Anda di halaman 1dari 4

Dermatitis seboroik, juga umum disebut sebagai psoriasis seboroik atau eksim seboroik[6]

adalah gangguan kulit dengan peradangan yang menyebabkan kulit bersisik, berketombe, dan
berwarna kemerahan, terutama pada kulit kepala.[7] Dermatitis seboroik pada kulit kepala
tergolong penyakit yang umum dan bisa diderita oleh siapa saja pada semua usia, tetapi paling
sering dialami oleh bayi dan orang dewasa usia 30-60 tahun. Pada bayi, kondisi ini disebut
cradle cap.[7][8]

Selain kulit kapala, area kulit yang juga banyak mengandung kelenjar minyak, seperti wajah,
punggung, dahi, ketiak, pangkal paha, serta dada bagian atas juga bisa terkena gangguan kulit
ini.[6][9] Dermatitis seboroik juga bisa dialami oleh bagian tubuh lain yang memproduksi minyak
berlebih, seperti sisi hidung, alis, dan kelopak mata.[10]

Penyebab dermatitis seboroik masih belum dapat diketahui dengan pasti hingga saat ini. Namun,
penyakit ini diduga berkaitan dengan jamur dari Malassezia seperti Malassezia furfur yang
tumbuh akibat minyak yang berlebihan di permukaan kulit dan peradangan yang terkait dengan
psoriasis.[6][7] Pada orang dengan kondisi tertentu, misalnya memiliki gangguan sistem kekebalan
tubuh, mengidap HIV/AIDS, pengidap penyakit Parkinson, serta mengalami tingkat stres yang
tinggi, risiko terkena dermatitis seboroik menjadi lebih besar.[11]

Perspektif sejarah
Dermatitis seboroik pertama kali dideskripsikan oleh P. G. Unna pada tahun 1887 dan hubungan
dengan khamir Malassezia diterima hingga pertengahan abad ke-20, ketika peningkatan
pergantian sel epidermis teramati secara bertahap mendorong para peneliti untuk
mendeskripsikan kondisi ini sebagai intrinsik pada kulit.[12] Pada tahun 1894, Unna dan
Sabouraud berhipotesis bahwa khamir (Malessezia), bakteri, atau keduanya bertanggung jawab
sebagai penyebab dermatitis seboroik, karena keduanya berbiak dalam jumlah besar dari para
pasien ini.[13]

Dalam sebuah studi tentang respons dermatitis seboroik terhadap ketokonazol yang dilakukan
Sam Shuster dengan rekan-rekannya pada tahun 1984, serta-merta mengonfirmasi perkiraannya
bahwa ketombe dan dermatitis seboroik saling berkaitan dan keduanya bisa dikendalikan oleh
obat antipityrosporal, yang menjadi langkah singkat untuk menunjukkan efek penyembuhan dari
ketokonazol topikal, dan kemudian beralih pada pengembangan sampo ketokonazol tahun 1986-
1987.[14]

Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dermatitis seboroik bervariasi sesuai usia, dan bisa berbeda pada orang dewasa
dan bayi.[15][16]

Pada orang dewasa dan remaja

Pada orang dewasa dan remaja, gejala dermatitis seboroik bisa berupa:[15][16]
 Bercak bersisik pada kulit
 Kulit di bawah bercak ini berwarna kemerahan
 Meskipun bersisik, bercak sering terlihat berminyak atau lembap
 Sisik dapat mengelupas dan cenderung kekuningan menjadi putih
 Kulit bisa terasa gatal (terutama pada kulit kepala dan saluran telinga) dan terbakar
 Kerak di kulit kepala bisa mengalami infeksi dan mengeluarkan cairan bening
 Akan keluar cairan bening dari telinga jika eksim menyebar ke telinga
 Terjadi perubahan warna kulit meski telah sembuh

Bercak dapat muncul di tempat kulit yang berminyak, seperti pada kulit kepala, telinga (sekitar
dan di saluran telinga), alis (kulit di bawahnya), bagian tengah wajah, kelopak mata, dada bagian
atas, punggung bagian atas, ketiak, dan alat kelamin.[15]

Pada bayi

Ketika bayi mengalami dermatitis seboroik, cenderung muncul di kulit kepala dan dikenal
sebagai cradle cap. Tanda dan gejala cradle cap meliputi:[15][16]

 Sisik kuning, berminyak di kulit kepala


 Lapisan sisik tebal dapat menutupi seluruh kulit kepala
 Kerak sering berwarna kuning hingga kecokelatan
 Seiring waktu, sisik menjadi terkelupas dan mudah digosok sampai hilang

Pada bayi, dermatitis seboroik juga dapat muncul di wajah, biasanya pada kelopak mata bayi, di
sekitar hidung, atau telinga. Dermatitis seboroik juga bisa muncul di area yang mengenakan
popok sebagai ruam popok. Pada sebagian bayi, dermatitis seboroik bisa menutupi sebagian
besar area tubuhnya.[15][16] Sebagian besar bayi tampaknya tidak terganggu oleh dermatitis
seboroik. Cradle cap kadang-kadang menimbulkan gatal.[15]

Penyebab
Penyebab dermatitis seboroik yang pasti masih belum diketahui, tetapi masalah kulit ini diduga
berkaitan dengan jamur Malassezia dan peradangan yang disebabkan psoriasis. Jamur
Malassezia yang biasanya ditemukan dalam minyak yang ada di permukaan kulit diduga
merupakan salah satu penyebab dermatitis seboroik.[17]

Selain karena produksi minyak dan tumbuhnya jamur Malassezia, munculnya dermatitis
seboroik juga diduga akibat respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Beberapa faktor yang
meningkatkan risiko seseorang terkena dermatitis seboroik, antara lain:[7][16]

 Memiliki daya tubuh yang lemah, misalnya orang yang baru menjalani transplantasi
organ, penderita HIV/AIDS, atau penderita kanker
 Sedang dalam tahap pemulihan dari penyakit yang berbahaya, misalnya orang yang baru
mengalami serangan jantung
 Menderita gangguan mental atau saraf, seperti penyakit Parkinson, depresi, dan penyakit
epilepsi
 Menggunakan obat-obatan tertentu, seperti interferon, litium, atau psoralen
 Terpapar cuaca yang ekstrim, misalnya cuaca yang dingin dan kering
 Bayi berusia 3 bulan atau lebih dan orang dewasa dengan rentang usia antara 30 sampai
60 tahun
 Memiliki jerawat parah, rosasea, atau psoriasis
 Peminum alkohol berat
 Mengalami gangguan makan

Kebiasaan menggaruk kulit wajah, stres, dan faktor genetik turut memicu terjadinya gangguan
kulit ini.[17]

Pengobatan
Pada orang dewasa

Pengobatan dermatitis seboroik pada orang dewasa tidak berfungsi untuk menyembuhkan
dermatitis seboroik sepenuhnya, tetapi lebih ditujukan untuk mengendalikan gejalanya dengan
menghilangkan kulit bersisik, meredakan peradangan dan pembengkakan, sekaligus
menghilangkan ketombe dan meredakan rasa gatalnya.[18]

Pengobatan dermatitis seboroik pada orang dewasa dengan obat yang diresepkan dan dianjurkan
dokter bisa berupa:[18]

 Krim antijamur untuk mengatasi gejala dermatitis seboroik yang masih ringan, seperti
infeksi jamur Malassezia yang muncul pada kulit berminyak. Jenis obat antijamur yang
digunakan biasanya mengandung ketokonazol dan siklopiroks. Obat ini tidak memiliki
efek samping yang serius. Untuk gejala seperti ruam kemerahan, kulit kering bersisik,
dan rasa gatal juga bisa diredakan dengan mengoleskan krim antijamur secara rutin,
setelah mandi atau membersihkan bagian kulit yang terdampak.
 Sampo antiketombe atau sampo antijamur yang mengandung kandungan obat seperti
ketokonazol, kortikosteroid, selenium sulfida, zink pirition, asam salisilat, tar batu bara
atau belangkin, agen keratolitis, seperti asam lipohidroksi. Penggunaan sampo ini bisa
membantu menghilangkan sisik-sisik putih yang menempel di kulit kepala.
 Salep kortikosteroid untuk kasus dermatitis seboroik yang lebih parah.

Pada bayi

Gejala dermatitis seboroik pada kulit kepala bayi pada usia di bawah 3 bulan, yang disebut
cradle cap biasanya dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau beberapa
bulan. Penggunaan sampo lembut khusus bayi, terutama yang tidak mengandung pewangi, sudah
cukup untuk menjaga kebersihan kulit kepalanya. Namun jika eksim dermatitis seboroik pada
kulit kepala bayi masih ada atau makin memburuk, salep atau krim antijamur dengan resep
dokter, seperti klotrimazol, ekonazol, atau mikonazol bisa digunakan untuk mengatasi kondisi
tersebut. Dokter mungkin juga menganjurkan untuk membersihkan kepala bayi dengan sampo
khusus yang mengandung obat ketokonazol, selenium sulfida, tar batu bara, atau zink pirition.
Dengan anjuran dokter, obat oles berupa salep steroid potensi rendah bisa digunakan untuk bayi
yang mengalami gejala dermatitis seboroik cukup parah.[18]

Anda mungkin juga menyukai