Anda di halaman 1dari 20

FENOMENA KEGAGALAN ISOLASI ZAT

PADAT

Dosen :

Ir. Yahya Chusna Arif, M.T.

Asisten :

Pak Bachtiar

Disusun oleh :

Ardhya Rahma Prinanda

D3K-PLN A

1303187005

TEKNIK ELEKTRO INDUSTRI

POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA

2019/2020
I. TUJUAN

Pembuatan paper ini bertujuan untuk beberapa hal berikut :

1. Mengetahui lebih lanjut pengertian dari fenomena kegagalan isolasi padat.


2. Mengetahui mekanisme dari fenomena kegagalan isosali padat.
3. Mengetahui kekuatan dielektrik isolator padat.
4. Mengetahui sebab dan akibat dari fenomena kegagalan isolasi padat.
5. Mengetahui kerugian dan keuntungan dari penggunaan isolator padat.

II. PENDAHULUAN

Penyaluran energi listrik dari pembangkit ke konsumen akan mengalami


rugi-rugi sepanjang saluran, untuk itu maka perlu dinaikkan tegangan yang
dihasilkan pada pembangkit untuk mengurangi rugi-rugi yang terjadi sepanjang
saluran. Tegangan yang dinaikkan bisa menjadi tegangan tinggi dari 70 kV
bahkan sampai tegangan extra tinggi 500 kV.

Tegangan tinggi sangat dipengaruhi oleh kondisi isolasi. Isolasi adalah


salah satu faktor yang penting sebagai penyekat bagian bertegangan yang satu
dengan bagian bertegangan lainnya. Bahan isolasi terdiri dari tiga jenis yaitu yaitu
isolasi padat, isolasi cair dan isolasi gas/udara, dimana bahan-bahan tersebut
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Mekanisme terjadinya
kegagalan/breakdown pada isolasi yaitu kegagalan intrinsic, kegagalan thermal,
kegagalan electromechanical, kegagalan streamer dan kegagalan partial
discharge.

Penyebab terjadinya kegagalan Partial discharge karena adanya void yang


berisi gas/udara pada bahan isolasi. Partial discharge juga dapat dikatakann
sebagai rugi-rugi karena dapat menurunkan kualitas dari bahan isolasi tersebut.
Dalam pabrikasinya isoalasi besar kemungkinan tidak sempurna, sehingga dapat
menyebabkan cacat (defect). Cacat itu dapat timbul dalam bentuk rongga udara
(void), yang berisi gas. Didalam bahan isolasi padat terdapat permitivitas relatif
lebih besar dibandingkan dengan isolasi gas yang lebih kecil.

Dengan demikian apabila isolasi padat terdapat void maka pada saat
beroprasi gas akan menahan kuat medan yang lebih besar dari isolasi padat,
sedangkan kekuatannya jauh lebih kecil dibawa isolasi padat. Akibatnya gas
sudah mengalami breakdown, sementara isolasi padat masih dalam kondisi sehat.
Peristiwa ini disebut dengan partial discharge.
III. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu fenomena kegagalan isolasi padat?


2. Apa yang menyebabkan kegagalan isolasi padat?
3. Bagaimana mekanisme fenomena kegagalan isolasi padat?
4. Berapa kekuatan dielektrik dari isolasi padat?
5. Apa saja keuntungan dan kerugian menggunakan isolasi padat?

IV. DASAR TEORI

➢ BAHAN ISOLASI PADAT

Isolasi padat secara umum mempunyai sifat dielektrik yang baik,


mempunyai kemampuan mekanik dan dapat menjadi protektor terhadap
lingkungan. Beberapa keuntungan dari isolasi padat diantaranya bersifat self
supporting (tidak perlu pendukung) dan tidak perlu wadah.

Gambar 1. Pengaruh Medan terhadap gelembung udara.

Isolasi padat juga memiliki kelemahan yaitu sifat recovery isolasinya


rendah sehingga sekali mengalami tembus maka sudah tidak dapat lagi digunakan
dan fungsi sebagai pendingin kurang baik. Adapun bahan-bahan isolasi padat
bersumber dari alam melaui tumbuh-tumbuhan dan pertambangan.

➢ FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN ISOLASI


PADAT

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme breakdown pada isolasi padat


dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat sehingga
timbul tekanan listrik pada bahan tersebut.
2. Adanya rongga dalam isolasi.
3. Perubahan struktur secara kimiawi pada bahan isolasi padat yang disebabkan
oleh udara dan gas lainnya.
4. Umur dan perawatan dari bahan isolasi padat.
5. Jenis dan suhu bahan (Dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan,
bahan elektroda, ketidakmurnian, kantong-kantong udara).
6. Kekuatan listrik (strength), lebih kecil dari tekanan listrik (stress).

➢ MEKANISME KEGAGALAN ISOLASI PADAT

Bahan dielektrik padat digunakan di semua jenis sirkuit dan perangkat


listrik untuk mengisolasi satu komponen pembawa arus dari yang lain ketika
beroperasi pada voltase yang berbeda. Dielektrik yang baik harus memiliki
kerugian dielektrik yang rendah, kekuatan mekanik yang tinggi, harus bebas dari
inklusi gas, dan kelembaban, dan tahan terhadap kerusakan termal dan kimia.
Dielektrik padat memiliki kekuatan pemecahan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan cairan dan gas.

Studi pemecahan dielektrik padat sangat penting dalam studi isolasi.


Ketika kerusakan terjadi, padatan rusak secara permanen sementara gas
sepenuhnya dan cairan sebagian memulihkan kekuatan dielektriknya setelah
medan listrik yang diterapkan dihapus. Mekanisme kerusakan adalah fenomena
kompleks dalam kasus padatan, dan bervariasi tergantung pada waktu penerapan
tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Berbagai mekanisme
kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

(a) Kegagalan intrinsik atau ionic,


(b) Kegagalan elektromekanis,
(c) Kegagalan karena pohon dan pelacakan, (treeing and tracking)
(d) Kegagalan thermal,
(e) Kegagalan elektrokimia, dan
(f) Kegagalan karena pelepasan internal.

a. Kegagalan Intrinsik atau Ionic

Kegagalan intrinsic adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan


suhu bahan dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan
elektroda, ketidakmurnian, kantong kantong udara. Kegagalan ini terjadi jika
tegangan yang dikenakan pada bahan dinaikkan sehingga tekanan listriknya
mencapai nilai tertentu yaitu106 volt/cm dalam waktu yang sangat singkat
yaitu 10−8 detik. Karena waktu gagal yang sangat singkat, maka jenis
kegagalan ini disebut kegagalan elektronik. Kegagalan intrinsik merupakan
bentuk kegagalan yang paling sederhana.

Melalui eksperimen, kuat dielektrik terbesar diperoleh ketika seluruh


pengaruh luar sudah diisolasi dan harganya hanya bergantung pada struktur
material dan suhu. Kekuatan listrik maksimum adalah 15 MV/cm untuk
polyvinyl-alcohol pada suhu -196oC. Kekuatan maksimum biasanya berkisar
antara 5 MV/cm dan 10 MV/cm.

Kegagalan instrinsik tergantung pada kehadiran elektron bebas yang


mampu berpindah melalui kisi-kisi dari bahan dielektrik tersebut. Biasanya,
sejumlah kecil dari elektron terkonduksi hadir dalam dielektrik padat,
bersama beberapa struktur tak sempurna dan sejumlah atom kotor (impurity
atom). Atom atau molekul kotor atau keduanya bertindak sebagai perangkap
untuk elektron terkonduksi yang tergantung pada jarak dari medan elektrik
dan suhu. Ketika jarak ini telah membesar, elektron tambahan terbebaskan,
dan elektron ini turut berpartisipasi pada proses konduksi. Berdasarkan
prinsip ini, 2 tipe dari kegagalan instrinsik telah muncul yaitu Kegagalan
Elektronik dan Kegagalan Streamer.

Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk meramalkan nilai


kritis medan yang menyebabkan terjadinya kegagalan asasi, tetapi hingga
kini belum diperoleh penyelesaian yang memuaskan.

Kegagalan elektronik adalah kegagalan intrinsik yang terjadi pada


saat urutan 10−8 detik dan oleh karena itu diasumsikan bersifat elektronik.
Kerapatan awal elektron konduksi (bebas) juga diasumsikan besar, dan
tumbukan elektron-elektron terjadi. Ketika medan listrik diterapkan, elektron
memperoleh energi dari medan listrik dan melintasi celah energi terlarang
dari valensi ke pita konduksi. Ketika proses ini diulangi, semakin banyak
elektron yang tersedia di pita konduksi, akhirnya mengarah ke kerusakan.

Kegagalan Streamer (Avalanche) kegagalan yang terjadi sesudah


suatu banjiran (avalance). Sebuah elektron yang memasuki band conduction
di katoda akan bergerak menuju anoda dibawah pengaruh medan memperoleh
energi antara benturan dan kehilangan energi pada waktu membentur. Jika
lintasan bebas cukup panjang maka tambahan energi yang diperoleh melebihi
pengionisasi latis (latice). Akibatnya dihasilkan tambahan elektron pada saat
terjadi benturan. Jika suatu tegangan V dikenakan terhadap elektroda bola,
maka pada media yang berdekatan (gas atau udara) timbul tegangan.

Karena gas mempunyai permitivitas lebih rendah dari zat padat


sehingga gas akan mengalami tekanan listrik yang besar. Akibatnya gas
tersebut akan mengalami kegagalan sebelum zat padat mencapai kekuatan
asasinya. Karean kegagalan tersebut maka akan jatuh sebuah muatan pada
permukaan zat padat sehingga medan yang tadinya seragam akan terganggu.
Bentuk muatan pada ujung pelepasan ini dalam keadaan tertentu dapat
menimbulkan medan lokal yang cukup tinggi (sekitar 10 MV/cm). Karena
medan ini melebihi kekuatan intrinsik maka akan terjadi kegagalan pada zat
padat. Proses kegagalan ini terjadi sedikit demi sedikit yang dapat
menyebabkan kegagalan total.

b. Kegagalan Elektromekanik

Kegagalan elektromekanik adalah kegagalan yang disebabkan oleh


adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat
sehingga timbul tekanan listrik pada bahan tersebut. Tekanan listrik yang
terjadi menimbulkan tekanan mekanik yang menyebabkan timbulnya tarik
menarik antara kedua elektroda tersebut. Pada tegangan 106 volt/cm
menimbulkan tekanan mekanik 2 s.d 6 kg/cm2. Tekanan atau tarikan mekanis
ini berupa gaya yang bekerja pada zat padat berhubungan dengan Modulus
Young :

Dengan rumus Stark dan Garton :

Jika kekuatan asasi (intrinsik) tidak tercapai pada , maka zat


isolasi akan gagal bila tegangan V dinaikkan lagi. Jadi kekuatan listrik
maksimumnya adalah
Dimana :

F : Gaya yang bekerja pada zat padat,


∆L : Pertambahan panjang zat padat
L : Panjang zat padat,
A : Pertambahan zat yang dikenai gaya,
d0 : Tebal zat padat sebelum dikenai tegangan V,
d : Tebal setelah dikenai tegangan V
𝜀0 𝜀𝑟 : Permitivitas

c. Kegagalan Thermal

Kegagalan thermal adalah kegagalan yang terjadi jika kecepatan


pembangkitan panas di suatu titik dalam bahan melebihi laju kecepatan
pembuangan panas keluar. Akibatnya terjadi keadaan tidak stabil sehingga
pada suatu saat bahan mengalami kegagalan. Gambar kegagalan ini
ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 2. Kegagalan Thermal

Dalam hukum konversi energi :

U0 = U1+U2,

Dimana :
U0 :panas yang dibangkitkan
U1 :panas yang disalurkan keluar
U2 :panas yang menaikkan suhu bahan
Atau

Dimana :
Cv : Panas spesifik
k : Konduktivitas termal
d : Konduktivitas listrik
E : Tekanan listrik.

Pada arus bolak balik terdapat hubungan langsung antara


konduktivitas dengan dengan frekuensi dan permitivitas yaitu :

𝜎 = 𝜔1 𝜀0 𝜀𝑟 dan 𝜀𝑟 = 𝜀𝑟 ′ + 𝑗𝜀𝑟′′

Dimana 𝜀0 : konstanta dielektrik dan 𝜀𝑟 : permitivitas relatif.

Karena adanya faktor ini, maka rugi rugi pada medan arus bolak balik
lebih besar dari arus searah. Akibatnya kuat gagal termal pada tegangan AC
lebih kecil daripda kuat gagal termal medan arus DC. Kuat gagal termal untuk
medan bolak balik juga menurun dengan naiknya frekuensi tegangan.

Gambar 3. Ketidakstabilan termal dalam bahan dielektrik padat.

Tabel 1. Thermal Breakdown Stresses in Dielectrics.


d. Kerusakan Dielektrik Padat Dalam Praktek

Ada beberapa jenis kerusakan yang tidak termasuk dalam kerusakan


intrinsik atau kerusakan termal, tetapi sebenarnya terjadi setelah operasi yang
berkepanjangan. Ini adalah, misalnya, kerusakan akibat pelacakan di mana
trek konduksi kering terbentuk pada permukaan insulasi. Jejak ini bertindak
sebagai jalur pengarah pada permukaan isolator yang mengarah ke kerusakan
bertahap di sepanjang permukaan isolator. Jenis kerusakan lain dalam
kategori ini adalah kerusakan elektrokimia yang disebabkan oleh transformasi
kimia seperti elektrolisis, pembentukan ozon, dll. Selain itu, kegagalan juga
terjadi karena pelepasan sebagian yang terjadi di kantong udara. Jenis
kerusakan ini sangat penting dalam isolasi kertas diresapi yang digunakan
pada kabel dan kapasitor tegangan tinggi.

o Kerusakan Kimia dan Elektrokimia

Kehadiran udara dan gas lainnya menyebabkan bahan isolasi padat


mangalami perubahan struktur secara kimiawi yang dapat berlanjut pada
tekanan listrik secara terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan
kegagalan isolasi. Beberapa reaksi kimia penting yang terjadi adalah :

o Oksidasi : Kehadiran udara atau oksigen, pada material padat seperti


karet dan polyethilene mengalami oksidasi yang dapat meyebabkan
keretakan pada permukaan isolator.
o Hidrolisis : Ketika uap air dan embun muncul di atas permukaan suatu
material padat, maka hidrolisis akan terjadi dan material tersebut dan
menyebabkan material akan kehilangan atau berkurang sifat listrik
maupun sifat mekanisnya. Hidrolisis biasanya terjadi pada material padat
seperti kertas, kain dan beberapa material seluler akan mengalami
perubahan sifat kimiawi yang sangat cepat. Perubahan kimia (hidrolisis)
juga terjadi pada material padat lainnya seperti plastik (polyethilene)
yang menyebabkan penurunan umur pakai dari material tersebut (aging).

o Aksi Kimiawi. Meskipun tidak terdapat medan listrik yang tinggi, namun
peningkatan penurunan sifat kimia pada material isolasi dapat
menyebabkan terjadinya berbagai proses material isolasi dapat
menyebabkan terjadinya berbagai proses ketidakstabilan kimiawi karena
adanya temperatur yang tinggi, oksidasi maupun terbentuknya ozon.
Meskipun material isolasi padat digunakan pada berbagai kepentingan
penggunaan dan kondisi yang berbeda, reaksi kimia akan terjadi pada
berbagai material yang dapat mandorong terjadinya penurunan sifat
listrik maupun sifat mekanis yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya kegagalan isolasi.

Efek elektro-kimia dan penurunan sifat kimia material dapat


diperkecil dengan cara mengkaji lebih mendalam dan melakukan pengujian
material secara lebih berhati-hati. Isolatornya yang terbuat dari bahan glass
(campuran sodium) harus dihindarkan dari keadaan udara lembab dan basah,
sebab sodium dapat menyebabkan keadaan menjadi tidak stabil, sehingga
soda yang dilepaskan ke permukaan akan menimbulkan pembentukan suatu
alkali kuat yang akan menyebabkan penurunan sifat material secara
menyeluruh.

o Kerusakan karena Tracking and Treeing

Jika suatu bahan isolasi padat diterapkan tekanan listrik dalam jangka
waktu yang lama maka akan mengalami kegagalan. Secara umum, terdapat
dua gejala yang dapat diamati pada material tersebut, yaitu:

(a) Adanya bagian konduksi pada permukaan insulator


(b) Suatu mekanisme yang bekerja yang menyebabkan arus bocor melalui
bagian konduksi yang pada akhirnya mendorong ke arah pembentukan
suatu percikan (discharge).
Percikan yang terjadi akan menyebar selama proses penjejakan karbon
(tracking) dan membentuk cabang-cabang yang menyerupai pohon
(pepohonan) yang dikenal dengan istilah “treeting”.

Gambar 4. Pengaturan untuk studi fenomena treeing. Nomor 1 dan 2


adalah elektroda

Fenomena pepohonan listrik (treeing) dapat dijelaskan dengan


menggunakan sebuah spesimen (conducting film) yang diletakkan di antara
dua elektroda. Dalam prakteknya, spesimen tersebut diberikan suatu cairan
pelembab kemudian diterapkan tegangan, dan dalam waktu tertentu pada
permukaan spesimen akan mengalami kekeringan. Pada saat yang sama
terjadi percikan yang dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan
material. Pada material padat seperti kertas, akan terbentuk karbonisasi di
daerah terjadinya percikan api, dan selanjutnya karbonisasi yang terbentuk
akan bertindak sebagai saluran konduksi permanen yang kemudiannya dapat
meningkatkan tekanan yang berlebihan. Proses ini adalah merupakan proses
kumulatif, dan isolator mengalami kegagalan akibat terjadinya jembatan
karbon diantara elektroda. Fenomena ini dikenal dengan istilah “tracking”.

Pada sisi yang lain, treeing terjadi karena erosi dari material pada
ujung percikan. Erosi mengakibatkan permukaan menjadi kasar, dan oleh
sebab itu dapat menjadi sumber pengotoran dan pencemaran. Kejadian ini
akan meningkatkan konduktivitas, dan pada sisi yang lain akan membentuk
jembatan antara bagian konduksi tadi dengan elektroda yang selanjutnya
mengakibatkan kegagalan mekanik (keretakan) pada bahan isolator.

Umumnya, tracking terjadi pada tegangan yang rendah yaitu sekitar


100 V, sedang treeing terjadi pada tegangan tinggi. Treeing dapat dicegah
melalui usaha membersihkan permukaan material, menciptakan keadaan
kering, dan pada permukaan yang halus (yang tidak terjadi kekasaran
permukaan). Oleh karena itu pemilihan material harus didasarkan pada
material yang mempunyai resistansi yang tinggi terhadap fenomena
“treeing”.

Ketika bahan dielektrik terletak di antara dua elektroda seperti yang


ditunjukkan pada Gambar 4, ada kemungkinan dua media dielektrik yang
berbeda, udara dan dielektrik, datang secara seri. Tegangan di kedua media
adalah seperti yang ditunjukkan (V1 melintasi celah udara, dan V2 melintasi
dielektrik). Tegangan V1 melintasi celah udara diberikan sebagai :

Dimana V adalah tegangan yang diberikan. Karena 𝜀 2 > 𝜀 1, sebagian


besar tegangan muncul di 𝑑1 celah udara. Memicu akan terjadi di celah udara
dan, akumulasi muatan terjadi pada permukaan isolasi. Terkadang percikan
mengikis permukaan insulasi. Seiring berlalunya waktu, saluran yang rusak
menyebar melalui isolasi di "pohon" tidak teratur seperti mode yang
mengarah ke pembentukan saluran yang melakukan. Penyaluran jenis ini
disebut treeing. Biasanya, fenomena treeing diamati dalam kapasitor dan
kabel, dan pekerjaan yang luas dilakukan untuk menyelidiki sifat sebenarnya
dan penyebab fenomena ini.

o Kerusakan karena Pelepasan Internal (Erosi)

Bahan isolasi padat, dan pada tingkat lebih kecil dielektrik cair
mengandung rongga atau rongga di dalam medium atau pada batas antara
dielektrik dan elektroda. Rongga-rongga ini umumnya diisi dengan media
dengan kekuatan dielektrik yang lebih rendah, dan konstanta dielektrik dari
media dalam rongga lebih rendah dari pada insulasi. Oleh karena itu,
kekuatan medan listrik dalam rongga lebih tinggi daripada dielektrik. Oleh
karena itu, bahkan di bawah tegangan kerja normal, bidang dalam lubang
dapat melebihi nilai kerusakannya, dan kerusakan dapat terjadi.

Mari kita pertimbangkan dielektrik antara dua konduktor seperti yang


ditunjukkan pada Gambar 5a. Jika kita membagi isolasi menjadi tiga bagian,
jaringan listrik 𝐶1 , 𝐶2 , dan 𝐶3 dapat dibentuk seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 5b. Dalam 𝐶1 ini mewakili kapasitansi void atau rongga, 𝐶2 adalah
kapasitansi dielektrik yang berseri dengan void, dan 𝐶3 adalah kapasitansi
dari seluruh dielektrik. Ketika tegangan yang diberikan adalah V, tegangan
melintasi kekosongan, 𝑉1 diberikan oleh persamaan :

di mana 𝑑1 dan 𝑑2 adalah ketebalan void dan dielektrik, masing -


masing, yang memiliki permitivitas 𝜀0 dan 𝜀1 . Biasanya 𝑑1 < 𝑑2 , dan jika
kita mengasumsikan bahwa rongga diisi dengan gas, maka :

Gambar 5. Pelepasan listrik di rongga dan Rangkaian Ekivalennya

dimana 𝜀 r adalah permitivitas relatif dielektrik.

Ketika tegangan diterapkan, 𝑉1 mencapai kekuatan kerusakan medium


dalam rongga (𝑉𝑖 ) dan kerusakan terjadi. 𝑉𝑖 disebut “discharge inception
voltage”. Ketika tegangan AC yang diberikan, kerusakan terjadi pada kedua
setengah siklus dan jumlah pelepasan akan tergantung pada tegangan yang
diberikan. Tegangan dan bentuk gelombang arus keluaran ditunjukkan pada
Gambar 6. Ketika kerusakan pertama di rongga terjadi, tegangan kerusakan
di itu menjadi nol. Ketika begitu tegangan 𝑉1 menjadi nol, percikan padam
dan lagi tegangan naik sampai kerusakan terjadi lagi. Proses ini berulang
berulang, dan pulsa saat ini seperti yang ditunjukkan, akan diperoleh baik
dalam siklus setengah positif dan negatif.
Gambar 6. Urutan kerusakan rongga pada tegangan bolak-balik

Gambar 7. Urutan kerusakan rongga pada tegangan AC

➢ DIELEKTRIK PADAT YANG DIGUNAKAN DALAM PRAKTEK

Mayoritas sistem isolasi yang digunakan dalam praktik adalah padatan. Mereka
dapat secara luas diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: bahan organik, bahan
anorganik dan polimer sintetik. Beberapa bahan ini tercantum dalam Tabel 2 di bawah
ini.

Tabel 1. Klasifikasi Bahan Isolasi Padat.


➢ KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN ISOLATOR PADAT
▪ Bahan Porselin (Keramik)
Keuntungan :
1. Bahan lebih stabil
2. Mempunyai kekuatan mekanik
3. Harganya murah
4. Lebih tahan lama
Kerugian :
1. Berat
2. Mudah pecah
3. Mudah terpolusi
4. Bentuk geometris komplek
▪ Bahan Gelas/Kaca
Keuntungan :
1. Kuat dielektriknya tinggi, sekitar 140 kV/cm
2. Koefisien muainya rendah
3. Mudah didesain (karena kuat dielektriknya tinggi)
4. Kuat tekannya lebih besar daripada porselin
Kerugian :
1. Uap air mudah mengembun
2. Untuk dipergunakan pada sistem tegangan tegangan tinggi, gelas tidak dapat
dicor dalam bentuk yang tidak beraturan
3. Mudah pecah
▪ Bahan Polimer (Composite)
Keuntungan :
1. Ringan
2. Bentuk geometri sederhana
3. Tahan terhadap polusi
4. Tidak terdapat lubang
Kerugian :
1. Mahal
2. Kekuatan mekaniknya kecil
3. Kompabilitas material
4. Penuaan/degradasi pada permukaannya
V. PEMBAHASAN

Terjadinya void (rongga) yang dapat menyebabkan PD sulit dihindari


dalam proses pembuatan polimer, void dapat terbentuk pada proses pabrikasi,
instalasi maupun operasi kabel :

1. Pada pabrikasi, rongga udara terbentuk karena adanya udara yang bocor saat
proses cross-linking dari material polimer.
2. Pada proses instalasi, seperti pada proses penyambungan kabel dimungkinkan
adanya kontaminan udara sehingga terbentuk rongga udara.
3. Pada operasi kabel, seperti pada kondisi hubung singkat terjadi pembenahan
termis yang besar pada kabel.

Jika tekanan yang dialami melebihi batas yang dapat ditahan oleh isolasi
polimer, maka ikatan polimer dapat lepas sehingga menghasilkan rongga udara.
Discharge pada void yang diteliti pada eksperimen dengan sampel PVC ini dapat
dijelaskan dengan baik menggunakan rangkaian ekivalen Whitehead untuk
discharge pada void seperti pada gambar 8.

Gambar 8. Rangkaian Ekivalen Void

Void diwakili dengan kapasitor 𝐶𝑔 yang diparalel dengan sela percik, yang
mengalami peluahan, yang terjadi ketika tegangan padanya melebihi tegangan
insepsi. Sementara kapasitansi isolasi yang berada pada posisi seri dengan void
diwakili kapasitor 𝐶𝑏 dan bagian isolasi selebihnya diwakili dengan kapasitor 𝐶𝑚 .
Jika suatu tegangan AC dengan frekuensi f dan magnitude V(t) diterapkan pada
isolasi, maka tegangan void 𝑉𝑔 (t) adalah :

𝐶𝑔
𝑉𝑔 (t) = 𝐶 × V(t)
𝑏 + 𝐶𝑔

Besarnya muatan partial discharge pada void dinyatakan :

𝑄𝑔 = 𝐶𝑔 . 𝑉𝑔
Kapasitansi total dari seluruh isolasi polimer (𝐶𝑎 ) adalah :

𝐶𝑔 . 𝐶𝑏
𝐶𝑎 = 𝐶𝑚 +
𝐶𝑔 + 𝐶𝑏

𝐶𝑔 𝐶𝑚 + 𝐶𝑏 𝐶𝑚 + 𝐶𝑔 𝐶𝑏
𝐶𝑎 =
𝐶𝑔 + 𝐶𝑏

Keadaan dalam bahan isolasi padat itu jika dimisalkan pada gambar 9
memiliki tebal rongga sebesar t dan tebal dielektrik sebesar d dan permitifitas
relatif zat isolasi padat adalah 𝜀𝑟 dimana t<<d pada tegangan kerja 𝑉𝑎 maka
berdasarkan besarnya :

𝑡
𝑉1 = 𝜀𝑟 𝑑 𝑉𝑎

Di mana :
𝑉1 = tegangan pada rongga
𝑉𝑎 = tegangan yang diterapkan
𝜀𝑟 = Permitifitas relatif zat isolasi padat

Gambar 9. Rongga dalam bahan isolasi.

Pada waktu gas dalam rongga gagal, permukaan zat isolasi padat
merupakan anoda-katoda. Benturan –benturan elektron pada anoda akan
mengakibatkan terlepasnya ikatan kimiawi zat padat. Demikian pula, pemboman
katoda oleh ion-ion positif akan mengakibatkan rusaknya zat isolasi padat karena
kenaikan suhu, yang kemudian mengakibatkan ketidakstabilan termal. Keadaan
ini menyebabkan dinding zat padat lama-kelamaan rusak, rongga menjadi
semakin besar dan zat padat bertambah tipis.
Proses ini disebut erosi dan kegagalan yang diakibatkan disebut kegagalan
erosi. Jika tegangan bolak-balik V(t) yang diterapkan tidak menghasilkan
kegagalan, maka bentuk gelombang yang terjadi pada void adalah Vg. Tetapi jika
tegangan Vg tersebut sudah cukup besar bagi void, maka akan terjadi peluahan
pada Vs sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.4. Pada waktu terjadi peluahan
dengan tegangan Vs, maka pada void timbul busur api. Busur api yang terjadi,
diiringi oleh jatuhnya tegangan sampai Vr dan mengalirnya arus i(t). Busur api
kemudian padam. Tegangan pada void kemudian naik lagi sampai terjadi
kegagalan pada void berikutnya pada tegangan Vs. Hal ini juga terjadi pada
setengah gelombang berikutnya yaitu yang negatif. Void akan meluah pada waktu
tegangan void mencapai –Vs, pada waktu itu gas dalam void berada pada keadaan
gagal. Akan tetapi walaupun tegangan pada void meningkat akan mencapai
tegangan percik (spark voltage), bisa saja tidak terjadi peluahan sebagian,
peluahan akan terjadi jika elektron pemicu avalanche tersedia untuk memulai
peluahan sebagian.

Gambar 10. Pengaruh tegangan terhadap jumlah pulsa PD (Partial


Discharge).

Pada gambar 10, dapat dilihat bahwa jumlah pulsa PD cenderung


meningkat baik PD siklus positif maupun PD siklus negatif seiring dengan
kenaikkan nilai tegangan terapan. Peningkatan jumlah pulsa PD siklus positif dan
negatif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika tegangan yang diterapkan
dinaikkan, maka kuat medan elektrik akan bertambah, elektron akan bergerak
dipercepat karenanya sehingga elektron memiliki energi kinetik yang besar pula.
Energi kinetik yang dimiliki elektron ini memungkinkan mengionisasi atom gas
dalam void bila bertumbukan, ionisasi ini akan menghasilkan elektron berikutnya.
Semakin besar kuat medan elektrik yang diterapkan, proses ionisasi akan semakin
meningkat sehingga terjadi banjiran (avalanche) yang menyebabkan
meningkatnya jumlah muatan seperti tampak pada gambar 10 di atas. Maka dari
itu terjadilah kegagalan isolasi padat pada PVC ini.

VI. KESIMPULAN

1. Kegagalan isolasi padat disebabkan oleh banyak hal, seperti adanya void
(rongga) pada isolator, jenis dan bahan isolator, umur dan perawatannya, dan
lain-lain.
2. Kekuatan dielektrik dari isolasi padat dapat diklasifikasikan sesuai dengan
jenis bahannya.
3. Bahan isolasi padat ini memiliki kekuatan dielektrik yang baik dan bersifat
self-supporting (tidak perlu pendukung) dan tidak perlu wadah. Akan tetapi,
sifat recovery isolasinya rendah sehingga sekali mengalami kegagalan isolasi
maka sudah tidak dapat lagi digunakan.
4. Saat terdapat void (rongga) pada isolator padat, semakin besar tegangan input,
maka partikel dan ion-ion didalamnya juga semakin banyak, sehingga akan
mengakibatkan breakdown lebih cepat.
5. Mekanisme kegagalan pada isolasi padat ini cukup banyak, beberapa
diantaranya adalah kegagalan intrinsic, kegagalan elektromekanik (kegagalan
yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang
mengapit zat isolasi padat), kegagalan treeing and tracking (adanya
permukaan konduksi pada permukaan insulator dan adanya arus bocor),
kegagalan thermal (kegagalan yang terjadi jika kecepatan pembangkitan
panas di suatu titik dalam bahan melebihi laju kecepatan pembuangan panas
keluar), kegagalan elektrokimia (terjadi setelah operasi yang
berkepanjangan), dan kegagalan karena pelepasan internal/erosi (adanya
void/rongga pada bahan isolasi padat).

VII. RINGKASAN

Penggunaan isolasi padat adalah pilihan yang baik karena sifat dielektriknya yang
baik. Salah satu kelebihan dari isolasi padat adalah bersifat self-supporting (tidak perlu
pendukung) dan tidak perlu wadah. Kelemahannya yaitu sifat recovery isolasinya rendah
sehingga sekali mengalami kegagalan isolasi maka sudah tidak dapat lagi digunakan.
Mekanisme kegagalan pada isolasi padat ini cukup banyak, beberapa diantaranya adalah
kegagalan intrinsic, kegagalan elektromekanik (kegagalan yang disebabkan oleh adanya
perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat), kegagalan treeing
and tracking (adanya permukaan konduksi pada permukaan insulator dan adanya arus
bocor), kegagalan thermal (kegagalan yang terjadi jika kecepatan pembangkitan panas di
suatu titik dalam bahan melebihi laju kecepatan pembuangan panas keluar), kegagalan
elektrokimia (terjadi setelah operasi yang berkepanjangan), dan kegagalan karena
pelepasan internal/erosi (adanya void/rongga pada bahan isolasi padat).

Kegagalan intrinsic adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan suhu bahan
dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian,
kantong kantong udara. Dua tipe dari kegagalan instrinsik telah muncul yaitu Kegagalan
Elektronik (kegagalan intrinsik yang terjadi pada saat urutan 10−8 detik) dan Kegagalan
Streamer(kegagalan yang terjadi sesudah suatu banjiran (avalance)).

Anda mungkin juga menyukai