Anda di halaman 1dari 31

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran Bank Indonesia terhadap Sistem Pembayaran

Bank Indonesia merupakan bank sentral. Ini dinyatakan dalam UU No. 23

tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank

Indonesia.

Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki peranan sebagai pelindung

kepentingan umum, khususnya sebagai regulator dan pengawas sistem

pembayaran. Bank sentral juga berperan sebagai penyedia sistem pembayaran.

(Ascarya dan Sri Mulyati Tri Subari 2004:229)

Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan kebijakan, mengatur,

melaksanakan, dan memberi persetujuan, perijinan, dan pengawasan atas

penyelenggaraan sistem pembayaran. Sebagaimana diatur dalam undang-undang

tersebut, Bank Indonesia memiliki peran penting dalam rangka mengatur dan

menjaga kelancaran sistem pembayaran. (Ascarya dan Sri Mulyati Tri Subari

2004:233)

Ascarya dan Sri Mulyati Tri Subari (2004:234) juga mengemukakan tentang

beberapa poin-poin peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran. Adapun

peran tersebut sebagai berikut:

a. Bank Indonesia sebagai regulator dan fasilitator pengembangan.

Pengaturan sistem pembayaran di Indonesia diatur dalam berbagai

ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia, antara lain:

11
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

1. Cakupan wewenang dan tanggung jawab penyelenggara sistem

pembayaran dan yang berkaitan dengan manajemen resiko.

2. Jenis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dan prosedur

pemberian persetujuan.

3. Persyaratan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggraan sistem

pembayaran.

4. Penyelenggara jasa sistem pembayaran wajib menyampaikan

laporan, jenis laporan kegiatan, dan tata cara penyampaiannya.

5. Jenis dan persyaratan keamanan instrumen pembayaran termasuk

pembayaran yang bersifat elektronik, seperti: kartu ATM, kartu

debet, kartu kredit, kartu elektronik.

6. Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang tidak

ditaati.

b. Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas.

Bank Indonesia berwenang melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan Bank

Indonesia maupun pihak lain. Bank Indonesia mewajibkan seluruh

penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan.

Hal ini dilakukan guna menunjang pelaksanaan tugas Bank Indonesia.

c. Bank Indonesia sebagai lembaga penyelenggara.

Bank Indonesia sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran selalu

menyediakan jasa sistem pembayaran dengan mengikuti perkembangan

modernisasi yang ada. Jaman dahulu jasa sistem pembayaran dimulai


perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

dari PT. Pos Indonesia. seiring berjalannya waktu, jasa sistem

pembayaran mulai banyak dilakukan melalui sistem perbankan.

Kemudian, instrumen sistem pembayaran mulai menggunakan basis

warkat melalui proses kliring. Sejalan dengan perkembangan tersebut,

saat ini Bank Indonesia mulai mendorong penggunaan intrumen

pembayaran berbasis elektronik.

B. Lembaga Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI)

Gambar 1.1

Struktur Organisasi Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo


perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia atau yang disingkat ASPI ini

merupakan suatu lembaga independen yang didirikan oleh Bank Indonesia guna

mengatur sistem pembayaran yang semakin modern di era globalisasi dunia ini

yang tentunya tetap memperhatikan kebijakan dan peraturan dari Bank Indonesia.

Adapun visi dan misi dari ASPI ini adalah sebagai berikut:

a. Visi

Meningkatkan peran pelaku sistem pembayaran di Indonesia dalam mewujudkan

industri sistem pembayaran yang lebih efisien.

b. Misi

1. Menjadi Self Regulatory Organization dalam membangun sistem

pembayaran Nasional yang independen dan terpercaya

2. Menjadi mitra profesional bagi Bank Indonesia

3. Menjadi wadah aspirasi bagi industri sistem pembayaran Nasional

4. Menyusun ketentuan mikro dan teknis sistem pembayaran Nasional

5. Menjadi penyelaras kebijakan ASPI yang mengarah kepada

terwujudnya Less Cash Society

Lembaga ASPI ini memiliki peran dan fungsi untuk menjadi Self Regulatory

Organization, wadah bagi kepentingan ASPI, sebagai perwakilan hubungan

dengan lembaga-lembaga lain, mitra Bank Indonesia dalam mengatur sistem

pembayaran, serta menjadi pemimpin, pembina dan mediator anggota ASPI.

Selain memiliki peran dan fungsi tersebut, ASPI juga memiliki ruang lingkup

wewenang sebagai berikut:


perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

a. Menyusun, menetapkan, mengubah, dan/atau mencabut ketentuan yang

bersifat mikro dan teknis sistem dengan tetap memperhatikan peraturan

Bank Indonesia maupun otoritas terkait lainnya.

b. Mengenakan atau mencabut sanksi kepada anggota yang melanggar

ketentuan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, serta seluruh

ketentuan yang dikeluarkan ASPI.

c. Menetapkan besarnya biaya keanggotaan.

Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia ini beranggotakan lembaga-lembaga

keuangan seperti bank dan industri non bank yang bergerak dibidang financial.

Setiap industri yang menjadi anggota ASPI adalah mereka yang telah memenuhi

beberapa persyaratan dan pendaftaran sebelum masuk menjadi anggota.

Persyaratan untuk pendaftaran sebagai anggota ASPI yang disebutkan dalam

websitenya (http://aspi-indonesia.or.id/persyaratan-pendaftaran-anggota-aspi/)

adalah sebagai berikut:

a. Merupakan pelaku industri sistem pembayaran

b. Telah mendapatkan izin operasi dari Bank Indonesia

c. Menyampaikan berkas-berkas seperti yang disebutkan dalam website

ASPI

Dalam pelaksanaanya, ASPI memiliki tiga agenda besar yang mana target

tiga agenda ini pada tanggal 1 Januari 2016 sudah dapat dilaksanakan. Agenda

yang pertama adalah membuat National Payment Gateway. National Payment

Gateway ini dibuat dengan maksud agar nantinya di Indonesia seluruh transaksi
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

pembayaran menggunakan sistem kartu atau uang elektronik. Contoh dari uang

elektronik atau e-money itu sendiri, seperti: kartu ATM, VISA, kartu kredit, dan

kartu debit lainnya. Kemudian agenda yang kedua adalah mengeluarkan standar

chip kartu debit atau National Standard Indonesia Chip Card Spesification

(NSICCS). Dengan dikeluarkannya standar chip kartu debit ini memiliki tujuan

agar kartu debit dapat digunakan dengan lebih aman seperti penggunaan kartu

kredit yang sudah ada. Dan agenda yang ketiga, interoperability of money,

memastikan semua uang elektronik yang beredar bisa digunakan siapa saja, kapan

saja, dan di mana saja. Sistem ini dimaksudkan agar satu kartu dapat digunakan

untuk berbagai transaksi di mana saja.

C. Defin isi Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup pengaturan,

kontrak/perjanjian, fasilitas operasional dan mekanisme teknis yang digunakan

untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instrumen pembayaran, serta

pemenuhan kewajiban pembayaran melalui pertukaran nilai antar perorangan,

bank, dan lembaga-lembaga baik domestik maupun antar negara. (Ascarya dan Sri

Mulyati Tri Subari 2004:210)

a. Sistem Pembayaran Tunai (Cash Based)

Perkembangan sistem pembayaran tunai dimulai dari uang yang berbentuk

barang, termasuk emas, hingga uang kertas dan logam yang dikeluarkan oleh bank

sentral. (Ascarya dan Sri Mulyati Tri Subari 2004:209)


perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Julius R. Latumaerissa dalam bukunya (2011:5) mengatakan bahwa uang

yang dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia adalah uang kartal. uang kartal

tersebut terdiri dari uang kertas dan uang logam.

Peraturan mengenai pengelolaan mata uang rupiah ini diatur dalam UU No.

7 tahun 2011. Undang-undang tersebut membahas tentang mata uang negara

Republik Indonesia tahun 2011.

Sistem pembayaran tunai merupakan sistem pembayaran dengan

menggunakan uang kartal. Uang kartal ini memang populer dan serin g digunakan

dalam transaksi pembayaran yang bernilai kecil.

b. Sistem pembayaran non tunai (non cash)

Sistem pembayaran non tunai berkembang mulai dari warkat (cek, bilyet

giro, dsb) sampai kepada kartu elektronik atau e-money. Oleh karena itu, peran

sistem pembayaran menjadi sangat penting dalam perekonomian. (Ascarya dan

Sri Mulyati Tri Subari 2004:209)

Dalam perkembangannya, instrumen pembayaran tunai biasanya digunakan

untuk transaksi dengan nilai yang relatif kecil, sementara instrumen non tunai

biasa digunakan untuk transaksi besar. Dari waktu ke waktu, sistem pembayaran

non tunai terus meningkat. Misalnya, di Jepang, Jerman, dan Inggris pembayaran

tunai dan cek menurun, sementara pembayaran dengan kartu atau e-money mulai

meningkat. (Ascarya dan Sri Mulyati Tri Subari 2004:210)

D. Bye Laws Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Bye Laws SKNBI)

Bye Laws SKNBI merupakan suatu ketentuan-ketentuan yang disepakati

oleh seluruh bank yang mengikuti kliring d i Bank Indonesia atau peserta kliring.
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Ketentuan-ketentuan yang ada pada Bye Laws ini dibuat oleh suatu lembaga

independen yang disebut komite Bye Laws yang mana komite in i dibentuk oleh

bank-bank peserta kliring. Ketentuan Bye Laws kliring ini d ibuat guna melengkapi

peraturan-peraturan SKNBI (Sistem Kliring Bank Indonesia) yang sudah dibuat

oleh penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia. Tujuan dari bye laws Kliring

adalah untuk mencapai keseragaman praktek perbankan dalam transaksi

pembayaran antar bank melalui kliring di antara bank peserta kliring di Indonesia.

Dengan adanya Bye Laws Kliring in i, terbentuklah suatu komite yang

disebut dengan komite Bye Laws. Komite Bye Laws ini memiliki tugas utama

yaitu menyelesaikan masalah yang terjadi antar peserta kliring. Komite Bye Laws

ini sudah menjadi lembaga independen yang dirasa dalam pelaksanaanya sudah

dapat menyelesaikan banyak persengketaan yang terjadi antar peserta kliring.

(Komite Bye Laws, 2011) Anggota komite Bye Laws terdiri dari wakil-wakil

yang ditunjuk dari asosiasi perbankan di Indonesia, ditambah satu orang wakil

dari Bank Indonesia. Total anggota komite ini adalah 46 anggota (23 anggota

utama dan 23 anggota pengganti). Pengurus komite Bye Laws dipilih oleh anggota

komite Bye Laws dengan masa kerja 2 tahun. Fungsi komite Bye Laws yaitu

sebagai lembaga independen untuk kepentingan Peserta Bye Laws dalam menjaga

keselarasan pelaksanaan ketentuan Bye Laws yang berkaitan dengan pelaksanaan

Sistem Pembayaran dan Transaksi Surat Berharga”. Tugas dan wewenang komite

Bye Laws, antara lain:

a. Menyelesaikan persengketaan yang timbul antar peserta Bye Laws dengan

menetapkan suatu keputusan;


perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

b. Menyelesaikan ketidakpatuhan pelaksanaan putusan;

c. Memberi opini atas kasus yang diajukan peserta;

d. Menyusun, merubah, menetapkan, dan atau mencabut ketentuan Bye Laws

dan Pedoman Komite;

e. Menyelenggarakan sosialisasi Bye Laws.

Ruang lingkup persengketaan yang diselesaikan oleh Komite Bye Laws adalah

hanya sengketa atau permasalahan antar peserta Bye Laws, bukan antara nasabah

dengan peserta Bye Laws, yang berkaitan dengan sistem pembayaran dan

penyelesaian transaksi surat berharga di luar peradilan umum. Dalam menyusun

ketentuan-ketentuan Bye Laws, komite Bye Laws memiliki prosedur tersendiri.

Adapun prosedur tersebut yaitu komite Bye Laws membentuk working group, di

mana working group ini terdiri dari anggota komite dan atau wakil peserta yang

memiliki kompetensi di bidangnya. Kemudian working group ini menyusun draft

Bye Laws dan komite melakukan pembahasan atas draft tersebut. Setelah itu, Bye

Laws ditetapkan dalam rapat komite. Tiap peserta Bye Laws dapat menyampaikan

usulan melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Ketentuan-ketentuan Bye Laws Kliring dalam mencapai tujuannya adalah sebagai

berikut:

a. Ketentuan Pokok-Nota Debet:

1. Pendebetan melalui sistem kliring:

a) Penyelesaian selisih kliring

b) Bank penagih memberikan konfirmasi lisan diikuti penegasan tertulis

c) Batas waktu penerbitan 60 hari kalender


perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

d) Biaya antar bank

e) Penagihan biaya wajib mencantumkan data transaksinya

2. Penerbitan nota debet harus dikonfirmasikan terlebih dahulu kecuali sudah

diperjanjikan.

3. Penerbitan nota debet harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan

“Bye Laws” serta mencantumkan secara jelas data-data yang diperlukan.

4. Penolakan Nota Debet

1) Apabila tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat

2) Dilakukan dalam waktu 7 hari setelah tanggal dikliringkan Nota Debet

3) Dilakukan melalui Kliring Penyerahan dengan Nota Debet baru

b. Ketentuan Pokok- Data Keuangan Elektronik (DKE)

1. Penerbitan DKE Kred it

a) Mencantumkan secara jelas data:

1) Nomor Referensi

2) Nama Penerima

3) Nomor Rekening (apabila ada)

4) Sandi Kliring Bank Penerima

5) Nominal

b) Bank Penerima berhak menolak dan mengembalikan dana bila DKE

tidak sesuai dengan ketentuan.

2. Pengkreditan Dana

a) Bank Penerima wajib melakukan verifikasi nama dan nomor rekening

penerima.
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

b) Pengkreditan dana efektif sejak dana diterima oleh bank penerima

3. Pembatalan DKE Kredit

a) Dilakukan oleh Bank Pengirim

b) Diajukan secara tertulis

c) Disampaikan pada hari yang sama

d) Bank Penerima wajib mengembalikan dana bila belum dikredit ke

nasabah, paling lambat pada hari kerja berikutnya, kecuali Bank

Penerima telah menerapkan STP dan tidak memungkinkan dilakukan

reversal / koreksi

e) Permintaan pembatalan bila dana sudah dikredit ke rekening nasabah

1) Jangka waktu sampai 60 hari

2) Bank Pengirim memberikan indemnity

3) Bank Penerima wajib melakukan pengembalian dana sepanjang

belum digunakan dan atau nasabah setuju

4. Koreksi DKE Kredit

a) Hanya dapat dilakukan untuk kelengkapan nama atau nomor rekening

b) Sesuai dengan kesepakatan bilateral

5. Pengembalian DKE Kredit

a) Wajib mencantumkan alasan pengembalian

b) Dilakukan dengan menerbitkan DKE Kredit baru menyebutkan no.ref,

tanggal kirim dan nominal

c) Selambat-lambatnya pada hari kerja berikut setelah diketahui salah

c. Ketentuan Pokok- Warkat Debet


perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

1. Penolakan Warkat Debet, tanpa klaim biaya

a) Bank Tertagih dapat menolak dan tidak mengklaim biaya jika:

1) Bilyet Giro ditawarkan sebelum tanggal penawaran atau sebelum

tanggal efektif;

2) Cek dan Bilyet Giro yang telah kadaluarsa;

3) Bank Penagih bukan merupakan bank yang disebut dalam cek

silang khusus / bilyet giro sebagai bank penerima dana;

4) Perintah dalam DKE Debet tidak sesuai dengan teks / perintah

dalam warkat debet yang bersangkutan;

5) Nota debet tidak sesuai dengan ketentuan dan atau perjanjian yang

mendasarinya;

6) Warkat yang ditagihkan kepada Bank Tertagih yang salah.

2. Penolakan Warkat Debet, Bank Tertagih berhak klaim biaya

a) Bank Tertagih dapat menolak dan berhak mengklaim b iaya jika:

1) Nota Debet tidak ditandatangani oleh pejabat bank yang

berwenang;

2) Warkat dari luar wilayah kliring yang diterbitkan oleh Bank bukan

peserta Intercity Clearing;

3) Perintah dalam DKE Debet lebih besar dari nominal yang tertulis

dalam Warkat Debet (b iaya berlaku untuk DKE Debet di atas

Rp 100 juta);

4) Penerimaan DKE Debet tidak disertai dengan penerimaan fisik

Warkat Debet / Warkat Debet hilang dan Bank Penagih tidak


perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

dapat membuktikan kelengkapan pengiriman Warkat Debet

dimaksud (biaya berlaku untuk DKE Debet di atas Rp 100 juta);

5) Penerimaan DKE Debet tidak disertai dengan penerimaan fisik

Warkat Debet dikarenakan pengiriman DKE Debet lebih dari

satu kali (biaya berlaku untuk DKE Debet di atas Rp 100 juta).

3. Penerbitan Warkat Debet

a) Bank pengirm wajib mencantumkan secara jelas data:

1) Nomor Referensi

2) Nomor Seri Warkat

3) Nomor Rekening Penarik

4) Sandi Kliring Bank Tertagih

5) Jumlah nominal dalam angka

b) Bank Tertagih berhak menolak dan mengembalikan kepada Bank

Penagih apabila penerbitan Warkat Debet tidak memenuhi ketentuan.

4. Penyelesaian selisih DKE Debet dan atau Warkat Debet

a) “Missing Item” : kondisi dimana DKE Debet diterima tetapi warkat

tidak diterima.

Penyelesaian warkat disusulkan atau DKE ditolak

b) “Unlisted Item” : kondisi dimana warkat diterima tetapi DKE Debet

tidak diterima

Penyelesaian warkat dikembalikan atau secara bilateral

c) “Error Encoding”: kondisi dimana warkat ditolak / dikembalikan oleh

PKL karena tidak terbaca oleh mesin pilah baca


perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Penyelesaian warkat disusulkan atau DKE ditolak

d) “Unconfirmed DKE” : kondisi dimana DKE Debet tidak dapat

diproses oleh SSK karena tidak didukung oleh Prefund (pendanaan

awal) dan penambahan pendanaan awal (top-up) yang cukup

Penyelesaian warkat dikembalikan atau secara bilateral

5. Penolakan tidak melalui mekanisme kliring pengembalian

Dalam hal terjadinya kegagalan pengiriman DKE Kliring Pengembalian,

maka penyelesaian dapat dilakukan atas dasar kesepakatan kedua belah

pihak. Proses penyelesaian dapat dilakukan sebagai berikut:

a) Koordinator kliring Bank Tertagih konfirmasi kepada koordinator

kliring Bank Penagih.

b) Koordinator kliring Bank Tertagih mengirim copy warkat dan copy

SKP yang telah ditandatangani oleh pejabat koordinator kliring Bank

Tertagih melalui faximile atau email.

c) Koordinator kliring Bank Tertagih segera mengirimkan dokumen asli

atas SKP beserta warkatnya pada hari yang sama.

d) Penyelesaian dana dapat dilakukan melalui Nota Debet atas transfer

melalui SKNBI atau BI-RTGS.

e) Bank Penagih melakukan reversal/ cancel/ penolakan atas setoran

kliring

d. Ketentuan Pokok-Stempel Kliring

1. Penggunaan Stempel Kliring

a) Penyelesaian warkat yang tidak dilengkapi stempel kliring:


perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

1) Bank Penagih wajib melengkapi warkat debet dengan stempel

kliring

2) Bila belum bisa, kirim Surat Penegasan dengan mencantumkan

data-data dan ditandatangani pejabat yang berwenang

3) Selambat-lambatnya pada Kliring Pengembalian

2. Pembatalan Stempel Kliring

a) Stempel Kliring yang lama harus dibatalkan dengan Stempel

“Dibatalkan” dan diparaf oleh Pejabat Bank Penagih

b) Jika tidak distempel batal, lakukan konfirmasi ke Bank Penagih

c) Bank Penagih wajib melengkapi stempel (jika tidak, maka Bank

Penagih dikenakan biaya administrasi)

d) Bila belum dapat kirim Surat Penegasan maksimal pada Kliring

Pengembalian (jika tidak, maka Bank Penagih dikenakan biaya

administrasi)

e. Ketentuan Pokok-Kesalahan Alasan Penolakan Klring

1. Bank Penagih berhak meminta penjelasan Bank Tertagih.

2. Bank Tertagih wajib menjawab dengan tembusan ke Bank Indonesia

(maksimal 7 hari kerja).

3. Bank Penagih berhak meminta ganti rugi atas biaya yang dibebankan Bank

Indonesia bila Bank Tertagih salah memberikan alasan penolakan.

f. Ketentuan Pokok-Warkat Debet Hilang

1. Sebelum diserahkan ke Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) dan Data

Keuangan Elektronik (DKE) telah diterima PKL


perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

a) Bank Penagih melaporkan ke kepolisian

b) Bank Penagih menginformasikan secara tertulis ke Bank Tertagih

pada hari yang sama

c) Informasi dapat terleb ih dahulu melalui faximile

d) Bank Tertagih wajib Stop Payement

2. Setelah proses kliring oleh PKL

a) Bank Tertagih menginformasikan secara tertulis ke Bank Penagih

pada hari yang sama

b) Informasi dapat terleb ih dahulu melalui faximile

c) Bank Tertagih dapat meminta copy image pada PKL yang

menggunakan reader sorter

d) Bank Tertagih melaporkan ke kepolisian

g. Kompensasi - Jenis Kompensasi

1. Biaya administrasi use of fund

a) Saldo tidak cukup

b) DKE debet dikirim lebih dari satu kali

c) Nominal DKE debet lebih besar daripada warkat

d) Dapat diajukan bila nilai “use of fund” di atas Rp 250.000,-

2. Biaya administrasi tolakan

Tabel 1.1

Jenis Biaya dan Biaya Administrasi Tolakan

dari Kompensasi Bye Laws Kliring

No Jenis Biaya Administrasi Biaya Administrasi


1 Biaya Penolakan Transaksi Kliring Rp 20.000,- / warkat
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

- Warkat tidak ditandatangani


- Penerbit bukan anggota intercity
kliring
2 Biaya Penolakan Transaksi Kliring Rp 50.000,- / warkat
- DKE Debet lebih besar daripada DKE > Rp 100 juta
warkat
- DKE Debet tidak disertai warkat
- DKE Debet diterbitkan lebih dari satu
kali
3 Biaya Stempel Kliring Rp 50.000,- / warkat
- Bank Penagih tidak melengkapi
stempel klring
4 Warkat Intercity Kliring Maximum
- Peserta intercity kliring Rp 5.000,- / warkat
- Non peserta intercity kliring Rp 20.000,- /warkat
5 Biaya Telekomunikasi Sesuai tarif bank
- Dikeluarkan oleh Bank Penerima atas masing-masing
permohonan pembatalan DKE Kredit
6 Biaya Pencarian Dokumen dan data “use of Rp 250.000,-
fund”
Sumber: Komite Bye Laws

h. Kompensasi bunga (use of fund) / bagi hasil

1. Rumus Kompensasi Bank Konvensional

*Rate SBI jangka waktu 1 bulan pada lelang terakhir sebelum transaksi terjadi /

interbank rate yang paling rendah

2. Rumus Kompensasi Bank Syariah

1) Didasarkan pada prinsip bagi hasil

2) Mengikuti ketentuan yang berlaku pada Bank Syariah

*Rate SBI
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

E. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Landasan hukum kliring sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 tanggal 17

Mei 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3

tahun 2004 yang menyatakan bahwa “Penyelenggaraan kegiatan kliring antar

bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing dilakukan oleh Bank

Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia”. Menurut PBI No.

7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005, kata kliring sendiri memiliki pengertian

“Pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama bank

maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu”.

(Modul SPN O2 Bank Indonesia) Tujuan utama dari penyelenggaraan proses

kliring adalah sebagai berikut:

a. Memperlancar lalu lintas pembayaran giral antar bank di seluruh

Indonesia.

b. Melaksanakan penghitungan penyelesaian utang piutang yang lebih

mudah, aman, dan efisien.

c. Menjadi salah satu bentuk pelayanan sistem pembayaran bank

kepada nasabah masing-masing.

Seluruh kantor Bank Indonesia merupakan penyelenggara kliring, begitu

juga dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo juga merupakan

penyelenggara kliring di Kota Solo. Bank Indonesia berhak membatalkan seluruh

atau sebagian kliring apabila kliring tersebut menyalahi ketentuan SKNBI. Bank

Indonesia juga berwenang sebagai pengambil keputusan apabila ada perdebatan

pendapat antar bank peserta kliring mengenai dapat atau tidaknya suatu warkat
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

atau DKE diperhitungkan dalam kliring lokal. Dalam pelaksanaanya, sistem

kliring memiliki 4 (empat) macam sistem, yaitu:

a. Sistem Manual

Sistem manual merupakan sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam

pelaksanaan, perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring, dan pemilahan warkat

dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Keseluruhan pelaksanaan fungsi-

fungsi kliring dilakuan secara manual dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Perhitungan kliring dan pemilahan/penyampaian warkat dilakukan oleh

semua peserta.

2. Pembuatan dan pencocokan rincian Daftar Warkat Kliring, penyusunan

neraca kliring, serta pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan oleh

peserta.

3. Penyusunan neraca kliring penyerahan dan pengembalian gabungan

dilakukan oleh penyelenggara.

4. Identitas peserta menggunakan nomor urut kelompok.

5. Menggunakan warkat baku, namun dapat menggunakan standar kertas

sekuriti yang lebih rendah bila dibandingkan dengan warkat baku pada

sistem otomasi dan elektronik.

b. Sistem Semi Otomasi

Sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan, perhitungan, dan

pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan pemilahan

warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pelaksanaan fungsi-fungsi


perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

kliring yang dilaksanakan secara sistem semi otomasi memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Peserta merekam data setiap lembar warkat yang akan dikliringkan ke

dalam disket.

2. Perhitungan kliring dilakukan oleh penyelenggara d ibantu komputer.

3. Pembuatan daftar kliring oleh peserta.

4. Rekapitulasi, neraca, dan bilyet saldo kliring dibuat oleh penyelenggara.

c. Sistem Otomasi

Sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan, perhitungan,

pembuatan bilyet saldo kliring, dan pembuatan warkat dilakukan oleh

penyelenggara secara otomasi. Dalam pelaksanaan fungsi-fungsi perhitungan dan

pemilahan warkat secara otomasi dibantu oleh mesin baca pilah (reader sorter)

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemilahan warkat, penyesuaian, dan pengecekan warkat d ilakukan oleh

penyelenggara.

2. Laporan kliring dibuat dan dicetak oleh penyelenggara menggunakan

mesin baca pilah (reader sorter) dan komputer mainframe.

3. Distribusi warkat dilakukan oleh penyelenggara.

4. Identitas peserta menggunakan sandi bank.

5. Hasil perhitungan kliring lebih cepat dan akurat dibandingkan sistem

manual.

6. Informasi hasil kliring dapat lebih cepat diketahui oleh peserta kliring

dengan menggunakan fasilitas Sistem Kliring Jarak Jauh/SIKJJ.


perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

d. Sistem Elektronik

Proses sistem kliring yang jumlah warkat dan jumlah peserta kliringnya

sangat banyak dilaksanakan dengan menggunakan sistem kliring elektronik.

Sistem kliring elektronik ini prosesnya adalah sebagai berikut:

1. Proses perhitungan, rekapitulasi, dan pembuatan laporan kliring

dilaksanakan secara elektronik melalui terminal elektronik di bank

peserta kliring, sehingga bank peserta kliring tidak perlu datang ke

penyelenggara kliring untuk menyampaikan warkat kliring.

2. Setelah itu, pertukaran warkat dan rekonsiliasi kliring dilakukan secara

otomasi melalui komputer pusat kliring elektronik.

Dengan begitu, sistem elektronik ini, proses kliring elektronik dapat

diselesaikan dengan lebih cepat, aman, dan akurat.

(LAMPIRAN SE SKNBI No. 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005) Dengan

pengembangan SKNBI, penyelenggara kliring akan terdiri dari dua sub sistem

kliring sebagai berikut:

a. Kliring Debet yang meliputi kegiatan kliring penyerahan dan kliring

pengembalian untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian warkat debet (cek, giro, nota debet, dab lain-lain); dan

b. Kliring kredit untuk transfer kredit antar bank tanpa disertai penyampaian

fisik warkat (paperless).

Secara teknis, SKNBI terdiri dari 3 (tiga) komponen utama sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

a. Sistem sentral kliring (SSK) merupakan komponen perangkat keras dan

perangkat lunak yang digunakan oleh Penyelenggara Kliring Nasional

(PKN).

b. Komputer Penyelenggara Kliring (KPK) merupakan komponen perangkat

keras dan komponen perangkat lunak yang digunakan oleh Penyelenggara

Kliring Lokal (PKL).

c. Terminal Peserta Kliring (TPK) merupakan komponen perangkat keras

dan perangkat lunak yang digunakan oleh Peserta.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, antara lain dalam Pasal 1 menyebutkan

hal-hal sebagai berikut:

a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998;

b. Bank Konvensional adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional;

c. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja di

kantor pusat bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang

syariah dan atau unit syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu

bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor;

d. Cabang pembantu syariah dan atau unit usaha syariah;


perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

e. Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar

peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta

yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu;

f. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI,

adalah sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan

kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional;

g. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet;

h. Kliring Kredit adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer kredit;

i. Wilayah Kliring adalah suatu wilayah tertentu yang menyelenggarakan

kliring sebagai bagian dari SKNBI;

j. Penyelenggara Kliring Nasional, yang selanjutnya disebut PKN, adalah

unit kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan

menyelenggarakan SKNBI secara nasional;

k. Penyelenggara Kliring Lokal, yang selanjutnya disebut PKL, adalah unit

kerja di Bank Indonesia dan unit kerja di kantor bank yang bertugas

mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring;

l. PKL BI adalah unit kerja di Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan

menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring;

m. PKL Selain BI adalah unit kerja pada kantor bank yang memperoleh

persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan

SKNBI di suatu wilayah kliring;

n. Peserta adalah kantor Bank Indonesia dan atau kantor bank yang terdaftar

pada PKN dan atau PKL untuk mengikuti kegiatan SKNBI;


perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

o. Data Keuangan Elektronik, yang selanjutnya disebut DKE, adalah data

transfer dana dalam format elektronik yang digunakan sebagai dasar

perhitungan dalam SKNBI;

p. Penyelesaian Akhir (settlemen), yang selanjutnya disebut Penyelesaian

Akhir, adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro bank di

Bank Indonesia yang dilakukan berdasarkan perhitungan rekening giro

bank di Bank Indonesia yang dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan

kewajiban masing-masing bank yang timbul dalam penyelenggaraan

SKNBI;

q. Warkat Debet adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan

atas beban nasabah atau bank melalui kliring debet;

r. Penarik adalah pemilik rekening yang memerintahkan Tertarik untuk

melakukan pembayaran atau pemindahbukuan sejumlah dana atas beban

rekeningnya kepada Pemegang dengan menggunakan cek atau bilyet giro;

s. Tertarik adalah bank yang menerima perintah pembayaran atau

pemindahbukuan dari Penarik;

t. Pemegang adalah nasabah yang memperoleh pembayaran atau

pemindahbukuan daba dari Penarik sebagaimana diperintahkan oleh

Penarik kepada Tertarik;

u. Cek/Bilyet Giro Kosong adalah cek/bilyet giro yang ditunjukkan dan

ditolak Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana

oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup;
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

v. Daftar Hitam adalah suatu daftar yang berisi nama-nama Penarik

Cek/Bilyet Giro Kosong yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan berlaku

selama 1(satu) tahun sejak tanggal penerbutan.

w. Kliring Intercity merupakan kliring atau sistem pembayaran non tunai

yang dilakukan antar kota atau antar pulau. Biaya kliring intercity ini

tercatat dalam nota debet.

(Modul Bank Indonesia SPN 02) Jenis dokumen kliring yang digunakan dalam

kegiatan kliring sebagai berikut:

a. Sistem manual

1. Daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian

b. Sistem semi otomasi

1. Bukti penyerahan rekaman warkat kliring penyerahan

2. Daftar warkat kliring penyerahan menurut bank penerima

3. Daftar warkat kliring penyerahan menurut bank pengirim

4. Bukti rekaman warkat tolakan kliring pengembalian

5. Daftar warkat kliring pengembalian menurut bank penerima

6. Daftar warkat kliring pengembalian menurut bank pengirim

7. Daftar warkat yang ditolak dengan alasan kosong

c. Sistem Otomasi

1. Bukti Penyerahan warkat debet – kliring penyerahan

2. Bukti penyerahan warkat kredit – kliring penyerahan

3. Bukti penyerahan rekaman warkat – kliring pengembalian

4. Lembar substitusi
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

5. Kartu batch

Sistem kliring yang diselenggarakan oleh KpwBi Solo ini menggunakan sistem

kliring semi otomasi. Peraturan mengenai sistem semi otomasi ini diatur dalam

Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/8/DSAP tanggal 4 Mei 2000 perihal

Penyelenggaraan Kliring Lokal secara Sistem Semi Otomasi.

Kegiatan-kegiatang yang ada dalam penyelenggaraan sistem kliring semi otomasi

di KPwBI Solo terbagi menjadi 2(dua) tahap yang terdiri dari tahap kliring

penyerahan dan kliring pengembalian.

a. Kliring Penyerahan

Kliring penyerahan merupakan tahapan pertama dalam kegiatan kliring

yang diselenggarakan pada pukul 08.15 WIB sampai dengan sebelum pukul

11.30 WIB. Dalam kliring penyerahan ini, peserta kliring menyerahkan seluruh

warkat atau DKE kliring, baik warkat/DKE debet maupun warkat/DKE kredit

kepada pihak penyelenggara atau pihak peserta lawan kliring dan menerima

seluruh warkat atau DKE kliring, baik warkat/DKE debet maupun warkat/DKE

kredit dari pihak penyelenggara atau pihak peserta lawan kliring. Setelah itu,

pihak penyelenggara akan melakukan perhitungan kliring secara keseluruhan

berdasarkan penyerahan warkat/DKE sehingga menghasilkan Bilyet Saldo Kliring

dan berbagai laporan kliring yang dapat berguna dalam penyelesaian akhir

transaksi kliring ke rekening giro bank di Bank Indonesia dan pembukuan

transaksi kliring ke rekening nasabah bank.

b. Kliring Pengembalian
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Kliring pengembalian merupakan tahapan kedua dalam kegiatan kliring

yang diselenggarakan pada pukul 12.45 WIB samapai dengan pukul 15.30 WIB.

Tahapan in i dilakukan guna memperhitungkan warkat/DKE debet (cek, bilyet

giro, dan beberapa nota debet) kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan

ketentuan yang ada di Bank Indonesia dan tidak sesuai dengan tujuan dan syarat

penerbitan. Kemudian Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring mencetak

seluruh Laporan Perputaran DKE Kliring Pengembalian di Penyelenggara Kliring

Lokal pada tanggal tersebut.

Pengembalian warkat kliring ada 2 (dua) macam yaitu:

a. Retur Warkat Debet

Adapun Surat Edaran Bank Indonesia No.2/10/DASP sesuai angka IV perihal

Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, terdapat beberapa alasan

penolakan terhadap warkat tersebut, yaitu:

1. Saldo tidak cukup;

2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri);

3. Persyaratan formal cek/bilyet giro tidak dipenuhi:

a) Tulisan “Cek”/”Bilyet Giro” dan nomor cek/bilyet giro yang

bersangkutan;

b) Nama Tertarik;

c) Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk

membayar/memindahbukukan dana atas beban rekening

penarik;
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

d) Nama dan nomor rekening pemegang (khusus untuk bilyet

giro);

e) Nama bank penerima (khusus untuk bilyet giro);

f) Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka

maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya;

g) Tempat dan tanggal penarikan;

h) Tanda tangan, nama jelas, dan atau dilengkapi dengan

cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan rekening

(khusus untuk bilyet giro);

4. Tanggal efektif bilyet giro belum sampai;

5. Cek ditarik kembali o leh Penarik setelah berakhirnya tenggang

waktu pengunjukkan;

6. Bilyet giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang

waktu penawaran;

7. Sudah kadaluwarsa;

8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani o leh Penarik;

9. Bea materai belum dilunasi;

10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen;

11. Stempel kliring tidak ada;

12. Stempel kliring tidak sesuai dengan Bank Penerima;

13. Endosmen pada cek atas nama atau cek atas order tidak ada;

14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian

terlampir);
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat

pemblokiran terlampir);

16. Warkat bukan untuk kami;

17. Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal sebenarnya.

b. Retur Warkat Kredit

Retur warkat kredit ini dilakukan karena warkat kredit dan atau DKE kredit tidak

dapat diperhitungkan ke nasabah penerima. Kesalahan biasanya terjadi karena

adanya kesalahan penulisan sandi peserta, nomor rekening, atau pun jumlah

nominal. Penolakan ini dilakukan melalui kliring penyerahan berikutnya setelah

diketahui ada kesalahan kliring dan tidap dapat melalui kliring pengembalian

Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring dapat membatalkan seluruh

perhitungan kliring apabila ditemukan kesalahan transaksi yang melanggar

ketentuan yang berlaku dan akan memberitahukan pembatalan tersebut kepada

bank yang bersangkutan. Bank Indonesia juga berhak dalam penyelesaian masalah

dan memberi keputusan akhir jika terjadi perbedaan pendapat antara dua atau

lebih peserta kliring tentang dapat atau tidaknya suatu warkat DKE

diperhitungkan dalam kliring lokal.

Biaya kliring yang dikenakan oleh Penyelenggara Kliring kepada peserta

kliring terdiri dari biaya administrasi, biaya proses, dan biaya lain-lain yang

berkaitan dengan penyelenggaraan kliring lokal. Sistem kliring semi otomasi yang

digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal di wilayah Solo, biaya kliringnya

adalah sebagai berikut:


perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

a. Biaya kliring penyerahan sebesar Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah

per warkat);

b. Biaya kliring penyerahan sebesar Rp 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah)

per warkat.

Kliring merupakan sistem penyelesaian berbasis deffered net multilateral.

Deffered berarti intruksi pembayaran yang dikumpulkan terlebih dahulu,

sedangkan pemrosesannya dilakukan kemudian dalam jumlah tertentu sekaligus

pada satu waktu tertentu. Net multilateral berarti setiap bank membuat satu posisi

final untuk semua bank mitra kerjanya, sehingga hanya akan ada satu setelmen

untuk setiap bank. (Sri Mulyati Tri Subari dan Ascarya 2003:23).

(Commite on Payment and Settelment System of Bank for International

Settelments dalam Ascarya 2003:23) kliring adalah suatu proses transmisi,

rekonsiliasi dapat juga meliputi proses konfirmasi, dari perintah pembayaran atau

transfer sekuritas dan proses tersebut dapat meliputi proses netting dari instruksi

pembayaran atau transfer sekuritas tersebut, serta proses penyusunan posisi final

dari peserta kliring untuk tujuan setelmen.

Bank Indonesia dinyatakan sebagai penyelenggara kliring berdasarkan

Undang-Undang No.23 tahun 1999 pasal 17 tentang Bank Indonesia bahwa

penyelengaraan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing

dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank

Indonesia. dalam pasal 12 Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 disebutkan

bahwa Penyelenggara di wilayah kliring yang terdapat kantor Bank Indonesia

adalah Bank Indonesia, sedangkan di wilayah kliring yang tidak terdapat kantor
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Bank Indonesia yang menjadi penyelenggara kliring adalah pihak lain tetapi tetap

harus dengan persetujuan Bank Indonesia. pihak lain yang dimaksud di sini adalah

lembaga bank atau non bank yang dirasa mampu menyelenggarakan kliring di

wilayah tersebut.

Gambar 1.2

Flowchart Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo

Anda mungkin juga menyukai