E N Z I M
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-
kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat besar
dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya (Gambar 1). Beberapa
enzim hanya terdiri dari beberapa polipeptida yang tidak mengandung gugus kimiawi
selain residu asam amino : contohnya adalah ribonuklease pankreas. Akan tetapi, enzim
lain memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya: komponen ini disebut
kofaktor. Kofaktor mengandung suatu molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+, atau
Zn2+ (Tabel 1). Jika mengandung suatu molekul organik kompleks maka disebut
koenzim. (Tabel 2). Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau
lebih ion logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya
terikat secara lemah atau dalam waktu sementara pada protein. Tetapi pada enzim lain,
senyawa ini terikat kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus
prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama
dengan koenzim atau gugus logamnya disebut haloenzim. Koenzim dan ion logam
bersifat stabil pada waktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim, yang disebut
apoenzim,terdenaturasi oleh pemanasan. Beberapa koenzim spesifik disajikan dalam
Tabel. 2.
1
Tabel 1. Beberapa Enzim Mengadung atau Memerlukan
Unsur Anorganik Esensial sebagai Kofaktor
Oksidasi sitokrom
Fe atau Fe
2+ 3+
Katalase
Peroksidase
Cu 2+
Oksidasi sitokrohm
Polimerase DNA
Zn 2+
Anhidrase Karbonik
Dehidrogenase alkohol
Mg2+ Heksokinase
6-fosfatase glukosa
Tabel 2. Koenzim
Mn2+ berfungsi sebagai pembawa sementara atom spesifik atau gugus
Arginase
fungsionil K +
Kinase piruvat
Koenzim (juga memerlukan Senyawa
Mg2+) yang dipindahkan
Ni2+
Tiamin pirofosfat Urease Aldehida
Flavin adeninModinukleotida Reduktase nitrat Atom hidrogen
NikotinamidaSe Peroksidase glutation
adenin dinukleotida Ion hidrida (H-)
Koenzim A Gugus asil
Piridoksal fosfat Gugus amino
5’-deoksiadenosilkobalamin (Koenzim B12) Atom H dan gugus alkil
Biositin CO2
Tetrahidrofolat Gugus satu-karbon lainnya
Nama sistematik formil enzim ini adalah fosfotransferase ATP: glukosa, yang
menunjukkan bahwa enzim ini mengkatalisis pemindahan gugus fosfat dari ATP ke
glukosa. Enzim ini ditempatkan ke dalam kelas dua pada Tabel 3, dan nomor
2
klasifikasinya adalah 2.7.1.1, dengan bilangan pertama (2) menunjukkan nama kelas
(transferase), bilangan kedua (7) bagi sub kelas (fosfotransferase), dan bilangan ketiga
(1) bagi sub-sub kelas (fosfotransferase dengan gugus hidroksil sebagai penerima), dan
bilangan keempat (1) bagi D-glukosa sebagai penerima gugus fosfat. Jika nama
sistematik suatu enzim ternyata panjang atau rumit, dapat dipergunakan nama biasa;
dalam hal ini, nama biasanya adalah heksokinase.
3
jumlah energi dalam kalori yang diperlukan untuk membawa semua molekul pada 1
mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat transisi pada puncak energi. Pada tahap
ini, terdapat peluang yang sama bagi molekul-molekul tersebut untuk mengalami reaksi
membentuk produk atau untuk kembali menuju pool (kumpulan) molekul A yang tidak
reaktif (Gambar 2). Kecepatan setiap reaksi kimia sebanding dengan konsentrasi
senyawa pada keadaan transisi. Jadi, kecepatan reaksi kimia akan sangat tinggi jika
sebagian besar molekul A berada pada keadaan transisi yang kaya akan energi, tetapi
kecepatan ini akan amat rendah, jika hanya sebagian kecil A yang berada pada keadaan
transisi.
Gambar 2. Kurva energi aktivasi reaksi dengan adanya katalisator dan tanpa katalisator
Terdapat dua cara umum dalam meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Yang
satu adalah meningkatkan suhu, yang mempercepat gerak termal molekul, dan
karenannya, meningkatkan bagian (fraksi) molekul yang memiliki energi dalam, dengan
jumlah yang cukup untuk memasuki keadaan transisi. Biasanya, kecepatan reaksi kimia
meningkat sampai kira-kira dua kali dengan kenaikkan suhu 10oC.
Cara kedua untuk mempercepat reaksi kimia adalah dengan menambahkan
katalisator. Katalisator ini mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan batas
penghalang energi. Molekul ini, ditunjukkan oleh C bergabung dengan pereaksi A
secara sementara menghasilkan senyawa atau kompleks baru CA yang memiliki energi
4
aktivasi yang lebih rendah dalam keadaan transisi dibandingkan dalam keadaan transisi
A pada reaksi yang tidak dikatalisa (Gambar 2). kompleks katalisator-pereaksi CA, lalu
bereaksi membentuk produk P dengan membebaskan katalisator bebas lalu dapat
bergabung dengan molekul A yang lain dan mengulangi siklus ini. Melalui cara
demikian katalisator menurunkan energi aktivasi reaksi-reaksi kimia dan meningkatkan
fraksi molekul di dalam suatu populasi molekul tertentu, untuk lebih cepat bereaksi
persatuan waktu dibadingkan dengan keadaan tanpa katalisator. Banyak bukti yang
memperlihatkan bahwa enzim seperti katalisator lain, juga bergabung dengan
substratnya selama siklus katalitiknya.
5
diserang oleh enzim dan (2) biasanya beberapa gugus fungsional lainnya, yaitu gugus
pengikat, yang berikatan dengan enzim dan mengarahkan molekul substrat dengan tepat
pada sisi aktif sehingga ikatan rapuh tapi tepat terletak pada posisi yang berhubungan
dengan gugus katalitik enzim.
6
pertama kali ditemukan, menjadi lemah, tidak dapat lagi melaksanakan fungsi bagian-
bagian tertentu, karena impuls saraf tidak lagi dapat ditransmisikan secara normal.
Tetapi, tedapat manfaat lain dari DPF. Senyawa itu menyebabkan berkembangnya
Malation dan insektisida lain yang relatif tidak beracun bagi manusia dan hewan.
Malation menjadi tidak aktif dengan sendirinya, dan diuraikan dengan hewan tinggi,
menjadi produk yang tidak membahayakan hewan tersebut, tetapi, senyawa ini diubah
oleh enzim-enzim pada insekta, menjadi penghambat aktif asetilkolinesterase insekta
tersebut.
7
dihasilkan oleh larva ulat sutra untuk
menghidrolisa serat-serat sutra
kepompong dan menyebabkan larva
dapat dibebaskan. Semua enzim yang
dihambat oleh DPF memiliki residu serin
esensial pada sisi aktifnya, yang
berpartisipasi dalam aktivitas katalitik
(Gambar 3).
Senyawa penghambat tidak dapat balik lainnya dari beberapa enzim adalah,
iodoasetamida (Gambar 4), yang dapat bereaksi dengan gugus sulfidril (-SH) dari residu
sistein esensial atau dengan gugus imidazol dari residu histidin esensial. Dengan
bantuan penghambat gugus hidroksil serin tersebut, gugus tiol sistein dan gugus
imidazol histidin telah diidentifikasi sebagai gugus yang berpartisipasi di dalam
aktivitas katalitik berbagai golongan enzim.
8
E + I EI
Akan tetapi, penghambat I tidak dapat dikatalisa oleh enzim untuk menghasilkan
produk reaksi yang baru.
9
G. Enzim Alosterik Diatur Oleh Pengikatan Non Kovalen Molekul Pengatur
Pada beberapa sistem multienzim,
enzim pertama atau enzim pengatur
memiliki sifat yang menonjol : enzim ini
dihambat oleh produk akhir sistem
multienzim. Bilangan produk akhir urutan
metabolik tersebut meningkat diatas
konsentrasi imbang-normalnya, yang
menunjukkan bahwa senyawa ini sedang
diproduksi dalam jumlah melebihi
kebutuhan sel, produk akhir urutan ini
bekerja sebagai suatu penghambat spesifik
terhadap enzim pertama atau pengatur
didalam urutan ini.
Gambar 5. Gambar skematik sistem multi enzim
10
Gambar 6. Penghambatan secara non
kovalen
pengaturan alosterik. Penghambatan
dehidratase treonin oleh isoleusin
bersifat dapat balik; jika konsentrasi
isoleusin menurun, kecepatan
aktifitas reaksi dehidratase treonin
meningkat. Jadi, aktifitas
dehidratasetreonin bereaksi sangat
cepat dan bersifat dapat balik
terhadap fluktuasi konsentrasi
isoleusin di dalam sel. Walaupun
isoleusin merupakan penghambat
enzim yang sangat spesifik, isoleusin
tidak terikat dengan sisi substrat.
Sebaliknya, molekul ini berikatan dengan sisi spesifik lain pada molekul
enzim, yaitu sisi pengatur. Pengikatan isoleusin pada sisi pengatur dehidratase treonin
ini bersifat nonkovalen dan karenanya segera dapat diatasi. Dehidratase treonin
merupakan anggota yang khas dari golongan enzim alosterik, yaitu enzim-enzim
pengatur yang berfungsi melalui pengikatan nonkovalen dan dapat balik suatu molekul
pengatur. Istilah alosterik diturunkan dari bahasa yunani ”allo” yang berarti yang lain,
dan ”stereos” yang berarti ruang atau isi. Enzim alosterik adalah enzim yang memiliki
sisi lain selain sisi katalitik.
Sifat-sifat enzim alosterik
berbeda nyata dari enzim-enzim
bukan pengatur (biasa). Pertama,
seperti semua enzim, enzim
alosterik memiliki sisi katalitik
yang berikatan dengan substrat dan
mengubahnya, tetapi enzim ini
juga memiliki satu atau lebih sisi
pengatur atau alosterik untuk
11
mengikat metabolit pengatur, yang
disebut modulator (pengatur) atau
efektor (Gambar. 7)
Gambar 7. Model skematik enzim alosterik
Sama seperti sisi katalitik enzim yang bersifat spesifik bagi substratnya, sisi
alosterik bersifat spesifik bagi modulator (pengatur)-nya. Kedua, molekul enzim
alosterik umunya lebih besar dan lebih kompleks dibandingkan dengan molekul enzim
biasa. Kebanyakan enzim-enzim alosterik memiliki dua atau lebih rantai atau subunit
polipeptida. Ketiga, enzim alosterik biasanya memperlihatkan penyimpangan yang
nyata dari tingkahlaku klasik Michaelis-Menten, hal ini salah satu ciri yang pertama-
tama membedakannya dari enzim-enzim biasa.
12
Gambar 8. Pengaturan alosterik mempercepat dan menghambat
Enzim alosterik dalam hal ini, disebut homotropik (karena substrat dan
modulatornya identik), dan memiliki dua atau lebih sisi pengikatan bagi substrat. Sisi
pengikatan ini seringkali memainkan dua peranan; bekerja sebagai sisi katalitik dan juga
sisi pengaturan. Jenis enzim alosterik ini bereaksi terhadap keadaan terjadinya
akumulasi substrat dalam jumlah berlebih, yang harus diubah dengan reaksi selanjutnya.
Jadi, kita memiliki dua jenis enzim alosterik; golongan yang dihambat oleh
modulatornya, biasanya oleh molekul bukan substrat (golongan ini disebut enzim
heterotrofik), dan golongan enzim yang dirangsang oleh modulatornya yang seringkali
merupakan substratnya sendiri. Dalam banyak hal, mekanisme aktif-tidaknya enzim
alosterik menyerupai mekanisme aktif-tidaknya hemoglobin oleh difosfogliserat.
Beberapa enzim alosterik memiliki dua atau lebih modulator yang dapat
berpengaruh secara berlawanan, sehingga satu atau lebih modulator enzim ini bersifat
pengaktif, dan satu atau lebih bersifat penghambat. Pada enzim yang lebih kompleks ini,
masing-masing modulator memiliki sisi alosterik spesifiknya, yang jika terisi,
mengisaratkan enzim untuk mempercepat kerja katalitiknya atau memperlambat reaksi.
13
yaitu bentuk aktif fosforilase a dan bentuk yang relatif tidak aktif fosforilase b.
fosforilase a memiliki dua subunit rantai polipeptida, masing-masing dengan satu residu
serin fosfat ini diperlukan untuk aktivitas maksimum enzim. Gugus fosfat dapat
dilepaskan secara hidrolitik dari fosforilase a oleh enzim yang disebut fosfatase
fosforilase
Fosfatase fosforilase
fosforilase a +2H2O fosforilase b + 2Pi
(kurang aktif)
Di dalam reaksi ini fosoforilase a diubah menjadi fosforilase b, yang jauh
kurang aktif dibandingkan dengan fosforilase a dalam mengkatalisa pemecahan
glikogen. Jadi, bentuk aktif fosforilase glikogen diubah menjadi bentuk yang relatif
tidak aktif oleh pemotongan dua ikatan kovalen diantara asam fosfat dan dua residu
serin spesifik pada enzim (Gambar 9).
Fosforilase b, sebaliknya dapat diaktifkan kembali, yaitu ditransformasi
kembali menjadi fosforilase a yang aktif oleh enzim lain, kinase fosforilase, yang
mengkatalisa pemindahan gugus fosfat dari ATP ke gugus hidroksil residu serin
spesifik pada fosforilase b.
Kinase fosforiliase
2ATP + Fosforilase b 2ADP + Fosforilase a
(kurang aktif) (lebih aktif)
Jadi, penguraian glikogen pada otot kerangka dan hati diatur melalui variasi pada ratio
bentuk aktif dan inaktif enzim. Kedua bentuk ini berbeda dalam struktur kuartenernya,
sehingga sisi katalitik mengalami perubahan dalam struktur dan sebagai akibatnya,
mengalami perubahan dalam aktivitas katalitiknya.
Walaupun pada kebanyakan kasus yang diketahui, pengaturan kovalen kerja
enzim disebabkan oleh fosforilase dan defosforilase residu serin spesifik, seperti
dijelaskan bagi fosforilase glikogen, jenis lain dari modulasi kovalen disebabkan oleh
metilasi residu asam amino spesifik, atau oleh pengikatan gugus adenilat.
Beberapa enzim pengatur
yang lebih kompleks diatur oleh
mekanisme nonkovalen maupun
kovalen. Enzim tersebut terletak
14
terutama pada titik–titik kritis di
dalam metabolisme, sehingga enzim
tersebut bereaksi terhadap berbagai
metabolit pengatur melalui
modifikasi alosterik maupun kovalen.
Sebenarnya, fosforilase glikogen
yang baru saja didiskusikan
merupakan suatu contoh. Walaupun
pengaturan utamanya dilakukan
melalui modofikasi kovalen seperti
dijelaskan di atas, enzim ini diubah
atau diatur juga oleh adenilat melalui
mekanisme alosterik nonkovalen.
Adenilat bekerja sebagai modulator
pengaktif fosforilase b.
Gambar 9. Pengaturan aktivitas enzim
secara modifikasi kovalen
15
mengkatalisa atau lintas metabolik utama, akibatnya dapat menjadi serius atau bahkan
gangguan yang fatal di dalam metabolisme.
Beberapa penyakit genetik manusia yang utama yang berkaitan dengan
penyimpangan pada salah satu enzim atau lainnya diberikan pada Tabel 4. Banyak
usaha yang dilakukan untuk mencegah akibat-akibat yang tidak diinginkan dari
kerusakan genetik pada enzim. Salah satu pendekatan yang sedang diteliti adalah
pemasukan bentuk enzim yang normal dan aktif kedalam tubuh, yang diimobilisasi pada
kapsul berfilter yang di masukkan ke dalam pembuluh darah. Dengan cara ini,
diharapkan bahwa metabolit yang terakumulasi di dalam badan sebagai akibat
kerusakan genetik dapat diubah menjadi produk normalnya pada saat darah mengalir
melalui kapsul yang mengandung enzim normal-aktif ini.
Tabel 4 Beberapa Penyakit Genetik Manusia Yang Berkaitan Dengan Rusaknya
Enzim Tertentu
Penyakit Enzim Yang Rusak
Albino 3-Monooksigenase tirosin
Alkatonuria 1,2-dioksigenase homogentisat
Galaktosemia Uridilil transferase galaktosa 6-fosfat
Homosistinuria Β-Sintase sistationin
Fenilketonuria 4-Monooksigenase fenilalanin
Penyakit Tay-Sachs Heksosaminidase A
Pengubahan genetik pada
enzim tidak selalu membahayakan.
Seringkali peristiwa ini menghasilkan
keragaman pada sifat-sifat sekunder.
Suatu organisme, seperti perubahan
pada warna mata atau rambut secara
khas (Gambar 10). Kadang-kadang,
pengubahan genetik pada suatu enzim
dapat membuatnya lebih efisien,
memberikan organisme ini beberapa
Gambar 10. Contoh perubahan
genetik enzim pada kelebihan di dalam daya tahan
pigmen bulu kucing hidupnya.
siam
16
17