Anda di halaman 1dari 2

Wanita adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Ta’ala diantara jutaan makhluk lainnya.

Wanita juga madrasah pertama bagi putra putrinya. Mereka memiliki peran yang sangat penting
dalam menghantarkan baik dan tidaknya sebuah bangsa. Wanita sekaligus adalah hamba Allah
Ta’ala yang dituntut untuk beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar.
Begitu sempurna dan indahnya ajaran agama Islam yang telah mengembalikan
kedudukan wanita sesuai kodrat dan fitrahnya. Islam telah memberikan hak dan kewajibannya
sesuai dengan yang dibutuhkannya. Kewajiban dalam hal aqidah tidak ada beda antara laki-laki
dan perempuan. Keduanya mendapat kewajiban keimanan dan penghargaan yang sama.
Namun disisi lain Allah Ta’ala memberikan tugas-tugas khusus kepada kaum wanita
yang tidak dibebankan kepada laki-laki. Allah Ta’ala memberikan tugas kepada mereka untuk
hamil, melahirkan, menyusui dan seterusnya. Oleh sebab itu Allah Ta’ala membentuk fisik
mereka sesuai dengan tugas-tugasnya. Karena adanya tugas-tugas khusus itulah Allah Ta’ala
memberlakukan hukum-hukum yang khusus pula, sehingga diantara sisi ibadah dan mu’amalah
ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan. Dari sana muncullah fiqh yang
menjelaskan tentang hukum-hukum yang terkait dengan kakhususan wanita atau biasa disebut
Fiqh Nisa’.
Fiqh nisa’ ini bukan hanya penting difahami oleh kalangan wanita, namun juga menjadi
hal yang penting difahami oleh kalangan laki-laki, sebab pada prinsipnya laki-lakilah yang
menjadi pemimpin wanita termasuk bertanggung jawab terhadap pemahaman akan urusan ibadah
dan semua hukum yang terkait dengannya.
Adapun urgensi mempelajari fiqh nisa’ adalah antara lain:

Pertama, mendorong wanita agar menjadi baik secara pribadi dan sosial (shalihah fi nafsiha
mushlihah lighoiriha)
Menjadi orang sholeh adalah cita-cita setiap muslim. Kesalehan seseorang tidak hanya
ditentukan oleh satu sisi tapi berbagai sisi. Fiqh nisa’ memberikan kontribusi besar terhadap
pembentukan wanita shalehah, bahkan bukan hanya shalehah secara pribadi tapi juga shalehah
untuk lingkungan sosialnya. Sebagai contoh, jika seorang muslimah mempelajari tentang
kewajiban menutup aurat dan menjaga pandangan kemudian diterapkan dalam kehidupannya,
maka amalan ini akan menjadi point keshalehahan pada dirinya, menyadarkannya akan
pentingnya menda’wahkan kemajiban tersebut kepada orang lain dan sekaligus menjadi contoh
pada masyarakat sekitarnya.

Kedua, meningkatkan kualitas ummat.


Al mar’atu nishful mujtma, walakinnaha aktsaru ta’tsiron fi ishlahil mujtama; Wanita itu separoh
dari masyarakat namun pengaruhnya lebih besar terhadap perbaikan masyarakat. Begitulah
ungkapan seorang ulama tentang wanita. Bahkan saat ini di negara kita jumlah wanita lebih
banyak dari jumlah laki-laki.
Maka, jika sebuah bangsa ingin meningkatkan kualitas umat, mereka harus memperhatikan
orang yang menjadi madrasah pertama bagi bangsa tersebut; mereka adalah para ibu, dan wanita
secara umum. Hal ini karena dari rahim merekalah akan lahir generasi berikutnya, dari hati
merekalah generasi ini mendapat kasih sayang, dari tangan merekalah sebuah umat mendapatkan
awal pendidikan dan dari ilmu merekalah sebuah umat akan dihantarkan.

Jika para wanita tidak dibekali dengan ilmu-ilmu yang terkait dengan perannya, maka bisa
dibayangkan kerusakan sebuah umat, sangat mungkin, janin yang ada di perutnya tidak bisa
mendengarkan do’a dari ibunya, tidak mendengar suara indah tilawah al-Qur’an ibunya, tidak
mendengar suara hamdalah, iqamah dan adzan saat dia lahir ke dunia, atau bahkan anak-anak
perempuan mereka tidak pernah mendapatkan pelajaran dan arahan yang semestinya dari ibu
mereka bagaimana menutup aurat, bagaimana bersuci, dan tidak mendapatkan arahan bagaimana
mereka mendidik dan menbimbing anak-anak mereka.

Ketiga, menyadarkan umat akan pendidikan dan pembinaan wanita.


Fiqh wanita adalah salah satu bukti akan tingginya perhatian Islam terhadap pembinaan dan
pendidikan wanita. Hal ini karena tema-tema yang dibahasnya adalah hukum-hukum yang terkait
khusus dengan wanita. Tingginya perhatian syariat islam terhadap hukum-hukum wanita
seharusnya menyadarkan kepada ummat akan perlunya meningkatkan sisi lainnya yaitu
pendidikan dan pembinaan terhadap mereka. Marilah kita perhatikan hadits berikut:

« ‫» َﻋﻠِّ ُﻤﻮْ ﺍ ِﺭ َﺟﺎﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺳُﻮْ َﺭﺓَ ْﺍﻟ َﻤﺎﺋِ َﺪ ِﺓ َﻭ َﻋﻠِّ ُﻤﻮْ ﺍ ﻧِ َﺴﺎﺀَ ُﻛ ْﻢ ﺳُﻮْ َﺭﺓَ ﺍﻟﻨُّﻮْ ِﺭ‬
“Ajarkan kepada para laki-laki kalian (khususnya anak-anak dan remaja) surah Al Maidah dan
ajarkan kepada wanita-wanita kalian (khususnya anak-anak dan remaja) surah An Nuur.” (HR.
Baihaqi, No. 2330)

Hadits ini menunjukkan ketika ada perintah untuk mengajarkan kaum laki-laki, diiringi langsung
dengan perintah yang sama kepada kaum wanita, walaupun materinya berbeda. jadi seharusnya
difahami jika hukum-hukum seputar wanita diperhatikan dalam syariat Islam, maka seharusnya
hal ini menjadi pintu pembuka kesadaran ummat untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
lainnya khususnya pemenuhan hak-hak mereka dalam hal pendidikan dan pembinaan.

Anda mungkin juga menyukai