Anda di halaman 1dari 11

TUGAS RESUME

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN BAYI BARU LAHIR


PENGAWASAN KALA IV PERSALINAN

Dosen Pengampu: Erinda Nur Pratiwi, SST., M.Kes., M.Keb

Disusun Oleh:
Isri Choiriyah AB202031 Natalia Nela AB202044
Istiqomah Nurfidiiniilah K K AB202032 Ngadiyem AB202045
Leni Marlina AB202033 Nining Setyaningsih AB202046
Lestari Puji Utami AB202034 Nisa Khusnul Fadila AB202047
Lilis Widyastuti AB202035 Novia Retno Wardani AB202048
Lisensia Ninda AB202036 Nunuk Kusumawati AB202049
Luthfi Rahmaningtyas AB202037 Nur Viddiyah Wati AB202050
Mahbub Putri Nugraeni AB202038 Nurul Rimbawati AB202052
Marmonis AB202039 Oktinita Elvandari AB202053
May Jani Yulianti AB202040 Pambayun Nurfitri L S AB202054
Megawati AB202041 Ratih Ambarsari AB202055
Murtini AB202042 Reni Sulistyaningsih AB202056
Mustaghfiroh AB202043 Retno Nurasisyah I AB202057

PRODI S1 ALIH KREDIT KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2021
PENGAWASAN KALA IV PERSALINAN

A. Pengertian
Kala IV pada ibu bersalin merupakan waktu setelah lahirnya plasenta atau bisa
dikatakan batasannya adalah 2 jam pertama setelah persalinan. Dalam waktu itu
bukan hanya ibu saja yang harus dipantau tetapi juga janin. Pemantaun yang
dilakukan untuk ibu terkait dengan perubahan dari uterus yaitu telah terjadi
pengecilan secara mendadak akibat keluarnya isi, baik bayi, cairan amnion, dan
juga plasenta. Dari pengeluaran plasenta itu sendiri ada jaringan yang terlepas dan
membutuhkan penyempitan pembuluh darah agar tidak terjadi perdarahan aktif, dan
salah satunya yang bisa membantu adalah adanya kontraksi (Suprapti dkk, 2016).
B. Fisiologi Kala IV
1. Tanda Vital
Dua jam pertama setelah persalinan, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
akan berlangsung normal. Suhu pasien biasanya akan mengalami sedikit
peningkatan, tapi masih di bawah 38 oC, hal ini disebabkan oleh kurangnya
cairan dan kelelahan. Jika intake cairan baik, maka suhu akan berangsur normal
kembali setelah dua jam (Sulistyawati dkk, 2013 ).
2. Gemetar
Kadang dijumpai dari 38 oC dan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi lain.
Gemetar terjadi karena hilangnya ketegangan dan sejumlah energi selama
melahirkan dan merupakan respon fisiologis terhadap penurunan volume
intraabdominal serta pergeseran hematologi (Sulistyawati dkk, 2013 ).
3. Sistem Gastrointestinal
Selama dua jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa mual
sampai muntah, atasi ini dengan posisi tubuh yang memungkinkan dapat
mencegah terjadinya aspirasi corpus aleanum ke saluran pernapasan dengan
setengah duduk atau duduk di tempat tidur. Perasaan haus pasti dirasakan
pasien, oleh karena itu hidrasi sangat penting diberikan untuk mencegah
dehidrasi (Sulistyawati dkk, 2013).
4. Sistem Renal
Selama 2-4 jam pascapersalinan kandung kemih masih dalam keadaan
hipotonik akibat adanya alostaksis, sehingga sering dijumpai kandung keih
dalam keadaan penuh dan mengalami pembesaran. Hal ini disebabkan oleh
tekanan pada kamdung kemih dan uretra selama persalinan. Kondisi ini dapat
diringankan dengan selalu megusahakan kandung kemih kosong selama
persalinan untuk mencegah trauma. Setelah melahirkan, kandung kemih
sebaiknya tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan terjadi atoni.
Uterus yang berkontraksi dengan buruk meningkatkan perdarahan dan nyeri
(Sulistyawati dkk, 2013).
5. Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah
uterus. Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara
cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal.
Aliran ini terjadi 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini
pasien mengeluarkan banyak sekali urine. Hilangnya pengesteran membantu
mengurangi retensi cairan melekat, dengan meningkatnya vaskular pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama degan trauma masa
persalinan. Pada persalinan per vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml
sedangkan pada persalinan SC pengeluarannya dua kali lipat. Perubahan terdiri
dari volume darah dan kadar hematokrit (Sulistyawati dkk, 2013).
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah pasien
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung
(Sulistyawati dkk, 2013).
6. Serviks
Perubahan-perubahan pada serviks terjadi segera setelah bayi lahir, bentuk
serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus
uterus yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk
semacam cincin (Sulistyawati dkk, 2013).
Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh darah.
Konsistensi lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena
robekan kecil terjadi selama berdilatasi, maka serviks tidak akan pernah
kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil (Sulistyawati dkk, 2013).
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan
menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir tangan bisa masuk ke
dalam rongga rahim, setelah dua jam hanya dapat dimasukin dua atau tiga jari
(Sulistyawati dkk, 2013).
7. Perineum
Segera setelah dilahirkan, perineum menjadi kendur kerena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada hari ke-5
pascamelahirkan, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya
sekalipun tetap lebih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil
(Sulistyawati dkk, 2013).
8. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Selama 3 minggu vulva
dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina
berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih
menonjol (Sulistyawati dkk, 2013).
9. Pengeluaran ASI
Dengan menurunnya hormon estrogen, progesteron, dan Human Plasenta
Lactogen Hormone setelah plasenta lahir, prolaktin dapat berfungsi membentuk
ASI dan mengeluarkannya ke dalam alveoli bahkan sampai duktus kelenjar
ASI. Isapan langsung pada puting susu ibu menyebabkan refleks yang dapat
mengeluarkan oksitosin dari hipofisis sehingga mioepitel yang terdapat
disekitar alveoli dan duktus kelenjar ASI berkontraksi dan mengeluarkan ASI
ke dalam sinus yang disebut “let down refleks” (Sulistyawati dkk, 2013).
C. Pemeriksaan Kala IV
1. Serviks
Indikasi pemeriksaan serviks menurut Sulistyawati (2013), yaitu :
a. Aliran perdarahan per vagina berwarna merah terang dari bagian atas tiap
laserasi yang diamati, jumlahnya menetap atau sedikit setelah kontraksi
uterus dipastikan.
b. Persalinan cepat atau presipitatus.
c. Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk mengurangi tepi
anterior.
d. Dorongan maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal.
e. Kelahiran per vagina dengan tindakan, misalnya ekstraksi vakum atau
forsep.
f. Kelahiran traumatik, misalnya distosia bahu.
Adanya salah satu dari faktor di atas mengindikasikan kebutuhan untuk
pemeriksaan serviks secara spesifik untuk menentukan langkah perbaikan.
Inspeksi serviks tanpa adanya perdarahan persisten pada persalinan spontan
normal tidak perlu secara rutin dilakukan (Sulistyawati dkk, 2013).
2. Vagina
Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada vagina dilakukan
setelah pemeriksaan robekan pada serviks. Penentuan derajat laserasi dilakukan
pada saat ini untuk menentukan langkah penjahitan (Sulistyawati dkk, 2013).
3. Perineum
Berat ringannya robekan perineum terbagi menjadi 4 derajat (Sulistyawati
dkk, 2013).
a. Derajat I
Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior dan kulit perineum. Pada
derajat I ini tidak perlu dilakukan penjahitan, kecuali jika terjadi perdarahan.
b. Derajat II
Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum dan otot
perineum. Pada derajat II dilakukan penjahitan dengan teknik jelujur.
c. Derajat III
Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum
dan otot spingter ani external.
d. Derajat IV
Derajat III ditambah dinding rectum anterior. Pada derajat III dan IV segera
lakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan teknik dan prosedur khusus
(Kurniarum, 2016).

D. Pengawasan Kala IV
1. Tanda Vital
a. Tekanan darah dan nadi
Selama satu jam lekukan pemantauan pada tekanan darah dan
nadi setiap 15 menit dan pada satu jam kedua lakukan setiap 30 menit
(Sulistyawati dkk, 2013).
Pemantauan tekanan darah ibu pascapersalinan digunakan untuk
memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok akibat mengeluarkan
banyak darah. Adapun gejala syok yang diperhatikan antara lain nadi
cepat, lemah (110 kali/menit atau lebih), teanan darah rendah (sistolik
kurang dari 90 mmHg), pucat, berkeringat atau dingin, kulit lembab,
nafas cepat (lebih dari 30 kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau
tidak sadar serta produksi urine sedikit sehingga produksi urine menjadi
pekat dan suhu tinggi perlu diwaspadai juga kemungkinan terjadinya
infeksi dan perlu penangannan lebih lanjut (Walyani dkk, 2016).
b. Respirasi dan suhu
Lakukan pemantauan respirasi dan suhu setiap jam selama dua jam
pertama pascapersalinan (Sulistyawati dkk, 2013).
2. Kontraksi Uterus
Pemantauan kontraksi uterus dilakukan setiap 15 menit selama satu
jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua. Pemantauan ini
dilakukan bersamaan dengan masase fundus uterus secara sirkular.
Topangan pada uterus bawah selama masase mencegah peregangan ligamen
kardinale. Untuk melakukan masase uterus yang benar, remas uterus bawah
pada abdomen tepat di atas simfisis dan tahan ditempat dengan satu tangan,
sementara tangan lain melakukan masase fundus. Masase fundus yang
efektif mencakup lebih dari lekuk anterior fundus. Seluruh fundus anterior,
lateral, dan posterior harus tercapai oleh tangan seluruhnya. Prosedur ini
dilakukan secara cepat dengan sentuhan yang tegas dan lembut. Sewaktu
bidan memulai prosedur ini, jangan lupa jelaskan kepada pasien bahwa
mungkin akan sangat menyakitkan namun dengan penjelasan yang detail
mengenai apa tujuan tindakna ini, pasien biasanya akan paham dan
kooperatif (Sulistyawati dkk, 2013).
Jika bidan tidak dapat berada di samping pasien secara terus menerus
untuk melakukan masase, maka kondisi pasien saat ini sangat kondusif jika
dilibatkan dalam tindakan. Bimbingan cara melakukan masase dari bidan
akan mendorong partisipasi aktif pasien dalam mengatur perawatan dirinya
sendiri dan lebih mengetahui tentang tubuhnya (Sulistyawati dkk, 2013).
3. Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Evaluasi TFU dilakukan dengan meletakkan jari tangan secara melintang
dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uterus setinggi atau
beberapa jari dibawah pusat (Sulistyawati dkk, 2013).
4. Lokia
Lokia dipantau bersamaan dengan masase uterus. Jika uterus kontraksi
dengan baik maka aliran lokia tidak akan terlihat banyak, namun jika saat
uterus berkontaksi terlihat lokia yang keluar lebih banyak maka diperlukan
suatu pengkajian lebih lanjut (Sulistyawati dkk, 2013).
5. Kandung Kemih
Pada kala IV bidan memastikan bahwa kandung kemih selalu dalam
keadaan kosong setiap 15 menit sekali dalam satu jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua. Ini sangat
penting untuk dilakukan untuk mencegah beberapa penyulit akibat
penuhnya kandung kemih (Sulistyawati dkk, 2013), seperti :
a. Kandung kemih yang penuh akan menyebabkan atonia uterus dan
menyebabkan perubahan posisi uterus.
b. Urine yang terlalu lama berada dalam kandung kemih akan berpotensi
menyebabkan infeksi saluran kemih.
c. Secara psikologis akan menyebabkan kekhawatiran yang berpengaruh
terhadap penerimaan pasien berkaitan dengan perubahan perannya.
6. Perineum
Setelah pengkajian derajat robekan; perineum kembali dikaji dengan
melihat adanya edema, memar, dan pembentukan hemtom yang dilakukan
bersamaan saat mengkaji lokia. Pengkajian ini termasuk juga untuk
mengetahui apakah terjadi hemoroid atau tidak. Jika terjadi, lakukan
tindakan untuk mengurangi ketidaknyamaan yang timbul dengan
memberikan kantong es yang ditempel di area hemoroid. Selain itu, dapat
juga diberikan zat yan bersifat menciutkan, misalnya witch hazel atau tucks
pads atau sprai dan krim anestesi, analgesik yang digunakan secara lokal
(Sulistyawati dkk, 2013).
7. Perkiraan Darah yang Hilang
Sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah
serongkali bercampur dengan cairan ketuban atau urine dan mungki terserap
handuk, kain, atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara
akurat melalui perhitungan jumlah darah di sarung karena ukuran sarung
bermacam-macam dan mungkin sarung telah diganti jika terkena sedikit
darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot di bawah
bokong pasien untuk mengumpulkan darah bukanlah cara efektif untuk
mengukur kehilangan darah dan bukan cerminan asuhan sayang ibu, karena
berbaring di atas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan
pasien untuk memegang dan menyusui bayi (JNPK-KR, 2015).
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume
darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat
menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi 2 botol, artinya
pasien telah kehilangan satu liter darah, jika darah bisa mengisi setengah
botol pasien kehilangan 250 ml darah dan seterusnya. Memperkirakan
kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi pasien.
Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan
pasien lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistol
turun lebih dari 10 mmHg dari mondisi sebelumnya, maka telah terjadi
perdarahan lebih dari 500 ml. Bila pasien mengalami syok hipovolemik
maka pasien telah kehilangan darah 50% dari total jumalh darah (2000-2500
ml). Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah
kehilangan darah yang keluar, dan kontraksi uterus. (JNPK-KR, 2015).
E. Manajemen Asuhan Kala IV
1. Pengkajian pada ibu
a. Data subjektif
1) Ibu dapat mengungkapkan perasaan gembiranya setelah bayi dan
plasenta lahir
2) Ibu merasakan perutnya kadang merasa sedikit mules
3) Bila ibu mengalami luka robek pada daerah periniumnya ibu
mengeluh ada rasa perih
b. Data objektif
1) Keadaan umum ibu, mencakup dengan kesadaran, tekanan darah,
pernafasan,
suhu dan nadi yang akan memberikan gambaran terhadap kondisi ibu
baik atau
bermasalah. Bila ibu mengalami masalah utamanya jika terjadi
perdarahan akan berdampak pada kerja jantung yang akan melakukan
kompensasi yang berdampak tekanan darah menurun, nadi akan kecil
dan cepat.
2) Tinggi fundus uteri dan kontraksi, keduanya ini mempunyai peran
penting dalam mendeteksi adanya penyebab utama terjadinya
perdarahan pada kala IV.
3) Kandung kemih apakah penuh atau tidak, karena jika penuh akan
menghalangi
kontraksi dari uterus.
4) Melakukan deteksi apakah ada perdarahan aktif atau tidak.
5) Melakukan deteksi sumber perdarahan apakah dari gangguan
kontraksi uterus
ataukah adanya robekan jalan lahir.
6) Melakukan estimasi berapa yang keluar, bila darah keluar mencapai
1.000 – 1.200
ml akan menyebabkan terjadinya perubahan tanda vital (hipotensi),
dan bila perdarahan mencapai 2.000 – 2.500 akan menimbulkan syok
hipovolemik (Suprapti dkk, 2016).
2. Pengkajian pada bayi
Pada kala IV, yang terpenting untuk bayi adalah:
a. Kemampuan bayi melakukan inisiasi menyusu dini (IMD)
b. Kemampuan bayi beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya (tidak ada
tanda hypothermi) (Suprapti dkk, 2016).
3. Asuhan Kala IV
a. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk
merangsang uterus berkontraksi.
b. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang
antara pusat dan fundus uteri.
c. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
d. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi
atau episotomi).
e. Evaluasi kondisi ibu secara umum
f. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di
halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukan (Yulizawati dkk, 2019)..
DAFTAR PUSTAKA

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). 2015. Asuhan


Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : JNPK-KR, Maternal
Neonatal Care, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sulistyawati, Ari dan Nugraheny, Esti. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta : Salemba Medika

Suprapti dan Herawati Mansur. 2016. Praktik Klinik Kebidanan II. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Walyani dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.

Yulizawati., Aldina Ayunda Insani., Lusiana El Sinta dan Feni Andriani. 2019. Asuhan
Kebidanan pada Persalinan. Surabaya : Indomedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai