PADAT
Dosen :
Asisten :
Pak Bachtiar
Disusun oleh :
D3K-PLN A
1303187005
2019/2020
I. TUJUAN
II. PENDAHULUAN
Dengan demikian apabila isolasi padat terdapat void maka pada saat
beroprasi gas akan menahan kuat medan yang lebih besar dari isolasi padat,
sedangkan kekuatannya jauh lebih kecil dibawa isolasi padat. Akibatnya gas
sudah mengalami breakdown, sementara isolasi padat masih dalam kondisi sehat.
Peristiwa ini disebut dengan partial discharge.
III. RUMUSAN MASALAH
b. Kegagalan Elektromekanik
c. Kegagalan Thermal
U0 = U1+U2,
Dimana :
U0 :panas yang dibangkitkan
U1 :panas yang disalurkan keluar
U2 :panas yang menaikkan suhu bahan
Atau
Dimana :
Cv : Panas spesifik
k : Konduktivitas termal
d : Konduktivitas listrik
E : Tekanan listrik.
𝜎 = 𝜔1 𝜀0 𝜀𝑟 dan 𝜀𝑟 = 𝜀𝑟 ′ + 𝑗𝜀𝑟′′
Karena adanya faktor ini, maka rugi rugi pada medan arus bolak balik
lebih besar dari arus searah. Akibatnya kuat gagal termal pada tegangan AC
lebih kecil daripda kuat gagal termal medan arus DC. Kuat gagal termal untuk
medan bolak balik juga menurun dengan naiknya frekuensi tegangan.
o Aksi Kimiawi. Meskipun tidak terdapat medan listrik yang tinggi, namun
peningkatan penurunan sifat kimia pada material isolasi dapat
menyebabkan terjadinya berbagai proses material isolasi dapat
menyebabkan terjadinya berbagai proses ketidakstabilan kimiawi karena
adanya temperatur yang tinggi, oksidasi maupun terbentuknya ozon.
Meskipun material isolasi padat digunakan pada berbagai kepentingan
penggunaan dan kondisi yang berbeda, reaksi kimia akan terjadi pada
berbagai material yang dapat mandorong terjadinya penurunan sifat
listrik maupun sifat mekanis yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya kegagalan isolasi.
Jika suatu bahan isolasi padat diterapkan tekanan listrik dalam jangka
waktu yang lama maka akan mengalami kegagalan. Secara umum, terdapat
dua gejala yang dapat diamati pada material tersebut, yaitu:
Pada sisi yang lain, treeing terjadi karena erosi dari material pada
ujung percikan. Erosi mengakibatkan permukaan menjadi kasar, dan oleh
sebab itu dapat menjadi sumber pengotoran dan pencemaran. Kejadian ini
akan meningkatkan konduktivitas, dan pada sisi yang lain akan membentuk
jembatan antara bagian konduksi tadi dengan elektroda yang selanjutnya
mengakibatkan kegagalan mekanik (keretakan) pada bahan isolator.
Bahan isolasi padat, dan pada tingkat lebih kecil dielektrik cair
mengandung rongga atau rongga di dalam medium atau pada batas antara
dielektrik dan elektroda. Rongga-rongga ini umumnya diisi dengan media
dengan kekuatan dielektrik yang lebih rendah, dan konstanta dielektrik dari
media dalam rongga lebih rendah dari pada insulasi. Oleh karena itu,
kekuatan medan listrik dalam rongga lebih tinggi daripada dielektrik. Oleh
karena itu, bahkan di bawah tegangan kerja normal, bidang dalam lubang
dapat melebihi nilai kerusakannya, dan kerusakan dapat terjadi.
Mayoritas sistem isolasi yang digunakan dalam praktik adalah padatan. Mereka
dapat secara luas diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: bahan organik, bahan
anorganik dan polimer sintetik. Beberapa bahan ini tercantum dalam Tabel 2 di bawah
ini.
1. Pada pabrikasi, rongga udara terbentuk karena adanya udara yang bocor saat
proses cross-linking dari material polimer.
2. Pada proses instalasi, seperti pada proses penyambungan kabel dimungkinkan
adanya kontaminan udara sehingga terbentuk rongga udara.
3. Pada operasi kabel, seperti pada kondisi hubung singkat terjadi pembenahan
termis yang besar pada kabel.
Jika tekanan yang dialami melebihi batas yang dapat ditahan oleh isolasi
polimer, maka ikatan polimer dapat lepas sehingga menghasilkan rongga udara.
Discharge pada void yang diteliti pada eksperimen dengan sampel PVC ini dapat
dijelaskan dengan baik menggunakan rangkaian ekivalen Whitehead untuk
discharge pada void seperti pada gambar 8.
Void diwakili dengan kapasitor 𝐶𝑔 yang diparalel dengan sela percik, yang
mengalami peluahan, yang terjadi ketika tegangan padanya melebihi tegangan
insepsi. Sementara kapasitansi isolasi yang berada pada posisi seri dengan void
diwakili kapasitor 𝐶𝑏 dan bagian isolasi selebihnya diwakili dengan kapasitor 𝐶𝑚 .
Jika suatu tegangan AC dengan frekuensi f dan magnitude V(t) diterapkan pada
isolasi, maka tegangan void 𝑉𝑔 (t) adalah :
𝐶𝑔
𝑉𝑔 (t) = 𝐶 × V(t)
𝑏 + 𝐶𝑔
𝑄𝑔 = 𝐶𝑔 . 𝑉𝑔
Kapasitansi total dari seluruh isolasi polimer (𝐶𝑎 ) adalah :
𝐶𝑔 . 𝐶𝑏
𝐶𝑎 = 𝐶𝑚 +
𝐶𝑔 + 𝐶𝑏
𝐶𝑔 𝐶𝑚 + 𝐶𝑏 𝐶𝑚 + 𝐶𝑔 𝐶𝑏
𝐶𝑎 =
𝐶𝑔 + 𝐶𝑏
Keadaan dalam bahan isolasi padat itu jika dimisalkan pada gambar 9
memiliki tebal rongga sebesar t dan tebal dielektrik sebesar d dan permitifitas
relatif zat isolasi padat adalah 𝜀𝑟 dimana t<<d pada tegangan kerja 𝑉𝑎 maka
berdasarkan besarnya :
𝑡
𝑉1 = 𝜀𝑟 𝑑 𝑉𝑎
Di mana :
𝑉1 = tegangan pada rongga
𝑉𝑎 = tegangan yang diterapkan
𝜀𝑟 = Permitifitas relatif zat isolasi padat
Pada waktu gas dalam rongga gagal, permukaan zat isolasi padat
merupakan anoda-katoda. Benturan –benturan elektron pada anoda akan
mengakibatkan terlepasnya ikatan kimiawi zat padat. Demikian pula, pemboman
katoda oleh ion-ion positif akan mengakibatkan rusaknya zat isolasi padat karena
kenaikan suhu, yang kemudian mengakibatkan ketidakstabilan termal. Keadaan
ini menyebabkan dinding zat padat lama-kelamaan rusak, rongga menjadi
semakin besar dan zat padat bertambah tipis.
Proses ini disebut erosi dan kegagalan yang diakibatkan disebut kegagalan
erosi. Jika tegangan bolak-balik V(t) yang diterapkan tidak menghasilkan
kegagalan, maka bentuk gelombang yang terjadi pada void adalah Vg. Tetapi jika
tegangan Vg tersebut sudah cukup besar bagi void, maka akan terjadi peluahan
pada Vs sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.4. Pada waktu terjadi peluahan
dengan tegangan Vs, maka pada void timbul busur api. Busur api yang terjadi,
diiringi oleh jatuhnya tegangan sampai Vr dan mengalirnya arus i(t). Busur api
kemudian padam. Tegangan pada void kemudian naik lagi sampai terjadi
kegagalan pada void berikutnya pada tegangan Vs. Hal ini juga terjadi pada
setengah gelombang berikutnya yaitu yang negatif. Void akan meluah pada waktu
tegangan void mencapai –Vs, pada waktu itu gas dalam void berada pada keadaan
gagal. Akan tetapi walaupun tegangan pada void meningkat akan mencapai
tegangan percik (spark voltage), bisa saja tidak terjadi peluahan sebagian,
peluahan akan terjadi jika elektron pemicu avalanche tersedia untuk memulai
peluahan sebagian.
VI. KESIMPULAN
1. Kegagalan isolasi padat disebabkan oleh banyak hal, seperti adanya void
(rongga) pada isolator, jenis dan bahan isolator, umur dan perawatannya, dan
lain-lain.
2. Kekuatan dielektrik dari isolasi padat dapat diklasifikasikan sesuai dengan
jenis bahannya.
3. Bahan isolasi padat ini memiliki kekuatan dielektrik yang baik dan bersifat
self-supporting (tidak perlu pendukung) dan tidak perlu wadah. Akan tetapi,
sifat recovery isolasinya rendah sehingga sekali mengalami kegagalan isolasi
maka sudah tidak dapat lagi digunakan.
4. Saat terdapat void (rongga) pada isolator padat, semakin besar tegangan input,
maka partikel dan ion-ion didalamnya juga semakin banyak, sehingga akan
mengakibatkan breakdown lebih cepat.
5. Mekanisme kegagalan pada isolasi padat ini cukup banyak, beberapa
diantaranya adalah kegagalan intrinsic, kegagalan elektromekanik (kegagalan
yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang
mengapit zat isolasi padat), kegagalan treeing and tracking (adanya
permukaan konduksi pada permukaan insulator dan adanya arus bocor),
kegagalan thermal (kegagalan yang terjadi jika kecepatan pembangkitan
panas di suatu titik dalam bahan melebihi laju kecepatan pembuangan panas
keluar), kegagalan elektrokimia (terjadi setelah operasi yang
berkepanjangan), dan kegagalan karena pelepasan internal/erosi (adanya
void/rongga pada bahan isolasi padat).
VII. RINGKASAN
Penggunaan isolasi padat adalah pilihan yang baik karena sifat dielektriknya yang
baik. Salah satu kelebihan dari isolasi padat adalah bersifat self-supporting (tidak perlu
pendukung) dan tidak perlu wadah. Kelemahannya yaitu sifat recovery isolasinya rendah
sehingga sekali mengalami kegagalan isolasi maka sudah tidak dapat lagi digunakan.
Mekanisme kegagalan pada isolasi padat ini cukup banyak, beberapa diantaranya adalah
kegagalan intrinsic, kegagalan elektromekanik (kegagalan yang disebabkan oleh adanya
perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat), kegagalan treeing
and tracking (adanya permukaan konduksi pada permukaan insulator dan adanya arus
bocor), kegagalan thermal (kegagalan yang terjadi jika kecepatan pembangkitan panas di
suatu titik dalam bahan melebihi laju kecepatan pembuangan panas keluar), kegagalan
elektrokimia (terjadi setelah operasi yang berkepanjangan), dan kegagalan karena
pelepasan internal/erosi (adanya void/rongga pada bahan isolasi padat).
Kegagalan intrinsic adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan suhu bahan
dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian,
kantong kantong udara. Dua tipe dari kegagalan instrinsik telah muncul yaitu Kegagalan
Elektronik (kegagalan intrinsik yang terjadi pada saat urutan 10−8 detik) dan Kegagalan
Streamer(kegagalan yang terjadi sesudah suatu banjiran (avalance)).