Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNYA, sehingga buku ini dapat tersusun dengan baik. Buku dengan judul
“Cegah dan tangani Bullying di Lingkungan Sekolah”. Kami mengucapkan terima
kasih kepada ibu Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H. Selaku dosen mata kuliah
Hukum Pidana Anak yang telah memberikan tugas ini sehingga dengan adaya tugas
ini, kami dapat memahami mengenai upaya bullying di sekolah. Tujuan dari
penyusunan buku ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang bullying dari
berbagai aspek, agar dapat menjadi acuan bagi warga sekolah, anggota keluarga dan
yang lainnya serta meminimalisasi kejadian bullying yang akan terjadi di sekolah.
Dan juga kami berharap semoga melalui tugas ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi tugas agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
tugas ini.
https://pelatihanparenting.com/contoh-bullying-di-sekolah/
https://id.theasianparent.com/bullying-di-sekolah
Bullying sering dikenal dengan istilah pemalakan, pengucilan, serta intimidasi.
Bullying merupakan perilaku dengan karakteristik melakukan tindakan yang
merugikan orang lain secara sadar dan dilakukan secara berulang-ulang dengan
penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis. Perilaku ini meliputi tindakan secara
fisik seperti menendang dan menggigit, secara verbal seperti menyebarkan isu dan
melalui perangkat elektronik atau cyberbullying. Semua tindakan bullying, baik
fisik maupun verbal, akan menimbulkan dampak fisik maupun psikologis bagi
korbannya.
Bullying merupakan “bentuk tindakan atau perilaku agresif seperti mengganggu,
menyakiti, atau melecehkan tindakan yang dilakukan secara sadar dan sengaja
dengan cara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang. Disebut pula
perilaku ilegal, negatif, dan juga agresif yang ada di dalam lingkungan sosial.
Bullying memiliki perbedaan dengan perilaku agresif yang terlihat dari perbedaan
jangka waktu, dimana bullying akan berkelanjutan sedangkan perilaku agresif
hanya satu kali kesempatan dan waktu jangka pendek. Pengaruh yang ditimbulkan
yaitu jangka pendek dan jangka panjang. “Bullying merupakan serangan berulang
secara fisik, psikologis, sosial ataupun verbal, yang dilakukan dalam posisi
kekuatan yang secara situasional didefinisikan untuk keuntungan atau kepuasan diri
sendiri” (Rofik, 2014). Dari berbagai kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa
Bullying merupakan suatu perilaku agresif, ilegal, negatif seperti menghina,
mengejek dalam lingkungan sosial.
Perundungan/Bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal,
fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya yang membuat seseorang
merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan
ataupun kelompok. Menurut American Psychological Association (APA)
mendefinisikan bullying adalah sebagai sebuah bentuk perilaku agresif yang
dilakukan secara berulang dan disengaja untuk menimbulkan perasaan tidak
nyaman maupun cidera bagi korban. Adapun pengertian lain dari Bullying adalah
suatu bentuk tindak kekerasan fisik dan psikologis dengan jangka panjang yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok kepada seseorang yang tidak mampu
mempertahankan diri didalam situasi apapun dan ada hasrat untuk melukai atau
merendahkan orang lain atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi.
Peraturan tentang bullying terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
yaitu tentang Perlindungan Anak, Pasal 54 ditentukan “Anak di dalam dan di
lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan,
atau lembaga pendidikan lainnya”.
https://koleksigambarposter.blogspot.com/2019/04/dapatkan-inspirasi-untuk-poster-
stop.html
Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling dapat
diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian
penindasan fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden penindasan yang dilaporkan
oleh siswa. Atau pengertian lain dari Bullying adalah suatu bentuk tindak kekerasan
fisik dan psikologis dengan jangka panjang yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok kepada seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri didalam
situasi apapun dan ada hasrat untuk melukai atau merendahkan orang lain atau
membuat orang tertekan, trauma atau depresi.
.Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan
anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan
kriminal yang lebih lanjut.
Jenis penindasan secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut,
meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang
ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan
pakaian serta barangbarang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan semakin
dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini, bahkan walaupun
tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.
•Bullying Verbal
https://www.wajibbaca.com/2016/02/coba-kalian-kenali-14-tanda-ini-berarti.html
https://cermin-dunia.github.io/cari/post/gambar-bullying-verbal/
Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik
oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan
dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi.
Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang
paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya
serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.
Penindasan verbal dapat diteriakkan di taman bermain bercampur dengan hingar
binger yang terdengar oleh pengawas, diabaikan karena hanya dianggap sebagai
dialog yang bodoh dan tidak simpatik di antara teman sebaya. Penindasan verbal
dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan
pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Selain itu,
penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon
yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman
kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji, serta gosip.
•Bullying Relasional
https://www.kompasiana.com/weedykoshino/55280c3cf17e61d7088b45a9/ijime-
bully-di-jepang
Digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan untuk
merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah pelemahan
harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian
atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi
seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik,
cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Bullying secara relasional
mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-
perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja
mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman
sebaya.
Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasionaladalah pelemahan
harga diri si korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan,
pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran,
adalah alat penindasan yang terkuat.
Anak yang digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap
akan mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat digunakan untuk
mengasingkan atau menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk
merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti
pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran,
tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.
•Cyber bullying
https://kutalkutil.blogspot.com/2014/02/hukuman-penyiksaan-disekolah-paling.html
https://www.istockphoto.com/id/vektor/cyber-bullying-orang-vektor-ilustrasi-
kartun-datar-sedih-muda-diganggu-karakter-gm1264371767-370301817
Sedangkan bullying secara elektronik bisa dengan mengirimkan pesan atau image
melalui internet atau telepon seluler. Bentuk bullying tersebut bisa terjadi di
kalangan pelajar maupun masyarakat luas, tidak terkecuali pada pengguna internet
atau media massa elektronik lainnya. Pelaku bullying pada media massa elektronik
biasanya dilakukan dengan memposting gambar atau foto seseorang dengan
meminimalisir memodifikasi minimal sehingga pembaca masih mudah mengenali
korban. Tidak hanya gambarnya saja yang dimodifikasi serta di-upload dalam akun
jejaring sosial, namun pelaku bullying juga menambahkan kata-kata yang tidak
pantas dibaca, mengolok-olok, melecehkan, mencaci maki, bahkan menghina
Ini adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi,
internet dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus mendapatkan
pesan negative dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan media
sosial lainnya. Bentuknya seperti, mengirim pesan yang menyakitkan atau
menggunakan gambar, meninggalkan pesan voicemail yang kejam, menelepon terus
menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls), membuat
website yang memalukan bagi si korban, si korban dihindarkan atau dijauhi dari
chat room dan lainnya, dan “Happy slapping” – yaitu video yang berisi dimana si
korban dipermalukan.
Bentuk dan modus bullying
1. Fisik
tendangan, pukulan, jambakan, tinju, tamparan, lempar benda, meludahi,
mencubit, merusak, membotaki, mengeroyok, menelanjangi, push up
berlebihan, menjemur, mencuci WC, lari keliling lapangan yang berlebihan/
tidak mengetahui kondisi siswa, menyundut rokok, dll
2. Verbal
Berupa julukan nama, menggosip, memaki, menggoda, celaan, fitnah, kritik
kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), memberi
label seseorang jelek/dekil, pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan
seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi,
tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip
dan lain sebagainya
3. Psikis
pelecehan seksual, memfitnah, menyingkirkan, mengucilkan, mendiamkan,
mencibir, penghinaan, menyebarkan gossip
4. Elektronik
memodifikasi sebuah gambar serta di-upload dalam akun jejaring sosial,
namun pelaku bullying juga menambahkan kata-kata yang tidak pantas
dibaca, mengolok-olok, melecehkan, mencaci maki, bahkan menghina
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170719001647-282-228771/disdik-
dki-bullying-jangan-sekolah-melulu-yang-disalahkan
https://hitput.com/tips-menghadapi-bullying-di-sekolah/
https://news.okezone.com/read/2012/01/04/373/551665/bullying-membelit-sekolah-
di-korsel
• Bullying terjadi di lingkungan sekolah, terutama di tempat-tempat yang bebas dari
pengawasan guru maupun orang tua. Guru yang sadar akan potensi bullying harus
lebih sering memeriksa tempat-tempat seperti :
1. ruang kelas
2. lorong sekolah
3. kantin
4. pekarangan
5. lapangan
6. toilet
Pada saat yang tidak diperkirakan oleh siswa akan ada pemeriksaan sebaiknya
lakukan pemantauan rutin tetapi pada jam yang tidak menentu. Dengan pengawasan
menyeluruh dan pemantauan yang intensif, guru dapat mencegah terjadinya
bullying. Bullying juga terjadi di kawasan yang lebih luas, seperti jalan yang
menuju sekolah dan sebaliknya. Bahkan juga bisa terjadi di rumah atau di tempat
umum karena kemajuan tehnologi sekarang memungkinkan pelaku bullying
menjajah korbannya melalui pesan pendek telepon genggam Short Massage Service
SMS atau cyber bullying melalui e-mail.
•KORBAN
Terkadang, korban bullying tidak ingin mengadu atau menceritakan tindakan
perundungan yang dialaminya. Mereka cenderung merasakan rasa sakit dan
sedihnya sendiri. Penting bagi orangtua, teman, guru atau masyarakat secara umum
untuk memahami ciri-ciri korban bullying agar kita bisa membantu mereka dan
menghukum pelakunya.
Anak yang seringkali menjadi korban perundungan/bullying biasanya mengarah
pada kondisi anak yang ”berbeda” baik secara fisik maupun non fisik yaitu:
1. Anak yang cenderung sulit bersosialisasi yang sering disebut dengan
“culun”
2. Anak yang fisiknya berbeda dengan yang lain (terlalu kurus, terlalu gemuk,
mempunyai ciri fisik yang menonjol, dll)
3. Anak yang cenderung berbeda dengan yang lain misalnya berasal dari
keluarga yang sangat kaya, sangat sukses, sangat miskin, sangat terpuruk,
dll
Ciri-ciri anak yang menjadi korban bullying :
Beberapa perubahan sikap dan perilaku dapat menunjukkan tanda bahwa anak
menjadi korban bullying. Berikut adalah beberapa perubahan sikap dan perilaku
korban perundungan yang harus diperhatikan oleh Anda sebagai orang tua:
1. Sering mengalami mimpi buruk
2. Penurunan nafsu makan yang menurun
3. Malas dan takut untuk berangkat sekolah
4. Kemunduran tumbuh kembang pada anak (seperti mengompol)
5. Separation anxiety (kecemasan parah ketika berpisah dengan orang tua)
6. Munculnya luka yang tak jelas penyebabnya
7. Barang-barang pribadi yang rusak tiba-tiba (buku, gawai, perhiasan)
8. Sering sakit kepala dan sakit perut
9. Kerap berpura-pura sakit
10. Perubahan pola makan, seperti tidak sarapan tiba-tiba atau tidak makan
siang di sekolah
11. Sulit tidur
12. Performa akademis yang menurun
13. Tidak tertarik mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
14. Kehilangan teman tiba-tiba
15. Menghindari situasi sosial
16. Merasa rendah diri dan tidak berdaya
17. Melakukan hal-hal berisiko yang bisa merugikan dirinya sendiri.
•PELAKU
4. Rangkul korban
Sebuah penelitian membuktikan bahwa menemani korban bullying dapat
melindunginya dari tindakan bullying yang akan terjadi ke depannya. Sebagai
orangtua berikanlah pengertian kepada anak untuk berteman dengan korban
bullying, misalnya dengan duduk bersama di kelas, makan siang bersama, atau
bermain bersama ketika jam istirahat. Tindakan yang dilakukan dapat membuat
korban bullying merasa ada temannya dan tidak memikirkan cara jelek untuk meng
akhiri semua ini. Selain mencegah tindakan bully kembali, korban juga jadi tidak
putus asa karena sadar bahwa ada orang yang peduli dan dia tidak sendirian.
Sekolah menjadi lingkungan pada siswa atau murid dalam proses untuk berinteraksi
sosial secara langsung dengan teman sebaya atau guru. Akan tetapi, sekarang ini
banyak terjadi permasalahan yang dilakukan oleh siswa atau murid di lingkungan
sekolahnya. Masalah yang sering muncul salah satunya adalah tentang bullying.
Sebagian masyarakat kita bahkan guru sendiri menganggap bullying sebagai hal
biasa dalam lingkungan pendidikan dan tidak perlu dipermasalahkan. Bullying
dianggap hanya bagian dari cara anak-anak untuk bermain, padahal dampak dari
bullying itu sendiri sangat mempengaruhi kesehatan psikologis bagi anak. Hal ini
terjadi karena kurangnya pengetahuan guru tentang bullying. National Association
of Elementary School Principals (2013) melaporkan bahwa setiap tujuh menit anak
di bully di lingkungan sekolah, dan setiap bulan ada tiga juta murid absen dari
sekolah karena merasa tidak nyaman.
Tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan seringnya terjadi
peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat pengawasan di rumah,
rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perlaku
bullying di kalangan siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat
bermain dan lapangan, karena biasanya di kedua tempat tersebut perilaku bullying
kerap dilakukan. Penanganan yang tepat dari guru atau pengawas terhadap peristiwa
bullying adalah hal yang penting karena perilaku bullying yang tidak ditangani
dengan baik akan meyebabkan kemungkinan perilaku itu terulang.
Banyaknya kasus bullying yang ada di dunia pendidikan di Indonesia, maka baru-
baru ini menteri pendidikan dan kebudayaan telah mengeluarkan peraturan menteri
tentang anti bullying dalam kegiatan masa orientasi siswa baru melalui
Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 dan surat edaran Nomor
59389/MPK/PD/2015. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan usaha preventif
(pencegahan) dengan menanamkan sejak dini kepada anak bahwa kita semua saling
mencintai antar sesama, memberikan nilai-nilai keagamaan kepada anak, sehingga
anak akan berfikir bahwa jika menyakiti orang lain pasti akan mendapatkan dosa.
Tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan guru adalah
memberikan pelatihan dan penyuluhan tentang bullying yang dilakukan oleh sesama
guru kepada guru yang lain dan menambah pengawasan pada siswanya baik saat di
dalam kelas dan di luar kelas.
*Data Jumlah Kasus Bullying Yang Terlaporkan
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari tahun 2011 sampai Agustus
2014, tercatat 369 pengaduan terkait masalah bullying. Jumlah itu sekitar 25% dari
total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Di provinsi Jawa
Timur, Surabaya menjadi kota tertinggi dari kasus bullying dengan prosentase
59,8%. (Wiyani, 2012). Menurut data kasus di Komisi Perlindungan Perempuan dan
Anak (KPPA) wilayah Kabupaten Ponorogo dari tahun 2013 sampai September
2016, tercatat ada 8 pengaduan terkait masalah bullying di sekolah, mulai dari
bullying secara fisik, verbal, dan psikologis.
KPAI menemukan angka bahwa anak yang menjadi korban bullying di lingkungan
sekolah sebesar (87,6%). Dari angka (87,6%) tersebut, (29,9%) kasus bullying
dilakukan oleh guru, (42,1%) dilakukan oleh teman sekelas, dan (28,0%) dilakukan
oleh teman lain kelas (Nauli, FA, Novayelinda, R., & Putri, HN, 2012). Data di atas
dapat membuktikan bahwa sekolah menjadi penyumbang terbesar terhadap perilaku
bullying. Data juga menunjukkan bahwa tindakan bullying juga dilakukan oleh
guru, yang seharusnya menjadi contoh bagi siswana. Jika guru saja melakukan aksi
bullying, maka tidak menutup kemungkinan bahwa pelajar akan melakukan
bullyingkarena mereka meilhat perilaku yang ditunjukkan oleh guru
https://toquedemaedecoracoes.blogspot.com/2019/08/10-ide-gambar-ilustrasi-stop-
bullying.html
https://paautism.org/resource/bullying-prevention-autism/
Penyebab terjadinya bullying antara lain, Keluarga yang bermasalah, orang tua yang
sering menghukum anaknya secara berlebihan akan meniru dan melakukan pada
temannya, Sekolah, karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying
ini, anak-anak akan mendapatkan penguatan terhadap perlu mereka untuk
melakukan intimidasi ke anak lain, faktor kelompok sebaya, beberapa anak
melakukan bullying untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam
kelompok tertentu.
Pelaku bullying bisa jadi menerima perlakuan bullying pada dirinya, yang
mungkin dilakukan oleh seseorang di dalam keluarga. Anak-anak yang tumbuh
dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut
dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada
anak akan menjadi contoh perilaku. Hal ini akan diperparah dengan kurangnya
kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan pengarahan membuat anak
memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku bullying. Sebuah studi
membuktikan bahwa perilaku agresif meningkat pada anak yang menyaksikan
kekerasan yang dilakukan sang ayah terhadap ibunya.
adalah iklim sekolah. Jika iklim sekolah positif maka semakin rendah
potensi bullying akan terjadi, namun jika iklim sekolah negatif maka
semakin tinggi pula potensi perilaku bullying yang terjadi. Kondisi sekolah
yang tidak mendukung kenyamanan pelajar di sekolah memungkinkan
terjadinya bullying . Seperti pengawasan guru yang tidak secara
menyeluruh saat jam kosong atau istirahat, guru yang tidak peduli atau
menjadi pelaku bullying, siswa lain yang tidak peduli terhadap bullying dan
tidak melaporkan kepada guru jika melihat kejadianbullying, serta
minimnya informasi mengenai bahaya perilaku bullying di sekolah yang
dapat menyebabkan bullying terjadi.
2. Faktor kedua
3. Faktor ketiga
perhatian pihak sekolah terhadap bullying yang terjadi di lingkungan
sekolah. Cukup banyak sekolah yang mengalami perilaku bullying sehingga
menjadi satu-satunya kekuatan yang cukup untuk mempelajari perilaku
bullying. Hal ini juga didukung dengan rendahnya pengawasan dari pihak
sekolah mengenai bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, sehingga
pihak sekolah juga sulit untuk melakukan tindakan pencegahan bullying
maupun hukuman kepada pelaku bullying. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Tumon (2014) didapatkan bahwa dari 188 siswa, 76,6%mengatakan
pihak sekolah tidak mengetahui adanya bullying, dan 62,8% mengatakan
meskipun pihak sekolah mengetahui namun mereka tidak akan memberikan
sanksi apapun (Auli, R., & Fithria., 2016). Dari hasil penelitian di atas
dapat dikatakan bahwa jika pihak sekolah juga lemah dalam memberikan
sanksi kepada pelaku bullying, karena hal tersebut pelaku bullying dapat
dengan mudah menyebarluaskan perilakunya di lingkungan sekolah.
4. Faktor terakhir
lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dimana guru melakukan kasar
kepada siswanya menyebabkan kegiatan belajar menjadi tidak
menyenangkan dan efektif, peraturan dan kebijakan yang tidak konsisten
atau peraturan dan kebijakan yang terlalu ketat membuat pelajar melanggar
peraturan tersebut, serta guru yang tidak memperhatikan pergaulan yang
dilakukan siswanya selama di sekolah. Perilaku bullying bisa terjadi di
sekolah dengan lingkungan yang kurang pengawasan, lemah terhadap
peraturan dan sanksi, dan pejabat sekolah yang tidak peduli terhadap
bullying yang terjadi di sekolah. Pelajar akan merasakan perilaku
bullyingmenjadi hal yang biasa terjadi. Maka jika lingkungan sekolah tidak
memberikan kondisi yang menyatakan bahwa bullying adalah tindakan atau
tidak adanya tindakan nyata dari pihak sekolah, maka bullying akan terus
berkembang dan menjadi semakin parah di lingkungan sekolah.
Dari berbagai faktor yang telah dijelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa sekolah
menjadi salah satu bagian penyumbang terhadap terjadinya tindakan bullying di
kalangan pelajar. Jika dari keempat faktor tersebut kita tidak melakukan perubahan
apapun, maka perilaku bullying tetap bisa berkembang dan semakin besar
kemungkinannya terjadi di lingkungan sekolah. Pihak sekolah juga merupakan
pihak yang penting untuk memberikan sumbangsih terhadap pencegahan dari
perilaku bullying setelah orang tua dan keluarga, sehingga jika pihak sekolah saja
lemah dan terkesan tidak peduli serta menunda-nunda dalam menangani
permasalahan ini, maka tidak menutup kemungkinan bullying akan menjadi tradisi
dan kegiatan wajib tahun ke tahun oleh pelajar di dalam lingkungan sekolah.
Bullying dapat terjadi jika terdapat celah untuk melakukan tindakan bullying.
Namun bila kita menutup celah tersebut atau mengurangi celah tersebut, maka
perilaku bullying tidak akan terjadi atau seminimal mungkin frekuensi terjadinya di
lingkungan sekolah akan menurun. Hanya dengan memberikan perhatian kecil
kepada pelajar atas setiap perilaku yang mereka lakukan atau perhatian yang mereka
harapkan dari kita, maka celah-celah tersebut dapat berkurang sedikit demi sedikit.
Pengaruh Bullying Verbal di Lingkungan Sekolah terhadap Siswa
Bullying dapat terjadi dimana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah negeri, sekolah
swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying terjadi karena
interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku, korban, dan
lingkungan dimana bullying tersebut terjadi.
Pada umumnya, anak-anak korban bullying memiliki salah satu atau beberapa faktor
resiko berikut:
1) Dianggap “berbeda”, misalnya memiliki ciri fisik tertentu yang mencolok
seperti lebih kurus, gemuk, tinggi, atau pendek dibandingkan dengan yang
lain, berbeda dalam status ekonomi, memiliki hobi yang tidak lazim, atau
menjadi siswa/siswi baru.
2) Dianggap lemah atau tidak dapat membela dirinya.
3) Memiliki rasa percaya diri yang rendah. 4) Kurang populer dibandingkan
dengan yang lain, tidak memiliki banyak teman.
Alasan seseorang melakukan bullying adalah karena korban mempunyai persepsi
bahwa pelaku melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu
diperlakukan sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan,
marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan,
mendapatkan kepuasan (menurut korban laki – laki ), dan iri hati (menurut korban
perempuan). Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban
bullying karena penampilan yang menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai,
perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi.
Unsur – unsur terjadinya bullying
1. Perilaku yang menyebabkan seseorang/ siswa/ guru terhina, terintimidasi, takut,
terisolasi
2. Perilaku yang dilakukan berulang-ulang baik verbal, fisik, dan psikis, yang
menimbulkan powerless
3. Adanya aktor yang superior dan inferior
4. Perilaku yang dilakukan berdampak negative
2. Aspek Kognitif
Aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi
yaitu evaluasi.
Perasaan takut dan perasaan tertekan yang ditimbulkan oleh pelaku perundungan
kepada korban, dapat menyebabkan anak tidak berani mengungkapkan ide dan
gagasan sehingga mengganggu perkembangan kognitifnya. Selain itu,
ketidakpercayaan diri ini di masa mendatang dapat menghambat anak dalam
memaksimalkan potensi kognitifnya.
3. Aspek Sosial Emosional
Perkembangan sosial emosional anak usia dini merupakan proses belajar pada diri
anak tentang berinteraksi dengan orang disekitarnya yang sesuai dengan aturan
sosial dan anak lebih mampu dalam mengandalikan perasaannya yang sesuai
dengan kemampuannya dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaannya
yang diperoleh secara bertahap dan melalui proses penguatan dan modeling.
Pelaku perundungan berpotensi mengalami gangguan perkembangan sosial
emosional. Seperti sikap arogan, pemarah dan suka melanggar aturan. Korban
perundungan berpotensi mengalami gangguan kecemasan dan depresi yang
berpengaruh pada perkembangan sosial seperti murung dan emosi tidak terkontrol.
4. Aspek Bahasa
Perundungan dalam bentuk verbal kerap menggunakan bahasa kasar dan
merendahkan sesama. Hal ini dapat berakibat pada perkembangan bahasa anak
dalam jangka panjang. Seperti terbiasa berkata kasar dan mengejek sesama.
Dampak bullying terhadap kesehatan mental anak berpengaruh pada semangat
korban yang menurun, korban juga menjadi sakit hati. Selain itu juga rasa bersalah
terus menyelimuti korban yang mengakibatkan korban lebih sering menyendiri,
kepercayaan diri menurun, semangat hidup berkurang. Hal ini membuat korban
menanamkan rasa dendam dan berniat melakukan apa yang mereka alami kepada
orang lain.
Oleh karena itu pencegahan perilaku bullying dapat dilakukan dengan dorongan dan
edukasi dari berbagai pihak. Konseling dalam lingkup sekolah dapat membantu
mengatasi berbagai masalah, pendidikan agama dan moral juga dapat dilakukan
oleh orang tua dan guru demi membentuk kepribadian anak yang baik serta
tangguh. Pemberian penyuluhan mengenai kesehatan mental dapat mencegah dan
mengurangi timbulnya gangguan mental, bahkan dapat menyembuhkan penyakit
mental tersebut. Maka dari itu, selain pencegahan pembullyan yang marak terjadi,
perlu adanya pemberian pelajaran terkait cara menjaga kesehatan mental.
Anak usia dini disebut sebagai masa the golden age. Kondisi ini bagi guru dan
orang tua harus menjadi the golden ways untuk mewujudkan citacita pendidikan
nasional. Anak usia dini adalah investasi masa depan bagi keluarga dan bangsa.
Nantinya, anak usia dini akan menjadi orang-orang yang akan membangun bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang maju dan tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain.
Dengan kata lain, masa dengan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang
diberikan kepada anak usia dini. Di Indonesia, pendidikan yang diperuntukkan
untuk anak usia 0-6 tahun ini dikenal sebagai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
PAUD juga merupakan proses yang sangat penting serta menentukan kondisi
perkembangan dan keberhasilanya di masa yang akan datang. PAUD berfungsi
untuk mengembangkan berbagai potensi anak secara optimal, sesuai dengan
kemampuan bawaannya.
umumnya perilaku bullying yang sering terjadi pada anak usia dini adalah
mengejek, suka memukul, suka berkata kasar terhadap teman, tidak menaati
peraturan kelas, tidak sabar menunggu giliran, merusak mainan milik temannya,
mencubit, menjulurkan lidah, memberi panggilan nama dan mendiamkan teman
yang lain. Munculnya perilaku ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor sehingga
mengintervensi pelaku untuk melakukan perilaku bullying pada korbannya.
Sebenarnya anak-anak tidak diajarkan untuk berperilaku bullying. Tingkah laku
itupun juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak.
Namun, pencegahan bullying tidak bisa terlaksana, jika dilakukan oleh satu pihak
saja. Butuh sinergi antarpihak untuk mencegah tindakan ini terulang lagi. Upaya
pencegahan bullying yang bisa dilakukan masyarakat antara lain:
# Mengembangkan perilaku peduli dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak
dan semua anak adalah anak kita yang harus dilindungi.
# Bekerja sama dengan satuan pendidikan untuk bersama-sama mengembangkan
budaya anti-kekerasan.
# Bersama-sama dengan satuan pendidikan melakukan pengawasan terhadap
kemungkinan munculnya praktik-praktik bullying di lingkungan sekitar satuan
pendidikan.
# Bersama dengan satuan pendidikan memberikan bantuan pada siswa yang
menjadi korban dengan melibatkan stakeholder terkait
2) Pendekatan Perilaku
Program yang digagas Olweus maupun pendapat dari Federasi Guru telah
menekankan pentingnya guru dan siswa belajar menyikapi perilaku kekerasan untuk
mengantisipasinya, Secara konsisten menghindari penghukuman yang menimbulkan
konsekuensi-konsekuensi yang negatif dan yang merusak apabila terjadi
pelanggaran aturan, dan bertindak sebagai
model yang dapat ditiru.Penelitian terkait dengan perilaku untuk mencegah
perundungan di institusi pendidikan, khususnya di sekolah menengah pertama telah
dilakukan oleh UNICEF bekerjasama dengan pemerintah daerah di Proinsi Jawa
Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan melalui program Roots, yaitu: program
global pencegahan kekerasan di kalangan teman sebaya yang berfokus pada upaya
membangun iklim yang aman di sekolah dengan mengaktivasi peran siswa sebagai
Influencer atau Agents of Change. Program Roots lebih menekankan pada peran
siswa karena penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa siswa memiliki
pengaruh yang besar dalam menghentikkan kekerasan, khususnya dalam konteks
kekerasan antarsiswa di sekolah.
Ada komitmen nasional yang kuat dari pemerintah Indonesia sekarang ini untuk
menghapuskan semua bentuk kekerasan, termasuk perundungan, di sekolah-
sekolah. Upaya ini dilakukan dengan lebih menekankan pada perubahan norma
sosial saat ini yang menerima, mentolerir, dan mengabaikan perundungan yang
terjadi di lingkungan sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh UNICEF di Semarang dan Klaten, serta di Gowa
menunjukkan bahwa perundungan di sekolah terkait erat dengan perilaku dan sikap
para guru di sekolah yang menganggap dan menerapkan hukuman fisik sebagai
sesuatu hal yang perlu dan efektif ketika berhadapan dengan siswa yang terlibat
dalam perundungan. Selanjutnya, sikap guru terhadap siswaperilaku sering kurang
wawasan; sebagai contoh Temuan kualitatif kami menyarankan bahwa guru
dipandang bullying sebagai normatif, dan sesuatu itu tidak bisa diubah. Pelatihan
guru di Indonesia terikat dengan kurikulum inti dan belajar. Disiplin positif
diberikan kepada para guru agar mereka mampu membangun kapasitas diri sebagai
guru untuk menghindari hukuman fisik dengan memberi keterampilan untuk
menerapkan disiplin positif. disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan
kehidupan yang penting bagi anak-anak dan orang dewasa, termasuk orang tua,
guru dan pendidik lainnya.
Berikut ialah cara guru untuk mengatasi kasus bullying di sekolah dasar:
1. Memberikan sanksi atau hukuman kepada murid agar hal tersebut tidak terulang
kembali
2. Segera tangani dengan disiplin
3. Ciptakan kesempatan untuk berbuat baik
4. Tumbuhkan rasa empati
5. Ajari keterampilan berteman
6. Libatkan siswa dalam konstruktif atau kegiatan sekolah yg positif
7. Menghiburnya
Penanganan- penanganan yang bisa dilakukan oleh guru atau wali kelas
1. Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang telah terjadi
2. Membantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan (keresahan)
3. Menjelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi dengan bahasa yang
mudah dipahami dan dicerna oleh anak, dan jangan pernah menyalahkan anak atas
tindakan bullying yang ia alami
4. Meminta bantuan pihak ketiga(ahli profesional atau bimbingan konseling) untuk
membantu mengembalikan ke kondisi normal, jika perlu.
5. Membina kedekatan dengan teman-teman anak, cermati cerita anak dan
mewasdai perubahan anak
6. Mengamati perilaku emosi anak, bahkan ketika saat kejadian bullying
Pelaku bullying tidak hanya dilakukan oleh murid di sekolah tetapi dapat juga
dilakukan oleh guru-guru maupun civitas yang berada di lingkungan sekolah. Hal
tersebut akan menimbulkan perasaan dendam, benci, takut, dan tidak percaya diri,
sehingga mengakibatkan anak tidak bisa konsentrasi dalam belajar karena adanya
tekanan dari guru, kakak kelas, maupun anggota geng yang berkuasa (trauma).
Upaya penanggulangan terhadap bullying ini sama dengan penanggulangan tindak
pidana pada umumnya. Secara garis besar dapat dibagi ke dalam penanggulangan
kejahatan secara penal (hukum pidana) dan penanggulangan kejahatan secara non
penal (di luar hukum pidana). Penanggulangan secara penal dilakukan setelah
bullying terjadi dan masuk ke dalam proses hukum di Pengadilan sedangkan upaya
non penal dilakukan apabila bullying belum terjadi. Upaya pencegahan bullying
dengan cara non penal yaitu,
(1) memberikan informasi kepada anak didik tentang bullying,
(2) upaya pengendalian emosi anak didik,
(3) pemberian layanan konseling bagi para anak didik di sekolah,
(4) adanya sosialisasi, pemberian penyuluhan tentang hukum, norma agama,
penanaman ahklak yang baik oleh pihak terkait seperti guru, ustad/pembimbing
rohani, polisi, Departemen Hukum dan HAM serta LSM,
(5) menyiapkan anak didik yang bebas dari aksi bullying, baik sebagai pelaku
maupun sebagai korban bullying, menumbuhkan empati anak didik.
Namun upaya penanggulangan bullying tidak semuanya menggunakan sarana penal
(hukum pidana), proses akademis atau sanksi akademis juga digunakan untuk
menanggulangi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Upaya penanggulangan
bullying dengan cara proses akademis yaitu,
1) pendekatan secara pribadi/individu,
2) perdamaian antara anak didik yang terlibat bullying,
3) menggunakan bantuan guru bimbingan konseling sebagai mediator anak didik
yang terlibat bullying,
4) melibatkan orang tua dalam proses perdamain antar anak didik yang terlibat
bullying,
5) pemberian sanksi akademis kepada pelaku bullying.
4. Faktor Masyarakat
Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah dapat menjadi hambatan bagi
proses penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya rasa enggan dalam
masyarakat untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya perundungan atau
bullying. Peranan orang tua dan keluargalah yang paling berpengaruh untuk
menentukan apakah anak-anak mereka dibesarkan oleh kasih sayang dan perhatian
yang cukup agar anak tidak melakukan tindakan yang buruk seperti menindas
temannya.
5. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia didalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan yang sebenarnya
bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan, karen didalam
pembahasannya diketengahkan masalah spiritual atau non materiel sebagai suatu
sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan). Berdasarkan hasil wawancara
dengan Putri Marleney, selaku Koordinator Rumah Duta Revolusi Mental, bahwa
yang menjadi faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana terhadap pelaku
tindakan penindasan atau bullying di sekolah dasar adalah faktor substansi, faktor
penegak hukum, dan faktor budaya hukum.
Perilaku bullying disekolah dan pengaruhnya terhadap prestasi siswa.
Tindakan bullying yang saat ini banyak ditemukan dilingkungan sekolah sedikit
banyak tentunya akan memiliki pengaruh bagi siswa. Pengaruh yang ditimbulkan
dari kegiatan bullying tidak hanya berlaku kepada siswa yang menjadi korban
bullying tetapi juga akan berlaku kepada teman-temannya. Untuk meraih prestasi
siswa membutuhkan adanya dukungan dari lingkungan sosialnya, tetapi pada siswa
yang menjadi korban bullying lingkungan sosialnya justru menjadi boomerang bagi
dia. Pada korban kasus bullying lingkungan sosialnya justru memojokkan siswa
tersebut sehingga tidak dapat berkembang. Dampak negative yang ditimbulkan
akibat adanya kegiatan bullying sangat besar, maka dari itu pelaku pembullyan
terhadap siswa perlu ditindak secara tegas. Berikut ini dampak bullying di
lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap prestasi siswa, diantaranya :
1. Korban bullying mengalami penurunan nilai pelajaran, dikarenakan adanya
tekanan mental yang ia peroleh.
2. Siswa yang terkena imbas dari pelaku pembullyan di lingkungan sekolah,
cenderung akan menjadi siswa yang tertutup dan jarang bersosialisasi
kepada guru dan siswa lainnya.
3. Siswa yang menjad korban bullying merasa tidak percayadiri dalam segala
aspek, hal ini menyebabkan siswa tidak percaya diri untuk mengikuti
kegiatan akademis ataupun non akademis yang diselenggarakan oleh
sekolah.
4. Turunnya tingkat kepercayaan wali murid dan masyarakat sekitar terhadap
sekolah yang siswanya terlibat kegiatan bullying.
5. Akreditasi sekolah dapat mengalami penurunan.
6. Siswa yang menjadi korban bullying kerap kali kelihalangan motivasi untuk
belajar.
7. Para pelaku bullying yang terdapat dilingkungan sekolah akan memiliki
riwayat perilaku yang buruk, sehingga akan mengalami kesulitan untuk
mendaftar ke jenjang pendidikan selanjutnya.
8. Para siswa yang lain akan tidak focus juga dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran karena adanya kegiatan negative tersebut, yang akan
berdampak pada turunnya nilai rapot.
Dalam kegiatan bullying kedua belah pihak yaitu korban bullying dan pelaku
bullying akan saling mengalami kerugian dalam bidang prestasi. Kerugian yang
ditimbulkan dari kegiatan bullying akan berdampak langsung sampai ke jenjang
pendidikan yang lebih lanjut. Apabila kita tidak memberikan efek jera kepada
pelaku bullying, ia akan terus melakukan bullying yang nantinya akan berdampak
pada masa depannya. Pelaku bullying kerap kali susah untuk mendapatkan
pekerjaan dan tidak dapat dipungkiri para pelaku bullying ini akan melakukan
tindak bullying yang lebih parah sehingga dapat menjerumuskan mereka pada
tindak criminal yang berakhir pada tindak pidana.
Kebijakan hukum pidana dalam penyelesaian kekerasan bullying.
Mengingat bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap anak, maka menurut
UU Perlindungan anak, bullying adalah tindak pidana. Terhadap pelaku bullying
dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
Pasal 54 UU 35/2014 juga mengatur bahwa setiap anak berhak mendapat
perlindungan dari tindak kekerasan di sekolah, sebagai berikut:
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan
perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan
lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik,
dan/atau pihak lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Di sisi lain, UU Perlindungan Anak juga memiliki aspek perdata yaitu diberikannya
hak kepada anak korban kekerasan (bullying) untuk menuntut ganti rugi
materil/immateril terhadap pelaku kekerasan. Hal ini diatur dalam Pasal 71D ayat
(1) Jo Pasal 59 ayat (2) huruf i UU 35/2014 sebagai berikut:
2. https://www.sehatq.com/artikel/tips-mencegah-bullying-di-sekolah-yang-
penting-diketahui-orangtua
3. https://text-id.123dok.com/document/oy86jd0qr-pihak-pihak-yang-terlibat-
dalam-perilaku-bullying.html
4. https://www.kompas.com/edu/read/2022/02/05/144317871/butuh-sinergi-
begini-cara-cegah-bullying-di-sekolah?page=all
https://kumparan.com/kumparanmom/dampak-bullying-bagi-korban-dan-
pelaku-yang-perlu-orang-tua-waspadai-1wHeDmLtVkD
5. https://doktersehat.com/psikologi/kesehatan-mental/dampak-psikologis-
bullying-bagi-korban-saksi-dan-pelaku/
6. https://www.detik.com/edu/sekolah/d-5909105/bullying-di-sekolah-
bagaimana-cara-mencegahnya
https://www.kompas.com/edu/read/2022/02/05/144317871/butuh-sinergi-
begini-cara-cegah-bullying-di-sekolah?page=all
https://www.halodoc.com/artikel/ini-5-efek-bullying-bagi-kesehatan-anak
https://doktersehat.com/psikologi/kesehatan-mental/dampak-psikologis-
bullying-bagi-korban-saksi-dan-pelaku/#:~:text=Efek%20psikologis
%20bullying%20bisa%20sangat,hingga%20gangguan%20kesehatan
%20mental%20lainnya.
7. https://www.fimela.com/lifestyle/read/3956610/peran-orang-tua-dalam-
mencegah-bullying-di-sekolah-menurut-ahli
8. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/legitimasi/article/view/1846
https://irmadevita.com/2020/bullying-dan-ancaman-hukumnya
9. http://journal.unika.ac.id/index.php/jhpk/article/download/2670/pdf_2
10. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/464-lingkungan-sekolah-
sebagai-penyebab-terjadinya-bullying
11. https://smkn1bjm.sch.id/perilaku-bullying-di-sekolah-dan-pengaruhnya-
terhadap-prestasi/
12. https://www.kompasiana.com/anisacaa/60df07a41525104cc64f2404/opini-
peran-psikologi-dan-guru-bimbingan-konseling-dalam-mengatasi-kasus-
bullying-di-sekolah
13. https://ketik.unpad.ac.id/posts/2927/bullying-dan-dampaknya-terhadap-
kesehatan-mental#:~:text=Masih%20dengan%20buku%20yang
%20sama,diri%20menurun%2C%20semangat%20hidup%20berkurang.
14. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/legitimasi/article/view/1846
15. https://www.hukumonline.com/klinik/a/aspek-pidana-dan-perdata-dalam-
kasus-bullying-terhadap-anak-lt57a0d75f6d984
16. http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/234
17. https://www.academia.edu/10078242/
BULLYING_faktor_faktor_penyebab_bullying_dan_solusi_mengatasi_bull
ying?sm=b
18.