelphia: JB Lippincott
Company.1993:833-47.
3. Kornblut AD. Non-neoplastic disease of the tonsils
and adenoids.In:Paparella NN, Shumrick DD,
Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology
3rd ed. Vol. III, Head and Neck. Philadelphia,
London,Toronto, WB Saunders, Co, 1991:2129-
47.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TONSILITIS KRONIK

Tonsilitis Kronik adalah peradangan kronik


dari tonsil sebagai lanjutan peradangan
akut/subakut yang berulang/rekuren, dengan
16. Pengertian (definisi) kuman penyebab nonspesifik.
Peradangan kronik ini dapat mengakibatkan
pembesaran tonsil yang menyebabkan
gangguan menelan dan gangguan pernapasan.
1. Nyeri tenggorok atau nyeri menelan ringan yang
bersifat kronik, menghebat bila terjadi serangan
akut.
2. Rasa mengganjal ditenggorok.
3. Mulut berbau.
4. Badan lesu, nafsu makan berkurang, sakit
kepala.
5. Pada adenoiditis kronik, terjadi buntu hidung,
tidur mendengkur (ngorok).
17. Anamnesis 6. Pada anak dengan adenoid yang besar dapat
terjadi pernapasan melalui mulut. Karena
gangguan pernapasan, tidur penderita terganggu,
nafsu makan berkurang, anak lesu, daya tangkap
pelajaran berkurang. Anak tampak bodoh, mulut
selalu terbuka. Gambaran demikian sering
disebut dengan “Adenoid Face” ( Fasies
Adenoid ).
7. Sering juga terjadi gangguan pendengaran
karena sumbatan tuba eustakhius.
1. Tonsil membesar, pada eksaserbasi akut tonsil
hiperemi.
2. Kripta melebar dan terisi detritus. Detritus keluar
bila tonsil ditekan.
18. Pemeriksaan Fisik 3. Arkus anterior dan posterior hiperemi.
4. Pada adenotonsilitis kronik, dapat terjadi “
adenoid face “.
5. Pada rinoskopi anterior : fenomena palatum
mole negatif.
Satu atau lebih keluhan dari anamnesis yang
19. Kriteria Diagnosis berulang disertai dengan pembesaran ukuran
tonsil dan atau pemeriksaan fisik lainnya.

20. Diagnosis Kerja Tonsilitis Kronik

1. Hipertrofi tonsil, permukaan tonsil halus dan


terdapat anak balita.
21. Diagnosis Banding
2. Tumor tonsil, biasanya unilateral.
3. Infeksi kuman spesifik lain, tonsil terlihat granular.
1. Bila perlu kultur resistensi dari swab tenggorok,
2. Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos
nasofaring lateral, polisomnografi bila
diperlukan,
22. Pemeriksaan Penunjang 3. Pasca operasi : pemeriksaan histopatologi
jaringan tonsil dan/atau adenoid (bila dicurigai
keganasan),
4. Untuk persiapan operasi : disesuaikan dengan
PPK Tindakan operasi yang dilakukan.

1. Konservatif : obat kumur (Gargarisma Kan),


Analgetik dan antibiotika bila perlu (selama
menunggu rencana operasi).
2. Pembedahan/Tonsilektomi ( sesuai indikasi ) :
 Indikasi umum Tonsilektomi/
Adenotonsilektomi adalah bila tonsil menjadi
sumber infeksi yang memberi resiko yang lebih
besar dari pada resiko operasi.
 Indikasi khusus :
- Tonsilitis akut resivans (kambuh lebih dari 5
23. Tata Laksana: kali setahun),
- Tonsilitis kronik yang sering mengalami
eksaserbasi akut lebih dari 5 kali setahun,
- Tonsil sebagai sumber infeksi,
- Tonsilitis dengan penyulit abses peritonsil,
- Tonsil besar dengan gangguan menelan /
bernapas,
- Tonsil sebagai karier difteri,
- Tumor tonsil.

3. Lama perawatan : 3 hari.

1. Memberi pengetahuan tentang makanan yang


harus dihindari dan yang sebaiknya dikonsumsi.
2. Memberi penjelasan kepada pasien pasca
operasi agar disamping leher bagian atas diberi
kalung es agar meminimalisir atau mencegah
terjadinya perdarahan dan mengurangi nyeri post
24. Edukasi
operasi.
(Hospital Health Promotion)
3. 6-8 jam pasca oerasi pasien disuruh untuk
minum ice cream atau minuman dingin.
4. Memberi penjelasan tentang pola makan dan
minum pasca operasi (5 hari makan bubur cair, 5
hari berikutnya bubur kasar, selanjutnya makan
biasa melihat kondisi local pasca operasi).

Ad vitam : dubia ad bonam


25. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

26. Tingkat Evidens 4

27. Tingkat Rekomendasi A


28. Penelaah Kritis SMF Bedah (THT), Anesthesia

95 % dengan Tonsilitis Kronik bisa membaik setelah


29. Indikator
dialakukan pembedahan.

1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis


dan Hipertrofi Adenoid. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti Dwi R,
editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok. Edisi Ke 6. Jakarta: FKUI; 2007.
H.223-‐5.
2. Lore JM, Medina JE. Tonsillectomy and
Adenoidectomy. In: Lore JM, Medina JE, editor.
An Atlas of Head& Neck Surgery. 4thEd.
Philladelphia: ElsevierSaunders; 2005: p.770-‐2
3. Brodsky L, Poje C. Tonsillitis, Tonsillectomy,
and Adenoidectomy. In: Bailey BJ, Johnson JT,
30. Kepustakaan Newlands SD, editor. Head & neck surgery-‐
otolaryngology. 4th edition. Baltimore: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.P.1184-‐98.
4. Baugh RF, Archer SM, Mitchell RB, Rosenfeld
RM, Amin R, Burns JJ, et al. Clinical practice
guideline: tonsillectomy in children. Otolaryngol
Head Neck Surg. 2011;144: S1-‐30.
5. International Classification of Diseases 10 th
Revision (ICD 10). World Health Organization
6. International Classification of Diseases 9th
Revision Clinical Modification (ICD 9CM).
World Health Organization
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

BENDA ASING ESOFAGUS


Benda asing dalam esofagus adalah terhentinya
1. Pengertian (definisi)
benda asing dalam esofagus.
- Tertelan sesuatu
- Terasa ngganjel pada tenggorok
2. Anamnesis
- Sakit / sulit waktu menelan
- Muntah bila ada obstruksi total
- Pada pemeriksaan telinga, hidung,
3. Pemeriksaan Fisik tenggorok, tak ditemukan kelainan yang
khas.
1. Memenuhi kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Benda Asing Esofagus
Faringitis Akut
6. Diagnosis Banding
Esofagitis
- Tes minum :
Obstruksi total ( biasanya pada benda asing
daging ) : muntah.
Sebagian ( biasanya benda asing uang logam ) :
masih dapat minum sedikit-sedikit.
- Pemeriksaan X-foto :
 Dibuat foto leher-toraks-abdomen AP
( anak-anak ) atau fotoleher AP / lateral
( dewasa / orang tua ) bila benda asing
7. Pemeriksaan Penunjang radiopaque. Foto leher ini harus dibuat
sebab sebagian besar ( >90% ) benda
asing berhenti pada daerah krikofaring (
just bellow cricopharynx ).
 Dibuat foto esofagus dengan kontras
( barium + kapas ), bila benda asing tidak
radio-opaque dan kecil.
 Untuk benda asing daging, tidak perlu
dibuat foto.

Dipersiapkan esofagoskopi yang bersifat urgent


8. Tata Laksana: dengan pembiusan umum untuk diagnosis pasti
dan sekaligus ekstraksi benda asing.
Lama perawatan 3 hari
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
pemeriksaan penunjang.
9. Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan,
(Hospital Health Promotion) resiko dan komplikasi.
3. Penjelasan alternative tindakan.
4. Penjelasan perkiraan lama rawat.
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
95 % dengan bisa membaik dalam waktu 5 hari
14. Indikator
perawatan.
1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok
15. Kepustakaan
Edisi III Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIFTERI

Difteri merupakan infeksi akut Corynebacterium


Dipthteriae yang dapat mengenai mukosa tonsil
sehingga terbentuk pseudomembran yang tebal,
putih abu-abu, kotor, melekat pada dasar, yang bila
1. Pengertian (definisi) dilepaskan akan terjadi perdarahan.
Pseudomembran dapat meluas dari tonsil ke faring
bahkan dapat ke laring, otot jantung dan saraf
perifer. Banyak terjadi pada anak-anak terutama
yang belum di vaksinasi Difteri

1. Suara Serak,
2. Tenggorok terasa sakit,
3. Nyeri saat menelan,
4. Demam,
5. Kesulitan bernapas,
2. Anamnesis
6. Pembengkakan di leher,
7. Ada bercak putih keabu-abuan di saluran
pernapasan atas,
8. Pernah kontak dengan penderita difteri (< 2
minggu).
1. Tonsil membesar, odem, hiperemi, terdapat
detritus, kripta melebar,
arkus anterior dan posterior hiperemi.
3. Pemeriksaan Fisik
2. Tampak beslag/pseudomembran pada tonsil
berwarna putih abu-abu, bila diusap dengan lidi
kapas mudah berdarah.

1. Probable Difteri adalah orang dengan gejala


laringitis, nasofaringitis, atau tonsilitis ditambah
pseudomembran putih keabu-abuan yang tidak
mudah lepas dan mudah berdarah di faring,
laring, tonsil, cavum nasi ( upper airway)
ditambah salah satu dari :
 Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu),
 Status imunisasi tidak lengkap, termasuk
belum dilakukan booster,
 Stridor, limfadenopati dan bullneck,
4. Kriteria Diagnosis
 Perdarahan submukosa atau petekie pada
kulit,
 Gagal jantung toksik, gagal ginjal akut,
 Miokarditis ( confirmed EKG, CK-CKMB,
SGOT ) dan / atau kelumpuhan
motorik 1 s/d 6 minggu setelah onset,
 Meninggal.
2. Confirmed Difteri adalah penderita yang sudah
terkonfirmasi menderita penyakit difteri dengan
ditemukannya Corynebacterium Diphtheria
melalui pemeriksaan media kultur maupun PCR.
5. Diagnosis Kerja Difteri

1. Tonsilitis kronik.
2. Hipertrofi tonsil, permukaan tonsil halus dan
6. Diagnosis Banding terdapat anak balita.
3. Tumor tonsil, biasanya unilateral.
4. Infeksi kuman spesifik lain, tonsil terlihat granular.

1. Kultur swab dibawaha pseudomembran


7. Pemeriksaan Penunjang
2. PCR

Terapi Konservatif
1. Penderita diwajibkan istirahat maksimal, makan
makanan yang bergizi 4 sehat 5 sempurna, dan
hindari makanan / minuman yang meng-iritasi
cavum oris dan faring / mesofaring / orofaring
sampai sembuh.
2. Obat kumur ( Betadin kumur : 3 dd. C1 kumur
hanya 5 detik selama 2 hari ),
3. Analgetik dominan anti udem : 3 dd. 1 Kalium
Diclofenac selama 7 hari.
4. Antibiotika Erytromysin
5. Suplemen anti virus: Imunomodulator ( Imboost
Force, atau Imudator caplet ) selama 7 hari.
6. Kontrol hari ke 3 setelah terapi point 1) s/d 5),
bila detritus pada Tonsil dan jaringan sekitarnya
tetap ada dan tambah meluas, maka secara klinis
di Diagnosis sebagai Confirmed Difteri, penderita
langsung di rawat inap.

Terapi Spesifik
8. Tata Laksana: 1. ADS dengan dosis pemberian
 Difteri ringan (hidung, mata, kulit): 10.000-
20.000 U im.
 Difteri sedang (tonsil, faring, laring): 40.000–
60.000 U iv drip.
 Difteri berat (dengan penyulit): 60.000-100.000
U iv drip.
2. PPC / Penisilin procain single dose im (1 vial = 3
juta IU). Dengan dosis:
 BB < 50 kg : 600.000-1,2 jt U/12 Jam;
 BB > 50 kg : 1,5jt U/12 jam atau x 2 per hr
( pagi & sore) sampai 10 hr.
3. Metronidazole sup. tiap 6 jam.
4. Bila alergi PPC:
 Klindamisin 150-300 mg tiap 6 jam, atau
 Erytromisin tiap 6 jam dosis 50 mg/kgBB/24
jam (maksimal 1 gram ) per oral, atau
 Rifampicin dengan dosis pada anak 10
mg/kgBB, BB < 40 kg : 300mg, BB 40-60 kg :
450mg, BB > 60 kg : 600mg ) selama 7 hari,
atau
 Azitromicyn 1 x 500 mg selama 3 - 5 hari.
Probable Difteri dapat rawat jalan dengan Terapi
Konservatif dengan advis : bila demam meningkat /
3. Edukasi
ada ber cak putih yang meluas di cavum oris dan
(Hospital Health Promotion)
faring / ada stridor / ada limfadenopati / ada bullneck
langsung ke IGD untuk rawat inap.

4. Prognosis Baik bila penyakit cepat di Terapi dengan adekuat.

5. Tingkat Evidens 4
A
6. Tingkat Rekomendasi

7. Penelaah Kritis SMF Bedah (THT), Anesthesia, Interna dan Anak

1. Bebas demam.
2. Pseudomembran (-).
8. Indikator
3. EKG baik.
4. Enzim jantung CK-CKMB dan SGOT normal.

Petunjuk teknis penanganan dan spo difteri, tetanus,


9. Kepustakaan anafilaktik shock di rsud mardi waluyo kota blitar,
2019.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

CA. NASOFARING
Karsinoma Nasofaring adalah keganasan yang
1. Pengertian berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar
yang terdapat di nasofaring.
Gejala awal merupakan gejala awal saat tumor
masih terbatas di nasofaring.
- Telinga : pendengaran berkurang, tinnitus.
- Hidung : pilek kronik, ingus / dahak bercampur
dahak.
Gejala lanjut merupakan gejala yang timbul karena
penyebaran tumor secara ekspansif, infiltratif atau
metastase
 Penjalaran Ekspansif :
- Kedepan menyumbat koane  menyebabkan
hidung buntu.
- Kebawah mendesak palatum molle 
mengganggu proses menelan.
 Penjalaran infiltratif :
- Keatas masuk keforamen laserum 
menyebabkan nyeri kepala parese / paralisa
2. Anamnesis
N III, IV, V, VI  gangguan mata (ptosis,
diplopia, oftalmoplegi, trigeminal neuralgi).
- Kesamping :
Menekan N IX, X  parese palatum mole,
faring terjadi gangguan menelan,
Menekan N XI  gangguan fungsi otot
sternokleido mastoideus trapezius,
Menekan N XII  deviasi lidah.
 Metastasis :
- Melalui getah bening  pembesaran kelenjar
limfe regional (kaudal ujung mastoid, dorsal
angulus mandibula, medial otot sterno kleido-
mastoid).
- Metastase jauh  hati, paru, ginjal, tulang,
limpa dsb.

3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik


1. Inspeksi umum
Wajah, mata, rongga mulut, leher dsb
2. Pemeriksaan khusus THT
a. Telinga
a. Hidung
Rinoskopi Anterior :
- Tumor Endofitik  tak jelas kelainan,
kemungkinan ditemukan sekret, kadang-
kadang berdarah
- Tumor eksofitik  tampak tumor dibagian
belakang rongga hidung tertutup sekret
mukopurulen
Rinoskopi Posterior :
- Tumor endofitik  tak terlihat masa,
mukosanasofaring agak menonjol tidak
rata dan vaskularisasi bertambah
- Tumor eksofitik  tampak masa
kemerahan

Penentuan Stadium / Klasifikasi tumor :


Setelah diagnosis pasti ditegakkan, stadium perlu
ditentukan dengan sistem TNM. Penentuan stadium
dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara
UICC (Union Internationale Cancer Centre) dan
AJCC (American Joint Committee on Cancer) pada
tahun 1986. Pada saat ini telh diterbitkan edisi V
klasifikasi TNM oleh UICC, yang untuk karsinoma
nasofaring pembagian TNM sebagai berikut :

T menggambarkan keadaan tumor primer, besar


dan perluasannya:
T1 - Tumor terbatas pada nasofaring
T2 - Tumor meluas ke orofaring dan atau fosa
nasal
T2a- Tanpa perluasan ke parafaring
T2b- Dengan perluasan ke parafaring
T3 - Invasi ke struktur tulang dan atau sinus
paranasal
T4 - Tumor meluas ke intrakranial dan atau
mengenai saaraf otak, fosa infratemporal,
hipofaring atau orbita.

N menggambarkan keadaan kelenjar getah


bening/limfe regional
N0 - Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
N1 - Terdapat pembesaran kelenjar limfe pada
sisi yang sama / ipsilateral  6 cm
N2 - Terdapat pembesaran kelenjar limfe
bilateral  6 cm
N3 - Terdapat pembesaran kelenjar limfe  6
cm atau ekstensi ke Supraklavikular

M menggambarkan metastase jauh.


MO - tidak ada metastase jauh
M1 - terdapat metastase jauh
Mx - metastase tidak dapat dinilai

Berdasarkan TNM tsb., stadium penyakit dapat


ditentukan :
St. I : T 1 NO MO
St. IIA : T 2a NO MO
St. IIB : T1 N1 MO
T2a N1 MO
T2b NO-1 MO
St. III : T1-2 N2 MO
T3 NO-2 MO
St. IVA : T4 NO-2 MO
St. IVB : tiap T, N3 MO
St. IVC : tiap T, tiap N, M1
Diagnosa klinis berdasarkan :
1. Umur
2. Gejala-gejala klinik ( subyektif )
3. Gejala dini dan gejala lanjut
4. Berdasarkan pemeriksaan ( obyektif ) dengan
rhinoskopi anterior dan rhinoskopi posterior
dapat ditentukan adanya, lokalisasi dan
4. Kriteria diagnosis
besarnya dari carcinoma nasofaring.
5. Dipusat dengan nasofaringoskopi dan X-Foto.

Diagnosis histopatologis :
1. biopsy merupakan diagnose pasti,
2. cytology menentukan adanya keganasan, (tapi
berasal dari lain tempat).
5. Diagnosis Ca Nasofaring

1. TBC nasofaring,
6. Diagnosis banding 2. Angiofibroma nasofaring
3. juvenile angiofibroma nasofaring
1. X - Foto : tengkorak lateral, Water's, Dasar
tengkorak.
2. Biopsi:
- Pada daerah tumor (yang dicurigai)  bila
7. Pemeriksaan penunjang
negative dapat diulang sampai 3 kali
- Pada kelenjar getah bening yang dicurigai
kena metastase.

 Terapi utama "Radiasi"  400 - 600 R. Karena


fasilitas terapi ini di RSUD Mardi Waluyo tidak
tersedia  Penderita dirujuk ke RS Rujukan
yang lebih tinggi.
8. Tata Laksana
 Kontrol penderita yang telah mendapatkan
radiasi  4 minggu setelah radiasi dievaluasi -
klinis & biopsi setiap bulan. Hasil biopsi positif 
rujuk tulang untuk mendapatkan radiasi booster.

1. Menjelaskan kepada pasien agar menghindari


faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Ca
nasofaring seperti berhenti merokok,
menghindari dari paparan asap.
9. Edukasi 2. Menjelaskan kepada pasien agar tidak
mengkonsumsi alkohol.
3. Memberi pengetahuan kepada pasien untuk
banyak istirahat dan menjaga daya tahan tubuh
agar sistem imunnya baik.
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
10. Prognosis Ad fungsionam : Dubia ad malam
Prognosa jelek, karena biasanya penderita datang
pada stadium lanjut (Stadium III/IV).
11. Tingkat evidens IV
12. Tingkat rekomendasi C
13. Penelaah kritis Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT
14. Indikator medis 95 % dengan Ca Nasofaring bisa membaik dalam
waktu 5 hari perawatan untuk persiapan
radiotherapi.
1. Neel III HB, Slavit DH. Nasopharyngeal Cancer.
In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head
and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I
Philadelphia: JB Lippincott Company.
1993:1257-73.
2. Skinner DW, Van Hasselt CA, Tsao SY.
Nasopharyngeal carcinoma: Mode of
presentation. Ann Otol Rhinol Laryngol
1991;100:544-51
3. Tamori AT, Yoshizaki T, Miwa T, Furukawa M.
Clinical evaluation staging system for
nasopharyngeal carcinoma: comparison of
fourth and fifth editions of UICC TNM
classification. Ann Otol Rhinol Laryngol
15. Kepustakaan
2000;109:1125-9.
4. Prasad U. Current status of combination
chemotherapy and radiotherapy in the
treatment of advanced nasopharyngeal
carcinoma. Medical Progress 2000;17:8-10.
5. Pathmanathan R. Pathology. In: Chong VFH
and Tsao SY, Eds. Nasopharyngeal Carcinoma.
Singapore: Armour Publishimg Pte Ltd 1997:6-
13
6. Stanley RE, Fong KW.Clinical presentation and
diagnosis. In : Chong VFH and Tsao SY,
Eds. Nasopharyngeal Carcinoma. Singapore:
Armour Publishimg Pte Ltd 1997:29-41
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DYSFAGIA

Adalah nyeri telan akibat radang serta kelainan


yang terjadi pada hipofaring, atau adanya
gangguan yang mengenai esophagus, atau
kelainan motorik dari otot polos esofagus, dimana
1. Pengertian
terjadi gangguan kontraksi / peristaltik otot esofagus
yang menyeluruh, disertai otot lingkar esofagus
bagian bawah yang gagal untuk relaksasi secara
sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan
pengosongan esophagus.
2. Anamnesis Didapatkan sulit / nyeri telan hebat

1. Test minum negatif


3. Pemeriksaan fisik 2. Reflek muntah menurun
3. Laringoskopi indirek dan direk didapatkan
massa di hipofaring / esofagus proksimal

1. Anamnesa
4. Kriteria diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang

5. Diagnosis Dysfagia

1. Akalasia
2. Tumor esofagus
3. Metastase tumor mediastinum
4. Metastase ca nasofaring
5. Metastase ca laring
6. Diagnosis banding 6. Corpus alienum esophagus
7. Luka korosif esophagus
8. Trauma leher
9. Post CVA
10. Neuropati diabetika
11. Tumor hipofaring

1. Esofagogram
2. Barium kapas
7. Pemeriksaan penunjang 3. Soft tissue leher ap / lateral
4. Thorak pa / lateral
5. Esofaguskopi eksplorasi
1. Pasang NG tube
2. Businasi
3. Klindamicyn 3 x 300 mg
8. Terapi
4. Deksametahsone 3 x 1 ampul
5. Novaldo 3 x 1 ampul
6. Metronidazole supp. 3 x 500 mg
Menjelaskan terhadap penyakit yang diderita,
9. Edukasi
kemungkinan penyembuhan dan komplikasi yang
mungkin terjadi.
Ad vitam
10. Prognosis Ad : Dubia ad bonam
sanationam : Dubia ad bonam
Ad : Dubia ad bonam
fungsionam
11. Tingkat evidens
IV
12. Tingkat rekomendasi
C
13. Penelaah kritis
Dr. ERIE TRIJONO,Sp.THT

14. Indikator medis 95 % dengan Dysfagia bisa membaik dalam waktu


5 hari perawatan.
1. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu
15. Kepustakaan Penyakit Telinga, Hidung Dan Tenggorok Edisi III
Tahun 2005
2. Buku Pedoman Standard SOP 2009

Anda mungkin juga menyukai